Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

CHOLETIASIS

I. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi penyakit
Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah
kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu.
Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk
suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Batu emp
edu adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran
empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis,
edangkan batu di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis
(Nucleus Preise Newsletter, edisi 72, 2011).

Kolelitiasis adalah material atau kristal tidak berbentuk yang terbentuk dalam
kandung empedu. Komposisi dari kolelitiasis adalah campuran dari kolesterol,
pigmen empedu, kalsium dan matriks inorganik. Lebih dari 70% batu saluran
empedu adalah tipe batu pigmen, 15-
20% tipe batu kolesterol dan sisanya dengan komposisi yang tidak diketahui.
Di negara-
negara Barat, komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol, sehingga
sebagian batu empedu mengandung kolesterol lebih dari 80% (Majalah
Kedokteran Indonesia, volum 57, 2007).

2. Manifestasi klinik
1. Rasa nyeri dan kolik bilier
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan me
ngalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan mu
ngkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bili
er disertai nyeri hebat pada abdomen kuadaran kanan atas yang menjalar ke
punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai mual dan munta
h dan bertambah hebat dalam makan makanan dalam porsi besar. Pada seba
gian pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten. Serangan k
olik bilier semacam ini disebabkan kontraksi kandung empedu yang tidak d
apat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Da
lam keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh din
ding abdomen pada daerah kartilago kosta 9 dan 10 kanan. Sentuhan ini me
nimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasi
en melakukan inspirasi dalam dan menghambat pengembangan rongga dad
a.
2. Ikterus
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan menimbulk
an gejala yang khas, yaitu: gatah empedu yang tidak lagi dibawa kedalam d
uodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kul
it dan menbran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai denga
n gejal gatal-gatal pada kulit.
3. Perubahan warna urine dan feses.
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat
gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu aka tampak kela
bu, dan biasanya pekat yang disebut “Clay-colored”.
4. Defisiensi Vitamin
Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin A,D,E,K
yang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi
vitamin-
vitamin ini jika obstruksi bilier berlangsung lama. Defisiensi vitamin K dap
at mengganggu pembekuan darah yang normal.(Smeltzer, 2002).

3. Etiologi dan faktor predisposisi


Batu dalam kandung empedu sebagian besar tersusun dari pigmen -pigmen
empedu dan kolesterol, selain itu juga tersusun oleh bilirubin, kalsium dan
protein. Menurut Muttaqin (2011) yang mengutip beberapa pendapat para ahli,
menyebutkan faktor resiko dan patogenesis batu empedu sebagai berikut.

Jenis Batu Faktor Resiko Patogenesis

Batu Jenis kelamin Perempuan lebih cenderung untuk mengembangkan batu


perempuan empedu kolesterol dari pada laki-laki, khususnya pada masa
Empedu
reproduksi. Peningkatan batu empedu disebabkan oleh faktor
kolesterol esterogen-progesteron sehingga meningkatkan sekresi
kolesterol bilier (Wong, 2009)

Peningkatan Peningkatan usia baik pada pria maupun wanita keduanya


Usia meningkatkan resiko terbentuknya batu pada kandung
empedu (Ko, 1999)

Obesitas Kondisi obesitas akan meningkatkan metabolisme umum,


resistensi insulin, diabetes melitus type II, hipertensi dan
hiperlipidemia berhubungan dengan peningkatan sekresi
kolesterol hepatika dan merupakan faktor resiko utama untuk
mengembangkan batu empedu kolesterol (Donovan 1999)

Kehamilan Kolesterol batu empedu lebih sering terjadi pada wanita yang
mengalami kehamilan multipel. Hal ini dianggap sebagai
faktor utama adalah progesteron pada saat kehamilan tinggi.
Progesteron yang mengurangi kontraktilitas kandung
empedu, menyebabkan retensi berkepanjangan dan
konsentrasi empedu lebih besar di kandung empedu
(Lindseth, 2004)

Statis Billier Kondisi stasis bilier menyebabkan peningkatan resiko batu


empedu. Kondisi yang bisa meningkatkan kondisi stasis,
seperti cedera tulang belakang, puasa berkepanjangan atau
pemebrian diet nutrisi total parenteral (TPN, total parenteral
nutrition) dan perubahan berat badan yang berhubungan
dengan kalori dan pembatasan lemak (misalnya: diet, operasi
bypass lambung). Kondisi stasis bilier akan menurunkan
produksi garam empedu ke intestinal (Portincasa, 2006)

Obat-obatan Esterogen yang diberikan untuk kontrasepsi atau untuk


pengobatan kanker prostat meningkatkan resiko batu empedu
kolesterol (Wang, 2009). Clofibrate dan obat fibrate
hipolipidemic meningkatkan pengeluaran kolesterol hepatik
melalui sekresi bilier dan tampaknya meningkatkan resiko
batu empedu kolesterol (Shaffer, 2005). Analog
somastostatin muncul sebagai faktor predisposisi untuk batu
empedu dengan mengurangi pengosongan kandung empedu
(Chiang, 2008)

Keturunan Sekitar 25% dari batu empedu kolesterol, faktor predisposisi


tampaknya adalah turun temurun, seperti yang dinilai
penelitian terhadap kembar identik dan fraternal (Heuman,
2009). Kasus jarang pada sindrom fosfolipid rendah terkait
kolelitiasis yang terjadi pada individu dengan kekurangan
turun-temurun dari transportasi bilier lesitin protein yang
diperlukan untuk sekresi (Ko, 2002)

Infeksi Bilier Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat memegang


peranan sebagian pada peningkatan batu dengan
meningkatkan dekuamasi seluler dan pembentukan mukus.
Mukus akan meningkatkan viskositas dan unsur seluler
sebagai pusat presipitasi. Infeksi lebih sering sebagi akibat
pembentukan batu empedu dibanding infeksi yang
menyebabkan pembentukan batu (Ko, 2002)

Gangguan Pasien pasca reseksi dan penyakit crohn memiliki resiko


Intestinal penurunan atau kehilangan garam empedu dari intestinal.
Garam empedu merupakan agen pengikat kolesterol,
penurunan garam empedu jelas akan meningkatkan
konsentrasi kolestrasi dan meningkatkan resiko batu empedu
(Sibernagi, 2007)

Batu Pada sebagian Kondisi batu empedu ini terjadi pada individu dengan
Kalsium, besar kasus ketidakseimbangan tinggi pada pergantian heme. Gangguan
Bilirubin tidak ada hemolisis berhubungan dengan batu empedu pigmen ternasuk
dan Pigmen faktor resiko anemia sel sabit sperocytosis herediter dan betatalasemia
Hitam yang dapat (Chiang, 2008). Pada sirosis hipertensi portal menyebabkan
diidentifikasi splenomegali, hal ini pada gilirannya menyebabkan karantina
sel darah merah, yang menyebabkan peningkatan turnover
hemoglobin. Sekitar setengah dari semua pasien memiliki
pigmen sirotik batu empedu (Ko, 2002)

Batu Infeksi Bilier Prasyarat untuk pembentukan batu pigmen coklat meliputi
Pigmen kolonisasi empedu dengan bakteri dan stasis intraduktal. Di
Coklat Amerika Serikat, kombinasi ini paling sering dujumpai pada
pasien dengan pasca operasi striktur bilier atau kista
koledokus. Dalam hepatolitiasias, suatu kondisi yang
dihadapi terutama di Asia Timur, pembentukan batu pigmen
cokklat intraduktal menyertai pada kondisi striktur ekstra
hepatik, seluruh intra hepatik, dan saluran empedu. Kondisi
ini menyebabkan kolangitis berulang pada predisposisi ke
stasis bilier dan cholangiocarsinoma. Etiologi tidak diketahui
tapi hati telah terlibat (Heuman, 2009)

Puasa Puasa menyebabkan gerakan kandung empedu lambat dan


menyebabkan empedu menjadi pekat sehingga
mempermudah terjadinya batu empedu.

Kehilangan Kehilangan berat badan yang cepat dapat menyebabkan


berat badan pengeluaran lebih banyak kolesterol oleh hati dan
menyebabkan pembentukan batu.

Diabetes. Penderita diabetes cenderung mengalami peningkatan kadar


trigliserid yang mempermudah terjadinya batu empedu

4. Patofisiologi
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap:
(1) pembentukan empedu yang supersaturasi,
(2) nukleasi atau pembentukan inti batu
(3) berkembang karena bertambahnya pengendapan.
Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam
pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan
kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama
lesitin) dengan kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara normal
kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air. Empedu
dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang mempunyai
inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam
empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam
empedu rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik.
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti
pengendapan kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal
kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu
pengendapan. Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri,
fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan
untuk dipakai sebagai benih pengkristalan. (Schwartz S 2000).
Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini :
bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada kondisi
normal akan terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin terkonjugasi karena adanya
enzim glokuronil tranferase bila bilirubin tak terkonjugasi diakibatkan karena
kurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase tersebut yang akan
mengakibatkan presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan
karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam
lemak.sehingga lama kelamaan terjadi pengendapan bilirubin tak terkonjugasi
yang bisa menyebabkan batu empedu tapi ini jarang terjadi.

Pigmen (bilirubin) tak terkonjugasi dalam empedu



Akibat berkurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase

Presipitasi / pengendapan

Berbentuk batu empedu

Batu tersebut tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi

5. Klasifikasi
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu
digolongkan atas 3 golongan yaitu :
a. Batu kolesterol
Berbentuk oval, multivokal dan mengandung lebih dari 70 % kolesterol.
b. Batu kalsium bilirubinan
Berwarna coklat, atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung
kalsium bilirubinat sebagai komponen utama.
c. Batu pigmen hitam
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk, dan
kaya akan sisa zat hitamyang tak tereksraksi ( william, 2008).

6. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
1. Kenaikan serum kolesterol
2. Kenaikan fosfolipid
3. Penurunan ester kolesterol
4. Kenaikan protrombin serum time
5. Kenaikan bilirubin total, transaminase (Normal < 0,4 mg/dl)
6. Penurunan urobilirubin
7. Peningkatan sel darah putih: 12.000 - 15.000/iu (Normal : 5000 -
10.000/iu)
8. Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di
duktus utama (Normal: 17 - 115 unit/100ml)

7. Penatalaksanaan medik dan implikasi keperawatan


Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan non
bedah dan bedah. Ada juga yang membagi berdasarkan ada tidaknya gejala
yang menyertai kolelitiasis, yaitu penatalaksanaan pada kolelitiasis
simptomatik dan kolelitiasis yang asimptomatik.
a. Penatalaksanaan Nonbedah
1. Disolusi medis
Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu dengan
pemberian obat-obatan oral. Ursodeoxycholic acidlebih dipilih
dalam pengobatan daripada chenodeoxycholic karena efek samping
yang lebih banyak pada penggunaan chenodeoxycholicseperti
terjadinya diare, peningkatan aminotransfrasedan
hiperkolesterolemia sedang
2. Disolusi kontak
Terapi contact dissolutionadalah suatu cara untuk menghancurkan
batu kolesterol dengan memasukan suatu cairan pelarut ke dalam
kandung empedu melalui kateter perkutaneus melalui hepar atau
alternatif lain melalui kateter nasobilier. Larutan yang dipakai
adalah methyl terbutyl eter. Larutan ini dimasukkan dengan suatu
alat khusus ke dalam kandung empedu dan biasanya mampu
menghancurkan batu kandung empedu dalam 24 jam.
Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus dengan
batu yang kolesterol yang radiolusen. Larutan yang digunakan
dapat menyebabkan iritasi mukosa, sedasi ringan dan adanya
kekambuhan terbentuknya kembali batu kandung empedu.
3. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Prosedur non invasive ini menggunakan gelombang kejut berulang
(Repeated Shock Wave) yang diarahkan pada batu empedu didalam
kandung empedu atau duktus koledokus dengan maksud memecah
batu tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen. (Smeltzer &
Bare, 2002).
ESWL sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu.
Analisis biaya-manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa
prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar
dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.
4. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut,
kerongkongan, lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras
radioopak masuk ke dalam saluran empedu melalui sebuah selang
di dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka
agak lebar sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan
berpindah ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi telah berhasil
dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000
penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi,
sehingga prosedur ini lebih aman dibandingkan pembedahan perut.
ERCP saja biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran
empedu yang lebih tua, yang kandung empedunya telah diangkat
b. Penatalaksanaan Bedah
1. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien
denga kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna
yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada
0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini
kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi
adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
2. Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990
dan sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara
laparoskopi. 80-90% batu empedu di Inggris dibuang dengan cara
ini karena memperkecil resiko kematian dibanding operasi normal
(0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi
pada jantung dan paru. Kandung empedu diangkat melalui selang
yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut.
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa
adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya
pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada
pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus
koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan
prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di
rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat
kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah
yang belum terpecahkan adalah keamanan dari prosedur ini,
berhubungan dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus
biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama
kolesistektomi laparoskopi.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis klamin, agama, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, diagnosa medis,
no RM , tanggal masuk Rs.
b. Keluhan utama
Pada saat pengkajian biasanya pasien merasakan nyeri pada abdomen
quadran kanan atas, dan menyebar kepunggung, kolik epigastrium tengah,
mual/muntah, anoreksia.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Nyeri pada abdomen bagian atas dan dapat menyebar kepunggung atau
bahu kanan, nyeri mulai tiba-tiba dan biasanya memuncak dalam 30menit,
dapat mulai, muntah.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya klien pernah menderita kholelitiasis dan sering mengalami
serangan kolik bilier atau kolesistitis akut dan dipengaruhi oleh penyakit
diabetes, sirosis hati, pangkreatitris, reaksi ileum dan obesitas.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat kehamilan atau melahirkan dengan riwayat DM, penyakit
informasi usus, diskrasias darah. Penyakit ini tidak menurun, teteapi orang
dengan riwayat keluarga kholelitiasis mempunyai lebih besar dibanding
dengan tanpa riwayat keluarga.
f. Aktifitas sehari-hari
No. Jenis Aktifitas Di Rumah Di Rumah Sakit
1. Nutrisi
a. Makan
Frekuensi
Jenis
Porsi
Keluhan
b. Minum
Frekuensi
Jenis
Porsi
Keluhan
2. Eliminasi
a. BAB
Frekuensi
Warna
Bau
Keluhan
b. BAK
Frekuansi
Jumlah
Warna
Keluhan
3. Istirahat tidur
Siang
Malam
Keluhan
4. Personal Hygiene
a. Mandi
b. Gosok gigi
c. Keramas
d. Gunting kuku
e. Ganti pakaian
5. Aktifitas
g. Pemeriksaan fisik Head to Toe
a. Sistem Penglihatan
Biasanya ditemukan sklera ikterus, sebagai respon peningkatan
bilirubin.
b. Sistem pendengaran
Telinga kanan dan kiri simetris, tidak terdapat tanda-tanda
peradangan, tidak ada serumen maupun cairan yang keluar dari telinga,
pendengaran dalam batas normal.
c. Sistem Wicara
Tidak terdapat kesulitan dan gangguan berbicara.
d. Sistem Pernaasan
pergerakan dada simetris, pernapasan teratur/ireguler.
e. Sistem kardiovaskuler
Nadi 110 x/menit dengan irama teratur, denyutan kuat, tidak
terdapat distensi vena jugularis, CRT ,< 2 detik, bunyi jantung normal
serta tidak ada bunyi jantung tambahan.
f. Sistem Neurologi
GCS 15 (E : 4, M : 6, V : 5), tidak terdapat gangguan nervus 1-12,
serta kekuatan otot normal.
g. Imunologi
Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening.
h. Sistem Endokrin
Tidak ada kelainan pada system endokrin
i. Sistem Urogenital
Biasanya ditemukan urine berwarna gelap atau coklat
j. Sistem Integumen
Keadaan rambut baik,warna rambut hitam, kebersihan serta
kekuatan rambut baik, kebersihan kuku baik dengan warna putih
kemerahan, ikterus seluruh tubuh.
k. Sistem Pencernaan
Inspeksi : pada gastrointestinal biasanya didapatkan regurgitasi dan
flatunasi. Urine gelap/coklat. Feses seperti tanah liat
Auskultasi : pada kasus yang parah, suara usus sering tidak
didapatkan atau hipoaktif
Perkusi : timpani akibat abdominal menglalami kembung
Palpasi : distensi abdomen, teraba massa di abdomen atas/kuadrat
kanan atas. Hal ini dapat diperoleh dengan pasien menghirup sementara
pemeriksaan tetap menjaga tekanan tekanan dibawah kosta kanan (
tanda murphy). Ketegangan otot abdominal mungkin terjadi akibat
peradangan perikolesistik.
l. Sistem Muskuloskeletal
Tidak terdapat keterbatasan gerak, tonus otot baik, tidak terdapat
kelainan bentuk tulang sera tidak terdapat tanda-tanda peradangan
sendi.

2. Diagnosa keperawatan
a. Hipertermi b.d peningkatan laju metabolisme, proses penyakit (inflamasi).
b. Nyeri akut b.d agan cidera biologis : obstruksi atau spasme duktus, proses
implamasi iskemia jaringan atau nekosis ( kematan jaringan)
c. Resiko kekurangan volume cairan b.d kehilangan melalui penghisapan
gaster berlebihan, muntah, distesi, dan hipermotilitas gaster.
d. Resiko syok
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d tidak
adekuatnya intake nutrisi ( tonus otot/ peristaltik menurun)
f. Resiko infeksi b.d prosedur paska tindakan pembedahan

3. Intervensi keperawatan dan rasional


No Diagnosa Tujuan Intervensi
1. Definisi : Peningkatan suhu NOC NIC
tubuh diatas kisaran normal Thermoregulation Fever treatment
Batasan Karakteristik : · -Monitor suhu
· Konvulsi Kriteria Hasil: sesering mungkin
· Kulit kemerahan · -Suhu tubuh dalam · -Monitor IWL
· Peningkatan suhu tubuh rentang normal · -Monitor warna dan
diatas kisaran normal - Nadi dan RR suhu kulit
· Kejang dalam rentang · -Monitor tekanan
· Takikardi normal darah, nadi dan RR
· Takipnea · -Tidak ada · -Monitor penurunan
· Kulit terasa hangat perubahan warna tingkat kesadaran
kulit dan tidak ada · -Monitor WBC, Hb,
Faktor Yang Berhubungan: pusing dan Hct
· -Anastesia · -Monitor intake dan
· - Penurunan respirasi output
· -Dehidrasi · -Berikan anti piretik
· -Pemajanan lingkungan yang · -Berikan pengobatan
panas untuk mengatasi
· -Penyakit penyebab demam
· -Pemakaian pakaian yang tidak · Selimuti pasien
sesuai dengan suhu lingkungan · -Lakukan tapid
· -Peningkatan laju metabolisme sponge
· -Medikasi · -Kolaborasi
· -Trauma pemberian cairan
· -Aktivitas berlebihan intravena
· -Kompres pasien
pada lipat paha dan
aksila
· -Tingkatkan sirkulasi
udara
· -Berikan pengobatan
untuk mencegah
terjadinya menggigil
· -Temperature
regulation
· -Monitor suhu
minimal tiap 2 jam
· -Rencanakan
monitoring suhu
secara kontinyu
· -Monitor warna dan
suhu kulit
· -Monitor tanda-tanda
hipertermi dan
hipotermi
· -Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
· -Selimuti pasien
untuk mencegah
hilangnya
kehangatan tubuh
· -Ajarkan pada pasien
cara mencegah
keletihan akibat
panas
· -Diskusikan tentang
pentingnya
pengaturan suhu dan
kemungkinan efek
negatif dan
kedinginan
· -Beritahukan tentang
indikasi terjadinya
keletihan dan
penanganan
emergency yang
diperlukan
· -Ajarkan indikasi dan
hipotermi dan
penanganan yang
diperlukan
· -Berikan anti piretik
jika perlu

Vital sign
Monitoring
· -Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
· -Catat adanya
fluktuasi tekanan
darah
· -Monitor VS saat
pasien berbaring,
duduk atau berdiri
· -Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
· -Monitor TD, nadi,
RR, sebelum,
selama, dan setelah
aktivitas
· -Monitor kualitas dari
nadi
· -Monitor frekuensi
dan irama
pernapasan
· -Monitor suara paru
· -Monitor pola
pernapasan abnormal
· -Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban kulit
· -Monitor sianosis
perifer
· -Monitor adanya
cushing triad
(tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
· -Identifikasi
penyebab dari
perubahan Vital sign

2. Nyeri akut NOC : NIC


berhubungan dengan: - Pain Level, Manajemen nyeri :
-Agen injuri (biologi, kimia, - pain control, -Kaji tingkat nyeri
fisik, psikologis), kerusakan - comfort level secara komprehensif
jaringan Setelah dilakukan termasuk lokasi,
DS: tinfakan karakteristik, durasi,
- Laporan secara verbal keperawatan selama frekuensi, kualitas
DO: …. Pasien tidak dan faktor
-Posisi untuk menahan nyeri mengalami nyeri, presipitasi.
-Tingkah laku berhati-hati dengan kriteria -Observasi reaksi
- Gangguan tidur (mata sayu, hasil: nonverbal dari
tampak capek, sulit atau - Mampu ketidak nyamanan.
gerakan kacau, menyeringai) mengontrol nyeri -Gunakan teknik
-Terfokus pada diri sendiri (tahu penyebab komunikasi
- Fokus menyempit (penurunan nyeri, mampu terapeutik untuk
persepsi waktu, kerusakan menggunakan tehnik mengetahui
proses berpikir, penurunan nonfarmakologi pengalaman nyeri
interaksi dengan orang dan untuk mengurangi klien sebelumnya.
lingkungan) nyeri, mencari -Kontrol faktor
-Tingkah laku distraksi, contoh bantuan) lingkungan yang
: jalan-jalan, menemui orang - Melaporkan mempengaruhi nyeri
lain dan/atau aktivitas, aktivitas bahwa nyeri seperti suhu ruangan,
berulang-ulang) berkurang dengan pencahayaan,
-Respon autonom (seperti menggunakan kebisingan.
diaphoresis, perubahan tekanan manajemen nyeri -Kurangi faktor
darah, perubahan nafas, nadi - Mampu presipitasi nyeri.
dan dilatasi pupil) mengenali nyeri -Pilih dan lakukan
-Perubahan autonomic dalam (skala, intensitas, penanganan nyeri
tonus otot (mungkin dalam frekuensi dan tanda (farmakologis/non
rentang dari lemah ke kaku) nyeri) farmakologis)..
-Tingkah laku ekspresif (contoh - Menyatakan rasa -Ajarkan teknik non
: gelisah, merintih, menangis, nyaman setelah farmakologis
waspada, iritabel, nafas nyeri berkurang (relaksasi, distraksi
panjang/berkeluh kesah) - Tanda vital dll) untuk mengetasi
-Perubahan dalam nafsu makan dalam rentang nyeri..
dan minum normal - Berikan analgetik
- Tidak mengalami untuk mengurangi
gangguan tidur nyeri.
-Evaluasi tindakan
pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
-Kolaborasi dengan
dokter bila ada
komplain tentang
pemberian analgetik
tidak berhasil.

Administrasi
analgetik :.
-Cek program
pemberian
analogetik; jenis,
dosis, dan frekuensi.
-Cek riwayat alergi..
-Tentukan analgetik
pilihan, rute
pemberian dan dosis
optimal.
-Monitor TV
-Berikan analgetik
tepat waktu terutama
saat nyeri muncul.
-Evaluasi
Efektifitas
analgetik, tanda dan
gejalaefek samping.
3. Resiko kekurangan volume NOC NIC
cairan · -Fluid balance Fluid management
· -Hydration · -Timbang
Definisi : Berisiko mengalami · -Nutritional Status: popok/pembalut jika
dehidrasi vaskular, selular, atau Food and Fluid diperlukan
intraselular. Intake · -Pertahankan catatan
intake dan output
Faktor Risiko : Kriteria Hasil : yang akurat
· Kehilangan volume cairan · -Mempertahankan · -Monitor status
aktif urine output sesuai hidrasi (kelembaban
· Kurang pengetahuan dengan usia dan BB, membran mukosa,
· Penyimpangan yang BJ urine normal, HT nadi adekuat,
mempengaruhi absorbs normal tekanan darah
cairan · -Tekanan darah, ortostatik ), jika
· Penyimpangan yang nadi, suhu tubuh diperlukan
mempengaruhi akses cairan dalam batas normal· -Monitor vital sign
· Penyimpangan yang · -Tidak ada tanda- · -Monitor masukan
mempengaruhi asupan tanda dehidrasi, makanan / cairan dan
cairan Elastisitas turgor hitung intake kalori
· Kehilangan bertebihan kulit baik, membran harian
melalui rute normal (mis, mukosa lembab, · -Kolaborasikan
diare) tidak ada rasa haus pemberian cairan IV
· Usia lanjut yang berlebihan · -Monitor status nutrisi
· Berat badan ekstrem · -Berikan cairan IV
· Faktor yang pada suhu ruangan
mempengaruhi kebutuhan · - Dorong masukan oral
cairan (mis, status · -Berikan penggantian
hipermetabolik) nesogatrik sesuai
· Kegagalan fungsi regulator output
· Kehilangan cairan melalul · -Dorong keluarga
rute abnormal (mis, slang untuk membantu
menetap) pasien makan
· Agens farmasutikal · -Tawarkan snack (jus
(mis.,diuretik) buah, buah segar)
· -Kolaborasi dengan
dokter
· -Atur kemungkinan
tranfusi
· -Persiapan untuk
tranfusi
Hypovolemia
Management
· -Monitor status cairan
termasuk intake dan
ourput cairan
· -Pelihara IV line
· -Monitor tingkat Hb
dan hematokrit
· -Monitor tanda vital
· -Monitor respon
pasien terhadap
penambahan cairan
· -Monitor berat badan
· -Dorong pasien untuk
menambah intake
oral
· -Pemberian cairan IV
monitor adanya
tanda dan gejala
kelebihan volume
cairan
·Monitor adanya
tanda gagal ginjal
4. Resiko syok NOC NIC
Definisi : Beresiko terhadap Syok prevention Syok prevention
ketidakcukupan aliran darah Syok management  Monitor status
kejaringan tubuh, yang dapat sirkulasi BP, warna
mengakibatkan disfungsi seluler Kriteria Hasil : kulit, suhu kulit,
yang mengancam jiwa Nadi dalam batas denyut jantung, HR,
yang diharapkan dan ritme, nadi
Faktor Resiko : Irama jantung dalam perifer, dan kapiler
 Hipotensi batas yang refill.
 Hipovolemi diharapkan  Monitor tanda
 Hipoksemia Frekuensi nafas inadekuat oksigenasi
 Hipoksia dalam batas yang jaringan
 Infeksi diharapkan  Monitor suhu dan
 Sepsis Irama pernapasan pernafasan
 Sindrom respons inflamasi dalam batas yang  Monitor input dan
sistemik diharapkan output
Natrium serum  Pantau nilai labor :
dalam batas normal HB, HT, AGD dan
Kalium serum elektrolit
dalam batas normal Monitor
Klorida serum hemodinamik invasi
dalam batas normal yng sesuai
Kalsium serum  Monitor tanda dan
dalam batas normal gejala asites
Magnesium serum  Monitor tanda awal
dalam batas normal syok
PH darah serum  Tempatkan pasien
dalam batas normal pada posisi supine,
Hidrasi kaki elevasi untuk
Indicator : peningkatan preload
Mata cekung tidak dengan tepat
ditemukan  Lihat dan pelihara
Demam tidak kepatenan jalan
ditemukan nafas
Tekanan darah  Berikan cairan IV
dalam batas normal dan atau oral yang
Hematokrit dalam tepat
batas normal  Berikan vasodilator
yang tepat
 Ajarkan keluarga
dan pasien tentang
tanda dan gejala
datangnya syok
 Ajarkan keluarga
dan pasien tentang
langkah untuk
mengatasi gejala
syok
Syok management
 Monitor fungsi
neurotogis
 Monitor fungsi renal
(e.g BUN dan Cr :
Lavel)
 Monitor tekanan
nadi
 Monitor status
cairan, input, output
 Catat gas darah arteri
dan oksigen
 dijaringan
 Monitor EKG,
sesuai
 Memanfaatkan
pemantauan jalur
arteri untuk
meningkatkan
akurasi
pembacaan
tekanan darah,
sesuai
 Menggambar gas
darah arteri dan
memonitor
jaringan
oksigenasi
 Memantau tren
dalam parameter
hemodinamik
(misalnya, CVP,
MAP, tekanan
kapiler pulmonal
/ arteri)
 Memantau faktor
penentu
pengiriman
jaringan oksigen
(misalnya, PaO2
kadar
hemoglobin
SaO2, CO), jika
tersedia
 Memantau
tingkat karbon
dioksida
sublingual dan /
atau tonometry
lambung, sesuai
 Memonitor
gejala gagal
pernafasan
(misalnya,
rendah PaO2
peningkatan
PaCO2 tingkat,
kelelahan otot
pernafasan)
 Monitor nilai
laboratorium
(misalnya, CBC
dengan
diferensial)
koagulasi
profil,ABC,
tingkat
laktat, budaya,
dan profil kimia)
 Masukkan dan
memelihara
besarnya
kobosanan akses
IV

5. Definisi : Asupan nutrisi tidak NOC NIC


cukup untuk memenuhi ·Nutritional Status : Manajemen Nutrisi
kebutuhan metabolik · Nutritional Status: -Kaji adanya alergi
food and Fluid makanan.
Batasan Karakteristik : Intake -Kaji makanan yang
· Kram abdomen -Nutritional Status: disukai oleh klien.
· Nyeri abdomen nutrient Intake -Kolaborasi team
· Menghindari makanan · Weight control gizi untuk
· Berat badan 20% atau Kriteria Hasil : penyediaan nutrisi
lebih dibawah berat badan · -Adanya peningkatan terpilih sesuai
ideal berat badan sesuai dengan kebutuhan
· Kerapuhan kapiler dengan tujuan klien.
· Diare · -Berat badan ideal -Anjurkan klien
· Kehilangan rambut sesuai dengan tinggi untuk meningkatkan
berlebihan badan asupan nutrisinya.
· Bising usus hiperaktif · -Mampu -Yakinkan diet yang
· Kurang makanan mengidentifikasi dikonsumsi
·Kurang informasi kebutuhan nutrisi mengandung cukup
·Kurang minat pada · -Tidak ada tanda- serat untuk
makanan tanda malnutrisi mencegah
·Penurunan berat badan · -Menunjukkan konstipasi.
dengan asupan makanan peningkatan fungsi -Monitor jumlah
adekuat pengecapan dan nutrisi dan
· Kesalahan konsepsi menelan kandungan kalori.
· Kesalahan informasi · -Tidak terjadi -Berikan informasi
· Mambran mukosa pucat penurunan berat tentang kebutuhan
· Ketidakmampuan memakan badan yang berarti nutrisi.
makanan
· Tonus otot menurun Monitor Nutrisi
· Mengeluh gangguan sensasi -Monitor BB jika
rasa memungkinkan
· Mengeluh asupan makanan - Monitor respon
kurang dan RDA klien terhadap situasi
(recommended daily allowance) yang mengharuskan
· Cepat kenyang setelah makan klien makan.
· Sariawan rongga mulut - Jadwalkan
· Steatorea pengobatan dan
· Kelemahan otot pengunyah tindakan tidak
· Kelemahan otot untuk bersamaan dengan
menelan waktu klien makan.
-Monitor adanya
Faktor Yang Berhubungan : mual muntah.
· Faktor biologis -Monitor adanya
· Faktor ekonomi gangguan dalam
· Ketidakmampuan untuk input makanan
mengabsorbsi nutrien misalnya perdarahan,
· Ketidakmampuan untuk bengkak dsb.
mencerna makanan - Monitor intake
· Ketidakmampuan menelan nutrisi dan kalori.
makanan -Monitor kadar
· Faktor psikologis energi, kelemahan
dan kelelahan.

6. Risiko infeksi NOK : NIC :


Faktor-faktor risiko : -Immune Status Konrol infeksi :
-Prosedur Infasif -Knowledge : -Bersihkan
-Kerusakan jaringan dan Infection control lingkungan setelah
peningkatan paparan -Risk control dipakai pasien lain.
lingkungan Setelah dilakukan -Batasi pengunjung
-Malnutrisi tindakan bila perlu.
-Peningkatan paparan keperawatan - Intruksikan kepada
lingkungan patogen selama…… pasien pengunjung untuk
-Imonusupresi tidak mengalami mencuci tangan saat
- Tidak adekuat pertahanan infeksi dengan berkunjung dan
sekunder (penurunan Hb, kriteria hasil: sesudahnya.
Leukopenia, penekanan respon - Klien bebas dari -Gunakan sabun anti
inflamasi) tanda dan gejala miroba untuk
- Penyakit kronik infeksi mencuci tangan.
- Imunosupresi - Menunjukkan -Lakukan cuci
- Malnutrisi kemampuan untuk tangan sebelum dan
- Pertahan primer tidak adekuat mencegah timbulnya sesudah tindakan
(kerusakan kulit, trauma infeksi keperawatan.
jaringan, gangguan peristaltik) - Jumlah leukosit -Gunakan baju dan
dalam batas normal sarung tangan
- Menunjukkan sebagai alat
perilaku hidup sehat pelindung.
- Status imun, -Pertahankan
gastrointestinal, lingkungan yang
genitourinaria dalam aseptik selama
batas normal pemasangan alat.
-Lakukan dresing
infus dan dan kateter
setiap hari Sesuai
indikasi
-Tingkatkan intake
nutrisi dan
cair berikan
antibiotik sesuai
program.

Proteksi terhadap
infeksi
-Monitor tanda dan
gejala infeksi
sistemik dan lokal.
-Monitor hitung
granulosit dan WBC.
-Monitor kerentanan
terhadap infeksi..
-Pertahankan teknik
aseptik untuk setiap
tindakan.
-Inspeksi kulit dan
mebran mukosa
terhadap kemerahan,
panas.
-Ambil kultur, dan
laporkan bila hasil
positip jika perlu
-Dorong istirahat
yang cukup.
-Dorong peningkatan
mobilitas dan
latihan.
- Instruksikan klien
untuk minum
antibiotik sesuai
program.
-Ajarkan
keluarga/klien
tentang tanda dan
gejala infeksi..

Anda mungkin juga menyukai