Anda di halaman 1dari 140

ANALISIS PENGEMBANGAN SUMBERDAYA PENDIDIKAN

SUATU KAJIAN TEORITIK PENGEMBANGAN TENAGA


KEPENDIDIKAN DAN BERBAGAI PERMASALAHANNYA

OLEH
I NYOMAN NATAJAYA
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GENESHA
SINGARAJA
2012

1
PRAKATA

Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Waca Tuhan Yang

Maha Esa, karena berkat rahmat dan bimbingan-Nya, kami dapat menyelesaikan penulisan buku

ajar dengan judul Analisis Pengembangan Sumberdaya Pendidikan (Suatu Kajian Teoretik

Pengembangan Tenaga Kependidikan dan Berbagai Permasalahannya) dapat dislesaikan tepat

sesuai dengan jadwal waktu yang direncanakan.

Buku ajar adalah sebagai salah satu produk dari pelaksanaan penelitian pengem-bangan

perangkat pembelajaran pada Program Pascasarjana Undiksha Singaraja dalam rangka untuk

mendukung perkuliahan mata kuliah Analisis Pengembangan Sumberdaya Pendidikan pada

Program Studi S2 Administrasi Pendidikan. Buku ajar ini dapat diselesaikan sudah tentunya tidak

dapat dilepaskan dari bantuan berbagai pihak terutama Direktur Program Pascasarjana Universitas

Pendidikan Ganesha yang berkenan membiayai penelitian dan penulisan buku ajar ini. Lembaga

Penelitian Undiksha Singaraja yang berkenan memfasilitasi secara administrasi pelaksanaan

penelitian dan penulisan buku ajar ini. Demikian juga pihak-pihak lain yang telah membantu

mencermati, mengkritisi dan memberikan saran yang diperlukan, sehingga penelitian dan

penulisan buku ajar ini dapat dilaksanakan dan selesai tepat sesuai dengan waktu yang

direncanakan. Melalui kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih.

Kami menyadari bahwa buku ajar sebagai produk dalam penelitian pengembangan ini

masih ada kekurangannya, oleh karena itu tegur sapa, masukkan dan koreksi dari berbagai pihak

terutama yang memiliki perhatian terhadap laporan penelitian dan buku ajar ini masih tetap kami

harapkan demi untuk menambah kesempurnaannya.

Singaraja, Nopember 2012


Peneliti,

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................................ i

PRAKATA ............................................................................................................................ ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... iii

BAB. I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

A. Rasional Penulisan Buku ........................................................................... 1


B. Standar Kompetensi ................................................................................... 4

BAB. II PENGERTIAN, JENIS-JENIS DAN KUALIFIKASI TENAGA


KEPENDIDIKAN ............................................................................................ 5

A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya .................................. 5


B. Pengertian Tenaga Kependidikan .......................................................... 5
C. Jenis-jenis dan Kualifikasi Profesi Tenaga Kependidikan ................... 10
D. Program Pengembangan Pendidikan Profesi tenaga Kependidik-
an ........................................................................................................... 15
E. Tahap-tahap dalam Pengadaan Tenaga Kependidikan yang Profe-
sional ..................................................................................................... 17
F. Rangkuman ........................................................................................... 20
G. Evaluasi ................................................................................................. 21

BAB. III HAKEKAT MAKNA, DAN CIRI-CIRI PROFESI TENAGA


KEPENDIDIKAN ....................................................................................... 22

A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannnya ........................... 22


B. Pengertian Profesi Tenaga Kependidikan ........................................ 22
C. Ciri-ciri Profesi Tenaga Kependidikan ............................................ 29
D. Sejarah dan Pertumbuhan Profesi Tenaga Kependidikan ……..….. 32
E. Rangkuman ……………………………..………………………… 37
F. Evaluasi ……………………...……………………………………. 37

BAB. IV HAKEKAT DAN MAKNA KOMPETENSI PROFESI TENAGA


KEPENDIDIKAN …………………………………………………..... 38

A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya ............................ 38


B. Pengertian Kompetensi .................................................................... 38
C. Kompetensi Profesi Tanaga Kependidikan ..................................... 41
D. Pengukuran dan Penilaian Profesi Tanaga Kependidikan ............... 54
E. Pengembangan Profesi dan Karir Tenaga Kependidikan ................ 59
F. Rangkuman ...................................................................................... 61
G. Evaluasi ........................................................................................... 62

3
BAB. V SUPERVISI PENDIDIKAN SEBAGAI UPAYA DALAM PENGEM-
BANGAN JABATAN KARIR PROFESI TENAGA KEPENDI-
DIKAN ................................................................................................. 63

A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya ........................... 63


B. Hakekat, Perkembangan, dan Tujuan Supervisi Pendidikan .......... 64
C. Kompetensi Supervisor Pendidikan ................................................ 67
D. Prinsip-prinsip, Metode, dan teknik Supervisi Pendidikan ............ 75
E. Berbagai Pendekatan dalam Supervisi Pendidikan ......................... 79
F. Pengembangan Perencanaan Program Supervisi Pendidikan ......... 94
G. Rangkuman ..................................................................................... 97
H. Evaluasi ........................................................................................... 99

BAB. VI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SEBAGAI UPAYA DALAM


PENGEMBANGAN JABATAN KARIR PROFESI TENAGA
KEPENDIDIKAN ................................................................................ 100

A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya .......................... 100


B. Pengertian Pendidikan dan Pelatihan ............................................ 100
C. Tujuan, Sasaran, dan Manfaat Pendidikan dan Pelatihan .............. 104
D. Jenis-jenis, Jenjang, dan Setrategi Pendidikan dan Pelatihan ........ 110
E. Langkah-langkah dalam Merencanakan Program Pendidikan dan
Pelatihan ......................................................................................... 116
F. Rangkuman ..................................................................................... 117
G. Evaluasi ......................................................................................... 118

BAB. VII. PERLINDUNGAN ATAS HAK-HAK, PENGHARGAAN DAN


TUNJANGAN KESEJAHTERAAN PROFESI TENAGA KEPENDI-
DIKAN ............................................................................................... 119

A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya .......................... 119


B. Pengertian dan Beberapa Dimensi Perlindungan atas Hak-hak
Guru ................................................................................................. 119
C. Beberapa upaya Perlindungan Hukum bagi Tenaga
Kependidikan ................................................................................. 123
D. Asas-asas Pelaksanaan Perlindungan Hukum bagi Tenaga
Kependidikan ................................................................................ 126
E. Penghargaan dan Tunjangan Kesejahteraan Profesi Tenaga
Kependidikan ................................................................................. 127
F. Rangkuman .................................................................................... 134
G. Evaluasi ........................................................................................ 135

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 136

4
BAB. I
PENDAHULUAN

A. Rasional Penulisan Buku

Program studi yang dibina di lingkungan program pascasarjana Universitas

Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja terdiri dari Program Studi Pendidikan Bahasa

Indonesia, Program Studi Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, Program Studi

Administrasi Pendidikan, Program Studi Teknologi Pendidikan, Program Studi

Pendidikan Dasar, Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, dan Program Studi

Pendidikan Matematika. Semua program studi yang ada dan dikelola di lingkungan

Undiksha ini memiliki visi, misi dan tujuan masing-masing. Program Studi Adminsitrasi

Pendidikan misalnya memiliki visi menjadikan Program Studi Administrasi Pendidikan

memiliki kualitas yang unggul dan andal dalam pengembangan sumberdaya manusia,

dapat mengikuti tantangan dan tuntutan kemajuan pembangunan pendidikan nasional, dan

kompetitif dalam perkembangan dunia global. Misi Program Studi Administrasi

Pendidikan adalah pertama menyelenggarakan program pendidikan yang menyiapkan

tenaga ahli dalam bidang kependidikan, tenaga pendidik yang profesional (Dosen), calon

kepala sekolah dari tingkat SD sampai pada SMTA, calon pengawas dari tingkat SD

sampai pada tingkat SMTA, dan tenaga ahli perencanaan dalam bidang pendidikan, kedua

menyelenggarakan penelitian dalam bidang pendidikan utamanya dalam bidang adminis-

trasi pendidikan dalam arti yang luas, dan yang ketiga adalah menyelenggarakan

pengabdian pada masyarakat dalam rangka ikut memecahkan berbagai masalah dalam

bidang kependidikan dan masalah-masalah pembangunan yang lainnya di tingkat

kabupaten, propinsi, dan tingkat nasional. Kemudian tujuan dari Program Studi Admi-

nistrasi Pendidikan adalah pertama menghasilkan lulusan sebagai tenaga ahli dalam

5
bidang kependidikan, tenaga pendidik yang profesional (Dosen) dalam Administrasi

Pendidikan, calon kepala sekolah tingkat SD sampai SMTA, pengawas dari tingkat SD

sampai SMTA, tenaga ahli perecanaan, dan tenaga ahli perencanaan dalam bidang

pendidikan, kedua menghasilkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan

humaniora yang menunjang pengembangan ilmu kependidikan, dan pelaksanaan tugas

profesi tenaga pendidikan (Dosen), utamanya dalam bidang administrasi pendidikan

dalam arti yang yang luas, serta yang ketiga adalah menyelenggarakan pengabdian pada

masyarakat dalam rangka ikut memecahkan berbagai masalah dalam bidang kependidikan

umumnya dan bidang manajemen pendidikan pada khususnya, dan masalah-masalah

pembangunan yang lainnya di tingkat kabupaten, propinsi, dan tingkat nasional.

Pada saat sekarang ini di tahun 2012 terungkap berbagai permasalahan yang

dihadapi oleh Program Pascasarjana Program S2 Undiksha Singaraja, khususnya Program

Studi Administrasi Pendidikan, seperti masa studi mahasiswa adalah berkisar antara lima

sampai dengan tujuh semester. Demikian pula IPK komulatif yang dicapai oleh para

lulusan berkisar antara 3,00 sampai dengan 3, 50. Dilihat dari masa studi dan IPK yang

dicapai mahasiswa menunjukkan bahwa proses penyelenggaraan pendidikan pada

program Pascasarjana di Undiksha belum terlaksana secara maksimal.

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan penyelenggaraan pendidikan pada

Program Pascasarjana Undiksha belum dapat dilaksanakan secara maksimal, diantaranya

adalah fasilitas yang mendukung perkuliahan seperti buku literatur yang tersedia baik di

perpustakaan umum di Undiksha maupun di perpustakaan Program Pascasajana masih

terbatas dan kurang lengkap. Keterbatasan pasilitas buku-buku di perpustakaan ini

terungkap dalam laporan dan temuan penelitian Trecer Study yang dilakukan oleh tim

dosen Program Pascasajana di Undiksha terhadap lulusan Program Pascasarjana yang

6
dilakukan secara berturut-turut dalam waktu dua tahun terakhir ini yaitu tahun 2010 dan

tahun 2011 (Koyan, dkk. 2010, 2011). Keterbatasan dan kelangkaan buku-buku literatur

tersebut lebih diperparah dengan mahalnya harga buku, sulitnya dan sangat jarang dapat

ditemukan di toko-toko buku sehingga sulit dapat dicari dan dibeli untuk dimiliki bagi

para mahasiswa.

Permasalahan lainnya yang dihadapi oleh mahasiswa program Pascasarjana pada

saat ini adalah bahwa sebagian besar inputnya berasal dari guru-guru mulai dari guru SD,

SMTP, dan SMTA yang tersebar di seluruh pulau Bali. Untuk mengakses semua guru

yang akan melanjutkan studi lanjut, maka perkuliahan untuk mahasiswa program

pascasarjana tersebut dikonsentrasikan di dua kampus yaitu kampus Singaraja, dan

kampus Pegok Denpasar. Di sisi yang lain pada saat sekarang ini teknologi imformasi

komunikasi begitu pesat perkembangannya dan sangat canggih. Lebih dari itu teknologi

imformasi komunikasi sudah dikembangkan dalam penyelengagaran pendidikan jarak

jauh pada beberapa jenjang pendidikan dan dapat berhasil dengan baik.

Untuk mengatasi permasalahan kelangkaan buku-buku yang mendukung kelan-

caran perkulihan mahasiswa yang berlokasi pada dua lokasi yang cukup berjauhan yaitu

di kampus Singaraja dan kampus Pegok Denpasar, maka perlu dilakukan penelitian

pengembangan dengan mengangkat judul ”Pengembangan Perangkat Pembelajaran Mata

Kuliah Analisis Pengembangan Sumberdaya Pendidikan, Analisis Pengendalian Mutu

Pendidikan, Supervisi Pendidikan, dan Problematika pendidikan Berbasis E-Learning”

Jadi dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan akan menghasilkan produk

paling tidak empat buah buku yang diharapkan dapat mendukung materi perkulihan

dalam mata kuliah: (1) Analisis pengembangan sumberdaya pendidikan, (2) Analisis

pengendalian mutu pendidikan, (3) Supervisi pendidikan, dan (4) Problematika pendi-

7
dikkan dengan berbagai keterbatasannya yang dapat mengatasi kelangkaan ketersediaan

buku-buku literatur, dan secara teknis ada peluang untuk mengembangkan proses pembe-

lajaran yang berbasis E-Learning.

Jadi tujuan utama penulisan buku ini adalah pembangunan perangkat lunak

(software) yang akan dipasang pada portal web e-learning Program Pascasarjana

Undiksha untuk menyediakan sumber belajar alternatif kepada mahasiswa khususnya

untuk mendukung materi mata kuliah Analisis Pengembangan Sumberdaya Tenaga

Kependidikan.

B. Standar Kompetensi

Melalui mata kuliah ini mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan, wawasan,

pemahaman terhadap berbagai konsep dan teori tentang tentang sumberdaya pendidikan

mampu menganalisis keterpaduan antara sumberdaya (sumberdaya manusia tenaga

kependidikan khususnya guru) mampu memecahkan berbagai masalah sumberdaya

pendidikan serta terampil mengaplikasikannya sebagai tenaga kependidikan dalam bidang

pembelajaran.

8
BAB. II
PENGERTIAN, JENIS-JENIS DAN KUALIFIKASI
TENAGA KEPENDIDIKAN

A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya

Kompetensi Dasar Indikator Pencapaiannya


Memahami pengertian Tenaga Kependi- Dapat menjelaskan pengertian Tenaga

dikan Kependidikan
Memahami jenis-jenis dan Kualifikasi Dapat menyebutkan jenis-jenis dan Kuali-

Profesi Tenaga Kependidikan fikasi Profesi Tenaga Kependidikan


Memahami Program Pengembangan Pendi- Dapat menjelaskan Program Pengembang-

dikan Profesi Tenaga Kependidikan an Pendidikan Profesi Tenaga Kependidik-

an
Memahami Tahap-tahapan dalam Pengada- Dapat menlaskan tahap-tahapan dalam

an Tenaga Kependidikan yang Profesional Pengadaan Tenaga Kependidikan yang

Profesional

B. Pengertian Tenaga Kependidikan

Tenaga kependidikan adalah semua anggota masyarakat yang mengabdikan diri

dan diangkat untuk menunjang penyelengaraan pendidikan. Dari pengertian tenaga ke-

pendidikan tersebut tampaknya memiliki pengertian yang sangat luas sekali. Oleh karena

itu untuk lebih jelasnya pengertian tersebut, serta untuk dapat mengetahui bagaimana

kedudukan dan posisi tenaga kependidikan khususnya guru sebagai tenaga profesi, maka

dalam bab satu ini dibahas beberapa aspek yang berkaitan dengan pengertian dan jenis-

jenis tenaga kependidikan.

Tenaga kependidikan dalam beberapa kepustakaan disebut dengan nama yang

berbeda-beda. Sutisna (1983) menyebut dengan istilah personil, Engkoswara (1987)

9
menyebut dengan istilah sumber daya insani, Wijono (1989) menyebut dengan istilah

ketenagaan sekolah, Harris, dkk (1979) menyebut dengan istilah personel, kemudian

Makmun (1996) menyebut dengan istilah tenaga kependidikan, sedangkan kalau melihat

Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1992 yang mengatur tentang tenaga kependidikan di

Indonesia, dan Undang-undang RI. No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional menyebutnya dengan istilah tenaga kependidikan.

Dari berbagai istilah yang berkaitan dengan tenaga kependidikan tersebut secara

teoritik semuanya memang benar dalam arti dapat diterima, lebih-lebih istilah tenaga

kependidikan yang memiliki landasan hukum, yaitu Undang-undang RI. No. 20 Tahun

2003 tampaknya akan lebih tepat. Namun perlu diketahui bahwa dalam manajemen juga

dikenal dan digunakan istilah secara lebih umum, yaitu istilah sumber daya manusia.

Kemudian dalam kaitannya dengan tulisan di buku ini, maka istilah yang digunakan

barangkali dan bisa jadi istilah-istilah tersebut akan digunakan secara silih berganti,

karena pada dasarnya adalah sama saja.

Persoalannya yang muncul dan perlu dibahas adalah siapakah yang dimaksud

dengan tenaga kependidikan. Menurut ketentuan umum Undang-undang RI No. 20 Tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional khususnya pasal 1 (5) tenaga kependidikan

yang dimaksud adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk

menunjang penyelengaraan pendidikan. Dalam pasal 1 (6) tersebut juga dijelaskan

pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor,

pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan yang lainnya yang

sesuai dengan kekhususannya, serta partisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.

Berdasarkan pada bunyi pasal 1 (5) dan (6) Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003

tersebut dapatlah diketahui bahwa tenaga kependidikan tersebut adalah memiliki makna

10
dan cakupan yang jauh lebih luas dari pendidik. Bisa jadi yang dimaksud termasuk

dengan tenaga kependidikan tersebut di samping pendidik, seperti guru, dosen, konselor,

pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, dan fasilitator, adalah juga termasuk

kepala sekolah, direktur, ketua, rektor, pimpinan PLS, penilik, pengawas, peneliti,

pengembang bidang pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi sumber belajar, penguji dan

yang lainnya.

Semua jenis sumberdaya manusia atau tenaga kependidikan tersebut penting untuk

dibahas dalam kajian ini karena sangat bermanfaat tidak saja untuk kepentingan dalam

pengembangan keilmuan atau dalam bidang teoritik akademik, tetapi yang lebih penting

adalah untuk kepentingan praktis dalam rangka dapat mengkontribusi pelaksanaan

pengembangan tenaga kependidikan khususnya guru yang dianggap ideal. Memang

demikianlah kenyataannya sumber daya manusia tersebut dalam segala fungsi dan

perannya sangat penting bagi pencapaian tujuan suatu organisasi termasuk dalam bidang

pendidikan. Sebab kebijakan dalam pengelolaan sumbedaya manusia yang dilandasi oleh

suatu persepsi dan kajian teori yang keliru dan salah, yang dijadikan dasar dalam

mengelola semua faktor sistem pendidikan lainnya yang berupa uang, material yang

melimpah ruah, dan fasilitas yang lengkap tersebut tidak akan menjadi signifikan dan

determinan dalam mencapai tujuan pendidikan. Sumberdaya manusia akan sangat

menentukan keberhasilanya, dan memang agak berbeda dengan mengelola material yang

berupa mesin-mesin atau teknologi yang canggih dimana mesin-mesin tersebut walaupun

juga menentukan keberhasilan suatu organisasi, tetapi mesin-mesin tersebut tidak akan

bisa mengeluh, tidak bisa melawan perintah, tidak akan mangkir dalam melaksanakan

tugas, tidak akan melaksanakan pemogokan, tidak akan terlibat dalam konflik-konflik

seperti manusia, tidak akan bisa mengajukan tuntutan perbaikan nasib, dan perbuatan-

11
perbuatan negatif yang lainnya (Siagian.1999). Menyadari begitu pentingnya sumberdaya

manusia tersebut, maka dalam penjelasan Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 1992

dijelaskan bahwa tenaga kependidikan merupakan komponen yang determinan dan

menempati posisi kunci dalam sistem pendidikan nasional. Pengembangan sumberdaya

manusia atau tenaga kependidikan yang memiliki kualitas kemampuan yang profesional

dan kinerja yang baik, tidak saja akan mengkontribusi terhadap kualitas lulusan yang

dihasilkan, melainkan juga berlanjut pada kualitas kinerja dan jasa para lulusan dalam

pembangunan, yang pada gilirannya kemudian akan berpengaruh pada kualitas peradaban

dan martabat hidup masyarakat, bangsa, serta umat manusia pada umumnya. Demikian

juga untuk lebih dapat memahami kajian tentang profesi kependidikan ini secara

konseptual dan teoritik, lebih empirik serta praktis, maka kajiannya akan difokuskan pada

profesi tenaga kependidikan tetentu saja, khususnya profesi keguruan, karena tampaknya

profesi inilah paling dekat dengan kepentingan pembinaan mahasiswa sebagai calon guru

yang disebut profesi. Lebih penting dan lebih menarik karena pada saat ini dalam

kebijakan pemerintah yang mengatur tentang tenaga kependidikan tampaknya hanya baru

guru dan dosen ditetapkan dan diatur secara legal sebagai profesi. Sedangkan tenaga

kependidikan yang lainnya masih belum diatur, walaupun mungkin secara akademik dan

fungsional sering dan sudah disebut atau menamakan dirinya sebagai profesi, seperti

konsoler, pustakawan, laboran, teknisi dan lain sebagainya, dan bahkan organisasi

profesinya sudah dibentuk. Dengan mengkhususkan fokus kajiannya pada profesi

keguruan ini, juga akan lebih mudah dalam memberikan berbagai ilustrasi, contoh-

contoh, pendalaman maupun dalam pengayaannya. Sudah tentunya cara pembahasan

tentang pengembangan sumberdaya manusia atau masalah-masalah keprofesian dalam

bidang bisnis, dan dalam bidang kependidikan seperti dalam pembahasan ini tidak akan

12
sama dengan pandangan terhadap pembahasan masalah-masalah sumberdaya manusia

seperti yang dikemukakan oleh Harris, dkk (1979) yang menguraikan bahwa masalah-

masalah personnel dalam bidang pendidikan antara lain disebutkan adalah mencakup:

susunan kepegawaian, fungsi staf, inovasi dan tradisi dalam penyusunan kepegawaian,

mengatur pelayanan personalia, sifat oraganisasi sekolah, spesifikasi kompetensi

personalia, merekrut dan memilih personalia, masalah keuangan, evaluasi personalia, dan

pelatihan. Demikian juga yang dilakukan oleh Weber (1954) dalam pembahasannya

menguraikan bahwa masalah-masalah personnel pendidikan khususnya profesi guru

tersebut, diantaranya adalah mencakup: seleksi guru baru, pendapatan atau gaji guru,

orientasi guru baru, pendidikan inservice, penilaian dan pelayanan guru, beban mengajar

guru, pemutusan hubungan atau kontrak kerja, pemecatan, pemindahan, masalah cuti dan

absen, organisasi-organisasi profesi, kesehatan dan rekreasi guru, status sosial, etika

profesi, masa jabatan guru, kebijakan pemerintah terhadap guru dan yang lainnya.

Kemudian tampaknya yang lebih empirik dan menggambarkan kebijakan pemerintah

terhadap tenaga kependidikan khususnya profesi guru secara jelas di Indonesia diatur

dalam Undang-undang RI. No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dalam bagian

kesatu mengatur persoalan yang berkaitan dengan: kualifikasi, kompetensi sertifikasi guru

sebagai profesi, bagian kedua mengatur persoalan yang berkaitan dengan: hak dan

kewajiban guru sebagai profesi, bagian ketiga mengatur persoalan yang berkaitan dengan:

wajib kerja dan ikatan dinas, bagian keempat mengatur persoalan yang berkaitan dengan:

pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian guru sebagai profesi, bagian

kelima mengatur persoalan yang berkaitan dengan: pembinaan dan pengembangan,

bagian keenam mengatur persoalan yang berkaitan dengan: penghargaan guru sebagai

profesi, bagian ketujuh mengatur persoalan yang berkaitan dengan: perlindungan guru

13
sebagai profesi, bagian kedelapan mengatur persoalan yang berkaitan dengan: cuti guru,

bagian kesembilan mengatur persoalan yang berkaitan dengan organisasi profesi dan kode

etik guru.

Berdasarkan pada beberapa pandangan tentang berbagai dimensi apa yang

sebaiknya dikaji dalam pembahasan tentang profesi kependidikan tersebut, tampaknya

tidak berbeda terlalu jauh dengan yang dibahas dalam buku ini, namun dalam

pembahasan buku ini akan selalu mencoba berusaha untuk meyakinkan hal-hal yang

bersifat teoritik dengan kenyataan di lapangan, serta ketentuan-ketentuan legal yang

berlaku dalam sistem pendidikan nasional kita.

C. Jenis-jenis dan Kualifikasi Profesi Tenaga Kependidikan

Dalam uraian dan penjelasan tentang pengertian tenaga kependidikan sudah dapat

dimengerti secara jelas yang dimaksud dengan tenaga kependidikan tersebut adalah

anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyeleng-

garaan pendidikan seperti guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor,

instruktur, dan fasilitator, termasuk kepala sekolah, direktur, ketua, rektor, pimpinan PLS,

penilik, pengawas, peneliti, pengembang bidang pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi

sumber belajar, dan yang lainnya. Bahkan bisa jadi juga termasuk semua pengelola

yayasan pada lembaga-lembaga pendidikan swasta, dan semua pengambil kebijakan di

birokrasi dan stafnya di tingkat pusat, daerah provinsi, kabupaten/kota, tingkat keca-

matan, dan di tingkat desa.

Kalau persoalan jenis-jenis tenaga kependidikan dan tenaga pendidikan sudah

tampak dalam pembahasan teruraikan dengan sedikit lebih jelas, yang menjadi persoalan

lebih lanjut adalah masalah bagaimana kualifikasi tenaga kependidikan, khususnya

kualifikasi profesi guru tersebut. Secara teoritik serta mengacu sebagaimana lazimnya

14
pada negara-negara maju, maka kualifikasi tenaga kependidikan tersebut dapat dibedakan

menjadi tenaga pendidik, tenaga manajemen kependidikan, tenaga penunjang teknis

kependidikan, tenaga penunjang administratif kependidikan, tenaga peneliti, pengembang

dan konsultan kependidikan. Dalam tulisan ini akan dicoba dibahas secara ringkas dari

masing-masing kualifikasi tenaga kependidikan tersebut, dengan penjelasannya yang

lebih difokuskan pada kualifikasi tenaga pendidik khususnya guru.

Kualifikasi tenaga pendidik adalah tenaga kependidikan yang secara fungsional

tugas utamanya secara langsung memberikan pelayanan teknis kependidikan kepada

peserta didik. Sesungguhnya dalam hubungan ini alam telah melibatkan semua orang

yang melaksanakan tugas pelayanan tersebut termasuk para orang tua di rumah, para

guru/dosen, pembimbing dan pelatih di sekolah atau satuan-satuan pendidikan yang

lainnya, para instruktur atau fasilitator, pamong belajar pada pusat-pusat atau balai

pelatihan dan kursus-kursus, para pembina dan pembimbing pada berbagai perkumpulan

atau sanggar atau pedepokan serta organisasi yang melatih dan membimbing keteram-

pilan seni dan budaya, para ustadz dan pembina di pondok pesantren dan majelis-majelis

taklim atau pengajian di surau dan langgar, para penyiar TV dan Radio yang mengasuh

acara dan mimbar kependidikan, para penulis artikel dimedia cetak seperti majalah,

koran, jurnal, buku bacaan, buku pelajaran yang mengandung muatan atau nuansa

kependidikan, para penyuluh lapangan di bidang kesehatan/KB, hukum, pertanian dan

sebagainya yang diselengarakan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat. Pelaksanaan

tugas pelayanan kependidikan tersebut dapat secara tatap muka secara langsung di kelas

atau melalui TV, sistem belajar jarak jauh, secara korespondensi, dan berbagai bentuk

komunikasi lainnya. Namun demikian perlu disadari bahwa masalah kualifikasi akademik

tenaga pendidik tersebut adalah diatur oleh undang-undang atau peraturan-peraturan.

15
Oleh karena itu, kalau diperhatikan pasal 9 undang-undang guru dapat diketahui bahwa

kualifikasi akademik seorang guru diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana,

atau diploma empat (D4). Sementara itu kalau diperhatikan pasal 42 (2) undang-undang

sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa pendidikan formal pada jenjang usia dini,

pendidikan dasar, pendidikan menengah, kualifikasi akademik seorang guru haruslah

berlatar belakang pendidikan tinggi dan dihasilkan oleh perguruan tinggi. Demikian pula

dalam PP No. 19 tahun 2005 dalam pasal 29 (2) disebutkan bahwa guru SD/MI/SDLB

harus berpendidikan S1 atau D4 bidang PGSD, psikologi, atau pendidikan lainnya.

Kemudian dalam pasal yang sama ayat tiganya disebutkan bahwa guru SMP/MTs/

SMPLB harus berpendidikan S1 atau D4 dengan progam studi yang sesuai dengan mata

pelajaran yang diajarkan. Dari bunyi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam undang-

undang dan peraturan pemerintah tersebut, tampaknya kualifikasi guru seperti menuntut

suatu persyaratan kualifikasi pendidikan seorang guru tersebut adalah sama, yaitu lulusan

pendidikan tinggi S1 atau D4. Namun demikian jika makna bunyi pasal-pasal yang diatur

dan terdapat dalam undang-undang sistem pendidikan nasional, undang-undang guru, dan

PP No. 19 tahun 2005 dirunut dan disenergikan dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi

guru di Indonesia haruslah minimum berpendidikan S1 atau D4 dari program studi yang

relevan, misalnya untuk menjadi guru taman kanak-kanak dipersyaratkan harus lulusan

pergruan tinggi S1 atau D4 PAUD/PGTK/Psikologi/ kependidikan lainnya. Seseorang

untuk dapat diangkat menjadi guru SD/MI/SDLB dipersyaratkan harus lulusan perguruan

tinggi program S1 atau D4 PGSD/ Psikologi/ Kependidikan lainnya. Untuk menjadi guru

Matematika SMP/MTS/SMPLB atau SMA/MA/SMK/SMALB dipersyaratkan lulusan

perguruan tinggi program S1 atau D4 Matematika atau Pendidikan Matematika. Persya-

ratan kualifikasi pendidikan minimum bagi guru ini merupakan suatu lompatan yang

16
cukup signifikan dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan di negara kita (Samani,

dkk. 2006).

Kualifikasi tenaga manajemen kependidikan, adalah tenaga kependidikan yang

secara fungsional melakukan layanan secara tidak langsung kepada tenaga teknis kepen-

didikan, tetapi melakukan merancang dan merencanakan, mengorganisasikan dan mem-

berikan pimpinan, mengkoordinasikan dan mengendalikan, memonitor dan mengawasi,

mengevaluasi dan menindaklanjuti, serta menggariskan kebijaksanaan seluruh kegiatan

penyelenggaraan pengelolaan program kegiatan kependidikan pada semua jenjang tataran

sistem pendidikan mulai tingkat struktural pusat, regional atau daerah, sampai pada

tingkat operasional. Sehubungan fungsi tenaga manajemen tersebut, maka yang bisa

dimasukkan sebagai tenaga manajemen kependidikan adalah: para perencana pendidikan,

para pimpinan struktural dari tingkat pusat sampai tingkat operasional kependidikan, para

pimpinan atau pengelola, penilik dan pengawas, penilai dan penguji pendidikan, para

pembuat kebijakan atau keputusan.

Kualifikasi tenaga penunjang teknis kependidikan, adalah tenaga kependidikan

yang secara fungsional tugas utmanya menyiapkan kelengkapan sarana dan fasilitas

teknis kependidikan berikut memberikan pelayanan teknis pemanfaatannya dalam men-

jamin kelangsungan dan kelancaran proses pendidikan. Sehubungan dengan fungsi tenaga

penunjang teknis yang dimaksudkan adalah mencakup seperti teknisi sumber belajar di

bengkel atau workshop, laboran di laboratorium, pustakawan di perpustakaan, instalator

di instalasi, teknisi sumber belajar di studio, teknisi sumber belajar di PSB, dan

sebagainya.

Kualifikasi tenaga penunjang administrasi kependidikan, tenaga kependidikan

yang secara fungsional tugas utamanya mengadakan dan menyiapkan sarana dan

17
prasarana kependidikan serta memberikan layanan jasa administratif kepada pihak tenaga

manajemen, atau kepemimpinan pendidikan, dan tenaga teknis fungsional, serta penun-

jang teknis kependidikan sesuai dengan kepentingannya. Siapa yang dimaksudkan dengan

tenaga penunjang admistratif kependidikan ini, antara lain dapat disebut seperti tenaga

administratif birokrasi, ketatausahaan perkantoran kependidikan.

Kualifikasi tenaga peneliti, pengembang, dan konsultan kependidikan, adalah

tenaga kependidikan yang secara fungsional tugas utamanya tidak terlibat secara langsung

dalam teknis layanan kependidikan, manajemen kependidikan, layanan penunjang teknis

pendidikan, dan kepada tenaga penunjang administratif kependidikan, tetapi hanya

menyiapkan berbagai perangkat informasi dan data yang relevan dan dapat dipertanggung

jawabkan serta memberikan jasa pelayanan informal dan konsultansi kepada semua pihak

yang berkepentingan dengan kependidikan, khususnya mereka yang bertugas dan

bertanggunjawab serta terlibat dengan penyelengaraan, pengelolaan dan pembuatan kepu-

tusan tentang kependidikan. Keberadaan jenis ketenagaan kependidikan ini idealnya

tersedia pada semua jenjang tataran sistem kependidikan khususnya di perguruan tinggi.

Dengan demikian selayaknya pada suatu perguruan tinggi khususnya perguruan tinggi

yang menangani bidang kependidikan memiliki berbagai pusat penelitian, berbagai pusat

pengembangan, maupun berbagai pusat atau unit konsultansi.

Berdasarkan pada berbagai jenis kualifikasi tenaga kependidikan tersebut jelas

guru adalah termasuk tenaga kependidikan yang memiliki kualifikasi sebagai tenaga

pendidik, karena secara fungsional tugas utamanya secara langsung memberikan pela-

yanan teknis kependidikan kepada peserta didik.

D. Program Pengembangan Pendidikan Profesi Tenaga Kependidikan

18
Pendidikan memiliki posisi yang strategis dan signifikan dalam menunjang upaya

keberhasilan pembangunan agar terarah kepada peningkatan tarap mutu kemakmuran,

kesejahteraan dan martabat hidup manusia. Oleh karena itu maka pada saat sekarang ini

telah banyak dilakukan studi yang intensif dan mendalam yang tertuju kearah penemuan

alternatif yang dapat ditempuh dalam pengembangan sumber daya manusia, sehingga

pemanfaatannya dan pemberdayaannya dalam pembangunan dapat ditingkatkan.

Harbison dan Myers (1964) menyatakan bahwa pendidikan pada dasarnya meru-

pakan sarana dan cara utama yang paling strategis dalam pengembangan sumberdaya

manusia baik melalui pendidikan formal maupun nonformal di tingkat sekolah dasar

sampai pada pendidikan pada tingkat perguruan tinggi. Demikian pula dengan merujuk

pada Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1992 dijelaskan bahwa tenaga kependidikan

khususnya guru merupakan komponen yang determinan dalam penyelenggaraan pengem-

bangan sumberdaya manusia dan menempati posisi kunci dalam system pendidikKan

nasional. Dampak mutu kemampuan professional dan kinerja guru tidak hanya akan

berkontribusi pada kualitas lulusan yang dihasilkan melainkan juga akan berlanjut pada

kualitas kinerja dan jasa para lulusan dalam pembangunan, yang pada gilirannya

kemudian akan nampak pengaruhnya terhadap kualitas peradaban dan martabat hidup

masyarakat, bangsa serta umat manusia pada umumnya.

Tenaga kependidikan atau guru yang berkualitas seperti yang dimaksud tersebut

sudah tentunya dapat direalisasikan dan diwujudkan, oleh karena itu maka penyiapan dan

pengembangan seharusnya diupayakan melalui secara berencana dan berkesinambungan.

Upaya yang demikian itu merupakan suatu keharusan mengingat tuntutan standar kualitas

serta kebutuhan di lapangan terus menerus mengalami perubahan dan perekembangan

19
seirama dengan pesatnya laju perkembangan dan inovasi ilmu pengetahuan serta rekayasa

di segala bidang kehidupan secara global.

Sehubungan dengan begitu strategis peranannya dan sebagai posisi kunci dari

tenaga kependidikan khususnya guru untuk berhasilnya suatu system pendidikan, maka

dalam pengembangan pendidikan tenaga guru pada saat sekarang di Indonesia dilakukan

dengan dua jenis model, yaitu pendidikan prajabatan dan pendidikan dalam jabatan. Dua

jenis pendidikan ini berbeda secara essensi dan system pengelolaannya meskipun sifatnya

sama yaitu berupaya untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia khususnya guru.

Pendidikan prajabatan tenaga guru merupakan pendidikan persiapan mahasiswa

untuk meniti karir dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Pendidikan prajabatan

merupakan suatu istilah yang paling lazim digunakan pada lembaga pendidikan keguruan

yang merujuk pada pendidikan pelatihan yang dilakukan oleh lembaga jenjang pendi-

dikkan di perguruan tinggi atau iniversitas untuk menyiapkan mahasiswa yang hendak

meniti karir dalam bidang pendidikan. Fungsi esensi ini menuntut atmospir yang kondusif

dalam lembaga penyelenggara bagi penciptaan sajian-sajian bahan ajar dengan derajat

akademik dan kemampuan praktis yang tinggi sebagaimana dipersyarakan untuk calon

guru.

Pendidikan dalam jabatan yang sering disebut dengan pendidikan, pelatihan dan

pengembangan. Pendidikan, pelatihan dan pengembangan dilandasi oleh asumsi bahwa

sungguhpun karyawan telah menjalani proses orientasi ketika mulai meniti karir dan yang

sudah lama bekerja telah memhami seluk beluk pekerjaan, dalam praktik tidak jarang

muncul kebisaan buruk dan memiliki produktivitas yang rendah. Siagian (1995) menya-

takan alasan yang sangat pundamental dari pengembangan personalia bahwa untuk

menghadapi tuntutan tugas sekarang terutama untuk menjawab tantangan masa depan.

20
Sejalan itu Fliffo (1983) menyatakan bahwa setelah ditempatkan pada posisi

tertentu, karyawan harus ditingkatkan kemampuan dan keterampilannya agar menampil-

kan kinerja yang lebih baik daripada periode sebelumnya. Jadi kegiatan pengembangan

personalia tidak hanya untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan melainkan

bermanfaat jangka panjang untuk meningkatkan karir karyawan, termasuk tanggungjawab

terhadap pekerjaan yang diembannya. Bahkan secara secara lebih rinci Castetter (1981)

menjelaskan bahwa manfaat pengembangan sumberdaya manusia adalah: (1) Meningkat-

kan performasi personalia sesuai dengan posisinya saat ini, (2) Pengembangan kemam-

puan personalia untuk mengantisipasi tugas-tugas baru yang bersifat reformasi, (3)

Merangsang pertumbuhan diri personalia bagi penciptaaan kepuasan kerja secaa indivi-

dual.

Dari kutipan di atas tampaknya menunjukkan bahwa pendidikan, pelatihan dan

pengembangan sangat bermanfaat bagi keperluan organisasi. Demikian juga halnya

dengan organisasi pendidikan. Kecendrungan yang ada pada saat ini menunjukan bahwa

rendahnya komitmen pada esesnsi dan eksitensi sumberdaya manusia masih tampak, dan

hal tersebut merupakan salah satu masalah yang dihadapi dalam kegiatan pengembangan

tenaga kependidikan khsusunya guru. Demikian juga telah disadari betul bahwa rendah-

nya komitmen terhadap esesnsi dan eksistensi tenaga kependidikan khususnya guru tidak

jarang akan mengakibatkan guru hanya menerima sedikit rangsangan dalam mengimple-

mentasikan ide-ide dan keterampilan-keterampilan baru dalam proses pembelajaran.

E. Tahap-tahapan dalam Pengadaan Tenaga Kependidikan yang Profesional

Dalam rangka pengadaan tenaga kependidikan yang berkualitas khususnya guru

dilihat dari dimensi sifat dan substansinya, alur tahapan dalam pembentukannya yang

benar-benar berkualitas dan profesional, maka seharusnya melalui beberapa tahapan.

21
Pertama adalah berkaitan dengan system pengadaan atau penyediaan guru

menurut Peraturan Pemerintah No.74 Tahun 2008 tentang Guru telah menggariskan

bahwa pengadaan guru menjadi kewenangan lembaga pendidikan tenaga kependidikan.

Sistem pengadaan guru yang dilakukan oleh lembaga pendidikan tenaga kependidikan

tersebut kemudian disebut dengan kebijakan penyediaan guru yang berbasis perguruan

tinggi (Badan PSDMPK-PMK. 2012). Demikian juga lembaga pendidikan tenaga

kependidikan yang dimaksud adalah perguruan tinggi yang diberikan kewenangan

sebagai penyelenggara dan pengadaan guru yang mencakup pada pendidikan usia dini

jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah, serta untuk

menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu kependidikan dan non kependidikan.

Dengan demikian guru harus memiliki dan memenuhi persyaratan kualifikasi akademik

minimal S1/D-IV dalam bidang kependidikan atau nonkependidikan dan telah menempuh

dan dinyatakan lulus dalam pendidikan profesi atau bersertifikat pendidik. Guru yang

memenuhi kedua persyaratan tersebut kemudian oleh pemerintah statusnya diakui sebagai

guru yang professional. Lebih lanjut dari peraturan pemerintah tersebut dapat diketahui

bahwa jumlah peserta pendidikan profesi guru akan ditetepkan oleh menteri, yang ada

kemungkinannnya didasari atas kuota kebutuhan formasi. Beberapa hal lainnya yang

dapat diketahui tentang pendidikan profesi guru tersebut, pertama adalah calon peserta

pendidikan profesi guru berkualitas S1 dan/D-4, kedua sertifikat pendidik bagi calon guru

harus diperoleh dari perguruan tinggi yang memiliki dan menyelengarakan program

tenaga kependidikan yang terakreditasi, ketiga sertifikasi pendidik bagi calon guru harus

dilakukan secara obyektif, transfaran, dan akuntabel, keempat jumlah peserta didik

program pendidikan profesi guru setiap tahun ditetapkan oleh menteri, kelima program

pendidikan profesi guru diakhiri dengan ujian kompetensi pendidik, keenam uji

22
kompetensi pendidik dilakukan melalui ujian tertulis dan kinerja sesuai dengan standar

kompetensi, ketujuh ujian tertulis dilaksanakan secara komperehensif yang mencakup (1)

wawasan atau landasan kependidikaan, pemahaman terhadap anak didik, pengembangan

kurikulum dan silabus, rancangan pembelajaran dan evaluasi hasil belajar, (2) materi

pelajaran secara luas dan mendalam sesuai standar isi mata pelajaran, kelompok mata

pelajaran, dan/atau program yang diampunya, dan (3) konsep-konsep disiplin keilmuan,

teknologi, atau seni yang secara konsepsional menaungi materi pelajaran, kelompok ma

pelajaran, dan/atau program yang diampunya, kedelapan ujian kinerja dilakukan secara

holistic dalam bentuk ujian praktik pembelajaran yang mencerminkan penguasaan

kompetensi pendagogik, kepribadian, professional dan social pada satuan pendidikan

yang relevan.

Tahapan yang kedua dalam proses pengadaan tenaga kependidikan khususnya

guru adalah setelah calon guru tersebut direkrut mereka belum bisa langsung bertugas

secara penuh ketika pertama kali memasuki di sekolah, melainkan mereka harus

memasuki masa atau fase prakondisi yang disebut dengan induksi. Fase induksi tersebut

sebenarnya tidak saja dikenal dalam bidang pendidikan tetapi secara teori manjemen

adalah merupakan suatu tahapan yang memang harus dilalui di dalam penerimaan

pegawai baru. Demikian pula istilah induksi tersebut kadang kala disebut pula dengan

istilah yang lainnya seperti fase perkenalan, fase orientasi. Kemudian titik tolak yang

digunakan untuk menyusun suatu program pengenalan adalah adanya suatu pandangan

yang menyatakan bahwa para pegawai baru pada dasarnya ingin diterima sebagai anggota

yang baru. Sebagai anggota yang baru ingin diperlakukan sebagai anggota secara baik,

bertanggungjawab dan ingin memberi kontribusi yang optimal kepada kepentingan

orgnanisasi (Manulang1988., 1994., Siagian 1999). Kemudian beberapa hal yang menjadi

23
bahan induksi tersebut adalah berkaitan dengan sejarah perusahaan, barang yang

dihasilkan, kesejahteraan pegawai, struktur organisasi, peraturan-peraturan kerja, hak dan

kewajiban pegawai, peraturan gaji, dan peraturan promosi (Manulang1988). Sesuai

dengan program induksi dalam bidang pendidikan terutama dalam tahapan pengadaan

guru program induksi diidealisasikan guru akan dibimbing dipandu oleh mentor terpilih

untuk kurun waktu sekitar satu tahun, agar calon guru tersebut benar-benar siap menjalani

tugas-tugas profesional. Perlu pula ditegaskan bahwa program induksi ini dilakukan

terhadap calon guru yang direkrut yang sudah memiliki kualifikasi minimum dan

sertifikat pendidik yang secara hukum juga sudah memiliki kewenangan penuh.

Setelah guru selesai menjalani proses induksi dan kemudian secara rutin

keseharian menjalankan tugas-tugas profesional, profesionalisasi atau proses penumbuhan

dan pengembangannya tidak berhenti disitu saja melainkan perlu upaya secara terus

menerus untuk perlu mendapatkan pembinaan dan pengembangan profesinya yang bisa

dilakukan atas insiatif sekolah dan inisiatif secara pribadi.

F. Rangkuman

Tenaga kependidikan memiliki pengertian yang sangat luas karena di samping

pendidik, seperti guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur,

dan fasilitator, di dalamnya juga termasuk kepala sekolah, direktur, ketua, rektor,

pimpinan PLS, penilik, pengawas, peneliti, pengembang bidang pendidikan, pustakawan,

laboran, teknisi sumber belajar, penguji dan yang lainnya.

Semua jenis tenaga kependidikan tersebut sangat penting bagi pencapaian tujuan

suatu organisasi khususnya dalam bidang pendidikan. Menyadari begitu pentingnya

sumberdaya manusia tersebut, maka dalam penjelasan Peraturan Pemerintah No 38 Tahun

1992 dijelaskan bahwa tenaga kependidikan merupakan komponen yang determinan dan

24
menempati posisi kunci dalam sistem pendidikan nasional. Pengembangan sumberdaya

manusia atau tenaga kependidikan yang memiliki kualitas kemampuan yang profesional

dan kinerja yang baik, tidak saja akan mengkontribusi terhadap kualitas lulusan yang

dihasilkan, melainkan juga berlanjut pada kualitas kinerja dan jasa para lulusan dalam

pembangunan, yang pada gilirannya kemudian akan berpengaruh pada kualitas peradaban

dan martabat hidup masyarakat, bangsa, serta umat manusia pada umumnya.

G. Evaluasi

1. Jelaskan pengertian Tenaga Kependidikan.

2. Sebutkan jenis-jenis dan Kualifikasi Profesi Tenaga Kependidikan.

3. Jelaskan Program Pengembangan Pendidikan Profesi Tenaga Kependidikan

4. Jelaskan tahap-tahapan dalam Pengadaan Tenaga Kependidikan yang Profesional

25
BAB. III
HAKEKAT MAKNA, DAN CIRI-CIRI
PROFESI TENAGA KEPENDIDIKAN

A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya

Kompetensi Dasar Indikator Pencapaiannya


Memahami Pengertian Profesi Tenaga Dapat menjelaskan pengertian tenaga pro-

Kependidikan. fesi kependidikan.


Memahami Ciri-ciri Profesi Tenaga Kepen- Mampu membandingkan antara ciri-ciri

didikan. profesi guru dengan sepuluh indikator yang

dievaluasi sebagai syarat seorang guru yang

profesi.
Memahami Sejarah dan Petumbuhan Pro- Dapat menjelaskan profesi guru sebagai

fesi Tenaga Kependidikan profesi yang sangat dihargai, dihormati, dan

sangat mulia sejak jaman dahulu.

B. Pengertian Profesi Tenaga Kependidikan

Dalam kehidupan kita sehari-hari akan sering dihadapkan dengan istilah profesi.

Demikian pula tampaknya istilah profesi tersebut mempunyai hubungan dengan berbagai

istilah yang lainnya, seperti profesional, profesionalisasi, profesionalisme, dan profesi-

onalitas. Untuk mengetahui bagaimana pengertian profesi tenaga kependidikan berserta

ciri-cirinya, serta bagaimana perbedaan pengertiannya dengan istilah-istilah yang lainnya,

sehingga tidak terjadi kesalah pahaman terhadap pengertian profesi, maka dalam bab dua

ini pembahasannya akan difokuskan pada pengertian tenaga profesi kependidikan, dan

istilah-istilah lainnya tersebut.

Profesi merupakan suatu pekerjaan yang meminta pendidikan yang lebih tinggi,

dan biasanya meliputi pekerjaan mental, bukan pekerjaan kasar yang mengandalkan

tenaga secara fisik. Contoh profesi yang dapat disebutkan dalam tulisan ini, seperti

26
mengajar, keinsinyuran, kedokteran, hukum dan lain sebagainya. Dokter dan insinyur

harus melalui pendidikan tinggi yang cukup lama, dan menjalankan pelatihan berupa

pemagangan yang juga memerlukan waktu yang cukup lama sebelum memangku

jabatannya. Demikian juga setelah memangku jabatannya mereka juga dituntut untuk

selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dengan tujuan untuk dapat

meningkatkan kualitas layananannya kepada masyarakat. Demkian juga hasil pertemuan

tim Pascasarjana LPTK Negeri se Indonesia 2007 yang diselenggarakan di Undiksha

Singaraja, merumuskan profesi tersebut sebagai spesialisasi pekerjaan dan keahlian yang

menuntut kemampuan terus-menerus berkembang dan menyesuaikan diri terhadap tuntut-

an kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

Dengan demikian sebenarnya tidak semua pekerjaan itu bisa disebut dengan

profesi, seperti halnya dalam keseharian sering kita temukan yang memaknai pengertian

profesi itu secara salah, bahkan konotasinya negatif, seperti misalnya perampok yang

profesional, pencuri yang profesional, tukang becak yang profesional, dan lain-lainnya.

Contoh-contoh perbuatan atau pekerjaan seperti merampok, mencuri, pencopet profesi-

onal tersebut, bukan sebagai pekerjaaan yang dapat ditekuni karena sebagai hasil yang

dicapai melalui proses pendidikan yang lama dan pendidikan tinggi, bukan sebagai hasil-

hasil pelatihan atau pemagangan, bukan pekerjaan yang memberikan pelayanan kepada

masyarakat secara baik, tetapi justru bertentangan dengan nilai-nilai, dan bertentangan

dengan berbagai etika sosial dan norma-norma, seperti norma agama, norma hukum,

norma kesusilaan dan norma kesopanan yang ada yang hidup dan berkembang dalam

kehidupan masyarakat. Profesi merupakan suatu pekerjaan yang meminta spesialisasi dan

pendidikan yang relatif lama di perguruan tinggi dan diatur oleh suatu kode etik khusus

(Sutisna, 1983. Sanusi dkk, 1990, Situmorang, 1990. Makmun.1996). Profesi merupakan

27
suatu pekerjaan yang memerlukan persyaratan khusus, seperti: menuntut adanya kete-

rampilan berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam, menekankan

pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya, menuntut

adanya tigkat pendidikan yang memadai, adanya kepekaan terhadap dampak kemasya-

rakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya, memungkinkan perkembangan sejalan

dengan dinamika kehidupan (Ali.1985). Kemudian Makmun lebih lanjut dengan

mengutip pendapat Vollmer bahwa profesi sesungguhnya merupakan suatu jenis model

atau tipe pekerjaan ideal, yang dalam realitasnya bukanlah hal yang mudah untuk dapat

diwujudkan, namun demikian, bukanlah merupakan suatu yang mustahil pula untuk dapat

mencapainya, asalkan ada upaya yang sungguh-sungguh kepada pencapaiannya.

Merujuk pada kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa profesi itu merupakan

suatu bidang pekerjaan tertentu yang menuntut persyaratan khusus sehingga meyakinkan

dan memperoleh kepercayaan pihak yang memerlukannya. Persyaratan khusus yang

dimaksudkan kalau mengikuti uraian dari Sanusi dkk (1991) yang menyebut dengan

istilah ciri-ciri profesi, maka ciri-cirinya adalah meliputi:

1. Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan signifikansi sosial yang menentukan.

2. Jabatan yang menuntut memiliki keterampilan/keahlian tertentu.

3. Keterapilan/keahlian yang dimiliki dan dituntut oleh suatu jabatan tersebut didapat

melalui pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan metode.

4. Suatu jabatan yang didasarkan pada batang tubuh disiplin keilmuan yang jelas,

sistematik, eksplsit, yang bukan hanya sekedar pendapat khalayak umum.

5. Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan waktu yang

cukup lama.

28
6. Proses jabatan untuk pendidikan itu merupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai

profesional itu sendiri.

7. Dalam memberikan layanan kepada masyarakat anggota profesi berpegang teguh

pada kode etik yang dikontrol oleh organisasi profesi.

8. Tiap organisasi profesi mempunyai kebebasan dalam memberikan judgement

terha-dap permasalahan profesi yang dihadapinya.

9. Dalam perakteknya melayani masyarakat, anggota profesi otonom dan bebas dari

campur tangan orang luar.

10. Jabatan itu memiliki prestise yang tinggi dalam masyarakat dan oleh karenanya

memperoleh imbalan yang tinggi pula.

Pendapat yang lain tentang ciri-ciri profesi yang dapat dikutif sebagai perban-

dingnya adalah seperti yang dikemukakan oleh Ornsetein dan Levine (1984) sebagai

berikut di bawah ini.

1. Melayani masyarakat merupakan karier yang dilaksanakan sepanjang hajat, jadi

tidak berganti-ganti.

2. Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tetentu di luar jangkauan khalayak

ramai yang tidak bisa dilakukan oleh setiap orang.

3. Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori keperaktek.

4. Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang.

5. Terkendali berdasarkan lisensi baku dan atau mempunyai persyaratan masuk.

6. Otonomi dalam mebuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu.

7. Menerima tanggungjawab terhadap keputusan yang diambil dan unjuk kerja yang

ditampilkan berhubungan dengan layanan yang diberikan. Mempunyai sekumpulan

unjuk kerja yang baku.

29
8. Mempunyai kometmen terhadap jabatan dan klien, dengan penekanan terhadap

layanan yang akan diberikan.

9. Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya, relatif bebas dari

super-visi dalam jabatan.

10. Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota organisasi profesi sendiri.

11. Mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok elit untuk mengetahui dan

mengakui keberhasilan anggotanya, keberhasilan tugas dokter dievaluasi dan dihargai

oleh organisasi IDI, bukan oleh Depkes.

12. Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau

menyangsikan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan.

13. Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari publik dan kepercayaan diri setiap

anggotanya.

14. Mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi bila dibandingkan dengan

jabatan yang lainnya.

Demikianlah secara umum gambaran pengertian tentang profesi. Di samping

pengertian profesi secara umum, tampaknya perlu juga dijelaskan isitilah-istilah lainnya

yang mempunyai keterkaitan langsung dengan profesi tersebut, karena walaupun

mempunyai hubungan langsung tetapi cukup memiliki pengertian dan makna yang

berbeda. Beberapa istilah yang mempunyai hubungan langsung dengan profesi yang

disajikan dalam pembahasan ini pertama tentang istilah profesional.

Istilah profesional merupakan kata sifat yang bercirikan suatu pekerjaan yang

dilengkapi dengan keahlian yang memenuhi persyaratan khusus tertentu, sesuai dengan

yang dituntut oleh profesi yang bersangkutan. Hal demikian ini digunakan secara terkait

dengan formalitas wewenang melakukan profesi secara profesional, sebagai kebalikan

30
dari pekerjaan yang amatir. Jadi profesonal adalah terkait dengan pemenuhan akan

keahlian/kempetensi, kriteria, dan kualifikasi. Kompetensi, kriteria yang harus dipenuhi

dan kualifikasi yang dimiliki oleh seorang guru yang profesional akan berbeda dengan

seorang pengacara atau adpokat, demikian juga akan berbeda dengan seorang arsitektur.

Kemudian yang kedua adalah istilah profesionalisme. Istilah profesonalisme

sebenarnya adalah menunjuk pada suatu aliran penganut kualifikasi pekerjaan yang

menuntut keterpenuhan persyaratan profesional, sehingga istilah profesionalisme

mengandung unsur mutu atau kualitas serta wewenangnya sekaligus. Jadi profesionalisme

tersebut menunjuk pada orang atau sekelompok orang yang memiliki pemikiran-

pemikiran tentang suatu profesi dan lebih dari itu juga mencoba merumuskan kriteria

yang harus dipenuhi, sehingga juga memiliki kewenangan tetentu. Dengan demikian

profesionalisme dalam bidang keguruan atau kependidikan akan berbeda dengan

profesionalisme dalam bidang kenotariatan, demikian juga akan berbeda dengan

profesionalisme dalam bidang kedokteran. Karena pada dasarnya setiap orang atau

kelompok memiliki pemikiran-pemikiran yang berbeda terhadap suatu profesi tersebut.

Kemudian yang ketiga adalah istilah profesionalisasi. Istilah profesionalisasi

adalah menunjuk pada segala upaya yang dijiwai tanggungjawab untuk memberi isi atau

membentuk kualitas maupun kekhususan kepada suatu pekerjaan yang profesional.

Dalam hubungan ini dapat diberikan contoh, seperti, misalnya profesi guru. Bagaimana

calon guru tersebut dibentuk, dibina, dan diproses oleh lembaga pendidikan tinggi

kependidikan atau keguruan yang dilandasi oleh profesionalisasi, semestinya dilakukan

dengan penuh dijiwai dan rasa tanggungjawab, dibentuk dan dibina melalui proses yang

cukup lama. Sehingga calon guru yang dibentuk dapat melaksnakan tugasnya dengan

profesional.

31
Demikian pula tampaknya dalam hubungan dengan istilah lainnya yang lazim dan

sering kita temukan dalam keseharian kita, yaitu profesionalitas. Profesionalitas yang

dimaksudkan di sini adalah menunjuk pada kualitas hasil perkerjaan yang dilakukan oleh

seseorang secara profesional. Jadi lulusan atau autput suatu sekolah itu misalnya memiliki

profesionalitas yang tinggi.

Dengan adanya penjelasan tentang berbagai istilah yang berkaitan dengan istilah

profesi tenaga kependidikan tersebut, tampaknya akan menambah dan memperkaya

perbendaharaan pemahaman bagi calon guru tentang profesi tersebut, dan sekaligus akan

dapat menggunakan istilah-istilah tersebut dikemudian hari secara baik dan lebih tepat,

sehingga pemaknaannya juga akan lebih benar.

Kemudian permasalahan lain yang juga muncul dalam pembahasan tentang

pengertian profesi ini adalah jenis-jenis atau bidang-bidang pekerjaan yang bagaimana

atau yang mana saja secara akademik yang telah ada, atau yang sedang bekembang dalam

masyarakat yang bisa disebut sebagai suatu profesi. Dalam hubungan ini Richey (1974)

menjelaskan dan mengkategorikan profesi tersebut sebagai berikut: (1) profesi yang telah

mapan, (2) profesi baru, (3) profesi yang sedang tumbuh, (4) semi profesi, dan (5) jabatan

atau tugas atau pekerjaan yang belum jelas tuntutan status keprofesiannya. Namun Richey

tidak menjelaskan lebih jauh secara lengkap tentang contoh-contoh, maupun dasar-dasar

yang digunakan untuk mengelompokan dari masing-masing jenis keprofesian tersebut.

Richey hanya memberi contoh-contoh pekerjaan yang dikategorikan profesi yang semi

profesional, seperti: keperawatan, dan guru khususnya guru untuk sekolah dasar. Kemu-

dian penjelasan tentang jenis-jenis profesi tersebut tampaknya juga dapat mengikuti

uraian dari pakar yang lainnya, seperti Makmun (1996) misalnya menjelaskan pekerjaan

yang dapat digolongkan dengan profesi yang sudah mapan adalah seperti: hukum, dan

32
kedokteran, kemudian profesi baru seperti: akuntan, dan arsitek, bahkan kemeliteran

khusushya ABRI juga menyatakan dirinya sebagai prajurit yang profesional. Sutisna

(1983) menjelaskan bahwa yang termasuk profesi yang sedang tumbuh dan berkembang

adalah bidang kependidikan khususnya bidang administrasi pendidikan.

Jadi dari uraian di atas walaupun sepintas ada pendapat yang menjelaskan bahwa

guru tersebut hanya sebagai salah satu contoh dari pekerjaan yang dikategorikan semi

profesinal, kemudian bidang administrasi pendidikan sebagai profesi yang sedang tumbuh

dan berkembang, paling tidak dapat dijadikan salah satu petunjuk bahwa pekerjaan di

bidang kependidikan adalah secara universal telah dikenali secara akademik sebagai salah

satu jenis keprofesian. Lebih dikuatkan lagi pada kenyataannya sekarang ini secara

kebijakan dan legal bahwa di Indonesia khususnya pekerjaan guru dan dosen telah diakui

sebagai profesi seperti yang diatur dalam Undang-undang No.14 Tahun 2005 tentang

Guru dan Dosen. Mudah-mudahan pengakuan secara kebijakan dan legal tersebut juga

akan diberlakukan terhadap pekerjaan kependidikan yang lainnya, seperti pengawas,

kepala sekolah, maupun guru BP misalnya.

C. Ciri-ciri Profesi Tenaga Kependidikan

Setelah dibahas ciri-ciri profesi secara umum, maka dalam pembahasan di bawah

ini disajikan ciri-ciri dari profesi tenaga kependidikan khususnya profesi guru. Di bawah

ini disajikan ciri-ciri profesi guru menurut National Education Association (NEA.1984)

sebagai berikut:

1. Jabatan yang melibatkan kegiatan intektual.

2. Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.

3. Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama.

4. Jabatan yang memerlukan yang latihan dalam jabatan yang berkesinambungan.

33
5. Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen.

6. jabatan yang menentukan standarnya sendiri.

7. Jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.

8. Jabatan yang memiliki organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.

Kemudian ada juga pendapat yang menyatakan bahwa syarat-syarat profesi guru

tersebut adalah mencakup: memiliki kualifikasi pendidikan yang memadai, memiliki

kompetensi keilmuan sesuai dengan bidang yang ditekuninya, memiliki kemampuan

untuk berkomunikasi dengan anak didiknya, mempunyai jiwa kreatif dan produktif,

mempunyai etos kerja dan komitmen yang tinggi terhadap profesinya, melakukan

pengembangan diri secara terus menerus melalui organisas profesi, internet, buku,

seminar, dan semacamnya (Kunandar. 2007).

Berbeda dengan Undang-undang No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen tidak

secara jelas menyebut dengan istilah kriteria atau ciri-ciri profesi guru, tetapi disebutkan

guru sebagai suatu profesi dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:

1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme.

2. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan keimanan, ketaqwaan,

dan ahklak mulia.

3. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan

bidang tugas.

4. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas.

5. Memiliki tanggungjawab atas pelaksaaan tugas keprofesioanalan.

6. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja.

7. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan sesuai secara

berkelan-jutan dengan belajar sepanjang hayat.

34
8. Memiliki jaminan perlindungan hukum dala melaksanakan tugas keprofesionalan,

dan

9. Memiliki oganisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang

berkaitan dengan tugas keprofesionlan guru.

Demkian juga hasil pertemuan tim Pascasarjana LPTK Negeri se Indonesia 2007

yang diselenggarakan di Undiksha Singaraja, menjelaskan bahwa profesi guru menuntut

dimiliki kemampuan: (1) kompetensi paedagogik, (2) kompetensi kepribadian, (3) kom-

petensi sosial, (4) kompetensi profesional. Berdasarkan pada beberapa ciri dan prinsip

dari profesi guru tersebut, lebih lanjut juga dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan

profesi guru adalah merupakan pekerjaan bidang pendidikan yang menuntut memiliki

kemampuan tertentu. Pengertian profesi guru yang agak lebih lengkap dapat dirumuskan

sebagai suatu pekerjaan yang membutuhkan pengetahuan, keterampilan, kemampuan,

keahlian dan ketelatenan untuk menciptakan anak memiliki perilaku sesuai dengan yang

diharapkan (Yamin. 2007). Bahkan lebih lanjut ada yang menyatakan profesi guru adalah

suatu jabatan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru dan tidak dapat dilakukan

oleh sembarang orang di luar bidang pendidikan, walaupun pada kenyataannya masih

terdapat hal-hal tersebut di luar bidang kependidikan (Uno. 2007).

Berdasarkan kutipan kriteria profesi guru yang dimaksudkan oleh NEA dan

prinsip profesi guru yang diatur dalam undang-undang guru dan dosen tersebut tampak-

nya kriteria profesi guru begitu luas dan komplek, sedangkan kriteria profesi yang

dirumuskan oleh tim Pascasarjana se Indonesia tahun 2007 di Undiksha Singaraja

tampaknya mempersempit makna kriteria profesi tersebut hanya dilihat dari sisi

kemampuan profesionalnya saja, karena hanya melihat dari kriteria kompetensinya saja,

yaitu: (1) kompetensi paedagogik, (2) kompetensi kepribadian, (3) kompetensi sosial, (4)

35
kompetensi profesional, padahal kriteria dari profesi begitu luas dan kompleksnya.

Kemudian pembahasan tentang kompetensi guru tersebut akan dikaji secara lebih dalam

dan lebih luas dalam bagian khusus dari suatu bab dalam buku ini, khususnya bagian yang

membahas kompetensi profesional guru.

D. Sejarah dan Petumbuhan Profesi Tenaga Kependidikan

Perkembangan posisi dan eksestensi profesi tenaga kependidikan pada jaman

dahulu khususnya guru mempunyai pengakuan status, kedudukan dan martabat yang

sangat tinggi dan sangat dihormati dalam masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari sebutan

guru yang dikaitkan dengan nama Tuhan, seperti, misalnya Shang Hyang Batara Guru,

yang tiada lain dianggap sebagai Sang Hyang Widhi Wasa yang menciptakan segala alam

semesta. Di samping hal tersebut di dalam masyarakat Hindu di Bali istilah guru juga

dikaitkan dengan ajaran agama yang disebut istilah Catur Guru, yang artinya empat

penuntun yang mengemban tugas berat, dan sangat mulia yang harus dihormati sehari-

hari, yang terdiri dari Guru Swadhyaya, Guru Rupaka, Guru Pengajian, dan Guru Wisesa.

Guru Swadhyaya atau Ida Shang Hyang Widhi Wasa yang telah menciptakan mahluk

terutama manusia yang termulia yang dibekali bayu, sabda, dan idep sudah tentu akan

dapat berpikir merasa bersyukur kehadapannya, karena berkat jasa beliaulah manusia ini

ada, dan dalam keadaan selamat sehingga dapat berbuat baik untuk meningkatkan derajat

hidup sekala niskala. Guru Rupaka yang dimaksudkan di sini adalah bapak dan ibu

kandung yang berjasa secara langsung melahirkan, memelihara dan mendidik dengan rasa

tanggugjawab sehingga kita sebagai keturunannya menjadi orang yang suputra. Guru

Pengajian yang dalam ini dimaksudkan adalah guru yang mendidik dan mengajarkan

segala macam ilmu pengetahuan yang sangat berguna dalam hidup dan meningkatkan

derajat hidup untuk mencapai tujuan hidup manusia. Demikian juga yang dimaksudkan

36
dengan Guru Wisesa yaitu dalam hal ini pemerintah yang mengatur dan membimbing

masyarakat berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945 untuk mencapai kesejahteraan

rakyat yang adil dan makmur. Demikianlah begitu sangat tingginya penghormatan yang

diberikan oleh masyarakat terhadap guru tersebut, karena guru berat dan sarat dengan

ilmu pengetahuan (Amir. 2006), sehingga tampaknya digunakan untuk menunjukkan

segala sesuatu yang harus sangat kita hormati dikaitkan dengan istilah guru.

Kemudian untuk menunjukkan rasa penghormatan terhadap profesi guru karena

memiliki peranan, status, kedudukan, derajat dan martabat yang begitu penting dan tinggi

tersebut, maka sebutan guru sering juga dikaitkan dengan Kiyai, Ustadz, Resi, Bagawan,

Pendeta dan lain sebagainya.

Pada jaman penjajahan Belanda, Inggris, dan Jepang mulai ada keccndrungan

untuk membedakan posisi tenaga kependidikan khususnya guru tersebut. Ada yang

diposisikan sebagai pengemban misisonaris keagamaan, seperti, misalnya dalam agama

Kristiani. Demikian juga ada yang diposisikan sebagai pegawai sipil dengan sebutan

sebagai guru yang disiapkan melalui sekolah guru, seperti Normalschool (NS) untuk

sekolah dasar, van Deventer School (VDS) untuk guru sekolah dasar putri, Kweekschool

(KS) untuk guru sekolah dasar, dan Curssus Operleiding voor Volks Onderwyzer (OVVO)

atau Curssus voor Onderwyzer (CVO ) bagi anak-anak di desa (SD) dan Bumi Putra

(Supriadi 2003). Guru pada jaman Belanda tersebut sebagai misionaris maupun sebagai

pegawai sipil pada masa itu tetap dihormati seperti halnya pada jaman sebelumnya.

Lebih-lebih para guru Bumi Putra pada waktu itu merupakan kaum inte-lektual yang ikut

sebagai penggerak tumbuhnya perkumpulan perjuangan bersama para politisi dan pejuang

yang lainnya. Demikian pula pada jaman Jepang Danshi Shikan Gakko yaitu sekolah guru

laki-laki, Zyooshi Shikan Gakko sekolah gru perempuan, Kooto Shikan Gakko sekolah

37
guru tinggi, dan Kantei Shikan yaitu kursus guru darurat. Pada waktu itu pula, yaitu

tanggal 25 Nopember 1945 PGRI didirikan yang karakteristiknya lebih condong sebagai

organisasi perjuangan ketimbang sebagai suatu oragnisasi profesi.

Pada masa setelah perang kemerdekaan, tingkat pendidikan masyarakat Indonesia

ternyata sangat memperihatinkan, karena lebih dari 90 % penduduk yang berjumlah 70

juta jiwa itu masih buta hurup. Sedangkan di sisi lain pada saat itu jumlah guru yang

berkualifikasi lulusan Normalschool (NS) ke atas jumlahnya hanya sekitar ratusan saja,

serta guru lulusan OVVO atau CVO jumlahnya sekitar ribuan saja. Karena itu pada saat

itu dapat dimaklumi siapa saja yang merasa terpanggil untuk membantu sesamanya

belajar tentang tulis-baca-hitung sangat dianjurkan oleh pemerintah untuk memberantas

buta hurup. Kemudian barulah setelah Undang-undang No. 4 Tahun 1950 dan Undang-

undang No. 12 Taun 1954 tentang Dasar-dasar Pengajaran di Sekolah diberlakukan,

pendirian KPKPPB, SGB, dan SGA diselenggarakan secara meluas ditanah air, demikian

juga beberapa PTPG serta B.I, dan B.II yang kemudian berkembang menjadi IKIP.

Sementara itu untuk membantu mereka yang telanjur terpanggil melibatkan diri menjadi

guru namun belum sempat memperoleh pendidikan prajabatannya yang relevan, KLP-

SGB, KGB dan KGA serta RBB dan RBA dan beberapa perguruan tinggi LPTK swasta

juga mulai dikembangkan secara luas.

Kemudian pada awal pembangunan jangka panjang yang kedua, secara tentatif

tercatat sekitar 1,8 juta guru dari sekitar 4,5 juta pegawai negeri sipil yang latar belakang

pendidikannya dan kualifikasinya berbeda-beda. Mereka yang bertugas di SD saja baru

sekitar kurang dari 10 % yang sudah berkualifikasi lulusan D.II yang dijadikan standar

minimal kewenangannya sejak awal 1990 an dari jumlah total sekitar 1,2 juta. Perlu juga

dicatat bahwa sekitar diperkirakan masih banyak lulusan SPG hingga kini masih tidak

38
menentu nasibnya karena yang dapat diangkat menjadi guru dalam jumlah terbatas dan

itupun hanya lulusan D.II.

Sungguh kontradiktif keadaannya antara harapan dengan tuntutan terhadap sistem

pendidikan nasional yang harus mampu mempersiapkan sumberdaya manusia yang

berkualitas guna menghadapi globalisasi dan milinium ketiga, dengan kebijakan yang

cendrung kurang menguntungkan perkembangan guru. Berbagai upaya sebenarnya telah

banyak dilakukan oleh pemerintah selama ini, tetapi tampaknya masih kurang berhasil.

Perkembangan LPTK tampaknya masih asyik dengan fokus kegiatan pada pendidikan

prajabatan guru juga terus digoyang isu eksestensinya yang dinyatakan kurang jelas

secara konseptual dan arahnya. Sementara itu PGRI sebagai perkumpulan guru masih

tetap berkutat mengurus sekolahnya sendiri sementara kegiatan yang menunjang ke arah

pengembangan kualitas kemampuan profesionalnya cendrung terabaikan.

Peluang untuk melakukan pengembangan profesi guru itu tampaknya cukup

terbuka ketika mulai diberlakukannya Undang-undang No. 2 Tahun 1989 tetang Sistem

Pendidikan Nasional, dan Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1992 yang mengatur

tentang Tenaga Kependidikan, khususnya dalam hubungan ini guru. Lahirnya dan

diberlakukannya Undang-undang No. 2 Tahun 1989 tersebut sebenarnya merupakan

keberhasilan yang besar dan luar biasa, karena mulai sejak itu sistem pendidikan di

Indonesia memiliki landasan konstitusional yang konsisten sesuai dengan UUD 1945,

yang seyogianya harus dilakukan secara sinergi dari semua pihak mulai dari pemakai

dalam hal ini penyelenggara dan pengelola satuan pendidikan, LPTK, organisasi profesi,

dan tenaga kependidikan, dan tenaga pendidik khususnya guru. Ternyata peluang untuk

mengembangkan tenaga kependidikan khususnya guru untuk menjadi tenaga profesional

masih rendah, hal ini secara jelas dapat dilihat dari mutu pendidikan di Indonesia masih

39
tetap menghasilkan sumberdaya manusia yang mutunya masih rendah. Banyak faktor

yang menyebabkan keprofesionalan guru tidak dapat dikembangkan, diantaranya karena

sistem pendidikan guru pada saat itu kurang mengarah dan mengaplikasikan kaidah-

kaidah dan prisip-prinsip keprofesionalan.

Dengan diberlakukannya Undang-undang No. 20 Tahun 2003 sebagai pengganti

Undang-undang No. 2 Tahun 1989 yang mengatur tentang Sistem Pendidikan Nasional

dan Undang-undang No. 14 Tahun 2005 yang mengatur tentang Guru dan Dosen, yang

kemudian ditindaklanjuti oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah

No. 18 Tahun 2007 tentang Sertfikasi Guru, hal ini menunjukkan komitmen pemerintah

untuk meningkatkan keprofesionalan guru tersebut. Sertifikasi guru dalam jabatan telah

dimulai sejak tahun 2007 dan akan terus bergulir sampai semua guru yang ada sekitar 2,7

juta orang memperoleh sertifikat pendidik. Demikian pula bagi mereka yang sedang

mempersiapkan diri untuk dapat menjadi guru dan memiliki sertifikat pendidik, harus

mengikuti program Pendidikan Profesi Guru (PPG) sebagai wadah para lulusan S1 dan

D4 untuk menempuh pendidikan profesi dan bidang keahlian keguruan yang bermuara

pada penganugrahan sertifikat pendidik kepada mereka yang telah menamatkan program

PPG. Setifikat Pendidik ini kemudian dapat digunakan sebagai salah satu dasar syarat

untuk dapat melamar dan diangkat menjadi guru, baik pada lembaga pendidikan formal,

jalur pendidikan nonformal, atau informal dengan status pendidik bersertifikat. Lebih dari

itu pendidik yang bersertifikat akan memperoleh perlindungan dari pemerintah atas

haknya berkenaan dengan dimilikinya sertifikat pendidik tersebut.

E. Rangkuman

Profesi merupakan suatu bidang pekerjaan yang ideal tertentu yang menuntut

persyaratan khusus sehingga meyakinkan dan memperoleh kepercayaan pihak yang

40
memerlukannya. Profesi tersebut dapat dikategorikan sebagai berikut: (1) profesi yang

telah mapan, (2) profesi baru, (3) profesi yang sedang tumbuh, (4) semi profesi, dan (5)

jabatan atau tugas atau pekerjaan yang belum jelas tuntutan status keprofesiannya.

Contoh-contoh pekerjaan yang dikategorikan sebagai profesi yang semi profesional,

misalnya adalah keperawatan, dan guru khususnya guru untuk sekolah dasar, profesi yang

dapat digolongkan mapan adalah seperti: hukum, dan kedokteran, kemudian profesi baru

seperti misalnya akuntan, dan arsitek, dan kemeliteran khusushya ABRI juga menyatakan

dirinya sebagai prajurit yang profesional. Guru di Indonesia yang pada saat sekarang ini

secara legalnya sudah diatur sebagai profesi, walaupun secara teori ada pendapat yang

menyatakan sebagai suatu profesi yang sedang tumbuh.

F. Evaluasi

1. Jelaskan pengertian tenaga profesi kependidikan.

2. Bandingkanlah antara ciri-ciri profesi guru dengan sepuluh indikator yang dievaluasi

sebagai syarat seorang guru yang profesi.

3. Jelaskan profesi guru sebagai profesi yang sangat dihargai, dihormati, dan sangat

mulia sejak jaman dahulu.

BAB. IV
HAKEKAT DAN MAKNA KOMPETENSI
PROFESI TENAGA KEPENDIDIKAN

A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya

41
Kompetensi Dasar Indikator Pencapaiannya
Memahami pengertian kompetensi Dapat menjelaskan pengertian kompetensi
Memahami kompetensi tenaga kependi- Dapat menjelaskan kompetensi tenaga ke-

dikan pendidikan
Memahami pengkuran dan penilaian tenaga Dapat menjelaskan langkah-langkah dalam

kependidikan pengkuran dan penilaian tenaga kependi-

dikan
Memahami pengembangan profesi dan Dapat menjelaskan pengembangan profesi

karir tenaga kependidikan dan karir tenaga kependidikan

B. Pengertian Kompetensi

Kompetensi adalah merupakan salah satu kriteria dari suatu profesi. Guru sebagai

suatu profesi juga dituntut untuk memenuhi kriteria kompetensi tersebut. Kompetensi bisa

dilihat dari berbagai aspek seperti pengertiannya, karakteristiknya, maupun cara mengu-

kur kompetensi tersebut. Dalam bab dua ini akan dibahas beberapa aspek dari kompetensi

profesi tenaga kependidikan khususnya guru.

Mengenai pengertian kompetensi sebagai salah satu ciri dari profesi dalam kepus-

takaan diberikan pengertian secara beraneka ragam tergantung dari sudut pandang para

penulis. Keaneka ragaman pengertian kompetensi tersebut, dapat ditunjukkan dalam

pembahasan ini, seperti, misalnya ada pendapat yang menyatakan bahwa kompetensi

tersebut adalah suatu hal yang menggambarkan kemampuan seseorang, baik yang kuali-

tatif maupun kuantitatif (Usman. 2005). Lebih lanjut dijelaskan bahwa pengertian kompe-

tensi seperti ini mengandung makna bahwa kompetensi tersebut dapat digunakan dalam

dua kontek. Kontek pertama sebagai indikator yang menunjukkan kepada perbuatan yang

diamati. Kontek kedua sebagai konsep yang mencakup aspek-aspek kognitif. afektif, dan

perbuatan, serta tahap-tahap pelaksanaannya secara utuh. Kemudian kompetensi juga

diberikan pengertian sebagai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai

42
oleh seseorang yang telah menjadi bagian darinya sehingga ia dapat melakukan perilaku-

perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya (Mulyasa. 2003).

Kompetensi juga diberikan pengertian sebagai panguasaan terhadap tugas, keterampilan,

sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk keberhasilan (Mulyasa. 2003). Kemudian

Gordon dalam Mulyasa (2005) memerinci beberapa aspek dari kompetensi, sebagai

berikut. Pertama pengetahuan, yaitu kesadaran dalam bidang kognitif, seperti, misalnya

seorang guru sekolah mengetahui cara melakukan identifikasi kebutuhan bantuan yang

diperlukan muridnya dalam melakukan pembelajaran dikelasnya. Kedua pemahaman

yaitu kedalaman kognitif dan apektif yang dimiliki oleh individu, seperti misalnya

seorang guru yang akan melaksanakan pemebelajaran harus memiliki pemahaman yang

luas tentang karekteristik dan kondisi muridnya agar dapat pembelajaran berjalan secara

efktif. Ketiga kemampuan, yaitu suatu yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat

melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya, seperti, misalnya kemam-

puan guru dalam memilih dan membuat media pembelajaran yang diperlukan untuk lebih

memotivasi dan memudahkan pembelajaran peserta didik. Keempat nilai, yaitu suatu

standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri

seseorang, seperti, misalnya standar perilaku dalam pembelajaran, antara lain kejujuran,

keterbukaan, demokratis, obyektif, adil. Kelima sikap, yaitu perasaan seperti perasaan

senang dan tidak senang, suka tidak suka, atau reaksi terhadap terhadap suatu rangsangan

yang datang dari luar, seperti reaksi terhadap krisis ekonomi, kenaikan gaji, dan

sebagainya. Keenam minat yaitu kecendrungan seseorang untuk melakukan suatu

perbuatan, seperti, misalnya, minat sesorang untuk melakukan sesuatu atau mempelajari

sesuatu. Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa kompetensi yang harus dimiliki oleh

suatu profesi adalah mencakup: kemampuan untuk mengembangkan pribadi, penguasaan

43
ilmu pengetahuan dan keterampilan, kemampuan berkarya, kemampuan menyikapi dan

berprilaku dalam berkarya, dapat hidup bermasyarakat (Pusposutardjo. 2002). Pengertian

kompetensi lainnya yang lebih konseptual sifatnya menguaraikan bahwa kompetensi

tersebut mengandung tiga pengertian. (1) pengertian kompetensi itu pada dasarnya

merupakan kecakapan atau kemampuan untuk mengerjakan sesuatu pekerjaan, (2)

menunjuk pada pengertian bahwa kompetensi itu merupakan sifat orang-orang, yang

memiliki kecakapan, kemampuan, otoritas, kemahiran, pengetahuan dan lain sebagainya

untuk dapat mengerjakan sesuatu yang diperlukan, dan (3) bahwa kompetensi merupakan

tindakan atau kinerja rasional yang dapat mencapai tujuan-tujuannya secara memuaskan

berdasarkan kondisi yang diharapkan (Makmun.1996, Depdikbud.1978, Depdikbud.

1984). Lebih jauh Makmun (1996) menyatakan bahwa berpijak pada pengertian kompe-

tensi tersebut dapat juga dijelaskan bahwa sesungguhnya seseorang yang dapat disebut

sebagai profesional yang kompeten, kalau menunjukkan karakteristik: (1) mampu mela-

kukan sesuatu pekerjaan tertentu secara rasional, dalam arti, ia memiliki visi dan misi

yang jelas, ia melakukan sesuatu berdasarkan pada hasil analitis kritis dan pertimbangan

logis dalam membuat pilihan dan mengambil keputusan tentang apapun yang akan

dikerjakan, (2) menguasai perangkat pengetahuan yaitu teori, konsep, prinsip dan kaidah,

hipotesis dan generalisasi, data dan imformasi lainnya tentang seluk beluk apa yang

menjadi bidang tugas pekerjaannya, (3) menguasai perangkat keterampilan yang menca-

kup strategi dan taktik, metode dan teknik, prosedur dan mekanisme, sarana dan instru-

men, tentang cara melakukan tugas pekerjaannya, (4) menguasai perangkat persyaratan

ambang tentang ketentuan kelayakan normatif minimal kondisi dari proses yang dapat

ditoleransikan dan kriteria keberhasilan yang dapat diterima dari apa yang dilakukannya,

(5) memiliki daya dan citra unggulan dalam melakukan tugas pekerjaannya. Ia bukan

44
sekedar puas dengan memadai persyaratan minimal, melainkan berusaha mencapai yang

sebaik mungkin, dan (6) memiliki kewenangan yang memancar atas penguasaan perang-

kat kompetensi yang dalam batas tertentu dapat didemontrasikan dan teruji sehinga

memungkinkan memperoleh pengakuan pihak berwewenang.

Jadi demikian variasi pengertian tentang kompetensi dari para penulis, dengan

demikian berdasarkan pada pengertian kompetensi yang begitu beragam tersebut menam-

bah wawasan dan khasanah para calon guru, dan lebih lanjut akan memiliki pijakan yang

lebih luas dan kuat dalam mempelajari serta memahami kompetensi profesi kependidikan

khususnya profesi guru tersebut.

C. Kompetensi Profesi Tenaga Kependidikan

Berpijak pada pengertian kompetensi yang begitu umum dan beragam, tampaknya

juga membawa konsekuensi akan terjadinya atau ditemukannya dalam kepustakaan

pengertian kompetensi profesi tenaga kependidikan yang beragam pula. Variasi dan

keragaman pengertian kompetensi tenaga kependidikan, khususnya kompetensi guru

tersebut, akan diuraikan sebagai berikut di bawah ini. Cooper dalam Sudjana (1989)

mengemukakan kompetesi yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah: (1) mempunyai

pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia, (2) mempunyai pengetahuan dan

menguasai bidang studi yang dibinanya, (3) mempunyai sikap yang tepat tentang diri

sendiri, sekolah, sejawat, dan bidang studi yang dibinanya, serta (4) mempunyai

keterampilan teknik mengajar. Demikian juga Grasser dalam Sudjana (1989) menyatakan

ada empat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru, yaitu: (1) menguasai bahan

pelajaran, (2) kemampun mendiagnosis tingkah laku siswa, (3) kemampuan melaksana-

kan proses pengajaran, dan (4) kemampuan mengukur hasil belajar siswa.

45
Di negara maju seperti yang dinyatakan oleh Samani (2006) dengan menunjuk

Queensland Australia menyebutkan ada dan ditetapkan 12 kompetensi guru, yaitu: (1)

structure flexible and innovative learning experiences forn individual and groups, (2)

contribute to language, literacy, and numeracy development, (3) construct intellectually

challenging learning experiences, (4) construct learning experiences that connect the

world beyond school, (5) construct inclusive and participatory learning experiences, (6)

integrate ICT to enhance student learning, (7) assess and report student learning, (8)

support the social development and participation of young people, (9) create safe and

supportive learning environments, (10) build relationship with ider community, (11)

contribute to professional team, and (12) commit to professional practice. Demikian juga

Samani (2006) lebih lanjut dengan mengutip kompetensi guru yang ditetapkan oleh

(INSTASC) menyebutkan ada 11 kompetensi, yaitu: 1) content knowledge, 2) human

development and learning, 3) diversity, 4) planning for instruction, 5) learning enviro-

nment, 6) instructional delivery, 7) communication, 8) assessment, 9) collaborative relati-

onships,10) reflection and profesional growth, dan 11) profesional conduct. Menurut

Usman (2004) kompetensi guru diberikan pengertian sebagai kemampuan dan kewe-

nangan guru dalam melaksanakan profesi keguruannya.

Dahulu sekitar tahun 1980 an guru dituntut untuk memiliki 10 kompetensi yang

dikenal dengan 10 kompetensi dasar guru yang didalamnya mencakup: (1) menguasai

bahan, (2) mengelola program belajar mengajar, (3) mengelola kelas, (4) menguasai

media atau sumber belajar, (5) menguasai landasan kependidikan, (6) mengelola interaksi

belajar mengajar, (7) menilai prestasi belajar siswa, (8) mengenal fungsi dan program

bimbingan penuluhan, (9) mengenal dan menyelenggarakan administrasi seklah, dan (10)

memahami prinsip-prinsip dan penafsiran hasil penelitian untuk keperluan pendidikan dan

46
pengajaran (Uno. 2007). Kemudian proses pembelajaran yang disebut efektif apabila

seorang guru tersebut dalam pembelajarannya memiliki ciri-ciri: (1) memiliki kemam-

puan untuk mengendalikan diri dalam menghadapi tantangan dan konflik, (2) memiliki

kebiasaan sabar, tenang dan sopan santun dalam hubungannya dengan siswa, (3) bersifat

konstruktif membenarkan dan memberikan ulasan dan cara berbicara, (4) memiliki

kemampuan untuk mengendalikan diri murid dalam memecahkan masalahnya sendiri, (5)

memiliki kesederhanaan dalam mendayagunakan kesempatan dalam mengajar, (6) penuh

antusias terhadap siswa dalam mengajar, (7) berhati-hati dalam membuat perencanaan

pengajaran bersama murid, dan membimbing murid untuk mencapai apa yang diinginkan,

(8) memiliki keterampilan dalam mengarahkan siswa untuk menilai pekerjaan mereka, (9)

menarik minat siswa terhadap siswa-siswa secara pribadi (Sahertian dan Ida Aleida.

1990). Kemudian Richey (1962) mengemukakan 5 variabel dari pengajaran yang disebut

pembeljaran efektif yang berisi 19 indikator. Kelima variabel tersebut adalah sebagai

berikut: (1) bekerja dengan siswa secara individual, (2) persiapan dan merencanakan

pengajaran, (3) pendayagunaan alat pelajaran, (4) melibatkan siswa dalam berbagai

pengalaman belajar, dan (5) kepemimpinan aktif dari guru. Kalau kelima variabel tersebut

lebih dirinci dalam indiokator, maka akan tampak sebagai berikut: (1) memberi tugas

kepada murid secara individual, (2) sangat pribadi dan penuh keakraban, (3) sering

diadakan menolong siswa, (4) memeriksa dengan teliti dan dikembangkan segera sambil

membahasnya secara bersama, (5) pekerjaan dibuat, (6) guru menjadi sumber imformasi

dan siswa menggunakan buku sebagai suplemen, (7) pelajaran disajikan di papan tulis

atau alat lain yang lengkap, (8) materi yang penting selalu disajikan, (9) siswa mengerti

cara menggunakan buku pelajaran, (10) penggunaan alat bantu yang berhubungan dengan

tugas pengajaran, (11) siswa menggunakan perpustakaaan yang efektif, (12) memperke-

47
nal;kan kelas dengan berbagai model bentuk pembalajaran (13) menolong siswa dalam

membuat rencana, (14) mendidik siswa untuk mempersiapkan tugas dan membantu kelas

secara keseluruhan, (15) menumbuhkan minat siswa, (16) memberikan pengalaman

memimpin dibawah binaan guru, (17) melengkapi, menciptakan keseimbangan kegiatan

di bawah asuhan guru, (18) memperhatikan problem siswa dan memecahkan masalah-

masalah mereka, dan (19) memberi kesempatan untuk berpartisipasi.

Kemudian dalam hubungan ini Samani (2006) mengembangkan suatu alat ukur

pengajaran yang disebut pembelajaran yang efektif, yang didalamnya terdiri dari perenca-

naan pengajaran, dan pelaksanaan proses pembelajaran. Dari masing-masing dimensi

dikembangkan dalam bentuk daftar tabel komponen-komponen rencana pembelajaran dan

komponen-komponen dalam proses pembelajaran sebagai berikut di bawah ini.

DAFTAR TABEL 2.1


KOMPONEN PERENCANAAN PENGAJARAN

No Komponen rencana Pembelajaran


1 Perumusan tujuan pembelajaran dibuat dengan jelas dalam arti tidak menimbulkan

penafsiran ganda.
2 Perumusan tujuan pembelajaran dirumuskan secara lengkap dalam arti rumusan

indikatornya minimal mengandung komponen peserta didik dan perilaku.


3 Perumusan tujuan pembelajaran memiliki kejelasan penjenjangan indikator dalam

arti diurutkan dari kompetensi yang sedrehana ke yang lebih komplek.


4 Perumusan tujuan pembelajaran sesuai dengan kompetensi dasar dalam arti dija-

barkan dari kompetensi dasar.


5 Pemilihan dan pengorganisasian materi ajar agar sesuai dengan tujuan pembe-

lajaran dalam arti materi dipilih berdasarkan tujuan pembelajaran atau kompetensi

yang ingin dicapai.


6 Pemilihan dan pengorganisasian materi ajar sesuai dengan karakterristik peserta

didik dalam arti tingkat keluasan dan kedalaman materi disesuaikan dengan cepat

48
dan lambatnya anak, tingi dan rendahnya motivasi anak.
7 Pemilihan dan pengorganisasian materi ajar
8 Pemilihan dan pengorganisasian materi ajar
9 Pemilihan sumber belajar/media pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran

dalam arti sumber belajar dipilih yang dipakai mencapai tujuan pembelajaran yang

ingin dicapai, misalnya buku, modul, aodio visual, dan lain-lain.


10 Pemilihan sumber belajar/media pembelajaran sesuai dengan materi pembelajaran

dalam arti dipilih untuk dapat memudahkan pemahaman peserta didik, seperti lidi,

sempua, lampu senter, globe, bola dan lain sebagainya.


11 Pemilihan sumber belajar/media pembelajaran sesuai dengan karakteristik peserta

didik dalam arti sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif, afektif, dan motorik

peserta didik.
12 Pemilihan metode pebelajaran/media pembelajaran sesuai dengan tujuan pembela-

jaran dalam arti relevan untuk dipakai mencapai tujuan pemeblajaran yang ingin

dicapai.
13 Pemilihan metode pembelajaran sesuai dengan strategi dan metode pembekajaran

dalam arti dapat memudahkan siswa dalam memahmai sesuatu.


14 Pemilihan metode pembelajaran sesuai dengan alokasi waktu dengan tahapan

pembelajaran secara proporsional (pembukuan 5-10%, inti 70-80 %, dan penutup

10-15 %).
15 Penilaian hasil belajar dilakukan sesuai dengan tujuan pembelajaran dalam arti tes

tulis mengukur pengetahuan, kinerja mengukur penampilan, dan skala sikap meng-

ukur sikap.
16 Penilaian hasil belajar dilakukan dengan jelas dalam arti tampak jelas diuraikan

prosedur penilaian awal, proses, dan akhir, dan mencakup tes dan non tes.
17 Penilaian hasil belajar dilakukan dengan instrumen yang lengkap, misalnya soal

dilengkapi dengan kunci jawaban, teknik penskoran, dan atay rubrik.

DAFTAR TABEL 2.2.


PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

No Komponen yang Diamati

49
I. Pembelajaran
1 Kesiapan ruang, alat pembelajaran dan media.
2 Memeriksa kesiapan siswa
II. Membuka Pelajaran
3 Melakukan kegiatan apersepsi
4 Menyampaikan kompetensi yang akan dicapai atau rencana kegiatan.
III. Kegiatan Inti Pembelajaran

a. Penguasaan Materi Pelajaran


5 Menunjukkan penguasaan materi pelajaran
6 Mengaitkan materi dengan pengetahuan lainnya yang relevan.
b. Pendekatan Strategi Pembelajaran

7 Pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai.


8 Melaksanakan pembelajaran secara runtut.
9 Menguasai kelas.
10 Melaksanakan pembelajaran yang bersifat kontektual.
11 Melaksanakan pembelajaran yang memungkikan tumbuhnya kebiasaan positif.
12 Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan alokasi waktu yang direncanakan
c. Pemanfaatan Sumber Belajar.

13 Menunjukkan keterampilan dalam menggunkan sumber belajar atau media pem-

belajaran.
14 Menghasilkan pesan yang menarik.
15 Melibatkan siswa dalam membuat dan memanfaatkan sumber belajar dan media

pembelajaran.
d. Pembelajaran yang Memicu dan Memelihara Ketertiban
16 Menumbuhkan partisipasi aktif siswa melalui interaksi guru siswa, sumber belajar.
17 Merespon positif partisipasi siswa.
18 Menunjukkan sikap terbuka kepada respon siswa.
19 Mmenunjukan hubungan antar pribadi yang kondusif.
20 Menumbuhkan keceriaan dan antusiasisme siswa dalam belajar.
e. Menilai Proses dan Hasil Belajar.
21 Memantau kemajuan belajar.
22 Melakukan peneilaian akhir sesuai dengn kompetensi.
f. Penguasaan Bahasa
23 Mengunakan bahasa lisan secara jelas dan lancar.
24 Menggunakan bahasa tulis yang aik dan benar.
25 Menyampaikan pesan dengan gaya yang sesuai.
IV. Penutup
26 Melakukan refeleksi atau membuat rangkuman dengan melibatkan siswa.
27 Melaksanakan tindak lanjut dengan memberikan arahan, atau kegiatan, atau tugas

sebagai bagian remidi/pengayaan.

50
Dalam Undang-undang No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dijelaskan

bahwa yang dimaksud dengan kompetensi guru adalah merupakan seperangkat pngeta-

huan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru

dalam melaksanakan tugas keprofesiannya. Kemudian kompetensi guru yang dimaksud-

kan adalah mencakup empat kemampuan, yaitu: kompetensi paedagogik, kompetensi

kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pen-

didikan profesi.

Kompetensi keperibadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil,

dewasa, arif, berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia, men-

jadi peserta didik dan masyarakat, dan mengembangkan diri secara berkelanjutan.

Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran yang meli-

puti pemahaman terhadap wawasan dan landasan kependidikan, peserta didik, pengem-

bangan kurikulum dan silabus, perancangan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran

yang mendidik, evaluasi hasil belajar, pengembangan peserta didik untuk mengaktuali-

sasikan potensi yang dimiliki.

Kompetensi sosial adalah kemampuan untuk berkomunikasi lisan, tulisan dan

isyarat, menggunakan teknologi komunikasi dan imformasi, bergaul secara efektif dengan

peserta didik dan sesama pendidik, bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.

Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran

secara luas dan mendalam, penguasaan bidang studi/sumber bahan ajar atau penguasaan

bidang studi keahlian, menguasai struktur metode dan keilmuannya. Dari keempat macam

kompetensi guru tersebut dapat digambarkan dalam suatu daftar tabel sebagai berikut di

bawah ini.

DAFTAR TABEL 2.3


KOMPETENSI GURU YANG PROFESIONAL

51
N0 Kompetensi Subkompetensi Indikator
1. Kompetensi kepri- Kepribadian man- b. Bertindak sesuai

badian: kemampuan tap dan stabil. dengan norma hukum.

personal yang men- c. Bertindak sesuai

cerminkan kepriba- dengan norma sosial.

dian yang mantap, d. Bangga sebagai guru.

stabil dewasa, arif, e. Memiliki konsistensi

dan bijaksana, berwi- dalam bertindak sesuai dengan

bawa, menjadi tau- Kepribadian yang norma.

ladan bagi peserta dewasa. a. Menampilkan keperibadian

didik, dan berakhlak dalam bertindak sebagai pendidik.

mulia. b. Memiliki Etos kerja sebagai

Kepribadian yang guru.

arif

a. Menampilkan tindakan yang

dida-sarkan pada kemanfaatan

peserta didik, sekolah dan

Kepribadian yang masyarakat.

berwibawa. b. Menunjukkan keterbukaan

dalam berpikir dan bertindak.

a. Memiliki perilaku yang

Berahklak mulia berpe-ngaruh positif terhadap

dan dapat menjadi peserta didik.

tauladan. b. Memiliki perilaku yang

disegani.

52
a. Bertidak sesuai dengan

norma-norma religius (Iman,

takwa, jujur, iklas, suka

menolong).

b. Memiliki perilaku yang

diteladani peserta didik.


2 Kompetensi pedago- Memahami peser- a. Memahami peserta didik

gi meliputi: ta didik secara dengan memanfaatkan prinsip-

pemahaman terhadap mendalam. prinsip perkembangan kognitif.

peserta disik peran- b. Memahmai peserta didik

cangan dan pelaksa- dengan memanfaatkan prinsip-

naan pembelajaran, prinsip kepribadian.

evaluasi hasil belajar, c. Mengidentifikasi bekal ajar

dan pengembangan awal peserta didik.

peserta didik untuk Merancang pem- a. Memahami landasan

mengaktualisasikan belajaran, terma- kependidik-an.

berbagai potensi suk memahami b. Menerapkan teori belajar dan

yang dimiliki-nya. landasar kependi- pembelajaran.

dikan untuk ke- c. Menentukan strategi

pentingan pembe- pembelajaran berdasarkan

lajaran. karakteristik peserta didik,

kompetensi yang akan dica-pai,

dan materi ajar.

d. Menyusun rancangan

pembela-jaran berdasarkan strategi

53
Melaksanakan yang dipilih.

pembelajaran a. Memilih latar pembelajaran.

b. Melaksanakan pembelajaran

Merancang dan yang kondusif.

melaksanakan a. Merancang dan melaksanakan

evaluasi pembela- evaluasi pembelajaran proses dan

jaran. hasil belajar secara berkesinam-

bungan dengan berbagai metode.

b. Menganalisis hasil evaluasi

proses dan hasil belajaruntuk

menemukan tingkat ketuntasan

belajar.

c. Memanfaatkan hasil penilaian

pembelajaran untuk perbaikan

kulaitas program pembelajaran

Menumbuhkan pe- secara umum.

serta didik untuk

mengaktualisasikan a. Memfasilitasi peserta didik

berbagai potensi- untuk mengembangkan berbagai

nya. potensi akdemik.

b. Memfasilitasi peserta didik

untuk mengembangkan berbagai

potensi non akademik.


3 Kompetensi profesi- Menguasai sub- a. Memahmai materi ajar yang

onal merupakan pe- stansi keilmuan ada dalam kurikulum sekolah.

54
nguasaan materi yang terkait dengan b. Memahami struktur konsep,

pembelajara secara bidang studi. dan metode keilmuan yang

luas dan mendalam menaungi atau koheren dengan

yang mencakup pe- materi ajar.

nguasaan matari ku- c. Memahami hubungan konsep

rikulum mata pela- anta mata pelajaran terkait.

jaran di sekolah dan d. Menerapakan konsep-konsep

substansi keilmuan keilmuan dalam kehidupan

yang menaungi mate- Menguasai struktur sehari-hari.

rinya, serta pengua- metode keilmuan a. Menguasai langkah-langkah

saan terhadap struk- penelitian dan kajian kritis untuk

tur dan metodelogi memperdalam penegtahuan atau

keilmuannya. materi bidang studi.


4 Kompetensi sosial: Mampu berkomu- a. Berkomunikasi dan bergaul

merupakan kemam- nikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta

puan guru untuk secara efektif didik.

berkomunikasi dan dengan peserta

bergaul secara efektif didik.

dengan peserta didik, Mampu berkomu- a. Berkomunikasi dan bergaul secara

sesama pendidik, nikasi dan bergaul efektif dengan sesama pendidik

tenaga kependidikan. secara efektif dan tenaga kependi-dikan.

dengan sesama

pendidik dan tena-

ga kependidikan. a. Berkomunikasi dan bergaul secara

Mampu berkomu- efektif dengan orang tua /wali

55
nikasi dan bergaul peserta didik dan masyarakat

secara efektif sekitar.

dengan orang

tua /wali peserta

didik dan

masyarakat sekitar.

Dari penjelasan keempat kompetensi guru tersebut cukup menarik untuk lebih

dicermati, karena jikalau penjelasan tentang kompetensi guru yang disebut dengan

kompetensi keribadian, kompetensi paedagogik, dan kompetensi sosial, tampaknya sudah

cukup jelas maknanya sebagai bagian atau unsur persyaratan kompetensi yang seharusnya

dimiliki oleh seorang guru disebut yang profesional, namun kompetensi profesional akan

sangat jumbuh atau akan dapat dan sangat mengelirukan pengertiannya dengan pengertian

seorang guru yang disebut profesional sebagai gambaran atau representasi dari guru yang

ideal secara umum. Kalau memang kemampuan profesional guru yang dimaksudkan

tersebut adalah sebagai salah satu unsur dari persyaratan kemampuan yang dituntut untuk

dimiliki oleh seorang guru yang profesional, barangkali kompetensi profesional yang

merupakan unsur persyaratan kemampuan seorang guru yang profesional perlu diformu-

lasikan dengan sebutan yang lainnya. Lebih-lebih kemampuan profesional guru yang

dimaksudkan tersebut sudah cukup jelas, yaitu kemampuan penguasaan materi pembela-

jaran secara luas dan mendalam, atau penguasaan bidang studi/sumber bahan ajar, atau

disebut juga dengan penguasaan bidang studi keahlian. Sehingga dalam hubungan ini

tampaknya akan lebih tepat kalau kompetensi profesional tersebut diformulasikan dengan

sebutan yang lainnya, misalnya dengan kompetensi akademik.

56
Tampaknya adanya pemilahan terhadap keempat kompetensi guru tersebut perlu

disadari bahwa itu hanyalah lebih bersifat legal artinya usaha dalam mencermatinya

sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, dan mungkin juga lebih

bersifat akademik dalam rangka untuk lebih memudahkan dan menyederhanakan dalam

memahami konsep kompetensi guru tersebut, sebab sesungguhnya pada dasarnya keem-

pat kompetensi tersebut adalah merupakan satu kesatuan yang utuh yang menggambar-

kan profil guru yang profesional. Oleh karena itulah seorang guru yang profesional dalam

melaksanakan tugasnya harus dilandasi oleh penguasaan akademik yang kokoh disertai

dengan komitmen yang tinggi kepada pembelajaran dan peserta didik.

D. Pengukuran dan Penilaian Kompetensi Profesi Tenaga Kependidikan

Setelah dibahas tentang kompetensi tenaga kependidikan khususnya kompetensi

guru dalam uraian-uraian terdahulu, yang perlu juga dibahas dalam bab yang membahas

tentang kompetensi tenaga kependidikan tersebut, adalah masalah yang berkaitan dengan

sistem mengevalusi kompetensi guru dari berbagai dimensinya, seperti pengertian,

prosedur dan tujuan evaluasi, berbagai instrumen yang dapat digunakan dalam melakukan

evaluasi tersebut, cara atau teknik yang digunakan dalam menganalisis hasil evaluasi,

serta penggunaan hasil evaluasi.

Pengukuran dan penilaian kompetensi profesi guru yang dimaksudkan dalam

pembahasan buku ini adalah upaya sistematik untuk mengumpulkan, menyusun, mengo-

lah, dan menafsirkan data, fakta dan informasi dengan tujuan untuk menyimpulkan nilai

atau peringkat kompetensi seseorang dalam suatu jenis bidang pekerjaan keahlian tertentu

dalam hal ini guru, serta menggunakan kesimpulannya tersebut dalam proses pengam-

bilan keputusan tentang status atau kedudukan yang bersangkutan berikut rekomendasi

dan tindak lanjutnya (Makmun. 1996).

57
Pengukuran fokus kegiatannya pada proses upaya pengumpulan, penyusunan,

pengolahan, dan penafsiran data, fakta,dan imformasi, sedangkan penilaian fokus kegi-

atannya adalah pada proses upaya memberikan nilai serta peringkat kompetensi sesorang,

berdasrkan hasil pengukuran dalam bidang atau jenis pekerjaan keahlian atau keprofesian

tertentu.

Penggunaan hasil pengukuran dan penilaian tersebut sesungguhnya sudah meru-

pakan tugas dan wewenang para pembuat keputusan. Dalam konteks keprofesian ini perlu

ditegaskan keterkaitannya satu sama lain maksudnya untuk menghindari kemungkinan

terjadinya kekeliruan dalam proses pengambilan keputusan tentang status dan kedudukan

kompetensi keahlian atau keprofesian seseorang karena kelemahan data dan imformasi

serta kekurang jelasan kriteria atau standar normatifnya, padahal keputusan akan sangat

menentukan nasib dan masa depan orang yang dinilai serta membawa dampak langsung

atau tidak langsung tehadap pemakai jasanya. Seperti pengukuran dan penilaian guru

dalam rangka pelaksanaan sertifikasi, pengangkatan, promosi karier jabatan, penentuan

sistem penghargaaan dan penggajian lainnya.

Secara rinci mungkin dapat lebih dijelaskan bahwa pada dasarnya tujuan daripada

pengukuran dan penilian tersebut dapat dijelaskan: (1) Untuk menyiapkan tenaga profesi

melalui proses pendidikan atau pelatihan. Kegiatan pengukuran dan penilaian untuk

tujuan ini pada dasarnya adalah merupakan bagian integral dari proses pendidikan

prajabatan dan pelatihan. Termasuk kegiatan pengukuran dan penilaian dalam hubungan

ini adalah mulai tes seleksi masuk calon peserta pendidikan keprofesian yang bersang-

kutan untuk mendeteksi pemenuhan seseorang akan persyaratan dasar kemampuan atau

potensi dasar yang diperlukan untuk pengembangan keprofesiannya yang mencakup

kecerdasan, bakat, kepribadian, minat, dan sikap terhadap pekerjaan keprofesioannya.

58
Jadi alternatif keputusan yang akan diambil dalam melakukan kegiatan pengukuran dan

penilaian ini adalah menerima atau menolak calon peserta didik untuk suatu program

pendidikan atau pelatihan tertentu. Kemudian pengukuran dan penilaian untuk tujuan

menyiapkan tenaga profesi melalui proses pendidikan atau pelatihan tersebut sebenarnya

juga menyatu dengan keseluruhan proses dan sistem pendidikan dan pelatihan karena

pada dasarnya setiap proses pendidikan atau pelatihan tersebut pada akhir kegiatannya

biasanya diakhiri dengan dilakukannya suatu pengukuran dan penilaian akhir yang

digunakan sebagai dasar untuk menentukan kelulusan seseorang dari program pendidikan

dan pelatihan tersebut. (2) Untuk kepentingan sertifikasi, pengangkatan dan penempatan.

Jika proses penyiapan tenaga keperofesian ini bersifat terbuka penyelenggaraannya, maka

sertifikasi umumnya dilakukan oleh instansi atau organisasi asosiasi yang berwewenang

untuk menguji keprofesian calon anggota pengemban jabatan profesi tersebut, seperti

akuntan publik, dan pengacara. Demikian pula pengukuran dan penilaian tersebut juga

akan dilakukan apabila dilakukan pengangkatan PNS oleh pemerintaa atau instansi lain

seperti guru. Selain itu pengukuran dan penilaian juga dilakukan dalam rangka untuk

mengisi suatu jabatan profesi yang sifatnya kompetetif. Jadi pengukuran dan penilaian

pada dasarnya akan dilakukan adalah dalam rangka untuk mengamnbil suatu keputusan

untuk menolak atau menerima seseorang memperoleh sertifikasi keprofesian tertentu,

menerima atau menolak pengakatan atau penempatan seseorang dalam jabatan profes-

ional tertentu. (3) Untuk kepentingan promosi, mutasi dan pemutusan jabatan profesi

tertentu. Pengukuran penilaian kompetensi jabatan keprofesian tertentu juga dilakukan

untuk keperluan pembuatan keputusan untuk kepentingan dalam rangka promosi, mutasi

dan pemutusan atau pemberhetian jabatan profesi tertentu dari jabatannya. (4) pengem-

bangan dan pembinaan kualifikasi kompetensi keprofesian. Perkembangan ilmu penegta-

59
huan dan teknologi serta ttntutan kebutuhan jasa keprofesian yang cendrung semakin

berubah secara dinamis, pada dasarnya akan menuntut kepada para pengemban jabatan

keprofesian tertentu untuk terus menerus mengembangkan dan membina anggotanya.

Oleh karena itu para pengemban profesi tertentu di lapangan pemantauannya dilakukan

dengan pengukuran penilaian mutu kinerja keprofesiannya secara terus menerus agar

dapat memilih alternatif program pendidikan yang sepatutnya harus diikuti.

Sejalan dengan jenis alaternatif keputusan yang akan diambil tersebut, maka para

petugas penilaian dan pengukuran tersebut selanjutnya harus menetapkan tujuan dan

sasaran dari kegiatan penilaian. Dalam merumuskan tujuan dan sasaran harus dirumuskan

secara spesifik aspek mana yang akan dinilai. Oleh karena itu aspek yang bisa menjadi

sasaran penilaian tersebut bisa jadi unsur kinerjanya saja, komponen kajian bidang

pekerjaannya saja, atau secara menyeluruh. Demikian pula model rumusan tujuan dan

sasaran pengukuran dan penilaian kompetensi intinya serupa dengan model rumusan

operasional variabel dalam metodologi penelitian atau rumusan tujuan instruksional

khusus dalam pembelajaran. Dengan demikian setiap variabel atau komponen kompetensi

tersebut harus dinyatakan dengan jelas apa saja perangkat indikatornya dan dari setiap

indikator tersebut akan dapat dibuatkan deskriptornya. Dengan indikator ini sesungguh-

nya adalah dalam rangka untuk menunjukkan bahwa setiap profesi tersebut memiliki ciri-

ciri khasnya atau aspek-aspek yang unik dan yang akan membedakan dengan profesi yang

lainnya. Demikian deskriptor tersebut merupakan unsur-unsur pendukung yang akan

dapat dicermati dan diukur secara lebih operasional.

Dengan telah dirumuskannya tujuan dan sasaran pengkukuran penilaian tersebut,

maka langkah berikutnya adalah menetapkan cara yang akan digunakan dalam melakukan

pengkuran dan penlilaian tersebut. Secara tidak langsung sebenarnya sudah disinggung

60
bahwa ada beberapa metode dan teknik penilaian yang dapat dipilih tergantung dari

tujuan pengukuran penilaian tersebut. Jika tujuan penilaian dan pengukuran tersebut

adalah untuk keperluan dalam rangka mendiagnosis pembinaan dan pengembangan, baik

yang bersifat inservice maupu preservice maka pendekatannya tentu lebih cocok dengan

metode formatif, progresif, dan sumatif secara integral dan komprehensif mencakup

semua perangkat kompetensi profesinya. Demikian juga jika tujuannya untuk menseleksi

atau sertifikasi, maka metode pendekatan yang digunakan dengan testing atau pengujian.

Ada beberapa teknik atau instrumen yang dapat digunakan dalam pengukuran dan

penilaian ini, diantaranya adalah testing, observasi kelas, wawancara tersetruktur, surve

dengan skala penilaian, penilaian siswa, analisis produk dan materi pengajaran, dan

merevieu berbagai imformasi. Demikian juga bila instrumen ini belum tersedia sebelum

dilakukan pengukuran dan penilaian, maka instrumen yang akan dikembangkan dan

digunakan tersebut agar kehandalannya dapat dipertanggungjawabkan tampaknya perlu

melakukan pengujian melalui ujicoba secara empirik atau meminta pertimbangan para

ahli sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Setelah instrumen siap persoalan berikutnya

siapakah yang akan melakukan kegiatan pengukuran dan evaluasi tersebut? Dalam

melaksanakan pengkuran dan penialian terhadap kompetensi suatu profesi tersebut dapat

dilakukan oleh berbagai pihak, antara lain pimpinan atau atasannya, kolega atau teman

sejawatnya, siswa, klien, atau anggota dan stafnya.

Kemudian setelah pengukuran dilakukan maka langkah selanjutnya adalah meng-

organisasikan data sehingga siap untuk dianalisis sesuai dengan tujuan dengan menggu-

nakan metode dan teknik yang lazim digunakan seperti teknik statistik, ataupun analisis

rasional sehingga data dapat ditafsirkan dan diberi makna sesuai dengan ketentuan

normatif yang berlaku.khususnya oleh asosiasi organisasi yang bersangkutan yang

61
bersifat nasional atau internasioal seperti ISO. Dengan demikian tampaknya hasil dari

pengukuran dan penilaian ini dapat disimpulkan dan direkomendasikan kepada pihak-

pihak berkepentingan, dan lazimnya akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan

dan masa depan pengembangan profesi yang berasangkutan.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan agar pengukuran dan penilaian

tersebut dapat berjalan dengan baik, maka prosedur dan langkah pengukuran dan penilai-

an tersebut sebaiknya melalui tahap-tahapan sebagai berikut (1) mengidentifikasi alterna-

tif keputusan yang akan diambil, (2) merumuskan tujuan atau sasaran yang akan dicapai,

(3) menetapkan metode, teknik yang akan digunakan, (4) memeriksa instrumen apakah

sudah ada atau tidak, (5) mengembangkan instrumen yang diperlukan, (6) mengujico-

bakan kehandalan instrumen, (7) mengukur dan mengumpulkan data/imformasi yang

diperlukan, (8) catat, susun, analisis dan interpretasikan data, (9) tetapkan kriteria acauan

norma, (10) menilai dan menyimpulkan hasil analisis data., dan (11) menetapkan kepu-

tusan yang terbaik atau menguntungkan.

E. Pengembangan Profesi dan Karir Tenaga Pendidikan

Tugas utama guru sebagai pendidik profesional adalah mendidik, mengajar,

membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan menevaluasi peserta didik pada jalur

pendidikan formal. Tugas guru ini akan efektif apabila guru tersebut telah memiliki

kompetensi, kemahiran, kecakapan atau keterampilan yang memenuhi standar mutu dan

norma etik tertentu.

Guru yang profesional harus memenuhi kualifikasi akdemik minimum

berpendidikan S-1/D-4 dan sertifikat mendidik sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Guru yang memenuhi persyaratan kriteria profesi inilah

diharapkan mampu menjalankan tugas utamanya secara efktif dan efisien dalam

62
mewujudkan proses pendidikan dan pembelajaran sejalan dengan tujuan pendidikan

nasional yakni mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertaqwa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap kreatif, madiri, serta

menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab.

Pembinaan dan peningkatan kualifikasi akademik guru yang belum memenuhi

kualifikasi S-1 atau D-4 dilakukan melalui pendidikan tinggi S-1 atau program D-4 pada

perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pendidikan tenaga kependidikan dan

atau program pendidikan non kependidikan. Kemudian dalam rangka menjaga agar

kompetensi keprofesiannya bagi guru yang sudah memiliki sertifikat pendidikan

dilakukan melalui sistem pembinaan pengembangan keprofesiannya yang berkelanjutan

yang dikaitkan dengan perolehan angka kredit jabatan fungsional.

Kegiatan pengembangan dan peningkatan profesional guru yang sudah memiliki

sertifikat mendidik dimaksud dapat berupa kegiatan kolektif guru yang meningkatkan

kompetensi keprofesian, pendidikan, pelatihan, pemagangan, publikasi ilmiah atas hasil

penelitian atau gagasan inovatif, karya inovatif, presentasi pada forum ilmiah, publikasi

buku teks pelajaran, publikasi buku pengayaan, publikasi buku pedoman guru, publikasi

pengalaman lapangan pada pendidikan khusus atau pendidikan layanan khusus, dan atau

penghargaan atas prestasi atau dedikasi sebagai guru yang diberikan oleh pemerintah atau

pemerintah daerah.

Pembinaan dan pengembangan profesi guru dapat dilakukan mealui dua jalur

pembinaan, yaitu pembinaan dan pengembangan profesi, dan pembinaan dan pengem-

bangan karir. Pembinaan dan pengembangan profesi guru meliputi meliputi pembinaan

kompetensi pedagogik, kepribadian dan, sosial, dan profesional, sedangkan pembinaan

dan pengembangan karir guru melalui: (1) penugasan, (2) kenaikan pangkat, (3) promosi.

63
Upaya pembinaan dan pengembangan karir guru tersebut harus sejalan dengan

jenjang jabatan profesional guru. Pola pembinaan dan pengembangan profesi guru seperti

itu diharapkan menjadi acuan bagi lembaga terkait dalam melaksanakan tugasnya.

Pengembangan profesi dan karir guru tersebut diarahkan untuk dapat

meningkatkan kompetensi dan kinerja guru dalam rangka pelaksanaan proses pendidikan

dan pembelajaran di kelas dan di luar kelas. Upaya peningkatan kompetensi dan

profesionalitas guru harus sejalan dengan upaya memberikan penghargaan, peningkatan

kesejahteraan, dan perlindungan terhadap guru. Kegiatan pembinaan dan pengembangan

karir guru tersebut merupakan bagian integral dari pengembangan keprofesian guru

secara berkelanjutan.

F. Rangkuman

Dalam Undang-undang No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dijelaskan

bahwa yang dimaksud dengan kompetensi guru adalah merupakan seperangkat pngeta-

huan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru

dalam melaksanakan tugas keprofesiannya. Kemudian kompetensi guru yang dimaksud-

kan adalah mencakup empat kemampuan, yaitu: kompetensi paedagogik, kompetensi

kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pen-

didikan profesi.

Kompetensi keperibadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil,

dewasa, arif, berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia, men-

jadi peserta didik dan masyarakat, dan mengembangkan diri secara berkelanjutan.

Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran yang meli-

puti pemahaman terhadap wawasan dan landasan kependidikan, peserta didik, pengem-

bangan kurikulum dan silabus, perancangan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran

64
yang mendidik, evaluasi hasil belajar, pengembangan peserta didik untuk mengaktuali-

sasikan potensi yang dimiliki.

Kompetensi sosial adalah kemampuan untuk berkomunikasi lisan, tulisan dan

isyarat, menggunakan teknologi komunikasi dan imformasi, bergaul secara efektif dengan

peserta didik dan sesama pendidik, bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.

Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran


secara luas dan mendalam, penguasaan bidang studi/sumber bahan ajar atau penguasaan
bidang studi keahlian, menguasai struktur metode dan keilmuannya.

G. Evaluasi
1. Jelaskan pengertian kompetensi guru sebagai tenaga profesi kependidikan !.

2. Jelaskan empat kompetensi guru sebagai tenaga profesi kependidikan !.

3. Jelaskan jenis-jenis pengembangan profesi guru yang dilakukan oleh pemerintah dan

dapat dilakukan oleh guru sendiri!.

4. Jelaskan apa manfaat pengukuran kompetensi guru perlu dilakukan?.

BAB. V
SUPERVISI PENDIDIKAN SEBAGAI UPAYA DALAM
PENGEMBANGAN JABATAN KARIR PROFESI TENAGA KEPENDIDIKAN

A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya

Kompetensi Dasar Indikator Pencapaiannya


Memahami hakekat, perkembangan dan Dapat menjelaskan hakekat supervisi pen-

tujuan supervisi pendidikan. didikan.


Dapat menjelaskan perkembangan super-

visi pendidikan.

65
Dapat menjelaskan tujuan supervisi pendi-

dikan.
Memahami prinsip-prinsip, metode, dan Dapat menjelaskan prinsip-prinsip supervi-

teknik-teknik supervise pendidikan. si pendidikan.


Dapat menjelaskan metode supervisi

pendidikan.
Dapat menelaskan teknik-teknik supervisi

pendidikan.
Memahami berbagai pendekatan supervisi Dapat menjelaskan berbagai pendekatan

pendidikan. supervisi pendidikan.


Memahami cara pengembangan program Dapat merencanakan program pembinaan

supervisi pendidikan. supervisi akademik dan supervisi mana-

jerial.

B. Hakekat, Perkembangan, dan Tujuan Supervisi Pendidikan

Pendidikan di sekolah adalah merupakan salah satu dari tri pusat pendidikan, di

samping pendidikan dalam keluarga dan pendidikan dalam masyarakat (Dewantara.1977).

Pendidikan di sekolah merupakan suatu sistem pendidikan yang dilakukan dan diorga-

nisasikan secara formal. Sekolah sebagai organisasi pendidikan formal merupakan suatu

sistem yang sangat kompleks, di dalamnya terdiri dari berbagai komponen yang

mempunyai tugas dan fungsi secara sendiri-sendiri maupun saling berkaitan satu sama

lainnya, dan berproses dalam rangka mencapai tujuannya.

Untuk dapat berfungsi dan berprosesnya berbagai komponen sekolah tersebut

secara efektif dalam mencapai tujuan pendidikan, maka berbagai fungsi manajemen

dalam lembaga pendidikan sekolah supaya dilakukan secara benar. Fungsi-fungsi

manajemen yang dimaksudkan diantaranya adalah fungsi perencanaan, pengorgasian,

66
komunikasi, pengarahan, kepemimpinan, pengawasan, evaluasi, monitoring, dan berbagai

fungsi yang lainnya.

Dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi manajemen tersebut khususnya fungsi

pengawasan dalam penyelenggarakan pendidikan di sekolah dikenal dengan istilah

supervisi pendidikan. Istilah supervisi dalam bidang pendidikan secara nasional mulai

diperkenalkan sejak tahun 1975 bersamaan dengan diberlakukannya Kurikulum 1975.

Kemudian dalam perkembangannya, tampaknya pada setiap pergantian kurikulum,

supervisi dianggap sebagai bagian dari pelengkap pedoman kurikulum (Depdikbud.1976),

walaupun kata supervisi dianggap tidak mengandung makna yang sesuai dalam bidang

pendidikan, karena diberi pemaknaan pembinaan, yaitu pembinaan professional guru

sesuai dengan sistem pembinaan professional (SPP) sebagai hasil dari proyek Cianjur

1984 (Depdikbud. 1986). Tampaknya dalam hubungan ini kata pembinaan itu sendiri

hanya lebih dikenal di kalangan praktisi seperti kepala sekolah, dan pengawas, dan

sebaliknya kurang dikenal oleh guru, karena para guru merasa lebih familiar dengan

istilah supervisi. Namun demikian secara akademis apapun istilah yang digunakan untuk

supervisi pendidikan bukanlah sesuatu yang perlu dipertentangkan. Karena tugas

pengawas dan supervisor dalam konteks pendidikan, dan pengajaran memiliki persamaan

dan perbedaan. Persamaannya adalah: (1) tujuannya memperbaiki dan meningkatkan

kinerja guru, (2) berfungsi sebagai monitoring, (3) kegiatannya memiliki fungsi

manajemen, (4) berorientasi pada tujuan pendidikan. Kemudian perbedaannya adalah

bahwa kepengawasan lebih menekankan pada upaya untuk menemukan penyimpangan

atau hambatan dari rencana yang telah ditetapkan, sedangkan supervisi lebih menekankan

pada upaya-upaya membantu guru untuk perbaikan dan peningkatan proses belajar

mengajar.

67
Supervisi pendidikan pada awalnya lebih bersifat umum karena dilakukan untuk

memonitor berbagai kegiatan yang dilaksanakan di sekolah. Karena itu seringkali

kesalahan para personil sekolah akan lebih banyak dieksploitasi dan ditonjolkan, bahkan

jika melebihi batas atau melanggar suatu aturan atau kebijakan akan membawa

konsekwensi seseorang personel tertentu dapat diberikan sangsi sampai pada pemecatan.

Itulah sebabnya supervisi pada waktu itu lebih banyak dikonotasikan sifatnya lebih

melecehkan supervisi dengan ungkapan snoopervision atau penembak jitu.

Kemudian lebih lanjut dalam perkembangannya konsepsi supervisi lebih

ditekankan kepada perbaikan proses belajar mengajar guru, sehingga para ahli membagi

supervisi menjadi supervisi umum yaitu kegiatan supervisi yang ditujukan pada

penunjang keberhasilan proses belajar mengajar, seperti sarana dan parasarana dan

lingkungannya yang berupa gedung, ruang kelas, media, alat-alat pelajaran, kafetaria, dan

transfortasi dan tidak bersifat administratif. Kemudian supervisi pengajaran yang lebih

bersifat khusus untuk membantu guru dalam bidang studi tertentu. Dalam hubungan ini

kemudian Poerwanto (2006) memperjelas pengertian dan fungsi supervisor tersebut

sebagai mitra guru, inovator, konselor, motivator, kolaborator, evaluator serta konsultan

guru dalam meningkatkan proses belajar mengajarnya.

Berdasarkan konsepsi bahwa supervisi untuk membantu guru dalam bidang studi

tertentu, maka supervisi diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan untuk perbaikan

proses belajar mengajar. Ada dua tujuan yang harus diwujudkan dari supervisi pendidikan

itu, yaitu: (1) perbaikan atau peningkatan pembelajaran, dan (2) peningkatan mutu

pendidikan.

Konsepsi supervisi kemudian lebih memfokus pada kegiatan PBM, sehingga

supervisi diberikan pengertian sebagai setiap layanan yang diberikan kepada guru, yang

68
hasil akhirnya adalah untuk peningkatan atau perbaikan pengajaran guru, pembelajaran

murid, dan perbaikan kurikulum (Neagley dan Evans. 1980). Supervisi sebagai usaha

untuk mendorong, mengkoordinasikan, dan menuntun pertumbuhan guru-guru secara

berkesinambungan di suatu sekolah, baik secara individu maupun secara kelompok dalam

pengertian yang lebih baik, dan tindakan yang lebih efektif dalam fungsi pengajaran

sehingga mereka dapat mampu untuk mendorong dan menuntun pertumbuhan setiap

siswa secara berkesinambungan menuju partisipasi yang cerdas dan kaya dalam

kehidupan masyarakat demokratis modern (Boardman, dkk. 1961), nilai supervisi terletak

pada perkembangan dan perbaikan situasi belajar mengajar yang direfleksikan pada

perkembangan para siswa (Mark, dkk.1974). Sehubungan dengan tujuan, manfaat dan

nilai dari supervisi pengajaran tersebut sangat penting dalam rangka meningkatkan mutu

pendidikan, maka permasyalahan lainnya yang tampaknya juga perlu dibahas adalah

apakah syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang untuk dapat diangkat menjadi

pengawas

Pengawas secara akademik adalah bisa bersifat formal yang berasal dari luar

sekolah, yaitu kalau pengawas tersebut ditunjuk secara legal oleh Dinas Pendidikan pada

tingkat kabupaten, provinsi, dan tingkat kecamatan, dan ada juga supervisor yang berasal

dari dalam sekolah sendiri, yaitu kepala sekolah, wakil kepala sekolah, para ketua unit,

dan para guru bidang studi yang sudah senior (Pidarta. 1986). Kemudian seseorang yang

dapat diangkat menjadi supervisor terutama yang ditunjuk oleh Dinas Pendidikan sesuai

dengan Permen Pendidikan Nasional RI No.12 Tahun 2007 tentang standar pengawas

sekolah/madrasah, untuk tingkat SMA harus memenuhi kualifikasi: (1) memiliki

pendidikan minimum Magister (S2) Kependidikan dengan berbasis Sarjana (S1) dalam

rumpun mata pelajaran pada perguruan tinggi yang terkreditasi, (2) guru SMA

69
bersertifikat pendidik sebagai guru dengan pengalaman kerja minimum delapan tahun

dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di SMA, atau kepala sekolah SMA dengan

pengalaman kerja empat tahun, untuk menjadi pengawas sesuai dengan rumpun mata

pelajarannya, (3) memiliki pangkat minimum penata, golongan ruang III/c, (4) berusia

setinggi-tingginya 50 tahun sejak diangkat sebagai pengawas satuan pendidikan, (5)

memenuhi kompetensi sebagai pengawas satuan pendidikan yang dapat diperoleh

melalaui uji kompetensi dan atau pendidikan dan pelatihan fungsional pengawas, pada

lembaga yang ditetapkan pemerintah, (6) lulus seleksi pengawas satuan pendidikan.

C. Kompetensi Supervisor Pendidikan

Pengawas secara akademik bisa bersifat formal dan informal. Pengawas formal

adalah pengawas yang diangkat oleh dinas pendidikan tingkat provinsi, kabupaten, dan

tingkat kecamatan berasal dari luar sekolah. Pengawas informal adalah pengawas yang

bersal dari dalam sekolah sendiri, yaitu kepala sekolah, wakil kepala sekolah, para ketua

unit, dan para guru bidang studi yang sudah senior (Pidarta. 1986). Kedua jenis pengawas

tersebut harus memiliki kompetensi kepengawasan. Kompetensi-kompetensi yang harus

dimiliki meliputi: (1) kemampuan mengembangkan kurikulum, (2) mengorganisasikan

pengajaran, (3) menyiapkan staf pengajar, (4) menyiapkan fasilitas belajar, (5)

menyiapkan bahan-bahan pelajaran, (6) menyelenggarakan penataran guru-guru, (7)

memberikan konsultasi dan membina anggota staf pengajar, (8) mengkordinasikan

layanan terhadap para siswa, (10) mengembangkan hubungan dengan masyarakat, dan

(11) menilai pelajaran (Neagley dan Evans. 1980).

Tampaknya semua komptensi yang disebutkan di atas berkaitan dengan pengem-

bangan kurikulum. Secara lebih legal persyaratan kompetensi pengawas telah dituangkan

dalam bentuk kebijakan pemerintah yaitu Permendiknas No.12 Tahun 2007. Kompetensi

70
yang dituntut terhadap seorang pengawas adalah (1) kompetensi kepribadian, (2)

kompetensi supervisi manajerial, (3) kompetensi supervisi akademik, (4) kompetensi

evaluasi pendidikan, (5) kompetensi penelitian pengembangan, dan (6) kompetensi sosial.

Secara lebih rinci kompetensi yang dituntut terhadap seorang pengawas tersebut

terutama sesuai dengan Permendiknas No.12 Tahun 2007 adalah sebagai berikut.

KOMPETENSI PENGAWAS SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH

Dimensi Kompetensi Kompetensi


1. Kompetensi keperiba- 1.1 Memiliki tanggungjawab sebagai pengawas satuan

dian pendidikan.

1.2 Kreatif dalam bekerja dan memecahkan masalah

baik yang berkaitan dengan kehidupan pribadinya

mau-pun tugas-tugas jabatannya.

1.3 Memiliki rasa ingintahu akan hal-hal baru tentang

pendidikan dan ilmu pengetahuan teknologi dan seni

yang menunjang tugas pokok dan tanggungjawab-

nya.

1.4 Menumbuhkan motivasi kerja pada dirinya dan

pada stakeholder pendidikan.


2. Kompetensi Supervisi 2.1 Menguasai metode, teknik dan prinsip supervisi da-

Manajerial. lam rangka meningkatkan mutu pendidikan di seko-

lah menengah yang sejenis.

2.2 Menyusun program kepengawasan berdasarkan visi-

misi-tujuan dan program pendidikan sekolah mene-

ngah yang sejenis.

2.3 Menyusun metode kerja, instrumen yang diperlukan

71
untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi kepe-

ngawasan di sekolah menengah yang sejenis.

2.4 Menyusun laporan hasil pengawasan dan menin-

daklanjutinya untuk perbaikan program pengawasan

berikutnya di sekolah menengah yang sejenis.

2.5 Membina kepala sekolah dalam pengelolaan dan

administrasi satuan pendidikan berdasarkan ma-

najemen peningkatan mutu pendidikan di sekolah

menengah yang sejenis.

2.6 Membina kepala sekolah dan guru dalam melak-

sanakan bimbingan dan konseling di sekolah mene-

ngah yang sejenis.

2.7 Mendorong guru dan kepala sekolah dalam mere-

fleksikan hasil-hasil yang dicapainya untuk mene-

mukan kelebihan dan kekurangan dalam melaksa-

nakan tugas pokoknya di sekolah menengah yang

sejenis.

2.8 Memantau pelaksanaan standar nasional pendidik-an

dan memanfaatkan hasil-hasilnya untuk membantu

kepala sekolah dalam mempersiapkan akreditasi se-

kolah menengah yang sejenis.


3. Kompetensi supervisi 3.1 Memahami konsep, prinsip, teori dasar, karakteristik,

akademik. dan kecendrungan perkembangan tiap mata pelajaran

dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di

sekolah menengah yang sejenis.

72
3.2 Memahami konsep, prinsip, teori/teknologi, karakter-

istik, dan kecendrungan perkembangan proses pem-

belajaran/bimbingan tiap mata pelajaran dalam rum-

pun mata pelajaran yang relevan di sekolah mene-

ngah yang sejenis.

3.3 Membimbing guru dalam menyusun silabus tiap ma-

ta pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang

relevan di sekolah menengah yang sejenis berlan-

daskan standar isi, standar kompetensi, dan kom-

petensi dasar, dan prinsip-prinsip pengembangan

KTSP.

3.4 Membimbing guru dalam memilih dan mengguna-

kanstrategi/metode/teknik pembelajaran/bombingan

yang dapat mengembangkan berbagai potensi siswa

melalui mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran

yang relevan di Sekolah menengah yang sejenis.

3.5 Membimbing guru dalam menyusun rencana pe-

laksanaan pembelajaran (RPP) untuk tiap mata

pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang rele-

van di sekolah menengah yang sejenis.

3.6 Membimbing dalam melaksanakan kegiatan pem-

belajaran/bimbingan (di kelas, laboratorium, dan

atau di di lapangan) untuk tiap mata pelajaran dalam

rumpun mata pelajaran yang relevan di sekolah

73
menengah yang sejenis.

3.7 Membimbing guru dalam mengelola, merawat, me-

ngembangkan dan menggunakan media pendidikan

dan fasilitas pembelajaran/bimbingan tiap mata pela-

jaran dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di

sekolah menengah yang sejenis.

3.8 Memotivasi guru untuk memanfaatkan teknologi

informasi untuk pembelajaran/bimbingan tiap mata

pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang relevan

di sekolah menengah yang sejenis.


4. Kompetensi evaluasi 4.1 Menyusun kriteria dan indikator keberhasilan pen-

Pendidikan. didikan dan pembelajaran/bimbingan tiap mata pela-

jaran dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di

sekolah menengah yang sejenis.

4.2 Membimbing guru dalam menentukan aspek-aspek

yang penting dinilai dalam pembelajaran/bimbingan

tiap mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran

yang relevan di sekolah menengah yang sejenis.

4.3 Menilai kinerja kepala sekolah, kinerja guru, dan staf

sekolah lainnya dalam melaksanakan tugas pokok

dan tanggungjawab untuk meningkatkan mutu mutu

pendidikan dan pembelajaran/bimbingan tiap mata

pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang relevan

di sekolah menengah yang sejenis.

4.4 Memantau pelaksanaan pembelajaran/bimbingan dan

74
hasil belajar siswa serta menganlisisnya untuk per-

baikan mutu pembelajaran/bimbingan tiap mata pe-

lajaran dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di

sekolah menengah yang sejenis.

4.5 Mebina guru dalam memanfaatkan hasil penilaian

untuk kepentingan pendidikan dan pembelajaran/

bimbingan tiap mata pelajaran dalam rumpun mata

pelajaran yang relevan di sekolah menengah yang

sejenis.

4.6 Mengolah dan menganlisis data hasil penilaian kiner

-ja kepala sekolah, kinerja guru dan staf lsekolah di

sekolah menengah yang sejenis.


5. Kompetensi penelitian 5.1 Menguasai berbagai pendekatan, jenis, dan meto-de

Pengembangan. penelitian dalam pendidikan.

5.2 Menentukan masalah kepengawasan yang penting

diteliti baik untuk keperluan tugas kepengawasan

maupun untuk pengembangan karirnya sebagai

pengawas.

5.3 Menyusun proposal penelitian pendidikan proposal

penelitian kualitatif maupun penelitian kuantitatif.

5.4 Melaksanakan penelitian pendidikan untuk peme-

cahan masalah pendidikan, dan perumusan kebi-

jakan pendidikan yang bermanfaat bagi tugas pokok

tangjawabnya.

5.5 Mengolah dan menganalisis data hasil penelitian

75
pendidikan baik data kualitatif maupun kuantitatif.

5.6 Menulis karya tulis ilmiah (KTI) dalam bidang pen-

didikan dan atau dalam bidang kepengawasan dan

memanfaatkannya untuk perbaikan mutu pendidikan.

5.7 Menyusun pedoman/panduan dan atau buku/modul

yang diperlukan untuk melaksnakan tugas penga-

asan di sekolah menengah yang sejenis.

5.8 Memberikan bimbingan kepada guru tentang pe-

nelitian tindakan kelas, baik perencanaan maupun

pelaksanaannya di sekolah menengah yang seje-nis.


6. Kompetensi sosial 6.1 Bekerjasama dengan beberapa pihak dalam rang-ka

meningkatkan kualitas diri untuk dapat melaksana-

kan tugas dan tanggungjawabnya.

6.2 Aktif dalam kegiatan asosiasi pengawas satuan pen-

didikan.

Dari uraian kompetensi supervisi akademik dan supervisi manajerial terutama

pengawas Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah tersebut dapat diketahui bahwa

aspek-aspek pengawasan supervisi manjerial adalah mencakup membina kepala sekolah

dalam pengelolaaan dan administrasi satuan pendidikan, membina kepala sekolah dan

guru dalam melaksanakan bimbingan konseling di sekolah, membimbing guru dalam

menyusun silabus, membimbing guru dalam memilih dan menggunakan strategi/

metode/teknik pembelajaran/bimbingan yang dapat mengembangkan potensi siswa

melalui mata pelajaran, membina kepala sekolah dan guru dalam melaksanakan

bimbingan dan konseling, mendorong guru dan kepala sekolah dalam merefleksikan

76
hasil-hasil yang dicapainya untuk menemukan kelebihan dan kekurangan dalam

melaksanakan tugas pokoknya, memantau pelaksanaan standar nasional pendidikan, dan

membantu kepala sekolah dalam memper-siapkan akreditasi.

Demikian juga aspek-aspek yang dimonitoring dalam pelaksanaan supervisi

akademik adalah mencakup membimbing guru dalam menyusun silabus tiap mata

pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang relevan, membimbing guru dalam memilih

dan menggunakan strategi/metode/teknik pembelajaran/bimbingan, membimbing guru

dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), membimbing guru dalam

pelaksanaan pembelajaran di kelas, laboratorium atau lapangan, membimbing guru dalam

mengelola, merawat, mengembangkan dan menggunakan media pendidikan dan fasilitas

pembelajaran, memotivasi guru untuk memanfaatkan teknologi informasi.

Agar seorang pengawas dapat melaksanakan tugasnya dengan baik tampaknya di

samping dituntut memiliki kompetensi seperti yang diuraikan di atas juga dilengkapi dan

didukung dengan berbagai pemahaman dan pengayaan yang lain, seperti: prinsip-prinsip,

metode, dan teknik supervisi. Seorang pengawas harus dapat merencanakan program

supervisi dan melaporkan hasilnya.

D. Prinsip-prinsip, Metode dan Teknik-teknik Supervisi Pendidikan

Seorang pengawas akan dapat melakasanakan tugasnya dengan baik apabila

dalam melaksanakan tugasnya berpegang dan berpedoman pada prinsip-prinsip supervisi.

Prinsip-prinsip sepervisi yang dimasudkan adalah:

1. Prinsip ilmiah. Prinsip ini bercirikan bahwa kegiatan supervisi tersebut hendaknya

berlandaskan pada data obyektif yang diperoleh dari kenyataan yang dialami oleh

guru dalam proses belajar mengajar guru. Untuk memperoleh data tersebut diper-

lukan berbagai alat perekam data, seperti angket, lembar observasi, cheklist, pedoman

77
wawancara, dan yang lainnya. Ciri yang lainnya adalah dilakukan secara sistematis,

berencana, dan berkelanjutan.

2. Prinsip demokrasi. Prinsip ini mengharapkan bahwa di dalam pelaksanaan tugas

supervisi dilandasi oleh suatu hubungan kemanusiaan yang akrab dan hangat,

menjumjung tinggi harga diri dan martabat guru, berdasarkan kesejawatan, bukan

berdasarkan pada hubungan atasan dan bawahan.

3. Prinsip kerja sama. Prinsip ini mengembangkan usaha bersama, memberi

dukungan, menstimulasi, sehingga guru merasa bertumbuh.

4. Prinsip konstruktif dan kreatif. Supervisor harus mampu mengembangkan dan

menciptakan suasana kerja yang menyenangkan, bukan melalui cara-cara yang

menakutkan (Sahertian. 2000., Wijono. 1989., Hariwung.19890).

Prinsip-prinsip supervisi yang diuraikan di atas dalam pelaksanaannya sebaiknya

didukung dengan menggunakan metode dan beberapa teknik yang dapat digunakan oleh

seorang pengawas agar dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Metode supervisi

yang dimaksudkan adalah metode langsung dan tidak langsung (Ametembun. 1975).

Metode langsung merupakan suatu cara dimana seorang pengawas secara pribadi

langsung dapat berhadapan dengan guru yang disupervisi baik secara individu maupun

secara kelompok. Kemudian metode tidak langsung apabila seorang pengawas dalam

melaksanakan fungsinya dengan menggunakan alat perantara atau media terhadap guru

yang disupervisinya. Demikian pula yang dimaksud dengan teknik supervisi tersebut ada

yang disebut dengan teknik individual, seperti kunjungan kelas, observasi kelas,

percakapan pribadi, saling mengunjungi kelas, menilai diri sendiri, dan ada pula teknik

supervisi bersifat kelompok, seperti: rapat guru, studi kelompok antar guru, diskusi

sebagai proses kelompok, tukar menukar pengalaman, lokakarya, diskusi panel, seminar,

78
simposium, demontrasi, perpustakaan jabatan, buletin supervisi, membaca langsung,

mengikuti kursus, organisasi jabatan, perjalanan sekolah untuk staf sekolah (Sahertian dan

Mataheru. 1982). Pemilihan terhadap salah satu metode supervisi tersebut akan berkaitan

erat dengan penggunaan suatu teknik supervisi. Pemilihan dan penggunaan metode

supervisi langsung misalnya dapat digunakan secara bersamaan dengan teknik supervisi

kunjungan kelas, pertemuan individual, dan rapat guru. Demikian pula pemilihan dan

penggunaan metode supervisi tidak langsung, dapat digunakan secara bersamaan dengan

teknik supervisi, misalnya, buleletin supervisi, papan pembinaan, angket, dan televisi.

Dalam hubungan dengan pemilihan metode dan teknik supervisi tersebut ada pendapat

yang menekankan pada penggunaan metode langsung dan teknik individual, bahkan lebih

jauh menyatakan bahwa pengawas dinyatakan belum melakukan kegiatan supervisi

apabila tidak menggunakan teknik individual. Dengan demikian seorang supervisor

tersebut haruslah melakukan kunjungan kelas, observasi, dan percakapan, karena dengan

kunjungan kelas inilah kelemahan dan kelebihan guru dalam mengajar dapat dideteksi

(Neagley dan Evans. 1980). Sehubungan dengan pentingnya teknik kunjungan kelas,

observasi yang didahului dengan percakapan, maka kunjungan kelas tersebut lebih lanjut

disebut dengan tulang punggung supervisi.

Bagan. 2.1
Siklus Kegiatan Supervisi
Kunjungan Kelas

2. Observasi/kunju
ngan Kelas

79
Percakapan sebelum
observasi

3. Percakapan setelah
observasi

Sejalan dengan perkembangan iptek supervisi juga mengalami perkembangan.

Pada tahun 1983 P2LPTK Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen P dan K juga

memperkenalkan supervisi klinis yang merupakan hasil karya Morris Cogan dan Robert J.

Krajewski yang telah dikembangkan pada tahun 1961. Model supervisi ini dianggap

efektif, oleh karena itu banyak pakar yang ikut mengembangkannya antara lain Cogan,

Mosher dan Perpel, Oliva, Robert Goldhamamer (Bafadal.1992). Perbedaan

pengembangan di antara para pakar tersebut terletak pada langkah proses atau siklusnya,

ada yang 3 langkah, 5 langkah, ada pula 8 langkah. Siklus yang paling banyak diikuti

adalah yang terdiri dari 3 langkah, demikian juga penggunaan supervisi klinis hanya

terbatas pada guru yang menghadapi masalah pengajaran, atau bagi guru yang ingin

mencobakan hal-hal yang baru.Variasi dan perbedaan langkah proses dalam siklusnya

tampak dalam bagan di bawah ini.

Bagan 2.2
Deskripsi Siklus Supervisi Klinik
Cogan (1973) Mosher dan Oliva (1984) Goldhammer, dkk. Bafadal.
Perpel (1972) (1981). 1992
Membangun dan Kontak dan
menetapkan hubungan. komunikasi
dengan guru
Perencanaan dengan guru. Perencanaan untuk merenca- Pertemuan sebelum Tahap
nakan observasi observasi. pertemu-
Perencanaan kegiatan an awal.
observasi
Tahap

80
Observasi kelas Observasi. Observasi kelas Observasi kelas observasi
mengajar
Analisis proses belajar Analisis data
mengajar. strategis.

Perencanaan pertemuan. Evaluasi dan Tindak lanjut Pertemuan supervisi. Tahap


analisis observasi. pertemu-
Pertemuan. Analisis sesudah an
pertemuan supervisi. balikan.
Penjajagan pertemuan
berikutnya.

E. Berbagai Pendekatan dalam Supervisi Pendidikan

Kemudian dalam pengembangan supervisi pengajaran untuk dapat mencapai

tujuannya secara efektif seorang supervisor dapat menggunakan berbagai pendekatan

yang memiliki pijakan ilmiah, yaitu supervisi saintifik, artistik, dan klinik (Sahertian.

2000). Supervisi saintifik memiliki ciri-ciri: (1) dilaksanakan secara berencana dan

kontinyu, (2) sistematis dan menggunakan prosedur serta teknik tertentu, (3)

menggunakan instrumen pengumpulan data, dan (4) data obyektif yang diperoleh dari

keadaan riil, dan dianalisis. Supervisi artistik memandang bahwa mengajar itu adalah

suatu pengetahuan, keterampilan, dan suatu kiat. Lebih jauh dijelaskan bahwa supervisi

bekerja menyangkut untuk orang lain, melalui orang lain. Oleh karena itu pekerjaan

supervisi akan berhasil apabila ada kerelaan, kepercayaan, saling mengerti, dan saling

mengakui dan menerima orang sebagaimana adanya, sehingga orang lain merasa aman

dan mau maju. Supervisi klinik pada mulanya diperkenalkan oleh Moris L. Cogan, Robert

Goldhammer, dan Richard Weller di Universitas Harvard pada akhir tahun lima puluhan

dan awal tahun enam puluhan (Krajewski.1982). Supervisi klinik dirancang sebagai salah

81
satu model atau pendekatan dalam mensupervisi calon guru yang berperaktek mengajar.

Penekanannya adalah pada klinik atau dalam pengobatan dan penyembuhan, yang

diwujudkan dalam bentuk tatap muka antara supervisor dengan calon guru. Supervisi

klinik lebih memusatkan perhatiannya pada perilaku guru yang aktual di kelas.

Demikian juga pada tahun 80 an dalam perkembangan supervisi pengajaran

menggunakan pendekatan yang bertitik tolak pada pijakan psikologi belajar, yaitu

psikologi behavioral, humanistik, dan kognitif. Psikologi behavioral memandang belajar

sebagai kondisioning individu dengan dunia di luar dirinya. Belajar adalah hasil peniruan

atau latihan-latihan yang memperoleh ganjaran jika berhasil dan hukuman jika gagal.

Psikilogi humanistik berdasarkan pemikiran bahwa belajar adalah hasil keingintahuan

individu untuk menemukan rasionalitas dan keteraturan di alam ini, sehingga belajar

dipandang sebagai proses pembawaan yang berkembang (terbuka). Guru menunjang

keingintahuan individu dari hasil belajar melalui self-discovery. Psikologi kognitif

berpendapat bahwa belajar adalah hasil keterpaduan antara interaksi kegiatan individu

dengan dunia di luar dirinya. Belajar dianggap sebagai proses tindakan timbal balik antara

guru dan murid. Belajar dianggap sebagai proses tindakan timbal balik antara guru dan

murid, antara murid atau obyek yang dimanipulasi.

Berdasarkan pendekatan di atas, supervisi dirumuskan sebagai proses perbaikan

dan peningkatan kelas dan sekolah melalui kerjasama secara langsung dengan guru.

Untuk itu, maka supervisor perlu memilih kegiatan supervisinya yang sesuai dengan

tujuan perbaikan atau peningkatan pembelajaran tertentu. Pemilihan kegiatan supervisi

yang bersumber dari pandangan mendasar itu menjadikan supervisi lebih kokoh karena

memiliki pijakan ilmiah dan lebih efektif. Dengan memperhatikan tahapan perkembangan

82
guru itu, tokohnya Carl D. Glickman menyebutnya supervisi perkembangan. Gambaran

tentang belajar dan supervisi digambarkan, sebagai berikut di bawah ini:

GAMBAR. 2.3
PANDANGAN TENTANG BELAJAR
Tanggungjawab siswa Tinggi Sedang Rendah
Tanggungjawab guru Rendah Sedang Tinggi
Pandangan psikologi Humanistik Kognitivistik Behavioralistik

tentang belajar.
Metode belajar. Menemukan sendiri Mencoba-coba Dikondisikan

(Self-Discovery). (eksperimentasi) (conditioning).

GAMBAR. 2.4
PANDANGAN TENTANG SUPERVISI
Tingkat komitmen guru Tinggi Sedang Rendah
Tigkat abstraksi guru Tinggi Sedang Rendah
Tanggungjawab supervisor Rendah Sedang Tinggi
Orientasi supervisi Nondirektif Kollaboratif Direktif.
Metode utama Penilaian diri Kontrak bersama Menetapkan pato-

sendiri (Self assessment) kan (Delineated

standard)

Berdasarkan dua dimensi penting yang dimiliki oleh setiap individu guru, yaitu

dimensi derajat komitmen dan dimensi kekomplekkan kognitif atau derajat abstraksi

seperti yang disajikan dalam gambar 2 di atas, maka pendekatan supervisi pengajaran

yang dapat dikembangkan adalah supervisi yang berorientasi pada pendekatan nondi-

rektif, kolaboratif, dan direktif. Dalam hubungan ini Sergiovanni (1991) mengembangkan

supervisi dengan menambahkan dua dimensi baru, yaitu bertitik tolak dari tanggungjawab

guru yang bisa dilhat derajat kematangan dan derajat tanggungjawabnya. Dengan

memadukan supervisi individual, kolegial, dan informal dengan membangun suatu

kerangka berpikir yang baru dalam supervisi seperti yang ada dalam gambar di bawah ini

83
GAMBAR 2.5
DIMENSI DERAJAT KOMITMEN DAN TANGGUNGJAWAB GURU

Tinggi

D
e
+- r ++
Kuadran 3. a Kuadran 4.
j Profesional
Pengamat analitik
a
t

Rendah Derajat komitmen Tinggi


a
b
-- s -+
t
Kuadran 1. Kuadran 2.
r
Guru DO a Guru kurang perhatian
k
s
i

Rendah

Supervisi direktif adalah pendekatan yang didasarkan pada keyakinan bahwa

mengajar terdiri dari keterampilan teknis dengan standar dan kompetensi yang telah

ditetapkan dan diketahui untuk semua guru agar pengajarannya efektif. Peran supervisor

adalah mengimformasikan, mengarahkan, menjadi model, dan menilai kompetensi yang

telah ditetapkan. Supervisi kolaboratif adalah pendekatan yang didasarkan atas asumsi

bahwa mengajar pada dasarnya adalah pemecahan masalah, dalam pendekatan ini ada dua

orang atau lebih orang ikut serta mengemukakan sebuah hipotesis dan sebuah masalah,

84
eksperimen, dan mengimplementasikan strategi mengajar itu, yang dianggap lebih relevan

dengan lingkungan sendiri. Peran supervisor membimbing ke proses pemecahan masalah,

para anggota aktif dalam interaksi dan menjaga agar guru tetap memusatkan perhatiannya

pada masalah mereka. Supervisi nondirektif berasumsi bahwa belajar pada dasarnya

adalah penga-laman pribadi dimana individu pada akhirnya harus menemukan pemecahan

masalah sendiri untuk memperbaiki pengalaman murid di dalam kelas. Peran supervisor

adalah mendengarkan, tidak memberikan pertimbangan, membangkitan kesadaran sendiri

dan mengklarifikasikan pengalaman guru (Glickman. 1990).

Pengukuran kedua dimensi tersebut akan membantu guru dan supervisor dalam

menetapkan pada tahapan mana guru berada dan perlakuan supervisi yang bagaimana

seharusnya dilakukan pada guru, dan pada gilirannya supervisi harus berkembang

ketahapan yang lebih tinggi. Itulah sebabnya supervisi Glickman (1980) disebut supervisi

perkembangan, karena tujuan supervisi menurutnya adalah ….. membantu guru belajar

bagaimana para guru meningkatkan kapasitas mereka untuk mewujudkan tujuan

pembelajaran siswa yang telah ditetapkan. Di sisi lain perlu juga disadari bahwa essensi

dari supervisi tersebut adalah proses bantuan, oleh karena itu maka bantuan supervisi

tersebut sebaiknya diberikan apabila diperlukan oleh guru-guru. Pengembangan masing-

masing model supervisi pengajaran yang disebut dengan supervisi direktif, supervisi

kolaboratif, dan supervisi non direktif secara lebih lengkapnya akan diuraikan dalam

pembahasan selanjutnya.

a. Supervisi Pengajaran Direktif

Supervisi direktif adalah pendekatan yang didasarkan pada keyakinan bahwa

mengajar terdiri dari keterampilan teknis dengan standar dan kompetensi yang telah

ditetapkan dan diketahui untuk semua guru agar pengajarannya efektif. Pendekatan

85
supervisi pengajaran direktif oleh Sutjipto dan Raflis Kosasi (1999) disebut juga dengan

pendekatan supervisi pengajaran berdasarkan kompetensi. Peran supervisor dalam

menerapkan pendekatan direktif ini adalah mengimformasikan, mengarahkan, menjadi

model, dan menilai kompetensi yang telah ditetapkan.

Langkah-langkah dalam supervisi dengan pendekatan direktif tersebut dimulai

dengan: (1) pre conference, (2) observasi, (3) analisa dan interpretasi, (4) post conference,

(5) post analysis, dan (6) diskusi (Sahertian. Ida Aleida Sahertian. 1990). Langkah-

langkah ini yang semestinya dilakukan oleh seorang supervisor, yang dalam hal ini bisa

jadi dilakukan oleh seorang pengawas terhadap guru-guru, ataupun oleh seorang kepala

sekolah terhadap guru-guru dalam rangka meningkatkan kompetensinya dalam mengajar.

Pre conference dilakukan oleh supervisor untuk mendapatkan gambaran yang

jelas dan dapat memilih permasalahan apa yang dihadapi oleh guru-guru, sehinggga

seorang mengetahui dan mempunyai masalah apa saja yang akan diobservasinya, yangn

lebih lanjut akan dapat menetapkan tindakan apa yang akan dapat dilaksanakan.

Observasi, pada tahap ini supervisor berada di dalam kelas dan mengadakan

observasi. Dalam melaksanakan observasi tersebut seorang supervisor mengamati

perilaku siswa dari awal sampai akhir pelajaran. Untuk lebih mudahnya dalam melakukan

supervisi alat yang berupa cheklist dapat digunakan, dan sudah tentunya berbagai perilaku

siswa lainnya yang dianggap perlu juga dapat dan perlu dicatat.

Analisa dan interpretasi, data yang didapat dalam melakukan observasi dibuatkan

semacam tabulasi data tentang perilaku siswa, sehingga lebih lanjut data tersebut dapat

dianalisis sehingga dapat diambil suatu kesimpulan terhadap perilaku siswa tersebut.

Kesimpulan dari hasil analisis tersebut akan dapat menyimpulkan bahwa bisa jadi

perilaku siswa tersebut bisa positif ataupun negatif. Dalam proses pembelajaran

86
selanjutnya berbagai perilaku negatif siswa tersebut perlu diperbaiki. Berdasarkan pada

hasil analisis data observasi tersebut akan dapat disimpulkan bahwa guru tersebut sering

mengalami kesulitan dalam menghadapi perilaku siswa, dan kondisi ini sangat perlu harus

diberitahukan dan diketahui oleh guru.

Post conference, dalam kegiatan ini supervisor dengan guru kembali membahas

cara untuk mengatasi masalah yang dihadapi oleh guru, membuat rencana pembelajaran

sebagai perbaikannya yang akan didemonstrasikan oleh pengawas, menetapkan jadwal

observasi berikutnya setelah demonstrasi.

Post analysis, dalam kegiatan ini dilaksanakan kembali evaluasi terhadap

penerapan berbagai contoh yang telah diberikan dan dilakukan oleh supervisor dalam

melaksanakan demosntrasi mengajar, yang lebih lanjut akan dicontoh dan dilaksnakan

oleh guru. Kemudian lebih lanjut menetapkan program yang akan diambil pada masa-

masa berikutnya.

Diskusi, sebagai langkah terakhir dari pendekatan direktif ini, maka dibahas

beberapa hal, (1) menjelaskan masalah-masalah guru sehingga dapat dipahami dengan

jelas, (2) menampilkan ide-ide tentang informasi yang seharusnya dikumpulkan dan

bagaimana mengumpulkannya, (3) mengarahkan dan memberi petunjuk kepada guru

mengenai usaha apa yang diperlukan sesudah terkumpul dan dianalisa, (4) mendemon-

trasikan kepada guru bagaimana mengajar yang baik, agar guru mau saling mengunjungi

dalam mengajar, (5) menstandarkan tolak ukur yang digunakan untuk dasar perbaikan,

dan (6) meyakinkan atau menguatkan dengan berbagai cara untuk memberikan dorongan

psychologis. (Sahertian. Ida Aleida Sahaertian. 1990).

Kemudian Bafadal (1992) menguraikan bahwa secara umum langkah-langkah

yang dilakukan oleh seorang pengawas dalam mlaksanakan supervisi adalah mencakup

87
10 langklah. Langkah-langkah yang dimaksudkan dapat dilihat seperti yang terdapat

dalam gambar bagan di bawah ini.

Bagan Langkah-langkah Secara Umum dalam Pelaksanaan Supervisi Pengajaran.

1. Mendengarkan
2. Klarifikasi
3. Mendorong
4. Presentasi
5. Pemecahan Masalah
6. Negoisasi
7 Demontrasi
8. Memastikan tindakan
9. Standarisasi
10. Penguatan

G s
1-4 Tidak langsung 5-7 Kolaboratif 8-10 Langsung

Apabila gambar bagan perilaku pengawas tersebut lebih dicermati, maka akan

tampak perilaku supervisi pengajaran tersebut terbentang dalam satu garis kontinum.

Semakin ke kanan tanggungjawab supervisor semakin kecil.

Untuk lebih mudahnya dapat memahami langkah-langkah pendekatan supervisi

pengajaran direktif dapat dibuatkan bagan sebagai berikut di bawah ini.

88
PENDEKATAN SUPERVISI PENGAJARAN DIREKTIF

1. Mendengarkan
2. Klarifikasi
3. Mendorong
4. Presentasi
5. Pemecahan Masalah
6. Negoisasi
7 Demontrasi
8. Memastikan tindakan
9. Standarisasi
10. Penguatan
g S

Keterangan:

Pengawas (Supervisor) mempunyai tanggungjawab yang besar, dengan langkah-langkah

sebagai berikut:

1. Klarifikasi (Mengajukan pertanyaan) 3. Memastikan apa yang harus


2. Mempresentasikan ide dilakukan.
4. Mendemonstrasikan
5 Menetapkan Standar
6. Menggunakan insentif
Sosial dan material.

b. Supervisi Pengajaran Kolaboratif.

Supervisi kolaboratif adalah pendekatan yang didasarkan atas asumsi bahwa

mengajar pada dasarnya adalah pemecahan masalah, dalam pendekatan ini ada dua orang

atau lebih orang ikut serta mengemukakan sebuah hipotesis sebuah masalah, eksperimen,

89
dan mengimplementasikan strategi mengajar itu, yang dianggap lebih relevan dengan

lingkungan sendiri. Peran supervisor membimbing ke proses pemecahan masalah, para

anggota aktif dalam interaksi dan menjaga agar guru tetap memusatkan perhatiannya pada

masalah mereka. Penerapan pendekatan supervisi kolaboratif ini oleh Sutjipto dan Raflis

Kosasi (1999) disebut juga supervisi klinis.

Dalam pendekatan kolaboratif supervisor dan guru merupakan teman sejawat

dalam memecahkan masalah-masalah pengajaran di kelas. Masalah-masalah tersebut

seringkali dipusatkan pada: (1) kesadaran dan kepercayaan diri dalam melaksanakan

tugas mengajar, (2) keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan dalam mengajar,

yang meliputi keterampilan dalam menggunakan variasi dalam mengajar dan

menggunakan stimulus, keterampilan dalam melibatkan siswa dalam proses belajar, serta

keterampilan dalam mengelola kelas dan disiplin siswa.

Dalam melaksanakan supervisi dengan menggunakan pendekatan kolaboratif

sebaiknya melalui lima langkah, yaitu: (1) pembicaraan praobservasi, (2) melaksanakan

observasi, (3) melakukan analisis dan menetapkan strategi, (4) melaksanakan pembica-

raan tentang hasil supervisi, dan (5) melakukan analisis setelah pembicaraan.

Pelaksanaan pembicaraan praobservasi disebut juga engan istilah pembicaraan

pendahuluan. Dalam tahap ini supervisor dan guru bersama-sama membicarakan rencana

keterampilan apa yang akan diobservasi atau dicatat. Pada tahap ini memberikan

kesempatan kepada supervisor dan guru untuk mengientifikasi keterampilan mana yang

memerlukan perbaikan. Keterampilan yang dipilih kemudian dioperasionalkan dalam

bentuk rumusan tingkah laku yang dapat diamati. Dalam pertemuan ini pula dibicarakan

dan ditentukan jenis data apa ang akan dicatat selama pembelajaran berlangsung. Dalam

pembicaraan praobservasi ini memerlukan komunikasi terbuka, sehingga tercipta ikatan

90
kolegial antara supervisor dan guru yang harmonis. Terdapat lima masalah yang harus

dicermati dalam pembicaraan pendahuluan ini, yaitu: menciptakan suasana yang akrab

antara supervisor dengan guru, meneliti ulang rencana pelajaran serta tujuan pelajaran,

mencermati kembali komponen keterampilan yang akan dilatihkan dan diamati, memilih

dan mengembangkan instrumen observasi, dan membicarakan bersama untuk

mendapatkan kesepakatan tentang instrumen observasi yang dipilih.

Pada tahap pelaksanaan observasi ini guru melakukan latihan dalam tingkah laku

mengajar tertentu yang telah dipilih. Di sisi lain sementara guru berlatih, maka supervisor

mengamati dan mencatat tingkah laku siswa, guru, interaksi antara guru dan siswa.

Supervisor mengadakan analisis terhadap hasil catatan-catatan observasi di kelas.

Tujuannya adalah mengartikan data yang diperoleh dan selanjutnya merencanakan

pertemuan dengan guru untuk menususn strategi pembelajaran selanjutnya. Dalam

melakukan analisis, supervisor harus menggunakan kategorisasi perilaku mengajar dan

melihat data yang dikumpulkan itu atas kategori yang ditetapkan.

Pembicaraan tentang hasil analisis ini adalah untuk memberikan balikan kepada

guru dalam memperbaiki perilaku mengajarnya. Ada beberapa langkah yang dilakukan

dalam tahapan ini, yaitu: (1) menayakan perasaan guru secara umum, atau kesan umum

guru ketika ia mengajar serta memberi penguatan, (2) mengamati kembali tujuan

pembelajaran, (3) mencermati keterampilan serta perhatian utama guru, (4) menanyakan

perasaan guru tenang jalannya pengajaran berdasarkan target, (5) menunjukan hasil data

rekaman dan memberi kesempatan kepada guru menafsirkan data tersebut, (6)

menginterpretasikan data rekaman secara bersama, (7) menanyakan perasaan guru setelah

melihat rekaman data tersebut, (8) menyimpulkan hasil dengan melihat apa yang

sebenarnya merupakan keinginan atau target guru dan apa sebernarnya yang telah terjadi

91
dan dicapai, dan (9) menentukan secara bersama-sama dan mendorong guru untuk

merencanakan hal-hal yang perlu dilatih atau diperhatikan pada kesempatan berikutnya.

Lagkah yang terakhir dari pelaksanaan supervisi kinis tersebut adalah analisis

sesudah pembicaraan. Dalam tahap ini supervisor haus meneliti ulang apa yang telah yang

telah dilakukan dalam menetapkan kriteria perilaku mengajar yang ditetapkan dalam pra-

observasi dan kriteria yang dipakai dalam melakukan observasi. Di samping itu, perlu

dibicarakan hasil evaluasi diri tentang keberhasilan supervisor dalam membantu guru.

Kegiatan ini akan mudah dilakukan apabila supervisor mempunyai catatan yang lengkap

tentang proses kegiatan yang dilakukan, kalau mungkin sebaiknya direkam dengan video.

Untuk dapat lebih mudahnya memahami langkah-langkah dari pendekatan

supervise pengajaran yang bersifat kolaboratif, maka dapat digambarkan dalam sebuah

bagan sebagai berikut di bawah ini.

PENDEKATAN SUPERVISI PENGAJARAN KOLABORATIF.

1. Mendengarkan
2. Klarifikasi
3. Mendorong
4. Presentasi
5. Pemecahan Masalah
6. Negoisasi
7 Demontrasi
8. Memastikan tindakan
9. Standarisasi
10. Penguatan
G s
Keterangan:

Pengawas (Supervisor) dan guru mempunyai tanggungjawab yang sama tau seim-bang,

dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Mempresentasikan
2. Klarifikasi (Mengajukan pertanyaan)

92
3. Mendengarkan
4. Mengajukan alternativ pemecahan masalah.
5. Negoisasi

c. Supervisi Pengajaran Nondirektif

Supervisi nondirektif berasumsi bahwa belajar pada dasarnya adalah pengalaman

pribadi dimana individu pada akhirnya harus menemukan pemecahan masalah sendiri

untuk memperbaiki pengalaman murid di dalam kelas. Peran supervisor adalah

mendengarkan, tidak memberikan pertimbangan, membangkitan kesadaran sendiri dan

mengklarifikasikan pengalaman guru (Glickman. 1990). Supervisi nondirektif ini oleh

Sutjipto dan Raflis Kosasi (1999) disebut juga dengan nama pendekatan humanistik.

Pendekatan non direktif ini timbul dari keyakinan bahwa guru tersebut tidak dapat

diperlakukan sebagai alat semata-mata dalam meningkatkan kualitas belajar mengajar.

Dalam proses pembinaan guru mengalami perkembangan secara terus menerus, dan

program supervisi harus dirancang untuk mengikuti perkembangannya. Tugas supervisor

adalah membimbing guru-guru sehingga makin lama guru makin dapat berdiri sendiri dan

berkembang dalam jabatannya dengan usaha sendiri. Belajar dilakukan melalui

pemahaman tentang pengalaman nyata yang dialami secara real. Dengan demikian guru

harus mencari sendiri pengalaman itu secara aktif. Dorongan dapat berasal dari yang

bersifat fisiologis yang kemudian secara berangsur-angsur berubah menjadi dorongan

yang bersifat dari dalam atau internal, yaitu karena guru-guru merasa bahwa belajar

merupakan kewjiban yang harus dilakukan dalam tugasnya. Supervisor percaya bahwa

guru mampu melakukan analisis dan memecahkan masalah yang dihadapinya dalam tugas

mengajarnya. Guru merasakan adanya kebutuhan bahwa ia harus berkembang dan

93
mengalami perubahan, dan ia bersedia mengambil tanggungjawab terjadinya dalam

perubahan tersebut. Supervisor hanya befungsi sebagai fasilitator dengan menggunakan

struktur formal sekecil mungkin.

Supervisor yang menggunakan pendekatan ini di dalam melaksanakan supervisi

tidak ditunut untuk menggunakan format yang standar, tetapi agar dissuaikan dengan

kebutuhan guru. Bisa jadi kegiatan supervisi tersebut hanya terbatas melakukan observasi

saja tanpa dilanjutkan dengan melakukan analisis dan interpretasi, atau bisa jadi hanya

melakukan komunikasi yang berupa mendengar penjelasan guru tanpa memberi sumber

bahan belajar yang diminta guru. Walaupun secara umumnya dapat disebutkan bahwa

pelaksanaan supervisi pengajaran dengan pendekatan non direktif tersebut ada tiga

langkah, tetapi dapat secara lebih teknis dirinci sebagai berikut di bawah in.

a. Pembicaraan awal, pada saat ini supervisor memancing apakah dalam

mengajarnya guru tersebut mengalami masalah. Pembicaran tersebut dilakukan secara

informal. Jika dalam pembicaraan tersebut guru tidak memerlukan bantuan, maka

proses supervisi akan berhenti.

b. Observasi. Jika guru perlu, maka supervisor mengadakan observasi kelas. Dalam

melaksanakan observasi tersebut supervisor duduk di belakang tanpa menggunakan

catatan-catatan, supervisor hanya mengamati kegiatan kelas.

c. Analisis dan interpretasi. Setelah observasi dilakukan, supervisor kembali ke

kantor memikirkan kemungkinan kekeliruan guru dalam melakasanakan proses

belajarnya. Jika menurut supervisor, guru telah menemukan jawabannya maka

supervisor tidak tidak perlu memberikan bantuannya. Apabila diminta oleh guru

supervisor hanya menjelaskan dan melukiskan keadaan kelas tanpa dilengkapi dengan

penilaian. Supervisor kemudian menanyakan kepada guru, apakah memerlukan saran,

94
dan memberikan kesempatan untuk mencoba cara lain yang diperkirakan oleh guru

lebih baik.

d. Pembicaraan akhir. Jika perbaikan telah dilakukan, pada periode tertentu guru dan

supervisor mengadakan pembicaraan akhir, mengenai apa yang sudah dicapai oleh

guru, dan menjawab pertanyaan kalau ada guru yang masih memerlukan bantuan lagi.

e. Laporan. Laporan disampaikan secara deskriptif dengan interpretasi berdasarkan

penilaian supervisor. Laporan ini ditulis untuk guru, kepala sekolah, atau atasan

kepala sekolah untuk perbaikan di masa selanjutnya.

Untuk dapat lebih mudahnya memahami langkah-langkah dari pendekatan

supervise pengajaran yang bersifat kolaboratif, maka dapat digambarkan dalam sebuah

bagan sebagai berikut di bawah ini

PENDEKKATAN SUPERVISI PENGAJARAN NONDIREKTIF

1. Mendengarkan
2. Klarifikasi
3. Mendorong
4. Presentasi
5. Pemecahan Masalah
6. Negoisasi
7 Demontrasi
8. Memastikan tindakan
9. Standarisasi
10. Penguatan
G s

Keterangan:

Pengawas (Supervisor) mempunyai tanggungjawab yang lebih kecil dari guru, dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

1. Mendengarkan
2. Mendorong
3. Klarifikasi (Mengajukan pertanyaan)
4. Pemecahan Masalah
5. Memastikan Tindakan.

95
F. Pengembangan Prencanaan Program Supervisi Pendidikan

Dari uraian kompetensi supervisi akademik dan supervisi manajerial terutama

pengawas Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah tersebut dapat diketahui bahwa

supervisi pendidikan mencakup aspek-aspek pengawasan supervisi akademik yang dalam

pelaksanaan supervisi akademik tersebut mencakup aspek-aspek monitoring dan

membim-bing guru dalam menyusun silabus tiap mata pelajaran dalam rumpun mata

pelajaran yang relevan, membimbing guru dalam memilih dan menggunakan

strategi/metode/teknik pembelajaran/bimbingan, membimbing guru dalam menyusun

rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), membimbing guru dalam pelaksanaan

pembelajaran di kelas, laboratorium atau lapangan, membimbing guru dalam mengelola,

merawat, mengembangkan dan menggunakan media pendidikan dan fasilitas

pembelajaran, memotivasi guru untuk memanfaatkan teknologi informasi.

Demikian pula supervisi manjerial adalah mencakup aspek-aspek pembinaan dan

monotoring kepala sekolah dalam pengelolaaan dan administrasi satuan pendidikan,

membina kepala sekolah dan guru dalam melaksanakan bimbingan konseling di sekolah,

membimbing guru dalam menyusun silabus, membimbing guru dalam memilih dan

menggu-nakan strategi/metode/teknik pembelajaran/bimbingan yang dapat mengembang-

kan potensi siswa melalui mata pelajaran, membina kepala sekolah dan guru dalam

melaksanakan bimbingan dan konseling, mendorong guru dan kepala sekolah dalam

merefleksikan hasil-hasil yang dicapainya untuk menemukan kelebihan dan kekurangan

dalam melaksanakan tugas pokoknya, memantau pelaksanaan standar nasional

pendidikan, dan membantu kepala sekolah dalam mempersiapkan akreditasi.

96
Dalam upaya pengembangan prencanaan program supervisi akademik dan

supervisi manajerial tersebut seorang pengawas dituntut untuk mampu mengembangkan

beberapa program perencanaan, seperti rencana program kepengawasan akademik dan

rencana kepengawasan manajerial, rencana program tahunan, dan rencana program

semester. Demikian pula semua jenis rencana program tersebut di dalamnya supaya

mencakup: (1) aspek masalah, (2) Tujuan, (3) indikator, keberhasilan, (4) strategi/metode

kerja (teknik supervisi yang digunakan), (5) sekenario kegiatan, (6) sumber biaya, (7)

penilaian dan instrumen, dan (8) rencana tindak lanjut. Beberapa jenis rencana program

kepengawasan tersebut dapat dilihat dalam beberapa tabel seperti contoh di bawah ini.

a. Rencana Program Kepengawasan Akademik

Rencana prgram kepengawasan akademik mencakup masalah yang akan

disupervisi, waktu pelaksanaan dalam semester berapa, tahun berapa, sekolah yang

disupervisi, dan skor rata-rata yang diberikan oleh pengawas.

Rencana Program Kepengawasan Akademik (RKA)

No Aspek yang disupervisi Semester/Tahun Sekolah Skor (Yang


sasaran diisi penga-
was).
1
2
3
Rata-rata skor

b. Rencana Program Kepengawasan Manajerial (RKM)

Rencana prgram kepengawasan manajerial mencakup masalah yang akan

disupervisi, waktu pelaksanaan dalam semester berapa, tahun berapa, sekolah yang

disupervisi, dan skor rata-rata yang diberikan oleh pengawas.

97
Rencana Program Kepengawasan Manajerial (RKM)

No Aspek yang disupervisi Semester/Tahun Sekolah Skor (Yang


sasaran diisi penga-
was).
1
2
3
Rata-rata skor

c. Rencana Program tahunan

Rencana program tahunan dan semster berisi no, jenis sarana, tahun/semester

pelaksanaan, jumlah sekolah, dan skor yang akan diisi oleh pengawas.

Rencana Program tahunan

No Jenis rencana Tahun Jumlah Skor yang diisi


sekolah binaan oleh pengawas

Rencana Program Semeteran

No Jenis rencana Semester Jumlah Skor yang diisi


sekolah binaan oleh pengawas

Di samping menyusun rencana program kepengawasan dengan beberapa jenisnya

seperti yang telah diuraikan di atas, pengawas dituntut juga untuk melaporkan hasil

kepengawasan yang dilakukannya tersebut. Demikian juga pelaporannya dilakukan secara

tertulis dengan mengikuti suatu penulisan yang sistematikannya mengikuti suatu prosedur

98
dan langkah tertentu. Sistematika penulisan laporan tersebut meliputi komponen sebagai

berikut di bawah ini.

SISTEMATIKA
PENULISAN LAPORAN KEPENGAWASAN

Bab. I Pendahuluan

a. Latar belakang masalah

b. Fokus masalah

c. Tujuan dan sasaran pengawasan.

d. Ruang lingkup pengawasan.

Bab. II Kerangka Berpikir dan Pemecahan Masalah

Bab. III Pendekatan dan Metode

Bab. IV Hasil Pengawasan

a. Hasil Pengawasan

b. Pembahasan Hasil

Bab. VI Penutup

a. Simpulan.

b. Saran.

G. Rangkuman

Dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi manajemen khususnya fungsi pengawasan

di sekolah dikenal dengan istilah supervisi pendidikan. Istilah supervisi dalam bidang

pendidikan secara nasional mulai diperkenalkan sejak tahun 1975 bersamaan dengan

diberlakukannya Kurikulum 1975. Kemudian dalam perkembangannya pada setiap

pergantian kurikulum, supervisi dianggap sebagai bagian dari pelengkap pedoman

kurikulum. Supervisi pendidikan pada awalnya lebih bersifat umum karena dilakukan

99
untuk memonitor berbagai kegiatan yang dilaksanakan di sekolah. Kemudian dalam

perkembangannya konsepsi supervisi lebih ditekankan kepada perbaikan proses belajar

mengajar guru, sehingga para ahli membagi supervisi menjadi supervisi umum yang

ditujukan pada penunjang keberhasilan proses belajar mengajar, seperti sarana dan

parasarana dan lingkungannya yang berupa gedung, ruang kelas, media, alat-alat

pelajaran, kafetaria, dan transfortasi yang tidak bersifat administratif, dan supervisi

pengajaran yang bersifat khusus untuk membantu guru dalam bidang studi tertentu, oleh

karena itu maka fungsi supervisor tersebut adalah sebagai mitra guru, inovator, konselor,

motivator, kolaborator, evaluator serta konsultan guru dalam meningkatkan proses belajar

mengajarnya. Ada dua tujuan yang harus diwujudkan dari supervisi pendidikan itu, yaitu:

(1) perbaikan atau peningkatan pembelajaran, dan (2) peningkatan mutu pendidikan.

Dalam perkembangan selanjutnya supervisi kemudian lebih memfokus pada

kegiatan PBM, sehingga supervisi diberikan pengertian sebagai layanan yang diberikan

kepada guru, yang hasil akhirnya adalah untuk peningkatan atau perbaikan pengajaran

guru, pembelajaran murid, dan perbaikan kurikulum. Dengan demikian nilai supervisi

terletak pada perkembangan dan perbaikan situasi belajar mengajar yang direfleksikan

pada perkembangan para siswa. Sehubungan dengan tujuan, manfaat dan nilai dari

supervisi pendidikan menjadi sangat penting dalam rangka meningkatkan mutu

pendidikan, oleh karena itu untuk dapat efektif dan efisiennya pelakasanaan supervisi

tersebut maka seorang supervisor tersebut dituntut untuk memiliki kompetensi teretentu,

memiliki pemamaham dan menerapkan berbagai prinsip, teknik, metode, dan pendekatan

supervisi pendidikan. Supervisor yang memiliki kompetensi, memiliki pemamaham

tentang berbagai prinsip, teknik, metode, dan pendekatan supervisi akan dapat menyusun

100
rencana program kegiatan pembinaan dan akan lebih berhasil dalam melakukan

pembinaan terhadap guru.

H. Evaluasi

1. Jelaskan hakekat supervisi pendidikan!.

2. Jelaskan perkembangan supervisi pendidikan di Indonesia!.

3. Jelaskan tujuan supervisi pendidikan!.

4. Jelaskan prinsip-prinsip supervisi pendidikan !.

5. Jelaskan mana yang baik menurut pendapat anda metode supervisi pendidikan

langsung atau tidak langsung!.

6. Analisis mengapa dalam melaksanakan supervisi pendidikan sebaiknya menggunakan

teknik individual?

7. Analisis kapan sebaiknya menerapkan pendekatan kolaborati, nondirektif dan direktif

dalam melakukan supervisi akademik pendidikan !.

8. Buatlah suatu rencana program pembinaan supervisi akademik dan supervisi manaje-

rial untuk satu semester!.

101
BAB. VI
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SEBAGAI UPAYA DALAM
PENGEMBANGAN JABATAN KARIR PROFESI
TENAGA KEPENDIDIKAN

A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya

Kompetensi Dasar Indikator Pencapaiannya


Memahami pengertian pelatihan Dapat menjelaskan pengertian pelatihan
Memahami sasaran, tujuan dan manfaat Dapat merumuskan sasaran, tujuan dan

pelatihan manfaat pelatihan


Memahami jenis, jenjang, dan strategi Dapat menjelaskan jenis, jenjang, dan stra-

pelatihan. tegi pelatihan.


Memahami langkah-langkah dalam meran- Dapat menyusun suatu rancangan suatu

cang suatu program pelatihan. program pelatihan dengan langkah-langkah

yang benar.

B. Pengertian Pendidikan dan Pelatihan

Dilihat dari istilah pendidikan dan pelatihan maka istilah tersebut terdiri dari dua

kata yaitu kata pendidikan dan kata pelatihan. Kata pendidikan dan kata pelatihan dalam

beberapa kekepustakaan dijelaskan memiliki pengertian yang tidak sama atau dengan kata

lain memiliki pengertian sendiri-sendiri. Demikian pula terdapat kepustakaan yang

lainnya menyatakan bahwa pendidikan dan pelatihan adalah merupakan satu istilah atau

dengan kata lain memiliki mengertian yang satu.

Untuk dapat memahami secara lebih jelasnya tentang perbedaan pengertian

pendidikan dan pelatihan tersebut maka dalam uraian selanjutnya akan dicoba dijelaskan

secara lebih lengkap dengan mengutip beberapa pendapat, seperti yang dikemukakan oleh

102
Atmodiwirio (2002) yang menyatakan bahwa pendidikan adalah pembelajaran yang

dipersiapkan untuk meningkatkan pelaksanaan pekerjaan pada masa yang akan datang

atau meningkatkan seseorang untuk dapat menerima tanggungjawab dan atau tugas-tugas

baru. Ada juga pendapat yang menyatakan pendidikan tersebut adalah kegiatan untuk

memperbaiki kemampuan karyawan dengan cara meningkatkan pengetahuan dan

pengertian teoritis baik pengetahuan umum maupun pengetahuan yang berkaitan dengan

bisnis umumnya dan yang berkaitan dengan tugas dan tanggungjawabnya termasuk di

dalamnya keterampilan di dalam mengambil keputusan (Gorda. 2006). Demikian pula

dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 yang mengatur tentang Sistem Pendidikan

Nasional memberikan pengertian pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan sepiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Dari beberapa pengertian pendidikan tersebut terkesan bahwa konsep pendidikan

tidak hanya terbatas pengertiannya pada lingkup organisasi pekerjaan tetapi juga termasuk

organisasi pendidikan. Pendidikan dianggap lebih luas lingkupnya dari pada pelatihan,

karena pendidikan yang dimaksudkan mencakup pendidikan formal seperti pendidikan di

sekolah, akademi maupun di perguruan tinggi. Bertitik tolak dari pengertian pendidikan

sebagai lingkup organisasi pekerjaan juga terkesan ada kemungkinan dua makna yang

terkandung dalam konsep pendidikan, yaitu (1) suatu pekerjaan tertentu harus diisi pada

jangka waktu yang pasti, dan (2) suatu pekerjaan tertentu yang harus diisi dalam jangka

waktu yang tidak pasti atau di masa yang akan datang. Pendidikan dianggap sebagai suatu

alat perentang respon karyawan ketimbang pengurangan. Pendidikan menunjukkan suatu

103
perluasan individu sehingga dia dapat dipersiapkan untuk menilai berbagai stituasi dan

memilih respon yang paling tepat.

Di sisi yang lain pelatihan diberikan pengertian sebagai suatu proses di mana

orang-orang mencapai kemampuan tertentu untuk membantu mencapai tujuan organisasi

(Mathis dan Jackson. 2000). Pelatihan adalah suatu kegiatan untuk memperbaiki

kemampuan karyawan dengan cara meningkatkan pengetahuan keterampilan di dalam

melaksanakan tugas dan tanggungjawab (Gorda. 2004). Pelatihan kerja adalah keselu-

ruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan

kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap dan etos kerja pada tingkat keterampilan

dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan dan pekerjaan

(Simamora. 2004).

Pelatihan terdiri dari serangkaian aktifitas yang dirancang untuk meningkatkan

keahlian atau pengetahuan tertentu. Program pelatihan mengajarkan kepada para peserta

bagaimana menunaikan aktivitas atau pekerjaan tertentu. Dalam pelatihan juga diciptakan

lingkungan di mana para karyawaan dapat memperoleh atau mempelajari sikap,

kemampuan keahlian, pengetahuan, dan perilaku yang spesifik yang berhubungan dengan

pekerjaan. Pelatihan terfokus pada penyediaan keahlian khusus bagi para karyawan atau

membantu para karyawan membenahi kerja mereka, oleh karena itu pelatihan pada

umumnya dilaksanakan melalui pendidikan non formal kursus-kursus singkat, penataran,

lokarkarya, dan on the job training. Dengan demikian ada atau terdapat kedekatan

pengertian antara pendidikan dan pelatihan, yaitu sama-sama dalam rangka meningkatkan

kemampuan dan keterampilan karyawan atau pegawai negeri.

Berangkat dari pengertian pendidikan dan pelatihan seperti yang sudah dijelaskan

di atas maka kedekatan pengertian antara pendidikan dan pelatihan tersebut dalam

104
peraturan pemerintah No.101 tahun 2000 tentang pendidikan dan pelatihan jabatan

pegawai negeri sipil malah justru dijadikan satu atau disatukan menjadi pendidikan dan

pelatihan yang sealanjutnya disebut dengan istilah Diklat. Demikian pula kemudian diklat

tersebut diberikan pengertian sebagai proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam

rangka meningkatkan kemampuan pegawai negeri sipil. Kemudian ada juga pendapat

yang menyatakan bahwa pendidikan dan pelatihan adalah suatu program kesempatan

belajar yang direncanakan untuk menghasilkan anggota staf … demi memperbaiki

penampilan seseorang yang telah mendapatkan tugas menduduki sesuatu jabatan tertentu

(Wahjosumidjo.1999). Jadi bertitik tolak dari beberapa pengertian tentang pendidikan dan

pelatihan tersebut, tampaknya pelatihan harus meningkatkan pelaksanaan tugas dan

pengembangan karier pegawai. Pendidikan dan pelatihan harus menjadi suatu program

yang berkelanjutan atau paling tidak merupakan suatu bagian dari kehidupan dan upaya

dalam mencapai tujuan organisasi yang perlu dilakukan secara berulang. Dalam

pendidikan dan pelatihan seharusnya juga dipergunakan metodelogi dan system atau

metode penyampaian yang baru yang bisa dilakukan dengan metode studi lapangan,

diskusi, seminar konferensi, role playing, simulasi, studi kasus, dan sebagainya.

Sebagai bahan kajian maupun untuk memperluas wawasan tentang pengertian

pendidikan dan pelatihan tersebut maka di bawah ini dikutipkan beberapa pengertian

pendidikan dan pelatihan sebagai berikut:

1. Lembaga Administrasi Negara. Pendidikan dan pelatihan jabatan pegawai negeri

yang selanjutnya disebut pendidikan dan pelatihan adalah penyelenggaraan proses

belajar mengajar dalam rangka untuk meningkatkan kemmampuan pegawai negeri

sipil dalam melaksanakan jabatannya.

105
2. Leonard Nadler. Pendidikan dan pelatihan adalah pengalaman pembelajaran yang

disiapkan oleh organisasi untuk meningkatkan kinerja pegawai pada saat sekarang.

3. Dugan Laird. Pendidikan Pelatihan adalah akuisisi teknologi yang membuat

seseorang pegawai dapat melaksanakan standar. Pendidikan dan pelatihan adalah

suatu pengalaman, suatu displin atau kesadaran yang menyebabkan seseorang

menerima sesuatu yang baru tentang perilaku sebelumnya.

4. Te Trainer’s Library. Pendidikan pelatihan adalah seluruh kegiatan yang didesaian

untuk membantu meningkatkan pegawai memperoleh pengetahuan, keterampilan dan

meningkatkan sikap, perilaku yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan dengan

baik yang sekarang menjadi tanggungjawabnya sehingga tujuan oraganisasi dapat

dicapai.

5. Francesco Sofo. Pendidikan pelatihan sebagai adopsi peran seseorang membantu

orang lain, kelompok dan organisasi untuk belajar dan hidup, peningkatan fungsi

manusia dan organisasi yang berkelanjutan tentang orang, belajar an bagaimana

belajar (Atmodiwirio. 2002)

C. Tujuan, Sasaran dan Manfaat Pendidikan dan Pelatihan

Tujuan pendidikan dan pelatihan dalam beberapa buku kepustakaan dirumuskan

dengan cara yang berbeda-beda. Atmodiwirio (2002) menyatakan bahwa tujuan pendi-

dikan dan pelatihan pada umumnya adalah: (1) Meningkatkan kesetiaan dan ketaatan

pegawai negeri sipil kepada Pancasila dan UUD 1945, Negara dan pemerintah Republik

Indonesia, (2) Menanamkan kesaamaan pola pikir yang dinamis dan bernalar agar

memiliki wawasan yang komprehensif untuk melaksanakan tugas umum pemerintah dan

pembangunan, (3) Memantapkan semangat pengabdian yang berorientasi kepada

pelayanan, pengayoman, dan pengembangan partisipasi masyarakat, (4) Meningkatkan

106
pengetahuan, keahlian atau keterampilan serta pembentukkan sedini mungkin kepri-

badian pegawai negeri sipil, dan (5) Kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam

melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan demi terwujudnya pemerin-

tahan yang baik. Kemudian Simamora (2004) menjelaskan bahwa tujuan pelatihan pada

intinya adalah: (1) memperbaiki kinerja, karyawan-karyawan yang bekerja secara tidak

memuaskan karena kekurangan keterampilan merupakan calon utama peserta pelatihan,

(2) memutakhirkan keahlian para karyawan sejalan dengan kemajuan teknologi, melalui

pelatihan, pelatih memastikan bahwa karyawan dapat mengaplikasikan teknologi baru

secara efektif, (3) mengurangi waktu pembelajaran bagi karyawan baru agar kompeten

dalam pekerjaan, (4) membantu memecahkan masalah operasional. Para manajer harus

mencapai tujuan mereka dengan kelangkaan dan kelimpahan sumber daya, kelangkaan

sumber daya financial dan sumberdaya teknologi manusia, (5) mempersiapkan karyawan

untuk promosi. Salah satu cara untuk menarik, menahan, dan memotivasi karyawan

adalah kosisten dengan kebijakan sumberdaya manusia untuk promosi dari dalam,

pelatihan unsur kunci dari dalam system pengembangan karir, (6) mengorientasikan

karyawan terhadap organisasi, dan (7) memenuhi kebutuhan partumbuhan pribadi

(Simamora. 2004). Kemudian Dharma (2003) menjelaskan bahwa tujuan pelatihan adalah

meningkatkan kemampuan karyawan melakukan pekerjaannya dengan lebih baik.

Memperhatikan beberapa pendapat yang berkaitan dengan tujuan pendidikan dan

pelatihan tersebut bahwa dapat dipahami bahwa sesungguhnya pendidikan dan pelatihan

tersebut tidak hanya berkaitan dengan pengembangan sumberdaya manusia yang

memegang jabatan sebagai pegawai negeri sipil, tetapi juga termasuk semua karyawan di

luar pegawai negeri sipil, apakah karyawan di perusahan dan semua industri pada

umumnya, dengan kata lain semua sumberdaya manusia perlu mendapat pendidikan dan

107
pelatihan. Lebih dari itu apabila rumusan dari tujuan pendidikan dan pelatihan tersebut

terkesan berbeda-beda juga disebabkan oleh dipengaruhi dan ada hubuhgannya dengan

jenis-jenis pendidikan dan pelatihan yang dijadikan dasar atau sebagai titik pandang

mengkajinya, karena di dalam membahas pendidikan dan pelatihan sebagai

pengembangan sumberdaya manusia tersebut bisa dilihat dari metode, strategi, ataupun

jenis-jenisnya cukup banyak. Dalam hubungan dengan metode pendidikan dan pelatihan

Tovey yang dikutif oleh Irianto (2001) menjelaskan ada beberapa metode pelatihan,

seperti:

1. Brainstorming adalah merupakan sutau metode pendidikan dan pelatihan yang

digunakan untuk mengembangkan ide tentang sesuatu topik atau untuk membangun

ide-ide yang sebelumnya telah digagaskan. Di dalamnya menggunakan suatu aturan

utama yaitu semua partisipan harus secara kritis merespon semua ide yang diberikan

dalam pelatihan dan tidak begitu saja menerima atau membenarkan.

2. Buzz group, sekelompok kecil peserta diberi topik tertentu untuk mendiskusikan

secara intensif dan setiap kelompok harus membuat rekomendasi atau keputusan

tentang topik atau masalah yang telah diberikan.

3. Case studies, menyajikan suatu masalah untuk dipecahkan oleh seluruh peserta.

Biasanya disajikan dalam format tercetak, namun tidak selalu harus seperti demikian.

Kadang-kadang bedasarkan suatu kondoisi kehidupan nyata. Dirancang untuk selalu

terakit dengan masalah dan isu yang berasosiasi dengan masalah-masalah keseharian.

4. Computer managed learning, pembelajaran yang disajikan melalui perangkat

computer dan dinilai oleh computer itu sendiri yang kemudian memberi umpan balik

kepada mereka.

108
5. Critical incidents jenis studi kasus yang melihat kejadian atau fakta siatuasi

kehidupan nyata secara kritis dimana pelatih atau peserta pernah mengalaminya.

6. Demonstration, pelatih mengilustrasikan sebuah contoh tentang masalah tertentu

seperti bagaimana melakukan pemecahan masalah kecelakaan kerja atau bagaimana

melaksanakan undang-undang perburuhan.

7. Discussion, adalah dialog dua arah antara pelatih dan peserta. Dapat juga

dilakukan antar peserta. Pelatih biasanya memfasilitasi diskusi sehingga tetap dekat

dengan peserta untuk menjelaskan segala sesuatu yang perlu ditanyakan.

8. Field trip and visits, suatu kunjungan ke tempat tertentu pada kondisi tertentu

seperti rumah sakit, pengadilan, atau tempat-tempat peraktik yang lainnya.

9. Fishbowls suatu cara dalam mendiskusikan masalah tertentu, terdiri dari peserta

yang membentuk dua lingkaran, inner dan outer. Peserta dalam inner harus tetap

melakukan diskusi dan peserta dalam outer kemudian bergabung dengan peserta inner

untuk memberi kontribusi.

10. Games, merupakan kegiatan bersifat kompetetiti dalam berbagai bentuk

permainan baik secara individual maupun kelompok bisanya dilakukan dengan waktu

yang dibatasi.

11. Group discussion, diskusi antara peserta sekitar isu atau topic tertentu yang

diarahkan menuju pada tujuan pemebelajaran tertentu.

12. Huddle groups, diskusi kelompok namun berbeda dalam hal waktu yang sangat

dibatasi untuk secara sengaja peserta ditekan dalam membuat keputusan secepat

mungkin.

109
13. Lecture, pelatih berbicara di depan peserta. Karena merupakan bentuk komunikasi

satu arah, pelatih membutuhkan cara-cara atau kiat tertentu agar presentasi menarik

perhatian.

14. Panel discussion, sejumlah pembicara membentuk panel dimana setiap pembicara

memberikan ceramah singkat setelah itu peseta mengajukan pertanyaan.

15. Question and answer session, dapat dilakukan dalam bentuk dua cara. Pertama

dapat mengajukan pertanyaaan dan peserta kemudian menjawabnya atau sebaliknya.

Kadang-kadang pertanayan diberikan secara sdvance sehingga baik pelatih maupun

peserta harus mencari jawaban lainnya lewat suatu penelitian misalnya.

16. Reading, pemilihan bacaan yang memberikan informasi latar belakang penting

tentang suatu masalah atau informasi tertentu yang dibutuhkan.

17. Role plays, pesereta harus berpikir secara strategis. Bentuk ini dapat

distrukturisasi dengan deskripsi komprehensif tentang peran atau menjadi scenario

dimana peserta mengembangkan peran sesuai dengan apa yang mereka telah pelajari.

18. Simulations, hampir sama dengan case study yang mencoba memberi simulasi

keadaan nyata. Acap simulasi dirancang secara cermat untuk memberi masalah

pembelajaran secara spesifik dimana para peserta dapat merefeleksikan setelah selesai

mengikuti program. Jenis metode ini melibatkan beberapa peralatan misalnya

simulator pesawat, instruksi tertulis tentang peran dan data yang dibutuhkan untuk

membuat keputusan.

19. Seminar, hampir sama dengan lecture dimana komunikasi berjalan satu arah.

Biasanya merupakan bagian dari suatu program khusus namun terpusat pada topic

tertentu yang dialami oleh para pelatih.

110
20. Tele-conferencing, dapat dilakukan melalui telpon, atau video interaktif, dan juga

melalui satelit Lecture dan metode bentuk lainnya dapat digunakan melalui media ini.

Dengan metode ini memungkinkan peserta melakukan komunikasi dua arah dengan

pelatih.

Sasaran dari pendidikan dan pelatihan adalah tersedianya pegawai negeri sipil

yang memiliki kualitas tertentu guna memenuhi salah satu persyaratan untuk diangkat

dalam jabatan tertentu (PP No.14 Tahun 1994), di sisi yang lain dalam PP No. 101 tahun

2000 mengatur bahwa yang dimaksud dengan sasaran dari pendidikan dan pelatihan

adalah terwujudnya pegawai negeri sipil yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan

persyaratan jabatan masing-masing.

Demikian pula disisi yang lain pelatihan memiliki manfaat yang sangat besar,

yaitu; (1) Meningkatkan kuantitas dan kualitas produktivitas, (2) Mengurangi waktu

belajar yang diperlukan karyawan untuk mencapai standar kinerja yang dapat diterima,

(3) Membentuk sikap, loyalitas, dan kerjasama yang lebih menguntungkan, (4) Memenuhi

kebutuhan perencanaan sumberdaya manusia, (5) Mengurangi frekuensi dan biaya

kecelakaan kerja, dan (6) Membantu karyawan dalam meningkatan dan mengembangkan

pribadi mereka (Simamora. 2004). Berbeda dengan Atmodiwirio (2002) menyatakan

bahwa pendidikan dan pelatihan tersebut sangat diperlukan oleh suatu organisasi, karena

memiliki berbagai manfaat diantaranya adalah: (1) Bermanfaat untuk memenuhi

kebutuhan organisasi, organisasi membutuhkan orang-orang yang mampu melaksanakan

tugas yang telah ditetapkan sesuai dengan pengertian jabatan. Untuk dapat melaksanakan

jabatan itu maka orang tersebut perlu memperoleh pengetahuan dan keterampilan tentang

bagaimana melaksanakn tugas tersebut. Melalui pelatihan diharapkan kebutuhan dan

kekeurangannya dapat dipenuhi, sehingga ia dapat melaksanakan tugasnya dengan cepat

111
dan tepat, (2). Bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan pribadi, kebutuhan peribadi

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari organisasi. Kebutuhan pribadi melengkapi

kebutuhan organisasi. Pengembangan pribadi yang diperoleh melalui pengembangan

jabatan akan memperkaya dirinya. Itulah yang disebut pengembangan karir, (3)

Bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan invertasi sumberdaya manusia, diklat tak

ubahnya sebagai pendidikan formal membutuhkan pengadaan biaya yang tidak sedikit.

Memilih diklat sebagai suatu investasi sumberdaya manusia walaupun masih diragukan

hasilnya tetap banyak perusahaan yang menugaskan tenaga-tenaga intinya untuk

mengikuti diklat di dalam dan di luar negeri, dan (4) Bermanfaat bagi setiap

penjabat/jenjang keangkatan. Hal ini dapat dilihat pada diklat PNS dimulai dari diklat

bagi esolan I, II, III, dan IV.

D. Jenis dan Jenjang, Strategi Pendidikan dan Pelatihan

Ada beberapa jenis pendidikan dan pelatihan yang dapat diselenggarakan oleh

suatu organisasi, diantaranya adalah pendidikan dan pelatihan keahlian, pendidikan dan

pelatihan ulang, pendidikan dan pelatihan fungsional silang, pendidikan dan pelatihan

tim, dan pendidikan dan pelatihan kreatifitas. Secara lebih rinci untuk dapat memahami

jenis pendidikan pelatihan tersebut dapat dilihat dalam pembahasan yang dilakukan oleh

Simamora (2004).

Pelatihan keahlian merupakan pelatihan yang sering dijumpai dalam suatu

organisasi. Program pendidikan dan pelatihan relatif sederhana, kebutuhan diidentifikasi

melalui penilaian yang jeli. Kriteria penilaian efektifitas pelatihan berdasarkan pada

sasaran yang diidentifikasi dalam tahap penilaian.

Pelatihan ulang adalah subsistem dari pelatihan keahlian. Pelatihan ulang

berupaya memberikan kepada para karyawan keahlian yang mereka butuhkan untuk

112
menghadapi tuntutan kerja yang berubah-ubah. Umpamanya karyawan yang selama ini

memakai mesin produksi yang terkomputerisasi.

Pendidikan pelatihan lintas fungsional. Pada dasarnya organisasi telah

mengembangkan fungsi kerja yang telah tersepesialisasi dan deskripsi pekerjaaan yang

rinci. Walaupun demikian dewasa ini organisasi lebih menekankan pada multi keahlian

ketimbang spesialisasi. Pelatihan karyawan dalam berbagai fungsi menjadi semakin

ppopuler. Pendidikan dan pelatihan model ini melibatkan pelatihan karyawan untuk

melakukan aktivitas kerja dalam bidang lainnya selain dari pekerjaan yang ditugaskan.

Terdapat banyak pendekatan untuk pelatihan lintas fungsional, seperti: rotasi pekerjaan

dapat diupergunakan untuk memberikan suatu persepektif yang lebih luas kepada manajer

dalam satu bidang fungsional, departemen dapat saling bertukar karyawan untuk periode

waktu tertentu sehingga setiap karyawan mengembangkan suatu pemahaman mengenai

aktivitas departemen lainnya, kemudian pelatihan adalah kolega kerja, karyawan-

karyawan yang berprestasi bertindak sebagai internal on-the-job trainers, dapat menolong

para karyawan mengembangkan keahlian aktivitas kerja lainnya.

Pelatihan tim. Dewasa ini ada gejala perlunya akan adanya peningkatan kinerja

terhadap tim-tim yang ada dalam suatu organisasi. Dalam suatu organisasi pada saat ini

cendrung terdapat berbagai tim, seperti tim riset, dan tim-tim yang bersifat temporer. Tim

adalah sekelompok individu yang bekerjasama demi tujuan bersama. Tujuan bersama

itulah sebenarnya menentukan sebuah tim, dan seandainya seorang anggota mempunyai

tujuan-tujuan yang bertentangan, maka efisiensi dan efektivitas sdari suatu organisasi

akan dapat terganggu.

Pendidikan dan pelatihan kreativitas. Pendidikan dan pelatihan berlandaskan pada

asumsi bahwa kreativitas dapat dipelajari. Ada beberapa cara untuk mengajarkan

113
kreativitas, yang semuanya berusaha mengajar dan membantu orang-orang dalam

memecahkan masalah dalam kiat baru. Salah satu ancangan yang lazim diterapkan adalah

brainstorming di mana para parisipan diberikan peluang untuk mengeluarkan gagasan

sebebas mungkin. Setelah gagasan dianggap cukup banyak, para partisipan diminta

memebrikan penilaian rasional dari segi biaya dan kelaikan. Kreativitas biasanya

dianggap mempunyai dua tahap yaitu imajinatif dan praktis. Teknik brainstorming yang

diikuti oleh pertimbangan rasional dari opsi yang dihasilkannya memenuhi kedua tahap

tersebut.

Kemudian pembahasan yang berkaitan dengan jenjang pendidikan dan pelatihan

tampaknya secara lebih jelas diatur dalam dalam PP No.101 Tahun 2000 yang mengatur

tentang diklat pegawai negeri sipil yaitu Diklat Struktural yang disebut dengan Diklat

Kepemimpinan. Pendidikan dan pelatihan struktural ini terdiri dari:

1. Pendidikan dan pelatihan staf dan pimpinan administrasi tingkat pertama, yang

selanjutnya disebut SPAMA, yaitu diklat yang dipersyaratkan kepada pegawai negeri

yang terpilih memiliki kemampuan untuk diangkat dalam jabatan struktural esolan III.

Pendidikan dan pelatihan ini memberikan bekal kemampuan adminsitrasi tingkat

pertama sehingga para peserta mampu memimpin dan memberikan bimbingan serta

penguasaan dan keterampilan pelaksanaan pekerjaan, pengelolaan kegiatan dan

program secara efektif dan efisien.

2. Pendidikan dan pelatihan staf dan pimpinan administrasi tingkat menengah, yang

selanjutnya disebut dengan diklat SPAMEN, yaitu pendidikan dan pelatihan yang

dipersyarakat bagi pegawai negeri sipil yang terpilih dan memiliki kemampuan untuk

diangkat dalam jabatan struktural esolan II. Pendidikan dan pelatihan ini memberikan

114
bekal kemampuan administrasi tingkat menengah sehingga para peserta mampu

memimpin dan memberikan strategi penataan program secara efektif dan efisien.

3. Pendidikan dan pelatihan staf dan pimpinan administrasi tingkat tinggi yang

selanjutnya disebut diklat SPATI, yaitu pendidikan dan pelatihan yang dipersyaratkan

untuk pegawai negeri sipil yang terpilih dan memiliki kemampuan untuk diangkat

dalam jabatan struktural esolan I. Pendidikan dan pelatihan ini memberikan bekal

kemampuan administrasi tingkat tinggi sehingga para peserta mampu memimpin dan

membina serta kedalam pola pikir dan wawasan secara terpadu dalam lingkup

nasional, regional, dan internasional untuk memperkuat ketahanan nasional guna

kelangsungan dan peningkatan kehidupan bangsa.

4. Pendidikan dan pelatihan administrasi umum yang disebut dengan ADUM yaitu

pendidikan dan pelatihan yang mengawali pendidikan dan pelatihan struktural. Pendi-

dikan dan pelatihan ini dipersyaratkan bagi pegawai negeri sipil yang terpilih dan

memiliki kemampuan untuk diangkat dalam jabatan esolan V dan IV. Pendidikan dan

pelatihan ini memberikan bekal kemampuan administrasi dasar sehingga para peserta

mampu mengenali kebutuhan organisasi dan peran instansi masing-masing dalam

pemerintahan negara, serta mampu melaksanakan tugas pekerjaannya sehari-hari

secara efektif dan efisien.

Keempat jenis pendidikan dan pelatihan tersebut tidak saja merupakan jenjang-

jenjang tingkat pendidikan pelatihan tetapi sekaligus juga merupakan jenis-jenis

pelatihan, dan sudah tentunya masih ada jenis pendidikan dan pelatihan yang lainnya,

seperti pendidikan dan pelatihan fungsional, pendidikan dan pelatihan Teknis.

Pendidikan dan pelatihan fungsional adalah pendidikan dan pelatihan yang

dipersyaratkan bagi pegwai negeri sipil yang akan dan telah menduduki jabatan

115
fungsional. Pendidikan dan pelatihan ini dapat dilakukan secar berjenjang sesuai dengan

tingkat jabatan fungsional yang bersangkutan.

Pendidikan dan pelatihan teknis adalah pelatihan yang dislenggarakan untuk

memberi keterampilan dan penguasaan penegtahuan di bidang teknis tertentu kepada

pegawai negeri sipil sehingga mampu melaksanakan tugas dan tanggungjawab yang

diberikan dengan sebaik-baiknya.

Jenis-jenis pendidikan dan pelatihan yang lainnya adalah penggolongan berda-

sarkan pada peserta pendidikan dan pelatihan, seperti pendidikan dan pelatihan calon

pegawai negeri yang baru, pendidikan dan pelatihan ikatan dinas/tugas belajar, dan

pendidikan dan pelatihan dalam jabatan. Bahkan untuk pendidikan dan pelatihan dalam

jabatan ini masih ada beberapa jenis, seperti: on the job training, vestibule,

apprenticeship, intership, dan off the job training.

Berbagai strategi yang dapat dilaksanakan dalam pendidikan dan pelatihan untuk

pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru. Danim (2010) menyebutnya ada

beberapa strategi, diantaranya adalah:

1. In-house training. Pelatihan dalam bentuk In-house training adalah pelatihan yang

dilaksanakan secara internal di kelompok kerja guru, sekolah atau tempat lain yang

ditetapkan untuk menyelenggarakan pelatihan. Strategi pembinaan melalui In-house

training dilakukan berdasarkan pemikiran bahwa sebagian kemampuan dalam

meningkatkan kompetensi dan karir guru tidak harus dilakukan secara eksternal, tetapi

dapat dilakukan oleh guru yang memiliki kompetensi yang belum dimiliki oleh guru

yang lain, dengan strategi In-house training diharapkan dapat lebih menghemat waktu

dan biaya.

116
2. Program magang. Program magang adalah pelatihan yang dilaksanakan di dunia

kerja atau industri yang relevan dalam rangka meningkatkan kompetensi professional

guru. Program magang ini diperuntukkan bagi guru dan dapat dilakukan selama

periode tertentu, misalnya magang di sekolah tertentu untuk belajar manejemen kelas

atau manajemen sekolah yang efektif. Program magang dipilih sebagai alternative

pembinaan dengan alasan bahwa ketermapilan tertentu yang memerlukan pengalaman

nyata.

3. Kemitraaan sekolah. Pelatihan melalui kemitraaan sekolah dapat dilaksanakan

antara sekolah yang baik dengan sekolah yang kurang baik, antara sekolah negeri

dengan sekolah swasta, dan sebagainya. Jadi pelaksanaannya dapat dilakukan di

sekolah atau di tempat mitra sekolah. Pembinaan lewat mitra sekolah diperlukan

dengan alasan bahwa beberapa keunikan atau kelebihan yang dimiliki mitra, misalnya

di bidang manajmen sekolah atau manajemn kelas.

4. Belajar jarak jauh. Belajar melalui jarak jauh dapat dilaksanakan tanpa

menghadirkan instruktur dan peserta pelatihan dalam satu tempat tertentu, melainkan

dengan system pelatihan melalui internet dan sejenisnya. Pembinaan lewat belajar

jarak jauh dilakukan dengan pertimbangan bahwa tidak semua guru terutama di

daerah terpencil dapat mengikuti pelatihan di tempat-tempat pembinaan yang ditunjuk

seperti di ibukota kabupaten atau di provinsi.

5. Pelatihan berjenjang dan pelatihan khusus. Pelatihan jenis ini dilaksanakan di

lembaga pelatihan yang diberi wewenang dimana program disusun secara berjenjang

mulai dari jenjang dasar, menengah, lanjut dan tinggi. Jenjang pelatihan disusun

berdasarkan tingkat kesulitan dan jenis kompetensi. Pelatihan khusus disediakan

117
berdasarkan kebutuhan khusus atau disebabkan adanya perkembangan baru dalam

keilmuan tertentu.

6. Kursus singkat di perguruan tinggi atau lembaga pendidikan lainnya. Kursus

singkat dimaksudkan untuk melatih meningkatkan kemampuan guru dalam beberapa

kemampuan seperti kemmampuan melakukan penelitian tindakan kelas, menyusun

karya ilmiah, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran dan lain-

lain sebagainya.

7. Pembinaan internal oleh sekolah. Pembinaan internal ini dilaksanakan oleh kepala

sekolah dan guru-guru yang memiliki kewenangan membina, melalui rapat dinas,

rotasi tugas mengajar, pemberian tugas-tugas internal tambahan, diskusi dengan rekan

sejawat dan sejenisnya.

8. Pendidikan lanjut. Pembinaan profesi guru melalui pendidikan lanjut juga

merupakan alternative bagi peningkatan kualifikasi dan kompetensi guru.

Pengikutsertaan guru dalam pendidikan lanjut ini dapat dilaksanakan dengan

memberikan tugas belajar, baik di dalam maupun di luar negeri bagi guru yang

berprestasi. Pelaksanaan pendidikan lanjut ini akan menghasilkan guru-guru pembina

yang dapat membantu guru-guru lain dalam upaya pengembangan profesi.

E. Langkah-langkah dalam Merancang Program Pelatihan

Keberhasilan suatu pelatihan dapat dilihat dari jumlah proses belajar yang terjadi

dan dapat diteransfer ke dalam pekerjaan. Sering pelaksanaan suatu pelatihan tersebut

tidak direncanakan, tidak terkoordinasi, dan tidak serius sihingga proses belajar akan

kurang atau tidak akan terjadi. Pembelajaran justru akan sering terjadi dalam kelompok-

kelompok kerja informal, oleh karena karyawan dalam kelompoknya akan dapat belajar

dengan karyawan yang lainnya. Oleh karena itu maka suatu pelatihan perlu dirancang

118
dengan baik dan dengan menggunakan suatu pendekatan yang sistematis. Menurut

Mathis dan Jackson (2002) dalam merancang suatu pelatihan tersebut terdiri dari tiga

tahap dan beberapa komponen yang perlu dilakukan.

Pertama adalah tahap yang disebut dengan tahap penilaian. Dalam tahap ini

perencana akan menetapkan kebutuhan pelatihan dan mengidentifikasi, memerinci tujuan

pelatihan. Beberapa hal yang dilakukan dalam menetapkan kebutuhan agar tujuan

pelatihan tersebut adalah dengan menganalisis kondisi organisasi, analisis tugas karya-

wan, analisis individu karyawan serta menetapkan prioritas tujuan pelatihan.

Kedua tahap implementasi, dengan menggunakan hasil penilaian, implementasi

pelatihan dapat dilakukan. Dalam implementasi pemilihan pelatihan tersebut penting

dipertimbangkan apakah bersifat khusus atau umum, pendekatan apa yang digunakan

mengingat ada beberapa pendekatan, pengaturan metode, ruang kelas, materi belajar, dan

tahap ketiga adalah evaluasi, dalam tahap ini memfokus pada bagaimana pencapaian dari

tujuan pelatihan.

F. Rangkuman

Pelatihan adalah suatu proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka

meningkatkan kemampuan pegawai negeri sipil. Pelatihan adalah suatu program

kesempatan belajar yang direncanakan untuk menghasilkan anggota staf … demi

memperbaiki penampilan seseorang yang telah mendapatkan tugas menduduki sesuatu

jabatan tertentu. Jadi pelatihan tersebut, harus meningkatkan pelaksanaan tugas dan

pengembangan karier pegawai. Pelatihan harus menjadi suatu program yang

berkelanjutan atau paling tidak merupakan suatu bagian dari kehidupan dan upaya dalam

mencapai tujuan organisasi yang perlu dilakukan secara berulang. Dalam pelatihan

seharusnya juga dipergunakan metodelogi dan system atau metode penyampaian yang

119
baru yang bisa dilakukan dengan metode studi lapangan, diskusi, seminar konferensi, role

playing, simulasi, studi kasus, dan sebagainya.

G. Evaluasi

1. Jelaskan pengertian pelatihan !.

2. Dapat merumuskan sasaran, tujuan dan manfaat dari pelatihan !

3. Jelaskan jenis, jenjang, dan strategi pelatihan !.

4. Susun suatu rancangan program pelatihan dengan langkah-langkah yang benar !.

120
BAB. VII
PERLINDUNGAN ATAS HAK-HAK DAN PENGHARGAAN
TENAGA KEPENDIDIKAN

A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya

Kompetensi Dasar Indikator Pencapaiannya


Memahami pengertian dan beberapa Dapat menjelaskan pengertian dan bebera-

dimensi perlindungan terhadap hak-hak pa dimensi perlindungan terhadap hak-hak

guru. guru
Memahami upaya perlindungan hukum Dapat menjelaskan upaya perlindungan hu-

bagi guru. kum bagi guru


Memahami asas-asas pelaksanaan perlin- Dapat menjelaskan asas-asas pelaksanaan

dungan hukum bagi tenaga kependidikan. perlindungan hukum bagi tenaga kepen-

didikan.

B. Pengertian dan Beberapa Dimensi Perlindungan Terhadap Hak-Hak

Guru

Dalam uraian-uraian terdahulu sudah dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan

tenaga kependidikan dalam buku ini hanya dibatasi pada profesi guru. Dengan demikian

maka uraian tentang pengertian dan beberapa dimensi perlindungan tenaga kependidikan

disini yang dimaksud adalah perlindungan terhadap profesi guru. Demikian pula yang

dimaksud dengan perlindungan guru adalah usaha pemberian perlindungan hukum,

perlindungan profesi, perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, serta perlindungan

Haki yang diberikan kepada guru yang bersetatus sebagai pegawai negeri sispil dan yang

bukan pegawai negeri sipil.

Perlindungan hukum adalah upaya memberi perlindungan kepada guru dari

tindakan kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi atau perlindungan

121
hukum atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik,

masyarakat, birokrasi atau pihak lain.

Perlindungan profesi adalah upaya memberi perlindungan kepada guru yang

mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan

peraturan perundang-udangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam

penyampaian pandangan, pelecehan terhadap profesi dan pembatasan/pelarangan lain

yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas. Secara lebih terperinci

perlidungan profesi guru dapat dijelaskan sebagai berikut di bawah ini:

a. Penugasan guru pada satuan pendidikan harus sesuai dengan bidang keahliannya,

minat dan bakatnya.

b. Penetapan salah atau benarnya tindakan guru dalam menjalankan tugas-tugas

profesional dilakukan dengan mempertimbangkan pendapat Dewan Kehormatan

Guru Indonesia.

c. Penempatan dan penugasan guru didasari atas perjanjian kerja atau kesepakatan

kerja bersama. Perjanjian kerja adalah perjanjian yang dibuat dan disepakati

bersama antara penyelenggara dan/atau satuan pendidikan, guru, dan Dinas

Pendidikan atau Dinas Ketengakerjaan pada wilayah administratif termpat

bertugas. Demikian pula yang dimaksud dengan kesepakatan kerja bersama

merupakan kesepakatan yang dibuat dan disepakati bersama secara tripartit, yaitu

penyelenggara dan/atau satuan pendidikan, guru dan Dinas Pendidikan atau Dinas

Ketenagakerjaan pada wilayah administratif tempat gru bekerja.

d. Pemberian sanksi pemutusan hubungan kerja bagi guru harus mengikuti prosedur

sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan atau perjanjian kerja

atau kesepakatan kerja bersama.

122
e. Penyelenghara atau kepala satuan pendidikan formal wajib melindungi guru dan

praktik pembayaran imbalan yang tidak wajar.

f. Setiap guru memiliki kebebasan akademik untuk menyampaikan pandangan.

g. Setiap guru kekebasan untuk: mengungkapkan ekspresi, mengembangkan

kreatifitas, dan melakukan inovasi baru yang memiliki nilai tambah tinggi dalam

proses pendidikan dan pembelajaran.

h. Setai guru harus terbebas dari tindakan pelecehan atas profesinya dari peserta

didik orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.

i. Setiap guru yang bertugas di daerah konflik harus terbebas dari berbagai ancaman,

tekanan, dan rasa tidak aman.

j. Kebebasan dalam memberikan penilaian kepada peserta didik meliputi substansi,

prosedur, instrumen penilaian, dan keputusan akhir dalam penilaian.

k. Ikut menentukan kelulusan peserta didik, meliputi: penetapan taraf penguasaan

kompetensi, standar kelulusan mata pelajaran atau mata pelatiuhan dan menetukan

kelulusan ujian keterampilan atau kecakapan khusus.

l. Kebebasan untuk berserikat dalam organisasi atau asosiasi profesi, meliputi:

mengeluarkan pendapat secara lisan atau tulisan ats dasar keyakinan akademik,

memilih dan dipilih sebagai pengurus organisasi atau aosiasi profesi guru dan

bersikap kritis dan obyektif terhadap organisasi profesi.

m. Kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan formal,

meliputi: akses terhadap sumber informasi kebijakan, partisipasi dalam

pengambilan kebijakan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan formal, dan

memberikan masukkan dalam penentuan kebijakan pada tingkat yang lebih tinggi

atas dasar pengalaman terpetik dari lapangan.

123
Perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja guru adalah upaya memberi

perlindungan kepada guru mencakup perlindungan kepada risiko gangguan keamanan

kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan

kerja, dan/atau risiko yang lainnya. Perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja guru

tersebut lebih dijelaskan sebagai berikut:

a. Hak memperoleh rasa aman dan jaminan keselamtan dalam melaksanakan tugas

harus mampu diwujudkan oleh pengelola satuan pendidikan formal, pemerintah

dan pemerintah daerah.

b. Rasa aman dalam melaksanakan tugas, meliputi jaminan jaminan dari ancaman

psikis dan fisik dari peserta didik, orang tua/wali peserta didik, atasan langsung,

teman sejawat, dan masyarakat luas.

c. Keselamatan dalammelaksanakan tugas , meliputi perlindungan terhadap: resiko

gangguan keamaman kerja, resiko kecelakaan kerja, resiko kebakaran pada waktu

kerja, resiko bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau resiko lain

sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai ketenaga

kerjaan.

d. Terbebas dari tindakan resiko gangguan keamanan kerja dari peserta didik, orang

tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.

e. Pemberian asuaransi dan/atau jaminan pemulihan kesehatan yang ditimbulkan

oleh akibat: kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam,

kesehatan lingkungan kerja dan/atau resiko lainnya.

Perlindungan Haki adalah upaya memberi pengakuan atas kekayaan intelektual

sebagai karya atau prestasi yang dicapai oleh guru dengan cara melegitimasinya sesuai

dengan peraturan perundang-undangan. Perlindungan Haki di Indonesia telah dilegitimasi

124
oleh peraturan perundang-undangan, antara lain Undang-undang Merk, Undang-undang

hak Paten, dan Undang-undang Hak Paten. Haki teridiri dari dua kategori, yaitu: hak cipta

dan kekayaan industri. Hak kekekayaan industri meliputi paten, merek, desain industri,

desain tata letak sirkuit terpadu, rahasia dagang dan varietas tanaman.

Bagi guru Haki mencakup: hak cipta atas penulisan buku, hak cipta atas makalah,

hak cipta atas karangan ilmiah, hak cipta atas hasil penelitian, hak cipta atas hasil

penciptaan, hak cipta atas hasil karya seni maupun penemuaan dalam bidang ilmu

pengetahuan teknologi dan seni, serta sejenisnya, dan hak paten atas hasil karya

teknologi.

C. Beberapa Upaya Perlindungan Hukum bagi Tenga Kependidikan

Apabila guru-guru mengalami masalah dalam dimensi perlindungan hukum,

perlindungan profesi, perlindungan ketenagakerjaan, dan perlindungan Haki, guru sesuai

dengan permasalahan yang dihadapinya maka dapat melakukan konsultasi, meminta

bantuan mediasi, mengadakan negoisasi dan perdamaian, konsiliasi dan perdamaian,

advokasi litigasi dan advokasi nonlitigasi kepada pihak-pihak yang kompeten.

Konsultasi merupakan tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak tertentu

yang disebut dengan klien yang dalam hal ini adalah guru, dengan pihak lain yang

merupakan konsultan yang memberikan pendapatnya kepada guru untuk memenuhi

keperluan dan kebutuhannya. Konsultan hanya bersifat memberikan pendapat hukum,

sebagaimana diminta oleh guru. Keputusan mengenai penyelesaian sengketa tersebut

akan diambil sendiri oleh para pihak yang bersengketa meskipun adakalanya pihak

konsultan dapat diberikan kesempatan untuk merumuskan bentuk-bentuk penyelesaian

sengketa yang dikehendaki oleh para pihak yang bersengketa tersebut. Konsultasi itu

dapat dilakukan kepada konsultan hukum, atau pihak-pihak lain yang dapat membantu

125
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh guru tersebut. Sebagai suatu contoh,

misalnya seorang guru berkonsultasi dengan pengacara pada salah satu lembaga bantuan

hukum, penegak hukum yang ahli, penasihat hukum dan sebagainya berkaitan dnegan

masalah pembayaran gaji yang tidak layak, keterlambatan pembayaran gaji, pemutusan

hubungan kerja secara sepihak, dan lain-lain. Pihak-pihak yang dimintai pendapat oleh

guru pada saat berkonsultasi tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan keputusan,

melainkan sebatas memberi pendapat atau saran, termasuk saran-saran atas bentuk-bentuk

penyelesaian sengketa atau perselisihan yang dihadapinya.

Mediasi dilakukan dengan membuat kesepakatan penyelesaian atau perbedaan

pendapat secara tertulis adalah final dan mengikat bagi para pihak yang bersengketa

untuk dilaksanakan dengan itikad baik. Kesepakatan tertulis antara guru dengan

penyelenggara satuan pendidikan wajib didaftarkan di pengadilan negeri dalam waktu

paling lama 30 hari terhitung sejak penandatangan, dan wajib dilaksanakan dalam waktu

30 hari sejak pendaftaran. Mediator dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (1) mediator yang

ditunjuk secar bersama oleh para pihak yang bersengketa, dan (2) mediator yang ditunjuk

oleh lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang ditunjuk oleh

para pihak yang bersengketa.

Negoisasi, menurut pasal 6 ayat 2 Undang-undang No. 30 Tahun 1999, pada

dasarnya para pihak yang bersengketa dalam hal ini apabila guru dan penyelenggara

satuan pendidikan memiliki sengketa berhak untuk menyelesaikan sendiri sengketa yang

timbul di antara mereka. Kesepakatan mengenai penyelesaian sengketa tersebut

selanjutnya dituangkan dalam bentuk tertulis yang disetujui oleh kedua belah pihak.

Negoisasi mirip dengan perdamaian yang diatur dalam pasal 1851 sampai dengan pasal

1854 KUH Perdata, dimana diatur perdamaian itu adalah suatu persetujuan dengan

126
dimana kedua kedua belah pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu

barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau mencegah timbulnya

suatu perkara. Persetujuan harus dibuat secara tertulis dan tidak di bawah ancaman.

Namun demikian ada beberapa hal yang membedakan dengan negosisasi dengan

perdamaian. Pada negoisasi diberikan tenggang waktu penyelesaian paling lama 14 hari,

dan penyelesaian sengketa tersebut harus dilakukan dalam bentuk pertemuan langsung

oleh dan di antara para pihakl yang bersengketa. Perbedaan yang lainnya adalah bahwa

negoisasi merupakan salah satu lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang

dilaksanakan di luar pengadilan sedangkan perdamian dapat dilakukan baik sebleum

proses persidangan maupun setelah sidang pengadilan dilakasanakan. Pelaksanaan

perdamaian dapat dilakukan di dalam atau d luar pengadilan.

Konsiliasi, apabila guru memiliki persengketaan dengan penyelenggara satuan

pendidikan harus diupayakan supaya membuka peluang untuk dapat dilakukan

pemecahannya dengan konsiliasi. Konsiliasi tidak dirumuskan secara jelas dalam

Undang-undang No 30 Tahun 1999. Konsiliasi merupakan suatu bentuk alternatif

pemecahan sengketa di luar pengadilan atau suatu tindakan atau proses untuk mencapai

perdamaian di luar pengadilan. Untuk mencegah dilaksanakan proses litigasi dalam setiap

tingkat pengadilan yang sedang berjalan, baik di dalam maupun di luar pengadilan.

Konsiliasi atau perdamaian tetap dapat dilakukan, dengan pengecualian untuk hal-hal atau

sengketa yang telah ditetapkan oleh suatu putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan

hukum tetap.

Advokasi litigasi adalah merupakan pembelaan hukum yang dilakukan oleh

pengacara dan hanya merupakan pekerjaan yang berkaitan dengan praktik beracara di

pengadilan. Pengertian advokasi litigasi semacam ini adalah sangat sempit, padahal

127
sesungguhnya advokasi memiliki pengertian yang luas yang memili berbagai pengertian

seperti menganjurkan, memajukan, menyokong atau memelopori. Dengan kata lain

advokasi litigasi bisa diartikan melakukan perubahan-perubahan secara terorganisir dan

sistematis.

Advokasi nonlitigasi, adalah alternatif penyelesesaian suatu sengketa yang

dilakukan di luar pengadilan. Alternatif penyelesesaian nonlitigasi adalah suatu pranata

penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau dengan cara mengesampingkan

penyelesaian sengketa litigasi di engadilan negeri. Pada saat sekarang ini penyelesaian

suatu sengketa melalui pengadilan banyak mendapat kritik yang ckup tajam dari praktisi

dan teoritisi hukum. Peran dan fungsi peradilan dianggap mengalami beban terlampuai

padat lamban dan membuang waktu, biaya mahal, dan kurang tanggap terhadap

kepentingan umum, atau dianggap terlalu formal dan teknis. Di dalam pasal (1) angka

(10) Undang-undang No. 30 Tahun 1999 disebutkan bahwa masyarakat dimungkinkan

memakai alternatif lain dalam melakukan penyelesaian sengketa. Alternatif tersebut dapat

dilakukan dengan cara konsultasi, negoisasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.

D. Asas-asas Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kependidikan.

Ada beberapa asas yang harus dipedomani dalam melaksanakan perlindungan bagi

guru-guru dalam berbagai dimensi seperti perlindungan hukum, perlindungan profesi,

perlindungan kesehatan dan kesematan kerja, dan perlindungan Haki. Asas-asan yang

dimaksudkan tersebut adalah sebagai berikut di bawah ini.

1. Asas unitaristik atau impersonal yang berarti tidak membedakan agama,

latar belakang budaya, tingkat pendidikan, dan tingkat sosial ekonomi guru.

2. Asas aktif, berarti inisiatif melakukan upaya perlindungan dapat berasal

dari guru atau lembaga mitra, atau keduanya.

128
3. Asas manfaat, berarti pelaksanaan perlindungan hukum bagi guru memiliki

manfaat bagi peningkatan profesionalisme guru, harkat, martabat, dan kesejahteraan

mereka, serta sumbangsihnya bagi kemajuan pendidikan formal.

4. Asas nirlaba, yang berarti upaya bantuan dan perlindungan hukum bagi

guru dilakukan dengan menghindari komersialisasi lembaga mitra atau pihak lain

yang peduli.

5. Asas demokrasi, yang berarti upaya perlindungan hukum dan pemecahan

masalahnya yang dihadapi oleh guru dilakukan dengan pendekatan yang demokratis

atau mengutamakan musyawarah untuk mufakat.

6. Asas langsung, yang berarti pelaksanaan perlindungan hukum dan

pemecahan masalah yang dihadapai oleh guru terfokus pada pokok persoalan.

7. Asas multi pendekatan yang berarti perlindungan hukum bagi guru dapat

dilakukan dnegan pendekatan formal, informal, litigasi, nonlitigasi, dan lain-lain.

E. Penghargaan dan Tunjangan Kesejahteraan Profesi Tenaga Kependidikan.

Tenaga kependidikan khususnya guru memiliki hak untuk mendapat penghargaan

serta kesejahteraan. Hak penghargaan tersebut diberikan kepada guru yang berprestasi,

berprestasi luar biasa, berdedikasi luar biasa, dan atau bertugas di daerah khusus.

Kemudian di sisi lain pemerintah juga memberikan perhatian secara penuh

terhadap tunjangan kesejahateraan guru. Kesejahteraan tersebut berupa gaji, dan

penghasilan tunjangan-tunjangan lainnya yang melekat dalam gajinya. Tunjangan

kesejahteraan tersebut dapat berupa tunjangan profesi, tunjangan khusus, tunjangan

fungsional, dan maslahat tambahan. Secara lebih rinci masalah pengharagaan dan

tunjangan kesejahateraan tenaga kependidikan khususnya guru akan dibahas secara lebih

dalam pembahasan selanjutnya.

129
1. Penghargaan kepada Guru yang Berperestasi

Pemberian pengharagaan terhadap guru berperestasi dilakukan melalui proses

pemilihan yang ketat secara bertahap dan berjenjang, mulai dari satuan pendidikan di

tingkat kecamatan, kabupaten atau kota, provinsi dan tingkat nasional. Pemilihan guru

berprestasi dimaksudkan utnuk mendorong motivasi, dedikasi, loyalitas, dan profesio-

nalisme guru, yang diharapkan akan berpengaruh positif pada kinerja dan prestasi

kinerjanya. Sebutan guru berperstasi mengandung makna sebagai guru yang

unggul/mumpuni dilihat dari kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial.

Guru berprestasi adalah guru yang banyak menghasilkan karya kreatif inovatif, antara lain

inovasi dalam pembelajaran dan bimbingan, penemuan teknologi tepat guna dalam bidang

pendidikan, penulisan buku fiksi atau nonfiksi, karya atau prestasi dalam bidang olah

raga. Mereka juga merupakan guru yang secara langsung membimbing peserta didik

hingga mencapai prestasi di bidang intrakurikuler dan ekstrakurikuler.

2. Penghargaan Bagi Guru SD yang Berdedikasi di daerah Khusus atau

Terpencil

Guru yang bertugas di daerah khusus oleh pemerintah diberikan penghargaan yang

dilakukan secara rutin pada setiap peringatan hari pendidikan nasional dan peringatan hari

nasional yang lainnya. Tujuannya adalah pertama mengangkat harkat dan martabat atas

dedikasi, prestasi, dan pengabdian profesionalitasnya sebagai pendidik bangsa dihormati

dan dihargai oleh masyarakat pemerintah, kedua memberi motivasi pada guru untuk

meningkatkan prestasi, pengabdian, loyalitas dan dedikasi serta darma baktinya pada

bangsa dan negara melalui pelaksanaan kompetensinya secara profesional sesuai dengan

kualifikasi masing-masing, dan ketiga adalah meningkatkan kesetiaan dan loyalitas guru

dalam melaksanakan jabatannya sebagai sebuah profesi yang ditempatkan di daerah

130
terpencil dan terbelakang, di darah perbatasan dengan negara lain, daerah yang

mengalami bencana alam, bencana sosial, daerah dalam keadaan darurat lainnya, yang

mengakibatkan terjadinya kehidupan masyarakat yang sulit dan prihatin, keempat berusia

mnimal 40 tahun dan belum pernah menerima pengharagaan yang sejenis di tingkat

nasional, kelima responsip terhadap persoalan-persoalan yang aktual dalam masyarakat,

keenam dengan keahlian yang dimilinya membantu memecahkan masalah sosial sehingga

usahanya berupa sumbangan langsung bagi penanggulangan masalah tersebut, ketujuh

menunjukkan kepemimpinan dalam kepeloporan serta integritas kepribadiannya dalam

mengamalkan keahliannya dalam masyarakat, dan kedelapan adalah menyebarkan dan

meneruskan ilmu dan keahlian yang dimilikinya kepada masyarakat dan menunjukkan

hasil nayata berupa kemajuan dalam masyarakat.

3. Penghargaan bagi Tenaga Kependidikan Luar Biasa/Pendidikan Khusus


berdedikasi

Penghargaan bagi guru Pendidikan Luar Biasa/Pendidikan Khusus berdedikasi

dilakukan dengan maksud untuk mendorong memotivasi, dedikasi, loyalitas dan

profesionalisme guru PLB/PK sehingga dapat diharapkan akan berpengaruh positif pada

kinerja dan prestasi kerjanya. Guru PLB/PK berdedikasi adalah guru yang memiliki

dedikasi dan kinerja melampoi target yang ditetapkan oleh satuan pendidikan khusus yang

mencakup kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional atau menghasilkan

karya kreatif atau inovatif yang diakui baik ditingkat daerah, nasional, dan internasional,

atau secara langsung membimbing peserta didik yang berkebutuhan khusus sehingga

mencapai prestasi di bidang intrakurikuler dan atau ekstrakurikuler. Keriteria guru

PLB/PK yang dapat diberikan penghargaan ini, pertama adalah kriteria dalam

pelaksanaan tugas yang mencakup konsistensi dalam membuat persiapan mengajar yang

131
standar bagi anak berkebutuhan khusus, kecakapan dalam melaksanakan pembelajaran

bagi anak yang berkebutuhan khusus, keterampilan mengelola kelas sehingga tercipta

suasana tertib, kemampuan melaksanakan komunikasi yang efektif di kelas, konsisten

dalam melaksanakan evaluasi dan analisis ahsil belajar peserta didik berkebutuhan

khusus, dan obyektif dalam memberikan nilai kepada peserta didik berkebutuhan khusus.

Kedua menunjukan hasil yang baik dalam pelaksanaan tugas dalam arti inovatif dalam

menemukan metode pendekatann yang inovatif, pengembangan dan pengayaan materi,

alat peraga baru, dirasakan memiliki dampak sosial, budaya, ekonomi, dan lingkungan

terhadap proses belajar mengajar bagi anak berkebutuhan khusus, kemampuan

memprakarsai suatu kegiatan pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus, memiliki

sifat inovatif dan kreatif dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada yang ada di

lingkungan setempat untuk kelancaran pelaksanaan proses belajar mengajar, dan mampu

menghasilkan peserta didik yang terampil sesuai dengan tingkat kemampuan menurut

jenis kebutuhan peserta didik. Ketiga memiliki sifat terpuji antara lain kemampuan

menyampaikan pendapat secara lisan dan tulisan, kesediaan untuk mendengar menghargai

pendapat orang lain, sopan santun, susila disiplin, tanggungjawab dan komitmen terhadap

tugas, kerjasama dan stabilitas emosi. Memiliki jiwa mendidik seperti menyayangi dan

mengayomi peserta didik, memberikan bimbingan secara optimal, mampu mendeteksi

kelemahan belajar peserta didik yang berkebutuhan khusus.

4. Penghargaan tanda Kehormatan Satyalencana Pendidikan

Penghargaan tanda kehormatan Satyalencana Pendidikan diberikan kepada guru

pada satuan pendidikan atas dasar pengabdian, dan kesetiaan pada lembaga, berjasa pada

negara, maupun menciptakan karya yang luar biasa. Kriteria guru yang berhak mendapat

penghargaan tanda kehormatan Satyalencana Pendidikan adalah diberikan kepada guru

132
yang memenuhi persyaratan umum: (1) warga negara Indonesia, (2) berahklak dan

berbudi pekerti luhur, (3) serta mempunyai nilai dalam konduite yang amat baik untuk

unsur kesetiaan dan sekurang-kurang bernilai baik untuk unsur lainnya. Sedang untuk

persyaratan khusus antara lain: (1) pernah bertugas di daerah terpencil atau tertinggal

sekurang-kurangnya selama lima tahun terus menerus atau selama delapan tahun terputus-

putus, (2) pernah bertugas di daerah perbatasan, (2) di daerah konflik dan bencana

sekurang-kurangnya selama tiga tahun terus menerus atau selama enam tahun terputus-

putus, (3) diutamakan selain yang bertugas didaerah khusus sekurang-kurangnya delapan

tahun terus menerus bagi kepala sekolah sekurang-kurangnya bertugas selama dua tahun,

(4) berprestasi atau berbedikasi yang luar biasa dalam melaksanakan tugas sekuarng-

kurangnya mendapat pengharagaan tingkat nasional, (5) berperan aktif dalammkegiatan

organisasi/asosiasi profesi guru, kegiatan kemasyarakatan dan pembangunan di berbagai

sektor, dan (6) tidak memiliki catatan pelanggaran atau menerima sanksi sedang dan berat

menurut peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

5. Penghargaan pada Guru yang Berhasil dalam Pembelajaran

Penghargaan pada guru yang berhasil dalam pembelajaran dilakukan dalam

rangka untuk memotivasi guru dalam meningkatkan profesionalismenya, khususnya

dalam kemampuan perancanagan, penyajian, penilaian, proses dan hasil pembelajaran

atau proses bimbingan kepada siswa, meningkatkan kebaiasaan guru dalam mendoku-

mentasikan hasil kegiatan pengembangan profesinya secara baik dan benar.

6. Pengahargaan kepada Tenaga Kependidikan Pemenang Olimpiade

Olimpiade sains nasional merupakan wahana bagi guru untuk menumbuhkem-

bangkan semangat kompetensi, meningkatkan profesional atau akademik, untuk

133
memotivasi meningkatkan kompetensinya dalam rangka mendorong mutu proses dan

hasil pendidikan. Tujuannya adalah (1) menumbuhkan budaya kompetitif yang sehat di

aklangan guru, (2) meningkatkan wawasan penegtahuan, motivasi, kompetensi,

profesionalismenya, kerja keras dalam mengembangkan Iptek, (3) membina dan

mengembangkan kesadaran ilmiah dalam mempersiapkan generasi muda dalam masa kini

dan yang akan datang, (4) mengangkat status guru sebagai penyandang profesi yang

terhormat dan termulia, bermartabat, dan terlindungi, dan (5) membangun komitmen

mutu guru dan peningkatan mutu pendidikan dan pembelajaran secara lebih merata.

Demikian beberapa penghargaan yang dapat diberikan kepada tenaga kependidik-

an khususnya guru, di samping itu masih ada beberapa penghargaan yang lainnya seperti

kesempatan untuk mengikuti pelatihan singkat bidang keahlian atau teknologi

pembelajaran, studi kebudayaan, studi banding, dan sejenisnya. Kemudian pengharagaan

yang lainnya adalah penghargaan yang dapat diberikan kepada guru PPKn yang disebut

dengan penghargaan Anugerah Konstitusi tingkat nasional.

Kemudian tenaga kependidikan khususnya guru disamping mendapat penghargaan

seperti yang telah diuraikan di atas, guru tersebut masih diberikan berbagai tunjangan

diantaranya:

1. Tunjangan Profesi

Sertifikasi merupakan proses untuk memberikan serifikat kepada guru. Sertifikat

guru dimaksud merupakan pengakuan negara atas derajat keprofesionalan guru. Seiring

dengan proses sertifikasi inilah pemerintah memberikan tunjangan profesi kepada guru.

Hal ini sesuai dengan Undang-undang N0. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang

mengamantakan bahwa pemerintah memberikan tunjangan profesi kepada guru yang

134
telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau

satuan pendidikan yang dislenggarakan oleh masyarakat.

Dengan adanya tunjangan profesi guru ini sebesar satu kali gaji pooko diharakan

guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang dislenggarakan oleh pemerintah atau

pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama. Guru yang sudah

bersertifikat akan menerima tnnjangan profesinya jika guru yang bersangkutan mampu

membuktikan kinerjanya dengan mengajar 24 jam tatap muka per minggu dan persyaratan

yang lainnya.

Guru yang menerima tunjangan profesi berhak sampai guru yang berasngkutan

berusia enampuluh tahun yang merupakan batas usia pensisun bagi PNS khususnya

guru. Setelah berusia enampuluh tahun guru yang bersangkutan masih berhak mengajar,

tetapi tidak berhak mendapat tunjangan profesi. Dalam pelaksanaannya tunjangan profesi

ini dialokasikan melalui pendapatan dan anggaran belanja negara atau pendapatan dan

anggaran belanja daerah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

2. Tunjang Fungsional

Pasal 17 ayat 1 mengamanatkan bahwa pemerintah atau pemerintah daerah

memberikan tunjangan fungsional kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan

yangdi selengagarakan oleh pemerimntah. Dalam pelaksanaannya tunjangan fungsional

ini dialokasikan melalui penadapatan dan anggaran belanja negara atau pendapatan dan

anggaran belanja daerah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Besarnya

tunjangan fungsional guru pada saat ini adalah berdasarkan pada golongan/

kepangkatan/jabatan guru yang bersangkutan.

3. Tunjangan Khusus

135
Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan

Dosen, bagi guru dan dosen yang bertugas di daerah-daerah khusus seperti di daerah

terpencil atau terbelakang, daerah kondisi masyarakat adat yang terpencil, daerah

perbatasan dengan negara lain, daerah yang mengalami bencana alam, bencana sosial atau

daerah dalam keadaan darurat.

Besarnya tunjangan khsuus ini adalah sebesar satu kali gaji pokok guru yang

diangkat oleh satuan pendidikan yang diselengarakan oleh pemerintah atau daerah pada

tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.

3. Tunjangan Maslahat Tambahan

Tunjangan maslahat tambahan merupakan tambahan kesejahteraan guru bagi gru

yang dianggap sebagai guru yang berprestasi dalam bentuk tunjang pendidikan, suransi,

beasiswa, kemudahan bagi putra dan putrinya untuk mendapat pendidikan, pelayanan

kesehatan, dan kesejahteraan lainnya sebagaiman ayang diatur dalam perundang-

undangan yang berlaku.

F. Rangkuman

Perlindungan guru adalah perlindungan hukum kepada guru yang mencakup

pemberian perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan keselamatan dan

kesehatan kerja, serta perlindungan Haki yang diberikan kepada guru yang bersetatus

sebagai pegawai negeri sispil dan yang bukan pegawai negeri sipil.

Perlindungan hukum adalah upaya memberi perlindungan kepada guru dari

tindakan kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi atau perlindungan

hukum atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik,

masyarakat, birokrasi atau pihak lain.

136
Perlindungan profesi adalah upaya memberi perlindungan kepada guru yang

mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan

peraturan perundang-udangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam

penyampaian pandangan, pelecehan terhadap profesi dan pembatasan/pelarangan lain

yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas.

Perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja guru adalah upaya memberi

perlindungan kepada guru mencakup perlindungan kepada risiko gangguan keamanan

kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan

kerja, dan/atau risiko yang lainnya.

Perlindungan Haki adalah upaya memberi pengakuan atas kekayaan intelektual

sebagai karya atau prestasi yang dicapai oleh guru dengan cara melegitimasinya sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.

G. Evaluasi

1. Jelaskan pengertian dan beberapa dimensi perlindungan terhadap hak-hak guru !.

2. Jelaskan upaya perlindungan hukum bagi guru !.

3. Jelaskan asas-asas pelaksanaan perlindungan hukum bagi tenaga kependidikan !.

137
DAFAT PUSTAKA

Ametembun, N. A. (1975). Supervisi pendidikan penuntun bagi para Pembina kepala


sekolah dan guru-guru. Bandung: Karya Remaja.

Atmodiwirio, S. (2002). Manajemen pelatihan. Jakarta: Ardadizya Jaya.

Bafadal, I. (1992). Supervisi pengajaran. Teori dan aplikasinya dalam membina profe-
sional guru. Jakarta: Bumi Aksara.

Boardman, dkk (1961). Democratic supervision in secondary schools. Cambridge: Rever-


side Press.

Castetter, W. B. (1981) The personnel function in education administration. Pennsylvania:


Macmillan.

Cogan, M. L. (1973). Clinical supervision. Boston: Houghton Mifflin, Co.

Dharma, A. (2003). Manajemen supervisi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Dewantara, K. H. (1977). Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman


Siswa.

Depdikbud. (1976). Kurikulum SD tahun 1975. GBPP. Buku IIID. Pedoman administrasi
dan supervisi. Jakarta: PN Bali Pustaka.

Depdikbud. (1986). Kurikulum pedoman pembinaan guru. Jakarta Balitbangdikbud.

Depdikbud. (1993). Kepemimpinan kepala sekolah. Jakarta: Dirjen Pendidikan Dasar dan
Menengah Direktorat Pendidikan Menengah Umum.

Flippo, EB., Masud, M. (1984). Manajemen Personalia. Jakarta : Erlangga.

Glickman, Carl D. (1990). Supervision of instruction: a developmentat approach.


Needham Heights: Allyn and Bacon.

Glickman, Carl D. (1980). Developmental supervision. Alternative practice for helping


teachers improve instruction. Virginia, Alexandria: ASCD.

Gorda, I G.N. (2006). Manajemen sumberdaya manusia. Denpasar: Astabrata.

Harris, B. M. (1985). Personel administtartion in education. Sydney: Allin and Bacon.

138
Hamalik, O. (2005). Manajemen pelatihan ketenagakerjaan pendekatan terpadu. Jakarta:
PT Bumi Aksara.

Irianto, J. (2001). Tema-tema pokok manajemen sumberdaya manusia. Surabaya: Insan


Cendekia.

Krajewski, R.J. (1982). Clinical supervison: a conceptual frame work. Journal of


research and development in education. Volume 15. Number 2.

Kunandar. (2007). Guru profesional. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Makmun, A. S. ( 1996). Pengembangan profesi dan kinerja tenaga kependidikan.


Bandung Program Pascasarjana KIP Bandung.

Mathis, R. L., J.H. Jackson. (2002). Manajemen sumberdaya manusia. Penerjemah


Jimmy Sadeli., Bayu Prawira Hie. Jakarta: Salemba Empat

Samani, M. Dkk. (2006). Mengenal sertifikasi guru di Indonesia. Jakarta.: SIC dan
Asosiasi Peneliti Pendidikan Inonesia.

Supriadi, D. (2003). Guru di Indonesia, pendidikan pelatihan dan perjuangannya sejak


jaman colonial hingga era reformasi. Jakarta Depdinas. Dirjen Dikdasmen.

Marks, dkk. (1980). Handbook of educational supervision. Boston: Allyn and Bacon Inc.

Mulyasa, E. (2002). Manajemen berbasis sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Neagley, R. L. dan Evans N Dean. (1980). Handbook for effective supervision.


Englewood Cliffs. Nj: Printice Hall.

Pidarta, M. (1986). Pemikiran tentang supervisi pendidikan. Jakarta: Sarana Press.

Pidarta, M. (2004). Pmanajemen pendidikan Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Purwanto, N. (1990). Psikologi pendidikan. Bandung: Tarsito.

Sahertian, P. A. (2000). Konsep dasar dan teknik supervisi pendidikan dalam rangka pe-
ngembangan sumberdaya manusia. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Sahertian, P. A. dan F. Mataheru (1982). Prinsip dan teknik supervisi pendidikan. Sura-
baya: Nasional.

Sanusi, A. (1990). Profesionalisme dalam pengelolaan pendidikan nasional. Makalah di-


sampaikan dalam Semlok Pendidikan Nasional. Jakarta: IKIP Jakarta.

Sanusi, A. dkk (1990). Studi pengembangan model pendidikan profesional tenaga pend-
idikan. Bandung: PPS IKIP Bandung.

139
Sergiovanni, T. J. (1991). The principalship: a refelective practice perspective. Needham
Height: Alliyn and Bacon.

Siagian, PS. (2004). Teori Motivasi dan Aplikasi. Jakarta : PT. Rineka Cipta

Simamora, H. (20040. Manajemen sumberdaya manusia. Yogyakarta: STIE YKPN.

Soetjipto dan Raflis K. (1999). Profesi keguruan. Jakarta: Rineka Cipta.

Sutisna, O. (1993). Administrasi pendidikan : dasar teoritis dan peraktek profesional.


Bandung: Angkasa.

Uno, HB. (2009). Model Pembelajaran. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Usman, H. (2006). Manajemen, teori, praktik, dan riset pendidikan. Jakarta: Bumi
Akasara.

Wahjosumidjo, 2002. Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Wijono (1989). Administrasi dan supervisi Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan


dan Kebudyaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.

Yamin, M. (2007). Profesionalisasi guru dan implementasi KTSP. Jkarta: Gaung Persada.

140

Anda mungkin juga menyukai