Anda di halaman 1dari 85

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal.
Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan upaya dari seluruh potensi bangsa baik
masyarakat, swasta maupun pemerintah pusat dan daerah. Pembangunan kesehatan untuk
mencapai Indonesia Sehat 2015 bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya dan perubahan paradigma sehat yaitu upaya untuk meningkatkan kesehatan
bangsa Indonesia agar mampu mendorong masyarakat untuk bersikap mandiri dalam
menjaga kesehatan sendiri melalui kesadaran yang tinggi yang mengutamakan upaya
promotif dan preventif (Depkes RI, 2006).
Guna mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal tersebut, berbagai
upaya kesehatan telah diselenggarakan. Salah satunya adalah upaya perawatan kesehatan
masyarakat yang lebih dikenal dengan upaya keperawatan komunitas.
Perawat komunitas sebagai salah satu tenaga kesehatan yang mendukung misi
kesehatan pada masyarakat perlu berperan aktif. Keperawatan komunitas merupakan
bentuk pelayanan atau asuhan langsung yang berfokus kepada kebutuhan dasar
komunitas, yang berkaitan dengan kebiasaan atau pola perilaku masyarakat yang tidak
sehat, ketidakmampuan masyarakat untuk beradaptasi dengan lingkungan (bio, psiko,
sosial, kultural, maupun spiritual). Intervensi keperawatan komunitas yang dilakukan
difokuskan pada tiga level prevensi atau pencegahan yaitu : prevensi primer yang
pelaksanaan difokuskan pada pendidikan kesehatan konseling, prevensi sekunder dan
prevensi tersier.
Sebagai tenaga profesional, maka perencanaan dalam memberikan asuhan
keperawatan komunitas merupakan hal yang teramat penting disusun oleh perawat.
Rencana asuhan keperawatan disusun dengan memperhatikan banyak faktor, terutama
sekali faktor masyarakat itu sendiri, karena pada hakekatnya masyarakatlah yang
memiliki rencana tersebut, dan perawat sebaiknya hanyalah sebagai fasilitator dan
motivator dalam menggerakkan dinamika masyarakat untuk dapat menolong dirinya
sendiri (Sutarna Agus, 2003).
Tidak hanya perencanaan tentunya ners harus mampu pula memastikan bahwa
rencana tersebut merupakan upaya yang paling maksimal, artinya ners tidak saja dituntut
berperan dilevel pelaksana dimasyarakat saja (grassroat), namun pula harus merambah
kepada level pengambil keputusan (decision maker), dengan aktif melakukan lobi,
negosiasi, serta advokasi terhadap apa yang telah direncanakan untuk dapat diwujudkan.
Hal ini akan memaksa ners untuk mampu bekerja sama dengan berbagai pihak baik dari
kalangan birokrat pemerintahan, lembaga swadaya masyarakat, maupun kalangan bisnis.
Oleh karena itu penting dilakukan pendekatan strategi yang mantap dengan
memanfaatkan berbagai data primer, sekunder dan tersier sebagai bukti (evidence base)
(Sutarna Agus, 2003).
Untuk memperbaiki permasalahan kesehatan yang muncul di Desa Muara
Penimbung Ulu khususnya dusun III [erlu dilakukan pengkajian, analisa data,
perencanaan, intervensi, implementasi, dan evaluasi oleh mahasiswa PSIK UNSRI. Oleh
karena itu dirasa penting untuk melakukan praktek keperawatan komunnitas di Desa
Muara Penimbung Ulu khususnya dusun III sebagai penerapan umum ilmu keperawatan
komunitas dan keluarga.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengaplikasikan teori dan konsep keperawatan komunitas secara nyata pada
masyarakat di Desa Muara Penimbung Ulu khususnyaDusun III.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian komunitas di Dusun III DesaMuara Penimbung Ulu
b. Menganalisa data yang telah diperoleh dari hasil pengkajian
c. Memprioritaskan masalah yang ditemukan bersama masyarakat
d. Menyusun rencana tindakan keperawatan sesuai dengan masalah yang ada
e. Mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan yang didusun bersama
masyarakat
f. Mengevaluasi kegiatan yaang telah dilakukan di Dusun III Desa Muara
Penimbung Ulu
g. Mendokumentasikan hasil kegiatan keperawatan komunitas yang telah dilakukan
di Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Pemberdayaan Masyarakat


Pemberdayaan pada masyarakat dibidang kesehatan merupakan sasaran utama
promosi kesehatan. Menurut WHO, terdapat 3 (tiga) strategi pokok untuk dapat
mewujudkan visi dan misi promosi kesehatan secara efektif, yakni melalui: ADVOKASI,
DUKUNGAN SOSIAL, dan PEMBERDAYAAN MASYARAKAT.
Adapun pendekatan yang ditempuh dilapangan umumnya melalui 3 (tiga) langkah
yakni :
1) Melakukan lobi (pendekatan) kepada pimpinan (para pengambil keputusan)
2) Melakukan pendekatan kepada para tokoh masyarakat formal dan informal,
misalnya melalui kegiatan pelatihan.
3) Pada tahapan selanjutnya petugas bersama-sama tokoh masyarakat melakukan
penyuluhan dan konseling untuk meningkatkan pengetahuan sikap dan perilaku
masyarakat. Tahap ini dapat dilakukan pada berbagai kesempatan dan media yang
ada.
Adapun pengetahuan kesehatan serta faktor-faktor terkait yang dimaksud disini
adalah mencakup antara lain:
1) Pengenalan penyakit terutama penyakit menular dan tidak menular. Yang
dimaksud disini adalah mengenal nama dan jenis penyakitnya, kemungkinan
penyebabnya, tanda dan gejalanya, bagaimana cara pencegahannya, serta termasuk
pula dimana tempat-tempat yang tepat.
2) Selain itu, pengetahuan tentang gizi, makanan / menu sehat, baik secara kuantitas
maupun kualitas, termasuk pula berbagai akibat atau penyakit yang timbul dari
kesalahan gizi.
3) Pengetahuan tentang higiene dan sanitasi dasar termasuk rumah sehat, sumber air
bersih, pembuangan sampah serta berbagai isu kesehatan. lingkungan. pengetahuan
mengenai bahan-bahan berbahaya termasuk bahaya rokok, dan berbagai zat
adiktif/narkotik.
a. Prinsip Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat pada prinsipnya menumbuhkan kemampuan
masyarakat dari dalam masyarakat itu sendiri. Pemberdayaan masyarakat bukan
sesuatu yang ditanamkan dari luar. Pemberdayaan masyarakat adalah proses
memampukan masyarakat dari oleh dan untuk masyarakat itu sendiri, berdasarkan
kemampuan sendiri anatara lain:
1) Menumbuh Kembangkan Potensi Masyarakat
Berbagai potensi yang terdapat dalam masyarakat antara lain berupa potensi SDM
dan sumberdaya alam. SDM, meliputi penduduk sedang potensi sumberdaya alam
meliputi kondisi geografisnya. Kemampuan SDM mengelola SDA yang tersedia
pada gilirannya akan menghasilkan sumber daya ekonomi. Kualitas SDM
ditentukan oleh proporsi antara penduduk kaya dan miskin, berpendidikan tinggi
dan rendah.
2) Mengembangkan Gotong Royong Masyarakat
Seberapa besarpun potensi SDM dan SDA yang ada di masyarakat, tak akan
berkembang dari dalam tanpa adanya kegotong royongan diantara sesama anggota
masyarakat.
3) Menggali Kontribusi Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat pada hakikatnya adalah menggali potensi masyarakat
terutama potensi ekonomi yang ada dimasing-masing anggota masyarakat.
4) Menjalin Kemitraan
Kemitraan adalah suatu jalinan kerja antara berbagai sektor pembangunan, baik
pemerintah, swasta dan lembaga swadaya masyarakat serta individu dalam rangka
untuk mencapai tujuan bersama yang disepakati. Disini, untuk membangun
kemandirian, kemitraan adalah sangat penting perannya. Masyarakat yang mandiri
adalah wujud dari kemitraan antar anggota masyarakat itu sendiri atau diantara
masyarakat dengan pihak-pihak luar, baik pemerintah maupun swasta.
5) Desentralisasi
Upaya dalam pemberdayaan masyarakat pada hakikatnya memberikan
kesempatan kepada masyarakat lokal untuk mengembangkan potensi daerah atau
wilayahnya. Oleh sebab itu, segala bentuk pengambilan keputusan harus
diserahkan ketingkat operasional yakni masyarakat setempat, sesuai dengan kultur
masing-masing komunitas dalam pemberdayaan masyarakat, peranan sistem yang
ada diatasnya adalah fasilitator dan motivator.
b. Ciri Pemberdayaan Masyarakat
Suatu kegiatan atau program dapat dikategorikan kedalam pemberdayaan
masyarakat apabila kegiatan tersebut tumbuh dari bawah dan non-instruktif serta
dapat memperkuat, meningkatkan atau mengembangkan potensi masyarakat setempat
guna mencapai tujuan yang diharapkan. Bentuk-bentuk pengembangan potensi
masyarakat tersebut bermacam-macam, antara lain sebagai berikut :
1) Tokoh atau Pimpinan Masyarakat.
Disebuah masyarakat apapun baik pedesaan, perkotaan maupun pemukiman elit
atau pemukiman kumuh, secara alamiah akan terjadi kristalisasi adanya pemimpin
atau tokoh masyarakat. Pemimpin atau tokoh masyarakat (Toma) ini dapat bersifat
formal (Camat, Lurah, Ketua RT/RW) maupun bersifat informal (Ustad, Pendeta,
Kepala Adat). Pada tahap awal pemberdayaan masyarakat, maka petugas atau
provider kesehatan terlebih dahulu melakukan pendekatan-pendekatan kepada
para tokoh masyarakat.
2) Organisasi Masyarakat
Dalam suatu masyarakat selalu ada organisasi-organisasi kemasyarakatan baik
formal maupun informal, misalnya PKK, Karang Taruna, Majelis Taklim,
Koperasi-Koperasi dan sebagainya.
3) Pendaaan Masyarakat
Dana sehat telah berkembang di Indonesia sejak lama (tahun 1980-an). Pada masa
sesudahnya (1990-an) dana sehat ini semakin meluas perkembangannya dan oleh
Depkes diperluas dengan nama program JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Masyarakat).
4) Material Masyarakat
Masing-masing daerah mempunyai sumber daya alam yang berbeda yang dapat
dimanfaatkan untuk pembangunan.
5) Pengetahuan Masyarakat
Semua bentuk penyuluhan kepada masyarakat adalah contoh permberdayaan
masyarakat yang meningkatkan komponen pengetahuan masyarakat (community
knowledge).
6) Teknologi Masyarakat (Community Technologi)
Dibeberapa komunitas telah tersedia teknologi sederhana yang dapat
dimanfaatkan untuk pengembangan program kesehatan. Misalnya penyaring air
bersih menggunakan pasir atau arang, untuk pencahayaan rumah sehat
menggunakan genteng dari tanah yang ditengahnya ditaruh kaca, untuk
pengawetan makanan dengan pengasapan dan sebagainya.
c. Contoh Pemberdayaan Masyarakat
1) Pemberdayaan Keluarga dibidang Kesehatan dan Gizi
Pemberdayaan keluarga yang mempunyai masalah kesehatan gizi bekerja sama
menanggulangi masalah yang mereka hadapi dengan cara ikut berpartisipasi
dalam memecahakan masalah yang dihadapi.
2) Pemberdayaan Masyarakat di bidang Gizi
3) Tujuannya adalah meningkatkan kemandirian masyarakat dan mengurangi
kelaparan dan peduli terhadap masalah gizi yang muncul dimasyarakat.
Hal yang perlu diperhatikan :
a) Pemberdayaan ekonomi mikro, kegiatan dilaksanakan secara lintas sektoral
terutama dalam rangka meningkatkan pendapatan.
b) Advokasi untuk memperoleh dukungan, baik teknis maupun non teknis dari
Pemda setempat untuk memobilisasi sumber daya masyarakat yang dimiliki.
d. Bentuk-Bentuk Pendekatan dan Partisipasi Masyarakat
Bentuk-bentuk pendekatan dan partisipasi masyarakat yaitu sebagai berikut :
1) Posyandu
Pos pelayanan terpadu atau yang lebih dikenal dengan posyandu. Secara
sederhana dapat diartikan sebagai pusat kegiatan dimana masyarakat dapat sekaligus
memperoleh pelayanan KB dan Kesehatan. Selain itu posyandu juga dapat diartikan
sebagai wahana kegiatan keterpaduan KB dan kesehatan ditingkat kelurahan atau desa,
yang melakukan kegiatan-kegiatan seperti :
a) Kesehatan ibu dan anak
b) KB
c) Imunisasi
d) Peningkatan gizi
e) Penanggulangan diare
f) Sanitasi dasar
g) Penyediaan obat esensial, (Zulkifli, 2003).
Pelayanan yang diberikan di posyandu bersifat terpadu, hal ini bertujuan
untuk memberikan kemudahan dan keuntungan bagi masyarakat karena di
posyandu tersebut masyarakat dapat memperolah pelayanan lengkap pada waktu
dan tempat yang sama. Posyandu dipandang sangat bermanfaat bagi masyarakat
namun keberadaannya di masyarakat kurang berjalan dengan baik, oleh karena itu
pemerintah mengadakan revitalisasi posyandu. Revitalisasi posyandu merupakan
upaya pemberdayaan posyandu untuk mengurangi dampak dari krisis ekonomi
terhadap penurunan status gizi dan kesehatan ibu dan anak. Kegiatan ini juga
bertujuan untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam menunjang
upaya mempertahankan dan meningkatkan status gizi serta kesehatan ibu dan
anak melalui peningkatan kemampuan kader, manajemen dan fungsi posyandu.
(Zulkifli, 2003)
Tujuan pokok penyelenggaraan Posyandu adalah untuk :
a) Mempercepat penurunan angka kematian ibu dan anak
b) Meningkatkan pelayanan kesehatan ibu untuk menurunkan IMR
c) Mempercepat penerimaan NKKBS
d) Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan
kesehatan dan kegiatan lain yang menunjang peningkatan kemampuan hidup
sehat
e) Pendekatan dan pemerataan pelayanan kesehatan pada penduduk berdasarkan
letak geografi
f) Meningkatkan dan pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka alih
teknologi untuk swakelola usaha kesehatan masyarakat.
Menurut Nasru effendi (2000), untuk menjalankan kegiatan Posyandu
dilakukan dengan system 5 meja, yaitu :
a) Meja I
- Pendaftaran
- Pencacatan bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui, dan PUS (Pasangan Usia
Subur)
b) Meja II
- Penimbangan Balita dan ibu hamil
c) Meja III
- Pengisian KMS
d) Meja IV
- Diketahui BB anak yang naik/tidak naik, ibu hamil dengan resiko tinggi,
PUS yang belum mengikuti KB
- Penyuluhan kesehatan
- Pelayanan PMT, oralit, Vit. A, Tablet zat besi, Pil ulangan, Kondom
e) Meja V
- Pemberian imunisasi
- Pemeriksaan Kehamilan
- Pemeriksaan kesehatan dan pengobatan
- Pelayanan kontrasepsi IUD, suntikan.
- Peserta Posyandu mendapat pelayanan meliputi :
(1) Kesehatan ibu dan anak :
- Pemberian pil tambah darah (ibu hamil)
- Pemberian vitamin A dosis tinggi ( bulan vitamin A pada bulan
Februarii dan Agustus)
- PMT
- Imunisasi.
- Penimbangan balita rutin perbulan sebagai pemantau kesehatan
balita melalui pertambahan berat badan setiap bulan. Keberhasilan
program terlihat melalui grafik pada kartu KMS setiap bulan.
(2) Keluarga berencana, pembagian Pil KB dan Kondom.
(3) Pemberian Oralit dan pengobatan.
(4) Penyuluhan kesehatan lingkungan dan penyuluhan pribadi sesuai
permasalahan dilaksanakan oleh kader PKK melalui meja IV dengan
materi dasar dari KMS baita dan ibu hamil. Keberhasilan Posyandu
tergambar melalui cakupan SKDN.
Menurut Nasrul effendi (2000), untuk meja I sampai meja IV
dilaksanakan oleh kader kesehatan dan untuk meja V dilaksanakan oleh petugas
kesehatan seperti dokter, bidan, perawat, juru imunisasi. Tetapi dilapangan yang
kita temukan dari meja 1 sampai meja 5 dilakukan oleh semua perawat
puskesmas, hanya di beberapa posyandu yang kader kesehatannya berperan aktif.
Pendidikan dan pelatihan kader selama ini hanya sebatas wacana saja di
masyarakat. Kader seharusnya lebih aktif berpatisipasi dalam kegiatan Posyandu.
Keadaan seperti ini masih perlu perhatian khusus untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat.
B. Konsep Keperawatan Komunitas
1. Definisi Keperawatan Komunitas
Komunitas (community) adalah sekelompok masyarakat yang mempunyai
persamaan nilai (values), perhatian (interest) yang merupakan kelompok khusus
dengan batas-batas geografi yang jelas, dengan norma dan nilai yang telah
melembaga (Sumijatun dkk, 2006). Misalnya di dalam kesehatan di kenal kelompok
ibu hamil, kelompok ibu menyusui, kelompok anak balita, kelompok lansia,
kelompok masyarakat dalam suatu wilayah desa binaan dan lain sebagainya.
Sedangkan dalam kelompok masyarakat ada masyarakat petani, masyarakat
pedagang, masyarakat pekerja, masyarakat terasing dan sebagainya. (Mubarak, 2006)
Keperawatan komunitas sebagai suatu bidang keperawatan yang merupakan
perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat (public health) dengan
dukungan peran serta masyarakat secara aktif serta mengutamakan pelayanan
promotif dan preventif secara berkesinambungan tanpa mengabaikan perawatan
kuratif dan rehabilitatif secara menyeluruh dan terpadu yang ditujukan kepada
individu, keluarga, kelompok serta masyarakat sebagai kesatuan utuh melalui proses
keperawatan (nursing process) untuk meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara
optimal, sehingga mampu mandiri dalam upaya kesehatan. (Mubarak, 2006)
Proses keperawatan komunitas merupakan metode asuhan keperawatan yang
bersifat alamiah, sistematis, dinamis, kontiniu, dan berkesinambungan dalam rangka
memecahkan masalah kesehatan klien, keluarga, kelompok serta masyarakat melalui
langkah-langkah seperti pengkajian, perencanaan, implementasi, dan evaluasi
keperawatan. (Wahyudi, 2010)
2. Tujuan dan Fungsi Keperawatan Komunitas
Tujuan dan fungsi keperawatan komunitas adalah sebagai berikut :
a. Tujuan keperawatan komunitas
Tujuan proses keperawatan dalam komunitas adalah untuk pencegahan dan
peningkatan kesehatan masyarakat melalui upaya-upaya sebagai berikut :
1) Pelayanan keperawatan secara langsung (direct care) terhadap individu,
keluarga, dan keluarga dan kelompok dalam konteks komunitas.
2) Perhatian langsung terhadap kesehatan seluruh masyarakat (health general
community) dengan mempertimbangkan permasalahan atau isu kesehatan
masyarakat yang dapat memengaruhi keluarga, individu, dan kelompok.
Selanjutnya, secara spesifik diharapkan individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat mempunyai kemampuan untuk :
1) Mengidentifikasi masalah kesehatan yang dialami
2) Menetapkan masalah kesehatan dan memprioritaskan masalah tersebut
3) Merumuskan serta memecahkan masalah kesehatan
4) Menanggulangi masalah kesehatan yang mereka hadapi
5) Mengevaluasi sejauh mana pemecahan masalah yang mereka hadapi, yang
akhirnya dapat meningkatkan kemampuan dalam memelihara kesehatan secara
mandiri (self care).
b. Fungsi Keperawatan Komunitas
1) Memberikan pedoman dan bimbingan yang sistematis dan ilmiah bagi
kesehatan masyarakat dan keperawatan dalam memecahkan masalah klien.
2) Agar masyarakat mendapatkan pelayanan yang optimal sesuai dengan
kebutuhannya dibidang kesehatan.
3) Memberikan asuhan keperawatan melalui pendekatan pemecahan masalah,
komunikasi yang efektif dan efisien serta melibatkan peran serta masyarakat.
4) Agar masyarakat bebas mengemukakan pendapat berkaitan dengan
permasalahan atau kebutuhannya sehingga mendapatkan penanganan dan
pelayanan yang cepat dan pada akhirnya dapat mempercepat proses
penyembuhan. (Mubarak, 2006)
3. Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas
Strategi intervensi keperawatan komunitas adalah sebagai berikut :
a. Proses kelompok (group process)
Seseorang dapat mengenal dan mencegah penyakit, tentunya setelah belajar
dari pengalaman sebelumnya, selain faktor pendidikan/pengetahuan individu,
media masa, Televisi, penyuluhan yang dilakukan petugas kesehatan dan
sebagainya. Begitu juga dengan masalah kesehatan di lingkungan sekitar
masyarakat, tentunya gambaran penyakit yang paling sering mereka temukan
sebelumnya sangat mempengaruhi upaya penangan atau pencegahan penyakit
yang mereka lakukan. Jika masyarakat sadar bahwa penangan yang bersifat
individual tidak akan mampu mencegah, apalagi memberantas penyakit tertentu,
maka mereka telah melakukan pemecahan-pemecahan masalah kesehatan melalui
proses kelompok.
b. Pendidikan Kesehatan (Health Promotion)
Pendidikan kesehatan adalah proses perubahan perilaku yang dinamis,
dimana perubahan tersebut bukan hanya sekedar proses transfer materi/teori dari
seseorang ke orang lain dan bukan pula seperangkat prosedur. Akan tetapi,
perubahan tersebut terjadi adanya kesadaran dari dalam diri individu, kelompok
atau masyarakat sendiri. Sedangkan tujuan dari pendidikan kesehatan menurut
Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 maupun WHO yaitu
meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan
derajat kesehatan; baik fisik, mental dan sosialnya, sehingga produktif secara
ekonomi maupun secara sosial.
c. Kerjasama (Partnership)
Berbagai persoalan kesehatan yang terjadi dalam lingkungan masyarakat jika
tidak ditangani dengan baik akan menjadi ancaman bagi lingkungan masyarakat
luas. Oleh karena itu, kerja sama sangat dibutuhkan dalam upaya mencapai tujuan
asuhan keperawatan komunitas melalui upaya ini berbagai persoalan di dalam
lingkungan masyarakat akan dapat diatasi dengan lebih cepat.
4. Pusat Kesehatan Komunitas
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan komunitas dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Sekolah atau Kampus
Pelayanan keperawatan yang diselenggarakan meliputi pendidikan
pencegahan penyakit, peningkatan derajat kesehatan dan pendidikan seks. Selain
itu perawata yang bekerja di sekolah dapat memberikan perawatan untuk peserta
didik pada kasus penyakit akut yang bukan kasus kedaruratan misalnya penyakit
influensa, batu dll. Perawat juga dapat memberikan rujukan pada peserta didik
dan keluarganya bila dibutuhkan perawatan kesehatan yang lebih spesifik.
b. Lingkungan kesehatan kerja
Beberapa perusahaan besar memberikan pelayanan kesehatan bagi
pekerjanya yang berlokasi di gedung perusahaan tersebut. Asuhan keperawatan di
tempat ini meliputi lima bidang. Perawata menjalankan program yang bertujuan
untuk :
1) Meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja dengan mengurangi jumlah
kejadian kecelakaan kerja
2) Menurunkan resiko penyakit akibat kerja
3) Mengurangi transmisi penyakit menular anatar pekerja
4) Memberikan program peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, dan
pendidikan kesehatan.
5) Mengintervensi kasus-kasus lanjutan non kedaruratan dan memberikan
pertolongan pertama pada kecelakaan. (Mubarak, 2006)
c. Lembaga perawatan kesehatan di rumah
Klien sering kali membutuhkan asuhan keperawatan khusus yang dapat
diberikan secara efisien di rumah. Perawat di bidang komunitas juga dapat
memberikan perawatan kesehatan di rumah misalnya: perawata melakukan
kunjungan rumah, hospice care, home care dll. Perawat yang bekerja di rumah
harus memiliki kemampuan mendidik, fleksibel, berkemampuan, kreatif dan
percaya diri, sekaligus memiliki kemampuan klinik yang kompeten.
d. Lingkungan kesehatan kerja lain
Terdapat sejumlah tempat lain dimana perawat juga dapat bekerja dan
memiliki peran serta tanggungjawab yang bervariasi. Seorang perawat dapat
mendirikan praktek sendiri, bekerja sama dengan perawata lain, bekerja di bidang
pendididkan, penelitian, di wilayah binaan, puskesmas dan lain sebagainya.
Selain itu, dimanapun lingkungan tempat kerjanya, perawat ditantang untuk
memberikan perawatan yang berkualitas. (Mubarak, 2006)
5. Model Konseptual Dalam Keperawatan Komunitas
Model adalah sebuah gambaran deskriptif dari sebuah praktik yang bermutu
yang mewakili sesuatu yang nyata atau gambaran yang mendekati kenyataan dari
konsep. Model praktik keperawatan didasarkan pada isi dari sebuah teori dan konsep
praktik. (Riehl & Roy, 1980 dalam Sumijatun, 2006)
Salah satu model keperawatan kesehatan komunitas yaitu Model Health Care
System (Betty Neuman, 1972). Model konsep ini merupakan model konsep yang
menggambarkan aktivitas keperawatan, yang ditujukan kepada penekanan
penurunan stress dengan cara memperkuat garis pertahanan diri, baik yang bersifat
fleksibel, normal, maupun resisten dengan sasaran pelayanan adalah komunitas
(Mubarak & Chayatin, 2009).
Menurut Sumijatun (2006), teori Neuman berpijak pada metaparadigma
keperawatan yang terdiri dari yang terdiri dari klien, lingkungan, kesehatan dan
keperawatan.Asumsi Betty Neuman tentang empat konsep utama yang terkait
dengan keperawatan komunitas adalah :
a. Manusia, merupakan suatu sistem terbuka yang selalu mencari keseimbangan dari
harmoni dan merupakan suatu kesatuan dari variabel yang utuh, yaitu: fisiologi,
psikologi, sosiokultural, perkembangan dan spiritual
b. Lingkungan, meliputi semua faktor internal dan eksternal atau pengaruh-
pengaruh dari sekitar atau sistem klien
c. Sehat, merupakan kondisi terbebas dari gangguan pemenuhan kebutuhan. Sehat
merupakan keseimbangan yang dinamis sebagai dampak dari keberhasilan
menghindari atau mengatasi stresor.
Model ini menganalisi interaksi anatara empat variabel yang menunjang
keperawatan komunitas, yaitu aspek fisik atau fisiologis, aspek psikologis, aspek
sosial dan kultural, serta aspek spiritual.
Sehat menurut Neuman adalah suatu keseimbangan bio, psiko, cultural dan
spiritual pada tiga garis pertahanan klien, yaitu garis pertahanan fleksibel, normal
dan resisten. Sehat dapat diklasifikasikan dalam delapan tahapan, yaitu :
a. Normally well, yaitu sehat secara psikologis, medis dan social
b. Pessimistic, yaitu bersikap atau berpandangan tidak mengandung harapan baik
(misalnya khawatir sakit, ragu akan kesehatannya, dan lain-lain)
c. Socially ill, yaitu secara psikologis dan medis baik, tetapi kurang mampu secara
social, baik ekonomi maupun interaksi social dengan masyarakat
d. Hypochondriacal, yaitu penyakit bersedih hati dan kesedihan tanpa alasan
e. Medically ill, yaitu sakit secara medis yang dapat diperiksa dan diukur
f. Martyr, yaitu orang yang rela menderita atau meninggal dari pada menyerah
karena mempertahankan agama/kepercayaan. Dalam kesehatan, seseorang yang
tidak memperdulikan kesehatannya, dia tetap berjuang untuk
kesehatan/keselamatan orang lain
g. Optimistic, yaitu meskipun secara medis dan social sakit, tetapi mempunyai
harapan baik. Keadaan ini sering kali sangat membantu dalam penyembuhan sakit
medisnya
h. Seriously ill, yaitu benar-benar sakit, baik secara psikologis, medis dan sosial.
Asuhan keperawatan komunitas diberikan dengan memandang komunitas
sebagai klien dengan strategi intervensi keperawatan komunitas yang mencakup tiga
aspek yaitu primer, sekunder dan tertier melalui proses individu dan kelompok
dengan kerja sama lintas sektoral dan lintas program. Pelayanan yang diberikan oleh
keperawatan komunitas mencakup kesehatan komunitas yang luas dan berfokus
pada pencegahan yang terdiri dari tiga tingkat yaitu :
a. Pencegahan primer
Pelayanan pencegahan primer ditunjukkan kepada penghentian penyakit
sebelum terjadi karena itu pencegahan primer mencakup peningkatan derajat
kesehatan secara umum dan perlindungan spesifik. Promosi kesehatan secara
umum mencakup pendidikan kesehatan baik pada individu maupun kelompok.
Pencegahan primer juga mencakup tindakan spesifik yang melindungi individu
melawan agen-agen spesifik misalnya tindakan perlindungan yang paling umum
yaitu memberikan imunisasi pada bayi, anak balita dan ibu hamil, penyuluhan
gizi bayi dan balita.
b. Pencegahan sekunder
Pelayanan pencegahan sekunder dibuat untuk menditeksi penyakit lebih
awal dengan mengobati secara tepat. Kegiatan-kegiatan yang mengurangi faktor
resiko diklasifikasikan sebagai pencegahan sekunder misalnya memotivasi
keluarga untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala melalui
posyandu dan puskesmas.
c. Pencegahan tertier
Yang mencakup pembatasan kecacatan kelemahan pada seseorang dengan
stadium dini dan rehabilitasi pada orang yang mengalami kecacatan agar dapat
secara optimal berfungsi sesuai dengan kemampuannya, misalnya mengajarkan
latihan fisik pada penderita patah tulang.
6. Proses Pelaksanaan Keperawatan Komunitas
Keperawatan komunitas merupakan suatu bidang khusus keperawatan yang
merupakan gabungan dari ilmu keperawatan, ilmu kesehatan masyarakat dan ilmu
sosial yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang diberikan
kepada individu, keluarga, kelompok khusus dan masyarakat baik yang sehat
maupun yang sakit (mempunyai masalah kesehatan/keperawatan), secara
komprehensif melalui upaya promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif dan
resosialitatif dengan melibatkan peran serta aktif masyarakat secara terorganisir
bersama tim kesehatan lainnya untuk dapat mengenal masalah kesehatan dan
keper/awatan yang dihadapi serta memecahkan masalah-masalah yang mereka miliki
dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan sesuai dengan hidup sehat
sehingga dapat meningkatkan fungsi kehidupan dan derajat kesehatan seoptimal
mungkin dan dapat diharapkan dapat mandiri dalam memelihara kesehatannya
(Chayatin, 2009). Menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan
dan melibatkan klien sebagai mitra kerja dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi pelayanan kesehatan. Pelayanan keperawatan profesional yang merupakan
perpaduan antara konsep kesehatan masyarakat dan konsep keperawatan yang
ditujukan pada seluruh masyarakat dengan penekanan pada kelompok resiko tinggi.
Perawatan komunitas merupakan Pelaksanaan keperawatan komunitas
dilakukan melalui beberapa fase yang tercakup dalam proses keperawatan komunitas
dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah yang dinamis. Fase-fase pada
proses keperawatan komunitas secara langsung melibatkan komunitas sebagai klien
yang dimulai dengan pembuatan kontrak/partner ship dan meliputi pengkajian,
diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi. (Efendi, 2009)
Asuhan keperawatan yang diberikan kepada komunitas atau kelompok adalah
(Mubarak, 2005) :
a. Pengkajian Keperawatan Komunitas (SMD)
Pada tahap pengkajian ini perlu didahului dengan sosialisasi program
perawatan kesehatan komunitas serta program apa saja yang akan dikerjakan
bersama-sama dalam komunitas tersebut. Sasaran dari sosialisasi inimeliputi
tokoh masyarakat baik formal maupun informal, kader masyarakat, serta
perwakilan dari tiap elemen di masyarakat (PKK, karang taruna, dan lainnya).
Setelah itu, kegiatan dianjurkan dengan dilakukannya Survei Mawas Diri
(SMD) yang diikuti dengan kegiatan Musyawarah Masyarakat Desa (MMD).
Pengkajian asauhan keperawatan komunitas terdiri atas dua bagian utama,
yaitu inti komunitas (core) dan delapan subsistem yang melengkapinya. Inti
komunitas menjelaskan kondisi penduduk yang dijabarkan dalam demografi,
vital statistic, sejarah komunitas, nilai dan keyakinan, serta riwayat komunitas,
sedangkan delapan subsistem lainnya meliputi lingkingan fisik, pendidikan,
keamanan, dan transportasi, politik dan pemerintah, layanan kesehatan dan
social, komunitas, ekonomi, dan rekreasi.
Komponen lingkungan fisik yang dikaji meliputi lingkungan sekolah dan
tempat tinggal yang mampu mepengaruhi kesehatan, batasan wilayah, luas
daerah, denah atau peta wilayah, iklim, jumlah dan kepadatan penduduk,
kesehatan lingkungan, dan kegiatan penduduk sehari-hari. Lingkungan fisik
juga dapat dikaji melalui wienshield.
Data yang dikaji dari subsistem layanan kesehatan dan sosial meliputi
fasilitas di dalam komunitas dan di luar komunitas. Layanan kesehatan meliputi
ketersediaan layanan kesehatan, bentuk layanan, jenis layanan, sumber daya,
karaktersirtik konsumen, statistik, pembayaran, waktu pelayanan, kemanfaatan,
keterjangkuan, keberlangsungan, dan keberterimaan layanan komunitas.
Layanan sosial dapat meliputi layanan konseling, panti wreda bagi lansia, pusat
perbelanjaan, dan lain-lain yang merupakan sistem pendukung bagi komunitas
dalam menyelesaikan masalah kesehatan. Pengkajiaan pelayanan kesehatan dan
sosial juga meliputi kebijakan dari pemerintah setempat terhadap kedua layanan
tersebut.
Pada subsistem ekonomi dikaji pendapatan penduduk, rata-rata
penghasilan, status pekerjaan, jenis pekerjaan, sumber penghasilan, jumlah
penduduk miskin, keberadaan indrustri, toko/pusat pembelanjaan, dan tempat
komunitas bekerja, dan bantuan dana untuk pemeliharaan kesehatan. Komponen
ini mempermudah komunitas memproleh bahan makanan dan sebagainya.
Sementara itu pada komponen politik dan pemerintah dikaji situasi politik
dan pemerintahan di komunitas, peraturan dan kebijakan pemerintah daerah
terkait kesehatan komunitas, dan adaya program kesehatan yang ditunjukan
pada penigkatan kesehatan komunitas
Pengkajian subsistem komunikasi meliputi media informasi yang
dimanfaatkan, bagaimana komunikasi sering dimanfaatkan masyarakat, orang-
orang yang berpengaruh, keikutsertaan dalam pendidikan kesehatan, bagaimana
biasanya komunitas memproleh informasi tentang kesehatan, adakah
perkumpulan atau wadah bagi komunitas sebagai sarana untuk mendapatkan
informasi, dari siapa komunitas memproleh banyak informasi tentang kesehatan,
dan adakah sarana komunikasi formal dan informal dalam komunitas.
Komponen pendidikan meliputi status pendidikan masyarakat,
ketersediaan dan keterjangkauan sarana pendidikan, fasilitas pendidikan yang
ada di komunitas, jenis pendidikan, tingkat pendidikan, komunitas yang buta
huruf.
Pengkajian subsistem rekreasi diarahkan pada kebiasaan komunitas
berekreasi, aktivitas di luar rumah termasuk dalam mengisi waktu luang dan
jenis rekreasi yang dapat dimanfaatkan oleh komunitas, dan sarana penyaluran
bakat komunitas.
b. Metode / Instrumen Pengkajian Komunitas
Metode pengumpulan data pengkajian asuhan keperawatan antara lain
Windshield survery, informant interview, observasi partisipasi, dan focus group
discussion (FGD).
1) Windshield Survery
Windshield survery dilakukan dengan berjalan-jalan di lingkungan
komunitas untuk menentukan gambaran tentang kondisi dan situasi yang
terjadi di komunitas, lingkungan sekitar komunitas, kehidupan komunitas,
dan karakteristik penduduk yang ditemui di jalan saat survai dilakukan.
2) Informant Interview
Sebelum terjun ke masyarakat, instrument pengkajian sebaiknya
dikembangkan dan dipersiapkan terlebih dahulu. Instrument yang perlu
dikembangkan untuk melakukan pengkajian terhadap masyarakat antara lain
kuesioner, pedoman wawancara, dan pedoman observasi. Untuk
mendapatkan hasil yang akurat dan agar masyarakat membina rasa percaya
(trust) dengan perawat diperlukan kontak yang lama dengan komunitas.
Perawat juga harus menyertakan lembar persetujuan (informed consent)
komunitas yang dibubuhi tanda tangan atau cap jempol akan melakukan
tindakan yang membutuhkan persetujuan komonitas. Informed consent juga
mencantumkan jaminan kerahasian terhadap isi persetujuan dan dapat yang
telah disampaikan. Wawancara dilakukan kepada key informant atau tokoh
yang menguasai program.
3) Observasi Partisipasi
Setiap kegiatan kehidupan di komunitas perlu diobservasi. Tentukan
berapa lama observasi akan dilakukan, apa, dimana, waktu, dan tempat
komunitas yang akan di observasi. Kegiatan observasi dapat dilakukan
menggunakan format observasi yang sudah disiapkan terlebih dahulu,
kemudian catat semua yang terjadi, dengan tambahan penggunaan kamera
atau video. Informasi yang penting diperoleh menyangkut aktivitas dan arti
sikap atau tampilan yang ditemukan di komunitas. Observasi dilakukan
terhadap kepercayaan komunitas, norma, nilai, kekuatan, dan proses
pemecahan masalah di komunitas.
4) Focus Group Discussion (FGD)
FGD merupakan diskusi kelompok terarah yang dilakukan untuk
mendapatkan informasi yang mendalam tentang perasaan dan pikiran
mengenai satu topic melaui proses diskusi kelompok, berdasarkan
pengalaman subjektif kelompok sasaran terhadap satu institusi/produk
tertentu FGD bertujuan mengumpulkan data mengenai persepsi terhadap
sesuatu, misalnya, pelayanan yang dan tidak mencari consensus serta tidak
mengambil keputusan menganai tindaka yang harus dilakukan. Peserta FGD
terdiri dari 6-12 orang dan harus homogen, dikelompokkan berdasarkan
kesamaan jenis kelamin, usia, latar belakang social ekonomi
(pendidikan,suku, status perkawinan, dsb). Lama diskusi maksimal 2 jam.
Lokasi FGD harus memberikan situasi yang aman dan nyaman sehingga
menjamin narasumber berbicara terbuka dan wajar.
FGD menggunakan diskusi yang terfokus sehingga membutuhkan
pedoman wawancara yang berisi pertanyaan terbuka, fasilitator, moderato,
notulen, dan observer. Fasilitator dapat menggunakan prtunjuk diskusi agar
diskusi terfokus. Peran fasilitator menjelaskan diskusi, mengarahkan
kelompok, mendorong peserta untuk berpartisipasi dalam diskusi,
menciptakan hubungan baik, fleksibel, dan terbuka terhadap saran,
perubahan, gangguan, dan kurangnya partisipasi.
Perekam jalannya diskusi yang paling utama adalah pengamat
merangkap pencatat (observer dan recorder) hal yang perlu dicatat adalah
tanggal diskusi, waktu diskusi diadakan, tempat diskusi, jumlah peserta,
tingkat partisipasi peserta, gangguan selama proses diskusi, pendapat peserta
apa yang membuat peserta menolak menjawab atau membaut peserta tertawa,
kesimpulan diskusi , dan sebagainya. Pengguanaan alat perekam saat SGD
berlangsung harus mendapat izin dari responden terlebih dahulu.
Sebelum membuat instrument pengkajian keperawatan komunitas
seperti kuisioner, pedoman wawancara, pedomanobservasi, atau windshield
survey, kisi-kisi instrument pengkajian sebaiknya dibuat terlebih dahulu, agar
data yang akan ditanyakan dan dikaji kepada komunitas tidak tumpang tindih
sehingga waktu yang digunakan lebih efektif dan efisian.
Table kisi-kisi instrument pengkajian komunitas
No Variabel Sub-variabel Item Sumber Strategi
pertanyaan data
1 Core demografi Nama Data kuisioner
Usia primer
Jenis kelamin
2 Lingkungan fisik
3 Pendidikan
4 Komunikasi
5 Layanan kesehatan dan
social
6 Keamanan dan
transportasi
7 Ekonomi
8 Politik dan
pemerintahan
9 rekreasi

c. Diagnosis Keperawatan Komunitas


Selain data primer, data skunder yang diperoleh melalui
laporan/dokumen yang sudah dibuat di desa/kelurahan puskesmas, kecamatan,
atau dinas kesehatan, musalnya laporan tahunan puskesmas, monografi desa,
profil kesehatan, dsb, juga perlu dikumpulkan dari komunitas. Setelah
dikumpulkan melalui pengkajian, data selanjutnya dianalisis, sehingga
perumusan diagnosis keperawatan dapat dilakukan. Diagnosis dirumuskan
terkait garis pertahanan yang mengalami kondisi terancam. Ancaman terhadap
garis pertahanan fleksibel memunculkan diagnosis potensial; terhadap garis
normal memunculkan diagnosis resik; dan terhadap garis pertahanan resisten
memunculkan diagnosis actual/gangguan. Analisis data dibuat dalam bentuk
matriks
Diagnosis keperawatan komunitas disusun berdasarkan jenis diagnosis sebagai
berikut.:
1) Diagnosis sejahtera
Diagnosis sejahtera/ wellness digunakan bila komunitas mempunyai potensi
untuk ditingkatkan, belum ada data maladapti. Perumusan diagnosis
keperawatan komunitas potensial, hanya terdiri dari komponen problem (p)
saja, tanpa komponen etiologi (e).
Contoh diagnosis sejahtera/ wellness:
Potensial peningkatan tumbuh kembang pada balita dir t 05 rw 01 desa x
kecamatan A, ditandai dengan cakupan imunisasi 95% (95%), 80% berat
badan balita di atas garis merah KMS, 80% pendidikan ibu adalah SMA,
cakupan posyandu 95%.
2) Diagnosis ancaman ( risiko)
Diagnosis risiko digunakan bila belum terdapat paparan masalah kesehatan,
tetapi sudah ditemukan beberapa data maladaptive yang memungkinkan
timbulnya gangguan. Perumusan diagnosis keperawatan komunitas risiko
terdiri atas problem (p), etiologi (e) , dan symptom/ sign (s).
Contoh diagnose risiko:
Resiko terjadinya konflik psikologis pada warga RT 05, RW 01 desa x
kecamatan A yang berhubungan dengan koping masyarakat yang tidak
efektif ditandai dengan pernah terjadi perkelahian antar- RT, kegiatan
gotonbg royong , dan silaturahmi, rutin rw jarang dilakukan, penyuluhan
kesehatan terkait kesehatan jiwa belum pernah dilakukan, masyarakat sering
berkumpul dengan melakukan kegiatan yang tidak positif seperti berjudi.
3) Diagnosis actual/ gangguan
Diagnosis gangguan ditegakkan bila sudah timbul gangguan/ masalah
kesehatandi komunitas, yang didukung oleh beberapa data maladaptive.
Perumusan diagnosis keperawatan komunitas actual terdiri atas problem (p),
etiologi (e), dan symptom/sign (s)
Contoh diagnosis actual:
gangguan/masalah kesehatan reproduksi pada agregat remaja yang
berhubungan dengan kurangnya kebiasaan hygiene Personal, ditandai
dengan 92% remaja mengatakan mengalami keputihan patologis, upaya
yang dilakukan remaja dalam mengatasi keputihan 80% didiamkan saja,
92% remaja mengatakan belum pernah memperoleh informasi kesehatan
reproduksi dari petugas kesehatan.
Tingginya kasus diare di wilayah RW 5 kelurahan X yang berhubungan
dengan tidak adekuatnya penggunaan fasilitas layanan kesehatan untuk
penanggulangan diare, keterbatasan, dan kualitas sarana pelayanan diare.
d. Prioritas Diagnosis Keperawatan komunitas
Setelah data dianalisis dan masalah keperawatan komunitas ditetapkan
prioritas masalah kesehatan komunitas yang perlu ditetapkan bersama
masyarakat melalui musyawarah masyarakat desa (MMD) atau lokakarya mini
masyarakat. Prioritas masalah dibuat berdasarkan kategori dapat diatasi,
kemudahan, dan kekhususan, mengingat banyaknya masalah yang dihadapi oleh
masyarakat. Pemilihan masalah ini sangat penting dilakukan, agar implementasi
yang dilakukan benar-benar bermanfaat bagi masyarakat dan secara tidak
langsung akan membangun rasa percaya diri dan kompetensi masyarakat untuk
mengatasi masalah yang lain (Bract, 1990 dalam Helvie, 1998). Penentuan
prioritas masalah keperawatan komunitas dapat dilakukan melalui metode
berikut.
1) Paper and Pencil Tool (Ervin, 2002)
Pentingnya Kemungkinan Peningkatan
masalah perubahan terhadap
untuk positif jika kualitas hidup
Masalah dipecahkan : diatasi : bila diatasi : Total
1 Rendah 0 Tidak ada 0 tidak ada
2 Sedang 1 Rendah 1 Rendah
3 Tinggi 2 Sedang 2 Sedang
3 Tinggi
Resiko meningkatnya
kejadian infertilitas 3 3 3 9
pada agregat remaja
Kurangnya kebiasaan 3 2 2 7
hygiene personal
2) Scoring diagnosis keperawatan komunitas (DepKes, 2003)
Masalah A B C D E F G H Total
keperawatan
Resiko
meningkatnya 2 3 2 5 2 3 2 2 21
kejadian
infertilitas pada
agregat remaja.
Kurangnya 3 4 3 3 3 3 3 3 25
kebiasaan
hygiene
personal
Keterangan : Pembobotan :
A. Risiko keparahan 1. Sangat rendah
B. Minat masyarakat 2. Rendah
C. Kemungkinan diatasi 3. Cukup
D. Waktu 4. Tinggi
E. Dana 5. Sangat tinggi
F. Fasilitas
G. Sumber daya
H. Tempat
e. Intervensi : Plan Of Action (POA)
Perencanaan diawali dengan merumuskan tujuan yang ingin dicapai serta
rencana tindakan untuk mengatasi masalah yang ada. Tujuan dirumuskan untuk
mengatasi atau meminimalkan stresor dan intervensi dirancang berdasarkan tiga
tingkat pencegahan. Pencegahan primer untuk memperkuat garis pertahanan
fleksibel, pencegahan sekunder untuk memperkuat garis pertahanan normal, dan
pencegahan tersier untuk memperkuat garis pertahanan resisten (Anderson &
McFarlane, 2000).
Tujuan terdiri atas tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek.
Penetapan tujuan jangka panjang (tujuan umum/TUM) mengacu pada
bagaimana mengatasi problem/masalah (P) di komunitas, sedangkan penetapan
tujuan jangka pendek (tujuan khusus/TUK) mengacu pada bagaimana mengatasi
etiologi (E). Tujuan jangka pendek harus SMART (S= spesifik, M=
measurable/dapat diukur, A= achievable/dapat dicapai, R= reality, T= time
limited/ punya limit waktu).
Rencana kegiatan yang akan dilakukan bersama masyarakat dijabarkan
secara operasional dalam planning of action (POA) yang disusun dan disepakati
bersama masyarakat saat MMD atau lokakarya mini masyarakat.
f. Implementasi
Implementasi merupakan langkah yang dilakukan setelah perencanaan
program. Program dibuat untuk menciptakan keinginan berubah masyarakat.
Sering kali, perencanaan program yang sudah baik tidak diikuti dengan waktu
yang cukup untuk merencanakan implementasi. Implementasi melibatkan
aktivitas tertentu sehingga program yang ada dapat dilaksanakan, diterima, dan
direvisi jika tidak berjalan. Implementasi keperawatan dilakukan untuk
mengatasi masalah kesehatan komunitas menggunakan strategi proses
kelompok, pendidikan kesehatan, kemitraan (partnership), dan pemberdayaan
masyarakat (empowerment). Perawat komunitas menggali dan meningkatkan
potensi komunitas untuk dapat mandiri dalam memelihara kesehatannya.
Tujuan akhir setiap program di masyarakat adalah melakukan perubahan
masyarakat. Program dibuat untuk menciptakan keinginan berubah dari anggota
masyarakat. Perubahan nilai dan norma di masyarakat dapat disebabkan oleh
faktor eksternal, seperti adanya undang-undang, situasi politik, dan kejadian
kritis eksternal masyarakat. Dukungan eksternal ini juga dapat dijadikan daya
pendorong bagi tindakan kelompok untuk melakukan perubahan prilaku
masyarakat. Organisasi ekternal dapat menggunakan model social planning dan
locality development untuk melakukan perubahan, menggalakkan kemitraan
dengan memanfaatkan sumber daya internal dan sumber daya eksternal.
Perawat komunitas harus memiliki pengetahuan yang memadai agar
dapat memfasilitasi perubahan dengan baik, termasuk pengetahuan tentang teori
dan model berubah. Perubahan yang terjadi di masyarakat sebaiknya dimulai
dari tingkat individu, keluarga, masyarakat, dan sistem di masyarakat. Ada
beberapa model berubah (Ervin, 2002), yaitu :
1) Model berubah Kurt Lewin
Proses berubah terjadi pada saat individu, keluarga, dan komunitas tidak lagi
nyaman dengan kondisi yang ada. Model ini terdiri dari :
- Unfreezing, bila ada perasaan butuh untuk berubah baru implementasi
dilakukan, dengan tujuan membantu komunitas menjadi siap untuk
melakukan perubahan.
- Change yaitu intervensi mulai diperkenalkan kepada kelompok
- Refreezing meliputi bagaimana membuat suatu program menjadi stabil
melalui pemantauan dan evaluasi.
Contoh : pada kasus flu burung, saat unfreezing berubah menjadi refreezing,
perawat komunitas perlu mempertahankan kondisi yang ada dengan
melakukan kemitraan tentang bagaimana kebiasaan masyarakat yang sudah
bagus dapat dipertahankan dan kebiasaan masyarakat yang kurang
mendukung kesehatan tidak lagi terjadi, seperti kebiasaan tidak melakukan
cuci tangan.
2) Strategi berubah Chin & Benne
Strategi berubah ini sangat cocok digunakan oleh perawat komunitas dalam
mengkaji status individu, kelompok, dan masyarakat dalam membuat
keputusan untuk berubah. Strategi ini merupakan strategi untuk melakukan
perubahan di komunitas, bukan tahap proses berubah. Menurut model ini
untuk melakukan perubahan diperlukan strategi perubahan yaitu :
- Rational empiris, dikatakan bahwa untuk melakukan perubahan di
komunitas, perlu terdapat fakta dan pertimbangan tentang seberapa besar
keuntungan yang diperoleh dengan adanya perubahan tersebut. Contoh :
adanya kebiasaan merokok yang banyak terjadi di masyarakat, terutama
remaja, diperlukan peran perawat komunitas untuk memfasilitasi
perubahan dengan memberikan promosi kesehatan bahaya merokok
melalui media,seperti poster, leaflet, modul data kejadian kesakitan dan
kematian akibat merokok atau mengajak melihat langsung kondisi
korban akibat rokok. Dengan adanya fakta, diharapkan terjadi perubahan
pada individu.
- Normative reedukatif yaitu pertimbangan tentang keselarasan perubahan
dengan norma yang ada di masyarakat.
- Power coercive yaitu strategi perubahan yang menggunakan sanksi baik
politik maupun sanksi ekonomi. Misalnya sanksi terhadap perokok yang
merokok di tempat umum berupa denda atau kurungan.
3) First order and second order change
Menurut model ini first order bertujuan mengubah substansi atau isi di
dalam sistem, sedangkan pada second order, perubahan ditujukan pada
sistemnya.
Contoh : Adasnya resiko pergaulan bebas yang saat ini marak di kalangan
remaja,perawat komonitas perlu mengubah substansi yang ada dalam system
(frist order) seperti membentuk dan melihat kader kesehatan remaja (KKR)
di sekolah dan dimasyarakat, melakukan promosi kesehatan kepada siswa,
guru, orang tua dan masyarakat melakukan dukungan lintas –sektor dan
lintas-program kepada aparat terkait program melalui jaringan kemitraan,
dsb.selain itu ,diperlukan juga perubahan pada system (second order)
termasuk fasilitas yang ada, seperti menyediakan klinik remaja, revitalisasi
UKS di sekolah, kebijakan pemerintah terkait remaja, dsb.
Mengukur adanya perubahan masyarakat pada tingkat induvidu, dapat
diketahui dari tingkat kesadaran individu terhadap perubahan, bagaimana
individu mengerti tentang masalah yang dihadap, tingkat partisipasi individu,
dan adanyan perubahan dalam bentuk tingkah laku yang ditampilkan.
Adanya role model yang ada dimasyarakat dapat dijadikan pendorong untuk
mengubah norma dan praktik individu dalam perubahan masyarakat.
Pada tingkat masyarakat, perubahan lebih difokuskan pada kelompok
dan oeganisasi, termasuk adanya perubahan kebijakan yang berhubungan
dengan masalah yang terjadi di masyarakat, adanya dukungan dan partisipasi
dalam kegiatan masyarakat serta aktivitas lain yang berhubungan dengan
penyelesaian masalah. Perubahan dimasyarakat dapat dievaluasi melalui
pengembangan koalisi, partisipasi masyarakat dalam dukungan untuk
mencapai tujuan, dan perubahan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.
Setiap akan melakukan kegiatan dimasyarakat /implementasi
program,sebaiknya dibuat dahulu laporan pendahuluan (LP) kegiatan asuhan
keperawatan komonitas yang meliputi:
- Latar belakang yang berisi kriteria komonitas, data yang perlu dikaji lebih
lanjut terkait implementasi yang akan dilakukan,dan masalah keperawatan
komonitas yang terkait dengan implementasi saat ini.
- Proses keperawatan komonitas yang berisi diagnose keperawatan
komonitas, tujuan umum, dan tujuan khusus.
- Implementasi tindakan keperawatan, yang berisi topik kegiatan, target
kegiatan, metode, strategi kegiatan, media dan alat bantu yang
dipergunakan , waktu dan tempat pelaksanaan kegiatan,
pengorganisasian petugas kesehatan beserta tugas, susunan acara, setting
tempat acara.
- Kriteria evaluasi, yang berisi evaluasi struktur, evaluasi proses, dan
evaluasi hasil dengan menyebutkan target persentase pencapaian hasil
yang diinginkan.
Pelaksanaan kegiatan perkesmas, dilakukan berdasarkan POA
Perkesmas yang telah disusun. Pemantauan kegiatan perkesmas secara
berkala dilaksanakan oleh kepala puskesmas dan coordinator puskesmas
dengan melakukan diskusi tentang permasalahan yang dihadapi terkait
pelaksanaan perkesmas serta melakukan penilaian setia akhir tahun dengan
membandingkan hasil pelaksanaan kegiatan dengan rencana yang telah
disusun. Pembahasan masalah perkesmas dapat dilakukan dengan cara
mengadakan kegiatan :
- Lokakarya Mini Bulanan
Lokakarya mini bulanan dilakukan setian bulan di puskesmas, dihadiri
oleh staf puskesmas dan unit penunjangnya untauk membahas kinerja
internal puskesmas termasuk cakupan, mutu pembiayaan, masalah, dan
hambtan yang ditemui termasuk pelaksanaan perkesmas dan kaitanya
dengan masalah lintas program lainnya.
- Lokakarya Mini Tribulanan
Lokakarya mini tribulanan dilakukan setiap 3 bulan sekali, dipimpin oleh
camat dan dihadari oleh staf puskesmas dan unit penunjangnya, instansi
lintas- sektor tingkat kecamatan untuk membahas masalah dalam
pelaksanaan puskesmas termasuk perkesmas terkait dengan lintas – sektor
dan pemasalahan yang terjadi untuk mendapatkan penyelesaiannya.
- Refleksi Diskusi Kasus (RDK)
Refleksi diskusi kasus merupakan metode yang digunakan dalam
merefleksikan pengalaman dalam satu kelompok diskusi untuk berbagai
pengetahuan dan pengalaman yang didasarkan atas standar yang berlaku.
Proses diskusi ini memberikan ruang dan waktu bagi peserta diskusi untuk
merefleksikan pengalaman masing-masing serta kemampuannya tanpa
tekanan kelompok, terkondisi, setiap peserta saling mendukung, member
kesempatan belajar terutama bagi peserta yang tidak terbiasa dan kurang
percaya diri dalammenyampaikan pendapat (WHO.2003). RDK dilakukan
minimal seminggu sekali, dihadapi oleh perawat perkesmas di puskesmas
untuk membahas masalah teknis perkesmas.
Dalam pemberian asuhan keperawatan komonitas kepada individu /
kluarga / kelompok dan masyarakat agar pemahaman dan ketrampilan perawat
komonitas lebih meningkat. Adapun persyaratan metode RDK adalah:
- Kelompok terdiri atas 5-8 orang.
- Salah satu anggota kelompok berperan sebagai fasilitator, satu orang lagi
sebagai penyaji,dan sisanya sebagai peserta.
- Posisi fasilitator, penyaji, dan peserta lain dalam diskusi setara (equal).
- Kasus yang disajikan oleh penyaji merupakan pengalaman yang terkait
asuhan keperawatan di komonitas yang menarik untuk dibahas dan di
diskusikan, perlu penanganan dan pemecahan masalah.
- Posisi duduk sebaiknya melingkar tanpa dibatasi oleh meja atau benda
lainnya agar peserta dapat bertatapan dan berkomonikasi secara bebas.
- Tidak boleh ada interupsi dan hanya satu orang saja yang berbicara dalam
satu saat, peserta lainya memperhatiakan dan mendengarkan.
- Tidak diperkenakan ada dominasi, kritik yang dapat memojokkan peserta
lainnya.
- Peserta berbagi (sharing) pengalaman selama satu jam dan dilakukan secara
rutin.
- Setiap anggota secara bergiliran mendapat kesempatan sebagai fasilitator,
penyaji, dan anggota peserta diskusi.
- Selama diskusi, diusahakan agar tidak ada peserta yang tertekan atau
terpojok. Yang diharapkan justru dukungan dan dorongan dari setiap peserta
agar terbiasa menyampaikan pendapat mereka masing-masing.
g. Evaluasi Tindakan Keerawatan Komunitas
Evaluasi merupakan tahap akhir proses keperawatan. Evaluasi merupakan
sekumpulan informasi yang sistemik berkenaan dengan program kerja dan
efektivitas dari serangkaian program yang digunakan masyarakat terkait
program kegiatan, karakteristik, dan hasil yang telah dicapai (patton, 1986
dalam Helvie, 1998). Program evaluasi dilakukan untuk memberikan informasi
kepada perencanaan program dan pengambil kebijakan tentang efektivitas dan
efisiensi program. Evaluasi merupakan sekumpulan metode dan ketrampilan
untuk menentukan apakah program sudah sesuai dengan rencana dan tuntutan
masyarakat. Evaluasi digunakan untuk mengetahui beberapa tujuan yang
diharapkan telah tercapai dan apakah itervensi yang dilakukan efektif untuk
masyarakat setempat sesuai dengan kondisi dan situasi masyarakat, apakah
sesuai dengan rencana atau apakah dapat mengatasi masalah masyarakat.
Evaluasi ditunjukan untuk menjawab apa yang menjadi kebutuhan masyarakat
dan program apa yang dibutuhkan masyarakat, apakah media yang digunakan
tepat , ada tidaknya program perencanaan yang dapat di implementasikan,
apakah program dapat menjangkau masyarakat, siapa yang yang menjadi target
sasaran program, apakah program yang dilakukan dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat. Evaluasi juga bertujuan mengidentifikasi masalah dalam
perkembangan program dan penyelesaian. Program evaluasi dilaksanakan untuk
memastikan apakah ada hasil program sudah sejalan dengan sasaran dan tujuan,
memastikan biaya program sumber daya, dan waktu pelaksanaan program yang
telah dilakukan. Evaluasi juga diperlukan untuk memastikan apakah prioritas
program yang disusun sudah memenuhi kebutuhan masyarakat, dengan
membandingkan perbedaan program terkait keefektifannya.
Evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses, dan hasil. Evaluasi
program merupakan proses mendapatkan dan menggunakan informasi sebagai
dasar proses pengambilan keputusan, dengan cara meningkatkan pelayanan
kesehatan. Evaluasi proses difokuskan pada urutan kegiatan yang dilakukan
untuk mendapatkan hasil. Evaluasi hasil dapat diukur melalui perubahan
pengetahuan ( knowledge) , sikap ( attitude), dan perubahan prilaku masyarakat.
Evaluasi terdiri atas evaluasi formatif, menghasilkan informasi untuk
umpan balik selama program berlangsung. Sementara itu, evaluasi sumatif
dilakukan setelah program selesai dan mendapatkan informasi tentang
efektifitas pengambilan keputusan. Pengukuran efektifitas program dapat
dilakukan dengan cara mengevaluasi kesuksesan dalam pelaksanaan program.
Pengukuran efektivitas program dikomonitas dapat dilihat berdasarkan:
- Pengukuran komonitas sebagai klien. Pengukuran ini dilakukan dengan cara
mengukur kesehatan ibu dan anak, mengukur kesehatan komonitas.
- Pengukuran komonitas sebagai pengalaman Pembina hubungan. Pengukuran
dilakukan dengan cara melakukan pengukuran social dari determinan
kesehatan.
- Pengukuran komonitas sebagai sumber. Ini dilakukan dengan mengukur
tingkat keberasilan pada kluarga atau masyarakat sebagai sumber informasi
dan sumber intervensi kegiatan.
BAB III
APLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

A. Pengkajian
Mahasiswa Program Profesi Ners Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya melakukan asuhan keperawatan di Dusun III Desa Muara
Penimbung Uluyang dilaksanakan mulai dari tanggal 03 Januari 2018 sampai dengan
tanggal 23 Februari 2018. Asuhan keperawatan yang meliputi kegiatan-kegiatan
persiapan, pengkajian, perumusan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1. Persiapan
a. Persiapan Kemasyarakatan
Langkah awal yang dilakukan untuk mengenal Dusun III Desa Muara
Penimbung Ulu dilakukan dengan cara Winshield Survey yaitu dengan
mengelilingi wilayah kerja pada tanggal 03 Januari 2018. Mahasiswa melihat
batas-batas wilayah Dusun III sekaligus mengobservasi lingkungan fisik dan
juga melakukan wawancara. Wawancara dilakukan dengan berbagai pihak
seperti tokoh agama, tokoh adat, dan pejabat desa, kader posyandu, karang
taruna, serta beberapa masyarakat.
Pertemuan pertama adalah kegiatan forum komunitas yang dilaksanakan pada
hari sabtu, tanggal 05 Januari 2018. Pertemuan ini bertujuan untuk silaturahmi,
perkenalan, penyampaian maksud dan tujuan dari praktek keperawatan
komunitas yang dilakukan, dan mendiskusikan bersama tokoh masyarakat
seperti kepala desa, pemangku adat, pejabat desa, karang taruna, serta beberapa
masyarakat. Pertemuan ini bertujuan untuk mengidentifikasi masalah kesehatan
yang ada di masyarakat Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu dengan
mengadakan curah pendapat dan bekerja sama dengan masyarakat.
b. Persiapan Teknis
Persiapan teknis diawali dengan pertemuan antara mahasiswa dan masyarakat
Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu. Dari pertemuan forum komunitas
tersebut didapatkan masalah kesehatan yang terbagi dalam beberapa kelompok
usia meliputi balita, remaja, pasangan usia subur (PUS), lansia, serta kesehatan
lingkungan.
2. Pengkajian
a. Proses Pengkajian
Pengkajian selanjutnya dilakukan dengan mengumpulkan data dari masyarakat
dengan menggunakan instrumen berupa kuesioner. Langkah awal dimuali
dengan membuat kuesioner mencakup empat data inti meliputi histori dari
komunitas, demografi, vital statistik dan sistem nilai kepercayaan dan agama,
serta delapan subsistem meliput lingkungan fisik, kesehatan dan pelayanan
sosial, ekonomi, transportasi dan keamanan, politik dan pemerintahan,
komunikasi, pendidikan serta rekreasi. Empat data inti dan delapan sub sistem
diikuti dengan pertanyaan mengenai masing-masing kelompok usia (balita,
remaja, pasangan usia subur, lansia, serta kesehatan lingkungan). Mahasiswa
membagikan kuesioner pada masyarakat Dusun III pada tanggal 11 Januari
2018 – 12 Januari 2018 dan mengumpulkan kembali kelusioner pada tanggal 13
Januari 2018 dan tanggal 15 Januari 2018. Kuesioner tersebut lalu diolah
(tabulasi dan analisa) pada tanggal 16 Januari 2018.
Pengkajian selanjutnya dilakukan melalui Focus Group Discussion (FGD)
untuk mendapatkan gambaran tentang permasalah tiap kelompok usia. FGD
Balita dan Pasangan Usia Subur (PUS) dilaksanakan pada tanggal 17 Januari
2018 di PAUD Desa Muara Penimbung Ulu. FGD Remaja, Lansia dan
Kesehatan Lingkungan dilaksanakan pada tanggal 18 Januari 2018 di TPA
Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu.
b. Hasil Pengkajian
Data-data yang telah dianalisa kemudian divisualisasikan dalam bentuk diagram
yang selanjutnya disajikan dalam pertemuan Lokakarya Mini pada hari Jumat,
19 Januari 2018 pukul 14.00 WIB.
1) Profil Wilayah
Secara umum gambaran wilayah Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu
Kecamatan Indralaya Kabupaten Ogan Ilir.
Batas Wilayah Dusun III
Sebelah Timur :berbatasan dengan Kecamatan Pemulutan
Sebelah Barat :berbatasan dengan kecamatan Tanjung Batu
Sebelah Utara : berbatasan dengan Kec.Inderalaya Utara
Sebelah Selatan : berbatasan dengan kecamatan Inderalaya Selatan
2) Hasil Tabulasi Data
a) Data Inti
(1) Sejarah
(2) Data Demografi
Diagram 3.1 Persentase Jenis Kelamin Warga Dusun III
Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan hasil survey warga dengan jenis kelamin laki-laki


(52,7%) dan perempuan (47,3%)
Diagram 3.2 Persentase Umur Dusun III Desa Muara
Penimbung Ulu

Berdasarkan hasil survey didapatkan data umur warga dengan umur


38-60 tahun (28,8%), 19-35 tahun (27,2%), lebih dari 60 tahun
(12,3%), 6-12 tahun (11,3%), 0-5 tahun (10,3%)
Diagram 3.3 Persentase Pendidikan Kepala Keluarga Dusun
IIIDesa Muara Penimbung Ulu

Diagram di atas menunjukkan bahwa warga dengan pendidikan


terakhir kepala keluarga yaitu pendidikan SD (41,6%), pendidikan
SLTP (25,9%), SLTA dengan presentase (16,5%), tidak sekolah
(11,5%), SI (3,3%), dan diploma dengan presentase (0,8%)
Diagram 3.4 Persentase Pekerjaan Kepala Keluarga Dusun III
Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan hasil survey didapatkan data bahwa warga terbanyak


bekerja dengan tidak bekerja (39,9%), petani (20,2%), wiraswasta
(15,2%), pedagang (3,7%).
(3) Etnis
Diagram 3.5 Persentase Suku Dusun III Desa Muara
Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa warga dengan suku


sumatera (100%).
(4) Sistem Nilai/Norma/Kepercayaan
Diagram 3.6 Persentase Tempat Ibadah di Dusun III Desa
Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa tempat ibadah warga


yaitu masjid (100%).
Diagram 3.7 Persentase Nilai dan Keyakinan di Dusun III Desa
Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa nilai keyakinan


warga yaitu islam (100%).
b) Sub Sistem
(1) Faktor Lingkungan Fisik
Diagram 3.8 Persentase Jenis Bangunandi Dusun III Desa
Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas terdapat 45,5% jenis bangunan


keluarga merupakan dinding permanen. 29,8% non permanen dan
24,6% merupakan semi permanen.
Diagram 3.9 Persentase Status Rumahdi Dusun III Desa
Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas terdapat status rumah dengan milik


sendiri (94,7%) dan lain-lain (5,3%).
Diagram 3.10 Persentase Atap Rumah di Dusun III Desa
Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas didapatkan jenis atap rumah warga


yaitu genteng (94,2%), seng (10,5%) dan sirap (5,3%).
Diagram 3.11 Persentase Adanya Jendela Rumahdi Dusun III
Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas menunjukkan bahwa sebanyak 100%


keluarga memiliki jendela di ruang keluarga.
Diagram 3.12 Persentase Pencahayaan Rumah di Dusun III
Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas didapatkan pencahayaan rumah warga


dengan, baik (71,9%), cukup (24,5%), dan kurang (3,5%).
Diagram 3.13 Persentase Penerangan di Dusun III Desa Muara
Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas terdapat bahwa sebanyak 100 %


penerangan di dusun III desa muara penimbung ulu.
Diagram 3.14 Persentase Lantai Rumah di Dusun III Desa
Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas terdapat lantai rumah warga yaitu


papan (89,5%), plester (8,8%), dan ubin (1,8%) didapatkan
pencahayaan rumah warga dengan baik (71,9%), cukup (24,5%),
dan kurang (3,5%).
Diagram 3.15 Persentase Vektor yang Banyak di Sekitar
Rumah Warga di Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas terdapat vektor yang banyak dirumah


warga yaitu nyamuk (73,3%), lalat (12,3%), kecoa (7,0%), kucing
(5,3%), dan anjing (1,8%).
Diagram 3.16 Persentase Kebersihan Rumah di Dusun III
Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas didapatkan sebanyak 80,7% kebersihan


rumah bersih, cukup bersih (17,5%), dan tidak bersih (1,8%).
Diagram 3.17 Persentase Tempat Penyimpanan Air di Dusun
III Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas tempat penyimpanan air secara tertutup


(70,2%), dan terbuka (19,3%).
Diagram 3.18 Persentase Tempat Penampungan Air di Dusun
III Desa Muara Penimbung Ulu

Diagram diatas menunjukkan sebanyak 52,6% pengurasan tempat


penampungan air lebih dari 3 hari, kurangdari 3 hari (42,1% (, dan
tidak pernah dilakukan (5,3%).
Diagram 3.19 Persentase Penggunaan Air Minum di Dusun III
Desa Muara Penimbung Ulu
Diagram diatas menunjukkan sebanyak 50,9% menggunakan air
minum dengan masak sendiri, dan isi ulang (49,1%).
Diagram 3.20 Persentase Sumber Air Minum di Dusun III
Desa Muara Penimbung Ulu

Diagram diatas menunjukkan sebanyak 78,9% kualitas sumber air


tidak berbau tidak berasa tidak berwarna, berwarna (17,5%), berasa
dan lain-lain (1,8%).
Diagram 3.21 Persentase Sumber Air Minum di Dusun III
Desa Muara Penimbung Ulu

Diagram diatas menunjukkan sumber air minum untuk keperluan


rumah tangga warga didapatkan melalui sungai (50,9%), sumur gali
(42,1%), dan lain-lain (7,0%).
Diagram 3.22 Persentase Jarak Sumber Air Minum Dengan
Tempat Pembuangan Tinja di Dusun III Desa Muara
Penimbung Ulu

Diagram diatas menunjukkan jarak tempat pembuangan tinja lebih


dari 10 meter (80,7%), kurang dari 10 meter (19,3%).
Diagram 3.23 Persentase Cara Pembuangan Sampah di Dusun
III Desa Muara Penimbung Ulu

Diagram diatas menunjukkan cara pembungan sampah secara


dibakar (93,0%), disungai (3,5%), ditimbun dan sembarang
tempat(1,8%).
Diagram 3.24 Persentase Kepemilikan Kandang Ternak di
Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu

Diagram diatas menunjukkan sebanyak 70,2% memiliki kandang


ternak.
Diagram 3.25 Persentase Letak KandangTernak di Dusun III
Desa Muara Penimbung Ulu

Diagram diatas menunjukkan bahwa sebanyak 38,6% letak kandang


ternak ada diluar rumah, tidak ada kandang ternak (29,8%),
menempel rumah (26,3%), dan didalam rumah (5,3%).
Diagram 3.27 Persentase Pemanfaatan KotoranTernak di
Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu

Diagram diatas menunjukkan cara pemanfaatan kotoran ternak


degan ditmbun (36,85), ditampung (17,5%), lain-lain (8,8%),
dibuang sembarang tempat(7,0%).
Diagram 3.28 Persentase KepemilikanTempat Pembuangan
Tinja di Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu

Diagram diatas menunjukkan sebanyak 89,5% memiliki tempat


pembuangan tinja.
Diagram 3.29 Persentase Tempat Keluarga Melakukan
Pembuangan Air Besar di Dusun III Desa Muara Penimbung
Ulu

Diagram diatas menunjukkan tempat pembungan air besar


menggunakan wc jongkok (86,0%), sungai (12,3%), dan jamban
cemplung (1,8%).
(2) Pelayanan Kesehatan dan Sosial
Diagram 3.30 Persentase Cara Mengatasi Masalah Kesehatan
di Dusun II Desa Muara Penimbung Ulu

Diagram diatas menunjukkan cara mengatasi masalah kesehatan


dengan cara berobat kepuskesmas (43,9%), berobat keperawat atau
bidan (21,1%), tidak mengatasi masalah (19,3%), berobat ke RS
(10,5%), berobat kedokter umum (1,8 %), berobat kedokter
spesialis(1,8%), berobat sendiri (1,8%).
Diagram 3.31 Persentase Penyebab Kematian Keluarga yang
Meninggal Satu Tahun Terakhir di Dusun III Desa Muara
Penimbung Ulu

Diagram diatas menunjukkan penyebab kematian keluarga yaitu


penyakit kronis (14,0%), penyakit lain (3,5%).
(3) Ekonomi
Diagram 3.32 Persentase Penghasilan Rata-Rata Keluarga
Setiap Bulan di Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu
Diagram diatas menunjukkan persentase penghasilan rata-rata
keluarga dengan pendapatan kurang dari Rp.1.920.000 ( 78,9%),
pendapatan diatas Rp.1.920.000 (21,1%).
Diagram 3.33 Persentase Jaminan Kesehatan yang Digunakan
Keluarga di Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu

Diagram diatas menunjukkan jenis jaminan kesehatan yang


digunakan menggunakan asuransi Kesehatan (askes) (45,6%),
surat keterangan tidak mampu (36,8%), lain-lain (17,6%).
(4) Transportasi dan Keamanan
Diagram 3.34 Persentase Sarana Transportasi Umum di
Dusun II Desa Muara Penimbung Ulu

Diagram diatas menunjukkan jenis sarana transfortasi yang


digunakan masyarakat yaitu Kendaraan sendiri (57,9%), angkutan
umum (22,8%), bentor (17,5%), Bus (1,8%).
Diagram 3.35 Persentase Penduduk Merasa Aman Tinggal di
Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu

Diagram diatas menunjukkan persentase warga merasakan aman


tinggal diwilayah sebanyak 87,7%.
(5) Politik dan Pemerintahan
Diagram 3.36 Persentase Masyarakat Terlibat Dalam
Pembuatan Keputusan Pemerintah Daerah di Dusun III
Desa Muara Penimbung Ulu

Diagram diatas menunjukkan persentase ada keterlibatan warga


dalam pembuatan keputusan dipemerintahan sebanyak 78,9%.
(6) Komunikasi
Diagram 3.37 Persentase Media Informasi yang Digunakan
masyarakat untuk memperoleh informasi tentang kesehatan di
Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu

Diagram diatas menunjukkan media informasi yang digunakan


masyarakat untuk memperoleh informasi tentang kesehatan,
televise (61,4%), edaran dari desa (14%), dan penyuluhan
dipuskesmas (24,6%).
Diagram 3.38 Persentase Cara Masyarakat Menyampaikan
Informasi di Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu

Diagram diatas menunjukkan cara atau media yang digunakan


masyarakat untuk menyampaikan informasi pada warga
menggunakan undangan (38,6%), bertemu (21,1%), menggunakan
toa pengeras suara (21,1%). telepon (17,5%), kentongan (1,8%),
Diagram 3.39 Persentase ada tidaknya Tempat berkumpul di
Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu

Diagram diatas menunjukkan sebanyak 93,0% memiliki fasilitas


tempat berkumpul atau bermusyawarah warga.
(7) Pendidikan
Diagram 3.40 Persentase Institusi Pendidikan di Dusun III
Desa Muara Penimbung Ulu

Diagram diatas menunjukkan terdapat institusi pendidikan (100%).


(8) Rekreasi
Diagram 3.41 Persentase Kegiatan yang Dilakukan Keluarga
Ketika Tidak Bekerja di Dusun III Desa Muara Penimbung
Ulu

Diagram diatas menunjukkan kegiatan yang dilakukan warga


ketika tidak sedang bekerja dengan cara beristirahat dirumah
(70,2%), menonton televise (28,1%) pergi berlibur (1,8%).
c) Tabulasi Per Agregat
(1) Masalah Maternal Atau Kesehatan Ibu dan KB
Diagram 3.42 Persentase Anggota Keluarga yang Sedang
Hamil di Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu
Berdasarkan diagram diatas dari 243 jiwa di Dusun III Desa Muara
Penimbung Ulu, terdapat 3 orang ibu hamil dengan presentase
12,3%.
Diagram 3.43 Persentase Ibu Hamil yang Melakukan
Pemeriksaan Kehamilan di Dusun III Desa Muara Penimbung
Ulu

Berdasarkan diagram di atas menunjukkan bahwa 3 dari 3 ibu hamil


melakukan pemeriksaan kehamilan (14,0%).
Diagram 3.44 Persentase Imunisasi TT Ibu Hamil di Dusun III
Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas terdapat status imunisasi TT ibu hamil


tidak lengkap mendapatkan imunisasi TT (7,0%), lengkap dan tidak
lengkap (3,5%)
Diagram 3.45 Persentase Ibu Hamil Mengonsumsi Zat Besi di
Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas terdapat ibu hamil tidak


mengkomsumsi tablet zat besi (8,7%), dan ada yang
mengkomsumsi tamblet zat besi (5,3%).
Diagram 3.46 Persentase Ibu Hamil yang Mengonsumsi Gizi
Seimbang di Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas menunjukkan sebanyak 8,8% gizi


seimbang ibu hamil.
Diagram 3.47 Persentase Ibu Hamil yang Memiliki KMS di
Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas menunjukkan tidak memiliki KMS ibu


hamil sebanyak 10,5%.
Diagram 3.48 Persentase Ibu Hamil yang Melakukan Senam
Hamil di Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas menunjukkan tidak terdapat ibu hamil


melakukan senam (14,0%).
Diagram 3.49 Persentase Ibu Hamil yang Melakukan
Perawatan Payudara di Dusun III Desa Muara Penimbung
Ulu

Berdasarkan diagram diatas didapatkan ibu yang melakukan


perawatan payudara saat hamil (8,8%) dan tidak melakukan
perawatan payudara saat hamil (7,0%).
(a) Ibu Menyusui
Diagram 3.50 Persentase Ibu Menyusui di Dusun III Desa
Muara Penimbung Ulu
Diagram diatas menunjukkan sebanyak 94,2% tidak ada ibu
menyusui dalam keluarga.
Diagram 3.51 Persentase Ibu Menyusui Mengetahui
Tentang ASI Eksklusif di Dusun III Desa Muara
Penimbung Ulu

Diagram diatas menunjukkan 8,8% tidak mengetahui tentang


ASI Eksklusif dan mengetahui tentang ASI Eksklusif (7,0%).
Diagram 3.52 Persentase Ibu Menyusui yang Memberikan
ASI Eksklusif di Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu

Diagram diatas didapat hasil bahwa 14,0% ibu memberikan ASI


Eksklusif.
Diagram 3.53 Persentase Ibu Menyusui yang Mengetahui
Posisi Menyusui yang Benar di Dusun III Desa Muara
Penimbung Ulu

Diagram diatas didapatkan bahwa ibu mengetahui posisi


menyusui yang benar (8,8%).
Diagram 3.54 Persentase Ibu Menyusui mengetahui Gizi
Ibu Menyusui di Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu

Diagram diatas menunjukkan sebanyak 8,8% ibu menyusui


mengetahui kebutuhan gizi ibu menyusui.
(b) Ibu Nifas
Diagram 3.55 Persentase Ibu Nifas di Dusun III Desa
Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas terdapat 2 orang (3,5%) pada warga


memiliki ibu nifas.
Diagram 3.56 Persentase Penolong Persalinan Ibu Nifas di
Dusun II Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas menunjukkan dari 2 irang ibu nifas


melakukan penolong persaling dengan menggunakan dukun
(3,5%).
Diagram 3.57 Persentase Masalah Pada Ibu Nifas di Dusun
II Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas menunjukkan 1,8% masalah ibu


nifas yaitu infeksi dan pembengkakan payudara.
Diagram 3.58 Persentase Pasangan Usia Subur di Dusun III
Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas terdapat pasangan usia subur


(35,1%).
Diagram 3.59 Persentase Kontrasepsi yang Dipakai
Pasangan Usia Subur di Dusun III Desa Muara Penimbung
Ulu

Berdasarkan diagram diatas menunjukkan 66,7% tidak


menggunakan kontrasepsi yang dipakai pasangan usia subur
dan menggunakan kontrasepsi (33,3%)
Diagram 3.60 Persentase Jenis Kontrasepsi di Dusun III
Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas didapatkan menggunakan


kontrasepsi yaitu suntik (28,1%) dan pil (5,3).
Diagram 3.61 Persentase Tempat Melakukan Kontrasepsi
di Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas menunjukkan tempat melakukan


kontrasepsi di puskesmas (17,5%) dan praktik bidan (15,8%).
(2) Masalah Bayi dan Balita
Diagram 3.62 Persentase Kematian Bayi/Balita Pada Satu
Tahun Terakhir di Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan Diagram diatas menunjukkan bahwa tidak ada


kematian bayi dalam periode satu tahun terakhir.
Diagram 3.63 Persentase Bayi di Dusun III Desa Muara
Penimbung Ulu

Berdasarkan Diagram diatas menunjukkan persentase bayi di Desa


Muara Penimbung Ulu sebanyak (3,5%)
Diagram 3.64 Persentase Jumlah Kunjungan Ke Posyandu
Balita di Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan Diagram diatas menunjukkan persentase kunjungan


Balita keposyandu sebanyak (14,0%), kadang-kadang (12,3%).
Diagram 3.65 Persentase Jumlah Balita yang Memiliki KMS di
Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan Diagram diatas menunjukkan persentase Balita yang


memiliki KMS sebanyak (24,6%), dan tidak memiliki KMS
sebanyak (3,5%).
Diagram 3.66 Persentase Jumlah Balita yang MPASI di Dusun
III Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan Diagram diatas menunjukkan persentase Balita yang


mendapatkan MPASI sebanyak (26,3%), dan tidak mendapatkan
MPASI sebanyak (3,5%).
Diagram 3.67 Persentase Jumlah Balita yang Mendapatkan
Imuniasi di Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan Diagram diatas menunjukkan persentase Balita yang


mendapatkan Imunisasi lengkap sebanyak (31,6%).
Diagram 3.68 Persentase Jumlah Balita yang Mendapatkan
Vitamin A di Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan Diagram diatas menunjukkan persentase Balita yang


mendapatkan Vitamin A sebanyak (31,6%).
Diagram 3.69 Persentase Jumlah Balita Sakit di Dusun III
Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan Diagram diatas menunjukkan persentase Balita yang


tidak mengalami sakit sebanyak (17,5%) dan tidak mengalami
sakit sebanyak (10,5)%.
Diagram 3.70 Persentase Jenis Penyakit yang Diderita
Bayi/ Balita di Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan Diagram diatas menunjukkan persentase jenis


Penyakit yang paling sering diderita Balita (ISPA) sebanyak
(14,0%).
Diagram 3.71 Persentase Tindakan Yang Dilakukan Jika
Bayi/ Balita Mengalami Sakit di Dusun III Desa Muara
Penimbung Ulu

Berdasarkan Diagram diatas menunjukkan tindakan yang


dilakukan apabila Balita Sakit yaitu membawa ke sarana pelayanan
kesehatan sebanyak (10,5%), dan diobati sendiri sebanyak (3,5%).
(3) Usia Sekolah
Diagram 3.72 Persentase Usia Sekolah di Dusun III Desa
Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas menunjukkan sebanyak 40,4%


memiliki usia sekolah.
Diagram 3.73 Persentase Status Gizi Anak Usia Sekolah di
Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas didapatkan memiliki status gizi anak


usia sekolah dengan baik (29,8%), cukup (7,0%), dan kurang
(5,3%).
Diagram 3.74 Persentase Pola Makan Anak Usia Sekolah di
Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu
Berdasarkan diagram diatas menunjukkan pola makan pada anak
usia sekolath teratur (29,8%) dan tidak teratur (12,3%).
Diagram 3.75 Persentase Kebiasaan Anak Usia Sekolah di
Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas didapatkan tidak membiasakan makan


pada anak usia sekolah (40,4%), dan 5,3% membiasakan makan.
Diagram 3.76 Persentase Jenis Makanan Anak Usia Sekolah di
Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu
Berdasarkan diagram diatas jenis makanan pada anak usia
sekolah yaitu kuantitas (28,1%) dan proporsi (28,1%).

Diagram 3.77 Persentase Anak Usia Sekolah yang


Mendapatkan Imunisasi Boster di Dusun III Desa Muara
Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas menunjukkan sebanyak 31,6% tidak


mendapatkan imunisasi boster dan 12,3% mendapaktkan
imunisasi boster.
Diagram 3.78 Persentase Anak Usia Sekolah yang Sakit di
Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas didapatkan tidak ada anak usia


sekolah yang sakit (21,1%) dan ada anak usia sekolah yang
sakit (17,5%).

Diagram 3.79 Persentase Jenis Penyakit Anak Usia


Sekolah di Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas terdapat jenis penyakit anak usia


sekolah yaitu ISPA (14,0%), lain-lain (3,5%), dan kulit
(1,8%).
Diagram 3.80 Persentase Penanganan Anak Usia Sekolah
yang Sakit di Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu
Berdasarkan diagram diatas menunjukkan penanganan anak usia
sekolah jika sakit dengan cara ke puskesmas (12,3%), di obat
sendiri (3,5%), dan ke bidan (1,8%).
(4) Remaja
Diagram 3.81 Persentase Remaja Menstruasi di Dusun III
Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas didapatkan remaja mengalami


menstruasi sebanyak (21,1%), dan belum mengalami menstruasi
(10,5%).
Diagram 3.82 Persentase Keluhan Remaja di Dusun III Desa
Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas didapatkan keluhan remaja menstruasi


sebanyak (21,1%), dan belum mengalami menstruasi (10,5%).
Diagram 3.83 Persentase Remaja yang Mengikuti Organisasi
di Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas didapatkan remaja yang mengikuti


organisasi di dusun III yaitu mengikuti organisasi (19,3%), dan
tidak mengikuti organisasi (10,5%).
Diagram 3.84 Persentase Alasan Remaja yang Tidak
Mengikuti Organisasi di Dusun III Desa Muara Penimbung
Ulu

Berdasarkan diagram diatas didapatkan alasan remaja tidak


mengikuti organisasi di dusun III yaitu tidak ada waktu (8,8%),
dan tidak ada wadah (1,8%), dan lain-lain (3,5%).
Diagram 3.85 Persentase Pengtahuan Remaja Mengenai
Fungsi Reproduksi di Dusun II Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas didapatkan pengtahuan remaja


mengenai fungsi reproduksi yaitu mengetahui tentang fungsi
reproduksi (17,5%), dan tidak mengetahui tentang fungsi
reproduksi (15,8%).
Diagram 3.86 Persentase Pengetahuan Remaja tentang
Penyakit Menular Seksual (PMS) di Dusun III Desa Muara
Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas didapatkan pengetahuan remaja


tentang penyakit menular seksual (PMS) yaitu mengetahui tentang
PMS (17,5%), dan tidak mengetahui tentang PMS (15,8%).
Diagram 3.87 Persentase Penyimpangan Perilaku Remaja di
Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas didapatkan penyimpangan perilaku


remaja yaitu tidak mengalami penyimpangan perilaku (26,3%),
dan tidak mengalami penyimpangan perilaku (1,8%).
(1) Pre Menopouse
Diagram 3.88 Persentase Ibu yang Sudah Menoupose di Dusun
III Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas didapatkan ibu yang sudah


menoupause di dusun III yaitu sebanyak 24,6 %.
Diagram 3.89 Persentase Ibu Mengalami Keluhan Menoupose
di Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas didapatkan ibu mengalami keluhan


menoupose yaitu mengalami keluhan menoupose (12,3%), dan
tidak mengalami keluhan menoupose (12,3%).
Diagram 3.90 Persentase Jenis Keluhan Menoupose di Dusun
III Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas didapatkan jenis keluhan menoupose


yaitu nyeri sendi (17,5%), dan muka kemerahan (1,8%).
Diagram 3.91 Persentase Yang dilakukan bila ada Keluhan
Menoupose di Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas didapatkan yang dilakukan bila ada


keluhan menoupose yaitu dibiarkan (78,9%), dan kepelayanan
kesehatan (15,0%).
6) Lansia

Diagram 3.92 Persentase Lansia di Keluarga di Dusun III Desa


Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas didapatkan lansia di keluarga yaitu


terdapat lansia (73,7%), dan tidak terdapat lansia (26,3%).
Diagram 3.93 Persentase Usia Lansia di Keluarga di Dusun III
Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas didapatkan usia lansia di keluarga di


dusun III yaitu umur 46-55 tahun (24,6%), umur 56-65 tahun
(24,6%), dan umur 65 tahun ke atas (24,6%).
Diagram 3.94 Persentase Lansia yang Menderita Penyakit di
Keluarga di Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas didapatkan lansia yang menderita


penyakit di keluarga yaitu menderita penyakit (64,9%), dan tidak
menderita penyakit (8,8%).
Diagram 3.95 Persentase Jenis Penyakit Lansia di Keluarga di
Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas didapatkan jenis penyakit pada lansia


yaitu rematik (33,3%), hipertensi (19,3%), osteoporosis (1,8%),
stroke (1,8%), penyakit kulit (1,8%), dan lain-lain (3,5%).
Diagram 3.96 Persentase apa yang di lakukan Lansia ketika
sakit di Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas didapatkan yang di lakukan lansia


ketika sakit di dusun III yaitu berobat ke sarana kesehatan (38,6%),
di obati sendiri (10,5%),berobat ke dukun (7,0%), dan tidak di
obati (5,3%).
Diagram 3.97 Persentase Kelompok Lansia di Dusun III Desa
Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas didapatkan kelompok lansia di dusun


III yaitu ada kelompok lansia (50,9%), dan tidak ada kelompok
lansia (19,3%).
Diagram 3.98 Persentase Kegiatan Lansia di Dusun III Desa
Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas didapatkan kegiatan lansia yaitu


pengajian (31,6%), arisan (7,0%), olahraga (1,8%), dan lain-lain
(15,8%).
Diagram 3.99 Persentase Alasan Lansia tidak Mengikuti
Kegiatan di Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas didapatkan alasan lansia tidak


mengikuti kegiatan di dusun III yaitu tidak tahu manfaatnya
(21,1%), dan lain-lain (14,0%), dan alasan geografis (3,5%).
Diagram 3.100 Persentase Posyandu Lansia di Dusun III Desa
Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas didapatkan posyandu lansia yaitu ada


(42,1%), dan tidak (28,1%).
Diagram 3.101 Persentase Lansia yang memiliki KMS di Dusun
III Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas didapatkan lansia yang memiliki KMS


yaitu tidak memiliki KMS (54,4%), dan memiliki KMS (15,8%).
Diagram 3.102 Persentase Alasan Lansia Tidak Memiliki KMS
di Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas didapatkan alasan lansia tidak


memiliki KMS yaitu tidak tahu (26,3%), tidak perlu (8,8%), tidak
ada saran (8,8%), dan lain-lain (3,5%).
Diagram 3.103 Persentase Kader Posyandu Lansia di Dusun
III Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas didapatkan kader posyandu lansia


yaitu tidak terdapat kader posyandu (40,0%), dan terdapat kader
posyandu (28,1%).
Diagram 3.104 Persentase Lansia Rutin Melakukan
Pemeriksaan Kesehatannya di Dusun III Desa Muara
Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas didapatkan lansia rutin melakukan


pemeriksaan kesehatannya yaitu melakukan pemeriksaan (49,1%)
dan tidak melakukan pemeriksaan (21,1%).

Diagram 3.105 Persentase Lansia Melakukan Pemeriksaan


Kesehatannya di Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas didapatkan lansia melakukan


pemeriksaan kesehatannya yaitu puskesmas (31,6%), posyandu
(14,0%), bidan/perawat (10,5%), dokter (7,0%) dan rumah sakit
(1,8%).
Diagram 3.106 Persentase Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari
Lansia di Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas didapatkan pemenuhan kebutuhan


sehari-hari lansia yaitu mandiri (43,9%), dengan bantuan minimal
(14,0%) dan dengan bantuan penuh (14,0%).

Diagram 3.107 Persentase Perilaku Tidak Sehat Lansia di


Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas didapatkan perilaku tidak sehat lansia


yaitu merokok (38,6%), konsumsi makanan tertentu (21,1%) dan
lain-lain (10,5%).
7) Kesehatan Jiwa
Diagram 3.108 Persentase Keluarga Yang Mengalami Gangguan
Jiwa di Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas didapatkan keluarga yang mengalami


gangguan jiwa di dusun III yaitu sebanyak (1,8%).

Diagram 3.109 Persentase Keluarga yang Menerima Informasi


Gangguan Jiwa di Dusun III Desa Muara Penimbung Ulu

Berdasarkan diagram diatas didapatkan keluarga yang menerima


informasi gangguan jiwa yaitu tidak mendapat informasi (1,8%), dan
tidak ada yang gangguan jiwa (98,2%).

Anda mungkin juga menyukai