Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pada waktu ini, kita hidup dalam lingkungan yang dikelilingi oleh racun atau
bahan-bahan yang potensial menjadi racun. Dalam menghadapi keadaan ini, di
Amerika Serikat terdapat kurang lebuh 500 badan atau lembaga yang tersebar di
seluruh negeri dan dikenal sebagai “Poison Control Center” atau “ Pusat Pengendali
Racun” (PPR).
Racun adalah zat atau bahan yang bila masuk ke dalam tubuh melalui mulut,
hidung (inhalasi), suntikan dan absorpsi melalui kulit, atau digunakan terhadap
organisme hidup dengan dosis relatif kecil akan merusak kehidupan atau menggaggu
dengan serius fungsi satu atau lebih organ atau jaringan (Mc Graw-Hill Nursing
Dictionary). Karena adanya bahan – bahan yang berbahaya, Menteri Kesehatan telah
menetapkan peraturan No. 453/MEN.KES/PER/XI./1983 tanggal 16 Nopember 1983
tentang Bahan – bahan Berbahaya. Karena tingkat bahayanya yang meliputi : besar
dan luas jangkauan, kecepatan penjalaran, dan sulitnya dalam penanganan dan
pengamanannya, bahan- bahan berbahaya atau yang dapat membahayakan kesehatan
rakyat secara langsung atau tidak langsung dibagi 4 kelas. Sedangkan berdasarkan
jenis bahayanya, bahan berbahaya dapat dibagi dalam 13 kelompok.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah definisi dari keracunan?
2. Apakah yang dimaksud dengan keracunan korosif dan non korosif?
3. Bagaimanakah tanda dan gejala dari keracuanan korosif dan non korosif ?
4. Bagaimanakah penatalaksanaan dari keracunan korosif dan non korosif?
5. Bagaimanakah konsep dasar asuhan keperawatan dengan gangguan sistem
pencernaan (keracunan korosif dan non korosif) ?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi dari keracunan
2. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan keracunan korosif dan non korosif.
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari keracuanan korosif dan non korosif.
4. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari keracunan korosif dan non korosif.
5. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan dengan gangguan sistem
pencernaan (keracunan korosif dan non korosif).
BAB II

PEMBAHASAN

KONSEP DASAR TEORI


A. DEFINISI KERACUNAN

Keracunan adalah masuknya zat racun kedalam tubuh baik melalui saluran
pencernaan, saluran nafas, atau melalui kulit atau mukosa yang menimbulkan efek merugikan
pada yang menggunakan.

Keracunan dapat diartikan sebagai setiap keadaaan yang menunjukkan kelainan


multisistem dengan keadaan yang tidak jelas. (Arief Mansjoer, 1999)

Keracunan korosif, yaitu keracunan yang disebabkan oleh zat korosif yang meliputi
produk alkalin (Lye, pembersih kering, pembersih toilet, deterjen non pospat, pembersih
oven, tablet klinitest, dan baterai yang digunakan untuk jam, kalkulator, dan kamera) dan
produk asam (pembersih toilet, pembersih kolam renang, pembersih logam, penghilang karat,
dan asam baterai) (Brunner & Suddarth, 2001).

Keracunan non korosif yaitu keracunan yang disebabkan oleh zat non korosif yang
meliputi makanan, obat-obatan, gas (CO)

A. KERACUNAN KOROSIF

Keracunan korosif meliputi keracunan alkali, asam klorida, asam oksalat, aseton,
formaldehid, natrium hipoclorid.

1. Keracunan Alkali :
a) Bahan-bahan yang termasuk alkali :
Cairan pembersih saluran, bubuk/cairan pembersih mobil, deterjen, ammonia, button
batteries. Senyawa alkali dengan protein akan membentuk proteinat dan dengan lemak
akan membentuk sabun. Dengan demikian, jika terjadi kontak dengan senyawa alkali
dengan jaringan akan menyebabkan jaringan menjadi lunak, nekrotik, dan akan terjadi
penetrasi yang dalam. Karena kelarutannya dapat menyebabkan terjadi penetrasi lebih
lanjut dalam beberapa hari. Akibat stimulasi yang intensif dari senyawa alkali
menyebabkan hilangnya refleks tonus vaskuler dan hambatan kerja jantung.
b) Bahaya alkali terhadap kesehatan :
- Inhalasi : iritasi saluran nafas , nyeri kepala , odema dan kerusakan paru.
- Kontak kulit : iritasi dan radang kulit
- Kontak melalui mata : iritasi mata , kebutaan
- Tertelan : nyeri menelan , hipersalivasi, muntah, hematomesis melana ,
nyeri dada, sesak, demam.

2. Keracunan Asam Klorida


a) Bahan – bahan yang termasuk asam klorida :Campuran pembersih keramik.
Bahaya asam klorida bagi kesehatan :
- Inhalasi: iritasi saluran nafas , nyeri dada , odema paru.
- Kulit : iritasi dan radang kulit
- Mata : iritasi mata dan kebutuhan
- Tertelan : rasa terbakar , mual dan muntah

3. Keracunan Asam Oksalat


a) Bahan yang termasuk asam oksalat : Pemutih, pembersih, logam, pembersih karet.
b) Bahaya asam oksalat terhadap kesehatan :
- Inhalasi : luka bakar, muntah, sukar bernafas, sakit kepala,dan kerusakan ginjal
- Kulit : luka bakar sianosis
- Mata : luka bakar
- Tertelan : luka bakar, mual, diare, nyeri perut, mabuk dan kerusakan ginjal.

4. Keracunan Minyak Tanah :


Minyak tanah merupakan senyawa organic golongan hidrokarbon. Nama lain dari
minyak tanah : kerosene, paraffin bakar, atau minyak lampu. Minyak tanah diabsorpsi
secara lambat melalui lambung, usus dan paru-paru.
Bahaya minyak tanah bagi kesehatan :
a) Inhalasi :
Iritasi, mual, muntah, mabuk, bendungan dan kerusakan paru, sakit kepala dan
sensasi kegelian.
b) Kontak melalui kulit :
Iritasi kulit, melepuh, mual, nyeri kepala, mabuk, kejang.
c) Kontak melalui mata :
Iritasi mata
d) Tertelan : mual, muntah, aritmia jantung, mabuk, sianosis, bendungan dan
kerusakan paru.
5. Keracunan Bensin :
Bensin merupakan senyawa organic golongan hidrokarbon berbau khas dan
mudah terbakar. Aspirasi bensin dalam beberapa Ml dapat menyebabkan pneumonia.
Penelanan 10 -20 ml bensin dapat menyebabkan keracunan yang serius.
Efek potensial bensin terhadap kesehatan :
a) Inhalasi : iritasi , telinga berdenging , mual ,muntah , dada perih sukar bernafas,
nyeri
b) Kontak melalui kulit : iritasi kuli , melepuh
c) Kontak melaui mata : iritasi mata , perih
d) Tertelan : mual , muntah , diare , dada perih , sukar bernafas , denyut jantung tidak
normal ,sakit kepala , rasa ngantuk

6. Keracunan Sianida :
Sianida merupakan bahan yang amat beracun dan bereaksi sangat cepat dan
menyebabkan kematian dalam beberapa menit. Sianida berasal dari fungsida untuk
pembasmian serangga dan tikus , hasil pembakaran sampah plastic , penyepuhan logam
dll
Gambar Klinis Keracunan Sianida :
a) Nyeri kepala
b) Mual
c) Dispnoe
d) Bingung
e) Kejang
f) Koma
g) sinkop

B. KERACUNAN NON KOROSIF

Keracunan non korosif meliputi keracunan makanan, obat-obatan, gas (CO).


Keracunan makanan, yaitu keracunan yang disebabkan oleh perubahan kimia (fermentasi) dan
pembusukkan karena kerja bakteri (daging busuk) pada bahan makanan, misalnya ubi ketela
(singkong) yang mengandung asam sianida (HCn), jengkol, tempe bongkrek, dan racun pada
udang maupun kepiting.
Keracunan makanan dapat terjadi karena :

1. Makanan tersebut memang mengandung zat-zat kimia yang berbahaya (singkong,


jamur dsb.)
2. Timbul zat beracun dalam makanan tersebut karena proses pengolahan dan
penyimpanan
3. Makanan tercemar oleh zat beracun baik disengaja ( pengawet,zat warna,penyedap )
ataupun tidak disengaja (salmonella, staphylococcus dsb.)

a) Keracunan Ketela Pohon


Dapat terjadi karena ketela pohon yang mengandung cyanogenic unamarine
(mengandung HCN ).
Gejala klinis :
1) Tergantung pada kandungan HCN, kalau banyak dapat menyebabkan kematian
dengan cepat
2) Penderita merasa mual, perut terasa panas, pusing, lemah dan sesak
3) Pernafasan cepat dengan bau khas ( bitter almond )
4) Kejang, lemas, berkeringat,mata menonjol dan midriasis
5) Mulut berbusa bercampur darah
6) Warna kulit merah bata ( pada orang kulit putih ) dan sianosis

Penatalaksanaan :
1) Bebaskan jalan nafas,perbaiki sirkulasi dan beri oksigen.
2) Eliminasi racun ( rangsang muntah, kumbah lambung, pemberian norit )
3) Pemberian antidotum seperti Sodium thiosulfat IV pelan-pelan dan
4) Sodium nitrit IV pelan-pelan sesuai dengan dosis

b) Keracunan Jengkol

Pada keracunan jengkol terjadi penumpukan kristal asam jengkolat di tubuli,ureter


dan urethrae. Keluhan terjadi 5 - 12 jam sesudah makan jengkol.

Gejala klinik :

1) Sakit pinggang,nyeri perut,muntah,kencing sedikit-sedikit dan terasa sakit


2) Hematuria,oliguria sampai anuria dan kencing bau jengkol
3) Dapat terjadi gagal ginjal akut

Penatalaksanaan :

1) Rangsang muntah
2) Kumbah lambung
3) Beri norit
4) Alkalinisasi : Nabic, bila penderita masih bisa minum dapat diberi Nabic per oral
5) Pemberian cairan
6) Tidak ada antidotum spesifik

c) Botulisme

Disebabkan oleh kuman Clostridium botulinum yang sering terdapat dalam makanan
kaleng yang rusak atau tercemar kuman tersebut.

Gejala klinik :
1) Mata kabur,refleks cahaya menurun atau negatif,midriasis dan
2) kelumpuhan otot-otot mata
3) Kelumpuhan saraf-saraf otak yang bersifat simetrik
4) Dysphagia, dysarthria
5) Kelumpuhan ( general paralyse )

Penatalaksanaan :
1) Tindakan emergensi ( ABC )
2) Eliminasi racun
3) Antitoksin terhadap botulisme 10 - 50 ml IV pelan-pelan
4) Guanidine hidrochloride 15 - 35 mg/kg BB/ hari dibagi dalam 3 dosis, berguna
untuk melawan efek blokade neuromuskular.

d) Keracunan Alkohol

Keracunan alkohol terjadi bila seseorang menghabiskan sejumlah besar minuman


keras dalam jangka waktu singkat. Keracunan alkohol juga sering terjadi pada percobaan
bunuh diri dengan meminum produk-produk rumah tangga yang mengandung etanol,
isopropanol, atau metanol.
Pada otak, alkohol mempengaruhi kinerja reseptor neurotransmitter sehingga mengakibatkan:
- Peningkatan produksi norepinephrine dan dopamine
- Penurunan transmisi acetylcholine
- Peningkatan transmissi gaba
- Peningkatan produksi beta-endorphin di hypothalamus

Ada 3 golongan minuman beralkohol, yaitu :


- Golongan A : kadar etanol 1 – 5 % , misalnya bir dan lain – lain.
- Golongan B : kadar etanol 5 – 20 %, misalnya berbagai jenis minuman anggur
- Golongan C : kadar etanol 20 – 45%, misalnya whiskey, vodka, TKW, manson, House
dan lain lain.

Tanda dan gejala keracunan alkohol :


1. Pusing, Seperti Mau Pingsan
2. Muntah-Muntah
3. Serangan Jantung
4. Nafas Yang Lambat Atau Tidak Seperti Biasa
5. Kulit Tubuh Membiru
6. Hipotermia
7. Tidak Sadarkan Diri (Sudah Parah)

Komplikasi

Alkohol dapat mengiritasi perut dan menyebabkan muntah. Alkohol juga dapat
mengganggu refleks muntah. Selain itu ada resiko secara tidak sengaja menghirup muntahan
ke paru-paru, hal ini akan menyebabkan gangguan pernafasan yang fatal. Muntahan yang
banyak juga berakibat pada dehidrasi. Selain itu juga menyebabkan henti fungsi jantung yang
menuju padakematian.

Tatalaksana kegawat daruratan

1) Pemberian oksigen berkonsentrasi 100% melalui nasal kanul sebanyak 3 L/ menit


karena klien mengalami hipoventilasi
2) Berikan dextrose 5 % melalui IV untuk mengatasi hipoglikemi
3) Encerkan racun yang ada dalam lambung, sekaligus menghalangi penyerapannya
dengan cara memberikan cairan dalam jumlah banyak. Cairan yang dipakai adalah air
biasa atau susu.
4) Upayakan pasien emesis, efektif bila dilakukan dalam 4 jam setelah racun ditelan.
Dapat dilakukan dengan cara mekanik yaitu dengan merangsang dinding faring
dengan jari atau suruh penderita untuk berbaring tengkurap, dengan kepala lebih
rendah dari pada bagian dada. Emesis tidak boleh dilakukan pada penderita tidak
sadar.
5) Etanol dengan cepat diabsorbsi dari perut dan usus halus. Overdosis pada alkohol
biasanya ditangani dengan kumbah lambung. Lebih efektif jika klien tiba di IGD
kurang dari 1 jam setelah mengkonsumsi.
6) Berikan thiamin. Thiamin digunakan sebagai kofaktor untuk membuat adenosin
trifospat. Jika glukosa telah diberikan terlebih dahulu sebelum thiamin, thiamin yang
tersedia (yang telah berkurang) akan habis untuk memecah glukosa. Wernicke-
Korsakoff encephalopathy dan permanent psycosis dapat terjadi.
7) Jika penderita pernah mengalami serangan kejang-kejang, berikan fenittoin 500mg
dan diulangi 4-6 jam kemudian. Selanjutnya sehari 300mg.

e) Keracunan Obat-Obatan

1) ASETAMINOFEN

 Gejala keracunan asetaminofen terjadi melalui 4 tahapan:

a. Stadium I (beberapa jam pertama) : belum tampak gejala


b. Stadium II (setelah 24 jam) : mual dan muntah; hasil pemeriksaan
menunjukkan bahwa hati tidak berfungsi secara normal
c. Stadium III (3-5 hari kemudian) : muntah terus berlanjut; pemeriksaan
menunjukkan bahwa hati hampir tidak berfungsi, muncul gejala kegagalan hati
d. Stadium IV (setelah 5 hari) : penderita membaik atau meninggal akibat gagal
hati.

 Tindakan Darurat

Tindakan darurat yang dapat dilakukan di rumah adalah segera memberikan


sirup ipekak untuk merangsang muntah dan mengosongkan lambung.
Di rumah sakit, dimasukkan selang ke dalam lambung melalui hidung untuk
menguras lambung dengan air. Untuk menyerap asetaminofen yang tersisa, bisa
diberikan arang aktif melalui selang ini. Kadar asetaminofen dalam darah diukur 4-6
jam kemudian. Jika anak telah menelan sejumlah besar asetaminofen (terutama jika
kadarnya dalam darah sangat tinggi), biasanya diserikan asetilsistein untuk
mengurangi efek racun dari asetaminofen, yang diberikan setelah arang dikeluarkan.

Kegagalan hati bisa mempengaruhi kemampuan darah untuk membeku, karena


itu diberikan suntikan vitamin K1 (fitonadion). Mungkin perlu diberikan transfusi
plasma segar atau faktor pembekuan.

Prognosis tergantung kepada jumlah asetaminofen yang tertelan dan tindakan


pengobatan. Jika pengobatan dimulai dalam waktu 8 jam setelah keracunan, atau dosis
yang tertelan masih dibawah dosis racun, maka prognosisnya sangat baik.

2) ASPIRIN

Overdosis aspirin (salisilisme) pada anak yang telah meminum aspirin dosis
tinggi selama beberapa hari biasanya lebih berat.

Bentuk salisilat yang paling beracun adalah minyak wintergreen (metil


salisilat), yang merupakan komponen dari obat gosok dan larutan penghangat. Seorang
anak dapat meninggal karena menelan kurang dari 1 sendok teh metil salisilat murni.

Gejala awal dari salisilisme adalah mual dan muntah, diikuti dengan
pernafasan yang cepat, hiperaktivitas, peningkatan suhu tubuh dan kadang kejang.
Anak menjadi mengantuk, mengalami kesulitan dalam bernafas dan pingsan. Kadar
aspirin yang tinggi dalam darah menyebabkan anak menjadi sering berkemih, dan hal
ini bisa menyebabkan dehidrasi.

 Tindakan Darurat

1. Dilakukan pengurasan lambung sesegera mungkin. Jika anak dalam keadaan


sadar, diberikan arang aktif melalui mulut atau melalui selang yang
dimasukkan ke dalam lambung.
2. Untuk mengatasi dehidrasi ringan, anak diharuskan minum sebanyak mungkin
(susu maupun jus buah).
3. Untuk dehidrasi yang lebih berat, diberikan cairan melalui infus.
4. Demam diatasi dengan kompres hangat.
5. Untuk mengatasi perdarahan bisa diberikan vitamin K1.

Prognosis tergantung kepada kadar salisilat dalam darah. Kadar yang bisa
menimbulkan keracunan adalah 150-300 mg/kg berat badan.

f) Keracunan Gas (CO)

Karbon monoksida adalah suatu gas tak berwarna dan tak berbau, dengan afinitas
terhadap hemoglobin 300 kali daripada oksigen, sebagai akibat perubahanhemoglobin
terhadap karboksi-hemoglobin, kemampuan mengangkut oksigen daridarah arteri berkurang
sehingga menimbulkan hipoksi. Juga ada bukti bahwa karbonmonoksida mungkin
mempunyai efek toksik langsung terhadap miokardium.

Tanda dan gejala awal keracunan adalah stimulasi berlebihan kolinergik pada otot
polos dan reseptor eksokrin muskarinik yang meliputi miosis, gangguan perkemihan, diare,
defekasi, eksitasi, dan salivasi .Efek yang terutama pada sistem respirasi yaitu
bronkokonstriksi dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus. Dosis menengah
sampai tinggi terutama terjadi stimulasi nikotinik pusat daripada efek muskarinik (ataksia,
hilangnya refleks, bingung,, sukar bicara, kejang disusul paralisis, pernafasan Cheyne Stokes
dan coma. Pada umumnya gejala timbul dengan cepat dalam waktu 6 – 8 jam, tetapi bila
pajanan berlebihan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit. Kematian keracunan
gas akut umumnya berupa kegagalan pernafasan. Oedem paru, bronkokonstriksi dan
kelumpuhan otot-otot pernafasan yang kesemuanya akan meningkatkan kegagalan pernafasan.
Aritmia jantung seperti hearth block dan henti jantung lebih sedikit sebagai penyebab
kematian., melalui inhalasi gejala timbul dalam beberapa menit. Ingesti atau pajanan subkutan
umumnya membutuhkan waktu lebih lama untuk menimbulkan tanda dan gejala. Pajanan
yang terbatas dapat menyebabkan akibat terlokalisir. Absorbsi perkutan dapat menimbulkan
keringat yang berlebihan dan kedutan (kejang) otot pada daerah yang terpajan saja. Pajanan
pada mata dapat menimbulkan hanya berupa miosis atau pandangan kabur saja. Inhalasi
dalam konsentrasi kecil dapat hanya menimbulkan sesak nafas dan batuk. Komplikasi
keracunan selalu dihubungkan dengan neurotoksisitas lama dan organophosphorus-induced
delayed neuropathy(OPIDN).(1) Sindrom ini berkembang dalam 8 – 35 hari sesudah pajanan
terhadap organofosfat. Kelemahan progresif dimulai dari tungkai bawah bagian distal,
kemudian berkembang kelemahan pada jari dan kaki berupa foot drop. Kehilangan sensori
sedikit terjadi. Demikian juga refleks tendon dihambat.

C. EPIDEMIOLOGI

Untuk mendapatkan gambaran jumlah korban keracunan di Indonesia secara akurat,


sangat sulit karena belum adanya sistem pelaporan dan monitoring secara sistemik dan
periodik. Apalagi dengan penerapan desentralisasi pembangunan kesehatan, sistem pelaporan
sama sekali tidak berjalan sehingga sulit mengetahui kondisi kesehatan nasional termasuk
gambaran keracunan korosif dan non korosif.

D. PATOFISIOLOGI KERACUNAN NON KOROSIF (CO)

Gas CO secara inhalasi masuk ke paru-paru, secara inhalasi kemudian mengalir ke


alveoli masuk ke aliran darah. Gas CO dengan segera mengikat hemoglobin di tempat yang
sama dengan tempat oksigen mengikat hemoglobin, untuk membentuk karboksi hemoglobin
(COHb). Mekanisme kerja gas CO di dalam darah: Afinitas hemoglobin untuk CO adalah 300
kali lebih besar dari oksigen. Jumlah titik jenuh dijelaskan dalam bentuk persentase
hemoglobin yang dikombinasikan CO dalam bentuk karboksi-hemoglobin. Konsentrasi 0,5-
10% atau 5.000-10.000 bagian per juta dari atmosfir dengan cepat dicapai pada saat
kebakaran dan dapat menghasilkan sebuah titik jenuh COHb sekitar 75% dalam waktu 2-15
menit. Disamping afinitas terbesar dari hemoglobin untuk CO, kandungan COHb mencegah
pelepasan oksigen ke jaringan, dampaknya adalah hipoksia jaringan. Kelembaban, temperatur,
karbon dioksida dan aktfitas fisik meningkatkan tingkat respirasi dan absorbsi CO. COHb
mencampuri interaksi protein heme yang menyebabkan kurva penguraian HbO2 bergeser ke
kiri. Akibatnya terjadi pengurangan pelepasan oksigen dari darah ke jaringan tubuh. CO
bereaksi dengan fe dari porfirin, oleh karena itu, CO bersaing dengan O2 dalam mengikat
protein heme, yaitu hemoglobin, mioglobin, sitokrom oksidase (sitokrom a,a3), dan sitokrom
P-450, peroksidase, dan katalase. Yang paling penting adalah reaksi CO dengan Hb dan
sitokrom a3. Dengan diikatnya Hb menjadi COHb mengakibatkan Hb menjadi inaktif
sehingga darah berkurang kemampuannya untuk mengangkut O2. Selain itu, adanya COHb
dalam darah akan menghambat disosiasi oksi-Hb. Sehingga jaringan akan mengalami
hipoksia. Reaksi CO dengan sitokrom a3 yang merupakan link yang penting dalam sistem
enzim pernapasan sel yang terdapat pada mitokondria, akan menghambat pernapasan sel dan
mengakibatkan hipoksia jaringan.
E. PATHWAY KERACUNAN NON KOROSIF DAN KOROSIF
Bahan non korosif
(CO)

Terhirup

Alveolus

Terjadi difusi Hb-Co

CoHb

Menghalangi ikatan O2 dengan Hb


(oksihemoglobin)

Hipoksia

Kemoreseptor Ansietas

Otak Sistem Saraf simpatis Sistem


Kardiovaskuler pembuluh darah Pernafasan

O2 me
Aktifitas Sianosis Perifer Frekuensi nafas
Jantung meningkat
Peradangan
Buram Perubahan perfusi Pola nafas
jaringan perifer tidak efektif

Resiko
Cedera
Perlu energi me
Penurunan perfusi Curah jantung
jaringan ke otak meningkat:
- Tensi me Kelelahan
- Nafas me
Sakit kepala
- Nadi me
Intoleransi
Nyeri akut aktivitas
Bahan korosif
(Asam Hipoklosit)

Tertelan

Iritatis Toxin

Saluran cerna
Perdarahan Ulseratif
Terjadi penyerapan Melabsorbsi
melalui usus halus
Risiko
penurunan
volume cariran Beredar ke seluruh
dan elektrolit tubuh melalui vena
Destruktif sel
epitel pada porta
sal-cerna
bagian atas
Hati SSP (otak)
Nyeri pada
dada dan
Obstruktif
uluhati
Kompensasi Unkompensasi
Perubaha
Nyeri n perfusi
Defisit jaringan
pengetahuan Polorus Ujung distal Toxin Destruktif sel- cerebral
usus besar dinonaktifkan sel hepatosik

Ansietas Muntah Hambatan


impuls ke Hepatitis
Kesulitan
SSP
bernafas
Perubahan
pemenuhan Penurunan
nutrisi peristaltik

Konstipasi
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK / PENUNJANG
1. Elektrokardiografi
EKG dapat memberikan bukti-bukti dari obat-obat yang menyebabkan penundaan
disritmia atau konduksi.
2. Radiologi
Banyak substansi adalah radioopak, dan cara ini juga untuk menunjukkan adanya
aspirasi dan edema pulmonal.
3. Analisa GasDarah, elektrolit dan pemeriksaan laboratorium lain
Keracunan akut dapat mengakibatkan ketidakseimbangan kadar elektrolit, termasuk
natrium, kalium, klorida, magnesium dan kalsium. Tanda-tanda oksigenasi yang tidak
adequat juga sering muncul, seperti sianosis, takikardia, hipoventilasi, dan perubahan
status mental.
4. Tes fungsi ginjal
Beberapa toksik mempunyai efek nefrotoksik secara lengsung.
5. Skrin toksikologi
Cara ini membantu dalam mendiagnosis pasien yang Keracunan. Skrin negatif tidak
berarti bahwa pasien tidak Keracunan, tapi mungkin racun yang ingin dilihat tidak ada.
Adalah penting untuk mengetahui toksin apa saja yang bisa diskrin secara rutin di dalam
laboratorium, sehingga pemeriksaannya bisa efektif.

G. PENATALAKSANAAN KERACUNAN KOROSIF


1. Stabilisasi
- Jalan nafas (A)
- Pernafasan (B)
- Sirkulasi (C)
2. Dekomentaminasi
a) Mata
Irigasi dengan air bersih suam-suam kuku / larutan NaCl 0,9 % selama 15-20
menit, jika belum yakin bersih cuci kembali
b) Kulit, cuci (scrubbing) bagian kulit yang terkena larutan dengan air mengalir
dingin atau hangat selama 10 menit
c) Gastroinstestinal
Segera beri minum air atau susu secepat mungkin untuk pengenceran.
Dewasa maksimal 250cc untuk sekali minum, anak-anak maksimal 100cc untuk
sesekali minum.
Pasang NGT setelah pengenceran jika diperlukan.
3. Eliminasi
Indikasi melakukan eliminasi:
- Tingkat keracuan berat
- Terganggu rute elimiunasi normal (gagal ginjal)
- Menelan zat dengan dodsis letal
- Pasien dengan klinkis yang dapat memperpanjang koma

Tindakan eliminasi:
a) Dieresis paksa:
Furosemida 250 mg dalam 100cc D5% habis dalam 30 menit.
b) Alkalinisasi urine:
Na-Bic 50-100meq dalam !liter D5% atau NaCl 2,25%, dengan infuse continue 2-
3cc/kg/jam
c) Hemodialisa
Dilakukan di RS yang memiliki fasilitas Hemodialisa. Obat-obat yang dapat
dieleminasi dengan tehnik ini berukuran kecil dengan berat molekul kurang dari
500 dalton, larut dalam air dan berikatan lemah dengan protein.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Kaji gejala klinis yang tampak pada klien
2. Anamnesis informasi dan keterangan tentang keracunan dari korban atau dari orang-
orang yang mengetahuinya
3. Identifikasi sumber dan jenis racun
4. Kaji tentang bentuk bahan racun
5. Kaji tentang bagaimana racun dapat masuk dalam tubuh pasien
6. Identifikasi lingkungan dimana pasien dapat terpapar oleh racun
7. Pemeriksaan Fisik
a. Bau
Aceton : methanol, isopropyl, alcohol, acetyl salicylic acid
Coal gas : carbon monoksida
Buah per : clorahidrat
Bawang putih : arsen, fosfor, thalium, orgofosfat
Alcohol : ethanol, methanol
Minyak : minyak tanah atau destilat minyak
b. Kulit
Kemerahan: Co, cyanide, asam borax, anticholinergic
Berkeringat: amfetamin, LSD, organofosfat, cocain, barbiturate
Kering : anticholinergic
Bulla : barbiturate, carbonmonoksida
Ikterus : acetaminophen, carbontetrachlorida, Fe, fosfor, jamur
Purpura : aspirin, wafarin, gigitan ular
Sianosis : nitrit, nitrat, fenacetin, benzocain
c. Suhu tubuh
Hipotermi : sedative hipnotik, ethanol, carbonmonoksida, clonidin, fenothiazin
Hyperthermia: anthicolinergic, salisilat, afetamin, cocain, fenothiazin, theofilin
d. Tekanan darah
Hipertensi : simpatomimetik, organofosfat, amfetamin
Hipotensi : sedative hipnotik, narkotika, fenothiazin, clonidin, beta blocker
e. Nadi
Bradikardi : digitalis, sedative hipnotik, beta-blokke.
Takikardi : antikolenergik, amfetamin, simpatominetik, alcohol, oksin, aspirin,
theofilin
Aritmia : antikolenergik, organofosfat, fenothiazin, cyanide, beta-blokker
f. Selaput lendir
Kering : antikolenergik
Salivasi : organofosfat, carbamat
Lesi mulut : bahan korosif, paraquat
Lakrimasi : kaustik, organofosfat, gas iritan
g. Respirasi
Depresi : alkhohol, narkotika, barbiturate, sedative hipnotik
Tachipnea : salsilat, amfetamin, carbonmonoksida
Kussmaul : methanol, ethylene gycol, salsilat
h. Oedem paru: salsilat, narkotika, simpatominetik.
i. Susunan saraf pusat
Kejang : amfetamin, fenothiazin cocain, camfer, tembaga, soniazid, organofosfat
Miosis : narkotika, fenothiazin, diazepam, barbiturate, jamur.
Buta : methanol
Fasikulasi : organofosfat
Nistagamus: barbiturate, ethanol, karbon monoksida.
Hipertoni : antikolenergik, fenothiazin
Rigiditas : antikolenergik, fenothiazin, haloperidol
Delirium : antikolenergik, simpatominetik, alcohol, fenothiazin, logam berat,
cocain, heroin.
Koma : alkhohol, sedative hipnotik, carbonmonoksida, narkotika, anti depresi
Paralise : organofosfat, carbonat, logam berat
j. Saluran pencernaan
Muntah, diare : besi, fosfat, logam berat, jamur, lithium, flourida, organofosfat.
Nyeri perut (korosif)
Pemeriksaan Penunjang

1. Elektrokardiografi
EKG dapat memberikan bukti-bukti dari obat-obat yang menyebabkan penundaan
disritmia atau konduksi.
2. Radiologi
Banyak substansi adalah radioopak, dan cara ini juga untuk menunjukkan adanya
aspirasi dan edema pulmonal.
3. Analisa GasDarah, elektrolit dan pemeriksaan laboratorium lain
Keracunan akut dapat mengakibatkan ketidakseimbangan kadar elektrolit, termasuk
natrium, kalium, klorida, magnesium dan kalsium. Tanda-tanda oksigenasi yang tidak
adequat juga sering muncul, seperti sianosis, takikardia, hipoventilasi, dan perubahan
status mental.
4. Tes fungsi ginjal
Beberapa toksik mempunyai efek nefrotoksik secara lengsung.
5. Skrin toksikologi
Cara ini membantu dalam mendiagnosis pasien yang Keracunan. Skrin negatif tidak
berarti bahwa pasien tidak Keracunan, tapi mungkin racun yang ingin dilihat tidak ada.
Adalah penting untuk mengetahui toksin apa saja yang bisa diskrin secara rutin di dalam
laboratorium, sehingga pemeriksaannya bisa efektif.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN KERACUNAN NON KOROSIF


1. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru akibat
akumulasi udara
2. Peningkatan curah jantung berhubungan dengan perubahan tahanan vaskuler sistemik
3. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan respon saraf autonom pada perubahan status
sistem yang tiba-tiba
4. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vascular cerebralh
5. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perubuahan aliran darah
6. Ansietas berhubungan dengan merasakan adanya ancaman kematian
7. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
C. INTERVENSI KEPERAWATAN KERACUNAN NON KOROSIF

No
Tujuan dan Kreteria Hasil Intervensi Rasional
DX
1 Setelah diberikan asuhan keperawatan a) Pantau tingkat/kedaleman dan a) Pengkajian yang berulang kali sangat penting
diharapkan pola nafas klien kembali pola pernafasan. karena kadar toksisitas mungkin berubah
efektif dengan Kriteria hasil: secara drastis.
- Pasien mampu mempertahankan b) Catat periode apnea, pernafasan b) Bunyi nafas dapat menurun atau tidak ada pada
pola nafas yang efektif dengan Cheyne-Stokes. lobus,segmen paru, atau seluruh area paru (
tingkat pernafasan yang normal. unilateral ).
- Paru-paru pasien bersih, bebas c) Auskultasi bunyi nafas. c) Area atelektasi btidak ada bunyi napas, dan
dari cianosis, dan tanda-tanda/ pada area yang kolaps menurun bunyinya,
gejala-gejala hipoksia yang lain. evaluasi juga di lakukan untuk area yang baik
pertukaran gasnya dan memberikan data
evaluasi perbaikan pneumotaraks.
d) Catat bpengembangan dada d) Pengembangan dada sama dengan ekspansi
paru.
e) Pertahankan posisi tidur yang e) Meningkatkan inspirasi maksimal,
nyaman, biasanya dengan meningkatkan ekspansi paru.
peninggian kepala tempat tidur.
f) Berikan tambahan O2 f) Hipoksia pada susunan saraf pusat
mengakibatkan depres pernafasan.

2 Setelah diberikan asuhan keperawatan No Intervensi Rasionalisasi


diharapkan curah jantung klien kembali 1 Pantau tanda – tanda vital Hipertermi yang terus menerus dapat
normal dengan Kriteria hasil: mengakibatkan terjadinya perdrahan pada otak,
- . yang dapat mengakibatkan terjadinya penurunan
kesadaran. Adanya peningkatan suhu, menunjukan
pasien berada dalam tahap infeksi baik karena
dehidrasi.
2 Tinggikan posisi kepala tempat Tekanan diafragma bagian baawah menjadi
tidur berkurang, sehingga inflasi paru menjadi
meningkat.
3 Auskultasi bunyi nafas. Catat Perubahan bunyi nafas menunjukan pasien
adanmya perubahan bunyi mengalami perubahan ke arah yang memburuk
nafas adventisius seperti seperti adanya penurunan kesdaran, ataupun pasien
stridor, gallop, ronkhi, mengii. jatuh ke dalam penyakit paru – paru seperti edema
paru dan pneumonia .
4 Berikan O2 tambahan. Hipoksia yang terlalu lama mempengaruhi susuan
saraf pusat dapat membuat pasien mengalami
depres nafas yang hebat.
5 Kolaborasi dengan petugas Hasil pemeriksa AGD dapa menunjukkan kadar O2
laboratorium dalam dalam darah, sehingga dapat di lakukan/di berikan
pemeriksaan AGD. obat-obatan oleh dokter yang mampu mempercepat
peningkatan kadar O2 dalam darah pasien.
6 Kolaborasi dengan dokter Cairan IV dapat mencegah terjadinya syok
dalam pemberian cairan IV dan hipivolemik dan pemberian obat-obatan yang
obat – obatan. sesuai akan dapat membantu proses peningkatan
kadar O2 dalam darah.
3 Setelah diberikan asuhan keperawatan No Intervensi Rasionalisasi
diharapkan cedera tidak terjadi dengan 1 Pasang bamtalan lunak atau Mengurangi terjadinya trauma akibat jatuh dari
Kriteria hasil: penghalang pada tempat tidur. tempat tidur saat pengobatan karena pasien
- Trauma pada pasien tidak terjadi mengalami penurunan ketajaman pandang.
- Pasien mengerti tentang keadaan 2 Pantau adanya kejang/ kedutan Mencerminkan adanya hipoksia pada ssp yang
sakit yang dialaminya saat ini pada kaki, tangan dan wajah. dapat mempengaruhi kerja saraf – sraf yang lain
- Pasien kooperatif dalam setiap termasuk saraf penglihatan ( pasien menjadi buta ).
tindakan yang diberikan 3 Perthankan tirah baring selama Menurunkan resiko terjatuh /trauma.
fase akut.. berikan bantuan
pada pasien sesuai
kebutuhannya.
4 Berikan penjelasan pada pasien Akan mampu meningkatan kesadaran pasien
tentang mapa tyang sedang tentang keaadaanya saat ini dan mampu
dialami dan apa tujuan setiap menurukan cemas yang dialami pasien, dan pasien
tindakannya yang diberikan. mau kooperatif dalam setiap tindakan yang di
berikan.
4 Setelah diberikan asuhan keperawatan No Intervensi Rasionalisasi
diharapkan ansietas klien menurun atau 1 Kaji tingkat kecemasan pasien Peningkatan kecemasan akan mengacu pada
hilang dengan Kriteria hasil: secara terus menerus. pasien tidak mau berespon terhadap semua
- Pasien akan melaporkan adanya tindakan yang dilakukan.
tingkat penurunan kecemasan 2 Orientasikan pada pasien Pengetahuan tentang dimana pasien berada saat ini
yang dialaminya terhadap keadaan akan meningkatan rasa aman, pasien akan dapat
- Pasien menunjukkan keadaan sekelilingnya, waktu dan mengontrol dirinya.
yang relaksasi orang- orang yang ada bersama
- Pasien dapat mengidentifikasikan psien, berbicara dengan nada
kecemasan yang dialaminya dan lembut.
mampu mengontrol dir dan situasi 3 Jelaskan tentang semua Pasien akan merasa aman dan kooperatif dalam
tingdakan yang akan dilakukan setiap tindakan yang akan diberikan.
terhadap pasien.
4 Anjurkan pasien untuk berdoa Doa akan menyebabkan psikologis pasien akan
sesuai dengan keyakinan merasa aman.
pasien.
5 Setelah diberikan asuhan keperawatan No Intervensi Rasionalisasi
diharapkan pemenuhan informasi klien 1 Kaji kemampuan pengetahuan Keslahan persepsi dari pasien maupun orang –
terpenuhi dengan Kriteria hasil: dari pasien dan orang- orang orang terdekat tentang kondisi yang dialami pasien
- Klien menyatakan pemahaman teredekat tentang kondisi yang saat ini akan mempengaruhi kemajuan dan
tentang kondisi, prognosis dan dialami pasien saat ini. prognosis terhadap penyakit yang dialami oleh
pengobatan. pasien.
- Klien dapat mengidentifikasi 2 Jelaskan efek dari adanya Memberikan pemahan dasar tentang efek dari
hubungan tanda/gejala dengan peningkatan kerja jantung peningkatan kerja jantung.
proses penyakit. terhadap tensi, nadi dan irama
nafas.
3 Berikan penguatan tentang Alasan kurangnya kerja sama adalah alasan umum
pentingnya kerja sama dalam kegagalan terapi.
pengobatan dan pertahan
perjanjian tindak lanjut.
4 Jelaskan tentang obat – obatan Informasi yang adekuat dan pemahaman tentang
yang akan diberikan bdan efek efek samping dari obat akan mengurangi tingkat
smaping dari pemakaian obat kecemasan pasien dan keluarga.
tersebut.
6 Setelah diberikan asuhan keperawatan No Intervensi Rasionalisasi
diharapkan perfusi jaringan kembali 1 Awasi tanda vital. Palpasi nadi indikasi umum status sirkulasi dan keadekuatan
normal dengan Kriteria hasil: perifer, perhatikan kekuatan perfusi.
- dan keasaman.
2 Lakukan pengkajian gangguan sirkulasi dalam waktu yang lama dapat
neuromuskular periodik, mengakibatkan terjadinya nekrosis pada seluruh
contohnya sensasi, ferakan jaringan tubuh.
nadi, warna kulit dan suhu
3 Kolaborasi dalam pemberian Mempertahankan volume sirkulasi untuk
IV periodik/produk darah memaksimalkan perfusi jaringan.
sesuai dengan indikasi.
4 Kolaborasi dalam pemberian Mungkin berguna dalam mencegah pembentukan
obat anti koagulan dosis trombus.
rendah sesuai dengan indiksi.
5 Anjurkan pada pasien untuk Ini akan ssangat berguna bgai kita dalam
mengungkapkan hal – hal yang mencegah adanya gangguan sirkulasi dan
berhubungan dengan adanya kerusakan perifer lebih lanjut.
perubahan perfusi jaringan
perifer, seperti adanya rasa
dingin pada ekstrimitas dan
adanya perubahan warna kulit.
7 Setelah diberikan asuhan keperawatan No Intervensi Rasionalisasi
diharapkan nyeri terkontrol dengan 1 Teliti keluhan nyeri, catat Nyeri merupakan penglaman subjektif dan harus
Kriteria hasil: intensitasnya (dengan skala 0- di jelaskan oleh pasien. Identifikasi karakteristik
- Pasien mampu melaporkan tingkat 10), karakteristiknya nyeri dan faktor yang berhubungan merupakan
nyeri yang berkurang atau hilang (berdenyut, konstan) lokasi, suatu hal yang amat penting untuk memilih
- Pasien relaks, tidak gelisah dan lamanya, faktor yang intervensi yang cocok dan dapat mengevaluasi
tidak menunjukkan gejala-gejala memperburuk atau keefektifan terapi yang diberikan .
nyeri non verbal lainnya meredakannya.
2 Observasi tanda-tanda nyeri Merupakan indikator/derajat nyeri yang tidak
non verbal seperti ekspresi langsung yang dialami. Sakit kepla mungkin
wajah posisitubuh, gelisah, bersifat akut atau kronis, jadi manifestasi
menangis/meringis, menarik fisiologinya dapat muncu atatu tidak.
diri, perubahan frekuensi
jantung, pernafasan, tekanan
darah.
3 Berikan kompres Kompres mampu meningkatkan sirkulasi dan
lembab/kering pada kepala, mampu menimbulkan relaksasi.
leher sesuai dengan kebutuhan
pasien.
4 Kolaborasi dengan dokter Penanganan pertama pada sakit kepala secara
dalam pemberian obat umum hanya kadang- kadang bermanfaat pada
analgetik seperti asetaminofen, sakit kepala karenan gangguan vaskuler.
ponstan, dan sebagainya.
5 Kolaborasi dalam pemberian Pemendekan serangan sakit kepala 60%-70% pada
O2 sesuai dengan indikasi. beberapa pasien dapat menurunkan hipoksia yang
berhubungan dengan perubahan tekanan vaskuler
cerebral.
D. IMPLEMENTASI

Sesuai dengan intervensi

E. EVALUASI

Diagnose (Dx):

a. Pola nafas klien efektif

b. Curah jantung normal

c. Tidak terjadi cedera

d. Perfusi jaringan perifer normal

e. Nyeri terkontroL

f. Ansietas berkurang

g. Pemenuhanan informasi terpenuhi

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN KERACUNAN KOROSIF

a. Resiko penurunan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya


perdarahan.
b. Nyeri akut berhubungan dengan adanya gangguan integritas mukosa pada
saluran cerna.
c. Difisit pengetahuan berhubungan dengan kuarangnya informasi.
d. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional dan ancaman kematian.
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan efek tokxin pada
pencernaan.
f. Konstipasi berhubungan dengan adanya penurunan peristaltic usus oleh karena
obstruksi saluran cerna bagian bawah.
g. Kesulitan bernafas berhubungan dengan defresi susunan saraf pusat.
h. Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan perubahan aliran
darah.
G. INTERVENSI KEPERAWATAN KERACUNAN KOROSIF

No Intervensi Rasional
No Tujuan dan Kriteria Hasil

1 Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Catat karakteristik muntah dan Membantu dalam menentukan penyebeb distress
diharapkan volume cairan dan elektrolit pendarahan pada gaster. Kandungan empedu kuning
seimbang dengan Kriteria hasil: kehijauwan menunjukanbahwa pylorus
- Pasien menunjukkan perbaikan terbuka.Kandungan fekal menunjukan adanya
keseimbangan cairan dan obstruksi pada usus. Darah pada saluran cerna.
elektroloit dibuktikan oleh haluran 2. Awasi tanda vital, bandingkan Perubahan tekanan darah dan nadi dapat dijadikan
urine yang adekuat dengan berat dengan saat awal penderita sebagai indicator perkiraan kehilangan darah
jenis normal, tanda vital stabil, dating ke rumah sakit saat (Mis.TD < 90 mmHg dan nadi > 110 diduga 25%
membran mukosa lembab, turgor kejadian. penurunan volume atau kurang lebih 1000ml).
kulit baik, pengisian kapiler cepat Hipotensi postural menunjukan penurunan volume
sirkulasi.
3. Catat respon fisiologis pasien Simtomatologi dapat berguna dalam mengukur
terhadap perdarahan misalnya berat/lamanya episode perdarahan. Memburuknya
adanya kelemahan, gelisah, gejala dapat menunjukan berlanjutan perdarahan
pucat, berkeringat, takipneu, dan tidak adekuatan penggantian cairan.
peningkatan suhu tubuh.
4. Kolaborasi dengan dokter Penggantian cairan tergantung dari derajat
dalam pemasangan hipovelemia dan lamanya perdarahan . Pemberian
cairan/darah sesuai dengan darah segar lengkap diindikasikan pada pasien
indikasi perdarahan akut (dengan syok)karena darah
simpanan dapat kekurangan factor pembekuan.
5. Kolaborasi dengan dokter Memberikan kesempatan untuk menghilangkan
dalam pemasangan selang NG sekresi iritan pada gaster, darah dan bekuan, juga
pada perdarahan akut. dapat menurunkan mual dan muntah.
6. Kolaborasi dalam pemberian Obat-obatan tersebut berfungsi sebagai
obat-obatan sesuai dengan penghambat H2 menurunkan produksi asam gaster
indikasi seperti , meningkatkan pH gaster, dan menurunkan iritasi
simitidin,ranitidine. pada mukosa gaster penting untuk penyembuhan,
juga pencegahan pembentukan iritasi
2 Setelah diberikan asuhan keperawatan No Intervensi Rasional
diharapkan nyeri klien terkontrol dan 1. Catatan keluhan nyeri, Nyeri tidak selalu ada, tetapi bila da harus
hilang dengan Kriteria hasil: termasuk lokasi, lamanya, dibandingkan dengan gejala nyeri pasien
- Pasien mengungkapkan rasa nyeri intervensinya ( skala 1-10). sebelumnya dimna dapat membantu mendiagnosa
berkurang dan bahkan hilang pendarahan dan adanya komplikasi.
- Pasien tampak rileks 2. Kaji ulang factor yang Membantu dalam membuat diagnose dan
meningkatkan atau kebutuhan therapy.
menurunkan nyeri.
3. Catat petunjuk nyeri non- Petunjuk non verbal dapat berupa fisiologi dan
verbal seperti gelisah, menolak patofisiologidan dapat digunakan dalam
bergerak, takikardi menghubungkan petunjuk verbal untuk
berkeringat. Selidiki ketidak mengidentifikasi berat ringannya masalah.
sesuaian antara petunjuk verbal
dan non verbal.
4. Kolaborasidengan dokter Analgetik dapat menurunkan fase nyeri yang hebat
dalam pemberian oabat dan dapat menurunkan peristaltic usus. Antasida
analgetik, dan antasida. dapat menurunkan keasaman lambung dengan
acara absorpsi dan dengan cara menetralisir kimia.
3 Setelah diberikan asuhan keperawatan No Intervensi Rasional
diharapkan pemenuhan informasi klien 1. Sadar dan hadapi ansietas pada Ansietas dapat mempengaruhi kemampuan
terpenuhi dengan Kriteria hasil: pasien dan keluarga. mendengar dan mengasimilasi informasi.
- Klien menyatakan pemahaman 2. Berikan peran aktif pasien atau Belajar akan dapat ditingkatkan apabila individu
tentang kondisi, prognosis dan orang terdekat dalam proses dapat secara aktif terlibat.
pengobatan. belajar seperti diskusi tentang
- Klien dapat mengidentifikasi keadaan pasien.
hubungan tanda/gejala dengan 3. Kaji kemampuan pengetahuan Membantu dalam memperlancar pelaksanaan
proses penyakit. pasien dan keluarga terhadap perencanaan yang dibuat untuk proses
penyakit yang dihadapi oleh kesembuhan pasien.
pasien saat ini.
4. Informasikan semua tindakan Paien dan keluarga mengerti dan memahami
yang dilakukan terhadap pentingnya tindakan yang akan dilakukan bagi
pasien, baik tentang manfaat kesembuhan pasien, pasien dan keluarga
serta efek samping tindakan kooperatif dalam semua tindakan yang dilakukan.
kalau ada bagi pasien.
4 Setelah diberikan asuhan keperawatan No Intervensi Rasional
diharapkan ansietas klien menurun atau 1. Identifikasi penyebeb ansietas, Dengan melinatkan pasien dalam proses
hilang dengan Kriteria hasil: libatkan klien dalam proses pengobatan akan dapat menurunkan tingkat
- Pasien akan melaporkan adsanya pengobatan yang dilakukan. ansietas pasien.
tingkat penurunan kecemasan 2. Kembangkan hubungan saling Meningkatkan perasaan pasien sebagai manusia,
yang dialaminya percaya melalui kontrak yang membantu menurunkan perasaan curiga dan
- Pasien menunjukkan keadaan terus menerus. Tunjukan sikap rendah diri pasien terhadap pemberi pelayanan
yang relaksasi yang menerima keadaan pasien keperawatan.
- Pasien dapat mengidentifikasikan 3. Informasi pada pasien Meningkatkan rasa kepercayaan dan
kecemasan yang dialaminya dan mengenai apa yang akan meningkatkan kerjasama danm menurunkan
mampu mengontrol dir dan situasi dilakukan oleh petugas dan ansietas.
manfaatnya bagi kesembuhan
pasien.
5 Setelah diberikan asuhan keperawatan No Intervensi Rasional
diharapkan kebutuhan nutrisi klien 1. Evaluasiadanya/ kaulitas Iritasi pada mukosa saluran cerna. Terutama pada
terpenuhi dengan Kriteria hasil: bising usus. Catat adanya gaster dapat mengakibatkan nyeri pada
- Nafsu makan meningkat distensi atau ketegangan dari epigastrium, mual, dan hiperaktif bising usus, efek
- BB naik abdominal yang lebih serius dari system gastrointestinal
- Kebutuhan tubuh pasien akan mungkin terjadi sekunder sensoris atau hepatitis.
nutrisi tetap terpenuhi
- Pasien tidak menunjukkan 2. Catat adanya mual, muntah, Mual dan muntah adalah tanda yang pertama yang
penurunan status gizi/nutrisi, dan diare sering muncul dari reksi gangguan system
seperti pasien tidak tampak gastrointestinal, yang sangat berhubungan dengan
mengurus, turgor kulit tetap baik pencapaian masukan nutrisi yang adekuat.
3. Kolaborasi dalam Memberikan istirahat pada gastrointestinal untuk
mengusahakan status puasa menurunkan efek yang berbahaya pada stimulasi
sesuai dengan indikasi lambung/pancreas bila ditemukan adanya
perdarahan gastrointestinal atau muntah yang
berlebihan.
4. Kolaborasi dengan dokter Nutrisi yang diberikan secara I.V tidaka akan
dalam pemberian nutrisi mengganggu proses istirahatnya salauran
melalui I.V gastrointestinal, dan nutrisi bagi keperluan tubuh
pasien tetap terpenuhi.
5. Kolaborasi dalam pemberian Antasida dapat menurunkan iritasi lambung.
obat-obatan seperti antisida , Vitamin dapat menggantikan kehilangan vitamin
vitamin- vitamin tubuh pasien yang keluar lewat muntahan,
pendarahan, maupun diare kalau ada.
6 Setelah diberikan asuhan keperawatan No Intervensi Rasional
diharapkan BAB klien lancar dengan 1. Pantau pergerakan usus pasien Mengidentifikasi masalah konstifasi pada pasien.
Kriteria hasil: Konstifasi adalah merupakan manifestasi
- Klien melaporkan tidak konstipasi termudah dari neurotoksisitas
- Peristaltik usus normal (5- 2. Pantau keadekuatan masukan Ketidakadekuatan masukan cairan dapat
35x/menit) cairan dapat menimbulkan menimbulkan konstifasi.
konstipasi
3. Kolaborasi dalam pemantauan Adanya ketidakseimbangan dalam pemeriksaan
pemeriksaan lab dan rontgent eliktrolit menunjukan ketidak adekuatan nutrisi
I.V yang masuk kedalam tubuh pasien. Dengan
adanya pemeriksaan rontgen dapat menunjukan
posisi, dan kelainannya yang ada pada
gastrointestinal yang dapat mengakibatkan pasien
konstifasi.
4. Jelaskan pada pasien dan Paien dan keluarga paham dengan penyebab
keluarga tentang semua hasil mengapa pasien tidak bisa buang air besar.
pemeriksaan lab, dan rontgen
pasien
5. Lavement bila tergantung Lavement dapat membantu mengeluarkan isi usus
indikasi bagian bawah, baik inti berupa feses maupun sisa
darah yang membeku
7 Setelah diberikan asuhan keperawatan No Intervensi Rasional
diharapkan klien tidak kesulitan bernafas 1. Pertahanan bantalan lunak dan Mengurangi trauma saat kejang selama pasien
dengan Kriteria hasil: penghalang tempat tidur berada di tempat tidur.
- RR normal (16-20x/menit) dengan posisi tempat tidur
- Pasien relaks, tidak gelisah dan rendah
tidak menunjukkan gejala-gejala 2. Catat tipe aktifitas kejang Membantu melokalisasi daerah otak yang
takipneu seperti lokasi, lamanya, tanda- mengalami hipoksia.
tanda penurunan kesadaran
3. Observasi munculnya tanda- Hal ini merupakan keadaan darurat yang
tanda stalus epileptikus, seperti mengancam hidup yang dapat mengakibatkan
adanya kejang tonik-klonik henti nafas ,hipoksia berat, attau kerusakan otot
setelah jenis lain muncul dan sel saraf
dengan cepat dan cukup
menyakitkan.
4. Kolaborasi dalam pemberian Oksigen akan membantu mengurangi hipoksia
oksigen 4-6 1/mnt pada jaringan perifer karenai suplai oksigen ke
otak mencukupi.
5. Kolaborasi dalam pemberian Mungkin bergunaa dalam mencegah dalam
obat anti koagulan dosis pembentukan thrombus yang dapat memicu
rendah sesuai denmgan terjadinya henti nafas.
indikasi
6. Kolaboraasi dengan petugas Dengan diketahuinya kadar oksigen dalam darah
lab. Untuk pemeriksaan kadar dapat menentukan tindakan segera yang harus
oksigen dalam darah dilakukan untuk mencegah henti nafas.
8 Setelah diberikan asuhan keperawatan No Intervensi Rasional
diharapkan perfusi serebral kembali 1. Tinggikan tempat tidur, tempat Memindahkan aliran vena sehingga dapat
normal dengan Kriteria hasil: kepela pada posisi sedang. mengurangi resiko kongesti vaskular
- 2. Obsupsi pupil atau perubahan Memberikan deteksi awal dan intervensi untuk
tanda-tanda vital, penurunan meminimalakan perlukaan pada susunan saraf
tingkat kesadaran atau fungsi pusat
motorik
3. Doromg istrahat dan Meningkatkan relaksasi dan dapat memebantu
ketenangan. Kurangi menurunkan tekanan darah
rangsangan lingkungan
4. Pantau tekanan darah dan Mengevaluasi kebutuhan/efektifitas intervensi
tanda vital yang lain sepoerti
nadi dan pernafasan
5. Kolaborasi dalam pemberian Oksigen akan membantu mengurangi hipoksia
oksigen 4-6 1/mnt pada jaringan perifer karena suplai oksigen ke otak
mencukupi
H. IMPLEMENTASI

Sesuai dengan intervensi

I. EVALUASI

Diagnose (Dx):

a. Volume dan cairan elektrolit seimbang

b. Nyeri terkontrol atau hilang

c. Pemenuhan informasi klien terpenuhi

d. Ansietas berkurang

e. Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi

f. BAB klien lancar

g. Klien tidak kesulitan bernafas

h. Perfusi serebral normal


BAB III

PENUTUP

A KESIMPULAN

Racun adalah zat atau bahan yang bila masuk ke dalam tubuh melalui mulut,
hidung (inhalasi), suntikan dan absorpsi melalui kulit, atau digunakan terhadap
organisme hidup dengan dosis relatif kecil akan merusak kehidupan atau menggaggu
dengan serius fungsi satu atau lebih organ atau jaringan (Mc Graw-Hill Nursing
Dictionary).

Keracunan adalah masuknya zat racun kedalam tubuh baik melalui saluran
pencernaan, saluran nafas, atau melalui kulit atau mukosa yang menimbulkan efek
merugikan pada yang menggunakan. Keracunan korosif, yaitu keracunan yang
disebabkan oleh zat korosif yang meliputi produk alkalin (Lye, pembersih kering,
pembersih toilet, deterjen non pospat, pembersih oven, tablet klinitest, dan baterai
yang digunakan untuk jam, kalkulator, dan kamera) dan produk asam (pembersih
toilet, pembersih kolam renang, pembersih logam, penghilang karat, dan asam baterai)
(Brunner & Suddarth, 2001).Keracunan non korosif yaitu keracunan yang
disebabkan oleh zat non korosif yang meliputi makanan, obat-obatan, gas (CO)

B SARAN

Sebagai seorang calon petugas kesehatan khususnya perawat, kita hendaknya


turut serta dalam rangka menyebarluaskan informasi tentang racun dan keracunan.
Disini selain sebagai seorang praktisi kesehatan, perawat juga berperan untuk
memberikan health education kepada masyarakat. Selain itu, pengetahuan yang kita
miliki mengenai racun dan keracunan akan memberikan manfaat yang baik bagi kita,
karena dengan pengetahuan yang cukup maka kita akan dapat menentukan rencana
perawatan yang tepat bagi klien
DAFTAR PUSTAKA

Arief Mansjoer,dkk.1999. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 3 jilid 1. Jakarta: Penerbit Media
Esculapius FKUI..

Arthur C. Guyton and John E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Fitrirosdiana.2011.Keracunan.http://fitrirosdiana.blogspot.com/2011/01/keracunan.html,
diakses tanggal 23 April 2012

http://id.shvoong.com/how-to/health/2249159-keracunan-gas-karbon-monoksida/, diakses
tanggal 26 Maret 2012

Marylin E. Doengoes, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta: Peneribit Buku


Kedokteran EGC.

Sartono.2002. Racun dan Keracunan. Jakarta : Widya Medika

Anda mungkin juga menyukai