Anda di halaman 1dari 62

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertumbuhan penduduk merupakan masalah yang belum terselesaikan

sampai saat ini, pertumbuhan penduduk yang cepat terjadi karena mulai tingginya

angka laju pertumbuhan penduduk. Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

memberitahukan bahwa pada tahun 2013 total populasi dunia mencapai 7,2 milyar

dan pada tahun 2050 akan mencapai 9,2 milyar (UNFPA, 2014).

Laju pertumbuhan penduduk di Indonesia dapat dikendalikan dengan

mengontrol faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk yaitu

melalui agenda keluarga berencana untuk mengendalikan fertilitas. Keluarga

Berencana merupakan program yang meningkatkan peran dan kepedulian serta

masyarakat melalui pengaturan jumlah kelahiran, pembinaan kesejahteraan

keluarga berupaya dalam mewujudkan keluarga yang bahagia dan sejahtera

sehingga dapat meningkatkan kualitas penduduk dengan menggunakan beberapa

macam metode kontrasepsi yang telah tersedia. Kontrasepsi yaitu pencegahan

terbuahinya sel telur oleh sel sperma (konsepsi) atau menghindari terjadinya

penempelan sel telur yang telah dibuahi ke dinding rahim (Nugroho dan Utama,

2014). Melalui upaya pencapaian target/sasararan Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 untuk mengurangi laju pertumbuhan

penduduk (LPP), angka kelahiran total atau keseluruhan (TFR), meningkatkan


2

penggunaan akseptor KB (CPR), penurunan kebutuhan ber-KB yang tidak

terlaksanakan (BKKBN, 2015).

Metode kontrasepsi berkaitan erat dengan siklus menstruasi. Perubahan

hormone yang terjadi selama siklus, bersama dengan indikator kesuburan yang

diketahui bahwa siklus menstruasi rata-rata berlangsung selama dalam 24 hingga

tidak melebihi 35 hari sekali, yang lamanya 3-7 hari dengan jumlah darah haid

selama berlangsung 33,2 ± 16 cc atau tidak lebih dari 60-80 ml, ganti pembalut 2-6

kali perhari (Prawiriharjo, 2011).

Penggunaan kontrasepsi telah meningkat di berbagai bagian dunia,

terutama di Asia dan Amerika Latin dan terendah di Sub-Sahara Afrika. Di Afrika

dari 23,6% menjadi 27,6%, di Asia telah meningkat dari 60,9% menjadi 61,6%,

sedangkan Amerika latin dan Karibia naik sedikit dari 66,7% menjadi 67,0%.

Diperkiraan 225 juta perempuan di negara-negara berkembang ingin menunda atau

menghentikan kesuburan tapi tidak menggunakan metode kontrasepsi apapun

dengan alasan sebagai berikut: terbatas pilihan metode kontrasepsi dan

pengalaman efek samping (WHO, 2014). Berdasarkan data dari BKKBN (2015) di

Indonesia jumlah PUS yang menjadi peserta KB aktif tercatat sebanyak 6.847.080

peserta diketahui, bahwa yang menggunakan metode kontrasepsi dengan Intra

Uterine Devices (IUD) 6,87%, Metode Operatif Wanita (MOW) 1,48%, Implan

9,73%, Suntik 52,21%, Pil 24,36%, Metode Operatif Pria (MOP) 0,10%, Kondom

5,25%. Sedangkan data pada Provinsi Sumatera Selatan dari awal Januari-Oktober

dengan jumlah PUS yang KB aktif tercatat sebanyak 215.943 peserta, KB dengan
3

metode IUD 10,33%, MOW 7,16%, Implan 15,36%, Suntik 35,28%, Pil 23,75%,

MOP 0,48%, Kondom 7,61% (BKKBN Kota Palembang, 2016).

Penggunaan alat kontrasepsi juga sangat diperlukan oleh penduduk

Kecamatan Kalidoni tahun 2016 dari awal Januari-Oktober dengan rincian dengan

jumlah PUS yang KB aktif tercatat sebanyak 14.141 peserta, KB dengan metode

IUD 12,23%, MOW 10,64%, implan 12,64%, suntik 29,32%, Pil27,53%, MOP

1.26%, kondom 7,34% (BKKBN Kota Palembang, 2016). Alat kontrasepsi jangka

panjang (IUD dan Implan) sangat rendah hanya sekitar 18%, sisanya pemakaian

alat kontrasepsi jangka pendek (pil dan suntik) (BKKBN, 2015 dalam Trimbun

Lampung, 2016).

Hasil pengkajian melalui observasi dan wawancara di Bidan Praktik Sri

Nirmala Kalidoni, didapatkan data pada awal Januari-Oktober 2016 tercatat untuk

alat kontrasepsi yang mengandung tembaga pada akseptor IUD sebanyak 13 orang

dan implan sebanyak 103 orang (Laporan Rekapitulasi Tahunan Bidan Praktik Sri

Nirmala, 2016), menunjukkan bahwa penggunaan alat kontrasepsi yang

mengandung tembaga pada Implan lebih tinggi daripada IUD. Berdasarkan hasil

wawancara terhadap 10 responden pengguna alat kontrasepsi yang mengandung

tembaga pada akseptor KB IUD dan Implan mengeluhkan efek samping yang

dirasakan. Akseptor IUD sebanyak 5 orang (50%) mengeluh menstruasi sangat

banyak dari haid biasa atau ganti pembalut 3 kali perhari yang dirasakan dengan

mengeluh merasa nyeri dibagian perut, perdarahan sedikit-sedikit (spotting)

setelah pemasangan selama 3 bulan dan mengeluh keterlambatan haid ditandai

dengan sakit kepala dan menganggu saat senggama disebabkan oleh lilitan
4

kumparan tembaga tersebut, maka dari itu akseptor IUD lepas alat kontrasepsi

IUD dan pasang alat kontrasepsi Implan. Selain itu, pada akseptor Implan

sebanyak 5 orang (50%) mengeluhkan menstruasi hanya mengeluarkan bercak

darah saja atau ganti pembalut 1 kali perhari ditandai dengan pusing dan frekuensi

tidak teratur.

Tembaga memegang peranan penting dalam proses pembentukan

hemoglobin yang membawa oksigen dalam peredaran darah ke seluruh tubuh

(Arinal P, 2001). Tembaga bila masuk ke dalam tubuh dalam jumlah berlebihan

akan menimbulkan pengaruh-pengaruh buruk terhadap fungsi fisiologis tubuh

(Lilik, 2012), meliputi pusing, mual, keram perut dampak kronis terjadinya

kerusakan organ jaringan seperti gangguan ginjal dan liver (Novita dkk, 2015).

Selain ikut berperan dalam sintesis hemoglobin, tembaga juga merupakan

sintesa substansi seperti hormone. Pengaruh KB yang mengandung tembaga

terhadap system reproduksi yaitu tembaga yang masuk ke dalam tubuh dengan

cepat masuk ke peredaran darah dan didistribusi ke seluruh tubuh dengan

mempengaruhi hormone Follicle Stimulating Hormone (FSH) dihasilkan oleh

hipofisis anterior yang mengatur perkembangan folikel primer sampai menjadi

folikel de Graaf (dewasa) pada ovarium dan Luteinizing Hormone (LH) yang

mengubah folikel de Graaf menjadi korpus luteum, dan menstimulasi ovulasi.

Hormon-hormon ini menyebabkan pemasakan ovarium sehingga menghasilkan

progesterone dan estrogen (Syaifuddin, 2011).

Efektifitas KB yang mengandung tembaga ini dapat mencegah kehamilan

hingga 10 tahun sejak pemasangan pada hari pertama. Lilitan tembaga halus ini
5

mempunyai efek anti fertilitas (anti pembuahan) yang cukup baik. Cara kerja KB

yang mengandung tembaga ini mencegah pembuahan pada sel telur, yaitu dengan

melepaskan unsur tembaga secara perlahan-lahan. Tembaga di dalam rahim

menghalang sel-sel sperma untuk naik dan mencapai sel telur. Angka kegagalan

pada KB mengandung tembaga sekitar 0,52 per 1.000 pemakai (ILUNI FKUI,

2010). Sedangkan KB mengandung hormone mencegah kehamilan hingga 3-5

tahun. Cara kerja KB ini dalam mencegah pembuahan sel telur, yaitu dengan

mencegah penebalan dinding rahim sehingga sel telur yang telah dibuahi tidak bisa

bertumbuh. KB ini juga bisa membuat leher rahim dipenuhi lendir yang lengket

sehingga sperma tidak bisa masuk ke rahim. Angka kegagalan pada IUD

mengandung hormon yaitu 0,06 per 1.000 pemakai (Sulistyawati, 2012). Dari

lamanya ketahanan, KB mengandung hormon tidak bertahan selama KB

mengandung tembaga.

Intra Uterine Devices (IUD) merupakan alat yang terbuat dari bahan yang

aman (plastik yang lentur, mempunyai lilitan tembaga) dan dimasukkan kedalam

rahim yang memiliki jangka waktu pemakaian sekitar 10 tahun untuk

menjarangkan kelahiran anak (Glasier dan Gebbie, 2012). Cara kerja IUD yang

mengandung tembaga yaitu mengganggu sperma melewati dongga rahim dan

proses pembuahan di tuba falopii mengakibatkan hambatan implantasi apabila

telur yang sudah dibuahi masuk ke uterus dengan menimbulkan respon peradangan

lokal di endometrium (Glasier dan Gebbie, 2006). Hal ini mungkin yang

disebabkan pada pengguna alat kontrasepsi IUD jumlah haid yang dikeluarkan

menjadi 2 kali lebih banyak (Hartanto, 2003).


6

Pemakaian IUD dengan jumlah perdarahan menstruasi semakin banyak

yang keluar dari tubuh akan berdampak pada tekanan darah tubuh seperti

terjadinya kurang darah atau anemia (Zannah dkk 2011). Sedangkan jumlah

perdarahan menstruasi sampai ke tingkat yang lebih sedikit akan berdampak pada

tekanan darah menurun atau hipotensi (Glassier Gebbie, 2005). Tetapi jika awal

saat haid darah yang keluar jumlahnya lebih sedikit daripada biasanya kemudian

tiba-tiba darah yang keluar jumlahnya menjadi banyak selama 1-2 hari, dengan

normal perdarahan 60-80 ml dilanjutkan kembali dengan sedikit selama beberapa

hari, kemungkinan lain yang terjadi adalah kejang rahim (uterine cramp).

Penelitian yang dilakukan oleh Zannah dkk (2011), didapatkan persentase akseptor

IUD mengeluhkan perubahan siklus menstruasi sebanyak 4,62%, peningkatan

jumlah darah menstruasi 48,03%, spotting 27,69%, dismenore 20%, gangguan

hubungan seksual 23,08 %, dan leukorea 44,62%.

Menurut BKKBN (2013), diketahui bahwa Implan merupakan alat yang

diinsersikan pada bagian subdermal yang hanya terkandung levonorgestrel pada

bungkus dalam kapsul silasticsilikon atau polidemetsilixane dengan memiliki

jangka waktu pemakaian sekitar 3-5 tahun. Cara kerja alat kontrasepsi implant

yang mengandung tembaga dengan dilepaskan didalam darah secara difusi melalui

dinding kapsul mempengaruhi berkembangnya hormone perangsang folikel FSH

dan LH, terjadi peningkatan estrogen dan kadar LH dengan cepat, terjadinya

ovulasi mengakibatkan kadar estrogen cepat menurun dan peningkatan

progesterone, mempengaruhi siklus endometrium mengakibatkan pengelupasan

endometrium tidak beraturan. Efek samping yang paling sering terjadi pada
7

pemakaian implan yang mengandung tembaga adalah perubahan pola jumlah

perdarahan menstruasi dimana kadar estrogen rendah (yaitu pada siklus anovulasi

atau siklus ovulasi terganggu).

Rata-rata jumlah darah yang keluar biasanya lebih sedikit dibandingkan

saat memakai implan. Kadar hemoglobin meningkat dengan dilanjutkannya

pemakaian implan dan jarang sekali yang mengalami perdarahan berat sehingga

menyebabkan penurunan kadar hemoglobin. Maka pemakaian Implan dengan

jumlah perdarahan menstruasi yang banyak berdampak pada kemungkinan anemia

berat (ujung kuku pucat, hemoglobin rendah). Sedangkan jumlah perdarahan

menstruasi sedikit yang biasa disebabkan oleh perdarahan dari vagina, disertai

gejala nyeri saat berhubungan intim, infeksi, dan keputihan yang banyak akan

berdampak pada penyakit radang panggul (PRP) terjadi sesudah perempuan

dengan IMS (BKKBN, 2011).

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Siswosudarno (2007) yang

menyatakan bahwa pada KB implan pelepasan hormon terjadi secara bertahap

yaitu melepaskan 80 μg LNG setiap hari selama 6-18 bulan pertama, yang

selanjutnya menurun sampai 30 μg dan terus berlanjut paling sedikit 5 tahun

sehingga masih ada keteraturan antara hormon progesterone dengan hormon

estrogen alamiah yang menyebabkan gangguan menstruasi pada KB implan lebih

sedikit.

Pada tembaga yang dikaitan dengan perdarahan belum diketahui dengan

jelas mekanisme kerjanya. Alat kontrasepsi yang mengandung tembaga pada

aksepor IUD dan implan sangat efektif untuk mengendalikan jumlah penduduk
8

mengingat masa pakainya 3-10 tahun. Sementara kontrasepsi jangka pendek (pil

dan suntik) mudah lupa sehingga menyulitkan dalam pemakaian kontrasepsi

tersebut. Alat kontrasepsi IUD dan Implan yang mengandung tembaga mempunyai

permasalahan atau efek samping terutama pada jumlah perdarahan menstruasi.

Terlihat bahwa terdapat ibu-ibu pengguna alat kontarsepsi IUD dan implan yang

mengandung tembaga mengalami beberapa permasalahan jumlah perdarahan

menstruasi yang menjadi lebih banyak atau lebih sedikit (BKKBN, 2013).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan bahwa keluarga berencana

merupakan suatu program untuk meningkatkan peran dan kepedulian serta

masyarakat melalui pengaturan jumlah kelahiran dengan menggunakan beberapa

macam metode kontrasepsi yang telah tersedia. Alat kontrasepsi IUD dan Implan

mengandung tembaga memiliki dampak pada kesehatan jika jumlah perdarahan

menstruasi yang semakin banyak keluar dari tubuh akan terjadinya anemia

sedangkan jika sampai ke tingkat yang lebih sedikit akan terjadi tekanan darah

menurun dan penyakit radang panggul (PRP).

Hasil studi pendahuluan di Bidan Praktik Sri Nirmala Kalidoni awal

Januari-Oktober 2016 tercatat untuk alat kontrasepsi yang mengandung tembaga

pada akseptor IUD sebanyak 13 orang dan implan sebanyak 103 orang. Dari hasil

wawancara terhadap alat kontrasepsi yang mengandung tembaga pada akseptor

KB IUD sebanyak 5 orang (50%) mengeluh menstuasi sangat banyak dari haid

biasa atau ganti pembalut 3 kali perhari dan menganggu saat senggama disebabkan
9

oleh lilitan kumparan tembaga tersebut. Selain itu, pada akseptor Implan sebanyak

5 orang (50%) mengeluhkan menstruasi hanya mengeluarkan bercak darah saja

dan tidak teratur mengalami pusing dengan ganti pembaut 1 kali perhari.

Berdasarkan masalah tersebut peneliti perlu meneliti tentang bagaimanakah

dampak alat kontrasepsi yang mengandung tembaga pada akseptor IUD dan

Implan terhadap jumlah perdarahan menstruasi

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengatahui dampak alat kontrasepsi yang

mengandung tembaga pada akseptor IUD dan Implan terhadap jumlah perdarahan

menstruasi di Bidan Praktik Sri Nirmala Kalidoni.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui dampak alat kontrasepsi yang mengandung tembaga pada

akseptor IUD terhadap jumlah perdarahan menstruasi di Bidan Praktik Sri

Nirmala Kalidoni.

b. Mengetahui dampak alat kontrasepsi yang mengandung tembaga pada

akseptor Implan terhadap jumlah perdarahan menstruasi di Bidan Praktik

Sri Nirmala Kalidoni.

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan bagi berbagai semua pihak

dalam mengembangkan pelayanan keperawatan, sebagai berikut:


10

1. Manfaat bagi perawat

Sebagai bahan informasi dan dasar ilmiah bagi perawat yang menerapkan

aplikasi dari dampak alat kontrasepsi yang mengandung tembaga pada

akseptor IUD dan Implan terhadap jumlah perdarahan menstruasi.

2. Manfaat bagi peneliti

Sebagai bahan pengalaman dan wawasan dalam melakukan penelitian dan

menjadikan peneliti untuk melakukan penelitian yang selanjutnya

3. Manfaat bagi Bidan Desa

Sebagai bahan masukan bagi Bidan Desa dalam peningkatan pemakaian alat

kontrasepsi dan memberikan konseling terutama pada ibu yang menggunakan

akseptor IUD dan Implan.

4. Manfaat bagi peneliti selanjutnya

Sebagai bahan dalam memberikan informasi dan bahan rujukan untuk

penelitian selanjutnya tentang dampak alat kontrasepsi yang mengandung

tembaga pada akseptor IUD dan Implan terhadap jumlah perdarahan

menstruasi.

5. Manfaat bagi ibu dan keluarga

Sebagai informasi bagi ibu dan keluarga untuk mengetahui mengenai metode

alat kontrasepsi yang baik dan penelitian ini dapat menjadi pedoman bagi ibu

yang sesuai dengan kondisi dalam memakai kontrasepsi.


11

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk diketahui bagaimana dampak alat kontrasepsi

yang mengandung tembaga pada akseptor IUD dan Implan terhadap jumlah

perdarahan menstruasi.

. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober s/d November 2016.

Sasaran penelitian ini adalah ibu yang menggunakan alat kontrasepsi yang

mengandung tembaga pada akseptor IUD dan Implan di Bidan Praktik Sri

Nirmala. Penelitian ini dilakukan karena masih belum diketahui dampak alat

kontrasepsi yang mengandung tembaga pada akseptor IUD dan Implan terhadap

jumlah perdarahan menstruasi.


12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Keluarga Berencana

1. Pengertian Keluarga Berencana

Keluarga Berencana merupakan program yang meningkatkan peran dan

kepedulian serta masyarakat melalui pengaturan jumlah kelahiran, pembinaan

kesejahteraan keluarga berupaya dalam mewujudkan keluarga yang bahagia dan

sejahtera sehingga dapat meningkatkan kualitas penduduk. Kekhawatiran akan

terjadi ledakan penduduk karena penduduk yang besar tanpa disertai kualitas

yang memadai akan mengakibatkan terjadinya beban pembangunan serta

mempersulit pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan

pembangunan Nasional.

Maka dari itu, melalui upaya pencapaian target/sasararan Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 untuk

mengurangi laju pertumbuhan penduduk (LPP), angka kelahiran total atau

keseluruhan (TFR), meningkatkan penggunaan akseptor KB (CPR), penurunan

kebutuhan ber-KB yang tidak terlaksanakan (BKKBN, 2015). Program

keluarga berencana adalah bagian yang terpadu atau integral dalam sebuah

program pembangunan nasional dan bertujuan untuk menciptakan

kesejahteraan sosial budaya, ekonomi dan spiritual. Negara berkembang

terdapat 99% kematian ibu terjadi dan tidak kurang dari 50 juta kejadian aborsi

akibat kehamilan yang tidak diinginkan. Kontrasepsi kemudian dijadikan


13

“katup pengaman” untuk mengurangi angka-angka yang mengerikan itu

(Gasier, 2005).

2. Tujuan Keluarga Berencana

Tujuan Keluarga Berencana menurut BKKBN (2012) adalah pada

umumnya untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan ibu dan

anak serta keluarga dan bangsa, meningkatkan martabat kehidupan rakyat

dengan melalui menurunkan angka kelahiran sehingga pertambahan penduduk

tidak melebihi kemampuan dalam meningkatkan reproduksi.

B. Kontrasepsi

1. Pengertian Kontrasepsi

Kontrasepsi bermula dari kata “kontra” yang berarti mencegah atau

menolak, sedangkan konsepsi adalah suatu bagian pertemuan antara sel telur

yang matang dengan sel sperma yang mengakibatkan terjadi kehamilan. Jadi

kontrasepsi ialah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan akibat

pertemuan antara sel telur yang matang atau sempurna dengan sel sperma

(BKKBN, 2001)

Kontrasepsi yaitu pencegahan terbuahinya sel telur oleh sel sperma

(konsepsi) atau menghindari terjadinya penempelan sel telur yang telah dibuahi

ke dinding rahim (Nugroho dan Utama, 2014). Usaha-usaha untuk mencegah

terjadinya kehamilan tersebut dapat bersifat sementara dan dapat juga bersifat

permanen tergantung dari metode kontrasepsi yang digunakan. Berbagai

macam metode kontrasepsi diantaranya yaitu suntik, pil KB, kondom, implan,
14

IUD (Intra Uterine Device), Metode Operasi Wanita (MOW) dan Metode

Operasi Pria (MOP). Cara kerja kontrasepsi hormonal maupun kontrasepsi non

hormonal pada umumnya mempunyai fungsi sebagai berikut: untuk

mengusahakan agar tidak terjadinya ovulasi, melumpuhkan sperma, menghalagi

pertemuan sel telur dengan sperma (Hartanto, 2002).

Berbagai metode kontrasepsi yang digunakan untuk membatasi jumlah

kelahiran contohnya metode kontrasepsi sederhana adalah kalender, amenorea

laktasi, suhu tubuh, senggama terputus, metode kontrasepsi barier (kondom,

diafragma, spermisida) sedangkan metode kontrasepsi modern yaitu kontrasepsi

pil, kontasepsi implant, alat kontrasepsi dalam rahim, kontrasepsi mantap, dan

kontrasepsi suntikan (Contance, 2009).

2. Efektivitas (Daya Guna) Kontrasepsi

Menurut Wiknjosastro (2007) efektivitas atau daya guna suatu cara

kontrasepsi dapat dilihat pada 2 tingkat, yakni:

a. Daya guna teoritis (theoretical effectiveness), merupakan suatu cara

kemampuan kontrasepsi untuk mengurangi terjadinya kehamilan yang tida

diinginkan, apabila kontrasepsi tersebut digunakan dengan mengikuti

aturan yang benar.

b. Daya guna pemakaian (use effectiveness), merupakan kemampuan

kontrasepsi dalam keadaan sehari-hari dimana pada pemakaiannya

dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti pemakaian yang tidak hati-hati,

kurang disiplin dengan aturan pemakaian dan sebagainya.


15

C. Siklus Menstruasi

Menstruasi adalah perdarahan secara berkala dan siklus alami dari uterus,

yang diikuti dengan pelepasan (deskuamasi) endometrium (Manuaba, 2009).

Siklus ini terkadang disebut dengan istilah siklus uterus dan ovarium karena terjadi

perubahan yang sama pada organ-organ tersebut. siklus menstruasi rata-rata

berlangsung selama dalam 24 hingga tidak melebihi 35 hari sekali, yang lamanya

3-7 hari dengan jumlah darah haid selama berlangsung 33,2 ± 16 cc atau 60-80 ml,

ganti pembalut 2-6 kali perhari (Prawiriharjo, 2011). Kira-kira tiga per empat

darah hilang dalam dua hari pertama, pada wanita dengan usia <35 tahun

cenderung kehilangan lebih banyak darah dibanding pada wanita dengan usia >35

tahun yang biasanya terjadi pada umur 49-50 tahun (ALK, 2013). Pada wanita

yang mengalami anemia defisiensi besi jumlah darah haidnya juga lebih banyak

dengan jumlah lebih dari 80 cc dianggap patologik dan dapat menimbulkan

anemia. Dihitung dari periode menstruasi terakhir disertai dengan 12 bulan periode

amenorea (tidak mendapatkan siklus haid) (Hanafiah, 2009).

Pada setiap siklus haid, FSH dikeluarkan lobus anterior hipofisis sehingga

beberapa folikel primer yang berkembang dalam ovarium, umumnya kadang-

kadang satu folikel juga lebih dari satu berkembang menjadi folikel degraf yang

membuat estrogen menekan produksi FSH, sehingga pada lobus anterior hipofisis

mengeluarkan hormon gonadotopin yang kedua yaitu: LH. Produksi kedua hormon

gonadotropin (FSH dan LH) dibawah pengaruh RH (realizing hormone) yang di

arahkan dari hipotalamus ke hipofisis. Penyaluran LH ini sangat di pengaruhi oleh

mekanisme umpan balik esterogen terhadap hypotalamus dan pengaruh luar,


16

seperti cahaya buah-buahan melalui bulbus olfaktorius dan hal-hal psikologik.

Estrogen menghambat ovulasi melalui efek pada hipotalamus kemudian

mengakibatkan supresi pada FSH dan LH kelenjar hypophyse. Penghambatan

tersebut terlihat dari adanya estrogen pada pertengahan siklus, sehingga tidak

terdapatnya puncak-puncak FSH dan LH pada pertengahan siklus dan supresi post-

ovulasi, peninggian progesteron dalam serum dan pregnanediol dalam urin yang

terjadi dalam keadaan normal. Produksi hormone endogenous memang di hambat,

tetapi tidak seluruhnya, masih ada sedikit estrogen yang didapatkan dari ovarium

seperti pada fase folikuler. Luteolysis yaitu degenerasi korpus luteum,

menyebabkan penurunan yang cepat dari produksi estrogen dan progesteron oleh

ovarium sehingga dilepaskan jaringan endometrium dan menyebabkan penurunan

kadar progesteron serum sehingga mencegah implantasi normal (Hartanto, 2003).

Ovulasi yang bertambah karena terganggunya fungsi poros hypothalamus-

hypophyse ovarium dan modifikasi FSH dan LH pada pertengahan siklus.

Implantasi dapat dicegah bila diberikan progesterone pra ovulasi. Pemberian

progesterone-eksogenous dapat menganggu kadar puncak FSH dan LH, sehingga

meskipun terjadi ovulasi, produksi progesteron yang kurang dari corpus luteum

menyebabkan penghambatan dari implantasi (Costance, 2009).

Pemberian progesterone yang secara sistemik dan untuk jangka waktu yang

lama menyebabkan endometrium terjadi keadaan istirahat dan atropi.

Keterlambatan pengangkutan ovum dapat menyebabkan peninggian insidens

implantasi kehamilan ektopik tuba pada wanita yang pemakaian kontrasepsi yang

hanya mengandung progesterone. Pemberian jangka lama progesteron saja


17

mungkin dapat menyebabkan fungsi corpus luteum tidak adekuat pada siklus haid

yang mempunyai ovulasi. Dalam 48 jam setelah pemberian progesteron, sudah

terlihat lendir serviks yang kental, sehingga mortilitas dan daya penetrasi dari

spermatozoa menjadi sangat terhambat (Hartanto, 2003).

Melalui hypothalamus dan hipofisis, estrogen dapat menghambat

pengeluaran follicle stimulating hormone (FSH) sehingga perkembangan dan

kematangan folikle de Graff tidak terjadi. Di samping itu progesteron dapat

menghambat pengeluaran luteinizing hormone (LH). Dan memakai jangka lama

estrogen mempercepat peristaltic tuba sehingga hasil kontrasepsi mencapai uterus-

endometrium yang belum siap matang untuk menerima implantasi (Manuaba,

2009).

D. Kontrasepsi Intra Uterine Devices (IUD)

1. Pengertian Intra Uterine Devices (IUD)

Intra Uterine Devices (IUD) merupakan suatu pilihan kontrasepsi yang

efektif, aman, dan nyaman bagi sebagian wanita. Alat yang terbuat dari bahan

yang aman (plastik yang lentur, mempunyai lilitan tembaga) dan dimasukkan

kedalam rahim oleh bidan atau dokter yang terlatih yang memiliki jangka

panjang (10 tahun) dan memiliki efektifitas tinggi untuk menjarangkan

kelahiran anak (Glasier dan Gebbie, 2012).

Seperti sebagian besar metode kontrasepsi lainnya, AKDR juga pernah

menjadi subjek publisitas buruk. Dahulu, terdapat kekhawatiran mengenai

keterkaitan antara pemakaian AKDR dan peningkatan risiko penyakit radang


18

panggul (PRP) yang kemudian menyebabkan infertilitas. Peneliatian terakhir

telah mengklarifikasikan sebagian dari kekhawatiran tersebut dengan

memperhatikan bahwa AKDR itu sendiri tidak menyebabkan PRP atau

infertilitas. Sebenarnya tidak terjadi peningkatan risiko infertilitas pada wanita

yang menggunakan AKDR tembaga yang juga melakukan hubungan seksual

monogamy. Efek samping yang paling utama terjadi menstruasi yang banyak

dan nyeri yang sering menyebabkan pemberhentian pemakaian AKDR,

sekarang dapat diatasi dengan pemakaian hormone releasing intrauterine

system (IUS). Memakai AKDR beberapa kali lebih aman daripada menjalani

kehamilan normal (Glasier dan Gebbie, 2000).

2. Jenis Alat IUD

Saat ini AKDR yang ada termasuk dalam tiga golongan utama: insert,

menagndung tembaga dan melepaskan hormone. Bentuk dan ukuran AKDR

bermacam-macam. Semua alat yang saat ini tersedia memiliki satu atau dua

benang nilon yang melekat ke ujung bawah untuk mempermudah pengeluaran

(Glasier dan Gebbie, 2000).

a. Alat insert (tanpa obat)

World Health Organization (WHO) tidak menganjurkan oemasangan AKDR

insert, karena AKDR yang mengandung tembaga atau meepaskan hormone

jauh lebih efektif. Tipe ini tidak agi diproduksi walaupun sebagian wanita

mungkin masih memilikinya di dalam tubuh mereka.


19

b. Alat yang mengandung tembaga

AKDR yang mengandung tembaga pada umumnya dilisensi untuk

digunakan selama 5-10 tahun dengan sedikit variasi dari satu negara ke

negara lainnya. Nova-T 380 (novagard) mengandung Ag: panjang 32 mm,

lebar 32 mm, 20 mm2 luas permukaan Cu dengan inti Ag didalam kawat Cu-

nya. Dilisensikan untuk pemakaian 5 tahun. Cara insersi withdrawal. Dan

Copper T 380 untuk pemakaian kontinu samapai 10 tahun di Eropa barat.

Semua alat tersebut terdiri dari sebuah rangka plastic dengan kawat tembaga

melingkari batang dan sebagian memiliki sarung tembaga di lengannya.

Luas permukaan tembaga menentukan efektivitas dan masa aktif alat.

Rentang usia alat-alat ini sebenarnya lebih lama daripada spesifikasi

pembuatnya,

c. Alat yang melepaskan hormone

System intrauterus penghasil levonorgestrel (levonorgestrel-releasing

intrauterine system; LNG-IUS) dikembangkan oleh Population Counsil.

Alat ini, yang disetujui pemakaiannya di Finlandia dan Swedia sejak tahun

1990. Mendapat lisensi di Inggris pada tahun 1995 dengan nama dagang

“Mirena” (“Levonova” di negara-negara Eropa lainya). LNG-IUS terdiri

dari sebuah rangka Nova-T dengan sebuah kolom KNG di dalam suatu

membrane (yang berfungsi membatasi pengeluaran zat) yang membungkus

batang vertical alat. Alat ini terdapat 52 mg LNG yang dilepaskan dengan

kecepatan 20 µg/hari. Di Eropa LNG-IUS mendapat lisensi untuk


20

pemakaian 5 tahun tetapi pengujian membuktikan bahwa tidak terjadi

penurunan efektivitas setelah pemakaian 7 tahun.

3. Cara kerja

Semua AKDR menimbulkan reaksi benda asing di endometrium, diikuti

dengan peningkatan produksi prostaglandin dan infiltrasi leukosit. Reaksi ini

ditingkatkan oleh tembaga yang dapat mempengaruhi pada enzim-enzim

endometrium, metabolisme glikogen, dan penyerapan estrogen serta dapat

terjadinya hambatan pada transportasi sperma. Pada pemakai AKDR yang

mengandung tembaga, jumlah spermatozoa yang mencapai saluran genitalia

atas menjadi berkurang. Perubahan cairan uterus dan tuba menganggu viabilitas

gamet, baik sperma dan ovum yang diambil dari pemakai AKDR yang

mengandung tembaga memperlihatkan degenarasi mencolok (WHO, 1997).

Pengawasan hormone secara dini menampakkan bahwa tidak terjadi

kehamilan pada pemakai AKDR modern yang mengandung tembaga. Dengan

demikian, pada pencegahan implantasi bukan sesuatu mekanisme kerja

terpenting kecuali apabila AKDR yang mengandung lembaga digunakan untuk

kontrasepsi pasca koitus (Glasier dan Gebbie, 2000).

4. Efektivitas

Pada praktik menunjukakan bahwa AKDR lebih efektif daripada

konstrasepsi oral. Efektivitas AKDR terjadi peningkatan, dari angka kehamilan

1 tahun sebesar 2-3 % untuk AKDR inert dan untuk AKDR yang mengandung

tembaga menjadi kurang dari 0,5 % untuk AKDR yang lebih baru yang

mengandung tembaga lebih dari 300 mm2. Angka kegagalan bahkan lebih
21

rendah terjadi pada wanita lebih tua yang kesuburannya secara alamiah sudah

berkurang. Angka kehamilan ektopoik pada pemakaian AKDR juga menjadi

menurun. Sedangkan angka kehamilan untuk GyneFix kurang dari 1% per

tahun (Van Kets et al., 1995).

LNG-IUS memiliki angka kehamilan per tahun sekitar 0,2 penggunaan

100 tahun pada wanita dengan hasil observasi menunjukkan tidak ada

peningkatan angka kehamilan ektopik. Untuk semua alat, angka kehamilan,

akspulsi spontan dan penghentian pendarhaan cenderung turun dengan

penggunaan yang secara terus menerus (Glasier dan Gebbie, 2000).

5. Keunggulan

Keunggulan dari kontrasepsi AKDR, antara lain: (Glasier dan Gebbie, 2000).

a. Kepatuhan dan kelanjutan

Agar berhasil AKDR tidak banyakmembutuhkan kepatuhan. Terlepas dari

kunjungan awal yntuk konseling dan pemasangan, tidak banyak di tuntut

dalam hal waktu atau usaha, dari pihak wanita untuk mencapai efektifitas

kontraaseptif. AKDR merupakan metode kontrasepsi yang sama sekali tidak

ada kaitan dengan koitus, sehingga alat ini menarik bagi banyak pemakai.

Semua AKDR yang mengandung tembaga dipasanag pad wanita berusia

lebih dari 40 tahun dapat terpasang samapai masa menopause tanpa

menimbulkan kekhawatiran mengenai kelanjutan efektivitasnya.

b. Biaya

AKDR modern bersifat efektif dan bekerja lama sementara AKDR tembaga

harganya sangat murah. Alat-alat ini dihasilkan kontrasepsi sampai 10 tahun


22

sehingga sangat efektif dari segi biaya. Namun, LNG-IUS harganya mahal,

hanya kurang sedikit dari £80 di Inggris dibandingkan denngan harga

AKDR tembaga berangka yang kurang dari £10 dan untuk GyneFix tanpa

rangka harganya sekitar £20.

c. Manfaat ginekologis

LNG-IUS memiliki manfaat tambahan selain kontrasepsi, bisa juga semakin

sering digunakan untuk penatalaksanaan pada masalah-masalah ginekologis

(Sturridge dan guillebaud, 1997). Alat ini mengurangi secara jelas jumlah

darah menstruasi dan dismenore serta dapat bermanfaat dalam terapi

menoragia (Anderson dan Rybo, 1990). Namun, bercak darah yang

berulang sering mendahului terjadinya oligoamenore, teruama selama 3

bulan pertama pemakaian.

d. Reversibilitas

Pada umumnya AKDR sangat mudah dikeluarkan dan pemulihan kesuburan

berlangsung dengan cepat (78-88% angka kontrasepsi setelah 12 bulan dan

92-97% pada 3 tahun setelah pengeluaran). Setelah pengeluaran LNG-IUS

terjadi kesuburan dengan cepat pulih.

e. Keganasan

Berbeda dengan metode hormone, pada AKDR tidak terdapat kekhawatiran

mengenai peningkatan risiko penyakit keganasan.

6. Kerugian

Kerugian dari kontrasepsi AKDR, antara lain: (Glasier dan Gebbie, 2000).

a. Pola perdarahan menstruasi


23

Efek samping yang sering terjadi pada pemakai AKDR tembaga adalah

menstruasi yang lebih banyak dan lebih lama. Lebih dari 10% pemakai

AKDR melaporkan gangguan menstruasi. Pengeluaran atas alasan medis,

terutama akibat peningkatan banyaknya darah menstruasi, nyeri, dan bercak

merah antar-menstruasi, adalah sekitar 4% per tahun. Pada pemakai

GyneFix, walaupun perdarahan memang meningkat, namun angka

pengeluaran karena nyeri dan perdarahan umumnya rendah.

b. Infeksi

Angka PRP keseluruhan pada pemakai AKDR adalah sekitar 1,4-1,6 kasus

per 1000 wanita selama tahun pemakaian, yaitu dua kali lipat dibandingkan

dengan pada wanita yang tidak menggunakan kontrasepsi. Risiko

meningkat selama 20 hari pertama pemakaian (9,7 per 1000). Hal ini

berkaitan dengan masuknya suatu organisme infektif ke dalam rongga

rahim saat pemasanagan AKDR, terutama apabila wanita mengidap infeksi

yang tidak terdeteksi atau pemasang tidak mengikuti prosedur aseptic yang

benar. Walaupun AKDR itu sendiri tidak menyebabkan infeksi panggul,

tetapi perilaku seksual wanita pemakai dan pasangannya dapat

meningkatkan risiko timbulnya infeksi menular seksual (IMS) dan dapat

menyebabkan infeksi panggul (Farley et al., 1992). Kerusakan tuba yang

diikuti oleh infertilitas merupakan konsekuensi serius dari infeksi panggul

pada wanita.
24

c. Ekspulsi

AKDR dapat keluar atau berpindah dari rongga rahim secara spontan.

Angka ekspulsi sontan untuk AKDR modern (termasuk LNG-IUS) berkisar

dari 3 sampai 10% pada tahun pertama pemakaian, bergantung pada usia

dan paritas pemakai, penentuan waktu pemasanagn dan tipe AKDR, serta

keahlian petugas yang mesang alat tersebut. Angka ekspulsi di tahun kedua

dan berikutnya tetap rendah untuk alat yang memiliki rangka. Pemasanagan

AKDR pascaplasenta dikaitkan dengan ekspulsi yanng jauh lebih besar.

Indikasi awalnya yaitu bahwa GyneFix dikaitkan dengan angka ekspulsi

yang kurang dari 1% per tahun.

d. Perforasi

Perforasi uterus merupakan suatu kejadian yang jarang (kurang dari 1 dalam

1000 pemasangan) dan berkaitan dengan tipe AKDR, teknik pemasanagn,

dan keterampilan petugas. Terdapat beberapa bukti yang menunjukan bahwa

risiko perforasi fundus lebih besr pada awall periode pascapartum sebelum

uterus mengalami involusi sempurna. Dalamm pemasangan AKDR

pascapartum baik pada wanita menyusui walaupun tidak, diperlukan

perhatian khusus.

7. Indikasi

AKDR dapat dianggap sebagai metode kontrasepsi pilihan pertama bagi

wanita moonogami, bahkan apabila ia nulipara. AKDR sangat sesuai untuk

wanita yang mengalami kesulitan dalam menggunakan metode kontrasepsi

yang memerlukan kepatuhan. AKDR yjuga menawarkan kontasepsi efektif


25

jangka panjang lagi mereka yang mungkin sudah melengkapi keluarga mereka

tetapi ingin menghindari atau menunda sterilisasi. AKDR yang mengandung

tembaga, tetapi bukan yang melepaskan hormone, sangat efektif sebagai

kontrasepsi darurat.

LNG-IUS mungkin diindikasikan secara khsusus untuk wanita dengan

menoragia karena metode ini secara efektif mengkombinasikan kontrasepsi

pada pengurangan jumlah darah menstruasi (Glasier dan Gebbie, 2000).

8. Kontraindikasi

Kontraindikasi dari kontrasepsi AKDR, antara lain: (Glasier dan Gebbie, 2000)

Kontraindikasi mutlak

a. Didketahui atau dicurigai hamil.

b. Perdarahan vaginal abnormal yang belum didiagnosis. Namun, apabila

patologi uterus atau serviks sudah dapat disingkirkan, maka AKDR dapat

dipasangkan.

c. Dicurigai mengidap keganasan saliran genital. AKDR dapat dipasnag

setelah dilakukan terapi local untuk lesi dini serviks.

d. IMS atau PRP yang aktif atau baru terjadi (dalam 3 bulan terakhir).

e. Rongga uterus yang mengalami distorsi hebat sehingga pada

pemasangan/penempatan sulit dilakukan misal fibroid besar.

f. Alergi terhadap tembaga atau penyakit Wilson (jarang)-hanya untuk alat

yang mengandung tembaga.


26

Kontraindikasi relative

a. Menoragia dan anemia. Ini adalah kontraindikasi relative untuk AKDR

tembaga tetapi indikasi untuk LNG-IUS.

b. Memiliki banyak pasangan seksual. Apabila jika wanita memiliki

hubungan yang baru atau tidak stabil, maka risiko PRP dan infertilitas

harus dipertimbangkan terhadap ketidakmampuan atau ketidakrelaan

wanita tersebut untuk menggunakan metode lain dan risiko kehamilan yang

tidak direncanakan.

c. Baru didapatkan terapi untuk infeksi panggul. Riwayat satu kali mengidap

PRP yang sudah dilakukan terapi secara adekuat bukan merupakan

kontraindikasi pemakaian AKDR asalkan faktor risiko yang

mempredisposisi infeksi panggul tidak ada lagi. Tetapi serangan PRP

berulang harus dipandang sebagai kontraindikasI relative yang kuat

terhadap pemakaian AKDR.

d. Usia dan nuliparitas. Usia dan nuliparitas itu sendiri bukan merupakan

kontraindikasi terhadap pemakaian AKDR. Nnamun, secara umum wanita

usia muda berisiko lebih tinggi terjangkit IMS karena tingkat aktivitas

seksual yang lebih tinggi dan kemungkinan memiliki lebih banyak

pasnaagn seksual. Karena adanaya potensi ganggguan pada kesuburan di

masa mendatanng, maka wanita nulipara yang ingin menggunakan AKDR

harus mendapat konseling yang adekuat.

e. Penyakit katup jantung. Terdapat risiko endocarditis bakterialis subakut,

terutama saat pemasangan AKDR. Pada wanita dengan katup jantung


27

prostetik harus diberikan perlindungan antibiotik yang memadai dilakukan

pemasangan AKDR.

f. Terapi kortikosteroid sistemik, terapi imunosupresif, dan infeksi HIV atau

AIDS. Keadaan ini mempengaruhi system imun, sehingga meningkatkan

risiko infeksi. AKDR mungkin bukan merupakan kontrasepsi ideal bagi

para wanita ini pilihan alternative harus dipertimbangkan terlebih dahulu.

g. Baru mengidap penyakit trofoblastik jinak. Peradarah yang tidak teratus

yang berkaitan dengan pemakain AKDR dapt mempersulit tindak lanjut

dan penatalakasanaan penyakit ini.

h. Sedang mendapat terapi antikoagulan. Pemakaian AKDR tembaga

terutama dapat menyebabkan perdarahan dalah jumlah besar pada wanita

yang mendapat heparin atau warfarin. LNG-IUS lebih sesuai bagi para

wanita ini karena dapat mengurangi darah menstruasi.

E. Kontrasepsi Implan

1. Pengertian Implan

Implan merupakan metode kontrasepsi yang diinsersikan pada bagian

subdermal, yang hanya mengandung levonorgestrel yang terbungkus dalam

kapsul silastic silicon polidymetri, silicon dilepaskan kedalam darah secara

difusi melalui dinding kapsul. Implant memiliki efektivitas tinggi, perlindungan

jangka panjang, pengembalian kesuburan yang cepat setelah pencabutan, dapat

dicabut sesuai dengan kebutuhan, tidak memerlukan pemeriksaan dalam, bebas

dari pengaruh hormon estrogen, tidak menggangu kegiatan senggama serta


28

tidak mengganggu produksi ASI. Implant merupakan salah satu metode

unggulannya (BKKBN, 2013).

Menurut Anggraini & Martini (2012), Implan adalah kontrasepsi jenis

lain yang bersifat hormonal dan dimasukkan ke bawah kulit.

Menurut Wulansari & Huriawati (2007), Norplant merupakan suatu

sistem implan subdermis yang memberikan proteksi kontrasepsi hingga lima

tahun yang terdiri dari enam kapsul karet silikon (masing-masing mengandung

levonorgestrel 36 mg) yang dimasukkan ke bawah kulit lengan wanita.

2. Jenis Alat Implan

Jenis alat Implan menurut Dewi & Tri (2011), ada 3 macam meliputi:

a. Norplant

Terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga dengan panjang dari 3,4 cm,

dengan diameter 2,4 mm yang diisi dengan 36 mg Levonorgestrel dan lama

kerjanya 5 tahun.

b. Implanon

Terdiri dari satu batang putih yang lentur dengan panjang kira-kira 40 mm,

dan diameter 2 mm, yang diisi dengan 68 mg 3-Ketodesogestrel dan dengan

lama kerjanya 3 tahun.

c. Jadena atau indoplant

Terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75 mg levonogestrel dan lama kerja 3

tahun.
29

3. Cara kerja

Mekanisme kerja Implan menurut Wikjosastro (2007), adalah

mengentalkan lendir serviks uteri sehingga menyulitkan dalam penetrasi sperma

menimbulkan perubahan-perubahan pada endometrium sehingga tidak sejalan

untuk implantasi zygote mengakibatkan kurang transportasi sperma dan

menekan ovulasi atau menghalangi terjadinya ovulasi.

4. Efektivitas

Efektivitas Implan menurut Hartanto (2004), adalah sebagai berikut:

a. Angka kegagalan Norplant: didapatkan bahwa < 1 per 100 wanita-per tahun

dalam 5 tahun pertama. Ini lebih rendah dibandingkan kontrasepsi oral, IUD

maupun metode barier.

b. Efektifitas Norplant sedikit berkurang setelah 5 tahun, dan pada tahun ke-6

kira-kira 2,5-3% akseptor terjadi kehamilan.

c. Norplant-2 sama efektifnya seperti Norplant, dengan waktu 3 tahun pertama.

Di harapkan Norplant-2 juga akan efektif untuk 5 tahun, namun ternyata

setelah pemakaian 3 tahun terjadi kehamilan dalam jumlah angka yang besar

secara tidak diduga sebelumnya, yaitu sebesar 5-6%. Diketahui bahwa

penyebabnya belum jelas, karena terjadi penurunan dalam pelepasan

hormonnya.

5. Keunggulan

Menurut Arum & Sujiyatini (2009), keuntungan kontrasepsi Implan ada 2

macam yaitu :
30

a. Keuntungan Kontrasepsi

1) Memiliki guna tinggi

2) Perlindungan dalam jangka panjang (sampai 5 tahun)

3) Setelah pencabutan terjadi pengembalian tingkat kesuburan yang cepat

4) Tidak diperlukan periksa dalam

5) Terbebas dari pengaruh estrogen

6) Tidak mengganggu kegiatan dalam senggama

7) Tidak terganggu ASI

8) Klien ke klinik jika ada keluhan saja

9) Bisa dicabut setiap saat sesuai dengan kebutuhan

b. Keuntungan Non Kontrasepsi

1) Mengurangi terjadinya nyeri haid

2) Mengurangi jumlah darah saat haid

3) Memperbaiki anemia

4) Terlindung dari terjadinya kanker endometrium

5) Menurunkan angka kejadian pada kelainan jinak payudara

6) Melindungi diri dari beberapa penyebab pada penyakit radang panggul

7) Menurunkan angka kejadian pada endometrium

6. Kerugian

Menurut Dewi & Tri (2011), alat kontrasepsi Implan memiliki beberapa

kerugian antara lain:


31

a. Pada kebanyakan pemakai dapat menyebabkan terjadinya perubahan pola

haid berupa perdarahan bercak/spotting, hipermenorea, atau 3terjafi

peningkatan jumlah darah haid serta amenorea.

1) Amenorrhea

Setelah masa siklus haid yang teratur terjadinya amenorrhea. Jika tidak

ditemui suatu masalah, jangan berupaya merangsang perdarahan dengan

kontrasepsi oral kombinasi.

2) Spotting (perdarahan bercak) ringan. Spotting sering ditemukan terutama

pada tahun pertama penggunaan. Bila tidak ada suatu masalah dan klien

tidak hamil, tidak diperlukan tindakan apapun. Tetapi jika bila klien

mengalami permasalahan dapat diberikan kontrasepsi oral kombinasi (30-

50 mcg EE) selama 1 siklus pertama dan Ibuprofen (hingga 800 mg 3 kali

sehari x 5 hari) dan terangkan pada klien bahwa akan terjadi perdarahan

setelah pil kombinasi jika akan kehabisan. Bila terjadi perdarahan lebih

banyak dari biasa, berikan 2 tablet pil kombinasi selama 3-7 hari dan

selanjutnya dengan satu siklus pil kombinasi.

b. Timbul keluhan-keluhan seperti: nyeri kepala, nyeri dada, perasaan mual,

pusing, dan peningkatan/penurunan berat badan.

1) Pertambahan atau kehilangan berat badan (perubahan nafsu makan). Di

informasikan bahwa kenaikan/penurunan berat badan sebanyak 1-2 kg

dapat saja timbul. Perhatikan diet klien bila perubahan BB terlalu terlihat.

Bila BB berlebihan, hentikan pada suntikan dan anjurkan metode

kontrasepsi yang lain.


32

2) Ekspulsi. Cabut kapsul ekspulsi, periksakan apakah kapsul yang lain

masih di tempat, dan apakah terdapat tanda-tanda infeksi pada daerah

insersi. Bila tidak terjadi infeksi dan kapsul lain bearti masih berada pada

tempatnya, pasang kapsul baru 1 buah pada tempat insersi yang secara

berbeda. Bila ada infeksi cabut semua kapsul yang ada dan pasang kapsul

baru pada lengan yang lain atau ganti cara.

3) Infeksi pada daerah insersi. Bila infeksi tanpa adanya nanah: bersihkan

dengan sabun dan air atau antiseptic lalu berikan antibiotik yang sesuai

untuk 7 hari. Implan jangan dilepas dan minta klien kontrol 1 minggu

lagi. Bila tidak membaik, lepas implan dan pasang yang baru pada lengan

lain atau ganti cara. Bila ada abses: bersihkan dengan antiseptik,

kemudian insisi dan alirkan pus keluar, cabut implan, lalu lakukan

perawatan luka, beri antibiotika oral 7 hari.

c. Membutuhkan tindakan pembedahan minor

7. Indikasi

Indikasi kontrasepsi Implan menurut Anggraini & Martini (2012), meliputi:

a. Usia yang reproduksi

b. Memiliki anak ataupun yang belum

c. Memerlukan kontrasepsi yang memiliki efektifitas tinggi dan menghendaki

pencegahan kehamilan jangka panjang

d. Menyusui dan yang membutuhkan kontrasepsi

e. Pasca persalinan dan yang tidak menyusui

f. Pasca dari keguguran


33

g. Tidak mengharspkan anak lagi, tetapi menolak sterilisasi

h. Ada riwayat kehamilan ektopik

i. Tekanan darah < 180/110 mmHg, dengan memiliki masalah pembekuan

darah, atau anemia bulan sabit (sincle cell)

j. Tidak diperbolehkan menggunakan kontrasepsi hormonal yang

mengandung estrogen

k. Lupa dalam menggunakan pil

8. Kontraindikasi

Kontraindikasi alat kontrasepsi Implan menurut Hartanto (2004), antara lain:

a. Hamil atau dugaan hamil

b. Tidak diketahui penyebabnya tentang perdarahan traktus genetalia

c. Penyakit trombo-emboli atau Tromboflebitis aktif

d. Terjadi penyakit hati akut

e. Terjadi tumor hati jinak atau ganas

f. Mengalami Karsinoma payudara/tersangka karsinoma payudara

g. Tejadi tumor/neoplasma ginekologik

h. Mengalami penyakit jantung, hipertensi dan diabetes mellitus


34

F. Tembaga

1. Pergertian Tembaga

Tembaga dengan nama kimia cuprum dilambanagkan dengan Cu. Unsur

logam ini berbentuk Kristal dengan warna kemerahan. Dalam table periodic

unsrue-unsur kimia, tembaga menempati posisi dengan nomor atom (NA) 29

dan mempunyai bobot atau berat atom (BA) 63,546.

Tembaga merupakan unsur esensial yang bila kekurangan dapat

menghambat pertumbuhan dan pembentukan hemoglobin (Richards 1989;

Ahmed et al. 2002), namuun tembaga nii sangat dibutuhkan tubuh meski

dalam jumlah yang sedikit karena bekerja dan memperlihatkan pengaruhnya

bila Cu ini telah masuk ke dalam tubuh organisme dalam jumlah besar atau

melebihi nilai toleransi organisme yang terkait.

Menurut Palar 2004, kebutuhan manusia terhadap tembaga cukup

tinggi. Manusia dewasa membutuhkan sekitar 30 µg Cu perkilogram berat

tubuh. Pada anak-anak jumlah Cu yang dibutuhkan adalah 40 µg

perkilogram berat tubuh, sedangkan pada bayi dibutuhkan 80 µg Cu

perkilogram berat tubuh. Konsumsi tembaga yang baik bagi manusia adalah

2,5 mg/kg berat tubuh/hari bai orang dewasa dan 0,05 mg/kg berat

tubuh/hari untuk anak-anak dan bayi.

Tembaga ditemukan dalam protein plasma, seperti seruloplasmin

yang berperan dalam pembebasan besi dari sel ke plasma. Tembaga juga

merupakan komponen dari protein darah, antara lain eritrokuprin yang


35

ditemukan dalam eritrosit (sel darah merah) yang berperan dalam

metabolisme oksigen (Darmono 1995; 2001). Selain ikut berperan dalam

sintesis hemoglobin, tembaga merupakan bagian dari enzim-enzim dalam sel

jaringan, mengabsorbsi unsur besi, sintesa substansi seperti hormone,

memelihara fungsi saraf & kimia darah yg normal.

Kadar Cu dalam plasma + 110 mcg/100 ml dan eritrosit 115 mcg/100

ml, Metabolisme "Cu" diangkut oleh albumin terikat dgn serulo plasmin.

Penyakit defisiensi "Cu" atau gejala Anemia, gangguan pada saraf & tulang,

luka-luka pada kulit sedangkan penyakit toksisitas "Cu“ atau gejala sakit

kepala, lesu, mual & diare

2. Dampak Tembaga Dalam Tubuh

Tembaga memegang peranan penting dalam proses pembentukan

hemoglobin yang membawa oksigen dalam peredaran darah ke seluruh tubuh.

Kekurangan tembaga diduga dapat menimbulkan anemia yang sulit dibedakan

dari anemia yang memang disebabkan kurangnya zat besi dalam tubuh, karena

tembaga turut berperan dalam oksidasi ion fero menjadi ion feri dalam

metabolisme hemoglobin (Arinal P, 2001)

Tembaga bila masuk ke dalam tubuh dalam jumlah berlebihan akan

menimbulkan pengaruh-pengaruh buruk terhadap fungsi fisiologis tubuh (Lilik,

2012).

Paparan Tembaga dalam waktu yang lama pada manusia akan

menyebabkan terjadinya akumulasi bahan-bahan kimia dalam tubuh manusia


36

yang dalam periode waktu tertentu akan menyebabkan munculnya efek yang

merugikan kesehatan penduduk (Widowati, 2008).

Dampak dari Cu adalah, pusing, mual, keram perut dampak kronis

terjadinya kerusakan organ jaringan seperti gangguan ginjal dan liver (Novita

dkk, 2015).

Pengaruh tembaga terhadap system reproduksi yaitu tembaga yang

masuk ke dalam tubuh dengan cepat masuk ke peredaran darah dan didistribusi

ke seluruh tubuh dengan mempengaruhi hormone Follicle Stimulating

Hormone (FSH) dihasilkan oleh hipofisis anterior yang mengatur

perkembangan folikel primer sampai menjadi folikel de Graaf (dewasa) pada

ovarium dan Luteinizing Hormone (LH) yang mengubah folikel de Graaf

menjadi korpus luteum, dan menstimulasi ovulasi. Hormone-hormon ini

menyebabkan pemasakan ovarium sehingga menghasilkan progesterone

(mempertahankan endometrium dalam persiapan kehamilan) dan estrogen

(memunculkan ciri kelamin sekunder wanita dan menebalkan endometrium)

(Syaifuddin, 2011).

3. Alat Kontrasepsi Yang Mengandung Tembaga

a. Alat Kontrasepsi IUD Yang Mengandung Tembaga

IUD merupakan kontrasepsi yang dimasukkan melalui serviks dan

dipasang di dalam uterus. IUD memiliki benang yang menggantung sampai

liang vagina, hal ini dimaksudkan agar keberadaannya bisa diperiksa oleh

akspetor sendiri. IUD mencegah kehamilan dengan merusak kemampuan

hidup sperma dan ovum karena adanya perubahan pada tuba dan cairan
37

uterus. Hal ini dikarenakan adanya IUD yang dianggap sebagai benda asing

sehingga menyebabkan peningkatan leuokosit. Tembaga yang dililitkan

pada IUD juga bersifat toksik terhadap sperma dan ovum. Demikian pula

IUD yang mengandung hormone progesterone. Lebih kentalnya lender

serviks akan mempersulit sperma untuk melewati serviks dan akan

terbunuh oleh leukosit yang timbul dalam cairan uterus sebagai hasil dari

rangsangan tembaga.

Lilitan tembaga yang terdapat pada IUD berfungsi untuk

menghambat laju sperma supaya tidak bisa mencapai sel telur yang berada

di saluran telur (tuba falopii) dengan sempurna. Keberadaan lilitan tembaga

ini bisa diibaratkan sebagai jalan berkelok yang akan dilalui sel sperma

sehingga lajunya menjadi lebih lambat.

Secara umum IUD tampaknya mencegah sperma membuahi ovum.

IUD yang mengandung tembaga tampak memiliki efek spermatosidal. IUD

yang mengeluarkan progesterone atau progestin sintetik secara lambat juga

memiliki efek menebalkan mucus serviks sehingga sperma sulit masuk ke

dalam rahim (Ganong, 2002).

Mencegah terjadinya fertilisasi, tembaga pada AKDR menyebabkan

reaksi inflamasi steril, toksik buat sperma sehingga tidak mampu untuk

fertilisasi (BKKBN dan Kemenkes R.I., 2012)


38

IUD yang mengandung tembaga

Menganggu kemampuan sperma


berjalan melawati rongga rahim

Mengganggu proses pembuahan di tuba


falopii sebelum ovum mencapai rongga
rahim

Menghambat implantasi apabila teur


yang sudah dibuahi masuk ke uterus
dengan menimbulkan respon
peradangan local di endometrium

Perubahan jumlah darah yang


keluar saat haid

Sumber : Glassier Gebbie, 2006

b. Alat Kontrasepsi Implan Yang Mengandung Tembaga

Implan merupakan kontrasepsi yang dimasukkan melalui subdermal

dan bersifat hormonal. Mekanisme kerja implant yang terkandung tembaga

adalah menekan ovulasi, membuat getah serviks menjadi kental, membuat

endometrium tidak siap menerima kehamilan. Dengan konsep kerjanya

adalah progesteron dapat mengahalangi pengeluaran LH sehingga tidak

terjadi ovulasi dan menyebabkan situasi endometrium tidak siap menjadi

tempat nidasi.
39

Akibat dari pemasangan


implant yang terkandung
tembaga dalam tubuh

Dilepaskan kedalam darah melepaskan gonadotropin


secara difusi melalui releasing hormon (GnRH) atau
dinding kapsul luteinizing hormon releasing
hormon (LHRH)

hipotalamus
dikendalikan oleh dikendalikan oleh
Gangguan terhadap mekanisme umpan mekanisme umpan
sekresi GnRH akan balik lengkung balik lengkung
menyebabkan panjang pendek
gangguan terhadap
poros di bawahnya
steroid ovarium gonadotropin hipofisis

terjadinya anovulasi,
amenore dan gangguan melepaskan hormon
haid lainnya. Hormon ini perangsang folikel (follicle
berperan dalam stimulating hormone,
mempersiapkan FSH) dan hormone
endometrium untuk luteinisasi (luteinising
implanasi hormone,LH)

Gangguan pada hormon ini


mempengaruhi siklus endometrium estrogen meningkat
(proliferasi yang malar) dengan cepat
hingga mencapai puncak

Mengakibatkan pengelupasan
endometrium tak beraturan kadar LH pada
pertengahan siklus haid

pola perdarahan yang


tidak teratur atau pemendekan siklus terjadinya ovulasi
haid, polimenore atau bercak prahaid

hasil dari sekresi kadar estrogen cepat menurun


korpus luteum. kembali dan progesterone

Sumber: Wikjosastro (2007)


40

Pelepasan GnRH merupakan syarat awal untuk terjadinya peristiwa

siklus berikutnya. GnRH merupakan suatu hormon dekapeptida yang

dilepaskan secara pulsatil dengan frekuensi dan amplitudo tertentu.

FSH berperan merangsang pematangan folikel ovarium, sedangkan LH

dalam jumlah tertentu diperlukan sepanjang siklus haid untuk merangsang

sintesis pembakal androgen di dalam stroma ovarium yang akan diubah menjadi

estrogen di dalam folikel. LH hanya akan bekerja jika ada FSH, kedua hormon

ini bersifat sinergistik. Terjadinya gangguan pada sekresi salah satu atau

rangsangan FSH dan LH pada ovarium akan menyebabkan folikel-folikel

mengalami proses pembentukan menjadi folikel yang matang dan kemudian

akan mengalami proses ovulasi. Pada saat terjadi haid, kadar estrogen cepat

merosot dan menetap dalam kadar yang rendah pada tahap dini fase folikuler.

G. Penelitian Terkait

1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sri Rahayu dan Siti (2015) tentang

“ Hubungan Lama Pemakaian KB Implan Dengan Siklus Menstruasi Di

Wilayah Kerja Puskesmas Rowosari 02 Kabupaten Kendal” diketahui bahwa

berdasarkan uji Chi-Square dengan teknik Stratifield Sampling berjumlah 20

responden KB Implan baru (<12 bulan) dan 13 reponden KB Impan lama (>12

bulan). Hasil uji statistic didapatkan nilai p = 0.005  0,05), sehingga

disimpulkan bahwa ada hubungan lama pemakaian KB Implan dengan siklus


41

menstruasi. didapatkan bahwa KB Implan baru siklus mentruasi teratur

sedangkan pada KB Implan lama siklus menstruasi tidak teratur.

2. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lismawati dkk (2015) tentang

“Perbedaan Keluhan Kesehatan Ibu Yang Menggunakan KB IUD (Intra

Uterine Device) Dan KB Suntik” diketahui bahwa berdasarkan uji Mann-

Whitney dengan teknik pengambilan sampel secara purposive sampling,

diketahui IUD 60 orang dan 356 pengguna Suntik. Diperoleh angka yang

Significancy 0,201. Dan hasil uji statistic didapatkan nilai p >0,05, dapat

disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara keluhan ibu yang

menggunakan KB IUD dan KB Suntik. Bahwa ibu pengguna alat kontrasepsi

dalam rahim (AKDR/IUD) banyak mengeluh gangguan haid, pendarahan, sakit

kepala. Sedangkan Ibu pengguna alat kontrasepsiSuntik mengeluh mengalami

gangguan Haid, Peningkatan berat badan, jerawat/flek hitam.

3. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Warsini dkk (2015) tentang

“Perbedaan Siklus Menstruasi Antara Ibu Yang Menggunakan AKDR Dan Alat

Kontrasepsi Suntik Di Desa Beruk Kabupaten Karanganyar” diketahui bahwa

berdasarkan uji Mann-Whitney dengan teknik pengambilan sampel simple

random sampling, diketahui IUD dan Suntik sebanyak 44 orang. Hasil uji

statistic didapatkan nilai p = 0.032 (p <0,05), sehingga disimpulkan bahwa ada

perbedaan yang berarti antara siklus menstruasi pada penggunaan AKDR dan

Penggunaan siklus menstruasi injeksi kontrasepsi terjadi rata-rata siklus

menstruasi yang terjadi pada penggunaan AKDR adalah 23.91 hari sedangkan
42

rata-rata siklus memnstruasi pada penggunaan alat kontrasepsi suntik adalah

21.08 hari.

4. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ikhwani dan Irdayanti (2012)

tentang “Perbedaan Pengaruh Penggunaan Alat Kontrasepsi IUD Dan Suntik

Terhadap Siklus Haid Perempuan Di Kecamatan Marpoyan Damai Pekanbaru”

diketahui bahwa berdasarkan uji independent t-test menggunakan teknik slovin,

diketahui 69 wanita menggunakan IUD dan 564 perempuan menggunakan

injeksi. Dan hasil uji statistic didapatkan nilai P adalah 0.006 dengan signifikan

kurang dari 0,05, berarti ada perbedaan yang signifikan antara siklus menstruasi

wanita yang menggunakan IUD kontrasepsi dan yang menggunakan kontrasepsi

injeksi dengan siklus haid pada perempuan yang menggunakan alat kontrasepsi

IUD lebih baik yang jumlah haid yang keluar 2 kali lebih banyak dibandingkan

dengan perempuan yang menggunakan alat kontrasepsi suntik yaitu dengan

siklus normal 28-35 hari, sedangkan perempuan pengguna alat kontrasepsi

suntik mempunyai siklus haid pendek yaitu >28 hari atau 2 kali dalam sebulan

yang jumlah haid keluar sedikit.

5. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fitriatun dan Dyah (2011) tentang

“Perbedaan Pengaruh KB Suntik Depo Medroxi Progesteron Asetat (DMPA)

Dengan KB Implan Terhadap Gangguan Menstruasi Di Wilayah Kerja

Puskesmas 1 Purwonegoro Kabupaten Banjarnegara” diketahui bahwa

berdasarkan uji Chi Square menggunakan systematic random sampling,

diketahui 98 orang (54,7%) lebih dari akseptor implan yang 81 orang (53,3%).

Dan hasil uji statistic didapatkan nilai p = 0,003 yang lebih kecil dari α = 0,05
43

sehingga hasil ini menunjukkan ada perbedaan pengaruh gangguan menstruasi

antara ibu yang menggunakan alat kontrasepsi kontrasepsi suntik Depo

Medroksi Progesterone Asetat (DMPA) dengan Implan di wilayah kerja

Puskesmas 1 Purwonegoro Kabupaten Banjarnegara tahun 2011 dengan

keluhan gangguan menstruasi pada KB suntik DMPA lebih banyak dari pada

KB implant.

6. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dinamika C. Bimantara Fakultas

Kedokteran Sumatera Utara (2003) tentang “Hubungan Sitologi Serviks Uteri

Dengan Pemakaian AKDR Cu T380A Jangka Panjang” diketahui bahwa

berdasarkan uji chi-kuadrat dengan pengambilan sampel 120 akseptor Cu

T380A dan hasil uji statistic didapatkan nilai p > 0,05, dapat disimpulkan

bahwa tidak ada hubungan sitologi serviks uteri dengan pemakaian akdr cu

t380a jangka panjang. Didapatkan AKDR Cu T380A dengan keluhan keputihan

dan perdarahan
44

H. Kerangka Teori Penelitian

Skema 2.1 Kerangka Teori Penelitian

Alat kontrasepsi yang


mengandung tembaga

Kontrasepsi Intra Uterine Kontrasepsi Implan.


Devices (IUD). berkembangnya hormone
Mengganggu sperma melewati perangsang folikel FSH dan LH,
dongga rahim dan proses pembuahan terjadi peningkatan estrogen dan
di tuba falopii mengakibatkan kadar LH dengan cepat, terjadinya
hambatan implantasi apabila telur ovulasi mengakibatkan kadar
yang sudah dibuahi masuk ke uterus estrogen cepat menurun dan
dengan menimbulkan respon peningkatan progesterone,
mempengaruhi siklus endometrium
peradangan lokal di endometrium.
mengakibatkan pengelupasan
endometrium tak beraturan.

Jumlah darah yang


keluar saat menstruasi

Sumber : (Zannah dkk 2011; Glassier Gebbie, 2006; BKKBN, 2011; Proverawati

dkk, 2010; Selviana dkk, 2013; Kusmiran, 2011; Affandi, 2013;

Hartanto, 2003; Ali, 2013)


45

BAB III

METODE PENELTIAN

A. Kerangka Konsep

Kerangka Konsep merupakan metode konseptual dengan bagaimana teori

berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah

yang penting (Sugiyono, 2014). Berdasarkan tujuan penelitian adalah untuk

mengetahui dampak alat kontrasepsi yang mengandung tembaga pada akseptor

IUD dan Implan terhadap jumlah perdarahan menstruasi. Variabel dalam

penelitian ini hanya terdapat satu variabel (variabel tunggal) yaitu jumlah

perdarahan menstruasi pada akseptor IUD dan Implan yang mengandung

tembaga.

Berdasarkan tinjauan teori diatas dapat dikemukakan oleh penulis, maka

dapat disusun kerangka konsep sebagai berikut :

Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Metode kontraseps :
1. Suntik
2. Pil KB
3. Kondom
4. IUD (Intra Uterine Device), Jumlah perdarahan
5. Implan menstruasi
6. Metode Operasi Wanita (MOW)
7. Metode Operasi Pria (MOP):

Keterangan :
: Diteliti
: Tidak ditelit
46

B. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan

tujuan dan kegiatan tertentu (Sugiyono, 2014). Jenis penelitian ini adalah

penelitian deskriptif yaitu peneliti tidak mengadakan perlakuan atau intervensi

terhadap variabel penelitian melainkan mengkaji fakta-fakta yang telah terjadi

dan pernah dilakukan oleh subjek penelitian (Notoatmodjo, 2005).

C. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara atau teoritis terhadap rumusan

masalah penelitian yang akan diteliti, dimana rumusan penelitian telah

dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan, belum didasarkan dari fakta-fakta

empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data pada penelitian (Sugiyono,

2014).

Beberapa hipotesa dalam penelitian tersebut adalah sebagai berikut :

1. Ada dampak alat kontrasepsi yang mengandung tembaga pada akseptor IUD

dengan akseptor Implan terhadap jumlah perdarahan saat menstruasi di Bidan

Praktik Sri Nirmala Kalidoni (Ha).

2. Tidak ada dampak alat kontrasepsi yang mengandung tembaga pada akseptor

IUD dengan akseptor Implan terhadap jumlah perdarahan saat menstruasi di

Bidan Praktik Sri Nirmala Kalidoni (Ho).


47

D. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi variabel-variabel yang akan diteliti

secara operasional di lapangan, bermanfaat untuk mengarahkan kepada

pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta

pengembangan instrument (Riyanto, 2011).

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian

No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional
1. Jumlah Jumlah perdarahan Kuesioner 1) Kurang dari Ordinal
perdarahan menstruasi pada dan normal:
menstruasi ibu yang timbangan Jika jumlah
menggunakan digital perdarahan
kontrasepsi untuk saat
mengandung mengukur menstruasi<60-
tembaga yaitu IUD jumlah 80 ml
dan Implan yang di perdarahan 2) Normal:
ukur di hari kedua pada Jika jumlah
menstruasi, pembalut perdarahan
dihitung dalam ml saat menstruasi
60-80 ml
3) Lebih dari
normal:
Jika jumlah
perdarahan

E. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi atau sama rata yang terdiri atas

obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari selanjutnya ditarik kesimpulannya

(Sugiyono, 2014). Populasi dalam penelitian ini adalah Ibu yang

menggunakan kontrasepsi IUD sebanyak 13 orang dan kontrasepsi Implan


48

sebanyak 103 orang di Bidan Praktik Sri Nirmala Kalidoni dengan jumlah

populasi sebanyak 116 orang.

2. Sampel penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut yang dapat dipergunakan sebagai obyek peneliti melalui

sampling, sampel adalah sebagian atau wakil populasi yag diteliti, ibu yang

menggunakan kontrasepsi IUD dan ibu yang menggunakan kontrasepsi

Implan yang ada di Bidan Praktik Sri Nirmala Kalidoni yang memenuhi

kriteria insklusi yaitu kriteria yang dapat mewakili dari sampel penelitian dan

memenuhi syarat-syarat berbagai sampel (Sugiyono, 2014).

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi tersebut digunakan, antara lain:

1) Ibu usia subur yang menggunakan alat kontrasepsi yang mengandung

tembaga pada akseptor IUD dengan akseptor Implan.

2) Akseptor KB IUD dan Implan yang melakukan pemasangan KB di Bidan

Praktek Sri Nirmala.

3) Ibu yang bersedia menjadi responden.

Sedangkan kriteria eksklusi :

1) Ibu menggunakan kontrasepsi IUD dan kontrasepsi Implan yang

mengandung tembaga mengalami droup out

2) Menolak menjadi responden

3) Responden yang tidak bisa menulis dan membaca

Menurut Sugiyono (2014), untuk mentapkan jumlah sampel menggunakan

formulasi sederhana yang diperoleh dari rumus slovin, yaitu:


49

n = N/1+N (d)2

Keterangan : n = besar sampel

N= besar populasi

d = tingkat kepercayaan menggunakan angka 0,1 (10%)

n = N/1+N (d)2

= 116/ 1+116 (0.1) 2

= 116/ 1+1.16

= 116/2.16

= 53,70≈54

Ibu yang menggunakan kontrasepsi IUD

= 116/ 13x54

= 7 orang

Ibu yang menggunakan kontrasepsi Implan

= 116/ 103x54

= 48 orang

Dari rumus diatas diperkirakan perolehan besar sampel dengan ibu

yang menggunakan kontrasepsi IUD 7 orang dan ibu yang menggunakan

kontrasepsi Implan 48 orang yang ada di Bidan Praktek Sri Nirmala Kalidoni

ditetapkan secara metode purposive sampling dengan teknik non random

sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pengambilan anggota sampel

dari populasi dilakukan secara tidak acak yang memperhatikan strata yang ada

dalam populasi itu (Sugiyono, 2014)


50

F. Tempat Penelitian

Penelitian di lakukan di Bidan Praktik Sri Nirmala Kalidoni. Tempat

penelitian dipilih oleh peneliti atas dasar hasil observasi terkait banyaknya

pemakaian kontrasepsi IUD dan Implan yang mengandung tembaga di wilayah

tresebut.

G. Waktu Penelitian

Penelitian di lakukan secara bertahap antara lain:

Tahap persiapan : Pembuatan proposal dilaksanakan pada bulan Juni-

Oktober 2016

Tahap pelaksanaan : Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan

November-Desember 2016

Tahap penyusunan : Laporan hasil data sidang skripsi pada bulan Desember

2016

H. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, penelitian mendapatkan surat pengantar

dari Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas

Sriwijaya kemudian mengajukan surat tersebut kepada dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Sriwijaya yang ditujukan kepada Badan Kesatuan

Bangsa Dan Politik Kota Palembang, Badan Keluarga Berencana Dan

Pemberdayaan Perempuan Kota Palembang, Dinas Kesehatan Kota Palembang


51

dan Bidan Praktik Sri Nirmala Kalidoni untuk mendapatkan persetujuan

penelitian terhadap warganya jika ditemukan yang sesuai dengan kriteria yang

telah ditentukan sebelumnya.

Menurut Hidayat (2011) masalah etika dalam penelitian keperawatan

yang harus perhatikan meliputi :

1. Beneficience (manfaat)

Manfaat penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil dari dampak jalat

kontrasepsi yang mengandung tembaga pada akseptor IUD dan akseptor

Implan terhadap jumlah perdarahan sedikit atau banyak.

2. Respect human dignity (menghargai hak asasi manusia)

Peneliti memperhatikan hak-hak responden dalam mendapatkan

informasi yang dilaksanakan dalam penelitian. Responden berhak menetukan

pilihan dan mendapatkan kebebasan tanpa ada paksaan selama pelaksanaan

kegiatan penelitian.

3. Right to just (keadilan)

Pada penelitian ini, peneliti melakukan penelitian berdasarkan tahap

penelitian dan bersikap adil dengan memberikan tindakan yang sama kepada

masing-masing responden serta memberikan reword yang sama yaitu pujian.

4. Informed consent (lembar persetujuan)

Merupakan cara dalam melakukan persetujuan antara peneliti dengan

responden. Peneliti akan menjelaskan maksud atau tujuan penelitian dan

dampak atau akibat dari penelitian ini. Setelah mendapat penjelasan. Semua
52

responden bersedia menjadi subjek peneliti dan responden melakukan proses

penelitian sampai dengan selesai.

5. Anonimity (tanpa nama)

Peneliti tidak akan menuliskan nama responden pada lembar kuesioner

hanya menuliskan kode saja. Kode ini merupakan pemberian nomor untuk

dalam analisa data.

6. Confidentiality (kerahasiaan)

Peneliti menjamin kerahasiaan dari hasil peneliti mulai dari informasi

maupun masalah-masalah lainnya, seluruh informasi yang dikumpulkan akan

dijaga kerahasiaannya oleh peneliti, kemudian akan dimusnahkan apabila

keseluruhan proses penelitian telah selesai. Hanya kelompok skor dan hasil

analisa data saja yang akan dilaporkan pada hasil riset.

I. Alat Pengumpulan Data

Alat pemgumpulan datang yang digunakan, antara lain:

1. Jenis Data

Sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu data

primer diperoleh dari akseptor KB IUD dan implan dengan dilakukan

observasi dan data sekunder diperoleh dari hasil catatan laporan rekapitulasi

tahunan yang jumlah akseptor KB IUD dan Implan di Bidan Praktek Sri

Nirmala.

2. Cara Pengumpulan Data


53

Teknik penelitian dalam pengumpulan data dalam penelitian ini adalah

dengan cara menggunakan lembar observasi yang diisi dari hasil dokumentasi

yang digunakan untuk memperoleh informasi dari tenaga kesehatan yang

bekerja disetempat tentang jumlah akseptor KB IUD dan implant yang

mengandung tembaga dan keluhan yang biasa dirasakan di Bidan Praktek Sri

Nirmala. Pada saat dilapangan di lakukan pengukuran langsung untuk

mendapatkan hasil jumlah perdarahan menstruasi yang penggunaan akseptor

IUD dan Implan yang mengandung tembaga.

3. Instrumen Pengumpulan Data.

Instrumen pengumpulan merupakan bahan atau alat yang digunakan

dalam penelitian untuk mengumpulkan data (Arikunto, 2006). Alat-alat yang

digunakan antara lain yaitu, timbangan digital portable scale SF-400

digunakan untuk mengukur jumlah perdarahan pada pembalut saat

menstruasi antara ibu yang menggunakan kontrasepsi IUD dan Implan yang

mengandung tembaga.

J. Prosedur Pengumpulan Data

Jalannya penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahap sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini peneliti mempersiapakan segala sesuatu (sarana) yang

diperlukan sebelum melakukan penelitian. Sarana yang dipersiapkan

mencakup alat pengumpul data (lembar observasi, timbangan digital portable

scale SF-400 dan alat tulis).


54

Tahap persiapan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Peneliti melakukan perijinan untuk melaksanakan penelitian yang berjudul

“Dampak Alat Kontrasepsi Yang Mengandung Tembaga Pada Akseptor

IUD Dan Implan Terhadap Jumlah Perdarahan Menstruasi” dengan cara

meminta surat pengantar dari kampus Program Studi Ilmu keperawatan

Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, yang ditujukan kepada

Pimpinan Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

b. Peneliti menyerahkan syarat permohononan kepada Badan Kesatuan

Bangsa Dan Politik Kota Palembang.

c. Peneliti menyerahkan surat permohanan kepada Badan Keluarga

Berencana Dan Pemberdayaan Perempuan Kota Palembang dan Dinas

Kesehatan Kota Palembang.

d. Peneliti menyerahkan surat permohan kepada Bidan Praktik Sri Nirmala

Kalidoni yang akan menjadi lokasi penelitian

2. Tahap Pelaksanaan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi observasi,

mengukur jumlah perdarahan dengan alat timbangan digital portable scale SF-

400.

Tahap persiapan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Peneliti melakukan pertemuan dengan ibu-ibu yang menggunakan

kontrasepsi IUD dan Implan dilanjutkan dengan pemberian pembalut yang

sama merk laurier dan diberikan informed consent.


55

b. Peneliti melakukan kontrak waktu untuk mengukur hasil jumlah darah

menstruasi pada pembalut yang telah diberikan peneliti dengan

menggunakan alat kesehatan berupa timbangan digital portable scale SF-

400 kemudian mencatat hasil pengukuran jumlah perdarahan tersebut pada

lembar observasi yang tersedia.

Diketahui bahwa peneliti memberitahu pada responden untuk

memberi kontrak waktu untuk pengukuran pada pembalut responden

sampai hari kedua dengan dihitung jumlah perdarahan menstruasi setiap 6

jam sekali selama 24 jam (4 kali ganti pembalut).

Pada pengukuran jumlah darah saat menstruasi dengan alat ukur

timbangan digital portable scale SF-400 dengan kapasitas 10000 gram

dilakukan uji kalibrasi. Uji kalibrasi alat ukur timbangan digital portable

scale merk nagata adalah proses verifikasi akurasi timbangan digital

sesuai dengan rancangannya. Metode ini digunakan untuk melaksanakan

kalibrasi timbangan digital dengan rentang ukur/kapasitas sampai dengan

200 gram. Adapun cara dilakukan uji kalibrasi pada alat ukur timbangan

digital portable scale SF-400, antara lain:

1) Catat semua spesifikasi timbangan pada lembar kerja

2) Periksa bahwa timbangan bekerja baik

3) Letakkan timbangan pada tempat yg kokoh dan rata (level)

4) Bersihkan dudukan timbangan dari debu

5) Pilih massa yg mendekati “Calibration Mode”

6) Nol kan timbangan


56

7) Timbang massa standar (M)

8) Sentuh “pan” diamkan ± 30 detik (ri)

9) Ambil massa dan tunggu sampai nol (zi)

10) Hitung rata-rata dari zi dan ri

11) Hitung koreksi C dgn rumus: C = M – (ri – zi)

Dimana:

C = Koreksi yang dihitung untuk titik pengukuran ke-i

M = Massa konvensional standar massa untuk titik pengukuran

ke-i

Tabel 3.2 Massa Standar

Massa Nominal Massa Konvensional


10 g 10.00001 g
5g 5.00000 g
Total (Mi) 15.00001 g

ri = Rata-rata dari dua kali pembacaan berulang dengan beban

untuk titik ke-i

zi = Rata-rata pembacaan tanpa beban untuk titik ke-i

12) Jika koreksi lebih besar dari 3σ, dimana σ adalah standar deviasi dari

kemampuan baca sebelumnya diketahui maka timbangan perlu

disetel

13) Setelah timbangan disetel maka ulangi nomor 5 sampai 12.

c. Peneliti melakukan pengolahan data dan analisa data secara manual dengan

dilakukan uji analisa deskriptif (Univariat) untuk mengetahui baik tidaknya

instrument pengumpul data.


57

3. Tahap Penutup

Peneliti mengakhiri penelitian di Bidan Praktek Sri Nirmala dengan

menyimpulkan serta mengklarifikasi informasi yang kurang jelas. Selanjutnya

peneliti memberikan ucapan terimakasih kepada pihak yang bersangkutan

pada penelitian atas partisipasinya. Hasil penyelesaian telah dikumpulkan dan

disesuaikan sehingga peneliti menyusun skripsi dan dilanjutkan seminar hasil

penelitian.

K. Rencana Analisis Data

1. Pengolahan data

Menurut Hasan (2002) dalam pengelolaan data menggunakan beberapa

cara, antara lain :

a. Editing (pemeriksaan data)

Pemeriksaan data atau editing adalah meneliti kembali isian dalam

lembar kuesioner sudah lengkap atau belum dan diisi untuk menunjang

persiapan yang optimal. Editing dilakukan pada tempat pengumpulan data,

sehingga jika ada kekurangan data cepat dikonfirmasikan pada responden

yang bersangkutan. Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah

memeriksa kembali kuesioner yang telah diberikan dengan maksud tujuan

mengecek, apakah semua kuesioner telah diisi sesuai dengan petunjuk

sebelumnya.

b. Coding (pemeriksaan kode)


58

Coding adalah suatu kegiatan memberi kode pada variabel

penelitian. Biasanya dalam memberikan kode dibuat juga daftar kode

artinya dalam satu buku untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan

arti suatu kode dari suatu variabel.

c. Scoring (Penilaian)

Scoring yaitu dengan memberi scor terhadap data kuantitatif

sehingga dapat dianalisa dengan stastistik.

d. Tabulating (Penyusunan data)

Tabulating yaitu memasukan data-data hasil dari penelitian yang

telah dilakukan kedalam tabel-tabel dengan variabel yang diteliti sehingga

mempermudah dalam menganalisa dan pembahasan selanjutnya.

e. Entry data (memasukkan data)

Entry data yaitu proses memasukan data kedalam kategori tertentu

untuk dilakukan analisa data dengan menggunakan bantuan dari computer

program SPSS.

2. Analisa data

a. Analisa deskriptif (Univariat)

Analisis univariat digunakan untuk menjabarkan secara deskriptif

mengenai distribusi frekuensi dan proporsi masing–masing variabel yang

diteliti, baik variabel bebas maupun terikat. Pada penelitian ini ingin

mengidentifikasi jumlah perdarahan saat menstruasi antara Ibu yang

menggunakan kontrasepsi IUD dengan kontrasepsi Implan yang

mengandung tembaga. Selain itu peneliti juga mencantumkan gambaran


59

deskriptif karakteristik responden yaitu umur, pendidikan dan pekerjaan

sebagai pendukung data yang ada.


60

60
61

61
62

62

Anda mungkin juga menyukai