BAB I
DEFINISI DAN TERMINOLOGI
Organisme yang menyebabkan infeksi memiliki ukuran yang bervariasi dari sekecil
20 nm (poliovirus) hingga sebesar 10 m (cacing pita Taenia saginata). Beberapa organisme
yang dapat menyebabkan infeksi yaitu bakteri dan virus. Bakteri berasal dari kata bahasa
latin yaitu bacterium. Bakteri adalah suatu organisme yang jumlahnya paling banyak dan
tersebar luas dibandingkan dengan organisme lainnya di bumi. Bakteri umumnya merupakan
organisme uniseluler (bersel tunggal), prokariota/prokariot, tidak mengandung klorofil, serta
berukuran mikroskopik (sangat kecil). Bakteri memiliki jumlah spesies mencapai ratusan ribu
atau bahkan lebih. Mereka ada di mana-mana mulai dari di tanah, di air, di organisme lain,
dan lain-lain juga berada di lingkungan yang ramah maupun yang ekstrim. Dalam tumbuh
kembang bakteri baik melalui peningkatan jumlah maupun penambahan jumlah sel sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni seperti ph, suhu temperatur, kandungan garam,
sumber nutrisi, zat kimia dan zat sisa metabolisme. Ciri-ciri bakteri: umumnya tidak
berklorofilhidupnya bebas atau sebagai parasit/pathogen, bentuknya beraneka ragam,
memiliki ukuran yang kecil rata-rata 1 s/d 5 mikron, tidak mempunyai membran inti
sel/prokariot, kebanyakan uniseluler (memiliki satu sel), bakteri di lingkungan ekstrim
dinding sel tidak mengandung peptidoglikan, sedangkan yang kosmopolit mengandung
peptidoglikan.
Istilah virus berasal dari bahasa latin yang bearti racun. Diartikan demikian karena
hampir semua jenis virus dapat menyebabkan penyakit baik pada tumbuhan, hewan maupun
manusia. Menurut para ahli, virus memiliki dua sifat yang berbeda yaitu virus termasuk
benda mati dan virus termasuk makhluk hidup. Dikatakan virus termasuk benda mati, karena
virus dapat dikristalkan sehingga menyerupai benda mati. Di sisi lain para ahli mengatakan
bahwa virus termasuk golongan makhluk hidup. Karena virus dapat berkembang biak seperti
makhluk hidup.Walaupun hidupnya virus tergantung pada sel hidup lainnya. Seperti
tumbuhan, hewan dan manusia.
Mega Indahsari Kespramana 2411
BAB II
A. IDENTIFIKASI
Infeksi bakteri bakteri adalah invasi dan multiplikasi mikroorganisme (bakteri) dalam
jaringan tubuh yang menghasilkan tanda dan gejala seperti respon imun.
Tingkat keparahan infeksi tergantung pada Patogenitas, Jumlah Mikroorganisme, dan Sistem
Imunitas tubuh. Port d’ entry atau tempat masuknya bakteri ke dalam tubuh melalui Ingesti,
Inhalasi< Sexual Transmission, Gigitan serangga / hewan, serta Injeksi
B. PATOMEKANISME
Patogenesis adalah suatu proses dimana infeksi virus dapat berkembang menjadi penyakit
infeksi. Mekanisme patogenesis termasuk (i) Cara masuk virus ke dalam tubuh, (ii) Replikasi
pada lokasi infeksi, (iii) Penyebaran virus dan multiplikasinya pada organ target dimana
penyakit infeksi tersebut terladi, dan (iv) Diseminasi virus secara sistemik ke organ-organ
lain di seluruh tubuh. Beberapa faktor yang mempengaruhi mekanisme patogenesis adalah
kemampuan virus untuk masuk ke dalam jaringan, kerentanan sel terhadap multiplikasi virus
dan ketahanan virus terhadap sistem kekebalan hospes.
sel normal dengan sel yang terinfeksi ataupun pada keadaan tertentu dapat melalui
pembelahan nukleus tanpa disertai pembelahan sitoplasma sehingga terbentuk giant sel
multinukleat yang lain.
Sel yang terinfeksi virus, dapat menimbulkan perubahan morfologi pada sel tertentu.
Salah satu perubahan yang terjadi berupa pembentukan badan inklusi. Badan inklusi
dapat mengandung asam nukleat virus, protein, virion dewasa ataupun produk reaksi sel
yang tidak digunakan lagi. Letak badan inklusi di dalam sel menunjukan tempat dimana
virion dibentuk.
b. Infeksi Laten Virus
Pada infeksi laten, virus dapat hidup di dalam sel hospes tanpa memproduksi partikel
virus baru. Pada infeksi jenis ini, tidak ada kerusakan yang terjadi pada sel hospes. Infeksi
laten terjadi ketika virus memasuki ujung saraf sensorik. Virion kemudian ditransportasi
ke inti sel neuron di ganglia sensorik. Virion dalam neuron yang terinfeksi akan
bereplikasi menghasilkan progeni atau virus akan memasuki keadaan laten tak
bereplikasi. Neuron yang terinfeksi akan mengirim balik virus progeni ke lokasi kulit
tempat dilepaskannya virion sebelumnya dan menginfeksi sel epitel yang berdekatan
dengan ujung saraf, sehingga terjadi penyebaran virus dan jejas sel.
Selama bakteri tumbuh, sel bakteri melepaskan eksotoksin, enzim yang merusak sel
inang, mengubah fungsi atau membunuh sel inang. Enterotoksin adalah jenis spesifik
eksotoksin disekresi oleh bakteri yang menginfeksi saluran gi, menyebabkan gastroenteritis.
Endotoksin yang terkandung di dinding bakteri gram negatif, dilepaskan selama lisis bakteri.
C. IMUNOPATOLOGI
1. Infeksi Virus
Mekanisme utama terhadap virus adalah sel NK, interferon, dan sel T sitotoksik. Antibodi
yang efektif terhadap virus sebagian besar selama perlindungan, di mana seorang individu
Mega Indahsari Kespramana 2411
kekebalan tubuh dapat menetralisir mereka berdasarkan pada paparan sebelumnya. Antibodi
tidak berpengaruh pada virus atau patogen intraseluler lainnya setelah mereka masuk ke
dalam set karena anribodi tidak mampu menembus membran plasma dan sel. Banyak sel
menanqqapi infeksi virus dengan downregulating ekspresi mereka molekul MHC kelas I. Hal
ini untuk keuntungan dari virus, karena tanpa kelas I ekspresi, sel T sitotoksik tidak memiliki
aktivitas. sel NK, bagaimanapun, dapat mengenali sel kelas virally tennfeksi 1-negatif dan
menghancurkan mereka. Dengan demikian, sel NK dan sitotoksik T memiliki kegiatan yang
saling melengkapi terhadap sel yang terinfeksi virus.
Interferon memiliki aktivitas dalam memperlambat replikasi virus dan digunakan dalam
pengobatan penyakit virus tertentu, seperti hepatitis B dan C, tetapi kemampuan mereka
untuk menghitangkan virus sepenuhnya terbatas. Respon sel T sitotoksik, meskipun, adalah
kunci, karena akhirnya menguasai virus dan membunuh sel yang terinfeksi sebelum virus
dapat rnenyelesaikan sikius replikasi nya. ekspansi kional dan kemampuan sel T sitotoksik
rnembunuh Iebih dan satu target sel membuat sel-sel mi sangat efektif terhadap virus.
Bahkan, tanpa sel T sitotoksik, ada kemungkinan bahwa manusia semua akan mati di
beberapa titik dan infeksi virus (jika tidak ada vaksin yang tersedia).
2. Infeksi Bakteri
Bakteri ekstraselular dapat menimbulkan penyakit melalui beberapa mekanisme:
a Merangsang reaksi inflamasi yang menyebabkan destruksi jaringan di tempat
infeksi. Sebagai contoh mlsalnya kokus piogenik yang serlng menimbulkan infeksi supuratif
yang hebat.
b.Produksi toksin yang menqhasilkan berbagai efek patologik. Toksin dapat berupa
endotoksin dan eksotoksin. Endotoksin yang merupakan komponen dinding bakteri adalah
suatu lipopolisakarida yang merupakan stimulator produksi sitokin yang kuat, suatu ajuvan
serta activator polikional sel limfosit B. Sebagian besar eksotoksin mempunyai efek
sitotoksik dengan mekanisme yang belum jelas benar, Sebagal contoh toksln difteri
menghambat sintesis protein secara enzimatik serta menghambat faktor elongasi-2 yang
diperlukan untuk sintesis semua peptida. Toksin kolera merangsang sintesis AMP siklik
(cAMP) oleh sel epitel usus yang menyebabkan sekresi aktif kiorida, kehilangan cairan serta
diare yang hebat. Toksin tetanus merupakan suatu neurotoksin yang terikat motor endplate
pada neuromuscular junction yang menyebabkan kontraksi orot persisten yang sangat fatal
bila mengenai otot pernapasan. Toksin klostridium dapat menyebabkan nekrosis jaringan
yang dapat menghasilkan gas gangren. Respons imun terhadap bakteri ekstraselular ditujukan
untuk eliminasi bakteri serta netralisasi efek toksin.
bakteri. Sitokin akan menginduksi adhesi neutrofil dan monosit pada endotel vaskular pada
tempatinfeksi yang dhikuti megrasi, akumulasi lokal serta aktlvasl set inflamasl. Kerusakan
jaringan yang teradl adalah akibat efek samping mekanlsme pertahanan untuk eliminasi
bakteri tersebut. Sitokin juga merangsang demam dan sintesis protein fase akut. Banyak
fungsh sitokin yang sama yaitu sebagai ko-stimulator sel limfosit T dan B yang menghasilkan
mekanisme amplifikasi untuk imu nitas spesifik.
D. FARMAKOLOGI
Golongan obat antivirus dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu antinonretrovirus dan
antiretrovirus. Klasifikasi penggolongan obatantvirus adalah :
1. Antinonretovirus
- Antivirus untuk herpers
- Antivirus untuk influenza
- Antivirus untuk HBV dan HCV
2. Antiretrovirus
- Nukleuside reverse transcriptase inhhibiror (NRTI)
- Nukleuside reverse transcriptase inhhibiror (NtRTI)
- NNRTI (non neokleoside reverse transcriptase inhibitor)
- Protease inhibitor (PI)
- Viral entry inhibitor.
Zat bakterisid, yaitu zat yang pada dosis biasa berkhasiat mematikan kuman (bakteri)
contoh obat (penisilin, sefalosporin, polimiksin, basitrasin,rimpfapicin, asam nalidiksat, dan
gol. kinolon, gol. Aminoglikosida, nitrofurantoin, INH, kotrimoksazol.
Zat bakteriostatis, yaitu zat yang pada dosis biasa berkhasiat menghentikan
pertumbuhan dan perbanyakan kuman, pemusnahan mikrba dilakukan oleh sistem imun dari
tubuh sendiri contoh obat sulfonamid, kloramfenikol, tetrasiklin, makrolida, linkomisisn,
asam fusidat.
BAB III
KESIMPULAN
1. Infeksi virus dan bakteri bersifat merugikan bagi host atau tubuh manusia.
2. Berbagai upaya dilakukan oleh virus dan bakteri untuk memperbanyak diri di dalam
tubuh manusia, hal ini dapat menyrbabkan kerusakan sel, jaringan, organ, bahkan
metabolism etubuh manusia
3. Sistem imun baik innate maupun adaptive berperan aktif dalam menghadapi serangan
pathogen ini agar tidak menyebabkan kerusakan yang massive.
4. Farmakoterapi berupa antivirus dan antibakteri berperanan untuk membantu
melenyapkan virus dan bakteri dari tubuh manusia