Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor, Jln. Kamper, Kampus IPB
Dramaga, Bogor, 16680
adien.hendro@gmail.com, muhammadnofal23@gmail.com
Abstrak : Bioremediasi adalah proses alami untuk membersihkan kondisi lingkungan akibat substansi
kimia berbahaya menggunakan bantuan aktivitas organisme. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
proses bioremediasi adalah kandungan kontaminan, TPH (Total Petroluem Hydrocarbon),
kelembapan, pH, nutrient, dan temperatur tanah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode landfarming dan biopile. Tujuan dari penelitian ini adalah pemeriksaan Total Petroleum
Hydrocarbons (TPH), jumlah mikroorganisme, pH, dan temperatur selama berlangsungnya proses
bioremediasi dan menentukan pemilihan teknik bioremediasi terbaik antara metode landfarming dan
biopile dari sisi efektivitas dan efisiensi proses bioremidiasi tanah yang tercemar limbah minyak bumi
melalui sistem bioaugmentasi (penambahan mikroorganisme pendegradasian non indigenous. Hasil
yang diperoleh yaitu metode biopile lebih efektif dan efisien dalam prose bioremediasi. Pada
pengukuran TPH konsentrasi TPH dari 5,873 μg/g menjadi 0,03616 μg/g. Sedangkan pada
pengukuran oli & grease, penurunan tercepat terjadi pada metode biopile yaitu dari konsentrasi oil &
grease 7,928 % di hari ke-1 menjadi 2,823 % di hari ke-3.
Kata Kunci : Biopile, Bioremediasi, Landfarming, Oil & Grease, TPH.
PENDAHULUAN
Minyak bumi, batu bara, dan mineral dunia lainnya merupakan sumber energi
yang tidak pernah lepas dari kehidupan manusia. Namun, ada beberapa hal negatif
yang sebaiknya dijadikan pertimbangan ketika menggunakannya dalam eksploitasi,
pengolahan, maupun dalam pendistribusian, agar tidak mencemari air, tanah, dan
udara. Senyawa organik toksik seperti senyawa aromatik dan hidrokarbon relatif sulit
mengalami biodegradasi (Carolina, 2011). Pada awalnya mikroorganisme
pendegradasi minyak bumi dianggap hanya dijumpai pada daerah yang
bersinggungan dengan minyak bumi, tetapi bukti menunjukkan bahwa
mikroorganisme pendegradasi minyak tersebar luas di alam. Hingga saat ini lebih dan
108 spesies bakteri marnpu mendegradasi hidrokarbon, di antaranya yaitu: Akaligenes,
Bacillus, Flavobacterium, Nocardia, Pseudomonas, dan Vibrio (Agus, 2000).
Mikroorganisme yang dapat hidup dan berperan dalam penguraian hidrokarbon
adalah bakteri, sedangkan kehadiran mikroorganisme lain yang tidak terlalu dominan
tetapi cukup berperan yaitu jamur, ragi, alga, dan aktinomisetes (Alaerts, 1987).
Bakteri dalam aktivitas hidupnya memerlukan molekul karbon sebagai salah satu
sumber nutrisi dan energi untuk melakukan metabolisme dan perkembang-biakannya.
Senyawa hidrokarbon dalam minyak bumi merupakan sumber karbon bagi
pertumbuhan mikroorganisme tertentu, sedangkan senyawa non-hidrokarbon
merupakan nutrisi pelengkap yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya. Melalui
mekanisme degradasi hidrokarbon yang khas, sumber karbon tersebut dapat
dimanfaatkan untuk melangsungkan proses metabolisme dan perkembangbiakannya.
Dari uraian di atas, Berwick (1984) menyebutkan bahwa bakteri yang memiliki
kemampuan mendegradasi senyawa hidrokarbon untuk keperlukan metabolisme dan
perkembangbiakannya disebut kelompok bakteri hidrokarbonoklastik. Tujuan dari
penelitian ini adalah pemeriksaan Total Petroleum Hydrocarbons (TPH), jumlah
mikroorganisme, pH, dan temperatur selama berlangsungnya proses bioremediasi dan
menentukan pemilihan teknik bioremediasi terbaik antara metode landfarming dan
biopile dari sisi efektivitas dan efisiensi proses bioremidiasi tanah yang tercemar
limbah minyak bumi melalui sistem bioaugmentasi (penambahan mikroorganisme
pendegradasian non indigenous.
TINJAUAN PUSTAKA
Sumber pencemaran lingkungan oleh minyak bumi dapat berasal dari rembesan
alam, rembesan dan tumpahan minyak bumi, dan pembuangan limbah minyak bumi
(Berwick, 1984).Bioremediasi merupakan metode pengolahan yang dirancang untuk
menaikkan kemampuan degradasi jamur dan mikroba alam terhadap kontaminan
organik. Sebagian besar proses bioremediasi berlangsung dalam kondisi aerobik.
Pada proses aerobik, mikroorganisme memerlukan O2 sebagai akseptor elektron, di
mana senyawa organik sebagai produk tengah diubah menjadi CO 2, air, bahan
anorganik dan biomassa disebut mineralisasi jika terjadi secara sempurna. Pada
proses anaerobik, diperlukan adanya akseptor elektron seperti; nitrat, sulfat, Fe, Mn
atau bahan organik lainnya (Diktat Teknik Remediasi, FTSP ITS). Bioremediasi
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu In situ dan Ex situ. In situ adalah proses
bioremediasi yang mengandalkan kemampuan mikroorganisme yang telah ada di
lingkungan tercemar untuk mendegradasinya, sedangkan Ex situ adalah proses
bioremediasi yang memindahkan kontaminan ke suatu tempat untuk memberikan
beberapa perlakuan (Sabarni, 1995). Faktor-faktor yang mendukung proses
bioremediasi adalah temperature, nutrient, pH, Oksigen, dan kadar air (Berwick,
1984).
Konsentrasi zat kimia mempengaruhi tingkat biodegradasinya. Salah satu cara
untuk mengukur yaitu dengan analisa Total Petroleum Hydrocarbon (TPH).
Komponen yang rendah konsentrasinya lebih mudah terdegradasi karena dapat
menunjang pertumbuhan dan perkembangan populasi mikroba. Namun bila terlalu
rendah konsentrasinya, mikroba tidak akan mendapatkan energi dalam jumlah yang
cukup. Selain itu, komponen yang konsentrasinya terlalu tinggi kemungkinan dapat
bersifat toksik bagi mikroba tanah (Munawar, 2012). Susunan senyawa minyak bumi
yang kompleks, menyebabkan suatu spesies tunggal mikroorganisme tidak dapat
mendegradasi keseluruhan komponen penyusun minyak bumi tersebut, karena setiap
spesies bakteri membutuhkan substrat yang spesifik. Beberapa bakteri yang
berinteraksi saling menguntungkan dalam bentuk konsorsium sangat berperan selama
berlangsungnya proses degradasi minyak bumi (Astri, 2007). Proses bioremediasi
juga memiliki kekurangan dan kelebihan. Kelebihannya yaitu dapat dilakukan di
lokasi/ di luar lokai, sistem biologi adalah sistem yang murah, ramah lingkungan,
menghilangkan resiko jangka panjang. Sedangkan kekurangannya adalah tidak semua
bahan kimia dapat diolah secara bioremediasi, membutuhkan pemantauan yang
intensif, membutuhkan lokasi tertentu, berpotensi menghasilkan produk yang tidak
dikenal (Munawar, 2012).
METODE PENELITIAN
Penelitian bioremediasi ini dilakukan pada hari Jumat tanggal 28 Maret 2014 di
Laboratorium Polusi dan Kualitas Udara IPB. Dalam penelitian ini digunakan dua
metode yaitu metode landfarming dan bioplie. Bahan dan alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah botol semprot, timbangan analitik, desikator, botol vial,
waterbath, stiler, Erlenmeyer, pipet, pinset, kertas saring, oven, pH meter,
turbidimeter, spektrofotometer, wadah plastik, konsorsium Bacillus sp, tanah
percobaan, oli bekas, Bulking Agent jenis sekam padi, pupuk urea 46% N, pupuk
NPK 16% N, 16% P, dan 16% K, N-hexane, akuades, dan Na2SO4 (serbuk). Prosedur
yang dilakukan pada penelitian ini yaitu tanah diambil secukupnya dan
dihomogenkan, disediakan 3 jenis reaktor yaitu reactor control, reactor dengan
penambahan Bacillus sp 5 %, dan reactor dengan penambahan Bacillus sp 10 %.
Untuk reaktor landfarming:
Masukkan limbah minyak bumi sebesar 15 % ke dalam tanah percobaan.
Jangan tambahkan bahan apapun ke dalam reaktor kontrol, kecuali limbah
minyak bumi.
Masukkan tanah ke dalam wadah plastik hingga mencapai ketinggian
maksimum 10 cm.
Jangan mampatkan tanah sehingga udara dari luar tetap mengalir di antara
pori-pori tanah.
Tambahkan konsorsium Bacillus sp. sesuai dengan penjelasan sebelumnya.
Tuangkan secara merata dan aduk tanah hingga bakteri diharapkan dapat
tersebar merata. Gunakan sarung tangan.
Tambahkan pupuk NPK sebesar 0,5-0,8% dan urea sebesar 1%. Aduk hingga
merata di dalam tanah.
Tambahkan air dengan frekuensi 2 kali dalam seminggu melalui botol
penyemprot hingga tanah menjadi lembap. Aduk tanah secara manual
menggunakan tangan pada saat penyemprotan air.
Pengadukan tanah dilakukan setiap hari atau maksimal dua hari sekali untuk
menjaga kondisi aerob pada tanah.
Tutup wadah dengan plastik yang telah dilubangi untuk menjaga
keberlangsungan sirkulasi udara dan menjaga kelembapan tanah.
Untuk reaktor biopile:
Rangkai selang aerator di dalam reaktor biopile hingga dapat mengakomodasi
tercapainya udara yang merata di setiap bagian reaktor.
Masukkan bulking agent sekam padi ke dalam tanah percobaan dengan
perbandingan sebesar 1:3. Aduk bulking agent hingga merata.
Jangan tambahkan bahan apapun ke dalam reaktor kontrol, kecuali limbah
minyak bumi dan bulking agent.
Masukkan tanah hingga mencapai ketinggian maksimum wadah plastik.
Jangan dimampatkan tanah sehingga udara dari aerator tetap mengalir di
antara pori-pori tanah.
Tambahkan konsorsium Bacillus sp. sesuai dengan penjelasan sebelumnya.
Tuangkan secara merata dan aduk tanah hingga bakteri diharapkan dapat
tersebar merata. Gunakan sarung tangan.
Tambahkan pupuk NPK sebesar 0,5-0,8% dan urea sebesar 1%. Aduk hingga
merata di dalam tanah.
Tambahkan air dengan frekuensi 2 kali dalam seminggu melalui botol
penyemprot hingga tanah menjadi lembap. Aduk lapisan tanah bagian atas
tanpa mengganggu selang aerator.
Tutup wadah dengan plastik yang telah dilubangi untuk menjaga
keberlangsungan sirkulasi udara dan menjaga kelembapan tanah.
Untuk setiap reaktor:
Cek konsentrasi TPH pada awal dan akhir pelaksanaan praktikum.
Cek konsentrasi minyak-lemak (oil & grease) setiap 2 kali seminggu.
Cek pH, temperatur, turbiditas dengan menggunakan turbidimeter, dan
turbiditas dengan menggunakan spektrofotometer mengikuti durasi
pengecekan TPH.
Dalam prosedur pengecekan pH, perbandingan antara contoh uji tanah dan air
suling adalah 1:2. Kemudian, lakukan pengocokan dan biarkan padatan
terendapkan sehingga pH supernatan dapat dicek.
Lakukan pengamatan proses bioremediasi ini hingga durasi yang akan
ditentukan saat pelaksanaan praktikum. Amati trend penurunan TPH,
kenaikan jumlah populasi bakteri ditinjau dari tingkat kekeruhan (turbiditas),
laju temperatur dan pH tanah.
Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa pada hari pertama pengukuran
konsentrasi TPH sebesar 3,191 μg/g pada landfarming kontrol, 4,360 μg/g pada
landfarming 5% , 4,251 μg/g pada landfarming 10%. Sedangkan pada hari terakhir
yaitu hari ke-46 konsentrasi TPH menurun drastis menjadi 0,06424 μg/g pada
landfarming kontrol, 0,05736 μg/g pada landfarming 5%, dan 0,03996 μg/g pada
landfarming 10%. Sesuai dengan penjelasan teori sebelumnya bahwa konsentrasi
TPH yang rendah menyebabkan mikroorganisme lebih mudah untuk mendegradasi,
tetapi jika terlalu rendah akan menyulitkan mikroorganisme untuk memperoleh energi
dalam memperbanyak sel (Munawar, 2012). Berdasarkan data di atas, diketahui
bahwa konsentrasi TPH pada landfarming kontrol sehingga mudah untuk didegradasi,
namun pada landfarming kontrol tidak ditambahkan bakteri Bacillus sp. Hal ini
menyebabkan konsentrasi TPH pada hari terakhir pada landfarming kontrol sangat
tinggi dibandingkan dengan reaktor yang sudah ditambahkan Bacillus sp. Jumlah
bakteri juga berperan dalam remediasi, terbukti pada landfarming 10% kandungan
akhir TPH lebih kecil dibandingkan dengan landfarming 5%.
Selain itu grafik di atas juga menunjukkan data hasil perhitungan TPH pada
biopile. Pada hari pertama biopile kontrol memiliki kandungan TPH 5,873 μg/g,
5,117 μg/g pada biopile 5 %, dan 5,506 μg/g pada biopile 10%. Sama seperti
landfarming, pada hari ke-46 konsentrasi TPH biopile menurun drastis, dari reaktor
biopile kontrol, 5%, dan 10% berturut-turut yaitu 0,03616 μg/g, 0,02842 μg/g,
0,01454 μg/g. Berbeda dengan landfarming, pada metode biopile konsentrasi TPH
tertinggi terdapat pada biopile kontrol, hal ini menandakan bahwa biopile kontrol
yang paling lama terdegradasi. Hal tersebut terbukti dengan hasil konsentrasi TPH
pada hari terkahir, dimana biopile kontrol tetap mengandung TPH yang paling tinggi,
namun hal ini dipengaruhi oleh ketidakberadaan bakteri dalam reaktor tersebut. pada
biopile 5% kandungan TPH paling kecil, namun hasil akhir TPH tersebut masih lebih
besar dibandingkan dengan biopile 10%, hal ini disebabkan bakteri sulit mendapatkan
energi pada konsentrasi TPH yang sedikit.
Selain hasil konsentrasi TPH, penelitian ini juga menghitung konsentrasi oil &
grease pada proses bioremediasi. Hasil perhitungan konsentrasi oil & grease dapat
dilihat pada tabel di bawah ini
biopile landfarming
waktu (hari)
kontrol 5% 10% kontrol 5% 10%
1 7.928 7.004 7.773 4.909 6.419 5.862
3 2.823 4.971 5.211 5.366 5.289 4.637
8 3.374 3.710 3.650 3.250 2.777 4.502
10 2.667 3.703 4.022 4.768 4.851 4.763
15 4.671 5.394 4.625 5.386 4.426 4.060
17 4.590 5.198 4.018 5.243 4.841 4.638
22 4.456 5.102 4.012 5.138 4.812 4.438
24 4.349 5.003 4.010 5.117 4.796 4.435
29 4.337 5.001 3.984 5.098 4.631 4.419
32 3.383 5.207 4.981 3.636 3.864 3.488
36 4.267 3.449 4.443 4.186 5.625 4.804
38 4.258 3.421 4.345 4.174 5.431 4.783
43 2.380 4.969 4.040 4.088 6.038 4.558
46 3.532 4.664 1.826 5.552 7.432 9.490
Tabel 1. Hasil Perhitungan Konsentrasi Oil & grease
Berdasarkan data pada tabel diperoleh bahwa semua reaktor mengalami kenaikan dan
penurunan konsentrasi oil & grease, namun mayoritas mengalami penurunan
dibandingkan dengan kenaikan. Ada beberapa reaktor yang mengalami kenaikan
konsentrasi oil & grease yang cukup signifikan pada hari terakhir pengukuran, yaitu
pada landfarming 10%. Landfarming 10% pada hari ke-43 memiliki konsentrasi oil &
grease 4,558 %, sedangkan pada hari ke-46 naik menjadi 9,49 %. Hal tersebut dapat
terjadi karena pada hari ke-46 jumlah mikroba yang mati semakin banyak sehingga
kemampuan untuk mendegradasi minyak bumi menjadi berkurang. Peningkatan
jumlah bakteri ini disebabkan oleh nutrient, jika nutrient mikroba mulai menipin
maka akan terjadi persaingan dalam memperoleh nutrient untuk proses bertahan
hidup, bagi mikroba yang kalah dalam persaingan maka akan mati. Untuk mengetahui
lebih jelasnya lagi data-data pada tabel di atas dapat dilihat pada grafik di bawah ini
Gambar 2. Hasil Perhitungan Oil & Grease Pada Landfarming
Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa konsentrasi oil & grease terkecil
terdapat pada reaktor landfarming 5 % pada hari ke-10 yaitu 2,777 %, reaktor ini
merupakan reaktor dengan penurunan tercepat dan terkecil. Sedangkan konsentrasi
oil & grease tertinggi terdapat pada landfarming 10 % pada hari ke-46. Hal ini
disebabkan pada landfarming 5 % jumlah mikroba sedang berada pada zona
eksponensial sehingga jumlahnya menjadi lebih banyak dari pada sebelumnya, selain
itu faktor pH dan temperatur yang cocok dapat meningkatkan proses degradasi
mikroba terhadap limbah minyak. Hasil data di atas berbeda dengan pengukuran
dengan metode biopile. Grafik hasil pengukuran biopile dapat dilihat di bawah ini
SIMPULAN
Hasil penelitian proses remediasi yang diukur dari konsentrasi TPH pada
landfarming dan biopile menunjukkan bahwa metode biopile merupakan metode
yang lebih efektif dan efisien, hal tersebut dapat diketahui dari penuruan tercepat
konsentrasi TPH dari 5,873 μg/g menjadi 0,03616 μg/g. Sedangkan pada pengukuran
oli & grease, penurunan tercepat terjadi pada metode biopile yaitu dari konsentrasi oil
& grease 7,928 % di hari ke-1 menjadi 2,823 % di hari ke-3. Dengan demikian dapat
diketahui bahwa metode biopile lebih efektif dan efisien dalam proses remediasi.
Saran
Pengukuran dan perhitungan data seharusnya dilakukan oleh orang yang sama
agar data yang diperoleh lengkap, jelas, dan akurat.
Daftar Pustaka
Alaerts. C. & S.S. Santika. 1987. Metoda Penelitian Air. Surabaya: PT Usaha
Nasional.
Atlas, R.M and Berta, R. 1992. Hydocarbon biodegradationand oil spill
bioremediation, Adv. Microbial Ecol. 12 : 287-338. Dalam Erman Munir. 2006.
Pemanfaatan Mikroba dalam Bioremediasi: suatu Teknologi Alternatif untuk
Pelestarian Lingkungan. Medan.
Berwick, P.G. 1984. Physical and chemical conditions for microbial oil degradation.
biotechnoI. Bioeng. 26:1294-1305,
Munawar, Ali. 2012. Tinjauan Proses Bioremediasi Melalui Pengujian Tanah
Tercemar Minyak. Surabaya : UPN press.
Nainggolan, R. Corolina. 2011. BIOREMEDIASI. Medan : Universitas Negeri Medan.
Jurusan Teknik Kimia.
Nugrho, Astri. 2007. Dinamika Populasi Konsorsium Bakteri Hidrokarbonoklastik :
Studi Kasus Biodegradasi Hidrokarbon Minyak Bumi Skala Laboratorium.
Jurnal ILMU DASAR, Vol. 8 No. 1, 2007 : 13-23. Jakarta : Unversitas Trisakti.
Irianto, Agus. 2000. Bioremediasi InVitro Tanah Tercemar Toluena dengan
Penambahan Bacillus Galur Lokal. Jurnal Mikrobiologi. Vol 5. No. 2. hlm 43-
47. Purwokerto : Universitas Jenderal Soedirman.
Sabarni, N. 1995. Kemampuan Pseudomono fluorescens FNCC 0070 dalam
biodegradasi toluena dengan penambahan urea sebagai sumber nitrogen.
Purwokerto: Fakultas Biologi Unsoed.
Lampiran 1. Bulking Agent Sekam Padi