2. Faktor Psikologis seperti adanya mood yang labil, rasa cemas berlebihan, gangguan
persepsi yang ditangkap oleh panca indera kita (halusinasi).
1
3. Faktor Lingkungan (Sosial) baik itu di lingkungan terdekat kita (keluarga) maupun
yang ada di luar lingkungan keluarga seperti lingkungan kerja, sekolah, dll. Biasanya
gangguan tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus
dari berbagai unsur itu yang saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan,
lalu timbulah gangguan badan atau pun jiwa. Faktor Lingkungan (Sosial) yang terdiri
dari :
Tingkat ekonomi
Lingkungan tempat tinggal : Perkotaan dan Pedesaan.
Masalah kelompok minoritas yang meliputi prasangka, fasilitas kesehatan,
pendidikan, dan kesejahteraan yang tidak memadai.
2
3. Kecemasan
Sebagai pengalaman psikis yang biasa dan wajar, yang pernah dialami oleh setiap
orang dalam rangka memacu individu untuk mengatasi masalah yang dihadapi sebaik-
baiknya, Maslim (1991). Suatu keadaan seseorang merasa khawatir dan takut sebagai
bentuk reaksi dari ancaman yang tidak spesifik (Rawlins 1993). Penyebab maupun
sumbernya biasa tidak diketahui atau tidak dikenali. Intensitas kecemasan dibedakan dari
kecemasan tingkat ringan sampai tingkat berat. Menurut Sundeen (1995) mengidentifikasi
rentang respon kecemasan ke dalam empat tingkatan yang meliputi, kecemasan ringan,
sedang, berat dan kecemasan panik.
4. Gangguan Kepribadian
Klinik menunjukkan bahwa gejala-gejala gangguan kepribadian (psikopatia) dan
gejala-gejala nerosa berbentuk hampir sama pada orang-orang dengan intelegensi tinggi
ataupun rendah. Jadi boleh dikatakan bahwa gangguan kepribadian, nerosa dan gangguan
intelegensi sebagaian besar tidak tergantung pada satu dan lain atau tidak berkorelasi.
Klasifikasi gangguan kepribadian : kepribadian paranoid, kepribadian afektif atau
siklotemik, kepribadian skizoid, kepribadian axplosif, kepribadian anankastik atau obsesif-
konpulsif, kepribadian histerik, kepribadian astenik, kepribadian anti sosial, Kepribadian
pasif agresif, kepribadian inadequate (Maslim,1998).
5. Gangguan Mental Organik
Merupakan gangguan jiwa yang psikotik atau non-psikotik yang disebabkan oleh
gangguan fungsi jaringan otak (Maramis, 1994). Gangguan fungsi jaringan otak ini dapat
disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai otak atau yang terutama di
luar otak. Bila bagian otak yang terganggu itu luas, maka gangguan dasar mengenai fungsi
mental sama saja, tidak tergantung pada penyakit yang menyebabkannya bila hanya bagian
otak dengan fungsi tertentu saja yang terganggu, maka lokasi inilah yang menentukan
gejala dan sindroma, bukan penyakit yang menyebabkannya. Pembagian menjadi psikotik
dan tidak psikotik lebih menunjukkan kepada berat gangguan otak pada suatu penyakit
tertentu dari pada pembagian akut dan menahun.
6. Gangguan Psikosomatik
Merupakan komponen psikologik yang diikuti gangguan fungsi badaniah
(Maramis, 1994). Sering terjadi perkembangan neurotik yang memperlihatkan sebagian
3
besar atau semata-mata karena gangguan fungsi alat-alat tubuh yang dikuasai oleh susunan
saraf vegetatif. Gangguan psikosomatik dapat disamakan dengan apa yang dinamakan
dahulu neurosa organ. Karena biasanya hanya fungsi faaliah yang terganggu, maka sering
disebut juga gangguan psikofisiologik.
7. Retardasi Mental
Retardasi mental merupakan keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak
lengkap, yang terutama ditandai oleh terjadinya rendahnya daya keterampilan selama masa
perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh,
misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial (Maslim,1998).
8. Gangguan Perilaku Masa Anak dan Remaja
Anak dengan gangguan perilaku menunjukkan perilaku yang tidak sesuai dengan
permintaan, kebiasaan atau norma-norma masyarakat (Maramis, 1994). Anak dengan
gangguan perilaku dapat menimbulkan kesukaran dalam asuhan dan pendidikan.
Gangguan perilaku mungkin berasal dari anak atau mungkin dari lingkungannya, akan
tetapi akhirnya kedua faktor ini saling mempengaruhi. Diketahui bahwa ciri dan bentuk
anggota tubuh serta sifat kepribadian yang umum dapat diturunkan dari orang tua kepada
anaknya. Pada gangguan otak seperti trauma kepala, ensepalitis, neoplasma dapat
mengakibatkan perubahan kepribadian. Faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi
perilaku anak, dan sering lebih menentukan oleh karena lingkungan itu dapat diubah, maka
dengan demikian gangguan perilaku itu dapat dipengaruhi atau dicegah.
4
d) Halusinasi yaitu pengalaman panca indra tanpa ada rangsangan misalnya penderita
mendengar suara-suara atau bisikan-bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber
dari suara/bisikan itu
e) Merasa depresi, sedih atau stress tingkat tinggi secara terus-menerus.
f) Kesulitan untuk melakukan pekerjaan atau tugas sehari-hari walaupun pekerjaan
tersebut telah dijalani selama bertahun-tahun.
g) Paranoid (cemas/takut) pada hal-hal biasa yang bagi orang normal tidak perlu
ditakuti atau dicemaskan.
h) Kekacauan alam pikir yaitu yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya, misalnya
bicaranya kacau sehingga tidak dapat diikuti jalan pikirannya.
i) Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan semangat
dan gembira berlebihan.
E. Klasifikasi Gangguan Jiwa
Klasifikasi psikiatri melibatkan pembedaan dari perilaku normal dari abnormal.
Dalam hal ini normal dan abnormal dapat berarti sehat dan sakit, tetapi bisa juga
digunakan dalam arti lain. Sejumlah gejala psikiatri berbeda tajam dari normal dan hampir
selalu menunjukkan penyakit ( Ingram et al., 1993): Gangguan Jiwa dibagi menjadi dua
kelainan mental utama, yaitu penyakit mental dan cacat mental. Cacat mental suatu
keadaan yang mencakup difisit intelektual dan telah ada sejak lahir atau pada usia dini.
Penyakit mental secara tidak langsung menyatakan yang kesehatan sebelumnya, kelainan
yang berkembang atau kelainan yang bermanifestasi kemudian dalam kehidupan
1. Penyakit mental secara prinsip dibagi dalam psikoneurosis dan psikosis. Kategori
ini sesuai dengan awam tentang kecemasan dan kegilaan. Psikoneurosis merupakan
keadaan lazim yang gejalanya dapat dipahami dan dapat diempati. Psikosis
merupakan penyakit yang gejalanya kurang dapat dipahami dan tidak dapat
diempati serta klien sering kehilangan kontak realita.
2. Istilah fungsional dan organik menunjukkan etiologi penyakit dan digunakan untuk
membagi psikosis. Psikosis fungsional berarti ada gangguan fungsi, tanpa kelainan
patologi yang dapat dibuktikan
5
F. Penyebab Gangguan Jiwa
Gejala utama atau gejala yang menonjol pada gangguan jiwa terdapat pada unsur
kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin di badan (somatogenik), di lingkungan
sosial (sosiogenik) ataupun psikis (psikogenik), (Maramis, 1994). Biasanya tidak terdapat
penyebab tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu yang
saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbulah gangguan badan
ataupun jiwa.
Konsep Stres
A. Pengertian Stres
Stres adalah sekumpulan perubahan fisiologis akibat tubuh terpapar terhadap
bahaya ancaman. Stres memiliki dua komponen: fisik yakni perubahan fisiologis dan
psikogis yakni bagaimana seseorang merasakan keadaan dalam hidupnya. Perubahan
keadaan fisik dan psikologis ini disebut sebagai stresor (pengalaman yang menginduksi
respon stres) (Pinel, 2009).
Stres adalah suatu reaksi tubuh yang dipaksa, di mana ia boleh menganggu
equilibrium (homeostasis) fisiologi normal (Julie K., 2005). Sedangkan menurut WHO
(2003) Stres adalah reaksi/respons tubuh terhadap stresor psikososial (tekanan
mental/beban kehidupan). Stres dewasa ini digunakan secara bergantian untuk
menjelaskan berbagai stimulus dengan intensitas berlebihan yang tidak disukai berupa
respons fisiologis, perilaku, dan subjektif terhadap stres; konteks yang menjembatani
pertemuan antara individu dengan stimulus yang membuat stres semua sebagai suatu
sistem.
B. Klasifikasi Stres
Stuart dan Sundeen (2005) mengklasifikasikan tingkat stres, yaitu:
1. Stres ringan
Pada tingkat stres ini sering terjadi pada kehidupan sehari-hari dan kondisi ini
dapat membantu individu menjadi waspada dan bagaimana mencegah berbagai
kemungkinan yang akan terjadi.
6
2. Stres sedang
Pada stres tingkat ini individu lebih memfokuskan hal penting saat ini dan
mengesampingkan yang lain sehingga mempersempit lahan persepsinya.
a. Stres berat
Pada tingkat ini lahan persepsi individu sangat menurun
7
3. Sumber Stres (Stresor)
Sumber stres adalah semua kondisi stimulasi yang berbahaya dan menghasilkan
reaksi stres, misalnya jumlah semua respons fisiologis nonspesifik yang menyebabkan
kerusakan dalam sistem biologis. Stres reaction acute (reaksi stres akut) adalah gangguan
sementara yang muncul pada seorang individu tanpa adanya gangguan mental lain yang
jelas, terjadi akibat stres fisik dan atau mental yang sangat berat, biasanya mereda dalam
beberapa jam atau hari. Kerentanan dan kemampuan koping (coping capacity) seseorang
memainkan peranan dalam terjadinya reaksi stres akut dan keparahannya (Sunaryo,
2002).
4. Penggolongan Stres
Menurut Selye (2005) dalam menggolongkan stres menjadi dua golongan yang
didasarkan atas persepsi individu terhadap stres yang dialaminya yaitu :
1) Distres (stres negatif)
Merupakan stres yang merusak atau bersifat tidak menyenangkan. Stres dirasakan
sebagai suatu keadaan dimana individu mengalami rasa cemas, ketakutan, khawatir atau
gelisah. Sehingga individu mengalami keadaan psikologis yang negatif, menyakitkan
dan timbul keinginan untuk menghindarinya.
2) Eustres (stres positif)
Eustres bersifat menyenangkan dan merupakan pengalaman yang memuaskan,
frase joy of stres untuk mengungkapkan hal-hal yang bersifat positif yang timbul dari
adanya stres. Eustres dapat meningkatkan kesiagaan mental, kewaspadaan, kognisi dan
performansi kehidupan. Eustres juga dapat meningkatkan motivasi individu untuk
menciptakan sesuatu, misalnya menciptakan karya seni.
8
Reaksi psikologis terhadap stres dapat meliputi, (Sarafino, 2007) :
1) Kognisi
Stres dapat melemahkan ingatan dan perhatian dalam aktivitas kognitif. Stresor
berupa kebisingan dapat menyebabkan defisit kognitif pada anak-anak. Kognisi juga
dapat berpengaruh dalam stres.
2) Emosi
Emosi cenderung terkait dengan stres. Individu sering menggunakan keadaan
emosionalnya untuk mengevaluasi stres. Proses penilaian kognitif dapat
mempengaruhi stres dan pengalaman emosional. Reaksi emosional terhadap stres
yaitu rasa takut, fobia, kecemasan, depresi, perasaan sedih dan rasa marah.
3) Perilaku Sosial
Stres dapat mengubah perilaku individu terhadap orang lain. Individu dapat
berperilaku menjadi positif maupun negatif. Bencana alam dapat membuat individu
berperilaku lebih kooperatif, dalam situasi lain, individu dapat mengembangkan
sikap bermusuhan. Stres yang diikuti dengan rasa marah menyebabkan perilaku
sosial negatif cenderung meningkat sehingga dapat menimbulkan perilaku agresif.
Stres juga dapat mempengaruhi perilaku membantu pada individu.
9
Koping adalah cara yang dilakukan individu dalam meyelesaikan masalah,
menyesuaikan diri dengan keinginan yang akan dicapai dan respons terhadap situasi
yang menjadi ancaman bagi individu. Cara yang dapat dilakukan adalah :
1) Individu
a) Kenali diri sendiri
b) Turunkan kecemasan
c) Tingkatkan harga diri
d) Persiapan diri
2) Dukungan sosial
a) Pemberian dukungan terhadap peningkatan kemampuan kognitif.
b) Ciptakan lingkungan keluarga yang sehat.
c) Berikan bimbingan mental dan spiritual untuk individu tersebut dari keluarga.
d) Berikan bimbingan khusus untuk individu.
e) Kiat mengedalikan stres
10
Konsep Harga diri
1. pengertian konsep diri
konsep diri didefenisikan sebagai semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan yang
merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan mempengaruhi hubungan
dengan orang lain (stuart&sundeen 2005).
konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh, fisikal,
emosional, intelektual, sosial dan spiritual (keliat, 2005).
konsep diri adalah citra subjektif dari diri dan pencampuran yang kompleks dari
perasaan, sikap dan persepsi bawah sadar maupun sadar. konsep diri memberi kita
kerangka acuan yang mempengaruhi manejemen kita terhadap situasi dan hubungan
kita dengan orang lain (potter& perry, 2005).
11
Pembentukan ideal diri dimulai pada masa anak-anak dipengaruhi oleh
orang yang dekat dengan dirinya yang memberikan harapan atau tuntunan
tertentu. Seiring dengan berjalannya waktu individu menginternalisasikan
harapan tersebut dan akan membentuk dari dasar ideal diri. Pada usia remaja,
ideal diri akan terbentuk melalui proses identifikasi pada orang tua, guru dan
teman. Pada usia yang lebih tua dilakukan penyesuaian yang merefleksikan
berkurangnya kekuatan fisik dan perubahan peran serta tanggung jawab.
c. Harga Diri
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai
dengan menganalisis seberapa banyak kesesuaian tingkah laku
dengan ideal dirinya. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan
orang lain yaitu : dicintai, dihormati dan dihargai. Harga diri
dibentuk sejak kecil dari adanya penerimaan dan perhatian. Harga
diri akan meningkat sesuai dengan meningkatnya usia. Harga diri
akan sangat mengancam pada saat pubertas, karena pada saat ini
harga diri mengalami perubahan, karena banyak keputusan yang
harus dibuat menyangkut dirinya sendiri.
d. Peran
Peran adalah serangkaian pola sikap perilaku, nilai dan tujuan yang
diharapkan oleh masyarakat dihubungkan dengan fungsi individu di dalam
kelompok sosial.
e. Identitas Diri
Identitas diri adalah kesadaran tentang diri sendiri yang dapat
diperoleh individu dari observasi dan penilaian dirinya, menyadari
bahwa individu dirinya berbeda dengan orang lain. Seseorang yang
mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan memandang dirinya
berbeda dengan orang lain, dan tidak ada duanya.Identitas berkembang
sejak masa kanak-kanak, bersamaan dengan berkembangnya konsep diri.
12
Mekanisme koping
13
1. Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari, dan
berorientasi pada tindakan untuk memenuhi secara realistik tuntutan situasi
stres.
2. Perilaku menolak digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan
pemenuhan kebutuhan
3. Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologis
untuk memindahkan seseorang dari sumber stress
4. Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang
mengoperasikan, mengganti tujuan atau mengorbankan aspek kebutuhan
personal seseorang
14
4) Regresi
Regresi merupakan respon yang umum bagi individu bila berada dalam
situasi frustrasi, setidak-tidaknya pada anak-anak. Dapat pula terjadi
bila individu yang menghadapi tekanan kembali lagi kepada metode
perilaku yang khas individu yang berusia lebih muda (Stuart dan
Sundeen, 2005)
Prilaku kekerasan
2. Etiologi
Menurut stuart dan sundeen (1998) masalah perilaku kekerasan dapat terjadi
disebabkan karena adanya faktor predisposisi ( faktor yang (melatarbelakangi )
15
munculnya masalah dan factor presipitasi (faktor yang memicu adanya masalah )
adalah
1) Faktor predisposisi
2) Faktor genetik.
Mempengaruhi gangguan efektif melalui riwayat keluarga atau keturunan.
3) Faktor presipitasi
Bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi orang lain.
Kondisi klien seperti kelemahan fisik ( penyakit fisik ) seperti
keputusasaan, tidak berdayaan dan kurang percaya diri.
Situasi lingkungan yang ribut, padat, dan kritikan yang mengarah pada
penghinaan.
Kehilangan orang yang dicintai, atau pekerjaan dan kekerasan
Interaksi sosial yang provoaktif dan konflik.
3. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala menurut stuart and sundeen (2008) adalah sebagai berikut:
Tanda-tanda yang menyertai marah adalah :
Muka tampak merah dan pandangan mata liar.
Bicara kasar menuntut nada suara tinggi.
Perilaku kasar disertai kekerasan.
Gejala yang muncul
Mengungkapkan daya stress.
Mengungkapkan secara verbal ingin melukai diri, orang lain, dan
lingkungan.
Menentang .
Tingkah laku agresif.
Perilaku yang berhubungan dengan perilaku kekerasan
Fisik : Muka merah, pandangan raut wajah tajam, liar, sakit fisik.
Emosi : Merasa takut cemas tidak
Intelektual : Bertindak meremehkan.
16
Spesifik : Kebenaran dan keraguan tidak bermoral.
Kebajikan : Kreatifitas terlambat.
17
1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
2) Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab,
tanda dan gejala, perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku
tersebut)
3) Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu segera
dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul benda/orang lain
SP 2 Keluarga: Melatih keluarga melakukan cara-cara mengontrol
Kemarahan
a) Evaluasi pengetahuan keluarga tentang marah
b) Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan yang
telah diajarkan oleh perawat
c) Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila pasien
dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat
d) Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila pasien
menunjukkan gejala-gejala perilaku kekerasan
SP 3 Keluarga: Menjelaskan perawatan lanjutan bersama keluarga
Buat perencanaan pulang bersama keluarga
A.pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan
kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu
18
keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri (Depkes 2000).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas
perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
C. Etiologi
Menurut Depkes (2002:20), penyebab kurang perawatan diri adalah :
1. Faktor predisposisi:
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan
inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
c. Kemampuan realistis turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
d. Sosial
19
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya
situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
Berpakaian
Menyisir rambut
20
Bercukur
SP 3 Pasien: Percakapan melatih berdandan untuk pasien wanita
Berpakaian
Menyisir rambut
Berhias
SP 4 Pasien : Percakapan melatih pasien makan secara mandiri
21
ISOLASI SOSIAL
A. Pengertian
Isolasi sosial merupakan keadaan di mana individu atau kelompok
mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan
keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak
(Carpenito ,L.J, 1998: 381).
Menurut Rawlins, R.P & Heacock, P.E (1988 : 423) isolasi sosial
menarik diri merupakan usaha menghindar dari interaksi dan berhubungan
dengan orang lain, individu merasa kehilangan hubungan akrab, tidak
mempunyai kesempatan dalam berfikir, berperasaan, berprestasi, atau
selalu dalam kegagalan.
22
f. Adanya perhatian dan tindakan yang tidak sesuai atau imatur
dengan perkembangan usianya
g. Kegagalan untuk berinterakasi dengan orang lain didekatnya
h. Kurang aktivitas fisik dan verbal
i. Tidak mampu membuat keputusan dan berkonsentrasi
j. Mengekspresikan perasaan kesepian dan penolakan di wajahnya
Halusinasi
A. Definisi Halusinasi
23
Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera tanpa
adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana
terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan
tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari
dalam diri individu. Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang
tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan
(Nasution, 2003).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca
indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu
persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis,
2005).
24
Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa
tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
C. ETIOLOGI
1. Faktor Prediposisi
Menurut Stuart (2007), faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Beberapa zat kimia di
otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-masalah
pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi
adalah:
1. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
25
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus
yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
D. Manifestasi Klinik
1. Fase Pertama / comforting / menyenangkan
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah,
kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal yang
menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini menolong
untuk sementara. Klien masih mampu mengotrol kesadarnnya dan mengenal
pikirannya, namun intensitas persepsi meningkat.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir
tanpa bersuara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang
asyik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.
2. Fase Kedua / comdemming
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan
eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada halusinasi. Pemikiran
internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa
bisikan yang tidak jelas klien takut apabila orang lain mendengar dan klien merasa
tak mampu mengontrolnya. Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi
dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain.
3. Fase Ketiga / controlling
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi
terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan
mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap
halusinasinya.
26
4. Fase Keempat / conquering/ panik
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi
mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan
orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya klien berada dalam dunia
yang menakutkan dalam waktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini
menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi.
27
B. Tanda dan gejala
1. Mengejek dan mengkritik diri sendiri .
2. Merendah atau mengurangi martabat
Individu akan selalu menghindari, mengabaikan atau menolak kemampuan
yang dimilikinya dan penurunan produktivitas.
3. Rasa bersalah dan khawatir.
4. Manifestasi klinik
Individu mengalami kegelisahan dan kecemasan sehingga tekanandarah
meningkat, menimbulkan penyakit psikosomatis dan menyalahgunakan
zat.
5. Menunda keputusan
Individu kurang mendapatkan penghargaan terhadap kemempuan yang
dimiliki, menyebabkan perasaan ragu dalam mengambil keputusan. Hal ini
dapat menimbulkan rasa aman terancam.
6. Gangguan berhubungan
Individu merasa tidak berguna menimbulkan perilaku menarik diri dari
lingkungan, kejam dan mengeksploitasi orang lain.
7. Menarik diri dari realita
Individu yang mengalami kecemasan tingkat berat/panik
dapat menyebabkan gangguan asosiasi, halusinasi, cemburu
dan curiga.
C. KLASIFIKASI
Menurut Fitria (2009), harga diri rendah dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. Harga diri rendah situasional adalah keadaan dimana individu yang
sebelumnya memiliki harga diri positif mengalami perasaan negatif
mengenai diri dalam berespon, terhadap suatu kejadian (kehilangan,
perubahan).
28
2. Harga diri rendah kronik adalah keadaan dimana individu mengalami
evaluasi diri yang negatif mengenai diri atau kemampuan dalam waktu
lama.
D. ETIOLOGI
Gangguan harga diri yang disebut sebagai harga diri rendah dan dapat terjadi
secara :
1. Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan,
dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena
sesuatu (korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba).
Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah, karena :Privacy
yang kurang diperhatikan, misalnya : pemeriksaan fisik yang sembarangan,
pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran pubis, pemasangan kateter,
pemeriksaan perneal).
E. Strategi Pelaksana Harga Diri Rendah
SP 1 Pasien: Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
pasien, membantu pasien menilai kemampuan yang masih dapat digunakan,
membantu pasien memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih,
melatih kemampuan yang sudah dipilih dan menyusun jadwal pelaksanaan
kemampuan yang telah dilatih dalam rencana harian
SP 2 Pasien: Melatih pasien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan
kemampuan pasien.
SP 1 Keluarga : Mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam
merawat pasien di rumah, menjelaskan tentang pengertian, tanda dan gejala
harga diri rendah, menjelaskan cara merawat pasien dengan harga diri rendah,
mendemonstrasikan cara merawat pasien dengan harga diri rendah, dan
memberi kesempatan kepada keluarga untuk mempraktekkan cara merawat
SP 2 Keluarga : Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien
dengan masalah harga diri rendah langsung kepada pasien
29
SP 3 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga
30
6. Membantu klien di rumah sakit umum untuk menghindari masalah
psikiatri.
7. Bersama keluarga untuk memberikan dukungan pada anggotanya untuk
meningkatkan fungsi kelompok.
8. Aktif dalam kegiatan masyarakat atau politik yang berkaitan dengan
kesehatan jiwa.
Peran perawat dalam prevensi sekunder.
1. Melakukan skrining dan pelayanan evaluasi kesehatan jiwa.
2. Melaksanakan kunjungan rumah atau pelayanan penanganan di rumah.
3. Memberikan pelayanan kedaruratan psikiatri di rumah sakit umum.
4. Menciptakan lingkungan terapeutik.
5. Melakukan supervisi klien yang mendapatkan pengobatan.
6. Memberikan pelayanan pencegahan bunuh diri.
7. Memberi konsultasi.
8. Melaksanakan intervensi krisis.
9. Memberikan psikoterapi pada individu,keluarga dan kelompok pada
semua usia.
10. Memberikan intervensi pada komunitas dan organisasi yan teridentifikasi
masalah.
Peran perawat dalam prevensi tertier.
1. Melaksanakan latihan vokasional dan rehabilitasi.
2. Mengorganisasi pelayanan perawatan pasien yang sudah pulang dari
rumah sakit jiwa untuk memudahkan transisi dari rumah sakit ke
komunitas.
3. Memberikan pilihan perawatan rawat siang pada klien.
31
Daftar Pustaka
32
Keliat, B.A. (2005). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2, Jakarta : EGC.
Rasmun, Skp., M.Kep, Stres, Koping dan Adaptasi, Sagung Seto, Jakarta,2004
33
stuart, 2007 Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta:Salemba
Medika.2010:241
34