Anda di halaman 1dari 31

H.

Manifestasi Klinis
Pada neonatus, gejala khas hipotiroidisme seringkali tidak tampak dalam
beberapa minggu pertama kehidupan. Hanya 10-15% bayi baru lahir hipotiroidisme yang
datang dengan manifestasi klinik mencurigakan, yang membuat dokter waspada akan
kemungkinan hipotiroidisme.4,5,8 Salah satu tanda yang paling khas dari
hipotiroidisme kongenital pada bayi baru lahir adalah fontanela posterior terbuka dengan
sutura cranial yang terbuka lebar akibat keterlambatan maturasi skeletal prenatal. Kelambatan
maturasi tulang, dapat dinilai dengan pemeriksaan radiologik pada daerah femoral distal
lutut, tidak hanya untuk kepentingan diagnostik, tetapi jugamenggambarkan berat serta
lamanya penyakit in utero. Gejala berikutnya yang paling sering adalah hernia umbilikalis,
namun kurang spesifik. Sebagian besar pasien memiliki berat lahir besar untuk kehamilan (di
atas 3,5 kg dengan periode kehamilan lebih dari 40 minggu). Kurang dari separuh pasien
didapatkan ikterus berkepanjangan pada awal kehidupannya. Tidak terdapat perbedaan jenis
kelamin untuk terjadinya hipotiroidisme kongenital. Tanda dan gejala lain yang jarang
terlihat adalah konstipasi(Riwayat BAB pertama > 20 jam setelah lahir dan sembelit ),
hipotonia, suara tangis serak, kesulitan makan atau menyusui, bradikardi dan kulitkering dan
kasar. Selain itu, bayi dengan hipotiroidisme kongenital memiliki insiden anomaly kongenital
lain lebih tinggi, namun kemaknaannya tidak jelas. Berbagai anomali congenital pada bayi
hipotiroidisme kongenital yang diidentifikasi melalui program skrininghipotiroidisme, antara
lain penyakit jantung bawaan, penyimpangan kromosom, kelainan tulang, dan sindrom
rambut terbelah.4,8,9,10

Signs and Symptoms of Hypothyroidism (Descending Order of Frequency)


Symptoms Signs
Tiredness, weakness Dry coarse skin; cool peripheral
Dry skin extremities
Feeling cold Puffy face, hands, and feet (myxedema)
Hair loss Diffuse alopecia
Difficulty concentrating and poor memory Bradycardia
Constipation Peripheral edema
Weight gain with poor appetite Delayed tendon reflex relaxation
Dyspnea Carpal tunnel syndrome
Hoarse voice Serous cavity effusions
Menorrhagia (later oligomenorrhea or
amenorrhea)
Paresthesia
Impaired hearing
Sumber: Harrison 17th edition

Apabila keadaan hipothyroid ini tidak ditangani selama masa neonatus dan bayi, maka
akan dapat menyebabkan kelainan yang lebih berat berupa:
1. Keterlambatan Pertumbuhan
Walaupun tiroksin tampaknya tidak begitu diperlukan untuk pertembuhan sebelum
kelahiran, namun sangat esensial untuk pertumbuhan normal setelah kelahiran. Jika seorang
bayi memilki defisiensi tiroid yang tidak ditangani, ia akan memiliki postur yang kecil pada
masa bayi maupun kanak-kanak dan berujung pada postur yang sangat pendek.
Keterlambatan pertumbuhan ini mempengaruhi seluruh bagian tubuh termasuk tulang.6
2. Keterlambatan Perkembangan Mental
Retardasi intelektual dapat terjadi pada kondisi kekurangan tiroksin. Derajat retardasi
bergantung pada keparahan defisiensi hormon tiroid. Jika hanya ada kekurangan parsial
tiroksin, kelainan mental minimal dapat terjadi.4,5 Ketika tiroksin sepenuhnya tidak ada dan
bayi tidak mendapatkan penanganan, retardasi mental yang parah mungkin dapat terjadi.
Namun, kondisi ini tidak akan terjadi jika penatalaksanaan dilakukan sejak awal.5,8,10
3. Jaundice Persisten
Secara normal, kondisi jaundice adalah kondisi yang fisiologis yang dapat terjadi pada
neonatus yang berlangsung selama 1-2 minggu. Namun pada kondisi hipotiroidisme yang
tidak ditangani (untreated hypothiroidism), jaundice dapat berlangsung lebih dari waktu yang
normal.4,5,10
Enzim glukoronil teransferase merupakan enzim yang mengkatatalisis proses konjugasi
bilirubin di dalam hepatosit. Pada hipotiroid aktivitas enzim ini menurun sehingga terjadi
penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dari hepatosit ke dalam usus. Hal ini menimbulkan
peningkatan kadar bilirubin tak terkonjugasi. Peningkatan rasio klesterol-fosfolipid pada
membran hepatosit dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada proses pengambilan
bilirubin tak terkonjugasi oleh hepatosit. Gangguan karena penningkatan rasio kolesterol
fosfolipid ini mengganggu kelarutan bahan–bahan yang akan memasuki sel hepatosit, salah
satunya adalah bilirubin tak terkonjugasi yang berasal dari siklus enterohepatik. Selain itu
tejadi juga gangguan kerja dari enzim Na+, K+-ATPase yang merupkan enzim yang berperan
dalam proses up take bilirubin oleh hati yang terjadi melalui suatu proses transport aktif.

I. Diagnosis
1. Anamnesis
Tanpa adanya skrining pada bayi baru lahir, pasien sering datang terlambat dengan keluhan
retardasi perkembangan disertai dengan gagal tumbuh atau perawakan pendek. Pada beberapa
kasus pasien datang dengan keluhan pucat. Pada bayi baru lahir sampai usia 8 minggu keluhan tidak
spesifik. Perlu ditanya riwayat gangguan tiroid dalam keluarga, penyakit ibu saat hamil, obat anti tiorid
yang sedang diminum dan terapi sinar.14
Dari anamnesis dapat digali berbagai gejala yang mengarah kepada hipotiroid kongenital seperti
ikterus lama, letargi, konstipasi, nafsu makan menurun dan kulit teraba dingin. Selain itu, didapat
pertumbuhan anak kerdil, ekstremitas pendek, fontanel anterior dan posterior terbuka lebih lebar,
mata tampak berjauhan dan hidung pesek. Mulut terbuka, lidah yang tebal dan besar menonjol
keluar, gigi terlambat tumbuh. Leher pendek dan tebal, tangan besar dan jari-jari pendek, kulit kering,
miksedema dan hernia umbilikalis.perkembangan terganggu, otot hipotonik kadang dapat ditemukan
hipertrofi otot generalisata sehingga menghasilkan tampakan tubuh berotot. Perlu pula digali adanya
riwayat keluarga dengan hipothyroidisme, terutama kedua orang tua. Penting juga mengevaluasi
riwayat kehamilan untuk mengetahui pengobatan yang mungkin didapat ibu selama hamil, terutama
yang bekerja mempengaruhi sintesis dan kerja hormon thyroid atau kelainan lainnya.5,8,9,10
2. Gejala Klinis
Indeks hipotiroidisme kongenital merupakan ringkasan tanda dan gejala yang paling sering
terlihat pada hipotiroidisme kongenital. Dicurigai adanya hipotiroid bila skor indeks hipothyroid
kongenital > 5. Tetapi, tidak adanya gejala atau tanda yang tampak tidak menyingkirkan kemungkinan
hipotiroid kongenital.
Tabel : Skoring hipotiroid kongenital

Gejala Klinis
Hernia umbilicalis 2
Kromosom Y tidak ada (wanita) 1
Pucat, dingin, hipotermi 1
Tipe wajah khas edematus 2
Makroglosi 1
Hipotoni 1
Ikterus lebih dari 3 hari 1
Kulit kasar, kering 1
Fontanella posterior terbuka (>3cm) 1
Konstipasi 1
Berat badan lahir > 3,5 kg 1
Kehamilan > 40 minggu 1
Total 15

3. Laboratorium
Penyakit hipotiroid kongenital dapat dideteksi dengan tes skrining, yang dilakukan dengan
pemeriksaan darah pada bayi baru lahir atau berumur 3 hari atau minimal 36 jam atau 24 jam
setelah kelahiran. Tes skrining dilakukan melalui pemeriksaan darah bayi. Darah bayi akan
diambil sebelum ibu dan bayi meninggalkan rumah sakit bersalin. Jika bayi dilahirkan di
rumah, bayi diharapkan dibawa ke rumah sakit / dokter sebelum usia 7 hari untuk dilakukan
pemeriksaan ini. Darah diambil melalui tusukan kecil pada salah satu tumit bayi, lalu
diteteskan beberapa kali pada suatu kertas saring (kertas Guthrie) dan setelah mengering
dikirim ke laboratorium.4,5 Adapun pemeriksaannya ada tiga cara, yaitu:
a) Pemeriksaan primer TSH.
b) Pemeriksaan T4 ditambah dengan pemeriksaan TSH dari sampel darah yang sama, bila hasil
T4 rendah.
c) Pemeriksaan TSH dan T4 sekaligus pada satu sampel darah.
Nilai cut-off adalah 25 mU/ml. Bila nilai TSH < 25 >50 mU/ml dianggap abnormal dan
perlu pemeriksaan klinis dan pemeriksaan TSH dan T4 plasma. Bila kadar TSH tinggi > 40
mU/ml dan T4 rendah, Bayi dengan kadar TSH diantara 25-50 mmU/ml, dilakukan
pemeriksaan ulang 2-3 minggu kemudian.4

Pemeriksaan penunjang lainnya yang penting dilakukan, antara lain:


a) Darah, air kemih, tinja, kolesterol serum.
b) T3, T4, TSH.
c) Radiologis :
1) USG atau CT scan tiroid.
2) Tiroid scintigrafi.
3) Umur tulang (bone age).
4) X-foto tengkorak .
Selain untuk mendiagnosis keadaan hipothyroid, perlu juga dilakukan evaluasi tambahan
guna menentukan etiologi dasar penyakit. Hal ini perlu dilakukan untuk menentukan apakah
HK bersifat permanent atau transient sehingga dapat diperkirakan lama terapi dan prognosis.
1. Pengukuran kadar hormon kelenjar gondok
Thyroxine total (T4). Cara pemeriksaan T4 yang umum dilakukan ialah cara competitive
protein binding assay (CPBA), radioimmuno assay (RIA) dan enzyme immuno assay (EIA).
Cara CPBA dikembangkan oleh Murphy dan Pattee (1964) dimana digunakan T4 — J125
dan thyroxine binding globulin (TBG) untuk mengukur kadar T4 serum. Saat ini yang lebih
sering digunakan adalah cara RIA dimana digunakan antibodi spesifik terhadap T4 (anti—
T4). T4 terlebih dulu dilepaskan dari ikatannya dengan TBG dengan penambahan zat
tertentu. T4 yang telah dibebaskan bersaing dengan T4 —J125 dalam berikatan dengan
anti— T4. Ikatan T4-anti T4 kemudian dipisahkan dari T4 bebas dan salah satu fraksi diukur
radioaktivitasnya. Ukuran radioaktivitas ini digunakan untuk mendapatkan kadar T4, dengan
membandingkan dengan satu seri standard yang dikerjakan bersama bahan pemeriksaan dari
pasien.

Prinsip EIA sama seperti prinsip RIA, hanya disini digunakan label ensim sebagai
pengganti label zat radioaktif. T3

A. Definisi
Kelainan kongenital (kelainan bawaan) adalah suatu kelainan pada struktur, fungsi
maupun metabolisme tubuh yang telah ada sejak lahir dan dapat ditemukan segera
setelah bayi dilahirkan maupun dalam proses perkembangan dan pertumbuhan awal
kehidupannya. 1,2

B. Klasifikasi

1. 1. ATRESIA ESOPHAGUS
Atresia Esofagus adalah esofagus (kerongkongan) yang tidak terbentuk secara
sempurna. Pada atresi esofagus, kerongkongan menyempit atau buntu; tidak
tersambung dengan lambung sebagaimana mestinya. Kebanyakan bayi yang
menderita atresia esofagus juga memiliki fistula trakeoesofageal (suatu hubungan
abnormal antara kerongkongan dan trakea/pipa udara). 1,5
Sampai saat ini belum diketahui secara pasti zat teratogen yang dapat
menyebabkan terjadinya kelainan atresia esofagus, hanya dilaporkan angka rekuren
sekitar 2 % jika salah satu dari saudara kandung yang terkena. Namun saat ini,
teori tentang tentang terjadinya atresia esofagus menurut sebagian besar ahli tidak
lagi berhubungan dengan kelainan genetik. Gejala atresia esofagus antara lain
mengeluarkan ludah yang sangat banyak, terbatuk atau tersedak setelah berusaha
untuk menelan, tidak mau menyusui dan sianosis (kulitnya kebiruan).1,5
Pembedahan dapat dilakukan dengan satu atau dua tahapan tergantung pada tipe
atresia dan penyulit yang ada. Biasanya dilakukan dengan membuat stoma pada
esofagus proksimal dari gastromi. Penutupan fistel, anastomosis esofagus, atau
interposisi kolon dilakukan kemudian hari pada saat bayi berumur satu tahun. 1

Pada keadaan prabedah, penderita seharusnya ditengkurapkan untuk mengurangi


kemungkinan isi lambung masuk ke dalam paru-paru. Kantong esofagus harus
secara teratur dikosongkan dengan pompa untuk mencegah aspirasi sekret. Kadang-
kadang kondisi penderita mengharuskan operasi dilakukan secara bertahap, tahap
pertama biasanya adalah pengikatan fistula dan pemasukan pipa gastrotomi untuk
memasukkan makanan, dan langkah kedua adalah anastomosis kedua ujung
esofagus. Delapan hingga sepuluh hari setelah anastomosis primer, makanan lewat
mulut biasanya masih dapat diterima. Esofagografi pada hari ke-10 akan dapat
menolong penilaian keberhasilan anastomosis. 5

1. 2. FIBROSIS KISTIK
Fibrosis kistik adalah suatu penyakit keturunan yang menyebabkan kelenjar tertentu
menghasilkan sekret abnormal sehingga timbul beberapa gejala dan yang terpenting
adalah akan mempengaruhi saluran pencernaan dan paru-paru. Fibrosis kistik ini
merupakan suatu kelainan genetik. Gen akan mengendalikan pembentukan protein
yang mengatur perpindahan klorida dan natrium melalui selaput sel. Jika kedua gen
ini abnormal, maka akan terjadi gangguan dalam pemindahan klorida dan natrium,
sehingga terjadi dehidrasi dan pengentalan sekresi.3
Fibrosis kistik menyerang hampir seluruh kelenjar endokrin (kelenjar yang
melepaskan cairan ke dalam sebuah saluran). Pelepasan cairan ini mengalami
kelainan dan mempengaruhi fungsi kelenjar: 3
1. Pada beberapa kelenjar (misalnya pankreas dan kelenjar di usus), cairan yang
dilepaskan (sekret) menjadi kental atau padat dan menyumbat kelenjar. Penderita
tidak memiliki berbagai enzim pankreas yang diperlukan dalam proses penguraian
dan penyerapan lemak di usus sehingga terjadi malabsorpsi (gangguan penyerapan
zat gizi dari usus) dan malnutrisi.
2. Kelenjar penghasil lendir di dalam saluran udara paru-paru menghasilkan lendir
yang kental sehingga mudah terjadi infeksi paru-paru menahun.
3. Kelenjar keringat, kelenjar parotis dan kelenjar liur kecil melepaskan cairan yang
lebih banyak kandungan garamnya dibandingkan dengan cairan yang normal.
Ileus mekonium yang merupakan salah satu bentuk penyumbatan usus pada bayi
baru lahir dapat terjadi pada 17% penderita fibrosis kistik. Mekonium adalah bahan
berwarna hijau gelap yang keluar sebagai tinja pertama pada bayi baru lahir. Pada
penderita fibrosis kistik, mekoniumnya kental dan mengalir lebih lambat sehingga
bisa menyumbat usus. Penyumbatan usus bisa menyebabkan perforasi pada dinding
usus atau menyebabkan usus terpuntir. Mekonium juga bisa tersangkut di usus
besar atau anus dan menyebabkan penyumbatan sementara. Bayi yang menderita
ileus mekonium hampir selalu mengalami gejala fibrosis kistik lainnya di kemudian
hari. 1,3

Gejala awal dari fibrosis kistik pada bayi yang tidak mengalami ileus mekoneum
seringkali berupa penambahan berat badan yang buruk pada usia 4-6 minggu.
Berkurangnya jumlah sekresi pankreas yang sangat penting untuk pencernaan
lemak dan protein menyebabkan terjadinya gangguan pencernaan pada 85-90%
bayi yang menderita fibrosis kistik. Bayi sering buang air besar dengan tinja yang
banyak, berbau busuk dan berminyak, disertai perut yang buncit. Meskipun nafsu
makannya normal atau tinggi, tetapi pertumbuhan bayi berlangsung lambat. Bayi
tampak kurus dan memiliki otot yang lembek. Gangguan penyerapan vitamin yang
larut dalam lemak (vitamin A, D, E dan K) bisa menyebabkan rabun senja, rakitis,
anemia dan kelainan perdarahan. Pada 20% bayi dan balita yang tidak diobati,
lapisan usus besar menonjol ke anus (keadaan ini disebut prolaps rektum). Bayi
yang mendapatkan susu kedele atau ASI bisa menderita anemia dan pembengkakan
karena mereka tidak menyerap protein dalam jumlah yang memadai. Sekitar
separuh anak-anak yang menderita fibrosis kistik memiliki gejala batuk terus
menerus, bunyi nafas mengi (bengek), dan infeksi saluran pernafasan. Batuk
tersebut seringkali disertai oleh tersedak, muntah dan sulit tidur. 1,3

1. 3. STENOSIS PILORUS HIPERTROFI KONGENITAL


Stenosis pilorus terjadi kira-kira pada 1 di antara 150 bayi laki-laki dan 1 di antara
750 bayi perempuan, dan lebih sering terjadi pada bayi laki-laki anak pertama.
Pengaruh keturunan jelas terdapat pada sekitar 15% pasien, tetapi tidak ditemukan
suatu pola keturunan tertentu. 2

Penyebab stenosis pilorus tidak diketahui, tetapi ada kecenderungan faktor


kongenital ikut berperan. Meskipun demikian, walau belum dapat dipastikan, faktor
didapat mungkin terlibat dalam patogenesis terbentuknya lesi. Peninggian kadar
gastrin serum telah diamati pada kelainan ini tetapi tidak diketahui kepastian
tersebut merupakan suatu sebab atau akibat dari kondisi tersebut. Bila ibu
mempunyai riwayat penyakit ini, maka kemungkinan anak lelaki dan perempuan
mendapatkan penyakit ini masing-masing 1:6 dan 1:10. 2
Suatu hipertrofi dan hiperplasia otot polos antrum lambung yang difus akan
menyempitkan lumen sehingga mudah tersumbat. Bagian antrum akan memanjang,
menebal menjadi 2 kali ukuran normal dan berkonsistensi seperti tulang rawan.
Penebalan otot tidak pernah hanya terbatas pada suatu kumpulan serabut otot
sirkuler yang terpisah yaitu sfungter pilorus, tetapi meluas ke bagian proksimal ke
dalam antrum dan ke bagian distal yang berakhir pada permulaan duodenum.
Sebagai respons terhadap obstruksi lumen dan peristaltik yang kuat, otot lambung
akan menebal (hipertrofi) dan mengembang (dilatasi).2
Gastritis dengan perdarahan dapat terjadi setelah bendungan berlangsung lama.
Muntah persisten akan mengeluarkan cairan lambung yang mengandung asam
klorida, natrium, kalium, klorida dan air mengakibatkan alkalosis metabolik.
Konsentrasi ion hidrogen dalam cairan lambung pada bayi adalah 65 – 80 mEq.
Perubahan khas yang terjadi adalah meningkatnya pH, pCO2 darah dan bikarbonat
serum yang disertai dengan penurunan kalium dan klorida serum. Pada mulanya
muntah akan menimbulkan alkalosis metabolik ringan dengan adanya peningkatan
bikarbonat serum untuk mengompensasi kehilangan kalium.2
Ginjal akan mengekskresikan urin alkalis yang mengandung natrium dan kalium
untuk mengkonservasi klorida dan mempertahankan pH darah. Muntah yang
berlanjut dan ekskresi natrium dan kalium oleh ginjal sebagai usaha
kompensasiakan menyebabkan peningkatan kehilangan anion. Kemudian ginjal akan
berusaha mengkonservasi natrium supaya terjadi pengurangan ekskresi bikarbonat.
Pada keadaan ini, kadar bikarbonat berkisar antara 28-39 mEq per liter dan terjadi
akumulasi keton, asam organik dan asam anorganik. Bila alkalosis berlanjut sampai
kadar bikarbonat mencapai lebih dari 40 mEq per liter, pengeluaran kalium melalui
urin akan meningkat dan ginjal tidak akan dapat lagi mengoreksi ketidakseimbangan
metabolik. 2
Penyakit ini lebih sering menyerang bayi cukup bulan daripada bayi prematur (3%).
Usia timbulnya gejala dan pola muntah sangat bervariasi. Pada kasus yang khas,
muntah (tidak mengandung empedu) dimulai pada usia 2-4 minggu, kemudian
frekuensi muntah meningkat dan menjadi proyektil. Obstruksi total dapat terjadi
pada umur 4-6 minggu. Pada 10-20% kasus, muntah terjadi sejak lahir. Frekuensi
muntah kemudian meningkat secara perlahan menjadi proyektil dan mungkin dapat
berkurang sedikit dengan memberikan larutan glukosa. Tetapi penurunan berat
badan menjadi nyata begitu terjadinya obstruksi lambung menjadi lebih komplit.
Pada beberapa kasus, bayi tidak memperlihatkan gejala sampai umur beberapa
minggu tetapi tiba-tiba menunjukkan muntah proyektil dengan akibat dehidrasi
dalam beberapa hari. Penggantian susu formula tidak berpengaruh. 1,2
Diagnosis mudah untuk ditegakkan pada sebagian besar kasus berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Status gizi kurang, bayi tampak aktif, iritabel,
ingin selalu makan dan minum. Gerakan peristaltik tampak bergerak melintasi perut
kuadran atas kiri ke kanan kemudian berakhir tepat di bawah garis tengah. Gerakan
peristaltik ini jelas terlihat pada saat atau sesudah bayi minum dan meningkat
intensitasnya bila bayi muntah. Pada keadaan tersebut sangat tepat dan baik untuk
mengetahui dan meraba adanya tumor pilorus, yaitu pada saat lambung kosong dari
air dan udara. Massa otot yang hipertrofi teraba keras dan kecil, sebesar buah
zaitun. Posisinya bervariasi, umumnya dapat diraba tepat di sebelah kanan dari
garis tengah di atas umbilikus, tetapi kadang-kadang tinggi di bawah tepi hati atau
rendah setingkat umbilikus. Perabaan harus dilakukan dengan hati-hati untuk
mencegah kontraksi muskulus rektus abdominis. 1,2
Pada bayi prematur, diagnosis lebih sulit untuk ditegakkan karena timbulnya gejala
lebih lambat yaitu antara umur 32-87 hari. Perjalanan penyakit lebih ringan dan
lebih lambat. Meskipun muntahnya persisten tetapi proyektil. Peristaltik lambung
tidak diagnostik karena dapat terlihat pada bayi prematur dengan otot abdomen
yang belum berkembang. Tumor pilorus dapat dengan mudah diraba.1,2
Apabila tumor dapat diraba maka pemeriksaan lebih lanjut tidak diperlukan.
Pemeriksaan radiologis dapat membantu menegakkan diagnosis juga. Pada foto
polos abdomen akan tampak dilatasi lambung yang berisi udara dan kanal pilorus
yang tidak melebar. Pemeriksaan dengan kontras barium hanya dilakukan pada
kasus yang secara klinis masih meragukan dan akan tampak tanda string yaitu
pilorus yang panjang dan sempit. 1,2
Diagnosis banding untuk stenosis pilorus hipertrofi kongenital dengan muntah yang
menetap bahkan proyektil disertai gelombang lambung yang terlihat terjadi pada
minggu pertama kehidupan setelah dilahirkan adalah kalasia esofagus atau hernia
hiatus yang dapat dibedakan melalui palpasi dan gambaran foto rontgen. Selain itu,
insufisiensi adrenal juga dapat menyerupai stenosis pilorus, tetapi tidak akan
ditemukan adanya tumor yang bisa diraba, asidosis metabolik, serta peninggian
kalium serum dan kadar natrium urin pada insufisiensi adrenal akan membantu
dalam diferensiasi. Kesalahan metabolism kongenital bisa menyebabkan muntah
berulang dengan alkalosis (siklus urea) atau asidosis (asidemia organik) dan letargi,
koma, atau kejang. Muntah dan diare memberikan kesan gastroenteritis, tetapi
kadang-kadang penderita dengan stenosis pilorus juga menderita diare. 5
Refluks gastroesofagus dengan atau tanpa hernia hiatus dapat terancukan dengan
stenosis pilorus. Sangat jarang terjadi adalah membran pilorus atau duplikasi pilorus
bisa menyebabkan muntah proyektil, peristaltik yang bisa terlihat dan pada kasus
duplikasi, suatu massa yang bisa diraba. Stenosis duodenum proksimal sampai
ampula Vateri bisa menyebabkan gambaran klinis yang sama dengan stenosis
pilorus. 5
Penatalaksaannya dianjurkan untuk melakukan koreksi alkalosis sampai kadar
bikarbonat kurang dari 30 mEq per liter supaya tidak menimbulkan muntah
pascaoperasi. Rehidrasi dilakukan dengan pemberian cairan 0,45% garam fisiologis
dalam 5% dekstrosa. Setelah bayi dapat mengeluarkan urin dengan lancar dan
berat jenis urin mencapai 1,010, dapat diberikan cairan rumatan yang mengandung
2-4 mEq kalium per liter. 2
Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah piloromiotomi Ramstedt. Prosedur ini
dilakukan melalui insisi pendek melintang aatau dengan laparoskopi. Massa pilorus
di bawah mukosa dipotong tanpa memotong mukosa dan irisan ditutup kembali.
Pemberian makanan per oral mulai diberikan 4 – 6 jam pasca bedah, apabila pasien
telah sadar dan dapat mengisap dengan baik. Pemberian makanan dapat dimulai
dari air putih kemudian susu formula yang telah diencerkan, selanjutnya
ditingkatkan secara perlahan sampai pengenceran penuh dalam waktu 24 jam. Pada
bayi yang mendapatkan ASI, dianjurkan agar dilanjutkan dengan masing-masing
payudara selama 1 menit sebagai makanan pertama pasca bedah, kemudian diikuti
dengan penambahan waktu pada setiap pemberian berikutnya.1,2,5
1. 4. ATRESIA ATAU STENOSIS DUODENUM (DENGAN ATAU TANPA
PANKREAS ANULARE)
Kelainan mukosa dan atresia duodenum dapat dikarenakan terlambatnya vakuolisasi
lumen usus embrional. Selain itu dapat terjadi secara sekunder akibat insufisiensi
pembuluh darah. Penyebab obstruksi duodenum antara lain : 1,2,5
1. Atresia duodenum yang biasa terjadi tepat di bagian distal ampula Vateri.
2. Rotasi midgut yang tidak sempurna disertai obstruksi duodenum sebagai akibat
peritoneum yang salah letak.
3. Volvulus neonatorum merupakan komplikasi serius malrotasi dan memerlukan
pembebasan segera.
4. Cincin pankreas (pancreas anulare) yang mengelilingi bagian kedua duodenum
dapat menekan dan menyumbat sebagian atau seluruh lumen serta hampir selalu
berhubungan dengan stenosis duodenum yang tersembunyi.
5. Jala duodenum (duodenal web) dapat menyertai pasien dengan malrotasi.
6. Vena porta praduodenum dapat menekan dinding anterior bagian proksimal
duodenum dan menimbulkan obstruksi.
Muntah berisi makanan yang terwarnai empedu dapat terjadi tidak lama setelah
lahir kemudian pada obstruksi parsial. Pada mulanya epigastrium mungkin sedikit
membuncit dan tampak gambaran peristaltik usus, meskipun tidak terjadi distensi
abdomen. Sering terdapat sindrom Down dan adanya riwayat hidramnion pada ibu.
Muntah yang berkepanjangan akan mengakibatkan alkalosis metabolik dengan
dehidrasi berat dan ketidakseimbangan elektrolit. 2
Muntah tidak akan berisi empedu apabila atresia duodenum terjadi proksimal dari
ampula Vateri. Banyak kasus obstruksi duodenum parsial dengan gejala yang timbul
setelah masa neonatal. Jadi seorang pasien dengan stenosis duodenum parsial akan
dapat tetap sehat selama beberapa bulan, bahkan kadang-kadang obstruksi
duodenum kronis yang berhubungan dengan malrotasi baru ditemukan kemudian
secara kebetulan saja. 2
Diagnosis obstruksi duodenum dapat ditegakkan dengan foto polos abdomen 3
posisi. Secara klasik akan terlihat suatu gelembung udara dalam lambung dan
duodenum yang menggembung naik ke puncak setiap viskus. Selain itu cairan
lambung dan isi duodenum dapat membentuk satu garis batas permukaan cairan
dan udara. Pada atresia yang sempurna tidak akan terlihat udara di bagian lain dari
perut tersebut. 1,2
Suatu gambaran yang serupa dapat terjadi pada malrotasi, cincin pankreas, atresia
atau stenosis duodenum berat. Jika telah terbukti adanya obstruksi duodenum
secara radiologis, seharusnya dikerjakan enema barium sebagai tindakan untuk
menentukan terdapatnya suatu malrotasi. Apabila sekum tidak turun berarti bahwa
obstruksi duodenum tersebut disebabkan oleh pita yang berhubungan dengan
malrotasi dan mungkin juga disertai volvulus neonatorum seluruh midgut. 1,2,5
Penatalaksanaan pada atresia dan stenosis duodenum adalah dengan cara
pembedahan yaitu duodenoduodenostomi atau duodenoyeyunostomi. Jika obstruksi
disebabkan oleh pita dengan malrotasi maka diperlukan tindakan operasi yang
darurat. Setelah bagian peritoneum yang abnormal melipat atau bersatu, seluruh
usus akan terletak di dalam perut sebelah kiri dan usus halus terletak di sebelah
kanan. Malrotasi juga dapat menyertai obstruksi duodenum instrinsik seperti
membran atau stenosis. Hal ini dapat diketahui dengan memasukkan kateter
nasogastrik yang mempunyai ujung balon ke dalam yeyenum di bawah tempat
obstruksi. Balon digembungkan dan kemudian kateter ditarik dengan perlahan.
Cincin pankreas paling baik ditangani dnegan duodenoduodenostomi tanpa
memisahkan pankreas dengan menyisakan suatu lingkaran yang tidak berfungsi
sependek-pendeknya. Namun jika terdapat obstruksi oleh diafragma duodenum,
dilakukan pilihan penanganan yaitu duodenoplasti. 1,2,5

1. 5. OBSTRUKSI YEYUNUM DAN ILEUM


Obstruksi ini dapat disebabkan oleh atresia atau stenosis, ileus mekonium, penyakit
Hirschsprung, intususepsi, divertikulum Mackel, duplikasi usus atau strangulasi
hernia. 2
Pada atresia ileum atau yeyunum, usus berakhir buntu di bagian proksimal dan
distal sehingga mengganggu kontinuitasnya bahkan mungkin terdapat suatu celah di
mesenterium. Pada obstruksi stenotik, usus dan mesenterium masih
berkesinambungan. Tampak perbedaan yang nyata antara usus bagian proksimal
obstruksi yang membesar dengan usus bagian distal yang kolaps. Bagian yang
atretik jarang multipel, biasanya suatu bentuk yang familial. 2

Ileus mekonium terjadi pada bayi baru lahir dengan fibrosis kistik, tetapi kurang dari
10% pasien fibrosis kistik menderita ileus mekonium. Bagian akhir ileum sepanjang
20-30 cm menjadi kolaps dan terisi oleh butir-butir tinja yang berwarna pucat,
sebelah proksimalnya terdapat segmen usus yang berdilatasi tersumbat oleh
mekonium dengan konsistensi seperti sirup kental atau lem. 2,3
Peristaltik tidak berhasil mendorong bahan yang sangat pekat ini melalui ileum.
Volvulus, atresia atau perforasi usus dapat menyertai ileus mekonium. Perforasi
intrauterim akan mengakibatkan peritonitis mekonium. Mekonium intraperitoneum
dapat menyebabkan perlekatan, kemudian setelah bayi lahir dapat mengakibatkan
obstruksi usus atau menjadi kalsifikasi. 2
Pada 3% pasien dengan penyakit Hirschsprung, bagian yang aganglionik meliputi
tidak hanya seuluruh kolon tetapi juga sebagian ileum terminalis. Keadaan ini akan
menyebabkan usus halus yang mengandung ganglion berdilatasi, daerah transisi
dan usus bagian distal yang aganglionik menjadi kolaps. 2,4
Berdasarkan anamnesis, riwayat hidramnion mungkin menyertai terjadinya atresia
yeyunum tinggi dan pada penyakit fibrokistik didapatkan riwayat keluarga. Pasien
dengan obstruksi mungkin lahir dengan distensi abdomen karena usus terisi
mekonium. Obstruksi dapat pula terjadi setelah lahir yang kemudian bertambah
nyata karena aerofagi. Distensi abdomen merupakan akibat peritonitis mekonium
karena perforasi intrauterine dan kebocoran mekonium ke dalam rongga
peritoneum. 1,2
Lubang perforasi biasanya tertutup kembali in utero, sehingga dalam kasus
demikian tidak perlu dilakukan tindakan bedah. Tetapi bila lubang perforasi
menetap, yang tampak dari bertambahnya distensi abdomen dan adanya udara
bebas intraperitoneal setelah lahir, diperlukan tindakan bedah segera. Muntah
berwarna hijau dapat merupakan gejala awal. Bayi dengan atresia ileum atau
yeyunum dapat mengeluarkan mekonium yang banyak, pada ileus mekonium
biasanya tidak ada tinja. Adanya pneumoperitoneum harus dipikirkan apabila
distensi abdomen bertambah cepat dalam 24 jam pertama kehidupan dan perkusi
hati agak meragukan atau terdapat cairan bebas dalam abdomen. 1,2,5
Gambaran ileus mekonium pada polos abdomen memperlihatkan ground glassatau
bayangan kabut pada kuadran kanan bawah. Daerah radiolusen dibentuk oleh
gelembung-gelembung kecil gelas yang terperangkap dalam mekonium dan
tersebar. Selain itu karena isinya yang kental, dilatasi usus tidak mempunyai
gambaran permukaan. Jika terdapat peritonitis mekonium dapat terlihat kalsifikasi
yang biasanya tersebar di samping abdomen. Pada pneumoperitoneum, dengan foto
polos abdomen tegak tampak udara bebas antara hati dan diafragma. Jika terdapat
sejumlah besar udara bebas, seluruh abdomen terlihat seperti sebuah bola yang
menggembung terisi udara dan ligamentum teres kadang-kadang jelas terlihat pada
garis tengah. Bila foto polos abdomen tidak khas, diperlukan pemeriksaan barium
atau gastrografin kolon untuk membedakan obstruksi usus halus dari obstruksi usus
besar. Suatu kolon yang kecil mikrokolon, menunjukkan adanya suatu obstruksi
bagian proksimal dari katup ileosekal. 1,2,5
Sebelum dilakukan tindakan bedah, keadaan umum pasien dengan obstruksi usus
halus harus stabil dan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit yang adekuat.
Infeksi harus diobati dengan antibiotik yang tepat, begitu juga pemberian antibiotik
profilaksis dapat dilakukan.1,2,5
Atresia ileum atau yeyunum memerlukan reseksi pada bagian proksimal usus yang
berdilatasi, diikuti oleh anastomosis ujung dengan ujung. Apabila terdapat sekat
mukosa yang ringan, sebagai alternatif dapat dilakukan yeyuno atau ileoplasti
dengan eksisi sebagian jaringan tersebut. Usaha untuk mengurangi obstruksi
dengan gastrofin pada ileus mekonium biasanya perlu dilakukan. Bahan tersebut
dibiarkan mengalir di sekeliling bagian-bagian tinja dalam ileum terminalis dan ke
dalam usus halus bagian proksimal yang berdilatasi dan berisi mekonium
penyumbat. Keadaan tersebut mengakibatkan dinding usus mengeluarkan cairan,
mencairkan mekonium yang kental dan menimbulkan diare. 1,2,5
Tindakan reseksi tidak diperlukan lagi apabila tidak ditemukan komplikasi iskemik
saat pengulangan enema setelah selang 8-12 jam. Kurang lebih 50% pasien dengan
ileus mekonium tidak berhasil ditangani dengan gastrofin enema dan memerlukan
tindakan laparotomi. Laparotomi pada pneumoperitoneum membutuhkan suatu
kolostomi atau ileostomi pada tempat perforasi. Jika perforasi terjadi di dalam
lambung, duodenum dan atau yeyunum bagian atas maka perlu dilakukan
penutupan secara primer. Pada keadaan seperti ini membutuhkan nutrisi parenteral
total. 1,2,5

1. 6. MALROTASI DENGAN ATAU TANPA VOLVOLUS NEONATORUM


Rotasi yang tidak sempurna atau malrotasi usus menggambarkan kegagalan usus
untuk berputar dan menetap secara normal. Urutan rotasi embriogenik normal
sebagai berikut : 2
1. Sekum berputar mengelilingi arteri mesemterika superior yang merupakan sumbu,
berlawanan arah jarum jam dari posisi dalam abdomen bagian tengah tepat di
bawah lambung.
2. Kolon terletak di sebelah kiri abdomen, mengikuti sekum berputar ke kuadran atas
kanan dan akhirnya menetap di kuadran bawah kanan.
3. Jika rotasi selesai, mesokolon bagian asendens dan desendens bersatu di abdomen
bagian belakang mengikat mesenterium kepada ligamentum Treiz, bergerak serong
turun ke daerah sekum.
Pada beberapa kasus, rotasi yang terjadi mungkin sempurna tetapi fusi
mesenterium tidak lengkap sehingga mengakibatkan midgut dan kolon yang
abnormal.
Malrotasi yang paling sering terjadi adalah kegagalan sekum bergerak ke kuadran
kanan bawah dan pita mengikatnya melintang ke dinding abdomen posterior, hal ini
dapat menyumbat duodenum. Tangkai mesenterika yang sempit dan menyangga
usus halus pada daerah pembuluh darah mesenterika superior mempunyai
kemungkinan besar untuk menyebabkan terjadinya volvulus yang mengakibatkan
obstruksi akut berulang (intermiten) dan dapat menimbulkan strangulasi. Pada
mulanya obstruksi terjadi pada duodenum bagian proksimal dan kemudian pada
bagian distalnya. 1,2
Volvulus terdapat pada lebih dari separuh pasien yang dioperasi karena obstruksi
usus dengan sekum yang terletak pada abdomen bagian kanan atas. Dalam hal ini
yang biasanya menjadi masalah adalah adanya gejala obstruksi usus akut atau
berulang pada waktu lahir atau selama tahun pertama kehidupan. Terkadang anak
dengan malrotasi memperlihatkan gambaran klinis penyakit seperti perut buncit,
dan bokong tepos yang dapat diperbaiki dengan tindakan pembedahan. Nonrotasi
biasanya dihubungkan dengan kejadian volvulus midgut, gastroskisis, omfalokel,
dan hernia foramen Bochdalek. Malrotasi mungkin disertai dengan cincin pankreas
atau dengan atresia maupun stenosis duodenum kongenital. 1,2,6
Pemeriksaan radiologik abdomen memperlihatkan suatu gambaran udara abnormal
pada kolon dan enema barium akan mengkonfirmasi posisi sekum yang abnormal.
Pemeriksaan radiologik saluran cerna bagian atas memperlihatkan tergesernya
ligamentum Treiz ke kanan. Pada obstruksi akut, diagnosis ditegakkan dengan
laparotomi dan cukup diambil satu foto abdomen tegak ntuk melihat adanya
bayangan udara dan cairan. 1,2,6
Penanganannya termasuk terapi cairan untuk mengatasi renjatan dan gangguan
cairan serta elektrolit tubuh, kemudian diikuti oleh laparotomi. Dengan cara ini
volvulus tidak terluka, ikatan transduodenal dipisahkan dan usus besar diluruskan
serta diletakkan pada sisi kiri abdomen sedangkan semua usus halus ditempatkan di
sebalah kanan.1,2,6
1. 7. DIVERTIKULA DAN DUPLIKASI
Lesi ini terdiri dari jaringan abnormal, biasanya usus yang erat hubungannya dengan
suatu bagian saluran cerna. Kelainan kongenital ini dapat disebabkan oleh bentuk
abnormal sebagian organ atau duktus ataupun kegagalan obliterasi. Jika
divertikulum terdapat di suatu tempat pada batas antimesenterika, maka akan
dianggap sebagai suatu sisa usus distal. Pada anak-anak sangat jarang terjadi
divertikula saluran pencernaan kongenital dan didapat, baik tunggal maupun
multipel, namun yang sering terjadi adalah divertikulum Meckel. 1,2
Divertikulum Meckel adalah malformasi saluran cerna yang dapat terjadi pada
semua umur tetapi lebih sering terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Ductus
vitelointestinal yang menghubungkan usus dengan yolk sack tidak hilang sempurna
dan menetap yang dapat membentuk divertikulum Meckel ini. Divertikulum Meckel
terletak pada ileum distal, biasanya 100 cm dari katup ileosekal. 1,2
Tanda yang paling umum ditemukan pada anak usia di bawah 2 tahun adalah
perdarahan rektum. Terdapatnya perdarahan yang periodik seperti pada ulkus
peptikum biasanya terjadi akut dan jarang merupakan perdarahan yang hebat.
Darah seringkali keluar tanpa disertai tinja sehingga akan berwarna merah gelap.
Hal ini dapat memungkinkan terjadinya anemia defisiensi besi kronik karena
perdarahan ringan yang berulang dan sulit diterapi dengan besi. Tes positif yang
berulang terhadap darah samar di tinja pada seorang anak kecil yang menderita
anemia menunjukkan adanya divertikulum Meckel. 1,2
Obstruksi usus terjadi pada 25-40% kasus dan terjadi berupa intususepsi, volvulus,
torsio atau herniasi. Nyeri pada awalnya dirasakan di sekitar pusat tetapi dapat pula
di sebelah kanan dari garis tengah. Supurasi akut akan dapat menimbulkan
perforasi. Adanya mukosa lambung ektopik mungkin dapat membuat divertikulum
lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini disebabkan ulserasi peptik yang memudahkan
terjadinya invasi bakteri yang berkembang menjadi nekrosis dan perforasi apda 20-
25% kasus. 1,2,6
Pada bayi, divertikulum Meckel dengan jaringan lambung ektopik sering
menimbulkan gejala dan membutuhkan evaluasi preoperatif yang cepat dan tepat.
Divertikulum tidak dapat ditunjukkan dengan pemeriksaan barium, akan tetapi
diagnosis preoperatif yang tepat dapat ditegakkan dengan pemeriksaan 99m
teknisium yang akan dikeluarkan oleh mukosa lambung. Hasil pemeriksaan (scan)
negatif mempunyai korelasi yang tinggi dengan tidak adanya divertikulum
Meckel.1,2,6
Divertikulum Meckel sendiri tidak menunjukkan gejala dan tanda yang jelas dan
pasti. Apabila telah timbul divertikulitis, keluhan dan tanda akan mirip sekali dengan
apendisitis akut walaupun letak nyeri dapat berbeda. Perforasi disertai dengan
peritonitis yang dapat meluas sampai menjadi peritonitis purulenta generalisata. 1
Komplikasi pada Divertikulum Meckel adalah perdarahan masif yang berasal dari
tukak peptik di mukosanya. Umumnya penderita tidak sadar akan bahayanya karena
tukak ini tidak bergejala dan tidak menyebabkan nyeri. Gambaran klinis tergantung
pada hebatnya perdarahan. Perdarahan mungkin sedemikian hebatnya sehingga
penderita tiba-tiba syok dan anemia sebelum dapat ditentukan letak dan sumber
perdarahannya. Kadang dapat pula ditemukan melena yang sukar ditentukan
asalnya sehingga dibutuhkan pemeriksaan khusus seperti arteriografi
atau scanning divertikulum Meckel yang memperlihatkan ambilan Te99 oleh jaringan
mukosa lambung ektopik. 1
Pilihan penanganannya yaitu dengan eksisi divertikulum. Jika terdapat ulkus
peptikum yang berdekatan dengan ileum perlu dilakukan eksisi usus yang terlibat
bersama divertikulum tersebut. Sebelum operasi harus dilakukan koreksi terhadap
renjatan hipovolemik yang terjadi dengan transfusi darah dan mengatasi infeksi bila
terdapat komplikasi obstruksi dan inflamasi. Cimetidine dapat diberikan untuk
menghentikan perdarahan sebelum tindakan divertikulektomi dilakukan. 1,2,6

1. 8. HERNIA INTRAABDOMINAL
Hernia intraabdomen terjadi karena gelung usus terperangkap oleh lipatan
peritoneum yang tidak beraturan dan dibentuk oleh malrotasi malfikasi duodenum
atau kolon ke dinding perut belakang. Gelung usus dapat pula menerobos
(herniated) melalui defek mesenterika kongenital, terutama yang dekat dengan
ileum terminalis. Gejala dan tanda berupa obstruksi usus yang hilang timbul atau
akut. Gangren usus dapat terjadi apabila terdapat kompresi pembuluh darah. 1,2

1. HERNIA DIAFRAGMATIKA KONGENITAL


Hernis diafragmatika adalah masuknya isi abdomen ke dalam rongga thoraks
melalui diafragma. Organ yang sering mengalami herniasi adalah lambung, usus
halus, kolon dan sebagian hati. Anomali ini terjadi karena gangguan penutupan
lipatan pleuroperitoneal apda minggu VII – XI kehidupan intrauterine. Gejala klinis
yang paling sering adalah sesak nafas pada bayi baru lahir. Pada anak yang besar,
hernia Bochdalek sering asimptomatik tetapi dapat terjadi dispneu, sakit perut
berulang atau muntah bila terjadi obstruksi usus pada tempat hernia atau terjadi
volvulus.1,2,6
Pada pemeriksaan fisik menunjukkan bunyi nafas yang memendek pada daerah
thoraks yang terkena dan perkusinya pekak. Kadang-kadang hernia difragmatika
kongenital terdeteksi secara kebetulan pada pemeriksaan foto polos thoraks untuk
maksud lain. Pemeriksaan radiologis tanpa kontra biasanya cukup memadai untuk
menegakkan diagnosis, meskipun kadang-kadang sukar dibedakan dengan
eventrasio diafragmatika atau malformasi adenomatoid paru. Pada kasus seperti itu,
pemeriksaan dengan meminum barium atau enema barium dapat membantu
menegakkan diagnosis. 1,2,6

2. INTUSUSEPSI
Intususepsi adalah suatu keadaan segmen usus bagian proksimal masuk ke dalam
segmen usus yang lebih distal dan pada umumnya menimbulkan gejala obstruksi
usus. Penyebab terjadinya intususepsi ini tidak diketahui secara pasti. Hanya 5-6%
kasus yang diketahui mempunyai faktor penyebab yang merupakan pencetus
terjadinya intususepsi yaitu divertikulum Meckel, polip usus, duplikasi ileum,
granuloma ileum, limposarkoma dan purpura Henoch Schonlein. Hiperplasia plaque
peyeri pada ilem terminal sebagai akibat infeksi virus mungkin berperan penting
pada terjadinya intususepsi. 1,2
Intususepsi dapat dibagi berdasarkan letak anatomis yaitu iliosekal, ilioilial,
iliokolika, kolokolika atau gabungan jenis intususepsi seperti ilio-ilio-kolika dan ilio-
kolo-kolika. Tetapi yang paling sering ditemukan adalah jenis iliokolika dan ilio-ilio-
kolika. Pada intususepsi, intususeptum (bagian proksimal usus) masuk ke dalam
intususipien (bagian distal usus) dengan disertai mesenterium intususeptum.
Kemudian akan berakibat terjepitnya pembuluh darah dan limfe sehingga akan
terjadi udem. Tekanan pada pembuluh darah dan jaringan yang terjepit akan
menyebabkan keluarnya cairan sel, mucus dan kadang-kadang darah sehingga akan
menimbulkan “currant jelly stool”. Jepitan pada pembuluh darah yang berlangsung
lama akan mengakibatkan terjadinya gangren yang pada umumnya dimulai dari
bagian ujung intususeptum. 2
Secara klasik, intususepsi terjadi pada bayi yang sebelumnya sehat. Bayi yang
biasanya terserang berusia 3 – 12 bulan. Tampak bayi tiba-tiba nyeri perut, menjerit
dan mengangkat kedua kakinya ke atas, kemudian diikuti dengan muntah. Kolik
abdomen dapat berlangsung selama beberapa menit dan berulang dengan interval
15 – 30 menit. Keadaan bayi dapat tampak normal hingga apatis dan terjadi
peningkatan suhu tubuh. 1,2
Pada pemeriksaan fisik abdomen akan teraba massa lunak (sausage-shape tumor)
di daerah abdomen kanan atas dan abdomen kanan bawah teraba bagian kosong
(petanda Dance). Apabila telah terjadi perforasi maka akan muncul tanda peritonitis
dan derajat nyeri menjadi berkurang. Kejadian intususepsi kadang-kadang dapat
diraba dengan colok dubur yaitu adanya lendir dan darah tersisa pada sarung
tangan. Sehingga dapat disimpulkan trias intususespsi adalah nyeri abdomen,
muntah dan tinja yang berdarah. Pada kasus kronik gejala yang muncul adalah
serangan kolik abdomen berulang disertai muntah. Apabila terjadi serangan
konstipasi kronik atau diare biasanya menunjukkan intususepsi rekuren kronik
dengan reduksi spontan. 1,2
Pada pemeriksaan radiologis foto polos abdomen akan terlihat gambaran distribusi
udara yang tidak merata yaitu tidak ada udara pada abdomen kanan bawah dan
usus besar. Untuk kasus lanjut akan tampak tanda obstruksi usus seperti “air fluid
level” pada usus halus yang mengalami dilatasi dan usus besar yang kosong. Pada
pemeriksaan enema barium akan tampak suatu “filling defect” atau “cupping” pada
bagian akhir dari kontras dan kontras dapat terlihat sebagai garis lurus pada daerah
lumen usus yang terjepit serta gambaran lingkaran-lingkaran tipis (coil spring
appearance) dari intususeptum, terutama saat pengeluaran kontras tersebut. Pada
pemeriksaan ultrasonografi (USG), intususepsi sering terlihat seperti mata sapi (bull
eye) atau sasaran (target like lesion) yang mencerminkan potongan transversal dari
segmen usus yang terkena.1,2
Bila invaginasi disertai dengan strangulasi, kemungkinan dapat terjadinya
komplikasi peritonitis setelah perforasi. Invaginasi yang masuk jauh dapat
ditemukan pada pemeriksaan colok dubur. Ujung invaginasi teraba seperti porsio
uterus pada pemeriksaan vaginal sehingga dinamai “pseudoporsio” atau porsio
semu. Invaginasi yang keluar dari rektum jarang ditemukan; keadaan tersebut
harus dibedakan dari prolaps mukosa rektum. Pada intususepsi ini didapatkan
invaginatum bebas dari dinding usus, sedangkan prolapsus berhubungan secara
sirkuler dengan dinding usus. Pada inspeksi sukar sekali membedakan prolapsus
rektum dari invaginasi. Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan jari sekitar
penonjolan untuk menentukan ada tidaknya celah yang terbuka. 1
Mungkin sangat sulit mendiagnosis intususepsi pada anak yang sudah menderita
gastroenteritis; perubahan gambaran penyakitnya, dalam hal sifat nyerinya, sifat
muntahnya atau mulainya perdarahan rektum, harus menjadi perhatian khusus.
Tinja bercampur darah dan abdomen kejang yang menyertai enterokolitis biasanya
dapat dibedakan dari intususepsi karena nyerinya kurang hebat dan kurang teratur,
ada diare, dan bayi tetap kesakitan diantara nyerinya. Perdarahan pada divertikulum
Meckel biasanya tanpa nyeri. Perdarahan intestinal padaHenoch Schonlein
Purpura biasanya tetapi tidak selalu disertai dengan gejala-gejala sendi atau purpura
dimana-mana, dan nyeri koliknya mungkin sama. Karena intususepsi bisa menjadi
komplikasi gangguan ini, sehingga mungkin diperlukan pemeriksaan dengan enema
barium. 6
Pilihan penatalaksanaan intususepsi adalah reduksi hidrostatis dengan enema
barium atau operasi. Pemilihan tersebut tergantung pada keadaan umum pasien,
lamanya perjalanan penyakit dan tersedianya pelayanan radiologis yang terampil.
Reduksi hidrostatis dilakukan untuk kasus dengan perjalanan penyakit kurang dari
24 jam, namun kontraindikasinya adalah obstruksi usus yang jelas, renjatan,
perforasi dan peritonitis. Bila dengan enema barium gagal atau terdapat
kontraindikasi tersebut maka dapat dilakukan dengan tindakan operasi sekaligus
untuk mencari faktor penyebabnya pada usus. 1,2,6

3. HERNIA INGUINALIS
Hernia inguinalis terjadi karena kegagalan penutupan prosesus vaginalis. Prosesus
vaginalis akan tetap ada (paten) pada 80-90% bayi baru lahir, akan tetapi akan
menutup pada tahun pertama kehidupan. Hernia terjadi bila sebagian isi abdomen
masuk ke dalam kantong hernia. Kelainan ini merupakan penyebab tersering
obstruksi usus pada bayi berumur 1 minggu sampai 4 bulan. 2
Pada umumnya hernia telah dapat dideteksi pada 3 minggu awal kehidupan karena
biasanya terletak di sebelah kanan. Pada umumnya ibu biasa mengenali hernia
sebagai gumpalan lunak yang timbul pada pangkal paha bila bayi menangis atau
mengedan dan hilang saat bayi kembali tenang. Hernia yang timbul ini dapat
menyebabkan bayi menjadi iritabel.1,2
Apabila terjadi penonjolan dari hernia inguinalis indirek (hernia inguinalis lateralis)
sampai ke skrotum akan dapat menyebabkan hernia skrotalis. Hernia juga harus
dibedakan dari hidrokel atau elephantiasis skrotum. Testis yang teraba dapat dipakai
sebagai pegangan untuk membedakannya. Hernia labialis ialah hernia inguinalis
lateralis yang mencapai labium mayus. Secara klinis akan tampak benjolan pada
labium mayus yang jelas pada waktu berdiri dan mengedan, serta hilang pada
waktu berbaring. Diagnosis banding hernia labialis adalah hernia femoralis dan kista
di kanalis Nuck yang menonjol di kaudal ligamentum inguinal dan di lateral
tuberkulum pubikum. Kista kanalis Nuck teraba sebagai kista dengan batas yang
jelas di sebelah kraniolateral berlainan dengan hernia indirek dan tidak dapat
direposisi. 1
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan pemakaian
penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah direposisi.
Reposisi dilakukan secara bimanual yaitu dengan tangan kiri memegang isi hernia
membentuk corong, sedangkan tangan kanan mendorongnya ke arah cincin hernia
dengan sedikit tekanan perlahan yang tetap sampai terjadi reposisi. Pada anak-anak
dapat dilakuakan dengan menidurkan anak tersebut dengan pemberian sedatif dan
kompres es di atas hernia. Bila usaha reposisi ini telah berhasil, maka anak
disiapkan untuk operasi pada hari berikutnya. Namun jika reposisi hernia tidak
berhasil, maka dalam waktu 6 jam harus segera dilakukan operasi. 1
Komplikasi berupa kerusakan pada kulit dan tonus otot perut di daerah sekitar yang
tertekan dapat terjadi apabila pemakaian bantalan penyangga dilakukan seumur
hidup. Pada anak cara ini juga dapat menimbulkan atrofi testis karena tekanan pada
tali sperma yang mengandung pembuluh darah testis. Pengobatan operatif
merupakan satu-satunya pengobatan yang rasional untuk hernia inguinalis. Prinsip
dasarnya adalah herniotomi dan hernioplasti. 1
Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya,
kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlengketan, kemudian
direposisi. Kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong. Pada
hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil annulus inguinalis internus dan
memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasti ini lebih penting dalam
mencegah terjadinya residif bila dibandingkan dengan hanya dilakukan herniotomi
saja. Pada hernia kongenital pada bayi dan anak-anak yang faktor penyebabnya
adalah prosesus vaginalis yang tidak menutup hanya dapat dilakukan herniotomi
karena annulus inguinalis internus yang cukup elastis dan dinding belakang kanalis
yang masih cukup kuat. 1

1. 9. PENYAKIT HIRSCHSPRUNG (MEGAKOLON AGANGLIONIK


KONGENITAL)
Kelainan ini merupakan penyebab terbanyak obstruksi kolon dan menjadi sepertiga
dari semua obstruksi neonatus. Namun hal ini jarang terjadi pada bayi prematur.
Etiologi penyakit Hirschsprung dimungkinkan karena adanya kegagalan sel-sel
“neural crest” embrional yang bermigrasi ke dalam dinding usus atau kegagalan
pleksus mesenterikus dan submukosa untuk berkembang ke arah kraniokaudal di
dalam dinding usus sehingga terjadi permasalahan pada persarafan usus besar
paling bawah, mulai anus hingga usus di atasnya. Syaraf yang berguna untuk
membuat usus bergerak melebar menyempit biasanya tidak ada sama sekali atau
kalaupun ada hanya sedikit sekali. Namun yang jelas kelainan ini akan membuat
BAB bayi tidak normal, bahkan cenderung sembelit terus menerus. Hal ini
dikarenakan tidak adanya syaraf yang dapat mendorong kotoran keluar dari
anus. 1,2,4
Dalam keadaan normal, bahan makanan yang dicerna bisa berjalan di sepanjang
usus karena adanya kontraksi ritmis dari otot-otot yang melapisi usus (kontraksi
ritmis ini disebut gerakan peristaltik). Kontraksi otot-otot tersebut dirangsang oleh
sekumpulan saraf yang disebut ganglion, yang terletak di bawah lapisan otot. Pada
penyakit Hirschsprung, ganglion ini tidak ada, biasanya hanya sepanjang beberapa
sentimeter. Segmen usus yang tidak memiliki gerakan peristaltik tidak dapat
mendorong bahan-bahan yang dicerna dan terjadi penyumbatan. Penyakit
Hirschsprung 5 kali lebih sering ditemukan pada bayi laki-laki. Penyakit ini kadang
disertai dengan kelainan bawaan lainnya, misalnya sindroma Down. 2,4
Kelainan patologik yang utama adalah tidak adanya sel-sel ganglion dalam dinding
usus dimulai dari anus ke arah oral dengan jarak yang bervariasi. Pada 75% kasus
didapatkan segmen aganglionik sepanjang rektum atau rektosigmoid, sedangkan
15% lainnya terletak ke proksimal sejauh fleksura hepatika dan 3% tidak terdapat
sel-sel ganglion pada seluruh kolon. Pada sebagian besar kasus juga ditemukan
penebalan serabut-serabut syaraf. 1,2,4
Persyarafan parasimpatik yang tidak sempurna pada bagian usus yang aganglionik
dapat mengakibatkan peristaltik abnormal, konstipasi dan obstruksi usus fungsional.
Pada bagian proksimal dari daerah transisi terjadi penebalan dan pelebaran dinding
usus dengan penimbunan tinja dan gas yang banyak. 1,2,4
Gejala dini megakolon bervariasi dari obstruksi akut total (komplit) pada neonatus
sampai konstipasi kronik pada anak yang lebih besar. Pasien kadang mengalami
gagal tumbuh dan kadang-kadang terdapat diare. Pada bayi baru lahir gejala
mungkin sudah timbul segera setelah lahir berupa keterlambatan pengeluaran
mekonium. Hal ini dapat pula baru muncul dalam minggu pertama kehidupan
berupa obstruksi parsial atau total dengan muntah dan distensi abdomen. Tanda-
tanda obstruksi usus dapat membaik sementara waktu setelah dilakukan colok
dubur yang secara khas akan diikuti oleh suatu pengeluaran tinja dan gas yang kuat
(eksplosif). 1,2,4,6
Muntah dapat berwarna empedu bahkan keruh dan bayi dapat kehilangan berat
badan serta mengalami dehidrasi. Diare merupakan gejala yang menonjol pada
masa neonatal dan terjadi akibat adanya obstruksi usus. Hipoproteinemia dan
edema dapat terjadi karena adanya enteropati hilang protein. Serangan konstipasi
dan diare terjadi berselang-seling dengan keadaan normal diantaranya. Diare juga
dapat berkembang ke arah enterokolitis hebat yang dapat menyebabkan dehidrasi
berat dan renjatan, disertai hilangnya cairan dan elektrolit ke dalam lumen usus,
tanpa ditemukannya basil enteropatogen. 1,2,4,6
Penyakit Hirschsprung pada anak yang lebih besar menyebabkan konstipasi kronik
dan distensi abdomen. Adanya riwayat kesulitan defekasi yang makin memberat
pada beberapa minggu pertama kehidupan. Suatu massa tinja yang besar (fekolit)
akan teraba di perut bagian kiri bawah. Namun tinja yang keluar hanya berupa
butiran-butiran kecil seperti pita atau cair. Pada kasus yang berat mungkin terdapat
kehilangan jaringan subkutan dan kegagalan tumbuh dengan penampilan yang khas
yaitu anggota gerak kecil sedangkan perut besar dan membuncit. 1,2,4,6
Biopsi rektum dengan cara menusukkan (punch) atau menyedot rektum sejauh 2
cm di atas garis perknitatus dapat menunjukkan tidak adanya sel-sel ganglion di
submukosa dan fleksus syaraf intermuskular dengan atau tanpa peningkatan jumlah
serabut syaraf. Hal ini merupakan penegakkan diagnosis pasti dari megakolon.
Pemeriksaan radiologik pada bayi muda dengan obstruksi usus yang disebabkan
oleh megakolon aganglionik akan memperlihatkan gambaran dilatasi usus di seluruh
abdomen dari foto anteroposterior pada posisi tegak. Pada foto lateral tegak, udara
rektum yang biasanya terlihat di daerah presakral akan menjadi tidak tampak. 1,2,4,6
Pada pemeriksaan dengan enema barium akan didapatkan gambaran antara lain
:1,2,4,6
1. Suatu perubahan yang mendadak dalam ukuran antara bagian usus yang ganglionik
dengan yang aganglionik.
2. Kontraksi usus bagian aganglionik yang tidak teratur.
3. Beberapa lipatan melintang parallel pada kolon proksimal yang mengalami dilatasi.
4. Kolon proksimal yang menebal noduler dan berngkak, khas untuk kehilangan protein
enteropati.
5. Kegagalan untuk mengeluarkan barium.
Pada bayi hanya sejumlah kecil bahan kontras yang harus disuntikkan secara
perlahan-lahan melalui sebuah kateter kecil. Ujung kateter diletakkan sedikit di
bawah fluoroskop. Perubahan dalam ukuran yang mendadak dan khas dapat
terlewati apabila kolon bagian bawah terisi oleh barium yang terlalu banyak.1,2,4,6
Pada bayi baru lahir dengan obstruksi usus yang disebabkan oleh megakolon,
barium enema tidak selalu memperlihatkan gambaran yang klasik. Keadaan ini
dikarenakan belum cukupnya waktu untuk menimbulkan perbedaan ukuran antara
kolon bagian proksimal yang dilatasi dengan usus bagian distal yang aganglionik dan
kosong. Gambaran radiologik juga tidak begitu khas apabila seluruh kolon tidak
mempunyai ganglion, meskipun biasanya pengeluaran barium dari kolon tersebut
terlambat pada pemeriksaan radiologik 24 jam. 1,2,4,6
Manometri anorektal diukur dengan distensi balon yang diletakkan di dalam ampula
rektum. Hal ini akan menunjukkan suatu penurunan tekanan di dalam sfingter ani
internus pada individu yang normal dan peningkatan tekanan yang luar biasa pada
pasien dengan megakolon. Pada anak yang lebih besar, diagnosis biasanya
ditegakkan berdasarkan riwayat konstipasi sejak lahir dan ditemukan rektum yang
kosong. Diagnosis pasti diperoleh dengan pemeriksaan enema barium dan hasil
manometri anus. 1,2,4,6
Pada masa neonatus perlu dipikirkan kemungkinan diagnosis banding atresia ileum
atau sumbatan anorektum oleh mekonium yang sangat padat (meconium plug
syndrome). Penyakit ini hampir tidak pernah dijumpai di Indonesia. Sedangkan pada
masa bayi dan anak, obstipasi dapat disebabkan pula oleh obstipasi dietik, retardasi
mental, hipotiroid dan psikogenik.
Apabila diagnosis telah ditegakkan maka diperlukan tindakan operatif yaitu dengan
melakukan suatu laparotomi terbatas dengan biopsi ganda (multipel) dan membuat
suatu kolostomi pada bagian yang paling distal dari kolon normal yang berganglion.
Sedangkan pada keadaan segmen aganglionik yang meluas sampai ke perbatasan
rektosigmoid dibutuhkan penanganan dengan cara melakukan suatu kolostomi
melintang kana (right transverse colostomy) yang biasanya pada bayi baru lahir.
Akan tetapi apabila daerah peralihan terletak pada atau proksimal dari fleksura
lienalis maka dipertimbangkan suatu kolostomi dengan menarik kolon transversal ke
bawah mencapai anus sehingga dapat menghindari eksisi di tengah-tengah kolon
normal. 1,2,4,6
Jika bayi telah berusia 6 – 12 bulan, suatu tindakan operatif definitif “pull through”
dapat dilaksanakan dengan cara Swenson, Duhamel atau Soave yang telah
dimodifikasi. Penanganan bedah terdiri dari eksisi segmen aganglionik dan menarik
usus yang berganglion ke bawah melalui anus, kemudian menyambungnya dengan
saluran anus sepanjang 2,5 cm dari garis pektinatus.1,2,4,6
Jika segmen aganglionik terlalu pendek untuk dapat menimbulkan gambaran klinis
dan radiologik yang hampir tidak dapat dibedakan dari megakolon didapat, maka
tidak diperlukan pembedahan yang lebih besar. Apabila penanganan non operatif
tidak berhasil biasanya dibutuhkan suatu eksisi linier dari sfingter anus internus
(miomektomi anus internus). 2
Apabila seluruh kolon aganglionik, yang sering juga disertai aganglionik sepanjang
ileum terminalis, anastomosis ileum anus merupakan penanganan pilihan karena
terdapat kontinensia. Hal ini dapat mengakibatkan ekskoriasi kulit perianal dan
dubur yang membutuhkan perawatan intensif dalam beberapa bulan. 1,2,4,6

1. 10. ANUS IMPERFORATA


Kelainan kongenital anus dan rektum relatif sering terjadi. Atresia ani atau anus
imperforata disebut sebagai malformasi anorektal yaitu suatu kelainan kongenital
tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna.Atresia ani adalah kelainan bawaan
yang harus segera ditangani dan sesungguhnya dapat dicegah oleh ibu hamil dan
dapat diobati dengan penanganan yang serius dan sesuai prosedur agar jumlah
penderita dapat ditekan yang kini telah mencapai 4000 kelahiran hidup yang
sebagian besar bayi dengan kelainan bentuk anurectum lahir dalam keadaan
prematur. Klasifikasi klinis yang sangat berguna membagi lesi menjadi tipe tinggi
dan rendah berdasarkan rektum yang melewati atau tidak melewati muskulus
puborektal yang menjadi bagian terbesar dari levator ani yaitu otot untuk
defekasi. 1,2,7,8,9
Atresia anorektal terjadi karena ketidaksempurnaan dalam proses pemisahan.
Secara embriologis hindgut dari apparatus genitourinarius yang terletak di depannya
atau mekanisme pemisahan struktur yang melakukan penetrasi sampai perineum.
Pada atresia letak tinggi atau supra levator, septum urorectal turun secara tidak
sempurna atau berhenti pada suatu tempat jalan penurunannya. Atresia dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: putusnya saluran pencernaan dari
atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur dan kegagalan
pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu (3 bulan). Adanya
gangguan atau berhentinya perkebangan embriologik di daerah usus, rektum bagian
distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai
keenam usia kehamilan. 1,2,7,8,9
Anus dan rektum berkembang dari bagian dorsal hindgut atau ruang kloaka sewaktu
mesenkim tumbuh ke lateral membentuk septum urorektal pada garis tengah.
Selanjutnya akan memisahkan rektum dan saluran anus di sebelah dorsal kandung
kemih dan uretra di sebelah ventral. Terdapat hubungan kecil berupa duktus kloaka
di antara 2 sistem tersebut yang akan menutup pada minggu ke-7 kehamilan oleh
pertumbuhan ke bawah dari septum urorektal. Bagian mesoderm yang tumbuh ke
dalam akan membagi membran kloaka menjadi membran urogenital di sebelah
ventral dan membran anus di sebelah dorsal. Selama minggu ke-7, bagian
urogenital kloaka akan mengalami pembukaan eksternal sedangkan membran anus
akan membuka di kemudian waktu. Anus berkembang dari fusi antara tuberkel anus
dan suatu invaginasi eksternal, yang dikenal proktodeum, yang masuk ke dalam
menuju rektum, tetapi dipisahkan oleh membran anus. Membran ini yang akan
robek pada minggu ke-8 kehamilan.1,2,7,8,9
Gangguan perkembangn struktur anorektal pada tingkat yang berbeda akan
menyebabkan kelainan yang bermacam-macam mulai dari stenosis anus sampai
robeknya membran anus yang tidak sempurna atau agenesis anus (tipe rendah)
sampai kegagalan total penurunan bagian atas kloaka dan kegagalan invaginasi
proktodeum (tipe tinggi). 1,2,7,8,9
Hubungan yang menetap antara kloaka bagian saluran kemih dan rektum akan
menyebabkan terbentuknya fistula yang biasanya terjadi pada laki-laki. Sedangkan
pada wanita, fistula yang menghubungkan rektum dengan vagina lebih sering terjadi
dibandingkan dengan ke arah sistem saluran kemih. Otot sfingter ani eksternus
yang berasal dari mesoderm sebelah luar biasanya utuh dan tidak terlibat dengan
adanya lesi obstruksi antar anus dan rektum. 1,2,7,8,9
Kelainan lesi tipe tinggi supralevator terjadi hampir selalu pada laki-laki dan
biasanya terdapat fistula rektouretra yaitu antara rektum yang berakhir buntu di
sebelah proksimal dan uretra prostatika. Usus berakhir di sebelah proksimal
muskulus puborektalis tanpa sfingter ani internus yang tidak berhasil menahan
rektum. Gangguan perkembangan sakrum berupa tidak adanya seluruh atau
sebagian sakrum yang mengganggu persyarafan kedua otot anus dan uretra serta
dalam perkembangan defekasi. 1,2,7,8,9
Apabila kelainan supralevator ini terjadi pada wanita, biasanya terdapat hubungan
fistula antara rektum dengan forniks posterior vagina. Atresia rekti terjadi apabila
protodeum (saluran anus) berkembang normal tetapi gagal bersatu dengan rektum.
Rektum terpisah oleh celah yang kuat atau mungkin hanya berupa diafragma
mukosa, tidak disertai fistula. 1,2,7,8,9
Pada kelainan rektokloaka, di sebelah anterior uretra membuka ke arah saluran
kloaka (vagina) dan di sebelah posterior rektum berhubungan dengan saluran yang
sama. Jadi terdapat lubang (kloaka) tunggal pada perineum tanpa terlihat rektum
dan uretra. Ekstrofi kloaka merupakan ekstrofi campuran kompleks dari kandung
kemih, anus imperforata, gangguan perkembangan atau tidak adanya kolon dan
malformasi genitalia eksterna yang nyata, serta mungkin disertai omfalokel yang
kecil. 1,2,7,8,9
Pada kelainan tipe rendah translevator hindgut melewati muskulus levator ani dan
terdapat sfingter ani internus dan eksternus yang berkembang baik dan berfungsi
normal. Pada laki-laki terdapat suatu penutupan dari kulit atau membran yang
terletak di atas anus yang disebut anus tertutup (buntu). Di sebelah anteriornya
terdapat fistula yang membuka ke arah kulit di garis tengah tempat seharusnya
anus berada. Jalan keluarnya dapat terletak di perineum, skrotum, atau bahkan di
bawah permukaan penis. Pada wanita anusnya ektopik, dapat berlokasi di perineum,
vestibulum atau bahkan di vagina. Selain itu dapat pula terjadi suatu kelainan tipe
translevator medium (intermediate) dengan fistula rektouretra.1,2,7,8,9
Evaluasi terhadap bayi baru lahir dengan suatu malformasi anorektal harus
ditunjukkan untuk penentuan kelainan rendah atau tinggi sehingga akan
mempengaruhi penanganan awal, penanganan definits dan prognosis kedua
kelainan ini yang berbeda. Stenosis saluran anorektal dapat terjadi pada beberapa
tempat atau meluas ke seluruh bagian. Adanya konstriksi dapat dikenali dengan
colok dubur dan endoskopi. Membran anus imperforata dengan mudah dikenali
sebagai suatu membran tipis yang jernih yang menjadi lebar secara progresif oleh
mekonium di belakangnya. 1,2,7,8,9
Lebih dari 90% kelainan lesi tipe rendah dan dihubungkan dengan suatu fistula
eksternal ke perineum atau vestibulum. Fistula-fistula ini mungkin tidak jelas pada
waktu lahir tetapi dengan adanya peristaltik secara perlahan-lahan akan memaksa
mekonium melalui fistula tersebut. Pemeriksaan yang teliti dan berulang selama 24
jam pertama kehidupan pada sebagian besar kasus akan memperlihatkan suatu
noda mekonium yang kecil sekali pada jalan masuk fistula tersebut. Pada laki-laki,
jika mekonium terlihat pada atau anterior dari anus berarti kelainannya rendah.
Lipatan kulit dapat ditemukan secara kebetulan pada atresia tipe tinggi atau
rendah. 1,2,7
Adanya perineal pearls yang merupakan akumulasi kista mkus yang mengeras dan
terletak dimana saja di garis tengah, anterior dari anus dan bahkan meluar ke
skrotum, selalu berarti suatu anus yang tertutup (buntu). Pada wanita biasanya
memungkinkan untuk memasukkan suatu tabung makanan ke dalam anus ektopik
untuk menentukan adanya arah dari saluran anus dan rektum. Adanya suatu
lekukan pada tempat anus tidak menunjukkan lesi rendah. Pemeriksaan radiologis
dengan menggunakan media kontras yang dimasukkan melalui sebuah kateter yang
sangat kecil ke dalam fistula akan memperkuat diagnosis. 1,2,7
Suatu lekukan anus yang berkembang dengan baik, perineum yang menggelembung
atau kelainan vertebra menunjukkan suatu lesi tinggi. Adanya mekonium di dalam
urin menunjukkan adanya fistula rektourinaria dan suatu kantong rektum yang
berakhir di atas muskulus puborektalis. Pada sebagian besar kasus, pemeriksaan
radiologis lateral dalam posisi terbalik harus dikerjakan setelah distensi klinis
terbukti atau setelah 18 – 24 jam kehidupan. Bayi harus dipegang terbalik selama
beberapa menit sebelum pemotretan untuk membiarkan gas yang terdapat di dalam
usus menggantikan mekonium dan berjalan terus ke distal sejauh mungkin. 1,2,7
Permukaan muskulus levator ani digambarkan oleh suatu garis yang
menghubungkan simfisis pubis dengan segmen terakhir dari sakrum. Apabila
gelembung gas terletak proksimal dari garis ini berarti kelainannya tinggi. Cara lain
untuk penilaian tersebut adalah dengan perbandingan permukaan gelembung gas
dengan ischium yang berbentuk koma. Sistogram uretra retrograde biasanya akan
memperlihatkan fistula rektouretra. 1,2,7
Apabila dari pengukuran tersebut di atas tidak ada yang secara jelas
memperlihatkan permukaan kantong rektum, paling aman untuk menganggap bayi
tersebut menderita lesi tinggi. Abnormalitas saluran kemih dan vertebra yang
bermakna terdapat pada sekitar 50% pasien dengan malformasi anorektal tinggi dan
25% dengan tipe rendah. 1,2,7
Urografi ekskretorius harus dikerjakan pada semua kasus dan harus mendahuluikan
terapi definitif pada lesi tinggi. Gambaran anatomis pelvis yang kurus dapat
memperlihatkan kelainan sakrum yang mungkin penting bagi fungsi usus dan
saluran kemih di kemudian hari. Mekonium atau flatus dapat keluar secara bersama-
sama dengan urin dan memastikan suatu fistula rektouretra.1,2,7,8,9
Stenosis anus pada umumnya dapat ditangani dengan dilatasi digital atau dengan
instrumen. Semua bentuk lain anus imperforata harus dikoreksi dengan
pembedahan. Pada wanita dengan lesi tipe rendah, karena usus mempunyai
hubungan erat dengan levator maka perbaikan dapat dilakukan dari bawah. Pasien
ini dapat defekasi dengan sempurna kecuali kalau operasi dilakukan dengan
petunjuk yang salah. Tidak ada bukti bahwa anus yang terletak 1 cm atau lebih
anterior dari posisi normal dapat menyebabkan infeksi saluran kemih atau kelamin
atau menimbulkan persoalan dalam proses kelahiran. 1,2,7,8,9
Anus yang tertutup (buntu) pada laki-laki dan ektopik vestibuler yang jarang terjadi
pada wanita memerlukan operasi pemotongan ke belakang. Kulit atau membran
yang menutupi anus di insisi ke arah dorsal dan mukosa dijahit ke tepi anus yang
baru dibentuk. Pascaoperasi memerlukan dilatasi yang teratur selama 1 – 2
bulan. 1,2,7,8,9
Tipe tinggi paling baik untuk ditangani secara oral dengan kolostomi transversal
kemudian diikuti oleh suatu perbaikan definitif pada umur 6 – 12 bulan. Posisi anus
yang tepat di daerah sfingter eksternus dan posisi anatomi usus pada penyangga
puborektal juga akan sangat penting. Pada prosedural operasi ini juga akan
menghilangkan fistula. 1,2,7,8,9
Makin tinggi letak kantong buntuk dan makin luas operasinya akan menimbulkan
lebih banyak kesulitan pada masa pascaoperasi. Kelainan sakrum yang bermakna
biasanya dihubungkan dengan berkurangnya kontrol neurologik defekasi. Perawatan
terus menerus selama masa latihan defekasi dan pemecahan gangguan fungsional
yang bermakna akan sangat diharapkan.1,2,7,8,9
Pada beberapa kasus akan ditemui masalah lanjutan yang disebabkan oleh stenosis
ini, kontrol anus yang buruk atau petunjuk yang kurang lengkap. Pada masa
pascaoperasi yang menjadi masalah utama adalah konstipasi, lebih sering
dibandingkan dengan inkontinensia. Rangsangan oleh tinja akan berkurang di dalam
rektum sehingga menyebabkan mengerasnya tinja diselingi dengan diare yang
paradoksal atau berlebihan dan akan menyebabkan megakolon tipe yang
didapat. Tindakan dini untuk menjamin evakuasi yang teratur akan dapat
mencegah mengerasnya tinja secara masif. Sesuai dengan kebiasaan, anak
sebaiknya diajari untuk defekasi pada waktu-waktu tertentu setiap harinya, lebih
baik daripada menunggu keinginan defekasi. 1,2,7,8,9
Semua pasien dengan malformasi anorektal tipe rendah dapat defekasi. Pasien
dengan kelainan tipe tinggi jarang akan menghasilkan defekasi yang sempurna,
namun sebagian besar dibiarkan tetap demikian dengan kolostomi perineum. Pada
anak dan orang dewasa terjadinya inkontinensia jauh lebih disukai daripada
kolostomi abdominal. 1,2,7,8,9
Sekitar 50% anak dengan anomali anorektum akan mempunyai masalah urologi.
Makin serius dan makin kompleks kecacatan anorektum yang terjadi maka akan
semakin sering disertai anomali urologi. Pada laki-laki dengan fistula rektovesika
dan dengan kloaka persisten akan mempunyai peluang 90% menderita cacat
urologi. Di lain pihak, penderita dengan fistula rektoperineum mempunyai peluang
kurang dari 10%. Untuk itulah diperlukan pemeriksaan urologi sebelum melakukan
kolostomi. 1,2,7,8,9
 RESUME ANAMNESIS
Seorang perempuan, umur 50 tahun dengan penurunan kesadaran dan riwayat
kecelakaan lalu lintas, kepala terbentur, pasien pingsan ±2 jam, pasien tidak ingat
kejadiannya dan keluarga, pasien mengeluh pusing, dan mual muntah. Tapi tidak
disertai kejang, demam, nyeri anggota gerak, kelemahan anggota gerak, keluar
darah dari hidung-mulut-telinga, dan gangguan pendengaran. Pasien dirawat di
RSUD Ambarawa selama 13 hari. DISKUSI 1 Dari anamnesa tersebut didapatkan
pasien perempuan berusia 50 tahun dengan penurunan kesadaran, pasien sempat
muntah, dan lupa ingatan. Beberapa kumpulan gejala yang dialami pasien
merupakan suatu sindroma pasca trauma kepala yang terjadi akibat kecelakaan lalu
lintas yang dialami pasien 3 hari yang lalu. Menurut Brain Injury Association of
America,cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat
kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik
dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana
menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Langlois, Rutland-
Brown, Thomas, 2006). Pada pasien ini didapatkan adanya amnesia retrograde,
yaitu pasien tidak dapat mengingat kejadian sebelum terjadinya kecelakaan.
Ketidakmampuan untuk mengingat sebagian atau seluruh pengalaman masa lalu
atau amnesia dapat disebabkan oleh gangguan organik di otak, namun dapat juga
disebabkan faktor psikologis, misalnya pada gangguan stres pasca trauma individu
dapat kehilangan memori dari peristiwa yang sangat traumatis. Posttraumatic
amnesia dapat dibagi dalam 2 tipe yaitu retrograde yang didefinisikan oleh Cartlidge
dan Shaw sebagai hilangnya kemampuan secara total atau parsial untuk mengingat
kejadian yang telah terjadi dalam jangka waktu sesaat sebelum trauma, lamanya
amnesia retrograde biasanya akan menurun secara progresif. Tipe yang kedua dari
postraumatic amnesia adalah amnesia anterograde, suatu defisit dalam membentuk
memori baru setelah kecelakaan, yang menyebabkan penurunan atensi dan
persepsi yang tidak akurat. DIAGNOSIS SEMENTARA Diagnosis klinis :
Penurunan kesadaran Diagnosis topik : Intrakranial Diagnosis
etiologi : Cedera Kepala

B. Trauma
Trauma adalah sebuah mekanisme yang disengaja ataupun tidak disengaja sehingga menyebabkan
luka (Amro, 2006). Trauma pada abdomen terbagi berdasarkan kejadian, yaitu trauma tumpul dan
trauma tembus (Srivathsan, 2009).
Pada trauma tembus perbedaan antara benda-benda berkecepatan tinggi dan rendah mempunyai
arti penting. Luka kecepatan rendah yang biasa terjadi ialah pada penikaman dengan senjata
tajam. Proses penikaman dapat dibedakan menjadi dua macam berdasarkan energinya, yaitu
tikaman dengan energi kinetik rendah dan energi kinetik tinggi. Pada tikaman dengan energi kinetik
yang rendah, korban sering dapat melihat datangnya dan mengelak pada saat tikaman tersebut
terjadi. Dengan demikian, penetrasi rongga perut yang dalam jarang terjadi. Tikaman dengan
energi kinetik yang tinggi dipakai dengan maksud terang-terangan membunuh. Luka-luka tersebut
menembus dalam dan sering kompleks. Peluru berkecepatan tinggi dari pistol atau pecahan-
pecahan granat yang meledak dapat menembus dalam dan mengikuti jalan yang aneh, secara luas
merusak segala sesuatu atau apa saja di sekitar lintasannya (Dudley, 1992).
Trauma tumpul meliputi benturan langsung, pukulan, kompresi, dan deselerasi (cedera
perlambatan). Dapat juga terjadi counter coup, yaitu trauma tumpul yang berat, tidak ada luka di
luar, tapi ada jejas organ di visera akibat desakan luka atau organ viscera. Trauma intra abdomen
karena hantaman sering dikaitkan dengan faktor tumbukan antara orang yang cedera dan kondisi di
luar tubuh individu tersebut, serta kekuatan akselerasi dan deselerasi yang bekerja terhadap organ
dalam abdomen (Rahmawati, 2006).
Pada penderita ini mengalami trauma dalam kecelakaan bis dikarenakan benturan langsung dan
proses kompresi akibat himpitan kursi. Bagian tubuh penderita yang terhimpit adalah bagian perut
hingga kaki serta tangan kanan. Himpitan meninggalkan jejas dan menyebabkan tangan kanan serta
kaki penderita terasa lemah untuk digerakkan.

C. Trauma Tumpul Abdomen


1. Mekanisme
Trauma yang didapat dari kecelakaan menjadi penyebab terbanyak dari trauma abdomen.
Kecelakaan mobil dengan mobil dan antara mobil dengan pejalan kaki menduduki 50-75% dari
keseluruhan kasus trauma tumpul abdomen (Udeani & Steinberg,2011).
Cedera struktur intraabdomen dapat diklasifikasikan ke dalam 2 mekanisme utama, yaitu tenaga
kompresi (hantaman) dan tenaga deselerasi. Tenaga kompresi (compression or concussive forces)
dapat berupa hantaman langsung atau kompresi eksternal terhadap objek yang terfiksasi. Hal yang
sering terjadi hantaman menyebabkan sobek dan hematom subkapsular pada organ padat visera.
Hantaman juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan intralumen pada organ berongga dan
menyebabkan ruptur (Salomone & Salomone,2011).
Tenaga deselerasi menyebabkan regangan dan sobekan linier organ-organ yang terfiksasi. Cidera
deselerasi klasik termasuk hepatic tear sepanjang ligamentum teres dan cidera intima pada arteri
renalis (Salomone & Salomone,2011).
Salomone & Salomone (2011) menyatakan bahwa trauma tumpul akibat hantaman secara umum
dibagi ke dalam 3 mekanisme, yang pertama adalah ketika tenaga deselerasi hantaman
menyebabkan pergerakan yang berbeda arah dari struktur tubuh yang permanen. Akibatnya,
kekuatan hantaman menyebabkan organ viseral yang padat serta vaskularisasi abdomen menjadi
ruptur, terutama yang berada di daerah hantaman.
Yang kedua adalah ketika isi dari intra abdomen terhimpit antara dinding depan abdomen dan
kolumna vertebralis atau posterior kavum thorak. Hal ini dapat merusak organ-organ padat visera
seperti hepar, limpa dan ginjal.
Ketiga adalah kekuatan kompresi eksternal yang mengakibatkan peningkatan tekanan intra
abdomen secara mendadak dan mencapai puncaknya ketika terjadi ruptur organ.
Pada penderita ini terjadinya jejas pada abdomen disebabkan karena terhimpitnya pasien saat
terjadi kecelakaan. Hal tersebut menyebabkan terjadinya himpitan pada organ intra abdomen
antara dinding depan abdomen dan kolumna vertebralis.

D. Pemeriksaan
1. Anamnesis
Secara umum, jangan menanyakan riwayat lengkap hingga cidera yang mengancam nyawa
teridentifikasi dan mendapatkan penatalaksanaan yang sesuai. AMPLE sering digunakan untuk
mengingat kunci dari anamnesis, yaitu Allergies,Medications, Past medical history, Last meal or
other intake, Events leading to presentation (Salomone & Salomone,2011) .
Udeani & Seinberg (2011) menyatakan bahwa faktor penting yang berhubungan dengan pasien
trauma tumpul abdomen, khususnya yang berhubungan dengan kecelakaan kendaraan bermotor
perlu digali lebih lanjut, baik itu dari pasien, keluarga, saksi, ataupun polisi dan paramedis. Hal-hal
tersebut mencakup:
a. Proses kecelakaan dan kerusakan kendaraan
b. Waktu pembebasan (evakuasi) yang dibutuhkan
c. Apakah pasien meninggal
d. Apakah pasien terlempar dari kendaraan
e. Bagaimana fungsi peralatan keselamatan seperti sabuk pengaman dan airbags
f. Apakah pasien dalam pengaruh obat atau alkohol
g. Apakah ada cidera kepala atau tulang belakang
h. Apakah ada masalah psikiatri
Pada pasien anak, perlu digali apakah ada riwayat gangguan koagulasi atau penggunaan obat-obat
anti platelet (seperti pada defek jantung congenital) karena dapat meningkatkan resiko perdarahan
pada cidera intra abdomen (Wegner et al.,2006).
2. Pemeriksaan Fisik
Evaluasi pasien dengan trauma tumpul abdomen harus dilakukan dengan semua cidera merupakan
prioritas. Perlu digali apakah ada cidera kepala, sistem respirasi, atau sistem kardiovaskular diluar
cidera abdomen (Salomone & Salomone, 2011 ; Udeani & Steinberg, 2011).. Pemeriksaan yang
diperlukan adalah :
a. Pemeriksaan awal :
i. Setelah survey primer dan resusitasi dilakukan, fokus dilakukan pada survey sekunder abdomen.
ii. Untuk cidera yang mengancam jiwa yang membutuhkan pembedahan segera, survei sekunder
yang komprehensif dapat ditunda sampai kondisi pasien stabil.
iii. Pada akhir pemeriksaan awal dilihat kembali luka-luka ringan pada penderita. Banyak cedera
yang samar dan baru termanifestasikan kemudian.

Anda mungkin juga menyukai