Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN


PNEUMONIA

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. DEFINISI
Pneumonia adalah salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan
bawah akut dengan gejala akut dan disertai dengan sesak nafas yang
disebabkan agen infeksius seperti virus, bakteri,mycoplasma (fungi), dan
aspirasi substansi asing, berupa radang paru-paru yang disertai dengan
eksudasi dan konsolidasi (NANDA NIC NOC,2013).
Pneumonia adalah inflamasi atau infeksi pada parenkim paru.
Pneumonia disebabkan oleh satu atau lebih agens berikut virus, bakteri
(mikoplasma), fungi, parasit, atau aspirasi zat asing. (Cecily Lynn dan Linda
A. Sowden, 2009).
Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat
konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat.
Pertukaran gas tidak dapat berlangsung pada daerah yang mengalami
konsolidasi dan darah dialirkan kesekitar alveoli yang tidak berfungsi.
Hipoksia dapat terjadi tergantung banyaknya jaringan paru-paru yang sakit
(Irman Somantri, 2008).
Pneumonia adalah proses peradangan pada parenkim paru-paru, yang
biasanya dihubungkan dengan meningkatnya cairan pada alveoli (Santa
Manurung, 2009).
Pneumonia adalah proses inflamasi parenkim paru yang terdapat
konsolidasi dan terjadi pengisian rongga alveoli oleh eksudat yang dapat
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda – benda asing (Arif Muttaqin,
2008).
Sehinga dapat disimpulkan bahwa pneumonia adalah suatu inflamasi
atau infeksi saluran pernafasan bawah ( parenkim paru) dimana terdapat
konsolidasi dan pengisian rongga alveoli oleh eksudat yang dapat disebabkan
oleh virus, bakteri,mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi asing.

2. ETIOLOGI
1. Faktor Infeksi
Pada neonates: Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).
Pada bayi :
a) Virus : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,
Cytomegalovirus.
b) Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
c) Bakteri: Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,
Mycobacterium tuberculosa, Bordetella pertusis.
Pada anak-anak :
a) Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV
b) Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
c) Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosis
Pada anak besar – dewasa muda :
a) Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis
b) Bakteri: Pneumokokus, Bordetella pertusis, M. tuberculosis
2. Faktor Non Infeksi.
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :
a) Pneumonia hidrokarbon :
Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde
lambung (zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
b) Pneumonia lipoid :
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara
intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu
mekanisme menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan
posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak
ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung
pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang
mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya
seperti susu dan minyak ikan.
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk
terjadinya bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-
penderita penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang
belum berkembang pada bayi dan anak merupakan faktor predisposisi
terjadinya penyakit ini.
Banyak faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya
pneumonia pada balita (Depkes, 2004), diantaranya :
a. Faktor risiko yang terjadi pada balita
Salah satu faktor yang berpengaruh pada timbulnya pneumonia dan berat
ringannya penyakit adalah daya tahan tubuh balita. Daya tahan tubuh
tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya :
1) Status gizi
Keadaan gizi adalah faktor yang sangat penting bagi timbulya
pneumonia. Tingkat pertumbuhan fisik dan kemampuan imunologik
seseorang sangat dipengaruhi adanya persediaan gizi dalam tubuh dan
kekurangan zat gizi akan meningkatkan kerentanan dan beratnya infeksi
suatu penyakit seperti pneumonia.
2) Status imunisasi
Kekebalan dapat dibawa secara bawaan, keadaan ini dapat dijumpai
pada balita umur 5-9 bulan, dengan adanya kekebalan ini balita
terhindar dari penyakit. Dikarenakan kekebalan bawaan hanya bersifat
sementara, maka diperlukan imunisasi untuk tetap mempertahankan
kekebalan yang ada pada balita (Depkes RI, 2004). Melalui imunisasi
diharapkan dapat mengurangi kesakitan dan kematian penyakit pada
balita. Imunisasi yang dapat diberikan yaitu DPT (untuk mencegah
terjadinya batuk rejan/100 hari/pertusis), campak (untuk kekebalan
terhadap pneumonia dengan mencegah virus campak masuk ke paru-
paru), influensa, Hib, dan pneumokokus (agar kebal dari kuman
pneumonia).
3) Pemberian ASI (Air Susu Ibu)
Asi yang diberikan pada bayi hingga usia 6 bulan selain sebagai bahan
makanan bayi juga berfungsi sebagai pelindung dari penyakit dan
infeksi, karena dapat mencegah pneumonia oleh bakteri dan virus.
Riwayat pemberian ASI yang buruk menjadi salah satu faktor risiko
yang dapat meningkatkan kejadian pneumonia pada balita.

4) Umur Anak
Umur merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian
pneumonia. Risiko untuk terkena pneumonia lebih besar pada anak
umur dibawah 2 tahun dibandingkan yang lebih tua, hal ini dikarenakan
status kerentanan anak di bawah 2 tahun belum sempurna dan lumen
saluran napas yang masih sempit.
5) Faktor Lingkungan
Lingkungan khususnya perumahan sangat berpengaruh pada
peningkatan resiko terjadinya pneumonia. Perumahan yang padat dan
sempit, kotor dan tidak mempunyai sarana air bersih menyebabkan
balita sering berhubungan dengan berbagai kuman penyakit menular
dan terinfeksi oleh berbagai kuman yang berasal dari tempat yang kotor
tersebut (Depkes RI, 2004).
6) Polusi Udara
Pencemaran udara yang terjadi di dalam rumah umumnya disebabkan
oleh polusi di dalam dapur. Asap dari bahan bakar kayu merupakan
faktor risiko terhadap kejadian pneumonia pada balita. Polusi udara di
dalam rumah juga dapat disebabkan oleh karena asap rokok, kompor
gas, alat pemanas ruangan dan juga akibat pembakaran yang tidak
sempurna dari kendaraan bermotor.

3. PATOFISIOLOGI
Ketika mikroorganisme penyebab pneumonia berkembang biak,
mikroorganisme tersebut mengeluarkan toksin yang mengakibatkan
peradangan pada jaringan paru yang dapat menyebabkan kerusakan pada
membran mukus alveolus. hal tersebut dapat memicu perkembangan edema
paru dan eksudat yang mengisi alveoli sehingga mengurangi luas permukaan
alveoli untuk pertukaran karbon dioksida dan oksigen. Peradangan mungkin
terfokus hanya pada satu lobus atau tersebar di beberapa bagian paru, jika
hanya terfokus pada satu lobus disebut lobar pneumonia. Sedangkan secara
umum, pneumonia yang lebih serius disebut bronchopneumonia yang lebih
sering terjadi akibat infeksi nosokomial pada pasien yang mengalami
hospitalisasi (Linda S. Williams & Paula D, 2007).
Pneumonia terjadi bila satu atau lebih mekanisme diatas mengalami
gangguan sehingga kuman patogen dapat mencapai saluran nafas bagian
bawah. Inokulasi patogen penyebab pada saluran nafas menimbulkan respon
inflamasi akut pada pejamu yang berbeda sesuai dengan patogen
penyebabnya.
Virus akan menginvasi saluran nafas kecil dan alveoli, umumnya
bersifat patchy dan mengenai banyak lobus. Pada infeksi virus ditandai lesi
awal berupa kerusakan silia epitel dengan akumulasi debris ke dalam lumen.
Respon inflamasi awal adalah infiltrasi sel-sel mononuclear ke dalam
submukosa dan perivaskular. Sejumlah kecil sel-sel PMN akan didapatkan
dalam saluran nafas kecil. Bila proses ini meluas, dengan adanya sejumlah
debris dan mukus serta sel-sel inflamasi yang meningkat dalam saluran nafas
kecil maka akan menyebabkan obstruksi baik parsial maupun total. Respon
inflamasi ini akan diperberat dengan adanya edema submukosa yang mungkin
bisa meluas ke dinding alveoli. Respon inflamasi di dalam alveoli ini juga
seperti yang terjadi pada ruang interstitial yang terdiri dari sel-sel
mononuklear. Proses infeksi yang berat akan mengakibatkan terjadinya
denudasi (pengelupasan) epitel dan akan terbentuk eksudat hemoragik.
Infiltrasi ke interstitial sangat jarang menimbulkan fibrosis. Pneumonia viral
pada anak merupakan predisposisi terjadinya pneumonia bakterial oleh karena
rusaknya barier mukosa.
Pneumonia bakterial terjadi oleh karena inhalasi atau aspirasi patogen,
kadang-kadang terjadi melalui penyebaran hematogen. Terjadi tidaknya proses
pneumonia tergantung dari interaksi antara bakteri dan ketahanan sistem
imunitas pejamu. Ketika bakteri dapat mencapai alveoli maka beberapa
mekanisme pertahanan tubuh akan dikerahkan. Saat terjadi kontak antara
bakteri dengan dinding alveoli maka akan ditangkap oleh lapisan cairan
epithelial yang mengandung opsonin dan tergantung pada respon imunologis
penjamu akan terbentuk antibodi immunoglobulin G spesifik. Dari proses ini
akan terjadi fagositosis oleh makrofag alveolar (sel alveolar tipe II), sebagian
kecil kuman akan dilisis melaui perantaraan komplemen. Mekanisme seperti
ini terutama penting pada infeksi oleh karena bakteri yang tidak berkapsul
seperti streptococcus pneumoniae. Ketika mekanisme ini tidak dapat merusak
bakteri dalam alveolar, leukosit PMN dengan aktifitas fagositosisnya akan
direkrut dengan perantaraan sitokin sehingga akan terjadi respon inflamasi.
Hal ini akan mengakibtkan terjadinya kongesti vascular dan edema yang luas,
dan hal ini merupakan karakteristik pneumonia oleh karena pneumokokus.
Kuman akan dilapisis oleh cairan edematus yang berasal dari alveolus ke
alveolus melalui pori-pori kohn. Area edematus ini akan membesar secara
sentrifugal dan akan membentuk area sentral yang terdiri dari eritrosit, eksudat
purulen (fibrin, sel-sel lekosit PMN) dan bakteri. Fase ini secara histopatologi
dinamakan hepatisasi merah.
Tahap selanjutnya adalah hepatisasi kelabu yang ditandai dengan
fagositosis aktif oleh lekosit PMN. Pelepasan komponen dinding bakteri dan
pneumolisin melalui degradasi enzimatik akan meningkatkan respon inflamasi
dan efek sitotoksik terhadap semua sel-sel paru. Proses ini akan
mengakibatkan kaburnya struktur seluler paru.
Resolusi kosolidasi pneumonia terjadi ketika antibody antikapsular
timbul danleukosit PMN meneruskan aktifitas fagositositnya: sel-sel monosit
akan membersihkan debris. Sepanjang struktur reticular paru masih intak
(tidak terjadi keterlibatan intestinal). Parenkim paru akan lebih sempurna dan
perbaikan kapiler alveolar terjadi setelah terapi berhasil. Pembentukan
jaringan paru pada paru minimum.
Pada infeksi yang disebabkan Staphylococcus aureus, kerusakan
jarinngan disebabkan oleh berbagai enzim dan toksin yang dihasilkan oleh
kuman. Perlekatan Staphylococcus aureus pada sel mukosa melalui teicoic
acid yang terdapat di dinding sel dan paparan di submukosa akan
meningkatkan adhesi dari fibrinogen, fibronektin, kolagen dan protein yang
lain. Strain yang berbeda dari Staphylococcus aureus akan menghasilkan
factor-faktor yang virulensi yang berbeda pula. Dimana factor virulensi
tersebut mempunyai satu atau lebih kemampuan melindungi kuman dari
pertahanan tubuh penjamu, melokalisir infeksi, menyebabkan kerusakan
jaringan yang local dan bertindak sebagai toksin yang mempengaruhi jaringan
yang tidak terinfeksi. Beberapa strain Staphylococcus aureus menghasilkan
kapsul polisakarida atau slime layer yang akan berinteraksi dengan
opsonofagositosis. Penyakit yang serius sering disebabkan Staphylococcus
aureus yang memproduksi koagulase. Produksi coagulase dan clumping factor
akan menyebabkan plasma menggumpal melalui interaksi dengan fibrinogen
dimana hal ini berperan penting dalam melokalisasi infeksi (contoh:
pembentukan abses, pneumatosel). Beberapa strain Staphylococcus aureus
akan membentuk beberapa enzim seperti catalase (meng-nonaktifkan
hydrogen peroksida, meningkatkan ketahanan intraseluler kuman)
pennicilinase atau β lactamase (menonaktifkan penisilin pada tingkat
molecular dengan membuka cincin beta laktam molekul penisilin) dan
limpase.
Pada pneumonia terjadi gangguan pada komponen volume dari
ventilasi akibat kelainan langsung di parenkim paru. Terhadap gangguan
ventilasi akibat gangguan volume ini tubuh akan berusaha mengompensasinya
dengan cara meningkatkan volume tidal dan frekuensi napas sehingga secara
klinis terlihat takipnea dan dispnea dengantanda-tanda inspiratory effort.
Akibat penurunan ventilasi maka rasio antara ventilasi perfusi tidak tercapai
(V/Q < 4/5) yang disebut perfusion mismatch,tubuh berusaha
meningkatkannya sehingga terjadi usaha napas ekstra dan pasien terlihat
sesak. Selain itu dengan berkurangnya volume paru secara fungsional karena
proses inflamasi maka akan mengganggu proses difusi dan
menyebabkangangguan pertukaran gas yang berakibat terjadinya hipoksia.
Pada keadaan yang berat bisa terjadi gagal napas.

4. KLASIFIKASI
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang
memuaskan, dan pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi.
Beberapa ahli telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan
etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan
(Bradley et.al., 2011).
a) Berdasarkan lokasi lesi di paru
1) Pneumonia lobaris
Merupakan pneumonia yang terjadi pada seluruh atau satu bagian
besar dari lobus paru dan bila kedua lobus terkena bisa dikatakan
sebagai pneumonia lobaris.
2) Pneumonia interstitialis (Bronkiolitis)
Merupakan pneumonia yang dapat terjadi didalam dinding alveolar.
3) Pneumonia Loburalis (Bronkopneumonia)
Merupakan pneumonia yang terjadi pada ujung akhir bronkhiolus
yang dapat tersumbat oleh eksudat mukopuren untuk membentuk
bercak konsolidasi dalam lobus.
b) Berdasarkan asal infeksi
1) Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired
pneumonia = CAP)
2) Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)
c) Berdasarkan mikroorganisme penyebab
1) Pneumonia bakteri
2) Pneumonia virus
3) Pneumonia mikoplasma
4) Pneumonia jamur
d) Berdasarkan karakteristik penyakit
1) Pneumonia tipikal (Pnemonia bakteri)
Dapat terjadi pada semua usia. Pneumonia bakterial sering diistilahkan
dengan pneumonia akibat kuman. Pneumonia jenis itu bisa menyerang
siapa saja, dari bayi hingga mereka yang telah lanjut usia. Para
peminum alkohol, pasien yang terkebelakang mental, pasien
pascaoperasi, orang yang menderita penyakit pernapasan lain atau
infeksi virus adalah yang mempunyai sistem kekebalan tubuh rendah
dan menjadi sangat rentan terhadap penyakit itu. Pada saat pertahanan
tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi,
bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak
paru-paru. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru,
atau pun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-
paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi
cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke
seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri Pneumokokus adalah
kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia bakteri
tersebut.
2) Pneumonia atipikal
e) Berdasarkan lama penyakit
1) Pneumonia akut
2) Pneumonia persisten

5. GEJALA KLINIS
Menurut Corwin (2009), gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua
jenis pneumonia, tetapi terutama mencolok pada pneumonia yang disebabakan
oleh bakteri. Gejala-gejala mencakup:
a) Biasanya didahului infeksi saluran pernafasan bagian atas. Suhu dapat naik
secara mendadak (38 – 40 ºC), dapat disertai kejang (karena demam
tinggi).
b) Batuk yang sering produktif dan purulen
c) Sputum berwarna merah karat (untuk streptococcus pneumoniae), merah
muda (untuk staphylococcus aureus), atau kehijauan dengan bau khas
(untuk pseudomonas aeruginosa)
d) Biasanya sering terjadi respons subyektif dispnu. Dispnu adalah peasaan
sesak atau kesulitan bernafas yang dapat disebabkan oleh penurunan
pertukaran gas-gas.
e) Hemoptisis, batuk darah, dapat terjadi akibat cedera toksin langsung pada
kapiler atau akibat reaksi peradangan yang menyebabkan kerusakan
kapiler.
f) Penggunaan otot bantu pernafasan, retraksi interkosta, cuping hidung
kadang-kadang terdapat nasal discharge (ingus).
g) Suara nafas : lemah, mendengkur, Rales (ronki), Wheezing.
h) Frekuensi napas :
a. Umur 1 - 5 tahun 40 x/mnt atau lebih.
b. Umur 2 bln-1 tahun 50 x/mnt atau lebih.
c. Umur < 2 bulan 60 x/mnt.
i) Nadi cepat dan bersambung.
j) Nyeri dada yang ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernafas dan batuk.
k) Kadang-kadang terasa nyeri kepala dan abdomen.
l) Kadang-kadang muntah dan diare, anoreksia dan perut kembung.
m) Mulut, hidung dan kuku biasanya sianosis.
n) Malaise, gelisah, cepat lelah.
o) Thorax photo menunjukkan infiltrasi melebar.
p) Pemeriksaan laboratorium = lekositosis.

6. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum :
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan pneumonia biasanya
didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari 40ºC, frekuensi napas
meningkat dari frekuensi normal, denyut nadi biasanya meningkat seirama
dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan dan apabila tidak
melibatkan infeksi sistematis yang berpengaruh pada hemodinamika
kardiovaskuler tekanan darah biasanya tidak ada masalah.
a) B1 (Breathing)
Pemeriksaan fisik pada klien dengan pneumonia merupakan pemeriksaan
fokus, berurutan. Pemeriksaan ini tediri atas inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi.
1) Inspeksi
Bentuk dada dan gerakan pernapasan. Gerakan pernapasan simetris.
Pada klien dengan pneumonia sering ditemukan peningkatan frekuensi
napas cepat dan dangkal, serta danya retraksi sternum dan intercostal
space (ICS). Napas cuping hidung pada sesak berat dialami terutama
oleh anak-anak. Batuk dan sputum. Pada saat dilakukan pengkajian
batuk pada klien dengan pneumonia, biasanya didapatkan batuk
produktif disertai dengan adanya peningkatan produksi sekret dan
sekresi sputum yang purulen.
2) Palpasi
Gerakan dinding thoraks anterior/ ekskrusi pernapasan. Pada palpasi
klien dengan pneumonia, gerakan dada saat bernapas biasanya normal
dan seimbang antara bagian kanan dan kiri. Getaran suara (fremitus
vokal). Taktil fremitus pada klien dengan pneumonia biasanya normal.
3) Perkusi
Pasien dengan pneumonia tanpa disertai komplikasi, biasanya
didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Bunyi
redup perkusi pada klien dengan pneumonia didapatkan apabila
bronkhopneumonia menjadi suatu sarang (kunfluens).
4) Auskultasi
Pada klien dengan pneumonia, didapatkan bunyi napas melemah dan
bunyi napas tambahan ronkhi basah pada sisi yang sakit. Penting bagi
perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah
mana didapatkan adanya ronkhi.
b) B2 (Blood)
Pada klien dengan pneumonia pengkajian yang didapat meliputi:
1) Inspeksi: Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum.
2) Palpasi: Denyut nadi perifer melemah.
3) Perkusi: Batas jantung tidak mengalami pergeseran.
4) Auskultasi: Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung
tambahan biasanya tidak didapatkan.
c) B3 (Brain)
Klien dengan pneumonia yang berat sering terjadi penurunan kesadaran,
didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat.
Pada pengkajian objektif, wajah klien tampak meringis, menangis,
merintih, meregang, dan menggeliat.
d) B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan.
Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal
tersebut merupakan tanda awal dari syok.

e) B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan, dan
penurunan berat badan.
f) B6 (Bone)
Kelemahan dan kelelahan fisik secara umum sering menyebabkan
ketergantungan klien terhadap bantuan orang lain dalam melakukan
aktivitas sehari – hari.
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS
a) Chest X-ray: teridentifikasi adanya penyebaran (misalnya: lobus dan
bronkhial); dapat juga menunjukan multipel abses/infiltrat, empiema
(staphylococcus); penyebaran atau lokasi infiltrat (bakterial); atau
penyebaran/extensive nodul infiltrat (sering kali viral), pneumonia
mycoplasma chest X-ray mungkin bersih.
b) Analisis gas darah (analysis blood gasses-ABGs) dan pulse oximetry:
abnormalitas mungkin timbul tergantung dari luasnya kerusakan paru-
paru.
c) Pewarna Gram/culture sputum dan darah: didapatkan dengan needly
biopsy, apirasi transtrakheal, fiberoptic bronchoscopy, atau biopsi paru-
paru terbuka untuk mengeluarkan organisme penyabab. Lebih dari satu
tipe organisme yang dapat ditemukan, seperti diplococcus pneumonia,
staphylococcus aureus, A. Hemolytic streptococcus , dan hemophilus
influenzae.
d) Periksa darah lengkap (complete blood count-): leukositosis biasanya
timbul, meskipun nilai pemeriksaan darah putih (white blood coun-WBC)
rendah pada infeksi virus
e) Tes serologi : membantu dalam membedakan diagnosis pada organisme
secara spesifik
f) LED : meningkat
g) Pemeriksaan fungsi paru-paru: volume mungkin menurun (kongesti dan
kolaps alveolar): tekanan saluran udara meningkat dan kapasitas
pemenuhan udara menurun, hipoksemia
h) Elektrolit : sodium dan klorida mungkin rendah
i) Bilirubin mungkin meningkat
j) Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis
k) Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi
l) Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing.
(Anonym.2013.http://meilanyhartanti.blogspot.com/2013/10/asuhan-
keperawatan-pneumonia.html.diakses tanggal 7 Mei 2014)

8. KRITERIA DIAGNOSIS
a. Pemeriksaan Fisik
Diagnosis pneumonia pada balita didasarkan pada adanya batuk atau
kesukaran bernafas disertai peningkatan frekuensi nafas (nafas cepat)
sesuai umur. Adanya nafas cepat ini ditentukan dengan cara menghitung
frekuensi pernafasan. Batas nafas cepat adalah frekuensi pernafasan
sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan – <1 tahun
dan 40 kali per menit atau lebih pada anak usia 1- <5 tahun. Diagnosis
pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk atau kesukaran bernafas
disertai nafas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam
pada anak usia 2 bulan – <5 tahun. Untuk kelompok umur < 2 bulan
diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya nafas cepat, yaitu
frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali per menit, atau adanya penarikan
yang kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam.
b. Laboratorium
Pemeriksaan kultur darah seringkali positif terutama pada pneumonia
pneumococcus dan merupakan cara yang lebih pasti untuk
mengidentifikasi organisme dibandingkan dengan kultur yang potensial
terkontaminasi.
c. Radiologis
Gambaran radiologis pada foto toraks PA yang khas ialah terdapat
konsolidasi pada lobus, lobulus atau segmen dari satu atau lebih lobus
paru. Terlihat patchy infiltrate para parenkim paru dengan gambaran
infiltrasi kasar pada beberapa tempat di paru sehingga menyerupai
bronchopneumonia. Pada foto toraks mungkin disertai gambaran yang
menunjukkan ada cairan di pleura atau fisura interlober. Pneumonia
biasanya menyebabkan suatu daerah persebulungan yang berbatas tegas
yang di dalamnya terdapat daerah yang masih terisi udara dan/atau
bronkhi yang berisi udara (air bronchogram). Biasanya pneumonia
menyebabkan adanya opasitas yang tidak jelas dan tersebar pada
beberapa bagian paru. Hilangnya sebagian volume pada lobus yang sakit
(seperti yang ditunjukkan oleh letak fisura, diafragma dan hilus) dan
adanya air-bronchogram merupakan petunjuk adanya obstruksi bronkhus
proksimal dari konsolidasi (oleh tumor atau benda asing).

9. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan Keperawatan
Klien yang mengalami retensi sekresi dan gangguan oksigenasi, seperti
pneumonia membutuhkan bantuan untuk mengencerkan atau
mengeluarkan sekresi. Fisioterapi dada mencakup tiga tehnik; drainase
postural, perkusi dada dan vibrasi. Waktu yang optimal untuk melakukan
tehnik ini adalah sebelum klien makan dan menjelang klien tidur malam.
Pada tehnik drainase postural, klien dibaringkan dalam berbagai posisi
spesifik untuk memudahkan drainase mukus dan sekresi dari bidang paru.
Klien diposisikan dalam keadaan fowler dengan sudut 45°. Gaya gravitasi
digunakan untuk meningkatkan drainase sekresi. Perkusi dilakukan dengan
kedua telapak tangan anda yang membentuk “setengah bulan” dengan jari-
jari tangan anda rapat satu sama lain. Secara bergantian tepukkan telapak
tangan anda tersebut di atas dada klien. Instruksikan klien untuk
membatukan dan mengeluarkan sekresi. Tehnik vibrasi dilakukan dengan
meletakkan telapak tangan anda dalam posisi rata di atas dada klien dan
menggetarkannya (Niluh Gede Yasmin, 2004).
b. Penatalaksanaan Medis
Kematian sering kali berhubungan dengan hipotensi, hipoksia, aritmia
kordis, dan penekanan susunan saraf pusat, maka penting untuk dilakukan
pengaturan keseimbangan cairan elektrolit dan asam-basa dengan baik,
pemberian O2 di alveoli-arteri, dan mencegah hipoksia seluler. Pemberian
O2 sebaiknya dalam konsentrasi yang tidak beracun (PO240) untuk
mempertahankan PO2 arteri sekitar 60-70 mmHg dan juga penting
mengawasi pemeriksaan analisa gas darah.
Pemberian cairan intravena untuk IV line dan pemenuhan hidrasi tubuh
untuk mencegah penurunan volume cairan tubuh secara umum.
Bronkodilator seperti Aminofilin dapat diberikan untuk memperbaiki
drainase sekret dan distribusi ventilasi. Kadang-kadang mungkin timbul
dilatasi lambung mendadak, terutama jika pneumonia mengenai lobus
bawah yang dapat menyebabkan hipotensi. Jika hipotensi terjadi, segera
atasi hipoksemia arteri dengan cara memperbaiki volume intravaskular dan
melakukan dekompresi lambung. Kalau hipotensi tidak dapat diatasi, dapat
dipasang kateter Swan-Ganz dan infus Dopamin (2-5µg/kg/menit). Bila
perlu dapat diberikan analgesik untuk mengatasi nyeri pleura.
Pemberian antibiotik terpilih seperti Penisilin diberikan secara
intramuskular 2 x 600.000 unit sehari. Penisilin diberikan selama
sekurang-kurangnya seminggu sampai klien tidak mengalami sesak napas
lagi selama tiga hari dan tidak ada komplikasi lain. Klien dengan abses
paru dan empiema memerlukan antibiotik yang lama. Untuk klien yang
alergi terdapat Penisilin dapat diberikan Eritromisin. Tetrasiklin jarang
digunakan untuk pneumonia karena banyak resisten.
Pemberian sefalosporin harus hati-hati untuk klien yang alergi terhadap
Penisilin karena dapat menyebabkan reaksi hipersensitif silang terutama
dari tipe anafilaksis. Dalam 12-36 jam, setelah pemberian penisilin, suhu,
denyut nadi, frekuensi pernafasan menurun serta nyeri pleura menghilang.
Pada ±20% klien, demam berlanjut sampai lebih dari 48 jam setelah obat
dikonsumsi (Arif Muttaqin, 2008).

10. KOMPLIKASI
Komplikasi yang penting sering disebabkan oleh pneumonia karena bekteri
daripada virus. Komplikasi yang penting meliputi :
1) Gagal napas dan sirkulasi
Efek pneumonia terhadap paru-paru pada orng yang menderita
pneumonia sering kesulitan bernapas, dan itu tidak mungkin bagi mereka
untuk tetap cukup bernapas tanpa bantuan agar tetap hidup. Bantuan
pernapasan non-invasiv yang dapat membantu seperti mesin untuk jalan
napas dengan bilevel tekanan positif, dalam kasus lain pemasangan
endotracheal tube kalau perlu dan ventilator dapat digunakan untuk
membantu pernapasan. Pneumonia dapat menyebabkan gagal napas oleh
pencetus akut respiratory distress syndrome (ARDS).
Hasil dari gabungan infeksi dan respons inflamasi dalam paru-paru
segera diisi cairan dan menjadi sangat kental, kekentalan ini menyatu
dengan keras menyebabkan kesulitan penyaringan udara untuk cairan
alveoli, harus membuat ventilasi mekanik yang membutuhkan. Syok
sepsis dan septik merupakan komplikasi potensial dari pneumonia. Sepsis
terjadi karena mikroorganisme masuk ke aliran darah dan respon sistem
imun melalui sekresi sitokin. Sepsis seringkali terjadi pada pneumonia
karena bakteri; streptococcus pneumonia merupakan salah satu
penyebabkan individu dengan sepsis atau septik membutuhkan unit
perawatan intensif dirumah sakit. Mereka membutuhkan cairan infus dan
obat-obatan untuk membantu mempertahankan tekanan darah agar tidak
turun sampai rendah. Sepsis dapat meyebabkan kerusakan hati, ginjal, dan
jantung diantara masalah lain dan sering menyebabkan kematian.
2) Efusi pleura, empyema, dan abces
Ada kalanya, infeksi mikroorganisme pada paru-apru akan
menyebabkan bertambahnya (effusi pleura) cairan dalam ruang yang
mengelilingi paru (rongga pleura). Jika mikroorganisme itu sendiri ada di
rongga pleura, kumpulan cairan ini disebut empyema. Bila cairan pleura
ada pada orang dengan pneumonia, cairan ini sering diambil dengan jarum
(toracentesis) dan periksa, tergantung dari hasil pemeriksaan ini. Perlu
pengaliran lengkap dari cairan ini, sering memerlukan selang pada dada.
Pada kasusu empyema berat perlu tindakan pembedahan. Jika cairan tidak
dapat dikeluarkan, mungkin infeksi berlansung lama, karena antibiotik
tidak menembus dengan baik ke dalam rongga pleura.
Bakteri akan menginfeksi bentuk kantong yang berisi cairan yang
disebut abses. Abses pada paru biasanya dapat dilihat dengan foto thorax
dengan sinar x atau CT scan. Abses-abses khas terjadi pada pneumonia
aspirasi dan sering mengandung beberapa tipe bakteri. Biasanya antibiotik
cukup untuk pengobatan abses pada paru, tetapi kadang abses harus
dikeluarkan oleh ahli bedah atau ahli radiologi.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
Data Subjektif
Pasien mengatakan: “cepat lelah, lemah, insomnia, sakit kepala, nyeri dada
(terutama saat batuk), sesak nafas, nafsu makan berkurang, mual, muntah,
mempunyai riwayat ISK/ PPOM dan merokok serta terdapat riwayat gangguan
system imun.
Data Objektif
Pasien terlihat pucat, demam, berkeringat, menggigil, tampak menahan nyeri,
sputum: merah muda, berkarat atau purulen, takikardia, adanya distensi
abdomen, bising, usus hiperaktif, kulit kering, turgor kulit buruk.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan inflamasi dan
obstruksi jalan nafas
b) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
kapiler alveolus.
c) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan perubahan membrane
alveoler
d) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
kadar oksigen dalam jaringan
e) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan menurunnya kadar oksigen
darah.
f) Kurang Pengetahuan berhubungan dengan : keterbatasan kognitif,
interpretasi terhadap informasi yang salah, kurangnya keinginan untuk
mencari informasi, tidak mengetahui sumber-sumber informasi.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI
NO
KEPERAWATAN (NOC) (NIC)
1 Ketidakefektifan NOC: NIC :
bersihan jalan nafas Respiratory status : Ventilation Airway suction
berhubungan dengan Respiratory status : Airway 1. Pastikan kebutuhan
inflamasi dan patency oral/tracheal suctioning.
Aspiration Control 2. Berikan O2 3liter/mnt,
obstruksi jalan nafas
Kriteria Hasil : metode dengan
1. Mendemonstrasikan batuk pemasangan nasal kanul.
3. Anjurkan pasien untuk
efektif dan suara nafas
istirahat dan napas
yang bersih, tidak ada
dalam\
sianosis dan dyspneu
4. Posisikan pasien untuk
(mampu mengeluarkan
memaksimalkan ventilasi
sputum, bernafas dengan 5. Lakukan fisioterapi dada
mudah, tidak ada pursed jika perlu
6. Keluarkan sekret dengan
lips)
2. Menunjukkan jalan nafas batuk atau suction
7. Auskultasi suara nafas,
yang paten (klien tidak
catat adanya suara
merasa tercekik, irama
tambahan
nafas, frekuensi pernafasan
8. Berikan bronkodilator
dalam rentang normal, 9. Monitor status
tidak ada suara nafas hemodinamik
10. Berikan pelembab udara
abnormal)
3. Mampu Kassa basah NaCl
mengidentifikasikan dan Lembab
11. Berikan antibiotik
mencegah faktor yang
penyebab. 12. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
13. Monitor respirasi dan
status O2
14. Pertahankan hidrasi yang
adekuat untuk
mengencerkan sekret
15. Jelaskan pada pasien dan
keluarga tentang
penggunaan peralatan :
O2, Suction, Inhalasi.
2 Gangguan pertukaran NOC: NIC :
gas berhubungan 1. Respiratory Status : 1. Posisikan pasien untuk
dengan perubahan Gas exchange memaksimalkan ventilasi
2. Keseimbangan asam 2. Pasang mayo bila perlu
membrane kapiler
3. Lakukan fisioterapi dada
Basa, Elektrolit
alveolus.
3. Respiratory Status : jika perlu
4. Keluarkan sekret dengan
ventilation
4. Vital Sign Status batuk atau suction
5. Auskultasi suara nafas,
Kriteria hasi:
catat adanya suara
1. Mendemonstrasikan
tambahan
peningkatan ventilasi dan
6. Berikan bronkodilator
oksigenasi yang adekuat 7. Barikan pelembab udara
2. Memelihara kebersihan 8. Atur intake untuk cairan
paru paru dan bebas dari mengoptimalkan
tanda tanda distress keseimbangan.
9. Monitor respirasi dan
pernafasan
3. Mendemonstrasikan batuk status O2
10. Catat pergerakan
efektif dan suara nafas
dada,amati kesimetrisan,
yang bersih, tidak ada
penggunaan otot
sianosis dan dyspneu
tambahan, retraksi otot
(mampu mengeluarkan
supraclavicular dan
sputum, mampu bernafas
intercostal
dengan mudah, tidak ada
11. Monitor suara nafas,
pursed lips)
seperti dengkur
4. Tanda tanda vital dalam
rentang normal 12. Monitor pola nafas :
5. AGD dalam batas normal
bradipena, takipenia,
6. Status neurologis dalam
kussmaul, hiperventilasi,
batas normal
cheyne stokes, biot
13. Auskultasi suara nafas,
catat area penurunan /
tidak adanya ventilasi dan
suara tambahan.
14. Monitor TTV, AGD,
elektrolit dan ststus
mental
15. Observasi sianosis
khususnya membran
mukosa
16. Jelaskan pada pasien dan
keluarga tentang
persiapan tindakan dan
tujuan penggunaan alat
tambahan (O2, Suction,
Inhalasi)
17. Auskultasi bunyi jantung,
jumlah, irama dan denyut
jantung.
3 Ketidakefektifan pola NOC : NIC:
napas berhubungan 1. Respiratory status : Airway Management:
dengan perubahan Ventilation 1. Buka jalan napas,
membrane alveoler 2. Respiratory status : Airway gunakan teknik chin lift
patency atau jaw thrust bila perlu
2. Posisikan pasien untuk
3. Vital sign Status
memaksimalkan ventilasi
Kriteria hasil :
3. Identifikasi pasien
1. Mendemonstrasikan batuk
perlunya pemasangan alat
efektif dan suara napas
bantu jalan napas buatan
yang bersih, tidak ada 4. Pasang mayo bila perlu
5. Lakukan fisioterapi dada
sianosis dan dyspnea
jika perlu
(mampu mengeluarkan
6. Keluarkan sekret dengan
sputum, mampu bernapas batuk atau suction
7. Auskultasi suara napas,
dengan mudah, tidak ada
catat adanya suara
pursed lips)
tambahan
2. Menunjukkan jalan napas
8. Lakukan suction pada
yang paten (klien tidak
mayo
merasa tercekik, irama 9. Berikan bronkodilator bila
napas, frekuensi perlu
10. Berikan pelembab udara
pernapasan dalam rentang
Kassa basah Nacl lembab
normal, tidak ada suara
11. Atur intake cairan untuk
napas abnormal)
mengoptimalkan
3. Tanda-tanda vital dalam
keseimbangan
rentang normal (tekanan 12. Monitor respirasi dan
darah, nadi pernapasan) status O2 (oxygen
Therapy)
13. Bersihkan mulut, hidung
dan secret trakea
14. Pertahankan jalan napas
yang paten
15. Atur peralatan oksigenasi
16. Monitor aliran oksigen
17. Pertahankan posisi pasien
18. Observasi adanya tanda –
tanda hipoventilasi
19. Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
Vital sign monitoring
20. Monitor TD, nadi, suhu
dan RR
21. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
22. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk atau
berdiri
23. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
24. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama dan
setelah aktivitas
25. Monitor kualitas dari nadi
26. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
27. Monitor suara paru
28. Monitor pola pernapasan
abnormal
29. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
30. Monitor sianosis perifer
31. Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, brakikardi,
peningkatan sistolik)
32. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
4 Ketidakefektifan NOC : NIC :
perfusi jaringan 1. Tissue perfusion : Peripheral Sensation
perifer berhubungan peripheal Management (manajemen
dengan penurunan Kriteria hasil : Sensasi Perifer)
kadar oksigen dalam 1. Menunjukkan 1. Monitor adanya daerah
jaringan keseimbangan cairan tertentu yang hanya peka
2. Menunjukkkan integritas
terhadap
jaringan: kulit dan
panas/dingin/tajam/tump
membran mukosa
ul
jaringan
2. Monitor adanya paretese
3. Menunjukkan perfusi
3. Instruksikan keluarga
jaringan: perifer
buntuk mengobservasi
kulit jika ada isi atau
laserasi
4. Gunakan sarung tangan
untuk proteksi
5. Batasi gerakan pada
kepala, leher dan
punggung
6. Monitor kemampuan
BAB
7. Kolaborasi pemberian
analgetik
8. Monitor adanya
tromboplebitis
9. Diskusi mengenai
penyebab perubahan
sensasi
5 Kurang Pengetahuan NOC: NIC :
1. Kaji tingkat pengetahuan
berhubungan dengan : Kowlwdge : disease process
pasien dan keluarga
keterbatasan kognitif, Kowledge : health
2. Jelaskan patofisiologi dari
interpretasi terhadap Behavior
penyakit dan bagaimana
informasi yang salah, Kriteria Hasil :
hal ini berhubungan
kurangnya keinginan 1. pasien menunjukkan
dengan anatomi dan
pengetahuan tentang
untuk mencari
proses penyakit fisiologi, dengan cara
informasi, tidak
yang tepat
mengetahui sumber- 3. Gambarkan tanda dan
sumber informasi. gejala yang biasa muncul
pada penyakit, dengan
cara yang tepat
4. Gambarkan proses
penyakit, dengan cara
yang tepat
5. Identifikasi kemungkinan
penyebab, dengan cara
yang tepat
6. Sediakan informasi pada
pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat
7. Sediakan bagi keluarga
informasi tentang
kemajuan pasien dengan
cara yang tepat
8. Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan
9. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
10. Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
6 Intoleransi aktifitas NOC: NIC:
berhubungan dengan 1. Energy coservative 1. Kolaborasi dengan tenaga
2. Activity tolerance
insufisiensi O2 untuk rehabilitasi medik dalam
3. Self care ADL’s
aktifitas sehari – hari. merencanakanprogram
Kriteria hasil :
terapi yang tepat.
1. Mampu melakukan
2. Bantu klien
aktivitas sehari – hari
mengidentifikasi aktivitas
secara mandiri
yang mampu dilakukan
2. Berpatisipasi dalam 3. Bantu untuk memilih
aktivitas fisik tanpa aktivitas konsisten yang
disertai peningkatan sesuai dengan kemampuan
tekanan darah, nadi dan fisik, psikologis, dan
RR. sosial
4. Bantu untuk mendapatkan
3. Sirkulasi status baik status
alat bantuan aktivitas
kardiopulmonari adekuat
seperti kursi roda, krek.
4. Energy psikomotor
5. Bantu klien membuat
jadawal latihan diwaktu
luang
6. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
7. Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekuaranagn dalam
beraktivitas.
DAFTAR PUSTAKA

Cecily Lynn Betz, Linda A. Sownden.2009.Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi


5.Jakarta:EGC
Corwin, Elizabeth J.2009.Buku Saku Patofisiologi Edisi 3.Jakarta : EGC

Depkes RI. 2004. Menanggulangi Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada Anak-anak.
Jakarta : Bakti Husada

Manurung, Santa. 2009. Asuhan Keperawatan gangguan Sistem Pernafasan Akibat


Infeksi. Jakarta Timur : CV. Trans Indo Media.

Muscari, Mari E.2005.Pandauan Belajar Keperawatan Pediatrik Edisi 3.Jakarta:EGC


Muttaqin,Arif.2008.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan.Jakarta : Salemba Medika

NANDA NIC-NOC.2013.Aplikasi Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis.Yogyakarta : Media Action Publishing

Somantri,Irman.2008.Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan Edisi 2.Jakarta : Salemba Medika

William, Linda S. and Hopper, Paula D. 2007. Understanding Medical Surgical


Nursing third edition. Philadelphia: E A. Davis Company.

Yasmin, Ni Luh Gede,dkk.2004.Keperawatan Medikal Bedah, Klien dengan Gangguan


Sistem Pernafasan.Jakarta:EGC
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN
PNEUMONIA

OLEH :

KOMANG GELI KARISMAYANTI

P07120012061

II.2 REGULER
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2014

Denpasar, 17 Mei 2014

Mengetahui,
Pembimbing Praktek Mahasiswa

Ns. Ni L. Kt. Ari S. Kumarawati, S.Kep Komang Geli Karismayanti


NIP.197004141993022001 NIM. P07120012061

Mengetahui,
Pembimbing Akademik

Dra. Putu Susy Natha Astini, M.Kes


NIP. 195601021981032001

Anda mungkin juga menyukai