ENSEFALOPATI
Disusun oleh :
Disusun Oleh :
Disusun oleh:
Nadia Salsabila
20174011035
ENSEFALOPATI
Disusun oleh:
Nama: Nadia Salsabila
No. Mahasiswa: 20130310038
Telah dipresentasikan
Hari/Tanggal:
, Januari 2018
Disahkan oleh:
Dosen Pembimbing,
B. EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian ensefalopati secara umum belum banyak diteliti, penelitian dilakukan
pada masing masing jenis ensefalopati. Penelitian yang dilakukan di London, menunjukkan
bahwa angka kejadian ensefalopati hipoksik iskemik mencapai 150 per 57 ribu kelahiran hidup
atau berkisar 2,64%. Sedangkan penelitian yang dilakukan di Australia Timur menunjukkan
angka yang lebih tinggi 164 per 43 ribu kelahiran hidup atau berkisar 3,8%.
Diperkirakan berkisar 30% kasus ensefalopati hipoksis pada negara maju dan naik
menjadi 60% pada negara berkembang berkairtan dengan kejadian hipoksik iskemik
intrapartum.(4) Ensefalopati terkait sepsis terjadi berkisar 9% hingga 71% pada pasien yang
menderita sepsis. Angka kejadian ensefalopati akibat timbal juga sulit ditemukan, angka yang
tersedia adalah kadar timbal dalam serum yang lebih dari 10mcg/dL berkisar 88% pada 3 tahun
terakhir. Dimana kadar yang lebih dari 10 mcg/dL pada darah dapat menyebabkan ensefalopati
pada anak. Prevalensi asam valproat menginduksi keadaan hiperamonia adalah berkisar 35-
45%.
Tidak ada data akurat terkait dengan angka kejadian ensefalopati hepatik. Hepatik
ensefalopati yang dapat diklasifikasikan menjadi ensefalopati hepatik murni dan ensefalopati
hepatik minimal. Ensefalopati hepatik murni terjadi pada 30-45% pasien dengan sirosis hepatis
dan 10-50% pada pasien shunting transjugular intrahepatik portosystemic. Ensefalopati
hepatik minimal biasanya terdiagnosis pada pasien sirosis hepatis dan pada pasien hipertensi
portal nonsirosis. Kejadian ensefalopati hepatik minimal dilaporkan berkisar 20-84% pada
pasien sirosis.
C. ETIOLOGI
Secara klinis, diagnosis ensefalopati digunakan untuk menggambarkan disfungsi otak
difuse yang disebabkan oleh gangguan faktor sistemik, metabolik, atau toksik. Etiologi
ensefalopati pada anak meliputi penyebab infeksi, toksis (misalnya karbon monoksida, obat,
timah hitam), metabolik dan iskemik.
Penyebab ensefalopati banyak dan beragam. Beberapa contoh penyebab ensefalopati meliputi:
a) menular (bakteri, virus, parasit, atau prion).
b) anoxic (kekurangan oksigen ke otak, termasuk penyebab traumatis),
c) beralkohol (toksisitas alkohol).
d) hepatik (misalnya, gagal hati atau kanker hati).
e) uremik (ginjal atau gagal ginjal).
f) Penyakit metabolik (hiper atau hipokalsemia, hipo- atau hipernatremia, atau hipo- atau
hiperglikemia).
g) tumor otak.
h) banyak jenis bahan kimia beracun (merkuri, timbal, atau amonia).
i) perubahan tekanan dalam otak (sering dari perdarahan, tumor, atau abses).
j) gizi buruk (vitamin yang tidak memadai asupan B1 atau penarikan alkohol).
D. GEJALA
Meskipun penyebabnya banyak dan beragam, setidaknya satu gejala hadir dalam semua
kasus adalah kondisi mental yang berubah. Kondisi mental berubah mungkin kecil dan
berkembang secara perlahan selama bertahun-tahun (misalnya, pada hepatitis mengalami
penurunan kemampuan menggambar desain sederhana atau apraxia) atau mendalam dan
berkembang pesat (misalnya, anoksia otak menyebabkan koma atau kematian dalam beberapa
menit). Seringkali, gejala perubahan status mental dapat muncul dalam bentuk inatensi,
penilaian buruk atau buruknya koordinasi gerakan. Gejala serius lainnya yang mungkin terjadi
antara lain:
a) Letargi.
b) Demensia.
c) Kejang.
d) Tremor.
e) Otot berkedut dan mialgia,
f) Respirasi Cheyne-Stokes (pola pernapasan diubah terlihat dengan kerusakan otak dan koma).
g) Koma.
Seringkali keparahan dan jenis gejala berhubungan dengan penyebab kerusakan.
Misalnya, kerusakan hati akibat alkohol (sirosis alkoholik) dapat mengakibatkan tremor tangan
involunter (asteriksis), sedangkan anoksia berat (kekurangan oksigen) dapat menyebabkan
koma. Gejala lain mungkin tidak parah dan akan lebih terlokalisasi seperti kelumpuhan saraf
kranial (kerusakan salah satu dari 12 saraf kranial yang keluar otak). Beberapa gejala mungkin
sangat minimal dan hasil dari cedera berulang ke jaringan otak. Sebagai contoh, ensefalopati
kronis traumatik (CTE), karena cedera seperti gegar otak berulang kali ditopang oleh pemain
sepak bola dan lain-lain yang bermain olahraga dapat menyebabkan perubahan lambat dari
waktu ke waktu yang tidak mudah didiagnosis. Kecederaan tersebut dapat mengakibatkan
depresi kronis atau perubahan kepribadian lain yang dapat mengakibatkan hal yang lebih
serius.
E. KLASIFIKASI
1. Ensefalopati akibat infeksi
a. Definisi
Infeksi sistem saraf pusat termasuk didalamnya meningitis, meningoensefalitis,
ensefalitis, empiema subdural atau epidural dan abses otak. Virus dan bakteri
menyebabkan meningitis, infeksi jamur dapat terjadi pada pasien yang menjalani
transplantasi dan pada pasien yang mengalami imunosupresi. Ensefalitis dan
ensefalopati harus dapat dibedakan, dimana pada ensefalopati terjadi kerusakan fungsi
otak tanpa adanya proses inflamasi langsung di dalam parenkim otak. Pasien dapat
menunjukkan gejala ensefalopati global seperti koma atau status epileptikus. Diagnosis
dan pengobatan awal dengan antibiotik atau antiviral yang sesuai menjadi penting.
Ensefalopati yang disebabkan oleh infeksi sistemik adalah keadaan yang paling
sulit dibedakan dengan ensefalitis. Perbedaan yang dapat diidentifikasi antara
ensefalopati dan ensefalitis pada umumnya dapat dilihat pada tabel berikut:
F. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis ensefalopati adalah masing masing jenis ensefalopati (iskemik, metabolik,
toksik dan septik) selain itu ensefalopati juga harus dibedakan dengan: ensefalitis, perdarahan
intracranial, dan edema serebri
G. PENGOBATAN
Pengobatan ensefalopati bervariasi dengan penyebab utama dari gejala. Akibatnya
tidak semua kasus ensefalopati diperlakukan sama. Beberapa contoh yang berbeda "perawatan
ensefalopati" untuk penyebab yang berbeda. Kunci untuk pengobatan ensefalopati apapun
adalah untuk memahami penyebab dasar dan dengan demikian merancang skema pengobatan
untuk mengurangi atau menghilangkan penyebab. Ada satu jenis ensefalopati yang sulit atau
tidak mungkin untuk mengobati itu adalah ensefalopati statis (negara atau kerusakan otak
mental yang diubah yang permanen). Yang terbaik yang dapat dilakukan dengan ensefalopati
statis, jika mungkin, untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dan melaksanakan rehabilitasi
untuk memungkinkan individu untuk tampil di tingkat fungsional tertinggi.
H. KOMPLIKASI
Komplikasi ensefalopati bervariasi dari tidak ada gangguan mental sehingga mengarah
pada kematian. Komplikasi dapat sama dalam beberapa kasus. Komplikasi tergantung pada
penyebab utama dari ensefalopati dan dapat diilustrasikan dengan mengutip beberapa contoh
dari berbagai penyebab.
a. Hepatik ensefalopati (pembengkakan otak dengan herniasi, koma, kematian)
b. Metabolik ensefalopati (mudah marah, lesu, depresi, tremor, kadangkadang, koma atau
kematian)
c. Anoxia-ensefalopati (berbagai komplikasi, dari tidak ada di anoksia jangka pendek untuk
perubahan kepribadian, kerusakan otak parah sampai mati dalam acara anoxic jangka panjang)
d. Uremik ensefalopati (letargi, halusinasi, pingsan, otot berkedut, kejang, kematian)
e. Ensefalopati Hashimoto (kebingungan, intoleransi panas, demensia)
f. Ensefalopati Wernicke (kebingungan mental, kehilangan memori,penurunan kemampuan
untuk menggerakkan mata)
g. Bovine spongiform ensefalopati (BSE) atau "penyakit sapi gila" (ataksia, demensia, dan
mioklonus atau otot bergetar tanpa irama atau pola) h. Shigella ensefalopati (sakit kepala, leher
kaku, delirium, kejang, koma)
i. Penyebab Infeksi ensefalopati anak (lekas marah, susah makan, hypotonia, kejang,
kematian).
I. PROGNOSIS
Prognosis untuk pasien dengan ensefalopati tergantung pada penyebab awal dan secara
umum, tempoh waktu yang dibutuhkan untuk membalikkan, menghentikan, atau menghambat
penyebabnya. Akibatnya, prognosis bervariasi dari pasien ke pasien dan berkisar di prognosis
yang buruk yang sering menyebabkan kerusakan otak permanen atau kematian. Prognosis
sangat bervariasi ini dicontohkan oleh pasien yang mendapatkan ensefalopati dari
hipoglikemia. Jika pasien dengan hipoglikemia diberikan glukosa pada tandatanda pertama
dari ensefalopati, sebagian besar pasien sembuh sepenuhnya. Penundaan dalam mengoreksi
hipoglikemia (jam sampai hari) dapat menyebabkan kejang atau koma, yang dapat dihentikan
oleh pengobatan dengan lengkap atau pemulihan dengan kerusakan otak permanen minimal.
Penundaan atau beberapa keterlambatan dalam pengobatan dapat menyebabkan prognosis
yang buruk dengan kerusakan otak, koma, atau kematian.
J. VEGETATIVE STATE
Kondisi vegetatif adalah kelainan kesadaran dimana pasien dengan kerusakan otak
serius berada dalam kondisi sadar secara parsial namun tidak menunjukkan persepsi dan reaksi
kognitif terhadap rangsangan yang ada di sekitarnya. Kondisi bangun namun tidak sadar yang
berlangsung beberapa hari. Vegetatif sendiri memiliki makna tidak aktif secara fisik. Pasien
yang memperlihatkan kondisi vegetatif selama lebih dari empat minggu dinyatakan persisten
dan setelah satu tahun dinyatakan permanen.
K. LOCKED-IN SYNDROME
Sindrom locked-in (LIS) atau pseudokoma merupakan suatu kondisi pasien yang sadar
penuh namun ia tidak dapat menggerakan anggota tubuhnya maupun berkomunikasi secara
verbal akibat paralisis di hampir seluruh gerakan volunter tubuh kecuali pergerakan vertikal
mata dan berkedip. Umumnya pasien sadar penuh dan intak secara kognitif. Pada pemeriksaan
EEG akan didapatkan hasil yang normal. LIS diakibatkan oleh kerusakan pada bagian bawah
otak dan batang otak. Beberapa penyebab yang kemungkinan mengakibatkan LIS antara lain
stroke pada batang otak, overdosis obat, cedera otak, dsb. Penegakan diagnosis LIS sulit
dilakukan. Pada penelitian tahun 2002 terhadap 44 pasien dengan LIS, dibutuhkan setidaknya
3 bulan untuk mengenali dan mendiagnosis kondisi ini. LIS dapat menyerupai kondisi
penurunan kesadaran atau hilangnya kontrol pernafasan. Pada pemeriksaan radiologis otak
umumnya tidak didapatkan kerusakan fungsi otak.
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
1. Handel MV, Swaab H, De Vries LS, Jongmans MJ. Long term cognitive and behavioral
consequences of neonatal encephalopathy following perinatal asphyxia: a review.
European Journal Pediatric. 2007;166: 645-654.
2. Evans K, Rigby AS, Hamilton P, Titchner N, Hall DM. The relationship between neonatal
encephalopathy and cerebral palsy: a cohort study. J Obstet Gynaecol. 2001;21: 114–20.
3. Badawi N, Kurinczuk JJ, Keogh JM, Alessandri LM, O'Sullivan F, Burton PR, et al.
Intrapartum risk factors for newborn encephalopathy: the Western Australia case–control
study. Br Med J .1998;317: 1554–8.
4. Kurinczuk JJ, White-Koning M, Badawi N. Epidemiology of neonatal encephalopathy and
hypoksic ischemic encephalopathy. Early Human Development. 2010;86: 329-338.
5. Benedeto-Stojanov D, Stojanov D. Minimal Hepatik Encephalopaty. In: Editor Team
Faculty of Medicine University of Nis Serbia. Miscellanea on Encephalopaties—A Second
Look. Europe: InTech. 2010.
6. DiCarlo JV, Frankel LR. Neurologic Stabilization. In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson
HB. (eds.) Nelson TextBook of Pediatrics. 17th ed. Philadelphia: Saunders An Imprint of
Elsevier Science. 2004.
7. Atri A, Milligan TA, Reddy KC, Kayser AS. Encephalopathy: Approch to Diagnosis and
Care. Neurology. 2008;12: 1-2.
8. Lewis SL. Encephalopaty dalam Emergency Neurology. USA: Spingerlink; 2012. p283-
294.
9. Chandran L, Catalado R. Lead Poisoning: Basic and New Developments. Pediatrics in
Review. 2010;31(10):399-407.
10. Laish I, Ari ZB. Noncirrhotic hyperammonaemic encephalopathy. Journal of The
International Association for Study of The Liver. 2011; 1259-1270.
11. Tunkel AR, Glaser CA, Bloch KC, Sejvar JJ, Marra CM, Roose KL. et al. The
Management of Encephalitis: Clinical Practice Guidelines by the Infectious Diseases
Society of America. CID.2008;47(1): 303-327.
12. Kennedy PGE. Viral Encephalitis: Cause, Differential Diagnosis and Management.
Journal of Neurology Neurosurgery Psychiatry. 2004;75: i10-i15
13. Cotena S, Piazza O. Sepsis Associated Encephalopathy. Traditional Medicine. 2012;2(3):
20-27.
14. Papadopoulus MC, Cavies DC, Moss RF, Tighe D, Bennett ED. Encephalopathy. Critical
Care Medicine. 2000; 28(8): 3019-3024.
15. Olympio KPK, Goncalves C. Neurotoxicity and aggressiveness triggered by low level lead
in children: a review. Panam American Journal Public Health. 2009; 26(3): 266- 275.
16. Karii SK, Saper RB, Kales SN. Lead Encephalopathy Due to Traditional Medicines. Curr
Drug Saf. 2008;3(1): 54-59.
17. McCandless, D.W. Metabolic Encephalopathy. USA: Spinger Science. 2007.
18. Arya R, Gulati S, Deopujari S, Management of hepatik encephalopathy in children.
Postgraduation Medical Journal. 2010;86: 34-41.
19. Cash WJ, Mcconville P, Mcdermott E, Mccormick PA, Callender ME, McDougal NI.
Current concept in the assessment and treatment of Hepatik Encephalopathy. Q J Med.
2010;103: 9-16.
20. Gowen CW. Assessment of the Mother, Fetus and Newborn. In: Kliegman RM, Marcdante
KJ, Jenson HB, Behrman RE. (eds.) Essential of Pediatrics. 5th ed. Philadelphia: Saunders
An Imprint of Elsevier Science. 2007.