Panitia Mahasiswa
KELOMPOK 1 KELOMPOK 2
NO. NAMA NO. NAMA
1 NUSA FADHILAH F K 1 DYAH RESTU ASTUTI
2 DWIKI MAULANA 2 FITRA ANNURHUTAMI
3 FEBRI BUHA DOLI M 3 MOHAMAD IRZA FANDI P
4 FENIN REGA RANDITAMA 4 JUNDULLAH ABDUL M Q
5 CHRIS SAMANTHA 5 MUHAMMAD RIZKI A
KELOMPOK 3 KELOMPOK 4
NO. NAMA NO. NAMA
1 AFIFAH ANNIS T 1 FARIZA DYAH W
2 SYIFA FAUZIAH 2 ALOYSIUS ANDRIANTO S
3 MOHAMMAD RIZKI L H 3 KRESNA K
4 RHEVA DWIKY ADHITYA 4 NAUFAL IKHSAN
5 NAUFAL BUDI W 5 REZHA RAMADHIKA
KELOMPOK 5 KELOMPOK 6
NO. NAMA NO. NAMA
1 MAYANG PINASTHI 1 DIYANING RATRI
2 TRI PENI SETYOWATI 2 ELSA DAMAYANTI UTAMI
3 AHMAD FAIZ MUBAROK 3 ABKA EBO KRISNA
4 PUTRA HERIANTO 4 MUCHAMAD ARIF S
5 INDRANOVA SUHENDRO 5 HAGI RIDHO RARAS
KELOMPOK 7 KELOMPOK 8
NO. NAMA NO. NAMA
1 DARYA PATRA F 1 AWALINA APRILIA M
2 DESTIANA K S 2 LOVITA ARIANTI
3 DIMAS TRIADI W 3 ANTHONY SAMUEL S
4 KRESNA DWI PAYANA 4 HAFIZHAN ABIDIN S
5 TASLIM MAULANA 5 RIZAL ASHARI
KELOMPOK 9 KELOMPOK 10
NO. NAMA NO. NAMA
1 IRIANIE TANTRI 1 NADIA PUTRI ARIANI
2 GLADISTRIA PUTRI P 2 TSARA AFIFAH
3 ARJUNA LUBIS 3 ANGGARA W
4 LUTHFI MAULANA HALIM 4 MUHAMMAD FADLI R
5 ALDRIN FAUZAN 5 MOHAMMAD REZA P
KELOMPOK 13 KELOMPOK 14
NO. NAMA NO. NAMA
1 TIMUR JATI LALITYA 1 ANGGITA AYUNINGTYAS
2 KURNIASARI SEPTA N 2 DEVIANA HALIM
3 MUHAMMAD FIKRI A R 3 GALIH ZOYA M P
4 JOLI DWI ANANDA 4 BRAMANTIO HARYO K
5 YACOBUS EKAKRISMI N 5 CHRISTOPHORUS WISNU
KELOMPOK 15 KELOMPOK 16
NO. NAMA NO. NAMA
1 SUSILOWATI 1 EKA NOFIANA K
2 FRISKA PUTRI AYUNDA 2 SUCI TRI SUPANTI
3 MUHAMAD ANZJA C I 3 YUSUF RAKHMANTO
4 THARIQ FADHILAH 4 AVIF HAKIM
5 ARIF ZAINUDIN 5 MOCH. AS'AD MUZAKKY
KELOMPOK 17 KELOMPOK 18
NO. NAMA NO. NAMA
1 YESITA ANISSI 1 EVI KURNIAWATI
2 SALSABIL KAVIN R 2 MAULANA ARIF
3 OKTANIUS RICHARD H 3 SANDI SUKO WIDAGDO
4 DANANG AGUNG T 4 HASBY ASHARI
5 BRILYAN MARCHTA K 5 ADRYAN TARIKH
KELOMPOK 19 KELOMPOK 20
NO. NAMA NO. NAMA
1 NURSARI SIREGAR 1 PRISMAYA AYU SAVITRI
2 YOGA PRIMA NUGRAHA 2 ROFIKI FADILAH S
3 MUKHTARODIN WIDODO 3 MUHAMMAD KRISNO M
4 MUHAMMAD FARRAS A 4 SANGAJI RAHMANU S
5 MUHAMMAD SYAHREZA F 5 RENALDI SUHENDRA
KELOMPOK 23
NO. NAMA
1 ENDAH SULISTIANI
2 JESSICA ANDREA
3 SUTRISNO
4 RILO RESTU SURYA A
5 IMAM SUPRIADI
6 RYAN SYAHPUTRA W
Waktu Jarak
Jam STA Kegiatan
(jam) (km)
06.00 Peserta berkumpul di KPFT
Perjalanan dari KPFT menuju STA 1
06.30-08.00 1,5 45 -
Gunung Gajah (Bayat).
Pengamatan singkapan basement
08.00-09.30 1,5 - 1 &batuan Paleogen cekungan Jawa Timur
di Gunung Gajah, Bayat, Klaten.
09.30 – 11.30 2 80 - Perjalanan menuju STA 2 Sangiran
Pengamatan batulempung hitam yang
disisipi oleh coquina Formasi Pucangan
11.30 – 12.30 1 - 2
beserta struktur-struktur geologi
berumur muda.
12.30 – 12.50 0,3 1 - Menuju tempat makan siang
12.50 – 13.30 0,6 Makan siang - Sholat - Istirahat
13.30 – 14.00 0,5 10 - Menuju STA 3 Alas Kobong
Pengamatan perselang-selingan
14.00 – 15.00 1 - 3 batupasir dan napal Formasi Kerek yang
terdeformasi oleh lipatan dan patahan.
Perjalanan menuju STA 4 Waduk Kedung
15.00 – 15.30 0,5 10 -
Ombo
Pengamatan tubuh bendungan Waduk
15.30 – 16.00 0,5 - 4
Kedung Ombo
Perjalanan menuju Hotel Griya Laksana
16.00 – 18.00 2 40 -
Purwodadi
Check in di Hotel Griya Laksana, mandi,
18.00 – 19.30 1,5
istirahat
Makan malam di RM. Noroyono
19.30 – 20.00 0,5
Purwodadi
20.00 – 21.00 1 Tes hari pertama
21.00 Istirahat malam
Waktu Jarak
Jam STA Kegiatan
(jam) (km)
07.00 Check out
07.00 – 08.00 1 30 - Berangkat menuju STA 5 Bleduk Kuwu
08.00 – 08.30 0,5 - 5 Pengamatan mud volcano Bleduk Kuwu
08.30 – 11.00 2,5 70 - Perjalanan menuju Masjid Agung Blora
11.00 – 12.30 1,5 Makan siang - Sholat - Istirahat
Perjalanan menuju Polaman (STA 6) dan
12.30 – 13.00 0,5 10 -
Braholo (STA 7)
Pengamatan produk endapan laut dangkal
13.00 – 14.00 1 - 6 – transisi dan pengukuran arah arus purba
pada Formasi Ngrayong di Polaman, Blora
Pengamatan perubahan fasies batuan dan
13.00 – 14.00 1 - 7 lipatan beserta sesar-sesar penyertanya di
Kali Braholo
14.00 – 18.00 4 130 - Perjalanan menuju Sragen via Ngawi
18.00 – 19.00 1 Makan malam di R.M. Sukowati, Sragen
19.00 – 22.00 3 Perjalanan menuju Jogja via Solo
22.00 Tiba di Jurusan Teknik Geologi UGM
6 7
ZO NA R EM BA NG
Blora
Purwodadi
5
Ungaran Cepu
ZO N A R A N D U B L A T U N G
4
ZO NA K EN D ENG
3
Sragen Ngawi
Merbabu 2
Merapi
Surakarta Lawu
ZO NA S O L O
Kampus
UGM
1
PEG U NU NG A N SELATAN
25 km
Semoga buku panduan ini dapat dimanfaatkan secara optimal oleh para
peserta, baik dalam tahap persiapan maupun saat kegiatan, baik saat diskusi
maupun saat pengamatan lapangan.
Salahuddin Husein
Rikzan Norma
SAMPUL ................................................................................................................................. i
DOSEN DAN PANITA EGR ............................................................................................. ii
PESERTA EGR ..................................................................................................................... iii
JADWAL DAN JALUR EKSKURSI ................................................................................ vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................................... ix
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... x
BAB II FISIOGRAFI........................................................................................................ 6
II.1. ZONA PEGUNUNGAN SELATAN................................................... 6
II.1. ZONA SOLO ............................................................................................ 7
II.1. ZONA PERBUKITAN KENDENG ................................................... 8
II.1. ZONA DEPRESI RANDUBLATUNG .............................................. 9
II.1. ZONA PERBUKITAN REMBANG ................................................... 10
Tujuan umum dari dilaksanakannya EGR 2014 ini adalah agar peserta EGR
dapat mengenal, mengamati, merekam, dan memahami fenomena geologi di
lapangan. Adapun tujuan khusus dari acara EGR ini adalah agar peserta mampu:
1) Melewati lima zona fisiografi, yaitu Zona Pegunungan Selatan, Zona Solo, Zona
Kendeng, Zona Randublatung, dan Zona Rembang.
2) Melewati tiga cekungan sedimenter Tersier, yaitu Cekungan Pegunungan
Selatan, Cekungan Kendeng dan Cekungan Rembang (dua cekungan terakhir
seringpula disatukan sebagai Cekungan Jawa Timur Utara).
3) Observasi fisiografi secara umum di sepanjang lintasan ekskursi.
4) Pengamatan singkapan geologi di titik-titik tertentu, mencakup aspek
geomorfologi, stratigrafi, dan struktur geologi.
5) Mengaitkan aspek geologi dasar dengan aspek geologi terapan seperti
eksplorasi sumberdaya geologi, hidrogeologi, geologi teknik, geologi lingkungan,
dan geologi pengembangan wilayah.
I.4. PENILAIAN
Penilaian EGR berdasarkan pada dua parameter, yaitu:
a. Tes harian (bobot 55%), dilaksanakan sebanyak dua kali, yaitu:
- Sabtu, 13 September 2014; pukul 20:00 - 21:00; mencakup materi lintasan
hari pertama.
- Senin, 15 September 2014; pukul 16:30 - 17:30; mencakup materi lintasan
hari kedua.
b. Catatan lapangan (bobot 45%), merupakan rekaman pengamatan geologi di
sepanjang lintasan maupun pada titik singkapan, bersifat individu, dan
dikumpulkan pada saat tes harian kedua (15 September 2014). Catatan
lapangan yang baik akan mencakup:
- Sketsa fisiografi di sepanjang lintasan dan interpretasi model geologi
regionalnya.
- Pengamatan geologi (deskripsi dan sketsa) di titik singkapan, mencakup
morfologi, petrologi, dan struktur geologi. Penambahan kolom stratigrafi
singkapan disertai deskripsinya akan sangat dihargai.
- Deduksi dan interpretasi terhadap aspek sumberdaya geologi serta bencana
geologi di sepanjang lintasan dan di titik pengamatan.
1) Sebelum keberangkatan:
Pastikan penggunaan sepatu lapangan yang aman dan nyaman.
Pastikan topi untuk perlindungan terhadap sinar matahari.
Bawalah persediaan minum yang cukup.
Bawalah obat-obatan pribadi yang sekiranya diperlukan.
Apabila musim hujan bawalah mantel.
Masukkan semua barang bawaan di dalam tas yang aman, kuat, dan nyaman.
Pisahkan dokumen (peta, buku, dll) dalam tempat tersendiri yang aman.
Berilah identitas pada setiap barang secara jelas.
2) Selama dalam kendaraan:
Letakkan barang bawaan di dalam bagasi atau di bawah tempat duduk
secara rapi.
Ingatkan sopir apabila mengendarai secara serampangan/ugal-ugalan.
Ekskursi Geologi Regional 2014 kali ini akan melalui beberapa zona
fisiografi regional yang mengacu pada publikasi Pannekoek (1949) dan Van
Bemmelen (1949). Fisiografi regional yang akan dilalui adalah Zona Solo, Zona
Pegunungan Kendeng, Zona Depresi Randublatung, dan Zona Pegunungan
Rembang. Setiap zona memiliki karakteristik geomorfologi, stratigrafi, dan tektonik
tersendiri. Penjelasan mengenai tiap-tiap zona tersebut akan diuraikan pada
beberapa sub-bab di bawah ini.
Gambar 2.1. Zonasi fisiografi Pulau Jawa bagian tengah dan timur (Pannekoek, 1949; van
Bemmelen, 1949).
Zona Solo (sensu latto - secara luas) merupakan suatu depresi (cekungan
antara dua lajur pegunungan) memanjang di bagian tengah (median) Pulau Jawa,
berarah TTg-BBL, terhampar dari Solo hingga Banyuwangi. Zona Solo (sensu latto)
dapat dibagi menjadi tiga subzona (van Bemmelen, 1949), mulai dari paling utara
hingga selatan, yaitu :
Pada bagian ini akan dibahas mengenai stratigrafi dari masing-masing zona
fisiografi, yaitu Pegunungan Selatan, Kendeng, dan Rembang (Gambar 3.1). Adapun Zona
Solo dan Zona Randublatung sebagai zona depresi umumnya mengacu pada zona
perbukitan atau pegunungan di dekatnya. Stratigrafi Zona Solo umumnya didekati dari
stratigrafi Zona Kendeng. Stratigrafi Zona Randublatung didekati dari stratigrafi Zona
Rembang.
KURVA
EUSTASI
100 0m
2) Formasi Wungkal-Gamping
Di atas batuan malihan diendapkan secara tidak selaras Formasi Wungkal -
Gamping yang tersusun Anggota Wungkal dan Anggota Gamping. Anggota Wungkal
tersusun oleh konglomerat kuarsa, breksi polimik, batupasir kuarsa, batupasir
karbonatan, batulanau karbonatan dan sisipan batugamping nummulites berumur
Eosen Awal-Tengah. Hal itu diperkuat dengan adanya asosiasi foraminifera kecil
berupa Morozovella formosa Formosa, Turborotalia pseudomayeri dan Globigerinatheka
subconglobata subconglobata.
Di bagian atas diendapkan secara menjari Anggota Gamping berupa sandy
Numulitic limestone dengan Nummulitic rudstone – floatstone pada bagian bawah,
kemudian pada bagian atas tersusun oleh perselingan micritic sandstone dengan quartz
arenite dan Nummulitic rudstone–floatstone. Foraminifera besar yang dijumpai di
anggota ini berupa Nummulites acutus (Sowerby), N. atacicus Leymerie, N. bagelensis
Verbeek, N. boniensis Hanzawa, N. densa Doormink, N. discorbinus Scholothemim, N.
exilis Douville, N. gerthii Doormink, N. gizehensis (Forskal), N. mamila Fichtell & Moll, N.
nanggoelani Verbeek, N. perforates de Montfort, N. variolarius (Lamark), N. javanus
(Verbeek), N. djogdjakartae (Martin), N. pengaronensis, Discocyclina omphalus (Frisch),
D. sowerby Nuttall, D. dispansa (Sowerby), D. assamica Samanta, D. javana (Verbeek),
Assilina eksponens (Verbeek), A. granullata (D’Archiac), A. leymeriey D’Archiac & Haime,
A. spira (de Roissy), Pellatispira orbitoidea (Provale), Asterocyclina penuria, A.
matanzensis, Operculinella sp., Amphistegina sp., Spiroclypeus vermicularis, Heterostegina
sp., Alveolina oblonga, A. cucumiformis Hotinger, A. eliptica nutali Davies, A. globosa
(Leymerie) (Diana, R., 2012; Umiyatun, S., drr., 2006). Asosiasi foraminifera besar
Kumpulan fosil foraminifera pada conto batuan di Gunung Pegat, Watugajah dan
Pututputri, ditemukan keberadaan spesies Globigerina ciperoensis, Catapsydrax
dissimilis dan Globigerinoides primordius yang menunjukkan umur P22 – N4 (Oligosen
Akhir – Miosen Awal) (Rahardjo, 2007). Kemudian berdasarkan kandungan nannofosil
dari Perbukitan Jiwo Timur didapatkan spesies Sphenolitus moriformis, Sphenolitus
heteromorphus, Sphenolitus conicus, Sphenolitus belemnos, Coccolithus miopelagicus,
Helicosphaera carteri, dan H. euphratis yang menunjukkan umur NN3 (Miosen Awal)
(Surono, 2008).
4) Formasi Semilir
Selaras (setempat menjari) di atas Formasi Kebo-Butak terendapkan Formasi
Semilir yang berumur Oligosen Akhir - Miosen Awal. Formasi ini terdiri dari
lapili tuf, batupasir tufan, breksi autoklastik dan breksi polimik semakin keatas muncul
perlapisan batupasir tufan karbonatan. Pada bagian bawah Formasi Semilir juga
dijumpai sisipan lava andesit yang tersingkap di sekitar Wukirharjo, Prambanan.
Pada jalur Kali Ngalang Formasi Semilir secara selaras berubah menjadi Anggota
Panduan EGR 2014 14
Buyutan yang berumur Miosen Awal (Novian drr., 2012). Bagian bawah Anggota
Buyutan tersusun atas perselingan batupasir tufan dengan batulanau dan batubara
serta dibeberapa bagian disisipi oleh breksi vulkanik. Pada bagian atas Anggota Buyutan
terdiri dari perselingan batupasir tufan dengan konglomerat serta terdapat sisipan
batulanau yang kaya akan karbon. Beberapa peneliti menunjukkan umur dan
stratigrafi yang berbeda dari Formasi Semilir (Surono, 2008). Foraminifera pada bagian
tengah menunjukkan umur Oligosen Akhir – Miosen Awal (Rahardjo dkk., 1995) Miosen
Awal hingga Miosen Tengah (Sumarso dan Ismoyowati, 1975; van Gorsel et al., 1989;
Samodra dkk., 1992). Smyth (2005) dengan menggunakan metode U-Pb mendapatkan
umur 20 juta tahun yang lalu atau sekitar Miosen Awal. Lingkungan pengendapan
formasi ini adalah lingkungan darat – laut.
5) Formasi Nglanggran
Di bagian barat Kali Ngalang Formasi Semilir tertindih selaras oleh Formasi
Nglanggran. Di beberapa tempat Formasi Semilir dan Nglanggran ini berhubungan
menjari. Formasi Nglanggran terdiri dari konglomerat polimik, batupasir kerikilan,
batupasir tufan, breksi andesit dengan sisipan tuf dan lava andesit basalt. Dijumpai juga
intrusi mikrodiorit/andesit yang memotong Formasi Nglanggeran pada daerah
Wediombo. Umur Formasi Nglanggran dan intrusi mikrodiorit/ andesit adalah
Miosen Awal.
6) Formasi Sambipitu
Selaras menindih di atas Formasi Nglanggran diendapkan Formasi
Sambipitu. Formasi Sambipitu tersusun atas perselingan batupasir karbonatan dengan
batulanau, dan perulangan batupasir karbonatan pada bagian atas yang berumur. Di
daerah Ngalang Formasi Sambipitu tersusun oleh micritic tuff dengan tuffaceous
mudrocks serta pada beberapa bagian terdapat sisipan allochemic conglomerate, muddy
allochemic limestone, rudstone dan tuff. Kemudian semakin ke atas keberadaan sisipan
batugamping semakin banyak. Formasi ini berumur tengah Miosen Awal – awal Miosen
Tengah.
7) Formasi Oyo
Di atas formasi ini secara menjari diendapkan Formasi Oyo berumur Miosen
Tengah yang terdiri dari perselingan muddy allochem limestone dengan sisipan
tuffaceous sandstone pada bagian bawah. Kemudian pada bagian atas dijumpai
Panduan EGR 2014 15
perselingan foraminiferal lime packstone, algal foraminiferal lime packstone, dan
foraminiferal lime wackestone. Berdasarkan data biofacies menurut Hidayat (2005),
paleobatimetri formasi ini pada bathyal atas – bawah.
8) Formasi Wonosari
Bagian atas Formasi Oyo menjari dengan Formasi Wonosari. Formasi Wonosari
terdiri dari perselingan batugamping dengan batugamping pasiran, batugamping
berlapis, batugamping dengan sisipan batupasir karbonatan, perselingan batugamping
dengan batupasir karbonatan, serta batugamping silangsiur yang berumur Miosen
Tengah awal Pliosen.
9) Formasi Kepek
Bagian atas Formasi Wonosari menjemari dengan Formasi Kepek. Formasi
Kepek pada bagian bawah tersusun oleh perselingan tuf dengan batulempung dengan
tebal 1,5 m kemudian batupasir tufan dengan ketebalan sekitar 1 m, ke atas
diendapkan perulangan bindstone yang berseling dengan bafflestone serta framestone
dengan tebal 15 – 20 m, kemudian di bagian tengah formasi ini tersusun oleh
perselingan wackestone dengan floatstone yang secara perlahan berubah menjadi
perselingan packstone dengan rudstone pada bagian atas, setempat ditemukan sisipan
sandy micrite dan muddy micrite kemudian bagian paling atas dari formasi ini
tersusun oleh perselingan packstone dan grainstone. Fosil foraminifera kecil yang
terdapat dalam formasi ini adalah Orbulina unuversa, sedangkan foraminifera
besarnya antara lain Lepidocyclina, Operculina, dan Amphistegina, berdasarkan
Panduan EGR 2014 16
keberadaan fosil tersebut umur formasi ini berkisar antara N9 – N17. Kemudian
foraminifera bentonik yang terkandung dalam formasi ini antara lain Bulimina striata
dan Sphaerodinella bulloides yang menunjukkan paleobatimetri batial tengah.
10) Endapan Kuarter
Produk fluvio-vulkanik endapan Merapi Muda mengisi Graben Yogyakarta dan
dataran di sekitarnya. Dataran di bagian utara Gunung Baturagung telah terisi oleh
material fluvio-vulkanik yang dihasilkan sejak Pleistosen hingga saat ini.
2) Formasi Kerek
Formasi Kerek memiliki kekhasan dalam litologinya berupa perulangan
perselang-selingan batulempung, napal, batupasir tuf gampingan dan batupasir tufan.
Perulangan ini menunjukkan struktur sedimen yang khas yaitu perlapisan bersusun
(graded bedding). Lokasi tipenya berada di Desa Kerek, tepi sungai Bengawan Solo, ± 8
km ke utara Ngawi. Di daerah sekitar lokasi tipe formasi ini terbagi menjadi tiga
anggota, dari tua ke muda masing-masing:
a. Anggota Banyuurip
Anggota Banyuurip tersusun oleh perselingan antara napal lempungan,
Panduan EGR 2014 17
lempung dengan batupasir tuf gampingan dan batupasir tufaan dengan total
ketebalan 270 meter. Di bagian tengahnya dijumpai sisipan batupasir gampingan
dan tufaan setebal 5 meter, sedangkan bagian atasnya ditandai dengan adanya
perlapisan kalkarenit pasiran setebal 5 meter dengan sisipan tuf halus. Anggota ini
berumur N10 – N15 (Miosen tengah bagian atas).
b. Anggota Sentul
Anggota Sentul tersusun atas perulangan yang hampir sama dengan anggota
Banyuurip, tetapi lapisan yang bertuf menjadi lebih tebal. Ketebalan anggota Sentul
mencapai 500 meter. Anggota Sentul berumur N16 (Miosen atas bagian bawah).
c. Anggota Batugamping Kerek
Merupakan anggota teratas dari formasi Kerek, tersusun oleh perselingan antara
batugamping tufaan dengan perlapisan lempung dan tuf. Ketebalan anggota ini
mencapai 150 meter. Umur batugamping kerek ini adalah N17 (Miosen atas bagian
tengah).
3) Formasi Kalibeng
Formasi ini terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian bawah dan bagian atas.
a. Formasi Kalibeng bagian bawah
Bagian bawah formasi Kalibeng tersusun oleh napal tak berlapis setebal 600
meter, berwarna putih kekuning-kuningan sampai abu-abu kebiru-biruan, kaya akan
kanndungan foraminifera plangtonik. Terdapat beberapa perlapisan tipis batupasir
yang ke arah Kendeng bagian barat berkembang menjadi suatu endapan aliran
rombakan, yang disebut sebagai Anggota Banyak. Ke arah timur di sekitar Gunung
Pandan, bagian atas formasi ini berkembang sebagai endapan vulkanik laut yang
menunjukkan struktur turbidit, disebut sebagai Anggota Atasangin.
b. Formasi Kalibeng bagian atas
Bagian atas dari formasi ini kadang disebut pula sebagai Formasi Sonde,
berumur Pliosen (N19 – N21), yang tersusun mula-mula oleh Anggota Klitik yaitu
kalkarenit putih kekuning-kuningan, lunak, mengandung foraminifera plangtonik
maupun besar, moluska, koral, algae dan bersifat napalan atau pasiran dengan
berlapis baik. Bagian paling atas tersusun atas breksi dengan fragmen gamping
berukuran kerikil dan semen karbonat. Kemudian disusul endapan napal pasiran,
semakin keatas napalnya bersifat semakin bersifat lempungan. Bagian teratas
Panduan EGR 2014 18
ditempati oleh lempung berwarna hijau kebiru-biruan. Formasi Sonde ini ditemukan
sepanjang sayap lipatan bagian selatan antiklinorium Kendeng dengan ketebalan
berkisar 27 – 589 meter dan
4) Formasi Pucangan
Formasi Pucangan ini mempunyai penyebaran yang cukup luas. Di daerah
Sangiran, Formasi Pucangan berkembang sebagai fasies vulkanik dan fasies
lempung hitam. Fasies vulkaniknya berkembang sebagai endapan lahar yang
menumpang diatas Formasi Kalibeng. Fasies lempung hitamnya berkembang dari fasies
laut, air payau hingga air tawar. Di bagian bawah dari lempung hitam ini sering dijumpai
adanya fosil diatomae dengan sisipan lapisan tipis yang mengandung foraminifera
bentonik penciri laut dangkal. Semakin ke atas akan menunjukkan kondisi pengendapan
air tawar yang dicirikan dengan adanya fosil moluska penciri air tawar.
5) Formasi Kabuh
Formasi ini mempunyai lokasi tipe di Desa Kabuh, Kec. Kabuh, Jombang. Formasi
ini tersusun oleh batupasir dengan material non vulkanik antara lain kuarsa,
berstruktur silang siur dengan sisipan konglomerat, mengandung moluska air tawar
dan fosil-fosil vertebrata. Di daerah Kendeng barat formasi ini tersingkap di kubah
Sangiran sebagai batupasir silang siur dengan sisipan konglomerat dan tuf setebal 100
meter. Batuan ini diendapkan fluvial dimana terdapat struktur silang siur, maupun
merupakan endapan danau karena terdapat moluska air tawar seperti yang dijumpai di
Trinil.
6) Formasi Notopuro
Formasi ini mempunyai lokasi tipe di Desa Notopuro, timurlaut Saradan, Madiun
yang saat ini telah dijadikan waduk. Formasi ini terdiri atas batuan tuf berselingan
dengan batupasir tufaan, breksi lahar dan konglomerat vulkanik. Makin keatas sisipan
batupasir tufaan semakin banyak. Sisipan atau lensa-lensa breksi volkanik dengan
fragmen kerakal terdiri dari andesit dan batuapung juga ditemukan yang merupakan
cirri formasi Notopuro. Formasi ini terendapkan secara selaras diatas formasi Kabuh,
tersebar sepanjang Pegunungan Kendeng dengan ketebalan lebih dari 240 meter. Umur
dari formasi ini adalah Plistosen Akhir dan merupakan endapan lahar di daratan.
7) Endapan Undak Bengawan Solo
Endapan ini terdiri dari konglomerat polimik dengan fragmen napal dan andesit
Panduan EGR 2014 19
disamping endapan batupasir yang mengandung fosil-fosil vertebrata. di daerah
Brangkal dan Sangiran, endapan undak tersingkap baik sebagai konglomerat dan
batupasir andesit yang agak terkonsolidasi dan menumpang di atas bidang erosi
pada Formasi Kabuh maupun Notopuro.
1) Formasi Kujung
Formasi Kujung merupakan satuan stratigrafi tertua yang tersingkap, terutama
tersusun oleh batulempung dengan sisipan batugamping dan batupasir, terutama di
bagian bawah. Batugamping di bagian bawah ini sering disebut sebagai Batugamping
Kranji. Bagian atasnya sisipan pada batulempung tersebut berupa batugamping klastika
bersama dengan batugamping terumbu, yang dikenal sebagai Batugamping Prupuh.
Secara lateral Batugamping Prupuh ini bersifat menyilang jari (interfingering) dengan
bagian bawah dari Formasi Tuban. Formasi ini diendapkan lingkungan paparan tengah
hingga paparan luar.
2) Formasi Tuban
Formasi Tuban terdiri atas perlapisan batulempung yang bersifat monoton
dengan beberapa sisipan batugamping. Formasi ini ini secara umum tersusun oleh
klastika karbonat dalam bentuk packstone-wackestone, yang mengandung fosil
foraminifera besar disertai dengan fragmen koral dan algae. Kandungan fosil
Globigerinoides primordius, Globortalia peripheronda, Globigerinoides sicanus yang
menunjukkan bahwa umur Miosen Awal dan lingkungan laut dalam.
3) Formasi Tawun
Secara umum Formasi ini tersusun oleh perselingan antara batulempung
pasiran dengan batupasir dan batugamping yang kaya akan foraminifera golongan
orbitoid (Lepidocyclina, Cycloclypeus). Batulempung pasiran berwarna abu-abu hingga
Panduan EGR 2014 20
abu-abu kecoklatan, semakin ke atas cenderung berubah menjadi batulanau dengan
konkresi oksida besi. Batupasirnya biasanya cukup keras berwarna kemerahan,
sebagian bersifat gampingan dan sebagian tidak. Batugampingnya berwarna coklat
muda hingga abu-abu muda, berbutir halus sampai sedang. Penyusun utamanya adalah
fosil foraminifera besar dengan sedikit pencampur batupasir kuarsa. Ketebalan
batugamping ini mencapai 30 m.
Pada Formasi ini ditemukan Globigerinoides siakensis, Gdes. subquadratus,
Globorotalia obessa dan G. praemenardii. Disamping itu juga dijumpai Lepidocyclina
atuberculata, L. aphippioides, L. sumatrensis, L. nipponica dan Cycloclypeus sp. Berdasar
pada asosiasi fosil tersebut ditafsirkan bahwa Formasi Tawun diendapkan pada Awal
hingga Miosen Tengah, pada lingkungan lingkungan paparan yang agak dalam (outer
shelf) dari suatu laut terbuka.
4) Formasi Ngrayong
Satuan stratigrafi ini kadang berstatus sebagai anggota pada Formasi Tawun.
Bagian bawah yang tersusun oleh Batugamping Orbitoid (Cycloclypeus) dan
batulempung, sedangkan bagian atas tersusun oleh batupasir dengan sisipan
batugamping orbitoid.
Diantara perlapisan batulempung dijumpai struktur sedimen yang khas yaitu
gelembur (ripple mark) dan keping-keping gipsum. Batupasirnya berwarna merah
kekuningan, sering menunjukkan struktur soft sediment deformation, disertai fosil jejak
berupa lubang vertikal (memotong perlapisan) dari kelompok Ophiomorpha. Dari
kenampakan tersebut dapat ditafsirkan bahwa bagian bawah dari satuan ini pada
awalnya diendapkan pada dataran pasang-surut (intertidal area) yang kemudian
mengalami transgresi menjadi gosong lepas pantai (offshore bar) atau shoreface yang
tercirikan oleh batupasir merah, yang selanjutnya semakin mendalam menjadi
lingkungan paparan tengah hingga paparan luar (middle to outer shelf) yang
menghasilkan batugamping yang kaya akan Cycloclypeus. Kenampakan stratigrafi
tersebut dapat dilihat di daerah Polaman (Gambar 3.2). Batupasir Ngrayong merupakan
reservoir utama pada lapangan-lapangan minyak di daerah sekitar Cepu. Ketebalan
rata-rata mencapai 300 m tetapi menipis ke arah selatan dan juga ke arah timur, karena
terjadi perubahan fasies menjadi batulempung.
5) Formasi Bulu
Formasi Bulu terletak di atas batupasir Ngrayong, mempunyai penyebaran
yang luas di Antiklinorium Rembang Utara. Formasi ini tersusun oleh kalkarenit
berlempeng (platty sandstones) dengan sisipan napal pasiran. Di beberapa tempat
dijumpai kumpulan Cycloclypeus (Katacycloclypeus) annulatus yang sangat melimpah.
Kalkarenitnya tersusun oleh litoklas karbonat, foraminifera kecil maupun besar, serta
butir-butir kuarsa, feldspar dan glaukonit. Ke arah barat, formasi ini menjadi semakin
tebal. Di bagian timur ketebalan hanya 80 m tetapi ke arah barat ketebalannya
mencapai 300 m. Formasi ini diendapkan pada kala Miosen Tengah pada lingkungan
laut dangkal yang berhubungan dengan laut terbuka.
6) Formasi Wonocolo
Formasi Wonocolo tersusun oleh napal dan batulempung tidak berlapis. Bagian
bawahnya tersusun oleh batugamping pasiran dan batupasir gampingan, yang secara
umum menunjukkan gejala pengendapan transgresif. Total ketebalan dari formasi ini
lebih kurang 500 m, menunjukkan peningkatan ketebalan ke arah selatan.
Pengendapannya terjadi pada Miosen Tengah – Atas, pada lingkungan paparan luar.
Gambar 3.3. Singkapan perlapisan batugamping dan napal dari Anggota Selorejo di tebing Sungai Gadu,
Sambong, Cepu.
10)Formasi Lidah
Formasi ini tersusun oleh batulempung yang berwarna kebiruan dan napal
berlapis yang diselingi oleh batupasir dan lensa-lensa fossiliferous grainstone/rudstone
Panduan EGR 2014 24
(coquina). Pada bagian bawah masih merupakan endapan laut, tercirikan akan
kandungan Pseudorotalia sp. dan Asterorotalia sp. yang melimpah. Kumpulan fosil ini
mencirikan pengendapan di dasar laut pada paparan tengah hingga luar. Di atas satuan
ini batuannya menunjukkan produk pengendapan dari lingkungan yang semakin
mendangkal. Akhirnya bagian teratas berupa lempung hasil pengendapan air tawar.
11) Formasi Paciran
Formasi Paciran tersusun oleh batugamping masif, umumnya merupakan
batugamping terumbu yang lapuk dan membentuk permukaan yang khas akibat
pelarutan (karren surface). Gejala permukaan menunjukkan bahwa batuan
penyusunnya telah berubah menjadi kapur (chalky limestone). Formasi ini tersebar
terutama di bagian utara dari Zona Rembang, dengan masa pembentukan dari Pliosen
hingga Awal Pleistosen. Di beberapa tempat batuan ini telah terbentuk pada umur yang
lebih tua, semasa dengan pembentukan Formasi Ledok dan Wonocolo di bagian utara,
serta semasa dengan Formasi Mundu dan Lidah di selatan.
Memahami tektonisme Pulau Jawa secara umum dan Jawa Timur khususnya
membutuhkan rekonstruksi tektonik lempeng regional semenjak awal Yura Atas
(Oxfordian ~ 160 juta tahun lampau), dimana lempeng-lempeng mikro Paparan
Sunda (Sundaland) mulai terpisah dari Kontinen Induk Gondwana. Dalam hal ini,
acuan utama yang dipergunakan adalah publikasi terakhir dari Hall (2012). Dalam
perjalanan selanjutnya, lempeng-lempeng mikro asal Gondwana tersebut
Gambar 4.2. Tatanan lempeng tektonik di awal Tersier (Paleosen) (kiri), dan saat Eosen Tengah
(kanan) (Hall, 2012). Label (1) untuk potongan lempeng (slab) kerak samudera
berumur Oxfordian - Albian, sedangkan (2) untuk slab kerak samudera berumur
Albian - Turonian.
Gambar 4.3. Tatanan lempeng tektonik di Eosen Akhir (kiri), dan saat Oligosen Awal (kanan) (Hall,
2012).
Saat Oligosen Akhir, kolisi Benua Australia dan Sundaland dimulai (Gambar
4.4). Akibatnya Sundaland mulai mengalami rotasi berlawanan arah jarum jam
(anti-clockwise rotation), yang dapat mengaktifkan patahan-patahan batuan alas
(basement faults) yang sebelumnya aktif sebagai sesar normal saat periode rifting di
Eosen Tengah menjadi sesar geser. Rotasi Oligo-Miosen ini terekam dengan baik di
Zona Rembang, dimana sedimentasi batugamping Prupuh di lingkungan terumbu
menempati tinggian-tinggian batuan alas (basement horst) yang terinversi naik
akibat penyesaran geser mengiringi naiknya genang laut saat itu (Gambar 4.1). Di
Pegunungan Selatan, rotasi Sundaland tersebut mempengaruhi karakter
vulkanisme yang terjadi, ditandai dengan munculnya Formasi Nglanggran yang
bersifat lebih basaltik dibandingkan Formasi Semilir yang juga diendapkan saat itu.
Gambar 4.4. Tatanan lempeng tektonik di Oligosen Akhir (kiri), dan akhir Miosen Bawah (kanan)
(Hall, 2012).
Gambar 4.5. Tatanan lempeng tektonik di Miosen Akhir (kiri), dan akhir Pleistosen (kanan) (Hall,
2012).
Memasuki awal Pleistosen kolisi Timor dengan Busur Volkanik Sunda mulai
terjadi (Gambar 4.5). Hal ini memicu pengangkatan regional di Pulau Jawa.
Pegunungan Selatan mengalami pengangkatan paling intensif, yang ditunjang
dengan tingginya tingkat denudasional pada singkapan batuan gunungapi Oligo-
Miosennya. Pengangkatan Pegunungan Selatan ini kemudian diimbangi secara
isostatis oleh pembentukan Zona Depresi Solo.
Zona Kendeng mengalami pengangkatan tidak merata, dimana bagian barat
mengalami inversi dengan kuat, sedangkan bagian timur justru tetap melanjutkan
penurunannya. Hal ini dikontrol oleh perbedaan sudut kemiringan subduksi slab
Oxfordian-Albian, yang semakin curam ke arah timur karena usia kerak yang
Gambar 4.2. Pola struktur Pulau Jawa selama Miosen Awal hingga Miosen Akhir (Sribudiyani, et
al., 2003).
Sesuatu yang menarik pada lokasi ini selain keberadaan filit sebagai batuan
dasar adalah adanya perbedaan urutan batuan pada dua tempat yang berada pada
elevasi yang sama dan terpisah jarak yang cukup dekat (lihat Gambar 5.3 & 5.4).
Gambar 5.6. Batulempung hitam dan abu-abu yang merupakan ciri Formasi Pucangan, dengan
sisipan diatomit dan coquina.
Stopsite ini tersusun oleh lapisan tuf setebal 30 cm pada bagian bawah
kemudian di atasnya terbentuk perselang-selingan napal tufan dan batupasir halus
karbonatan, ketebalan napal rata-rata 1,1 meter dan batupasir halus karbonatan
rata-rata 0,4 meter. Ketebalan lapisan batuan pada stopsite ini berdasarkan
pengukuran stratigrafi terukur adalah 51 meter. Batupasir karbonatan
diperkirakan berumur Miosen Tengah bagian bawah (N8-N9) berdasarkan
kehadiran fosil foraminifera plangtonik Globigerinoides sicanus. Lingkungan
pengendapan berupa outer shelf berdasarkan fosil Oolina aticulata.
Gambar 5.8. Penentuan kedudukan sumbu lipatan Alaskobong dengan metode Marshak dan Mitra
(Husein dkk, 2008). (a) Antiklin tebing timur, (b) sinklin tebing timur, (c) sinklin
tebing barat.
Berbeda dengan kondisi pada tebing timur, secara keseluruhan tebing barat
dari utara selatan merupakan sebuah sinklin yang berdasarkan sudut antar
sayapnya sinklin ini berjenis close menurut klasifikasi Fleuty (1964), dengan
kedudukan sumbu sinklin berarah timur-barat (N93°E). Berbeda dengan tebing sisi
timur bagian utara yang dapat diamati adanya antiklin dan sinklin, pada tebing
barat bagian utara kenampakan tersebut tidak ada. Pada tebing barat bagian utara
sinklin dan antiklin digantikan oleh lapisan dengan kemiringan relatif besar dengan
kedudukan N60°E/48° (Husein dkk, 2008). Pada bagian selatan tebing sisi barat
terdapat beberapa sesar naik dengan kedudukan N257°E/44° dan N286°E/56°.
Pada lapisan yang terpotong-potong oleh sesar naik ini terdapat struktur lipatan
mikro yang menunjukkan adanya gejala pematahan yang terjadi saat pengendapan
sedang berlangsung/sin-sedimentasi (Husein dkk, 2008).
Orientasi dan dimensi batuan yang menyusun tebing sisi barat dan tebing
sisi timur.
Sesar yang memotong seri batuan di stasiun pengamatan Alas Kobong.
Drag fold yang dihasilkan oleh sesar naik yang kemudian terekspresikan
sebagai sinklin dan antiklin.
Gambar 5.9. Mosaik foto tebing timur Bukit Alaskobong, arah utara menghadap kiri foto (Husein
dkk, 2008) (A dan B). Zoom in sinklin dan antiklin (kamera menghadap timur) (C).
Gambar 5.10. Mosaik foto tebing barat Bukit Alaskobong, arah utara menghadap kanan foto
(Husein dkk, 2008).
Tabel 5.1. Data dasar Waduk dan Bendungan Kedung Ombo (Sumber : PSDA, 2006).
WADUK
Luas Genangan Volume (juta
Kondisi Elevasi (m)
(Ha) m kubik)
m.a. banjir 95 4,950 986
m.a. normal 90 4,600 723
m.a. minimum 64.5 1,000 88.4
BENDUNGAN
Tipe Bendungan Urugan batu dengan inti tanah
Panjang Puncak (m) 1,600
Lebar Puncak (m) 12
Elevasi Puncak (m) 96
Vol. Bendungan (juta m kubik) 6
Stopsite ini berada di kawasan objek wisata Bleduk Kuwu. Bleduk Kuwu
termasuk dalam Kradenan Mud Volcano Compleks (KMVK). KMVK secara fisiografis
terletak di Dataran Randublatung (Novian, dkk., 2012). Lokasi ini merupakan satu
dari beberapa gunung lumpur yang ada di Zona Kendeng dan Zona Rembang.
Gunung lumpur di Bleduk Kuwu masih aktif hingga saat ini, hal itu dibuktikan
dengan masih adanya semburan lumpur dan material lainnya yang dikeluarkan
secara periodik. Material yang dikeluarkan berupa lumpur, air, gas, dan batuan.
Batuan yang terbawa lumpur di lokasi ini beraneka macam, atara lain batuan
metamorf, batugamping, batupasir, dan batulanau. Gas yang muncul di sini sagat
bervariasi, mulai dari gas biogenik, gas asosiasi minyak, sampai dengan gas
kondensat kering (Burhannudinnur, dkk., 2012).
Gunung lumpur di lokasi ini membentuk morfologi khas berupa pie, salsa
kecil, dan pool (Burhannudinnur, dkk., 2012). Secara umum Bleduk Kuwu
merupakan suatu pie besar dengan diameter 60 m (Burhannudinnur, dkk., 2012). Di
dalam pie utama tersebut terdapat pie-pie kecil yang membentuk suatu kelurusan.
Selain itu di Kuwu juga nampak beberapa gryphon dengan pool diantaranya. Hal itu
dimungkinkan karena pie-pie kecil tersebut muncul mengikuti pola rekahan yang
ada. Dari hasil analisa kimia yang dilakukan Burhannudinnur dkk (2012) diperoleh
data bahwa pH air di Bleduk Kuwu adalah 6,5 – 7 dengan suhu mencapai 30° C -
32°C. Gunung lumpur di kompleks ini mempunyai kandungan Na, Cl, dan Mg yang
lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa gunung lumpur yang berada di selatan
dari kompleks ini. Perbedaan tersebut dikarenakan perbedaan material sumber dari
gunung lumpurnya. Komposisi mineral penyusun gunung lumpur ini terdiri dari
smektit, kaolonit, kuarsa, dan feldspar (Burhannudinnur, dkk., 2012).
Gambar 5.13. Area mud volcano Bledug Kuwu pada saat tenang (kamera menghadap barat).
Walaupun tenang Nampak masih dapat diamati adanya uap air yang muncul di atas
lokasi semburan lumpur.
Gambar 5.15. Singkapan di tebing sisi selatan yang menunjukkan adanya perulangan gradasi dari
batupasir karbonatan menjadi batugamping (kamera menghadap timur).
Tentukan berapa siklus perubahan dalam – dangkal yang terjadi di lokasi ini.
Tentukan paleoccurrent yang ada berdasarkan data asymetric ripple yang
ada.
Tentukan posisi di mana saja dijumpai gipsum.
Tentukan bagaimana perubahan dari Formasi Ngrayong menjadi Formasi
Bulu dari data di lokasi pengamatan.
Dijumpai singkapan pada bagian hulu sungai dengan urutan batuan yang
tersingkap setebal 7 m berupa foraminiferal rudstone yang berubah menjadi
batupasir, batulanau dan ditutup oleh batupasir kembali. Singkapan ini
diperkirakan masuk ke dalam Formasi Tawun.
Gambar 5.17. Sumbu antiklin berarah relatif barat – timur di Kali Braholo (kamera menghadap
barat).
Bothé, A.Ch.D (1929) Jiwo Hills and Southern Range Excursion Guide. IV th Pacific
Science Congress, Java, Bandung, pp. 1-14.
De Genevraye, P. and L. Samuel (1972) Geology of The Kendeng Zone (Central &
East Java). Proceedings of the Indonesian Petroleum Association 1 st Annual
Convention and Exhibition, p. 17 – 30.
Haq, B.U., J. Hardenbol, and P.R. Vail (1987) Chronology of Fluctuating Sealevels
since the Triassic. Science, 235, pp. 1156-1167.
Hall, R. (2012) Late Jurassic - Cenozoic reconstruction of the Indonesian region and
the Indian Ocean. Tectonophysics, 570-571, pp. 1-41.
Hendratno, A., S. Husein, D.H. Barianto, M.I. Novian, dan P. Kuncoro (2014) Buku
Panduan Field Trip Geologi Karbonat Yogyakarta – Jawa Timur. Pertamina EP
– PSE UGM, 55 hal.
Husein, S. dan R. Sari (2011) Sedimentasi Terpicu Gaya Berat di Bagian Bawah
Formasi Kebo, Mojosari, Bayat, Jawa Tengah. Prosiding Seminar Nasional
Jurusan Teknik Geologi FT UGM (1994) Geologi Daerah Pegunungan Selatan: Suatu
Kontribusi. Kumpulan Makalah Seminar Geologi dan Geotektonik Pulau Jawa,
Sejak Akhir Mesozoik hingga Kuater. Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 23 hal (extended abstract).
Lunt, P., R. Netherwood, and O.F. Huffman (1998) Guide Book of IPA Field Trip to
Central Java. Indonesian Petroleum Association, Jakarta, 65 pp.
Novian, M.I., P.P. Utama, dan S. Husein (2013) Penentuan Batuan Sumber
Gununglumpur di Sekitar Purwodadi Berdasarkan Kandungan Fosil
Foraminifera. Prosiding Seminar Nasional Kebumian ke-6, Jurusan Teknik
Geologi FT UGM, Yogyakarta, pp. 519-534.
Novian, M.I., P.K.D. Setiawan, S. Husein, dan W. Rahardjo (2012) Stratigrafi Formasi
Semilir bagian atas di Dusun Boyo, Desa Ngalang, Kecamatan Gedang Sari,
Kabupaten Gunung Kidul, DIY: Pertimbangan untuk penamaan Anggota
Buyutan. Geologi Pegunungan Selatan Bagian Timur, Publikasi Khusus Pusat
Survei Geologi, pp. 27-37.
Rahmawati, D., M.I. Novian dan W. Rahardjo (2012) Studi Biostratigrafi dan Analisis
Mikrofasies Batugamping, Formasi Wungkal Gamping, Jalur Pengukuran
Padasan, Gunung Gajah, Bayat, Klaten, Jawa Tengah. Proceedings 41st IAGI
Annual Convention & Exhibition, Yogyakarta.
Samodra, H., S. Gafoer, and S. Tjokrosapoetro (1992) Peta Geologi Lembar Pacitan,
Jawa. Pusat Pebelitian dan Pengembangan Geologi.
Setiawati, Y. (2013) Studi Fasies Formasi Wungkal – Gamping Jalur Gunung Gajah,
Desa Gunung Gajah, Kecamatan Bayat, kabupaten Klaten, Provinsi Jawa
Tengah. Tugas Akhir Tipe Skripsi, Jurusan Teknik Geologi UGM, Yogyakarta.
(tidak dipublikasikan).
Sukardi dan T. Budhitrisna (1992) Peta Geologi Lembar Salatiga. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Surono (2008) Litostratigrafi dan sedimentasi Formasi Kebo dan Formasi Butak di
Pegunungan Baturagung, Jawa Tengah Bagian Selatan. Jurnal Geologi
Indonesia, 3/4, pp. 183-193.
Surono, B. Toha, dan Ign. Sudarno (1992) Peta Geologi Lembar Surakarta-Giritontro,
Jawa. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Umiyatun, Ch., S., B. Prastistho, R.E. Jati K., dan Surono (2006) Foraminifera besar
pada satuan batugamping Formasi Gamping-Wungkal Sekarbolo, Jiwo Barat,
Bayat, Klaten, Jawa Tengah. Proceedings of the 35th IAGI Annual Convention
and Exhibition, Pekanbaru, 10 p.
Van Bemmelen, R.W. (1949) The Geology of Indonesia, vol. I.A. General Geology.
Martinus Nyhoff, The Hague.
Van Gorsel, J.T, D. Kadar, and P.H. Mey (1989) Geological Fieldtrip Central Java.
Indonesian Petroleum Association, 70 p.