Anda di halaman 1dari 13

Telah disetujui/diterima Pembimbing

Hari/Tanggal :
Tanda Tangan :

PROGRAM PROFESI NERS


STASE KEPERAWATAN JIWA

PROPOSAL PENYULUHAN KESEHATAN


PERAN KELUARGA PADA PASIEN GANGGUAN JIWA
DENGAN PERILAKU KEKERASAN

Oleh:
Tanty Elnera, S.Kep
Aresta Agustarini, S.Kep
Willa Elisa Br Sembiring, S.Kep
Dira Meitri Karunia, S.Kep

Pembimbing:
Iwan Andhyantoro, SKM, M.Kes

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2017

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cita-cita bangsa Indonesia dan tujuan nasional Indonesia adalah untuk melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk menujukan kesejahteraan
umum yang berarti mewujudkan suatu tingkat kehidupan masyarakat secara optimal dan
memenuhi dasar manusia termasuk kesehatan.
Kesehatan jiwa bagi integral dan upaya kesehatan bertujuan untuk mencapai kondisi
yang memungkinkan. Perkembangan jiwa yang sehat secara optimal baik intelektual
maupun emosional melalui kesehatan, kerja, lingkungan keluarga serta dalam
lingkungan masyarakat. Tak terkecuali di dalamnya meliputi kesehatan jiwa.
Widodo (2003) menjelaskan bahwa kesehatan jiwa adalah kemampuan individu
menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, orang lain, masyarakat dan lingkungan. Sehat
jiwa sering disebut dengan perwujudan keharmonisan fungsi jiwa dan kesanggupan
menghadapi masalah yang biasa terjadi. Keadaan sehat ataupun sakit dapat dinilai dari
efektifitas fungsi perilaku dalam hal prestasi kerja, hubungan interpersonal, dan
penggunaan waktu senggang.
Sedangkan gangguan jiwa merupakan sindrom atau pola perilaku, atau psikologik
seseorang yang secara klinik cukup bermakna, dan secara khas berkaitan dengan suatu
gejala penderitaan atau gangguan didalam satu atau lebih fungsi yang penting dari
manusia. Sebagai tambahan, disimpulkan bahwa disfungsi itu adalah disfungsi dalam
segi perilaku, psikologik atau biologik, dan gangguan itu tidak semata-mata terletak
didalam hubungan antara orang dengan masyarakat (Maramis, 1998).
Perilaku kekerasan adalah perilaku individu yang dapat membahayakan orang, diri
sendiri baik secara fisik, emosional, dan atau seksualitas (Nanda, 2005). Perilaku
kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993 dalam Depkes, 2000).
Dalam rangka meningkatkan kesehatan pelayanan keperawatan kepada klien yang
mengalami gangguan jiwa. Dukungan dari pihak keluaraga merupakan unit yang paling
dekat dengan klien dengan gangguan jiwa kepada keluarga mengenai masalah yang
sedang dihadapi oleh klien dan mencegah terjadinya kekambuhan. Oleh karena itu,
kelompok tertarik untuk memberikan penyuluhan kesehatan kepada keluarga pasien
gangguan jiwa RS. Ernaldi Bahar mengenai peran keluarga pada penderita gangguan
jiwa dengan perilaku kekerasan.

B. Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya penyuluhan ini yaitu:
1. Tujuan Umum
Penyuluhan ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada keluarga pasien
gangguan jiwa RS. Ernaldi Bahar mengenai peran keluarga pada penderita gangguan
jiwa dengan perilaku kekerasan.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian perilaku kekerasan.
b. Untuk mengetahui penyebab perilaku kekerasan.
c. Untuk mengetahui tanda dan gejala perilaku kekerasan.
d. Untuk mengetahui rentang respon perilaku kekerasan.
e. Untuk mengetahui dampak perilaku kekerasan.
f. Untuk mengetahui hal-hal yang dapat dilakukan keluarga pada pasien dengan
perilaku kekerasan.
g. Untuk mengetahui hal-hal yang dapat dilakukan keluarga pada pasien dengan
perilaku kekerasan.
h. Untuk mengetahui peran keluarga dalam penanganan pasien dengan perilaku
kekerasan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Perilaku Kekerasan
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang, baik secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini perilaku
kekerasaan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan. Perilaku kekerasaan dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu perilaku
kekerasaan saat sedang berlangsung atau perilaku kekerasaan terdahulu (riwayat perilaku
kekerasaan) (Keliat & Akemat, dkk, 2010).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah
yang tidak konstruktif (Stuart dan Sundeen, 1995).
Perilaku kekerasan adalah perilaku individu yang dapat membahayakan orang lain,
diri sendiri baik secara fisik, emosional, dan atau seksualitas (Nanda, 2005).
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993 dalam
Depkes, 2000).

B. Penyebab Perilaku Kekerasan


Kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak enak, cemas, tegang,
dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya
kemarahan terbagi atas faktor predisposisi dan faktor presipitasi.
1. Faktor Predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor predisposisi,
artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut
dialami oleh individu:
a. Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul
agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan
ditolak, dihina, dianiayaan atau saksi penganiayaan juga berpengaruh. Sesorang
yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang diharapkannya
menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak
mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang
lain dan keadaan sekitarnya maka dia menghadapinya dengan kekerasan.
b. Perilaku
Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan dirumah atau di luar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan. Manusia pada umumnya
mempunyai keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan
diakui statusnya. Sehingga Kebutuhan akan status dan prestis juga mempengaruhi
perilaku seseorang untuk melakukan kekerasan.
c. Sosial budaya
Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang
tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku
kekerasan diterima (permisive).
d. Bioneurologis
Banyak pendapat bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal
dan ketidakseimbangan neurotransmiter turut berperan dalam terjadinya perilaku
kekerasan.
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan
orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan,
ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku
kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang
mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan
merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik
dapat pula memicu perilaku kekerasan.
Hilangnya harga diri juga berpengaruh pada dasarnya manusia itu mempunyai
kebutuhan yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya
individu tersebut mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas
tersinggung, lekas marah, dan sebagainya. Harga diri adalah penilaian individu
tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan
ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif
terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.

C. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/ pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Postur tubuh kaku
f. Jalan mondar-mandir
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
f. Ketus
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk/agresif
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak
berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
D. Rentang Respon
1. Respon adaptif.
a. Asertif adalah mengemukakan pendapat atau mengekspresikan rasa tidak
senang atau tidak setuju tanpa menyakiti lawan bicara.
b. Frustasi adalah suatu proses yang menyebabkan terhambatnya seseorang dalam
mencapai keinginannya. Individu tersebut tidak dapat menerima atau menunda
sementara sambil menunggu kesempatan yang memungkinkan. Selanjutnya
individu merasa tidak mampu dalam mengungkapkan perannya dan terlihat
pasif.
2. Respon transisi
Pasif adalah suatu perilaku dimana seseorang merasa tidak mampu untuk
mengungkapkan perasaannya sebagai usaha mempertahankan hak-haknya. Klien
tampak pemalu, pendiam, sulit diajak bicara karena merasa kurang mampu, rendah
diri atau kurang menghargai dirinya.
3. Respon maladaptif
a. Agresif adalah suatu perilaku yang mengerti rasa marah, merupakan dorongan
mental untuk bertindak (dapat secara konstruksi/destruksi) dan masih
terkontrol. Perilaku agresif dapat dibedakan dalam 2 kelompok, yaitu pasif
agresif dan aktif agresif.
1) Pasif agresif adalah perilaku yang tampak dapat berupa pendendam,
bermuka asam, keras kepala, suka menghambat dan bermalas-malasan.
2) Aktif agresif adalah sikap menentang, suka membantah, bicara keras,
cenderung menuntut secara terus menerus, bertingkah laku kasar disertai
kekerasan.
b. Amuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat dan disertai kehilangan
kontrol diri. Individu dapat merusak diri sendiri, orang lain atau lingkungan.
(Stuart and Sundeen, 1998).
E. Dampak Perilaku Kekerasan
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan berbahaya bagi
dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang orang lain, memecahkan
perabot, membakar rumah dll.

F. Hal-Hal yang Dapat Dilakukan Keluarga


1. Mengadakan kegiatan bermanfaat yang dapat menampung potensi dan minat bakat
anggota keluarga yang mengalami risiko perilaku kekerasan sehingga diharapkan
dapat meminimalisir kejadian perilaku kekerasan.
2. Bekerja sama dengan pihak yang berhubungan dekat dengan pihak-pihak terkait
contohnya badan konseling, RT, atau RW dalam membantu menyelesaiakan konflik
sebelum terjadi tindakan kekerasan.
3. Mengadakan kontrol khusus dengan perawat atau dokter yang dapat membahas dan
melaporkan perkembangan anggota keluarga yang mengalami risiko pelaku
kekerasan terutama dari segi kejiwaan antara pengajar dengan pihak keluarga
terutama orang tua.
G. Peran Keluarga Dalam Penanganan Perilaku Kekerasan
1. Mencegah terjadinya perilaku amuk:
a. Menjalin komunikasi yang harmonis dan efektif antar anggota keluarga.
b. Saling memberi dukungan secara moril apabila ada anggota keluarga yang
berada dalam kesulitan.
c. Saling menghargai pendapat dan pola pikir.
d. Menjalin keterbukaan.
e. Saling memaafkan apabila melakukan kesalahan.
f. Menyadari setiap kekurangan diri dan orang lain dan berusaha memperbaiki
kekurangan tersebut.
g. Apabila terjadi konflik sebaiknya keluarga memberi kesempatan pada anggota
keluarga untuk mengugkapkan perasaannya untuk membantu kien dalam
menyelesaikan masalah yang konstruktif.
h. Keluarga dapat mengevaluasi sejauh mana keteraturan minum obat anggota
dengan risiko pelaku kekerasan dan mendiskusikan tentang pentingnya minum
obat dalam mempercepat penyembuhan.
i. Keluarga dapat mengevaluasi jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang telah
dilatih di rumah sakit.
j. Keluarga memberi pujian atas keberhasilan klien untu mengendalikan marah.
k. Keluarga memberikan dukungan selama masa pengobatan anggota keluarga
risiko pelaku kekerasan.
l. keluarga menyiapkan lingkungan di rumah agar meminimalisir kesempatan
melakukan perilaku kekerasan.
2. Mengontrol perilaku kekerasaan dengan mengajarkan klien:
a. Menarik nafas dalam.
b. Memukul-mukul bantal.
c. Bila ada sesuatu yang tidak disukai anjurkan klien mengucapkan apa yang tidak
disukai klien.
d. Melakukan kegiatan keagamaan seperti berwudhu’ dan shalat.
e. Mendampingi klien dalam minum obat secara teratur.
3. Bila klien dalam perilaku kekerasaan:
Meminta bantuan petugas terkait dan terdekat untuk membantu membawa klien ke
rumah sakit jiwa terdekat. Sebelum dibawa usahakan dan utamakan keselamatan diri
klien dan penolong.
BAB III
KEGIATAN PENYULUHAN

1. Tujuan Instruksional Umum


Setelah dilakukan penyuluhan, pasien dan keluarga mampu memahami tentang cara
merawat pasien dengan perilaku kekerasan.

2. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah mengikuti penyuluhan ini diharapkan masyarakat mampu:
a. Menjelaskan pengertian perilaku kekerasan.
b. Menyebutkan penyebab perilaku kekerasan.
c. Menyebutkan tanda dan gejala perilaku kekerasan.
d. Menyebutkan rentang respon perilaku kekerasan.
e. Menjelaskan dampak perilaku kekerasan.
f. Menyebutkan hal-hal yang dapat dilakukan keluarga.
g. Menyebutkan peran keluarga dalam penanganan perilaku kekerasan.

3. Topik
Topik : Perilaku Kekerasan
Sasaran : Keluarga Pasien
Waktu : 09.30 – 10.00 WIB
Hari/ Tanggal : Rabu, 13 Desember 2017
Tempat : Poli Rawat Jalan

4. Sasaran
Keluarga pasien.

5. Metode
a. Ceramah
Digunakan untuk menyampaikan materi.
b. Tanya Jawab
Digunakan untuk menambah pemahaman sasaran terhadap materi tentang cara
merawat pasien dengan perilaku kekerasan.

6. Materi (Terlampir)
a. Pengertian perilaku kekerasan.
b. Penyebab perilaku kekerasan.
c. Tanda dan gejala perilaku kekerasan.
d. Dampak perilaku kekerasan.
e. Hal-hal yang dapat dilakukan keluarga.
f. Peran keluarga dalam penanganan perilaku kekerasan.

7. Media
Leaflet, poster.

8. Rencana Kegiatan

No. Waktu Kegiatan Penyuluh Kegiatan Peserta


1. 5 Menit Orientasi:
a. Membuka kegiatan dengan Menjawab Salam
mengucapkan salam.
b. Mengingatkan kontrak Mendengarkan
c. Menjelaskan tujuan dari
Memperhatikan
penyuluhan
d. Menyebutkan Materi yang
akan diberikan Memperhatikan

2. 15 Menit Kerja:
a. Menjelaskan pengertian Memperhatikan
perilaku kekerasan.
b. Menyebutkan penyebab Memperhatikan
perilaku kekerasan.
Bertanya dan Menjawab
c. Menyebutkan tanda dan
gejala perilaku kekerasan. pertanyaan yang diajukan
d. Menjelaskan dampak
perilaku kekerasan.
e. Menyebutkan hal-hal yang Memperhatikan
dapat dilakukan keluarga. Bertanya dan menjawab
f. Menyebutkan peran pertanyaan yang diajukan
keluarga dalam
penanganan perilaku
kekerasan. Memperhatikan kemudian
mempraktekan
3. 8 Menit Evaluasi:
a. Menanyakan kepada Menjawab Pertanyaan
pasien dan keluarga tentang
materi yang sudah diberikan
b. Memberikan
reinforcement kepada pasien
dan keluarga yang dapat
menjawab pertanyaan

4. 2 Menit Terminasi :
a. Mengucapkan terimakasih
atas peran serta peserta Mendengarka
b. Mengucapkan salam Menjawab Salam
penutup

8. Setting Tempat

Keterangan :

: Penyaji
: Peserta

9. Kriteria Evaluasi
a. Evaluasi Terstruktur
1) Keluarga/minimal pasien dapat hadir ditempat penyuluhan.
2) Penyelenggaraan penyuluhan dilaksanakan di poli rawat jalan.
3) Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan
sebelumnya.
b. Evaluasi Proses
1) Pasien dan anggota keluarga antusias terhadap materi penyuluhan.
2) Pasien dan anggota keluarga tidak meninggalkan tempat penyuluhan.
3) Pasien dan anggota keluarga mengajukan pertanyaan dan menjawab
pertanyaan secara benar.
4) Pasien dan keluarga dan mendemonstrasikan kembali materi yang
diajarkan.
c. Evaluasi Hasil
1) Pasien dan anggota keluarga mengetahui tentang pengertian, penyebab, tanda dan
gejala, dampak, cara yang dapat dilakukan keluarga serta peran keluarga dalam
penanganan pasien dengan perilaku kekerasan.
2) Anggota keluarga yang lain hadir saat pertemuan.
DAFTAR PUSTAKA

Dalami, Ermawati. (2010). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Cetakan Pertama.
Jakarta : Trans Info Media
Karlina, Ina, dkk. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa (Dilengkapi Terapi Modalitas dan
Standard Operating Procedure (SOP)). Cetakan Pertama. Jakarta: NUHA MEDIKA
Press
Keliat, Budi Ana. (2005). Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa.
EGC.
Lestari, Widji, dkk. (2009). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Cetakan
Pertama. Jakarta: Trans Info Media
Maramis, W.F. (1998). Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: UNiversitas Airlangga
Purwanto, Teguh, dkk. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Edisi Pertama. Cetakan Pertama.
Jakarta: Graha Ilmu
Stuart, Gail W. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Cetakan 1. Jakarta: EGC
Widodo. (2003). Gangguan-Gangguan Kejiwaan. Jakarta: Rajawali

Anda mungkin juga menyukai