Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis
Pada neonatus, gejala khas hipotiroidisme seringkali tidak tampak dalam
beberapa minggu pertama kehidupan. Hanya 10-15% bayi baru lahir hipotiroidisme yang
datang dengan manifestasi klinik mencurigakan, yang membuat dokter waspada akan
kemungkinan hipotiroidisme.4,5,8 Salah satu tanda yang paling khas dari
hipotiroidisme kongenital pada bayi baru lahir adalah fontanela posterior terbuka dengan
sutura cranial yang terbuka lebar akibat keterlambatan maturasi skeletal prenatal. Kelambatan
maturasi tulang, dapat dinilai dengan pemeriksaan radiologik pada daerah femoral distal
lutut, tidak hanya untuk kepentingan diagnostik, tetapi jugamenggambarkan berat serta
lamanya penyakit in utero. Gejala berikutnya yang paling sering adalah hernia umbilikalis,
namun kurang spesifik. Sebagian besar pasien memiliki berat lahir besar untuk kehamilan (di
atas 3,5 kg dengan periode kehamilan lebih dari 40 minggu). Kurang dari separuh pasien
didapatkan ikterus berkepanjangan pada awal kehidupannya. Tidak terdapat perbedaan jenis
kelamin untuk terjadinya hipotiroidisme kongenital. Tanda dan gejala lain yang jarang
terlihat adalah konstipasi(Riwayat BAB pertama > 20 jam setelah lahir dan sembelit ),
hipotonia, suara tangis serak, kesulitan makan atau menyusui, bradikardi dan kulitkering dan
kasar. Selain itu, bayi dengan hipotiroidisme kongenital memiliki insiden anomaly kongenital
lain lebih tinggi, namun kemaknaannya tidak jelas. Berbagai anomali congenital pada bayi
hipotiroidisme kongenital yang diidentifikasi melalui program skrininghipotiroidisme, antara
lain penyakit jantung bawaan, penyimpangan kromosom, kelainan tulang, dan sindrom
rambut terbelah.4,8,9,10
Apabila keadaan hipothyroid ini tidak ditangani selama masa neonatus dan bayi, maka
akan dapat menyebabkan kelainan yang lebih berat berupa:
1. Keterlambatan Pertumbuhan
Walaupun tiroksin tampaknya tidak begitu diperlukan untuk pertembuhan sebelum
kelahiran, namun sangat esensial untuk pertumbuhan normal setelah kelahiran. Jika seorang
bayi memilki defisiensi tiroid yang tidak ditangani, ia akan memiliki postur yang kecil pada
masa bayi maupun kanak-kanak dan berujung pada postur yang sangat pendek.
Keterlambatan pertumbuhan ini mempengaruhi seluruh bagian tubuh termasuk tulang.6
2. Keterlambatan Perkembangan Mental
Retardasi intelektual dapat terjadi pada kondisi kekurangan tiroksin. Derajat retardasi
bergantung pada keparahan defisiensi hormon tiroid. Jika hanya ada kekurangan parsial
tiroksin, kelainan mental minimal dapat terjadi.4,5 Ketika tiroksin sepenuhnya tidak ada dan
bayi tidak mendapatkan penanganan, retardasi mental yang parah mungkin dapat terjadi.
Namun, kondisi ini tidak akan terjadi jika penatalaksanaan dilakukan sejak awal.5,8,10
3. Jaundice Persisten
Secara normal, kondisi jaundice adalah kondisi yang fisiologis yang dapat terjadi pada
neonatus yang berlangsung selama 1-2 minggu. Namun pada kondisi hipotiroidisme yang
tidak ditangani (untreated hypothiroidism), jaundice dapat berlangsung lebih dari waktu yang
normal.4,5,10
Enzim glukoronil teransferase merupakan enzim yang mengkatatalisis proses konjugasi
bilirubin di dalam hepatosit. Pada hipotiroid aktivitas enzim ini menurun sehingga terjadi
penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dari hepatosit ke dalam usus. Hal ini menimbulkan
peningkatan kadar bilirubin tak terkonjugasi. Peningkatan rasio klesterol-fosfolipid pada
membran hepatosit dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada proses pengambilan
bilirubin tak terkonjugasi oleh hepatosit. Gangguan karena penningkatan rasio kolesterol
fosfolipid ini mengganggu kelarutan bahan–bahan yang akan memasuki sel hepatosit, salah
satunya adalah bilirubin tak terkonjugasi yang berasal dari siklus enterohepatik. Selain itu
tejadi juga gangguan kerja dari enzim Na+, K+-ATPase yang merupkan enzim yang berperan
dalam proses up take bilirubin oleh hati yang terjadi melalui suatu proses transport aktif.
I. Diagnosis
1. Anamnesis
Tanpa adanya skrining pada bayi baru lahir, pasien sering datang terlambat dengan keluhan
retardasi perkembangan disertai dengan gagal tumbuh atau perawakan pendek. Pada beberapa
kasus pasien datang dengan keluhan pucat. Pada bayi baru lahir sampai usia 8 minggu keluhan tidak
spesifik. Perlu ditanya riwayat gangguan tiroid dalam keluarga, penyakit ibu saat hamil, obat anti tiorid
yang sedang diminum dan terapi sinar.14
Dari anamnesis dapat digali berbagai gejala yang mengarah kepada hipotiroid kongenital seperti
ikterus lama, letargi, konstipasi, nafsu makan menurun dan kulit teraba dingin. Selain itu, didapat
pertumbuhan anak kerdil, ekstremitas pendek, fontanel anterior dan posterior terbuka lebih lebar,
mata tampak berjauhan dan hidung pesek. Mulut terbuka, lidah yang tebal dan besar menonjol
keluar, gigi terlambat tumbuh. Leher pendek dan tebal, tangan besar dan jari-jari pendek, kulit kering,
miksedema dan hernia umbilikalis.perkembangan terganggu, otot hipotonik kadang dapat ditemukan
hipertrofi otot generalisata sehingga menghasilkan tampakan tubuh berotot. Perlu pula digali adanya
riwayat keluarga dengan hipothyroidisme, terutama kedua orang tua. Penting juga mengevaluasi
riwayat kehamilan untuk mengetahui pengobatan yang mungkin didapat ibu selama hamil, terutama
yang bekerja mempengaruhi sintesis dan kerja hormon thyroid atau kelainan lainnya.5,8,9,10
2. Gejala Klinis
Indeks hipotiroidisme kongenital merupakan ringkasan tanda dan gejala yang paling sering
terlihat pada hipotiroidisme kongenital. Dicurigai adanya hipotiroid bila skor indeks hipothyroid
kongenital > 5. Tetapi, tidak adanya gejala atau tanda yang tampak tidak menyingkirkan kemungkinan
hipotiroid kongenital.
Tabel : Skoring hipotiroid kongenital
Gejala Klinis
Hernia umbilicalis 2
Kromosom Y tidak ada (wanita) 1
Pucat, dingin, hipotermi 1
Tipe wajah khas edematus 2
Makroglosi 1
Hipotoni 1
Ikterus lebih dari 3 hari 1
Kulit kasar, kering 1
Fontanella posterior terbuka (>3cm) 1
Konstipasi 1
Berat badan lahir > 3,5 kg 1
Kehamilan > 40 minggu 1
Total 15
3. Laboratorium
Penyakit hipotiroid kongenital dapat dideteksi dengan tes skrining, yang dilakukan dengan
pemeriksaan darah pada bayi baru lahir atau berumur 3 hari atau minimal 36 jam atau 24 jam
setelah kelahiran. Tes skrining dilakukan melalui pemeriksaan darah bayi. Darah bayi akan
diambil sebelum ibu dan bayi meninggalkan rumah sakit bersalin. Jika bayi dilahirkan di
rumah, bayi diharapkan dibawa ke rumah sakit / dokter sebelum usia 7 hari untuk dilakukan
pemeriksaan ini. Darah diambil melalui tusukan kecil pada salah satu tumit bayi, lalu
diteteskan beberapa kali pada suatu kertas saring (kertas Guthrie) dan setelah mengering
dikirim ke laboratorium.4,5 Adapun pemeriksaannya ada tiga cara, yaitu:
a) Pemeriksaan primer TSH.
b) Pemeriksaan T4 ditambah dengan pemeriksaan TSH dari sampel darah yang sama, bila hasil
T4 rendah.
c) Pemeriksaan TSH dan T4 sekaligus pada satu sampel darah.
Nilai cut-off adalah 25 mU/ml. Bila nilai TSH < 25 >50 mU/ml dianggap abnormal dan
perlu pemeriksaan klinis dan pemeriksaan TSH dan T4 plasma. Bila kadar TSH tinggi > 40
mU/ml dan T4 rendah, Bayi dengan kadar TSH diantara 25-50 mmU/ml, dilakukan
pemeriksaan ulang 2-3 minggu kemudian.4
Prinsip EIA sama seperti prinsip RIA, hanya disini digunakan label ensim sebagai
pengganti label zat radioaktif. T3
A. Definisi
Kelainan kongenital (kelainan bawaan) adalah suatu kelainan pada struktur, fungsi
maupun metabolisme tubuh yang telah ada sejak lahir dan dapat ditemukan segera
setelah bayi dilahirkan maupun dalam proses perkembangan dan pertumbuhan awal
kehidupannya. 1,2
B. Klasifikasi
1. 1. ATRESIA ESOPHAGUS
Atresia Esofagus adalah esofagus (kerongkongan) yang tidak terbentuk secara
sempurna. Pada atresi esofagus, kerongkongan menyempit atau buntu; tidak
tersambung dengan lambung sebagaimana mestinya. Kebanyakan bayi yang
menderita atresia esofagus juga memiliki fistula trakeoesofageal (suatu hubungan
abnormal antara kerongkongan dan trakea/pipa udara). 1,5
Sampai saat ini belum diketahui secara pasti zat teratogen yang dapat
menyebabkan terjadinya kelainan atresia esofagus, hanya dilaporkan angka rekuren
sekitar 2 % jika salah satu dari saudara kandung yang terkena. Namun saat ini,
teori tentang tentang terjadinya atresia esofagus menurut sebagian besar ahli tidak
lagi berhubungan dengan kelainan genetik. Gejala atresia esofagus antara lain
mengeluarkan ludah yang sangat banyak, terbatuk atau tersedak setelah berusaha
untuk menelan, tidak mau menyusui dan sianosis (kulitnya kebiruan).1,5
Pembedahan dapat dilakukan dengan satu atau dua tahapan tergantung pada tipe
atresia dan penyulit yang ada. Biasanya dilakukan dengan membuat stoma pada
esofagus proksimal dari gastromi. Penutupan fistel, anastomosis esofagus, atau
interposisi kolon dilakukan kemudian hari pada saat bayi berumur satu tahun. 1
1. 2. FIBROSIS KISTIK
Fibrosis kistik adalah suatu penyakit keturunan yang menyebabkan kelenjar tertentu
menghasilkan sekret abnormal sehingga timbul beberapa gejala dan yang terpenting
adalah akan mempengaruhi saluran pencernaan dan paru-paru. Fibrosis kistik ini
merupakan suatu kelainan genetik. Gen akan mengendalikan pembentukan protein
yang mengatur perpindahan klorida dan natrium melalui selaput sel. Jika kedua gen
ini abnormal, maka akan terjadi gangguan dalam pemindahan klorida dan natrium,
sehingga terjadi dehidrasi dan pengentalan sekresi.3
Fibrosis kistik menyerang hampir seluruh kelenjar endokrin (kelenjar yang
melepaskan cairan ke dalam sebuah saluran). Pelepasan cairan ini mengalami
kelainan dan mempengaruhi fungsi kelenjar: 3
1. Pada beberapa kelenjar (misalnya pankreas dan kelenjar di usus), cairan yang
dilepaskan (sekret) menjadi kental atau padat dan menyumbat kelenjar. Penderita
tidak memiliki berbagai enzim pankreas yang diperlukan dalam proses penguraian
dan penyerapan lemak di usus sehingga terjadi malabsorpsi (gangguan penyerapan
zat gizi dari usus) dan malnutrisi.
2. Kelenjar penghasil lendir di dalam saluran udara paru-paru menghasilkan lendir
yang kental sehingga mudah terjadi infeksi paru-paru menahun.
3. Kelenjar keringat, kelenjar parotis dan kelenjar liur kecil melepaskan cairan yang
lebih banyak kandungan garamnya dibandingkan dengan cairan yang normal.
Ileus mekonium yang merupakan salah satu bentuk penyumbatan usus pada bayi
baru lahir dapat terjadi pada 17% penderita fibrosis kistik. Mekonium adalah bahan
berwarna hijau gelap yang keluar sebagai tinja pertama pada bayi baru lahir. Pada
penderita fibrosis kistik, mekoniumnya kental dan mengalir lebih lambat sehingga
bisa menyumbat usus. Penyumbatan usus bisa menyebabkan perforasi pada dinding
usus atau menyebabkan usus terpuntir. Mekonium juga bisa tersangkut di usus
besar atau anus dan menyebabkan penyumbatan sementara. Bayi yang menderita
ileus mekonium hampir selalu mengalami gejala fibrosis kistik lainnya di kemudian
hari. 1,3
Gejala awal dari fibrosis kistik pada bayi yang tidak mengalami ileus mekoneum
seringkali berupa penambahan berat badan yang buruk pada usia 4-6 minggu.
Berkurangnya jumlah sekresi pankreas yang sangat penting untuk pencernaan
lemak dan protein menyebabkan terjadinya gangguan pencernaan pada 85-90%
bayi yang menderita fibrosis kistik. Bayi sering buang air besar dengan tinja yang
banyak, berbau busuk dan berminyak, disertai perut yang buncit. Meskipun nafsu
makannya normal atau tinggi, tetapi pertumbuhan bayi berlangsung lambat. Bayi
tampak kurus dan memiliki otot yang lembek. Gangguan penyerapan vitamin yang
larut dalam lemak (vitamin A, D, E dan K) bisa menyebabkan rabun senja, rakitis,
anemia dan kelainan perdarahan. Pada 20% bayi dan balita yang tidak diobati,
lapisan usus besar menonjol ke anus (keadaan ini disebut prolaps rektum). Bayi
yang mendapatkan susu kedele atau ASI bisa menderita anemia dan pembengkakan
karena mereka tidak menyerap protein dalam jumlah yang memadai. Sekitar
separuh anak-anak yang menderita fibrosis kistik memiliki gejala batuk terus
menerus, bunyi nafas mengi (bengek), dan infeksi saluran pernafasan. Batuk
tersebut seringkali disertai oleh tersedak, muntah dan sulit tidur. 1,3
Ileus mekonium terjadi pada bayi baru lahir dengan fibrosis kistik, tetapi kurang dari
10% pasien fibrosis kistik menderita ileus mekonium. Bagian akhir ileum sepanjang
20-30 cm menjadi kolaps dan terisi oleh butir-butir tinja yang berwarna pucat,
sebelah proksimalnya terdapat segmen usus yang berdilatasi tersumbat oleh
mekonium dengan konsistensi seperti sirup kental atau lem. 2,3
Peristaltik tidak berhasil mendorong bahan yang sangat pekat ini melalui ileum.
Volvulus, atresia atau perforasi usus dapat menyertai ileus mekonium. Perforasi
intrauterim akan mengakibatkan peritonitis mekonium. Mekonium intraperitoneum
dapat menyebabkan perlekatan, kemudian setelah bayi lahir dapat mengakibatkan
obstruksi usus atau menjadi kalsifikasi. 2
Pada 3% pasien dengan penyakit Hirschsprung, bagian yang aganglionik meliputi
tidak hanya seuluruh kolon tetapi juga sebagian ileum terminalis. Keadaan ini akan
menyebabkan usus halus yang mengandung ganglion berdilatasi, daerah transisi
dan usus bagian distal yang aganglionik menjadi kolaps. 2,4
Berdasarkan anamnesis, riwayat hidramnion mungkin menyertai terjadinya atresia
yeyunum tinggi dan pada penyakit fibrokistik didapatkan riwayat keluarga. Pasien
dengan obstruksi mungkin lahir dengan distensi abdomen karena usus terisi
mekonium. Obstruksi dapat pula terjadi setelah lahir yang kemudian bertambah
nyata karena aerofagi. Distensi abdomen merupakan akibat peritonitis mekonium
karena perforasi intrauterine dan kebocoran mekonium ke dalam rongga
peritoneum. 1,2
Lubang perforasi biasanya tertutup kembali in utero, sehingga dalam kasus
demikian tidak perlu dilakukan tindakan bedah. Tetapi bila lubang perforasi
menetap, yang tampak dari bertambahnya distensi abdomen dan adanya udara
bebas intraperitoneal setelah lahir, diperlukan tindakan bedah segera. Muntah
berwarna hijau dapat merupakan gejala awal. Bayi dengan atresia ileum atau
yeyunum dapat mengeluarkan mekonium yang banyak, pada ileus mekonium
biasanya tidak ada tinja. Adanya pneumoperitoneum harus dipikirkan apabila
distensi abdomen bertambah cepat dalam 24 jam pertama kehidupan dan perkusi
hati agak meragukan atau terdapat cairan bebas dalam abdomen. 1,2,5
Gambaran ileus mekonium pada polos abdomen memperlihatkan ground glassatau
bayangan kabut pada kuadran kanan bawah. Daerah radiolusen dibentuk oleh
gelembung-gelembung kecil gelas yang terperangkap dalam mekonium dan
tersebar. Selain itu karena isinya yang kental, dilatasi usus tidak mempunyai
gambaran permukaan. Jika terdapat peritonitis mekonium dapat terlihat kalsifikasi
yang biasanya tersebar di samping abdomen. Pada pneumoperitoneum, dengan foto
polos abdomen tegak tampak udara bebas antara hati dan diafragma. Jika terdapat
sejumlah besar udara bebas, seluruh abdomen terlihat seperti sebuah bola yang
menggembung terisi udara dan ligamentum teres kadang-kadang jelas terlihat pada
garis tengah. Bila foto polos abdomen tidak khas, diperlukan pemeriksaan barium
atau gastrografin kolon untuk membedakan obstruksi usus halus dari obstruksi usus
besar. Suatu kolon yang kecil mikrokolon, menunjukkan adanya suatu obstruksi
bagian proksimal dari katup ileosekal. 1,2,5
Sebelum dilakukan tindakan bedah, keadaan umum pasien dengan obstruksi usus
halus harus stabil dan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit yang adekuat.
Infeksi harus diobati dengan antibiotik yang tepat, begitu juga pemberian antibiotik
profilaksis dapat dilakukan.1,2,5
Atresia ileum atau yeyunum memerlukan reseksi pada bagian proksimal usus yang
berdilatasi, diikuti oleh anastomosis ujung dengan ujung. Apabila terdapat sekat
mukosa yang ringan, sebagai alternatif dapat dilakukan yeyuno atau ileoplasti
dengan eksisi sebagian jaringan tersebut. Usaha untuk mengurangi obstruksi
dengan gastrofin pada ileus mekonium biasanya perlu dilakukan. Bahan tersebut
dibiarkan mengalir di sekeliling bagian-bagian tinja dalam ileum terminalis dan ke
dalam usus halus bagian proksimal yang berdilatasi dan berisi mekonium
penyumbat. Keadaan tersebut mengakibatkan dinding usus mengeluarkan cairan,
mencairkan mekonium yang kental dan menimbulkan diare. 1,2,5
Tindakan reseksi tidak diperlukan lagi apabila tidak ditemukan komplikasi iskemik
saat pengulangan enema setelah selang 8-12 jam. Kurang lebih 50% pasien dengan
ileus mekonium tidak berhasil ditangani dengan gastrofin enema dan memerlukan
tindakan laparotomi. Laparotomi pada pneumoperitoneum membutuhkan suatu
kolostomi atau ileostomi pada tempat perforasi. Jika perforasi terjadi di dalam
lambung, duodenum dan atau yeyunum bagian atas maka perlu dilakukan
penutupan secara primer. Pada keadaan seperti ini membutuhkan nutrisi parenteral
total. 1,2,5
1. 8. HERNIA INTRAABDOMINAL
Hernia intraabdomen terjadi karena gelung usus terperangkap oleh lipatan
peritoneum yang tidak beraturan dan dibentuk oleh malrotasi malfikasi duodenum
atau kolon ke dinding perut belakang. Gelung usus dapat pula menerobos
(herniated) melalui defek mesenterika kongenital, terutama yang dekat dengan
ileum terminalis. Gejala dan tanda berupa obstruksi usus yang hilang timbul atau
akut. Gangren usus dapat terjadi apabila terdapat kompresi pembuluh darah. 1,2
2. INTUSUSEPSI
Intususepsi adalah suatu keadaan segmen usus bagian proksimal masuk ke dalam
segmen usus yang lebih distal dan pada umumnya menimbulkan gejala obstruksi
usus. Penyebab terjadinya intususepsi ini tidak diketahui secara pasti. Hanya 5-6%
kasus yang diketahui mempunyai faktor penyebab yang merupakan pencetus
terjadinya intususepsi yaitu divertikulum Meckel, polip usus, duplikasi ileum,
granuloma ileum, limposarkoma dan purpura Henoch Schonlein. Hiperplasia plaque
peyeri pada ilem terminal sebagai akibat infeksi virus mungkin berperan penting
pada terjadinya intususepsi. 1,2
Intususepsi dapat dibagi berdasarkan letak anatomis yaitu iliosekal, ilioilial,
iliokolika, kolokolika atau gabungan jenis intususepsi seperti ilio-ilio-kolika dan ilio-
kolo-kolika. Tetapi yang paling sering ditemukan adalah jenis iliokolika dan ilio-ilio-
kolika. Pada intususepsi, intususeptum (bagian proksimal usus) masuk ke dalam
intususipien (bagian distal usus) dengan disertai mesenterium intususeptum.
Kemudian akan berakibat terjepitnya pembuluh darah dan limfe sehingga akan
terjadi udem. Tekanan pada pembuluh darah dan jaringan yang terjepit akan
menyebabkan keluarnya cairan sel, mucus dan kadang-kadang darah sehingga akan
menimbulkan “currant jelly stool”. Jepitan pada pembuluh darah yang berlangsung
lama akan mengakibatkan terjadinya gangren yang pada umumnya dimulai dari
bagian ujung intususeptum. 2
Secara klasik, intususepsi terjadi pada bayi yang sebelumnya sehat. Bayi yang
biasanya terserang berusia 3 – 12 bulan. Tampak bayi tiba-tiba nyeri perut, menjerit
dan mengangkat kedua kakinya ke atas, kemudian diikuti dengan muntah. Kolik
abdomen dapat berlangsung selama beberapa menit dan berulang dengan interval
15 – 30 menit. Keadaan bayi dapat tampak normal hingga apatis dan terjadi
peningkatan suhu tubuh. 1,2
Pada pemeriksaan fisik abdomen akan teraba massa lunak (sausage-shape tumor)
di daerah abdomen kanan atas dan abdomen kanan bawah teraba bagian kosong
(petanda Dance). Apabila telah terjadi perforasi maka akan muncul tanda peritonitis
dan derajat nyeri menjadi berkurang. Kejadian intususepsi kadang-kadang dapat
diraba dengan colok dubur yaitu adanya lendir dan darah tersisa pada sarung
tangan. Sehingga dapat disimpulkan trias intususespsi adalah nyeri abdomen,
muntah dan tinja yang berdarah. Pada kasus kronik gejala yang muncul adalah
serangan kolik abdomen berulang disertai muntah. Apabila terjadi serangan
konstipasi kronik atau diare biasanya menunjukkan intususepsi rekuren kronik
dengan reduksi spontan. 1,2
Pada pemeriksaan radiologis foto polos abdomen akan terlihat gambaran distribusi
udara yang tidak merata yaitu tidak ada udara pada abdomen kanan bawah dan
usus besar. Untuk kasus lanjut akan tampak tanda obstruksi usus seperti “air fluid
level” pada usus halus yang mengalami dilatasi dan usus besar yang kosong. Pada
pemeriksaan enema barium akan tampak suatu “filling defect” atau “cupping” pada
bagian akhir dari kontras dan kontras dapat terlihat sebagai garis lurus pada daerah
lumen usus yang terjepit serta gambaran lingkaran-lingkaran tipis (coil spring
appearance) dari intususeptum, terutama saat pengeluaran kontras tersebut. Pada
pemeriksaan ultrasonografi (USG), intususepsi sering terlihat seperti mata sapi (bull
eye) atau sasaran (target like lesion) yang mencerminkan potongan transversal dari
segmen usus yang terkena.1,2
Bila invaginasi disertai dengan strangulasi, kemungkinan dapat terjadinya
komplikasi peritonitis setelah perforasi. Invaginasi yang masuk jauh dapat
ditemukan pada pemeriksaan colok dubur. Ujung invaginasi teraba seperti porsio
uterus pada pemeriksaan vaginal sehingga dinamai “pseudoporsio” atau porsio
semu. Invaginasi yang keluar dari rektum jarang ditemukan; keadaan tersebut
harus dibedakan dari prolaps mukosa rektum. Pada intususepsi ini didapatkan
invaginatum bebas dari dinding usus, sedangkan prolapsus berhubungan secara
sirkuler dengan dinding usus. Pada inspeksi sukar sekali membedakan prolapsus
rektum dari invaginasi. Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan jari sekitar
penonjolan untuk menentukan ada tidaknya celah yang terbuka. 1
Mungkin sangat sulit mendiagnosis intususepsi pada anak yang sudah menderita
gastroenteritis; perubahan gambaran penyakitnya, dalam hal sifat nyerinya, sifat
muntahnya atau mulainya perdarahan rektum, harus menjadi perhatian khusus.
Tinja bercampur darah dan abdomen kejang yang menyertai enterokolitis biasanya
dapat dibedakan dari intususepsi karena nyerinya kurang hebat dan kurang teratur,
ada diare, dan bayi tetap kesakitan diantara nyerinya. Perdarahan pada divertikulum
Meckel biasanya tanpa nyeri. Perdarahan intestinal padaHenoch Schonlein
Purpura biasanya tetapi tidak selalu disertai dengan gejala-gejala sendi atau purpura
dimana-mana, dan nyeri koliknya mungkin sama. Karena intususepsi bisa menjadi
komplikasi gangguan ini, sehingga mungkin diperlukan pemeriksaan dengan enema
barium. 6
Pilihan penatalaksanaan intususepsi adalah reduksi hidrostatis dengan enema
barium atau operasi. Pemilihan tersebut tergantung pada keadaan umum pasien,
lamanya perjalanan penyakit dan tersedianya pelayanan radiologis yang terampil.
Reduksi hidrostatis dilakukan untuk kasus dengan perjalanan penyakit kurang dari
24 jam, namun kontraindikasinya adalah obstruksi usus yang jelas, renjatan,
perforasi dan peritonitis. Bila dengan enema barium gagal atau terdapat
kontraindikasi tersebut maka dapat dilakukan dengan tindakan operasi sekaligus
untuk mencari faktor penyebabnya pada usus. 1,2,6
3. HERNIA INGUINALIS
Hernia inguinalis terjadi karena kegagalan penutupan prosesus vaginalis. Prosesus
vaginalis akan tetap ada (paten) pada 80-90% bayi baru lahir, akan tetapi akan
menutup pada tahun pertama kehidupan. Hernia terjadi bila sebagian isi abdomen
masuk ke dalam kantong hernia. Kelainan ini merupakan penyebab tersering
obstruksi usus pada bayi berumur 1 minggu sampai 4 bulan. 2
Pada umumnya hernia telah dapat dideteksi pada 3 minggu awal kehidupan karena
biasanya terletak di sebelah kanan. Pada umumnya ibu biasa mengenali hernia
sebagai gumpalan lunak yang timbul pada pangkal paha bila bayi menangis atau
mengedan dan hilang saat bayi kembali tenang. Hernia yang timbul ini dapat
menyebabkan bayi menjadi iritabel.1,2
Apabila terjadi penonjolan dari hernia inguinalis indirek (hernia inguinalis lateralis)
sampai ke skrotum akan dapat menyebabkan hernia skrotalis. Hernia juga harus
dibedakan dari hidrokel atau elephantiasis skrotum. Testis yang teraba dapat dipakai
sebagai pegangan untuk membedakannya. Hernia labialis ialah hernia inguinalis
lateralis yang mencapai labium mayus. Secara klinis akan tampak benjolan pada
labium mayus yang jelas pada waktu berdiri dan mengedan, serta hilang pada
waktu berbaring. Diagnosis banding hernia labialis adalah hernia femoralis dan kista
di kanalis Nuck yang menonjol di kaudal ligamentum inguinal dan di lateral
tuberkulum pubikum. Kista kanalis Nuck teraba sebagai kista dengan batas yang
jelas di sebelah kraniolateral berlainan dengan hernia indirek dan tidak dapat
direposisi. 1
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan pemakaian
penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah direposisi.
Reposisi dilakukan secara bimanual yaitu dengan tangan kiri memegang isi hernia
membentuk corong, sedangkan tangan kanan mendorongnya ke arah cincin hernia
dengan sedikit tekanan perlahan yang tetap sampai terjadi reposisi. Pada anak-anak
dapat dilakuakan dengan menidurkan anak tersebut dengan pemberian sedatif dan
kompres es di atas hernia. Bila usaha reposisi ini telah berhasil, maka anak
disiapkan untuk operasi pada hari berikutnya. Namun jika reposisi hernia tidak
berhasil, maka dalam waktu 6 jam harus segera dilakukan operasi. 1
Komplikasi berupa kerusakan pada kulit dan tonus otot perut di daerah sekitar yang
tertekan dapat terjadi apabila pemakaian bantalan penyangga dilakukan seumur
hidup. Pada anak cara ini juga dapat menimbulkan atrofi testis karena tekanan pada
tali sperma yang mengandung pembuluh darah testis. Pengobatan operatif
merupakan satu-satunya pengobatan yang rasional untuk hernia inguinalis. Prinsip
dasarnya adalah herniotomi dan hernioplasti. 1
Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya,
kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlengketan, kemudian
direposisi. Kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong. Pada
hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil annulus inguinalis internus dan
memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasti ini lebih penting dalam
mencegah terjadinya residif bila dibandingkan dengan hanya dilakukan herniotomi
saja. Pada hernia kongenital pada bayi dan anak-anak yang faktor penyebabnya
adalah prosesus vaginalis yang tidak menutup hanya dapat dilakukan herniotomi
karena annulus inguinalis internus yang cukup elastis dan dinding belakang kanalis
yang masih cukup kuat. 1
B. Trauma
Trauma adalah sebuah mekanisme yang disengaja ataupun tidak disengaja sehingga menyebabkan
luka (Amro, 2006). Trauma pada abdomen terbagi berdasarkan kejadian, yaitu trauma tumpul dan
trauma tembus (Srivathsan, 2009).
Pada trauma tembus perbedaan antara benda-benda berkecepatan tinggi dan rendah mempunyai
arti penting. Luka kecepatan rendah yang biasa terjadi ialah pada penikaman dengan senjata
tajam. Proses penikaman dapat dibedakan menjadi dua macam berdasarkan energinya, yaitu
tikaman dengan energi kinetik rendah dan energi kinetik tinggi. Pada tikaman dengan energi kinetik
yang rendah, korban sering dapat melihat datangnya dan mengelak pada saat tikaman tersebut
terjadi. Dengan demikian, penetrasi rongga perut yang dalam jarang terjadi. Tikaman dengan
energi kinetik yang tinggi dipakai dengan maksud terang-terangan membunuh. Luka-luka tersebut
menembus dalam dan sering kompleks. Peluru berkecepatan tinggi dari pistol atau pecahan-
pecahan granat yang meledak dapat menembus dalam dan mengikuti jalan yang aneh, secara luas
merusak segala sesuatu atau apa saja di sekitar lintasannya (Dudley, 1992).
Trauma tumpul meliputi benturan langsung, pukulan, kompresi, dan deselerasi (cedera
perlambatan). Dapat juga terjadi counter coup, yaitu trauma tumpul yang berat, tidak ada luka di
luar, tapi ada jejas organ di visera akibat desakan luka atau organ viscera. Trauma intra abdomen
karena hantaman sering dikaitkan dengan faktor tumbukan antara orang yang cedera dan kondisi di
luar tubuh individu tersebut, serta kekuatan akselerasi dan deselerasi yang bekerja terhadap organ
dalam abdomen (Rahmawati, 2006).
Pada penderita ini mengalami trauma dalam kecelakaan bis dikarenakan benturan langsung dan
proses kompresi akibat himpitan kursi. Bagian tubuh penderita yang terhimpit adalah bagian perut
hingga kaki serta tangan kanan. Himpitan meninggalkan jejas dan menyebabkan tangan kanan serta
kaki penderita terasa lemah untuk digerakkan.
D. Pemeriksaan
1. Anamnesis
Secara umum, jangan menanyakan riwayat lengkap hingga cidera yang mengancam nyawa
teridentifikasi dan mendapatkan penatalaksanaan yang sesuai. AMPLE sering digunakan untuk
mengingat kunci dari anamnesis, yaitu Allergies,Medications, Past medical history, Last meal or
other intake, Events leading to presentation (Salomone & Salomone,2011) .
Udeani & Seinberg (2011) menyatakan bahwa faktor penting yang berhubungan dengan pasien
trauma tumpul abdomen, khususnya yang berhubungan dengan kecelakaan kendaraan bermotor
perlu digali lebih lanjut, baik itu dari pasien, keluarga, saksi, ataupun polisi dan paramedis. Hal-hal
tersebut mencakup:
a. Proses kecelakaan dan kerusakan kendaraan
b. Waktu pembebasan (evakuasi) yang dibutuhkan
c. Apakah pasien meninggal
d. Apakah pasien terlempar dari kendaraan
e. Bagaimana fungsi peralatan keselamatan seperti sabuk pengaman dan airbags
f. Apakah pasien dalam pengaruh obat atau alkohol
g. Apakah ada cidera kepala atau tulang belakang
h. Apakah ada masalah psikiatri
Pada pasien anak, perlu digali apakah ada riwayat gangguan koagulasi atau penggunaan obat-obat
anti platelet (seperti pada defek jantung congenital) karena dapat meningkatkan resiko perdarahan
pada cidera intra abdomen (Wegner et al.,2006).
2. Pemeriksaan Fisik
Evaluasi pasien dengan trauma tumpul abdomen harus dilakukan dengan semua cidera merupakan
prioritas. Perlu digali apakah ada cidera kepala, sistem respirasi, atau sistem kardiovaskular diluar
cidera abdomen (Salomone & Salomone, 2011 ; Udeani & Steinberg, 2011).. Pemeriksaan yang
diperlukan adalah :
a. Pemeriksaan awal :
i. Setelah survey primer dan resusitasi dilakukan, fokus dilakukan pada survey sekunder abdomen.
ii. Untuk cidera yang mengancam jiwa yang membutuhkan pembedahan segera, survei sekunder
yang komprehensif dapat ditunda sampai kondisi pasien stabil.
iii. Pada akhir pemeriksaan awal dilihat kembali luka-luka ringan pada penderita. Banyak cedera
yang samar dan baru termanifestasikan kemudian.