Anda di halaman 1dari 13

TINJAUAN PUSTAKA

ABSES HEPAR

I. Anatomi Hepar
Hepar atau hati adalah organ terbesar yang terletak di sebelah kanan atas
rongga abdomen. Pada kondisi hidup hati berwarna merah tua karena kaya akan
persediaan darah. Beratnya 1200-1800 gram, dengan permukaan atas terletak
bersentuhan dibawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan diatas
organ-organ abdomen. Batas atas hepar sejajar dengan ruang interkosta V kanan
dan batas bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri. Permukaan
posterior hati berbentuk cekung dan terdapat celah transversal sepanjang 5 cm dari
sistem porta hepatis.

Gambar 1. Anatomi Hepar

Hepar terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh
ligamentum falciforme, diinferior oleh fissura yang dinamakan dengan
ligamentum teres dan diposterior oleh fissura yang dinamakan ligamentum
venosum. Lobus kanan hepar enam kali lebih besar dari lobus kiri dan mempunyai
3 bagian utama yaitu : lobus kanan atas, lobus caudatus dan lobus quadrates.
Menurut Sloane (2004), diantara kedua lobus terdapat porta hepatis, jalur masuk
dan keluar pembuluh darah, saraf dan duktus. Hepar dikelilingi oleh kapsula

1
2

fibrosa yang dinamakan kapsul glisson dan dibungkus peritoneum pada sebagian
besar keseluruhan permukaannnya.
Hepar disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu : vena porta hepatika yang
berasal dari lambung dan usus yang kaya akan nutrien seperti asam amino,
monosakarida, vitamin yang larut dalam air dan mineral dan arteri hepatika,
cabang dari arteri koliaka yang kaya akan oksigen. Pembuluh darah tersebut
masuk hati melalui porta hepatis yang kemudian dalam porta tersebut vena porta
dan arteri hepatika bercabang menjadi dua yakni ke lobus kiri dan ke lobus kanan.
Darah dari cabang-cabang arteri hepatika dan vena porta mengalir dari perifer
lobulus ke dalam ruang kapiler yang melebar yang disebut sinusoid. Sinusoid ini
terdapat diantara barisan sel-sel hepar ke vena sentral. Vena sentral dari semua
lobulus hati menyatu untuk membentuk vena hepatica.
Selain cabang-cabang vena porta dan arteri hepatika yang mengelilingi
bagian perifer lobulus hati, juga terdapat saluran empedu yang membentuk kapiler
empedu yang dinamakan kanalikuli empedu yang berjalan diantara lembaran sel
hati.
Plexus (saraf) hepaticus mengandung serabut dari ganglia simpatis T7-
T10, yang bersinaps dalam plexuscoeliacus, nervus vagus dexter dan sinister serta
phrenicus dexter.

Fisiologi Hepar
Hati adalah organ metabolik terbesar dan terpenting di tubuh. Organ ini penting
bagi sistem pencernaan untuk sekresi empedu. Hati menghasilkan empedu sekitar
satu liter per hari, yang diekskresi melalui duktus hepatikus kanan dan kiri yang
kemudian bergabung membentuk duktus hepatikus komunis. Selain sekresi
empedu, hati juga melakukan berbagai fungsi lain, mencakup hal-hal berikut :
1. Pengolahan metabolik kategori nutrien utama (karbohidrat, lemak, protein)
setelah penyerapan mereka dari saluran cerna.
2. Detoksifikasi atau degradasi zat-zat sisa dan hormon serta obat dan senyawa
asing lainnya.
3

3. Sintesis berbagai protein plasma, mencakup protein-protein yang penting


untuk pembekuan darah serta untuk mengangkut hormon tiroid, steroid
dan kolesterol dalam darah.
4. Penyimpanan glikogen, lemak, besi, tembaga dan banyak vitamin.
5. Pengaktifan vitamin D, yang dilaksanakan oleh hati bersama dengan ginjal.
6. Pengeluaran bakteri dan sel darah merah yang usang.
7. Ekskresi kolesterol dan bilirubin, yang merupakan produk penguraian yang
berasal dari pemecahan sel darah merah yang sudah usang.

Hati merupakan komponen sentral sistem imun. Tiap-tiap sel hati atau
hepatosit mampu melaksanakan berbagai tugas metabolik diatas, kecuali aktivitas
fagositik yang dilaksanakan oleh makrofag residen atau yang lebih dikenal
sebagai sel Kupffe. Sel Kupffer, yang meliputi 15% dari massa hati serta 80% dari
total populasi fagosit tubuh, merupakan sel yang sangat penting dalam
menanggulangi antigen yang berasal dari luar tubuh dan mempresentasikan
antigen tersebut kepada limfosit.

II. Definisi
Infeksi pada hati oleh, bakteri, parasit, jamur atau nekrosis steril dari sistem
gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembetukan
pus yang terdiri atas jaringan hati nekrotik, sel inflamasi atau sel darah di dalam
parenkim hati.

III. Epidemiologi
Amubiasis terjadi pada 10% dari populasi dunia dan paling umum di daerah
tropis dan subtropik. Laki-laki 10 kali lebih sering mengalami abses hati
dibandingkan dengan wantita. Amebiasis merupakan infeksi tertinggi ketiga
penyebab kematian setelah Schistosomiasis dan malaria. Daerah endemisnya
meliputi Afrika, Asia Tenggara, Meksiko, Venezuela dan kolombia. Insiden hati
di Amerika Serikat mencapai 0,05 % sedangkan di india dan mesir mencapai
10%-30% pertahun.
4

Abses hati piogenik memiliki insidensi terbanyak pada usia rata rata 44 tahun
dan tidak terdapat perbedaan laki-laki maupun perempuan. Setiap tahun 7-20 per
100.000 penduduk dirawat di Rumah Sakit karena abses hati piogenik. Hampir
50% kasus abses hati piogenik merupakan abses multipe, 75% abses tunggal dan
terletak disebelah kanan serta 20% di lobus kiri dan 5% pada kauda. Insidensi
abses hati piogenik paling banya di Taiwan dengan insidensi17,6 kass per 100.000
penduduk.

IV. Klasifikasi
Secara umum abses hati dibagi menjadi 2 yaitu abses hati amebik dan abses
hati piogenik di mana kasus abses hati amebik lebih sering terjadi dibanding abses
hati piogenik. Abses hati amebik biasanya disebabkan oleh infeksi Entamoeba
hystolitica sedangkan abses hati piogenik disebabkan oleh infeksi
Enterobacteriaceae, Streptococci, Klebsiella, Candida, Salmonella, dan golongan
lainnya. Abses hati sering timbul sebagai komplikasi dari peradangan akut saluran
empedu. Abses hati piogenik merupakan kasus yang relatif jarang.

V. Etiologi
Abses hati amuba disebabkan oleh amuba, amuba yang tersering adalah
Entamoba Histolytica. Faktor penjamu juga berperan penting dalam menyebabkan
keparahan abses hati amuba diantaranya adalah menyerang pada usia muda,
kehamilan, malnutrisi, alkoholisme, penggunaan glukokortikoid, dan keganasan.
Infeksi Entamoba Histolytica ditransmisikan melalui rute fekal-oral terutama pada
makanan dan minuman. Selama siklus hidupnya Entamoba Histolytica dapat
berbentuk tropozoit atau bentuk kista. Entamoba Histolytica menghasilkan enzim
proteolitik yang dapat melisiskan jaringan penjamu. Pada pemeriksaan
mikroskopik kista berbentuk bundar dan lonjong yang berukuran 10-20µ berinti 1
, 2 atau 4. Kista muda pada Entamoba Histolytica biasanya terdapat kromatoid
dan vakuol glikogen sedangkan pada kista matang hal tersebut tidak ada. Bila
kista matang tertelan, kista tersebut dapat melewati lambung karena dinding kista
tahan terhadap asam lambung, setelah melewati lambung kista tersebut masuk
5

kedalam lumen usus halus, dinding kista tercernakan dan tejadi eksitasi sehingga
mengeluarkan stadium tropozoit yang masuk ke dalam usus halus yang kemudian
dapat menginvasi jaringan usus besar yang dapat menyebar ke jaringan lain
melewati aliran darah.
Sedangkan pada abses hati piogenik umumnya berasal dari infeksi organ
intraabdomen lain. Kolangitis yang disebabkan oleh batu maupun striktur juga
merupakan penyebab tersering abses hati. Terdapat 15% kasus abses hati piogenik
yang tidak diketahui penyebabnya atau yang disebut juga dengan abses
kriptogenik. Bakteri penyebab abses hati piogenik berasal dari bakteri aerob dan
anaerob. Bakteri aerob gram negatif tersering adalah bakteri Escherichia Coli dan
Klebsiella Pneumoniae, sedangkan bakteri gram positif tersering adalah
Staphylococci. Bakteri anaerob terbanyak adalah Bacteoides dan Fusobacterium.

VI. Patogenesis
Abses dapat timbul beberapa minggu, bulan, atau tahun sesudah infeksi
ameba, kadang terjadi tanpa dikteahui menderita disentri ameba sebelumnya.
Infeksi di hati terjadi akibat embolisasi ameba dan dinding usus besar lewat vena
porta, jarang lewat pembuluh getah bening. Mula-mula terjadi hepatitis ameba
yang merupakan stadium dini abses hati, kemudian timbul nekrosis fokal kecil-
kecil (mikro abses), yang akan bergabung menjadi satu, membentuk abses tunggal
yang besar. Dapat pula terjadi abses majemuk . sesuai dengan aliran vena porta,
maka abses hati ameba terutama banyak terdapat di lobus kanan. Lobus kanan hati
lebih sering terkena abses dibandingkan dengan lobus kiri. Hal ini berdasarkan
anatomi hati di mana lobus kanan lobus kanan menerima darah dari arteri
mesenterika superior dan vena porta, sedangkan lobus kiri menerima darah dari
arteri mesenterika inferior dan aliran limfatik.
Abses berisi nanah kental yang steril tidak berbau, berwarna kecoklatan (cho-
colate paste), terdiri atas jaringan sel hati yang rusak bercampur darah. Kadang-
kadang berwarna kuning kehijauan karena bercampur dengan cairan empedu.
6

Penyakit ini dapat ditularkan secara fekal oaral baik secara langsung melalui
tangan maupun melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi atau yang
mengandung kista ameba.
Trofozoit yang mula-mula- hidup sebagai komensal di dalam lumen usus
besar, dapat berubah menjadi patogen, menembus mukosa usus dan menimbulkan
ulkus. Faktor yang menyebabkan perubahan sifat trofozoit tersebut sampai saat ini
belum diketahui secara pasti. Diduga baik faktor kerentanan tubuh pasien, sifat
virulensi ameba, maupun lingkungannya mempunyai peran. Faktor-faktor yang
dapat menurunkan kerantanan tubuh misalnya kehamilan, kurang gizi, penyakit
keganasan, obat-obat imunosupresif, dan kortikosteroid. Ameba yang ganas dapat
memproduksi enzim fosfoglukomutase dan lisozim yang dapat mengakibatkan
keruskan dan nekrosis jaringan dinding usus. Bentuk ulkus ameba sangat khas
yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil, tetapi di lapisan submukosa dan
muskularis melebar (menggaung). Akibatnya terjadi ulkus di permukaan mukosa
usus yang menonjol dan hanya terjadi reaksi radan yang minimal. Mukosa usus
antara ulkus-ulkus tampak normal. Gambaran ini sabgat berbeda dengan disentri
basiler, dimana mukosa usus antara ulkus meradang. Pada pemeriksaan
mikroskopik eksudat ulkus, tampak sel leukosit dalam jumlah banyak, akan tetapi
lebih sedikit dibanding dengan disentri basiler. Tampak pula kristal charlot leyden
dan kadang-kadang ditemukan trofozoit. Dari ulkus di dalam dinding usus besar,
ameba dapat mengadakan metastasis ke hati lewat cabang vena porta dan
menimbulkan abses hati.

VII. Manifestasi Klinis


Gejala dapat timbul secara mendadak (akut) atau perlahan-lahan (kronik).
Dapat timbul bersamaan dengan stadium amubiasis intesstinal atau berbulan-
bulan setelah keluhan intestinal sembuh.
Gejala tersering yang dikeluhkan oleh pasien dengan amebiasis hati adalah
berupa nyeri perut kanan atas, demam, hepatomegali dengan nyeri tekan atau
nyeri spontan atau disertai dengan gejala komplikasi. Gejala yang menyertai
adalah anoreksia, mual muntah, diare, berat badan menurun, batuk, ikterus ringan
7

sampai sedang dan berak darah. Pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia


ringan sampai sedang.
Demam atau panas tinggi merupakan manifestasi klinis yang paling utama,
anoreksia, malaise, batuk disertai rasa sakit pada diafragma, anemia, hepatomegali
teraba sebesar 3 jari sampai 6 jari di bawah arcus-costa, ikterus terdapat pada 25
% kasus dan biasanya berhubungan dengan penyebabnya yaitu penyakit traktus
biliaris, abses biasanya multipel, massa di hipokondrium atau epigastrium, efusi
pleura, atelektasis, fluktuasi pada hepar, dan tanda-tanda peritonitis.

VIII. Diagnosis
Penegakan diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,
laboratorium, serta pemeriksaan penunjang. Terkadang diagnosis abses hepar sulit
ditegakkan karena gejalanya yang kurang spesifik. Diagnosis dini memberikan
arti yang sangat penting dalam pengelolaannya karena penyakit ini sebenarnya
dapat disembuhkan. Diagnosis yang terlambat akan meningkatkan morbiditas dan
mortalitasnya.
Pada beberapa pasien kadang sudah dapat terlihat abses hepar secara inspeksi
dikarenakan abses telah menembus kulit sehingga terlihat dari luar. Terdapat nyeri
tekan pada kuadran kanan atas abdomen, selain itu didapatkan hepatomegali yang
teraba sebesar tiga jari sampai enam jari dibawah arcus costarum.
Pemeriksaan lain-lain seperti foto toraks dan foto polos abdomen digunakan
untuk mendeteksi kelainan atau komplikasi yang ditimbulkan oleh amebiasis hati.
Diagnosa pasti adalah melalui USG dan CT Scan yang sensitivitasnya sekitar 85-
95%.
Kriteria diagnostik untuk hepatik amoebiasis menurut Lamont dan Pooler,
yaitu pembesaran hati yang nyeri tekan pada orang dewasa, respons yang baik
terhadap obat anti amoeba, hasil pemeriksaan hematologis yang menyokong :
leukositosis, pemeriksaan Rontgen (PA Lateral) yang menyokong, trophozoit E.
histolytica positif dalam pus hasil aspirasi, "Scintiscanning" hati adanya "filling
defect","Amoeba Hemaglutination" test positif.
8

IX. Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan adanya anemia ringan,
leukositosis dan netrofilia serta peningkatan laju endap darah. Dapat juga
ditemukan perbahan fungsi hati yaitu peningkatan kadar serum alkali fosfatase
2. Tes serologi
Tes serologi yang biasanya digunakan adalah ELISA dan PCR. Pemeriksaan
ELISA dapat mendeteksi antigen amuba pada serum, sedangkan PCR dapat
digunakan untuk mendeteksi adanya DNA amuba. Hasil tes serologi harus
diinterpretasikan dengan klinis pasien, karna kadar serum antibodi mungkin masih
tinggi selama beberapa tahun setelah penyembuhan.
3. Kultur darah dan kultur cairan aspirasi
Elemen terpenting dalam mensiagnosis abses hati adalah ditemukan agen
penyebab, baik melalui kultur darah maupun kultur dari cairan aspirasi.
4. Pencitraan
Pemeriksaan USG merupakan pilihan utama untuk tes awal yang tidak invasif
dan sensitivitasnya yang tinggi (80-90%), pada pemeriksaan USG dapat
didapatkan lesi hipoehoic dengan internal echoes.hasil foto thoraks judga dapat
memperlihatkan hasil yang abnormal diantaranya terdapat gambaran atelektasis
paru lobus kanan bawah, efusi pleura kanan dan kenaikan hemidiafragma kanan.
CT-Scan kontras dapat digunakan untuk mendiagnosis abses hati yang kecil dan
dapat menilai lesi primer. Sedangkan MRI dapat digunakan juka hasilnya masih
meragukan dan juga dapat menilai potongan sagital maupun koronal dan juga
berguna pada pasien yang memiliki intoleran terhadap zat kontras.
Menurut Middlemiss (I964) gambaran radiologis dari abses hati adalah
sebagai berikut :
1. Peninggian kubah dari diafragma kanan
2. Berkurangnya gerak diafragma kanan
3. Efusi Pleura
4. Kolaps paru
5. Abses paru
9

Gambar 2. Gambar foto thorax pada abses hepar amebic

Gambar 3. CT scan abses hepar amebic dengan kontras IV dan oral.


Ket: Hipoekoik, massa oval dengan batas tegas, non-homogen
10

Gambar 4. USG abses hepatis.


Ket: Bentuk bulat atau oval, tidak ada gema dinding yang berarti. ekogenitas
lebih rendah dari parenkim hati normal, bersentuhan dengan kapsul hati,
peninggian sonik distal (distal enhancement).

X. Komplikasi
Amebiasis pluropulmonal merupakan salah satu komplikasi tersering yang
terjadi akibat ekspansi langsung abses hepar. Amebasis pluropulmonal biasanya
terjadi pada 10-20% pasien amebiasis hepar bahkan beberapa peneliti melaporkan
bahwa insidensi amebiasis pluropulmonal pada penderita abses hepar dapat
mencapai 20-30%. Akibat ekspansi pada pluropulmonala dapat terjadi efusi
pleura, atelektasis, pneumonia ataupun abses paru. Pada pasien amebiasis
pleuropulmonal dapat timbul fistula hepatobronkhial dengan manifestasi pasien
batuk dengan sputum berwarna kecoklatan. Sekret kecoklatan berisi materila
nekrosis dan mengandung amoeba.
Komplikasi lain yang sering terjadi adalah abses otak dan abses limpa, abses
dapat timbul akibat embolisasi amoeba langsung dari abses hati, kelainan ini juga
dapat timbul pada emboli langsung dari pembuluh darah di usus besar. Pecahnya
abses hepar juga dapat menimbulkan keluhan akut abdomen yaitu peritonitis.
11

Gambar 5. 1. Makroskopis abses hepar. 2. Perforasi abdomen

XI. Penatalaksanaan
Pengobatan terhadap penderita abses hepar terdiri dari:
1. Kemoterapi Abses hati ameba tanpa komplikasi lain dapat menunjukan
penyembuhan yang besar bila diterapi hanya dengan antiameba. Pengobatan
yang dianjurkan adalah:
a) Metronidazole Metronidazole merupakan derivat nitroimidazole. Dosis
yang dianjurkan untuk kasus abses hati ameba adalah 3 x 750 mg per hari
selama 7 - 10 hari. Derivat nitroimidazole lainnya yang dapat digunakan
adalah tinidazole dengan dosis 3 x 800 mg perhari selama 5 hari.
b) Dehydroemetine (DHE) Merupakan derivat diloxanine furoate. Dosis yang
direkomendasikan untuk mengatasi abses liver sebesar 3 x 500 mg perhari
selama 10 hari.
c) Chloroquin Dosis yang dianjurkan adalah 1 g/hari selama 2 hari dan diikuti
500 mg/hari selama 20 hari.
2. Aspirasi Apabila pengobatan medikamentosa dengan berbagai cara tersebut di
atas tidak berhasil (72 jam) atau bila terapi dcngan metronidazol merupakan
kontraindikasi seperti pada kehamilan, perlu dilakukan aspirasi Pada kasus II,
meskipun ukuran abses kurang dari 7 cm. dilakukan aspirasi abses karena
keluhan tidak berkurang meskipun telah mendapat terapi metronidazol.
12

3. Drainase Perkutan Drainase perkutan berguna pada penanganan komplikasi


paru, peritoneum, dan perikardial.
4. Drainase Bedah Pembedahan diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak
berhasil mcmbaik dengan cara yang lebih konservatif. Juga diindikasikan
untuk perdarahan yang jarang tcrjadi tetapi mengancam jiwa penderita,
disertai atau tanpa adanya ruptur abses. Penderita dengan septikemia karena
abses amuba yang mengalami infeksi sekunder juga dicalonkan untuk
tindakan bedah, khususnya bila usaha dekompresi perkutan tidak berhasil
Laparoskopi juga dikedepankan untuk kemungkinannya dalam mengevaluasi
tcrjadinya ruptur abses amuba intraperitoneal. Pada kasus III, dilakukan
drainase bedah dengan pcrtimbangan kemungkinan perdarahan yang terjadi,
meskipun belum didapatkan adanya ruptur abses. Komplikasi yang paling
sering adalah ruptur abses sebesar 5 - 5,6 %. Ruptur dapat terjadi ke pleura,
paru, perikardium, usus, intraperitoneal atau kulit. Kadang-kadang dapat
terjadi superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau drainase. Pada ketiga kasus
ini tidak didapatkan adanya komplikasi, baik komplikasi ke pleura, usus
ataupun lainnya. Khususnya pada kasus pertama, keadaan setelah operasi
stabil, tidak didapatkan adanya superinfeksi.

Pencegahan
Penularan amebiasis yang melalui sistem pencernaan menyebabkan
pengelolaan makanan, minuman, dan keadaan lingkungan hidup yang memenuhi
syarat kesehatan merupakan hal yang penting. Seorang karier amebiasis setiap
hari dapat mengeluarkan 15 juta kista sehingga pemberantasan karier amebiasis.
Pencampuran klorin pada air ternyata belum mampu membubuh kista secara
efektif sehingga air yang digunakan untuk minum harus tetap dimasak untuk
mematikan kista.

XII. Prognosis
Beberapa faktor klinis telah dikaitkan dengan prognosis yang jelek pada
pasien-pasien dengan abses amuba hepar. Peningkatan umur, manifestasi klinis
13

yang lambat, encephalopathy, multipel abses, volume abses > 500 ml, dan
komplikasi seperti ruptur intraperikardial atau komplikasi pulmonum
meningkatkan tiga kali angka kematian.

Anda mungkin juga menyukai