Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tiroid merupakan kelenjar endokrin murni terbesar dalam tubiuh manusia yang terletak di
leher bagian depan, terdiri atas dua bagian (lobus kanan dan lobus kiri). Panjang kedua lobus
masing-masing 5cm dan menyatu di garis tengah, berbentuk seperti kupu-kupu. Penyakit atau
ganguan tiroid adalah suatu kondisi kelainan pada seseorang akibat adanya gangguan kelenjar
tiroid, baik berupa perubahan bentuk kelenjar maupun perubahan fungsi (berlebihan,
berkurang atau normal).
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3).
Pembentukan hormon tiroid dipengaruhi oleh mekanisme umpan balik yang melibatkan
hormon Thyroid Stimulating Hormon (TSH). Bila produksi hormon tiroid meaningkat maka
produksi TSH menurun dan sebaliknya jika produksi hormon tiroid tidak mencukupi maka
produksi TSH meningkat.
Nodul tiroid merupakan kelainan pada kelenjar tiroid yang sering dijumpai, terutama pada
daerah yang kurang asupan iodium. Angka kejadiannya juga meningkat seiring dengan
peningkatan umur (> 50 tahun). Dimana sebagian besar dari nodul tiroid tersebut bersifat
asimptomatis dan bersifat jinak. Namun nodul tiroid juga dapat bersifat ganas walaupun
angka kejadiannya kecil.
Berbagai modalitas dalam menegakkan diagnosis pasti nodul tiroid dan untuk mengetahui
jenisnya telah dikenal dalam dunia kesehatan. Mulai dari anamnesis sederhana, pemeriksaan
fisik, hingga pemeriksaan penunjang yang canggih dapat dipergunakan dalam penanganan
pasien dengan nodul tiroid. Pemeriksaan penunjang tersebut meiliputi pemeriksaan kadar
Thyroid- Stimulating Hormone (TSH) di dalam serum, Fine-Needle Aspiration (FNA),
Ultrasonografi tiroid, hingga menggunakan “Thyroid scan”.
Penatalaksanaan dan terapi dari nodul tiroid selanjutnya tergantung pada hasil
pemeriksaan penunjang yang dilakukan. Terapi tersebut dapat meliputi pembedahan ataupun
terapi dengan pemberian hormon. Pembedahan yang dilakukan berupa lobectomy baik itu
total ataupun sebagian. Terapi hormon yang diberikan berupa hormon tiroksin (T4) sesuai
dengan indikasi. Yang perlu diperhatikan dalam penggunaan anestesia pada pasien dengan
nodul tiroid adalah sistem kardiovaskular dan jalan nafas dari penderita. Gangguan dari
fungsi tiroid baik itu hipotiroid ataupun hipertiroid akan mengakibatkan gangguangangguan
selama pengelolaan anestesia, mulai dari sebelum operasi, durante operasi, hingga pasca
operasi.Pengelolaan anestesia pada pasien tersebut harus dilakukan secara tepat dan efektif,
sehingga diharapkan pasien akan merasa aman dan nyaman dalam menjalani pengobatan dari
penyakitnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena
pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau
perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.
Struma adalah tumor (pembesaran) pada kelenjar tiroid. Biasanya dianggap membesar
bila kelenjar tiroid lebih dari 2 kali ukuran normal. Pembesaran kelenjar tiroid sangat
bervariasi dari tidak terlihat sampai besar sekali dan mengadakan penekanan pada trakea,
membuat dilatasi sistem vena serta pembentukan vena kolateral. Pada struma gondok
endemik, Perez membagi klasifikasi menjadi:

 Derajat 0: tidak teraba pada pemeriksaan


o Pada keadaan tertentu derajat 0 dibagi menjadi:
o Derajat 0a: tidak terlihat atau teraba tidak besar dari ukuran normal.
o Derajat 0b: jelas teraba lebih besar dari normal, tetapi tidak terlihat bila kepala
ditegakkan.
 Derajat I: teraba pada pemeriksaan, terlihat hanya kalau kepala ditegakkan
 Derajat II: mudah terlihat pada posisi kepala normal
 Derajat III: terlihat pada jarak jauh.

Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat
mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar
tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong
trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia. Hal
tersebut akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan
elektrolit. Bila pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat
asimetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia.

2.2. Anatomi Tiroid


Kelenjar tiroid/gondok terletak di bagian bawah leher, kelenjar ini memiliki dua
bagian lobus yang dihubungkan oleh ismus yang masing-masing berbetuk lonjong berukuran
panjang 2,5-5 cm, lebar 1,5 cm, tebal 1-1,5 cm dan berkisar 10-20 gram. Kelenjar tiroid
sangat penting untuk mengatur metabolisme dan bertanggung jawab atas normalnya kerja
setiap sel tubuh. Kelenjar ini memproduksi hormon tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) dan
menyalurkan hormon tersebut ke dalam aliran darah. Terdapat 4 atom yodium di setiap
molekul T4 dan 3 atom yodium pada setiap molekul T3. Hormon tersebut dikendalikan oleh
kadar hormon perangsang tiroid TSH (thyroid stimulating hormone) yang dihasilkan oleh
lobus anterior kelenjar hipofisis. Yodium adalah bahan dasar pembentukan hormon T3 dan T4
yang diperoleh dari makanan dan minuman yang mengandung yodium. Gambar anatomi tiroid
dapat dilihat di bawah ini.

2.3.Fisiologi Kelenjar Tiroid


Hormon tiroid memiliki efek pada pertumbuhan sel, perkembangan dan metabolisme
energi. Selain itu hormon tiroid mempengaruhi pertumbuhan pematangan jaringan tubuh dan
energi, mengatur kecepatan metabolisme tubuh dan reaksi metabolik, menambah sintesis
asam ribonukleat (RNA), menambah produksi panas, absorpsi intestinal terhadap
glukosa,merangsang pertumbuhan somatis dan berperan dalam perkembangan normal sistem
saraf pusat. Tidak adanya hormon-hormon ini, membuat retardasi mental dan kematangan
neurologik timbul pada saat lahir dan bayi.
2.4. Patogenesis Struma
Struma terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat menghambat pembentukan
hormon tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga terjadi pula penghambatan dalam pembentukan
TSH oleh hipofisis anterior. Hal tersebut memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH dalam
jumlah yang berlebihan. TSH kemudian menyebabkan sel-sel tiroid mensekresikan
tiroglobulin dalam jumlah yang besar (kolid) ke dalam folikel, dan kelenjar tumbuh makin
lama makin bertambah besar. Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan
pembentukan T4 dan T3, ukuran folikel menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid dapat
bertambah berat sekitar 300-500 gram.
Selain itu struma dapat disebabkan kelainan metabolik kongenital yang menghambat
sintesa hormon tiroid, penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (goitrogenic agent),
proses peradangan atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves. Pembesaran yang
didasari oleh suatu tumor atau neoplasma dan penghambatan sintesa hormon tiroid oleh obat-
obatan misalnya thiocarbamide, sulfonylurea dan litium, gangguan metabolik misalnya
struma kolid dan struma non toksik (struma endemik).

2.5. Klasifikasi Struma


2.5.1. Berdasarkan Fisiologisnya
Berdasakan fisiologisnya struma dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Eutiroidisme
Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang disebabkan
stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan kelenjar hipofisis
menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Goiter atau struma semacm ini biasanya
tidak menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi secara berlebihan
dapat mengakibatkan kompresi trakea.

b. Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid sehingga
sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari kelenjar untuk
mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon. Beberapa pasien hipotiroidisme
mempunyai kelenjar yang mengalami atrofi atau tidak mempunyai kelenjar tiroid akibat
pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat destruksi oleh antibodi autoimun yang beredar
dalam sirkulasi.25,26 Gejala hipotiroidisme adalah penambahan berat badan, sensitif
terhadap udara dingin, dementia, sulit berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar,
rambut rontok, mensturasi berlebihan, pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan
bicara.

c. Hipertiroidisme
Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat didefenisikan sebagai
respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang
berlebihan.29 Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi dalam darah
yang merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormon yang berlebihan
tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar. Gejala hipertiroidisme berupa berat badan
menurun, nafsu makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, leboh suka udara dingin,
sesak napas. Selain itu juga terdapat gejala jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai
bagian atas, mata melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi
otot.

2.5.2. Berdasarkan Klinisnya


Secara klinis pemeriksaan klinis struma toksik dapat dibedakan menjadi sebagai
berikut :
a. Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan struma nodusa
toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana
struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan
medis sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau
lebih benjolan (struma multinoduler toksik).
Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena jaringan
tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab tersering
adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmic
goiter), bentuk tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya.
Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diiidap selama
berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam sirkulasi darah,
mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif.
Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan peningkatan
pembentukan antibodi sedangkan turunnya konsentrasi hormon tersebut sebagai
hasilpengobatan penyakit ini cenderung untuk menurunkan antibodi tetapi bukan mencegah
pembentukyna. Apabila gejala gejala hipertiroidisme bertambah berat dan mengancam jiwa
penderita maka akan terjadi krisis tirotoksik. Gejala klinik adanya rasa khawatir yang berat,
mual, muntah, kulit dingin, pucat, sulit berbicara dan menelan, koma dan dapat meninggal.

b. Struma Non Toksik


Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi struma
diffusa non toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non toksik disebabkan oleh
kekurangan yodium yang kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma endemik,
atau goiter koloid yang sering ditemukan di daerah yang air minumya kurang sekali
mengandung yodium dan goitrogen yang menghambat sintesa hormon oleh zat kimia.
Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini
disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme dan
hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik. Biasanya tiroid sudah mulai membesar
pada usia muda dan berkembang menjadimultinodular pada saat dewasa. Kebanyakan
penderita tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme,
penderita datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Namun
sebagian pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu penekanan pada esofagus (disfagia)
atau trakea (sesak napas), biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di
dalam nodul.
Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik, berat ringannya endemisitas
dinilai dari prevalensi dan ekskresi yodium urin. Dalam keadaan seimbang maka yodium
yang masuk ke dalam tubuh hampir sama dengan yang diekskresi lewat urin. Kriteria daerah
endemis gondok yang dipakai Depkes RI adalah endemis ringan prevalensi gondok di atas 10
%-< 20 %, endemik sedang 20 % - 29 % dan endemik berat di atas 30 %.

2.6. Diagnosis
2.6.1. Inspeksi
Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan penderita yang berada pada
posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher sedikit terbuka. Jika terdapat
pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen yaitu lokasi, ukuran,
jumlah nodul, bentuk (diffus atau noduler kecil), gerakan pada saat pasien diminta untuk
menelan dan pulpasi pada permukaan pembengkakan.

2.6.2.Palpasi
Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk duduk, leher dalam
posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan
ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita.

2.6.3.Tes Fungsi Hormon


Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara tes-tes fungsi
tiroid untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total tiroksin dan triyodotiroin
serum diukur dengan radioligand assay. Tiroksin bebas serum mengukur kadar tiroksin dalam
sirkulasi yang secara metabolik aktif. Kadar TSH plasma dapat diukur dengan assay
radioimunometrik.
Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid. Kadar
tinggi pada pasien hipotiroidisme sebaliknya kadar akan berada di bawah normal pada pasien
peningkatan autoimun (hipertiroidisme). Uji ini dapat digunakan pada awal penilaian pasien
yang diduga memiliki penyakit tiroid. Tes ambilan yodium radioaktif (RAI) digunakan untuk
mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap dan mengubah yodida.

2.6.4.Foto Rontgen leher


Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan atau menyumbat
trakea (jalan nafas).

2.6.5.Ultrasonografi (USG)
Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan tampak di layar
TV. USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan adanya kista/nodul yang
mungkin tidak terdeteksi waktu pemeriksaan leher. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis
dengan USG antara lain kista, adenoma, dan kemungkinan karsinoma.

2.6.6.Sidikan (Scan) tiroid


Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama technetium-99m
dan yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh darah. Setengah jam kemudian berbaring di
bawah suatu kamera canggih tertentu selama beberapa menit. Hasil pemeriksaan dengan
radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama adalh fungsi bagian-bagian
tiroid.

2.6.7.Aspirasi Jarum Halus


Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi
jarum tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian
pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat.
Selain itu teknik biopsi kurang benar dan pembuatan preparat yang kurang baik atau positif
palsu karena salah intrepertasi oleh ahli sitologi.

2.7. Penatalaksanaan Medis


Ada beberapa macam untuk penatalaksanaan medis jenis-jenis struma antara lain sebagai
berikut :
2.7.1. Operasi/Pembedahan
Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang sering
dibandingkan dengan yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien hipotiroidisme
yang tidak mau mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak dapat diterapi dengan obat-
obat anti tiroid. Reaksi-reaksi yang merugikan yang dialami dan untuk pasien hamil dengan
tirotoksikosis parah atau kekambuhan. Pada wanita hamil atau wanita yang menggunakan
kontrasepsi hormonal (suntik atau pil KB), kadar hormon tiroid total tampak meningkat. Hal
ini disebabkan makin banyak tiroid yang terikat oleh protein maka perlu dilakukan
pemeriksaan kadar T4 sehingga dapat diketahui keadaan fungsi tiroid.
Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid, sebelum pembedahan
tidak perlu pengobatan dan sesudah pembedahan akan dirawat sekitar 3 hari. Kemudian
diberikan obat tiroksin karena jaringan tiroid yang tersisa mungkin tidak cukup memproduksi
hormon dalam jumlah yang adekuat dan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan struma
dilakukan 3-4 minggu setelah tindakan pembedahan

Indikasi operasi pada struma adalah:


- struma difus toksik yang gagal dengan terapi medikamentosa
- struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan
- struma dengan gangguan tekanan
- kosmetik.
Kontraindikassi operasi pada struma:
- struma toksika yang belum dipersiapkan sebelumnya
- struma dengan dekompensasi kordis dan penyakit sistemik yang lain yang belum
terkontrol
- struma besar yang melekat erat ke jaringan leher sehingga sulit digerakkan yang
biasanya karena karsinoma. Karsinoma yang demikian biasanya sering dari tipe
anaplastik yang jelek prognosanya. Perlekatan pada trakea ataupun laring dapat
sekaligus dilakukan reseksi trakea atau laringektomi, tetapi perlekatan dengan
jaringan lunak leher yang luas sulit dilakukan eksisi yang baik.
- struma yang disertai dengan sindrom vena kava superior. Biasanya karena metastase
luas ke mediastinum, sukar eksisinya biarpun telah dilakukan sternotomi, dan bila
dipaksakan akan memberikan mortalitas yang tinggi dan sering hasilnya tidak radikal.
-

Table 1. index wayne, menentukan toxic atau tidak nya suatu struma
2.7.2. Yodium Radioaktif
Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada kelenjar tiroid
sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi maka pemberian
yodium radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar 50 %. Yodium radioaktif tersebut
berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga memperkecil penyinaran terhadap jaringan tubuh
lainnya. Terapi ini tidak meningkatkan resiko kanker, leukimia, atau kelainan genetik.
Yodium radioaktif diberikan dalam bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di rumah
sakit, obat ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah operasi, sebelum pemberian obat
tiroksin.

2.7.3. Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid


Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini bahwa
pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu untuk menekan
TSH serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga diberikan untuk mengatasi
hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid
(tionamid) yang digunakan saat ini adalah propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol.

2.8. Prognosis
Prognosis nya baik dengan tingkat remisi dan kambuh orang dewasa lebih tinggi
daripada anak-anak. Anti Tiroid mampu menginduksi remisi permanen pada 30-50% kasus.
Jika kambuh terjadi pada pasien yang diobati dengan anti tiroid, terapi destruktif lebih
cenderung menjadi pilihan yang lebih tepat. Setelah 12-18 bulan pemberian Anti tiroid, kira-
kira lebih dari 50% pasien akan mengalami kambuh. Beberapa penelitian melaporkan bahwa
tingkat TSH-R Ab tinggi sebelum penghentian terapi diduga terkait dengan tingkat relaps
tinggi.
Rasio T3 / T4 lebih dari 20 berhubungan dengan lebih dari 80% risiko kambuh.
Tingkat TSH rendah 4 minggu setelah penghentian Anti tiroid telah berkorelasi dengan
kejadian kambuh pada 70% kasus. Ada korelasi antara volume tiroid dan aliran darah, di
mana temuan ini memperkuat korelasi yang diketahui sebelumnya antara struma besar dan
risiko tinggi untuk kambuh kembali. Aliran darah arteri superior juga telah dikenal sebagai
salah satu prediktor risiko kambuhan.
Semua pasien harus dipantau secara ketat untuk kejadian kambuh setelah
penghentian Anti tiroid. Sekitar 75% kejadian kambuh terjadi pada 3 bulan pertama setelah
penghentian. Jika kambuh terjadi, pemberian Anti tiroid lebih lanjut dalam waktu yang lebih
lama harus ditentukan atau terapi destruktif mungkin dipertimbangkan.
BAB III
LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN
Anamnesa Pribadi
No. RM : 25.37.62
Nama : Ny. S
Umur : 37 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Kasturi I Gg. 13 RT 34/07, Syamsudin Noor, Landasan Ulin
Pendidikan terakhir : SMA
Agama : Islam
Suku : Banjar
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah
Tanggal masuk : 3 Januari 2018

Anamnesa Penyakit
Keluhan : Benjolan di Leher
Telaah : Pasien datang ke Poliklinik bedah umum RSD Idaman Banjarbaru dengan
keluhan benjolan di leher depan sebelah kanan dan kiri yang semakin membesar. Sejak ± 1
tahun yang lalu,pasien mengeluh ada benjolan kecil di leher depan sebelah kanan yang
semakin lama semakin membesar, kemudian muncul benjolan kecil lainnya yang juga
semakin membesar. Benjolan tersebut tidak menimbulkan nyeri, tidak berpindah tempat, dan
ikut bergerak saat pasien menelan. Pasien juga mengeluh dada berdebar-debar sesekali,
Pasien tidak pernah mengeluh panas, BAB dan BAK normal, siklus menstruasi normal, nafsu
makan tidak menurun, tidak pernah sesak, dan tidak ada gangguan menelan. Pasien
mengatakan selama 7 bulan ini pasien berobat ke dokter spesialis bedah, dan diberi obat
thyrozol dan pasien rutin melakukan pemeriksaan TsHs, T4,T3, FT4.
Riwayat penyakit terdahulu : Struma multi nodosa
Riwayat pemakaian obat : Thyrozol 200mg
Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Baik, kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6)
2. Vital sign :
Tensi : 130/80 mmHg
Nadi : 80x/mnt
RR : 18x/mnt
Suhu : 36,80
3. Kepala
Bentuk mesocephal, rambut tidak mudah dicabut.
4. Mata
Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
5. Telinga
Bentuk normotia, sekret (-), pendengaran berkurang (-).
6. Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-).
7. Mulut dan tenggorokan
Bibir pucat (-), bibir cianosis (-), gusi berdarah (-),tonsil membesar (-), pharing
hiperemis (-).
8. Paru
Suara nafas vesikuler, ronchi (-/-), wheezing (-/-).
9. Jantung
Auskultasi : bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-).
Status Lokalis
Regio Coli
Inspeksi : Tampak benjolan (+) lebih dari satu, warna kulit sama dengan
sekitarnya, permukaan rata (+), bergerak saat menelan (+).
Auskultasi : Bising tiroid (-).
Palpasi : Teraba pembesaran kelenjar tiroid multi nodul, konsistensi kenyal
tidak berbenjol-benjol, batas tegas (+), nyeri tekan (-), suhu hangat
(+).
Pemeriksaan Laboratorium 22 Desember 2017
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hb 13,8 gr/dl 12-18 gr/dl
Leukosit 5400/mm3 4000-10000/mm3
Trombosit 266000/mm3 100000-400000/mm3
Hematokrit 41,70% 36-55%
PT 9,8 sec 11-15 sec
APTT 30,8 sec 25-35 sec
INR 0,9
GDS 96 mg/dl 115 mg/dl
SGOT 13u/l sampai 31 u/l
SGPT 5 u/l sampai 32 u/l
Ureum 21 mg/dl 15-50 mg/dl
Kreatinin 1,0 mg/dl sampai 1,4 mg/dl

Pemeriksaan Serum Tiroid

Tanggal Pemeriksaan
Pemeriksaan Nilai Normal
16-Jun- 13-Jul- 15-Agust- 20-Okt- 18-Nop- 13-Des-
17 17 17 17 17 17
0,270 - 4,200
TSHs <0,005 <0,005 <0,005 0,009 0,287 0,845 u/ml
0,60 - 1,81
T3 2,26 1,17 ng/ml
4,5 - 10,9
T4 14,2 6,4 ug/dl
0,93 - 1,71
FT4 3,18 2,29 1,68 0,73 0,55 ng/dl

Kesimpulan : Kadar Tiroid serum pada tanggal 13 Desember 2017, setelah pengobatan
denga Thyrozol rutin dalam batas normal, Eutiroid
Resume
Ny.S 37 tahun datang ke Poliklinik bedah umum RSD Idaman Banjarbaru dengan
keluhan benjolan di leher depan sebelah kanan dan kiri yang semakin membesar sejak ± 1
tahun yang lalu, tidak menimbulkan nyeri, tidak berpindah tempat, dan ikut bergerak saat
pasien menelan. Dada sesekali berdebar-debar. selama 7 bulan ini pasien berobat ke dokter
spesialis dan diberi Thyrozol.
Pada pemeriksaan lokalis regio coli didapatkan tampak benjolan lebih dari satu, warna
kulit sama dengan sekitarnya, permukaan rata (+), bergerak saat menelan (+). Pada palpasi
teraba pembesaran kelenjar tiroid multi nodul, konsistensi kenyal tidak berbenjol-benjol,
batas tegas (+),suhu hangat. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan kesimpulan euthyroid.
Diagnosa : Struma Multiplenodusa Non Toksik
Penatalaksanaan : Pro Subtotal Tiroidektomi

Anda mungkin juga menyukai