Metodelogi BAB 3
Metodelogi BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas ukur, beaker
glass 100 mL, 500 mL dan 1000 mL, erlenmeyer 250 mL, tabung reaksi, rak tabung
reaksi, pipet volume, pipet tetes, bola hisap, spatula, timbangan digital, water bath,
microplate reader.
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sargassum sp. dari
5%, FeCl3 1%, HCl, H2SO4, Mg, KI, kloroform, metformin, streptozotocin (STZ),
pakan BR1, lemak babi, sekam, obat luka iodine, asam sitrat, Na-sitrat, buffer sitrat
solution (HCl 2N), NaFis 0,9%, xylol, glukosa kit, NF-kB kit, air.
eksperimen adalah suatu upaya untuk menemukan jawaban atas pertanyaan dan
dikontrol secara ketat (Fataruba 2010). Perlakuan yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah pemberian ekstrak Sargassum sp. dengan metode dekok
optimum florotanin dari ekstrak yang dihasilkan. Penelitian utama dilakukan untuk
mengetahui ada atau tidaknya pengaruh dekok Sargassum sp. dalam menurunkan
kadar glukosa darah dan penurunan ekspresi NF-kB pada tikus penyandang DM.
Variabel adalah gejala, suatu fakta ataupun data yang sifatnya berubah-
berubah dan tidak tetap. Variabel dibagi menjadi dua yaitu variabel bebas dan
variabel terikat adalah dampak dari variabel bebas. Variabel bebas dalam
penelitian ini adalah 7 perlakuan berbeda pada tikus, sedangkan variabel terikat
pada penelitian ini adalah pengaruh dekok Sargassum sp. dalam menurunkan
kadar glukosa darah dan penurunan ekspresi NF-kB pada tikus penyandang DM.
Pada penelitian ini, Sargassum sp. yang digunakan diambil dari perairan
kotoran yang menempel dengan menggunakan air tawar yang mengalir untuk
Metode ekstraksi bahan aktif yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
fungsional Sargassum sp. dengan metode dekok yaitu Sargassum sp. dicuci
dengan air tawar mengalir lalu ditimbang dan dimasukkan ke dalam beaker glass,
dipanaskan pada water bath dengan suhu 90oC selama 22 menit, lalu disaring
Sargassum sp
Pencucian
Penimbangan
Akuades
1:6,37 (b/v)
Pemanasan 22 menit
Penyaringan
dengan melarutkan 0,01 g floroglusinol dalam 100 mL etanol 85%. Larutan standar
dibuat dari larutan stok dengan mengambil 2 mL, 4 mL, 6 mL, 8 mL dan 10 mL
larutan stok kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berbeda lalu
sehingga diperoleh konsentrasi 20 ppm, 40 ppm, 60 ppm, 80 ppm dan 100 ppm.
Na2CO3 5%, lalu ditunggu selama 3 menit. Kemudian diinkubasi dalam ruang gelap
dengan suhu ruang selama 45 menit dan dilakukan absorbansi sampel dengan
hasil pengukuran tersebut dapat dibuat persamaan regresi kurva hubungan antara
metode dekok menggunakan pelarut akuades dengan perbandingan 1:5, 1:7,5 dan
1:10 (b/v). Diambil 2,5 mL ekstrak dan dilarutkan dalam 2,5 mL H2O pada tabung
50% dan 2 mL Na2CO3 5% pada tabung reaksi, lalu ditunggu selama 3 menit.
Kemudian diinkubasi dalam ruang gelap dengan suhu ruang selama 45 menit lalu
UV-VIS pada panjang gelombang 770 nm dengan larutan standar floroglusinol dan
a. Polifenol
Sargassum sp. ke dalam tabung reaksi, lalu ditambah akuades 5 mL. Kemudian
dididihkan selama 5 menit menggunakan hot plate dan ditambah FeCl3 sebanyak
5 tetes. Perubahan warna larutan menjadi biru sampai hitam menunjukkan adanya
b. Flavonoid
c. Alkaloid
Sargassum sp. ke dalam tabung reaksi, lalu ditambah kloroform 5 mL dan amonia
tetes, lalu dipisah menjadi bagian A, B dan C. Bagian A diberi pereaksi Mayer,
d. Tanin
Sargassum sp. ke dalam tabung reaksi, lalu ditambah akuades 5 mL. Kemudian
didihkan selama 5 menit menggunakan hot plate dan ditambah FeCl3 sebanyak 5
29
tetes. Perubahan warna larutan menjadi biru tua dan hijau kehitaman
e. Saponin
Uji kandungan saponin dilakukan dengan uji busa dalam air panas dengan
melarutkan ekstrak Sargassum sp. ke dalam 10 mL air panas lalu dikocok kuat-
kuat. Adanya kandungan saponin dilihat dari busa yang tidak hilang setelah 5
3.3.2.1 Pemodelan
usia 2-3 bulan sebanyak 35 ekor dengan berat antara 200-250 g ke dalam
Selama masa adaptasi, tikus coba setiap hari diberi pakan dan minum tanpa batas
(ad libitum). Tikus coba dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kontrol
negatif yang terdiri dari 10 ekor tikus dan kelompok kontrol positif yang terdiri dari
25 ekor tikus. Setelah masa adaptasi, tikus kelompok positif diberi pakan dengan
campuran lemak babi selama 28 hari untuk meningkatkan kadar kolesterol tikus.
Tikus coba dibagi ke dalam 7 perlakuan, di mana pada tiap perlakuan terdapat 5
larutan buffer sitrat pH 4,5 (Erwin et al., 2013). Penggunaan buffer sitrat pH 4,5
campuran 26,5 mL larutan asam sitrat 0,1 M dan 23,5 mL larutan Na-sitrat 0,1 M
yang ditambah akuades hingga volume larutan 100 mL. Sebelum disuntik dengan
STZ, tikus coba terlebih dahulu dipuasakan selama minimal 8 jam supaya terjadi
metabolisme basal dan STZ dapat bereaksi secara optimal di dalam tubuh. Dosis
STZ diinjeksi secara intra peritoneal pada daerah di bawah rongga perut.
Hasil dari induksi diabetes oleh STZ dapat diketahui dengan melakukan
pengukuran kadar glukosa darah pada hari ke-10 setelah penyuntikan. Tikus yang
dinyatakan positif diabetes harus memiliki kadar glukosa darah sesaat ≥200 mg/dL
(Kustarini et al., 2012), sedangkan tikus coba yang memiliki kadar glukosa darah
≤200 mg/dL tidak digunakan. Setelah dilakukan pemodelan, tikus coba kemudian
Pemuasaan selama 8
jam
Penyuntikan STZ
20 mg/kg BB yang dilarutkan dalam
buffer sitrat pH 4,5 secara intra
peritoneal
Tidak
digunakan
Treatment pada berbagai
kelompok tikus coba
Treatment pada berbagai perlakuan tikus coba yaitu sebagai berikut; pada
perlakuan A (kontrol negatif), tikus dalam kondisi normal (tidak DM) diberi akuades
secara oral. Pada perlakuan B (kontrol negatif), tikus dalam kondisi normal diberi
dekok Sargassum sp. secara oral dengan dosis 2259 mg/kg BB untuk mengetahui
pengaruh dari ekstrak Sargassum sp. dalam jumlah minimum terhadap tikus
metformin secara oral dengan dosis 1,8 mg/kg BB. Pada perlakuan E (kontrol
positif), tikus penyandang DM diberi dekok Sargassum sp. secara oral sebanyak
satu kali sehari dengan dosis 2259 mg/kg BB. Pada perlakuan F (kontrol positif),
tikus penyandang DM diberi dekok Sargassum sp. secara oral sebanyak dua kali
sehari dengan dosis total 4518 mg/kg BB. Pada perlakuan G (kontrol positif), tikus
penyandang DM diberi dekok Sargassum sp. secara oral sebanyak tiga kali sehari
dengan dosis total 6777 mg/kg BB. Treatment dilakukan selama 28 hari. Treatment
Tikus Tikus
Tikus Tikus Tikus Tikus Tikus
normal normal
DM (C) DM (D) DM (E) DM (F) DM (G)
(A) (B)
Pemberian Pemberian
Pemberian
dekok metformin dekok
Sargassum per oral dosis Sargassum
sp. per oral tunggal 1,8 sp. per oral
dengan mg/kg BB per- dosis total
dosis hari 4518 mg/kg
tunggal BB per-hari
2259 mg/kg
BB per-hari
Pemberian Pemberian
dekok dekok
Sargassum Sargassum
sp. per oral sp. per oral
dosis tunggal dosis total
2259 mg/kg 6777 mg/kg
BB per-hari BB per-hari
Pengukuran kadar
glukosa darah pada hari
ke-0, 7, 14, 21 dan 28
tikus coba yang meliputi pengamatan kadar glukosa darah, insulin, ekspresi NF-
kB dan histopatologi organ. Tikus coba dipuasakan selama 8 jam supaya terjadi
Glucose Tolerant Test (OGTT). Tikus coba disonde dengan larutan glukosa 10%
pada menit ke-0, dilanjutkan dengan pengukuran kadar glukosa darah tikus pada
menit ke-30, 60, 90 dan 120. Kemudian tikus coba dietanasi secara dislokasi pada
tulang leher lalu dibedah dari bagian abdomen sampai toraks. Organ yang diambil
dicuci dengan NaFis 0,9% untuk menghilangkan darah yang tersisa, dilanjutkan
organ tikus dengan pewarnaan Hematoksin Eosin (HE), serta pengamatan kadar
insulin darah dan ekspresi NF-kB dengan menggunakan metode Enzyme Linked
Immunosorbent Assay (ELISA). Pengamatan pada tikus coba dapat dilihat pada
Gambar 9.
Pengamatan Oral
Glucose Tolerant Test
(OGTT) dengan
larutan glukosa 10%
pada menit ke-0 , 30,
60, 90 dan 120
setelah pemuasaan
Pembedahan
Penimbangan organ
glucose oksidase. Darah tikus coba diambil melalui ujung ekor yang telah
kadar glukosa darah dilakukan dengan melukai vena ekor tikus, kemudian darah
yang keluar dari ekor tikus diteteskan pada stripe yang sudah terpasang pada
detik, dan dinyatakan dalam mg/dL. Pengukuran glukosa darah tikus coba
dilakukan setiap 7 hari sekali, yaitu pada hari ke-0, 7, 14, 21 dan 28. Pada hari ke
28, pengukuran kadar glukosa darah tikus dilakukan setelah tikus dipuasakan
selama 8 jam. Kemudian tikus disonde dengan glukosa 10% dan diamati kadar
phosphat buffer sitrat (PBS) pH 7,4 dingin untuk menghilangkan sisa darah secara
yang dihasilkan lalu disimpan pada suhu -20oC sampai akan digunakan.
sealer. Kemudian larutan dihomogenkan dan diiinkubasi pada suhu 37oC selama
60 menit. Lalu dibuka plate sealer, dan dicuci dengan wash buffer sebanyak 5 kali.
1 menit, lalu diusap menggunakan bahan yang memiliki daya serap. Kemudian
menit dengan suhu 37oC pada ruang gelap. Kemudian ditambahkan 50 μL stop
solution (HCl 2N) pada tiap sumuran, dan dikocok selama 5 detik sampai warna
biru berubah warna menjadi kuning. Kemudian ditentukan nilai Optical Density
(OD) menggunakan microplate reader pada panjang gelombang 450 nm, dalam
Pemeriksaan kadar NF-kB pada organ tikus Rattus novergicus strain wistar
melakukan persiapan untuk seluruh reagen yang akan digunakan, larutan standar
dan sampel. Semua reagen yang akan digunakan diletakkan pada suhu ruang
akan digunakan untuk pengujian dan masukkan stripe pada frame untuk
lubang standar dan mengambil sampel sebanyak 40µl kedalam lubang microplate
ditutup dengan plate sealer dan lakukan pengocokan secara perlahan, supaya
homogen dan inkubasi pada suhu 37 ºC selama 60 menit. Buka plate sealer dan
selama 30 detik sampai 1 menit untuk setiap kali pencucian serta keringkan
selama 10 menit dalam kondisi gelap. Lalu dilakukan penambahan stop solution
(2N HCL) dan akan terjadi perubahan warna dari biru menjadi kuning. Kemudian
Solution.
jaringan pada organ tikus. Organ tikus diperoleh dengan cara pembedahan.
a. Persiapan jaringan
dan segera dicuci dengan larutan fisiologis serta difiksasi dengan formalin buffer
10%. Jaringan dimasukkan dalam larutan alkohol 70% dan dilanjutkan dengan
80% selama 1 jam, lalu dalam alkohol 95% selama 1 jam dengan diulang 2 kali,
dimasukkan dalam xylol selama 1 jam sebanyak 2 kali, lalu dimasukkan ke dalam
parafin cair yang dipanaskan dalam pemanas selama 3 jam agar seluruh ruang
atau rongga antar atau dalam sel yang ditinggal xylol terisi sempurna oleh parafin.
b. Pembuatan blok
cetakan dituangi parafin cair. Jaringan ditempatkan dalam cetakan pada posisi
didinginkan.
c. Pemotongan blok
dengan posisi jaringan yang akan disayat. Pisau mikrotom dipasang lalu diatur
lapisan putih telur yang tipis sebagai perekat dan dibiarkan mengering. Pita 45
sayatan kemudian dipotong dengan silet yang terlebih dahulu direndam xylol dan
potongan dibiarkan mengapung di atas air. Gelas objek dicelupkan dalam air yang
berpita sayatan dan pita sayatan diangkat dengan gelas objek tersebut. Lalu gelas
objek dimasukkan dalam inkubator bersuhu 30oC selama 30 menit hingga 3 jam.
Kemudian pita sayatan yang telah menempel pada gelas objek diwarnai.
e. Pewarnaan
dengan merendam gelas objek dalam wadah berisi xylol selama 5 menit dan
diulang 3 kali. Kemudian pita sayatan dihidrasi dengan memasukkan gelas objek
39
dalam wadah berisi alkohol 100%, kemudian alkohol 95%, dan alkohol 80%
cara merendam gelas objek selama 15 menit. Kemudian gelas objek dicuci dengan
air mengalir selama 20 menit, dilanjutkan dengan pencelupan dalam alkohol asam
2-3 kali dan diikuti dengan pencucian menggunakan air mengalir selama 2 menit.
Pita sayatan lalu diwarnai dengan eosin selama 0,5-1 menit. Kemudian dilakukan
f. Penjernihan
5 menit dan diulang 3 kali. Gelas objek lalu dimounting dengan cara menetesi
permukaan objek gelas dengan Canadian balsem atau entelan lalu ditutup dengan
gelas penutup.
Preparat diangkat satu persatu dari larutan xylol dalam keadaan basah,
lalu diberi satu tetes cairan perekat (DPX). Kemudian ditutup dengan kaca
pandang yang diambil untuk mengamati perubahan yang terjadi. Seluruh lapang
pandang diamati dan dijumlahkan sel. Kerusakan yang diamati berupa nekrosis,
bila perubahannya antara 1/3-2/3 dan parah apabila perubahannya >2/3 pada setiap
lapang pandangnya.
40
pada tikus coba diamati dengan mengukur volume urine, yaitu dengan cara
menimbang sekam basah tikus. Sekam kering ditimbang pada hari ke-(n-1) dan
sekam basah ditimbang pada hari ke-n. Setelah diperoleh angka, kemudian
dilakukan pengurangan antara berat sekam hari ke-n dikurangi berat sekam hari
ke-(n-1). Hasil yang didapatkan merupakan volume urine yang dikeluarkan tikus
selama 1 hari. Polifagia tikus coba diamati dengan mengukur berat sisa pakan
tikus. Pakan ditimbang pada hari ke-(n-1) dan hari ke-n, kemudian dilakukan
pengurangan antara berat pakan hari ke-n dikurangi berat pakan hari ke-(n-1),
sehingga didapatkan berat pakan yang dikonsumsi tikus selama 1 hari. Polidipsia
pada tikus coba diamati dengan mengukur volume sisa minum tikus. Volume
minum diperoleh dari hasil pengurangan volume hari ke-n dikurangi dengan hari
ke-(n-1) sehingga didapatkan volume air yang dikonsumsi tikus selama 1 hari.
(RAL) karena hanya memiliki satu faktor yaitu perlakuan yang berbeda pada tikus
uji (A, B, C, D, E, F, dan G). Dalam penelitian ini digunakan lima kelompok ulangan
(n=5) untuk tiap perlakuan. Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Metode analisis yang digunakan adalah sidik ragam yang mengikuti model
sebagai berikut:
41
Yij = μ + τi + εij
Di mana:
penelitian ini adalah α=0,05. Desain rancangan percobaan penelitian dapat dilihat
pada Tabel 1.
Keterangan :