NIM : 811417029
Sengketa perebutan Pulau Miangas antara Indonesia dengan Filipina telah ada pada tahun
1979. Akan tetapi sesungguhnya, perebutan wilayah Pulau Miangas sudah ada sejak sebelum
adanya Indonesia dengan Filipina. Sengketa Indonesia dengan Filipina adalah perairan laut
antara Pulau Miangas (Indonesia) dengan pantai Mindanao (Filipina). Disamping itu letak Pulau
Miangas (Indonesia) di dekat perairan Filipina, dimana kepemilikan Pulau Miangas oleh
Indonesia berdasarkan perundingan anatara Amreika Serikat dan Hindia Belanda diatas kapal
Greenphil tanggal 4 April 1928 berkat keputusan arbiter internasional yang bernama DR. Max
Huber, memutuskan pulau Miangas masuk ke wilayah kekuasan Hindia Belanda karena
persamaan budaya dengan masyarakat Taulud. Semakin dipertegas diresmikannya tugu
perbatasan antara Indonesia dengan Filipina di tahun 1955, dimana Miangas berada di wilayah
Indonesia.
Dalam beberapa kesempatan perundingan bilateral Indonesia-Filipina sering muncul
argumentasi yang mempertanyakan kembali status Pulau Miangas. Filipina masih menggunakan
dalil bahwa La Palmas, masuk dalam posisi kotak berdasarkan Traktat Paris 1898 dan hal ini
dikuatkan dengan ditemukannya Pardao (tugu peringatan) pendaratan Magelhaens di pulu pada
tahun 1512. Di samping itu, konstitusi Filipina masih menyebutkan Las Palmas dalam yuridiksi
dan kedaulatannya. Argumentasi di atas dapat ditepis pemerintah RI berdasarkan penetapan
batas wilayah “Kerajaan Kepulauan Talaud” yang menjadi bagian dan tradisi masyarakat
setempat. Secara historis, pengakuan batas wilayah Kerajaan Talaud telah terjadi sejak
kepulauan Talaud dan Filipina bagian selatan berada di bawah pengaruh dari Kerajaan Tidore.
Bersamaan argumen di atas, langkah pemindahan sebagian penduduk dan dilanjutkan dengan
pembangunan gereja serta pendirian Jemaat Kristen Protestan sebagai bagian dari GMIST
(Gereja Masehi Injili Sangihe dan Talaud) merupakan hal yang berguna bagi status Pulau
Miangas. Karena ini dianggap sebagai tindakan aktif yang menghadirkan institusi gereja di pulau
ini. Bahkan tercatat wilayah pelayanan gereja (GMIST) mencakup Filipina bagian selatan.
Klaim politis atas Pulau Miangas, Marore dan Marampit Secara geografis, letak Miangas dan
beberapa pulau lainnya di Sangihe Talaud seperti Kawio, Marampit dan Marore memang jauh
dari pusat pemerintahan RI dan lebih dekat dengan Filipina. Karena itu, tak mengherankan jika
penduduk Miangas lebih intens berhubungan dengan masyarakat Filipina. Apalagi sebagian
kebutuhan masyarakat didatangkan dari Filipina.
Pada dekade 1960 hingga 1970-an, hubungan antara Miangas dan Filipina semakin intens
seiring dengan adanya kesepakatan tentang batas antara kedua negara. Ironisnya, intensitas
hubungan kedua negara tidak mempengaruhi kesadaran nasional warga kepulauan tersebut.
Masyarakat setempat lebih mengenal pejabat Filipina ketimbang Indonesia. Hal ini terungkap
ketika pada awal 1970-an sejumlah pejabat pemerintah pusat yang menyertai kunjungan Wakil
Presiden Sri Sultan Hamengku Buwono IX ke wilayah perbatasan, melihat potret Presiden
Filipina Ferdinand Marcos menghiasi rumah penduduk. Mulai saat itu pula, kehidupan
masyarakat perbatasan di Kabupaten Sangihe-Talaud mendapat perhatian lebih dari pemerintah,
antara lain dengan membuka jaringan pelayaran perintis ke pulau-pulau terpencil. Betapapun
keterpencilan membuahkan penderitaan bagi masyarakat pulau-pulau perbatasan namun mereka
tetap merasa sebagai bagian dari bangsa Indonesia, setidaknya dalam pendidikan mereka
konsisten berkiblat ke Indonesia. Fenomena ini tentu positif bagi keutuhan bangsa dan negara
RI.
Menurut catatan, pada tanggal 4 April 1928 di atas kapal putih Greenphil perundingan antara
pemerintah Amerika dan Hindia Belanda telah memutuskan Pulau Miangas termasuk dalam
wilayah kepulauan Nusantara Indonesia sebab ciri budayanya sama dengan masyarakat Talaud.
Setelah proklamasi Negara Kesatuan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus secara tegas
dinyatakan bahwa NKRI adalah dari Pulau Sabang sampai Merauke dan dari Pulau Miangas
sampai Timur-Kupang. Hal itu lebih dipertegas lagi dengan diresmikannya tugu perbatasan
antara Indonesia dengan Filipina pada tahun 1955 di Pulau Miangas, dimana Miangas tetap
berada dalam wilayah Indonesia.