Anda di halaman 1dari 4

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN

MYASTHENIA GRAVIS
Definisi miastenia gravis

Miastenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi transmisi neuromuscular pada otot
tubuh yang kerjanya di bawah kesadaran seseorang (volunter). Karakteristik yang muncul
berupa kelemahan yang berlebihan, dan umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunteer
dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial, serangan dapat terjadi pada beberapa usia, ini
terlihat paling sering pada wanita 15 sampai 35 tahun dan pada pria sampai 40 tahun.
Etiologi

Kelainan primer pada Miastenia gravis dihubungkan dengan gangguan transmisi pada
neuromuscular junction, yaitu penghubung antara unsur saraf dan unsur otot. Pada ujung
akson motor neuron terdapat partikel -partikel globuler yang merupakan penimbunan asetilkolin
(ACh). Jika rangsangan motorik tiba pada ujung akson, partikel globuler pecah dan ACh
dibebaskan yang dapat memindahkan gaya saraf yang kemudian bereaksi dengan ACh
Reseptor (AChR) pada membran postsinaptik. Reaksi ini membuka saluran ion pada membran
serat otot dan menyebabkan masuknya kation, terutama Na, sehingga dengan demikian
terjadilah kontraksi otot.
Penyebab pasti gangguan transmisi neuromuskuler pada Miastenia gravis tidak diketahui. Dulu
dikatakan, pada Miastenia gravis terdapat kekurangan ACh atau kelebihan kolinesterase, tetapi
menurut teori terakhir, faktor imunologik yang paling banyak berperanan
Insiden
Miastenia gravis lebih banyak terdapat pada wanita daripada pria (usia 40 tahun). Kalau
penderita punya thymomas, justru mayoritas pada pria dengan 50-60 tahun.
Klasifikasi
Menurut Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA), miastenia gravis dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kelas I Adanya kelemahan otot-otot ocullar, kelemahan pada saat menutup
mata dan kekuatan otot-otot lain normal

Kelas II Terdapat kelemahan otot okular yang semakin parah, serta adanya
kelemahan ringan pada otot-otot lain selain otot okular.

Kelas IIa Mempengaruhi otot-otot aksial, anggota tubuh, atau keduanya. Juga
terdapat kelemahan otot-otot orofaringeal yang ringan

Kelas IIb Mempengaruhi otot-otot orofaringeal, otot pernapasan atau keduanya.


Kelemahan pada otot-otot anggota tubuh dan otot-otot aksial lebih ringan
dibandingkan klas IIa.

Kelas III Terdapat kelemahan yang berat pada otot-otot okular. Sedangkan otot-
otot lain selain otot-otot ocular mengalami kelemahan tingkat sedang

Kelas III a Mempengaruhi otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya
secara predominan. Terdapat kelemahan otot orofaringeal yang ringan

Kelas III b Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan, atau keduanya


secara predominan. Terdapat kelemahan otot-otot anggota tubuh, otot-
otot aksial, atau keduanya dalam derajat ringan.

Kelas IV Otot-otot lain selain otot-otot okular mengalami kelemahan dalam derajat
yang berat, sedangkan otot-otot okular mengalami kelemahan dalam
berbagai derajat

Kelas IV a Secara predominan mempengaruhi otot-otot anggota tubuh dan atau


otot-otot aksial. Otot orofaringeal mengalami kelemahan dalam derajat
ringan

Kelas IV b Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan atau keduanya


secara predominan. Selain itu juga terdapat kelemahan pada otot-otot
anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya dengan derajat ringan.
Penderita menggunakan feeding tube tanpa dilakukan intubasi.

Kelas V Penderita ter-intubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan diarahkan pada perbaikan fungsi melalui pemberian obat antikolinestrase


dan mengurangi serta membuang antibodi yang bersikulasi
Obat anti kolinestrase
 piridostigmin bromide (mestinon), ambenonium klorida (Mytelase), neostigmin bromide
(Prostigmin).
 diberikan untuk meningkatkan respon otot terhadap impuls saraf dan meningkatkan
kekuatan otot, hasil diperkirakan dalam 1 jam setelah pemberian.
Terapi imunosupresif
 ditujukan pada penurunan pembentukan antibody antireseptor atau pembuangan antibody
secara langsung dengan pertukaran plasma.
 kortikostreoid menekan respon imun, menurunkan jumlah antibody yang menghambat
 pertukaran plasma (plasmaferesis) menyebabkan reduksi sementara dalam titer antibodi
 Thimektomi (pengangkatan kalenjer thymus dengan operasi) menyebabkan remisi
subtansial, terutama pada pasien dengan tumor atau hiperlasia kalenjer timus. kalenjer
timus. kalenjer timus. kalenjer timus. kalenjer timus.
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Identitas klien : Meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin, status
Keluhan utama : Kelemahan otot
Riwayat kesehatan : Diagnosa miastenia didasarkan pada riwayat dan presentasi klinis. Riwayat kelemahan otot setelah aktivitas dan
pemulihan kekuatan parsial setelah istirahat sangatlah menunjukkan myastenia gravis, pasien mungkin mengeluh kelemahan setelah
melakukan pekerjaan fisik yang sederhana . riwayat adanya jatuhnya kelopak mata pada pandangan atas dapat menjadi signifikan, juga bukti
tentang kelemahan otot.
B1 (Breathing)
Dispnea, resiko terjadi aspirasi dan gagal pernafasan akut
B2 (Bleeding)
Hipotensi / hipertensi, takikardi / bradikardi
B3 (Brain)
Kelemahan otot ektraokular yang menyebabkan palsi ocular, jatuhnya kelopak mata atau
dislopia intermien, bicara klien mungkin disatrik
B4 (Bladder)
Menurunkan fungsi kandung kemih, retensi urine, hilangnya sensasi saat berkemih.
B5 ( Bowel)
Kesulitan menelan-mengunyah, disfagia, kelemahan otot diafragma dan peristaltic usus turun.
B6 (Bone)
Gangguan aktifitas/ mobilitas fisik, kelemahan otot yang berlebihan.
Prioritas masalah keperawatan

Berdasarkan data pengkajian, diagnosa keperawatan potensial pasien dapat meliputi hal
berikut :
1. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan
2. Defisit perawatan diri yang berubungan dengan kelemahan otot, keletihan umum
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan disfagia,
intubasi, atau paralisis otot.
Intervensi dokumentasi
1. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan
Tujuan :
Pasien akan mempertahankan pertukaran gas yang adekuat:
 Lakukan pendekatan pada klien dengan komunikasi alternatif jika klien menggunakan
ventilator
 Catat saturasi O2 dengan oksimetri, terutama dengan aktivitas
 Ukur parameter pernafasan dengan teratur
 Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat antikolinergik
 Sucktion sesuai kebutuhan obat-obatan antikolinergik meningkatkan sekresi bronkial)
2. Defisit perawatan diri yang berubungan dengan kelemahan otot, keletihan umum
Tujuan ;
Pasien akan mampu melakukan sedikitnya 25 % aktifitas diri dan berhias
 Buat jadwal perawatan diri dengan interval
 Berikan waktu istirahat di antara aktivitas
 Lakukan perawatan diri untuk pasien selama kelemahan otot yang sangat berlebihan
atau sertakan keluarga
 Peragakan tehnik-tehnik penghematan energi

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan disfagia, intubasi, atau
paralisis otot.
Tujuan :
Masukan kalori akan adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik
 Kaji reflek gangguan menelan dan refek batuk sebelum pemberian peroral
 Hentikan pemberian makan per oral jika pasien tidak dapat mengatasi sekresi oral atau
jika reflek gangguan menelan atau batuk tertekan
 Pasang selang makan kecil dan berikan makan per-selang jika terdapat dysfagia.
 Catat intake dan output
 Lakukan konsultasi gizi untuk mengevaluasi kalori
 Timbang pasien setiap hari.

DAFTAR PUSTAKA
 Doenges, E. M (2000), Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian, ed.
3, EGC, Jakarta.
 Hudak & Gallo. (1996). Keperawatan kritis : pendekatan holistic. Vol. 2. EGC.jakarta.
 Ramali, A.( 2000 ). Kamus Kedokteran. Djambatan, Jakarta.
 Engel, A. G. MD. Myasthenia Gravis and Myasthenic Syndromes. Ann Neurol 16: Page:
519-534.1984.
 Lewis, R.A, Selwa J.F, Lisak, R.P. Myasthenia Gravis: Immunological Mechanisms and
Immunotherapy. Ann Neurol. 37(S1):S51-S62. 1995.
 Ngoerah, I. G. N. G, Dasar-dasar Ilmu Penyakit Saraf. Airlanga University Press. Page: 301-
305. 1991.

Anda mungkin juga menyukai