Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

2.1.1 Jeruk secara umum

Tanaman jeruk-jerukan, suku Rutaceae, banyak dibudidayakan orang dan

beranggotakan tidak kurang dari 1300 jenis tanaman. Suku Rutaceae dibagi dalam

tujuh sub famili (anak suku) dan 130 genus (marga), dimana yang menjadi induk

tanaman jeruk adalah sub famili Aurantioideae yang beranggotakan 33 genus.

Beberapa contoh spesies Citrus antara lain jeruk keprok (Citrus nobilis),

jeruk manis (Citrus aurantium), jeruk lemon (Citrus medica), jeruk besar (Citrus

maxima), jeruk grafefruit (Citrus paradise), jeruk kasturi (Citrus microcarpa),

jeruk sambal (Citrus amblycarpa), jeruk purut (Citrus histrix), jeruk nipis (Citrus

aurantifolia) dan lain- lain (Sarwono, 1995).

2.1.2 Morfologi tumbuhan

Jeruk kasturi merupakan jenis tanaman jeruk dengan tinggi pohon 2-4

meter dan tajuk yang agak bulat, daun tersebar, berdaun majemuk beranak satu,

agak kecil, berwarna hijau tua bertangkai pendek, pada tepi daun terdapat bintil-

bintil kelenjar berbau sedap. Bunga majemuk, terletak diketiak daun atau pada

ujung cabang, berbau harum, waktu masih kuncup berbentuk bulat telur panjang,

daun pelindung kecil, kelopak berbentuk cawan terdiri dari 5 helai. Bakal buah

berbentuk bola, pada pangkal dan ujung datar, berwarna hijau kuning. Buah

berbentuk kecil, bertangkai pendek, berwarna kuning saat matang, hampir

berbentuk seperti bola, diameternya 3-5 cm dengan kulit buah yang tipis

(Casimiro, dkk., 2010; Direktorat Bina Sosial Budaya, 1992).

Universitas Sumatera Utara


2.1.3 Sistematika tumbuhan

Menurut Sarwono (1995) dan LIPI (2012), sistematika tumbuhan jeruk

kasturi adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Rutales

Suku : Rutaceae

Marga : Citrus

Jenis : Citrus microcarpa (Bunge) Wijnands

2.1.4 Nama lain

Nama lain dari jeruk kasturi adalah jeruk peras dan jeruk potong (Anonim,

2010).

2.1.5 Nama asing

Nama asing dari jeruk kasturi adalah kalamansi (Filipina), calamondin,

chinese orange, golden lime (Inggris), limau chuit (Malaysia) (Anonim, 2010;

Jamal, dkk., 2000).

2.1.6 Kandungan kimia

Kulit buah jeruk kasturi mengandung 1,2% minyak atsiri. Komponen

utama minyak atsiri tersebut adalah β-sitronelol (18%), β-pinen (15,31%) dan D-

limonen (14%). Selain itu, komponen lain yang terkandung dalam minyak atsiri

kulit buah jeruk kasturi adalah 4-metil-1-(1-metiletil)-3-sikloheksen-1-ol, β-

linalool, α-terpineol, α-farnesena, β-sitral, L-isopulegol dan cis-linalil oksida

(Jamal, dkk., 2000).

Universitas Sumatera Utara


2.2 Minyak Atsiri

Minyak atsiri adalah zat berbau yang terkandung dalam tanaman. Minyak

ini disebut juga minyak menguap (volatile oil), minyak eteris (ethereal oil), atau

minyak esensial (essential oil). Minyak atsiri umumnya tidak berwarna pada

keadaan segar dan murni, namun pada penyimpanan lama warnanya dapat

berubah menjadi lebih gelap. Pencegahannya, minyak atsiri harus terlindung dari

pengaruh cahaya, diisi penuh, ditutup rapat serta disimpan di tempat yang kering

dan gelap (Gunawan dan Mulyani, 2004; Ketaren, 1985).

Minyak atsiri terdapat dalam berbagai organ tumbuhan, seperti didalam

rambut kelenjar (famili Labiatae), didalam sel-sel parenkim (suku Zingiberaceae

dan Piperaceae), didalam saluran minyak yang disebut vittae (suku Umbelliferae),

didalam rongga-rongga skizogen dan lisigen (suku Myrtaceae, Pinaceae dan

Rutaceae), terkandung didalam semua jaringan (suku Conifera). Minyak atsiri

dapat terbentuk secara langsung oleh protoplasma akibat adanya peruraian lapisan

resin pada dinding sel atau oleh hidrolisis dari glikosida tertentu (Tyler et al,

1977).

2.2.1 Akivitas biologi dan kegunaan minyak atsiri

Minyak atsiri pada tumbuhan mempunyai dua fungsi yaitu: membantu

proses penyerbukan dengan menarik perhatian beberapa jenis serangga atau

hewan (atraktan) dan mencegah kerusakan tanaman oleh serangga atau hewan

(repellent). Minyak atsiri pada tumbuhan juga dapat digunakan sebagai sumber

energi, antimikroba, penutup bagian kayu yang terluka dan mencegah penguapan

air yang berlebihan (Guenther, 1987; Ketaren, 1985).

Universitas Sumatera Utara


Minyak atsiri digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri,

misalnya industri parfum, kosmetik, farmasi, bahan penyedap dalam industri

makanan dan minuman (Guenther, 1987).

Beberapa jenis bahan tumbuhan digunakan dalam pengobatan karena

kandungan minyak atsirinya. Pada beberapa kasus, minyak atsiri digunakan

sebagai obat setelah diekstraksi atau disuling dari sumbernya, misalnya minyak

kayu putih. Dalam bentuk murni, kebanyakan minyak atsiri dapat digunakan

untuk terapi beberapa jenis penyakit seperti radang selaput sendi, radang

tenggorokan, sakit kepala, radang usus besar, jantung berdebar dan lain

sebagainya (Agusta, 2000; Rusli, 2010).

2.2.2 Komposisi minyak atsiri

Minyak atsiri terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia dengan

sifat fisika dan kimia yang juga berbeda. Pada umumnya perbedaan komposisi

minyak atsiri disebabkan perbedaan kondisi iklim, tanah tempat tumbuh, umur

panen, metode ekstraksi yang digunakan, cara penyiapan minyak atsiri dan jenis

tanaman penghasil.

Minyak atsiri biasanya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia

yang terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O).

Pada umumnya komponen kimia minyak atsiri dibagi menjadi dua golongan

yaitu:

a. Golongan Hidrokarbon

Persenyawaan yang termasuk golongan ini terbentuk dari unsur Karbon (C)

dan Hidrogen (H). Jenis hidrokarbon yang terdapat dalam minyak atsiri

sebagian besar terdiri dari monoterpen (2 unit isopren) dan sesquiterpen (3 unit

Universitas Sumatera Utara


isopren) yang titik didihnya berbeda, titik didih monoterpen sebesar 140oC-

180oC dan sesquiterpen > 200oC (Harborne, 1987; Ketaren 1985).

b. Golongan Hidrokarbon Teroksigenasi

Komponen kimia dari golongan persenyawaan ini terbentuk dari unsur Karbon

(C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O). Persenyawaan yang termasuk dalam

golongan ini adalah persenyawaan alkohol, aldehid, keton, ester, eter dan

peroksid. Ikatan karbon yang terdapat dalam molekulnya dapat terdiri dari

ikatan tunggal, ikatan rangkap dua dan ikatan rangkap tiga. Golongan

hidrokarbon teroksigenasi merupakan senyawa yang penting dalam minyak

atsiri karena umumnya mempunyai aroma yang lebih wangi (Ketaren, 1985).

2.3 Sifat Fisikokimia Minyak Atsiri

2.3.1 Sifat fisika minyak atsiri

Parameter yang dapat digunakan untuk tetapan fisika minyak atsiri antara

lain:

a. Bau yang khas

Minyak atsiri adalah zat berbau, biasa dikenal dengan nama minyak eteris atau

minyak terbang (essential oil, volatile oil) yang dihasilkan oleh tanaman.

Minyak tersebut berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya

(Ketaren, 1985).

b. Indeks bias

Indeks bias suatu zat adalah perbandingan kecepatan cahaya dalam udara dan

kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Jika cahaya melewati media kurang padat

ke media lebih padat maka sinar akan membelok atau membias dari garis

normal. Indeks bias berguna untuk identifikasi suatu zat dan deteksi

Universitas Sumatera Utara


ketidakmurnian, penentuannya menggunakan alat refraktometer (Guenther,

1987).

c. Berat jenis

Nilai berat jenis (densitas) minyak atsiri merupakan perbandingan antara berat

minyak dengan berat air pada volume air yang samadengan volume minyak.

Berat jenis sering dihubuungkan dengan berat komponen yang terkandung

didalamnya. Semakin besar fraksi berat yang terkandung dalam minyak,

semakin besar pula nilai densitasnya. Berat jenis merupakan salah satu kriteria

penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri (Armando,

2009).

d. Putaran optik

Setiap jenis minyak atsiri mempunyai kemampuan memutar bidang polarisasi

cahaya ke arah kiri atau kanan. Besarnya pemutaran bidang polarisasi

ditentukan oleh jenis minyak atsiri, suhu dan panjang gelombang cahaya yang

digunakan. Penentuan putaran optik menggunakan alat polarimeter dan

nilainya dinyatakan dengan derajat disosiasi (Armando, 2009; Ketaren, 1985).

2.3.2 Sifat kimia minyak atsiri

Perubahan sifat kimia minyak atsiri merupakan ciri dari adanya suatu

kerusakan minyak dan ini dapat terjadi pada beberapa jenis minyak atsiri.

Kerusakan minyak atsiri yang mengakibatkan perubahan antara lain dapat terjadi

selama penyimpanan dan biasanya disebabkan oleh terjadinya oksidasi,

polimerisasi serta hidrolisis, karena peristiwa tersebut maka minyak atsiri akan

berubah warna dan menjadi lebih kental. Proses-proses tersebut diaktifkan oleh

panas, oksigen udara, lembab, sinar matahari dan molekul logam berat. Minyak

atsiri harus diberi perlakuan khusus agar proses tersebut tidak terjadi atau

10

Universitas Sumatera Utara


setidaknya dapat diperlambat. Oleh karena itu, minyak atsiri sebaiknya disimpan

dalam wadah yang benar-benar kering dan harus bebas dari logam berat, serta

bebas dari cahaya yang masuk (Koensoemardiyah, 2010).

2.4 Isolasi Minyak Atsiri

Isolasi minyak atsiri dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu: 1)

penyulingan (distillation), 2) pengepresan (pressing), 3) ekstraksi dengan pelarut

menguap (solvent extraction), 4) ekstraksi dengan lemak padat, 5) ecuelle.

2.4.1 Metode penyulingan

Penyulingan adalah salah satu metode untuk memisahkan komponen-

komponen suatu campuran dari dua jenis campuran atau lebih berdasarkan

perbedaan tekanan uap dari masing- masing zat tersebut. Metode penyulingan

minyak atsiri yang sering dilakukan antara lain:

a. Penyulingan dengan air (water distillation)

Pada metode ini, bahan tumbuhan dimasukkan dalam wadah yang berisi air,

selanjutnya direbus sampai uap air dan minyaknya mengalir dan didinginkan

melalui pipa dalam kondensor. Air dan minyak yang keluar dari kondensor

ditampung dalam labu pemisah (Yuliani dan Satuhu, 2012).

b. Penyulingan dengan air dan uap (water and steam distillation)

Bahan tumbuhan yang akan disuling dengan metode penyulingan air dan uap

ditempatkan dalam suatu tempat yang bagian bawah dan tengah berlobang-

lobang yang ditopang di atas dasar alat penyulingan. Ketel diisi dengan air

sampai permukaan air berada tidak jauh di bawah saringan, uap air akan naik

bersama minyak atsiri kemudian dialirkan melalui pendingin. Hasil

sulingannya adalah minyak atsiri yang belum murni (Guenther, 1987).

11

Universitas Sumatera Utara


c. Penyulingan dengan uap (Steam distillation)

Pada metode ini, wadah dan tangki air sebagai sumber uap panas (boiler)

diletakkan terpisah, di dalam boiler terdapat pipa yang berhubungan dengan

wadah. Air dari boiler akan mendidih, lalu uapnya mengalir ke wadah yang

berisi bahan tumbuhan. Uap akan menembus sel-sel tumbuhan dan membawa

uap minyak atsiri yang selanjutnya akan mengalir melalui kondensor. Uap

minyak atsiri akan mengembun menjadi cairan dan ditampung pada labu

pemisah (Guenther, 1987; Yuliani dan Satuhu, 2012).

2.4.2 Metode pengepresan

Ekstraksi minyak atsiri dengan cara pengepresan umumnya dilakukan

terhadap bahan berupa biji, buah, atau kulit buah yang memiliki kandungan

minyak atsiri yang cukup tinggi. Akibat tekanan pengepresan, maka sel-sel yang

mengandung minyak atsiri akan pecah dan minyak atsiri akan mengalir ke

permukaan bahan (Ketaren, 1985).

2.4.3 Ekstraksi menggunakan pelarut mudah menguap

Metode ini digunakan untuk mengambil minyak bunga yang kurang stabil

dan dapat rusak oleh panas uap air. Dengan menggunakan pelarut yang mudah

menguap seperti kloroform, eter, aseton, alkohol dan petroleum eter. Pada

ekstraksi ini, bahan pelarut dialirkan secara berkesinambungan melalui

serangkaian penampan yang diisi bahan tumbuhan, sampai ekstraksi selesai.

Cairan ekstrak yang mengandung bahan pelarut dan unsur-unsur tumbuhan itu

disalurkan ke tabung hampa udara yang dipanaskan pada suhu sekedar untuk

menguapkan pelarut. Uap pelarut dialirkan ke kondensor untuk dicairkan kembali,

sedangkan unsur-unsur tumbuhan tertinggal dalam tabung hampa tersebut

(Guenther, 1987).

12

Universitas Sumatera Utara


2.4.4 Ekstraksi dengan lemak padat

Proses ini umumnya digunakan untuk mengekstraksi bunga-bungaan,

untuk mendapatkan mutu dan rendeman minyak atsiri yang tinggi. Metode

ekstraksi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

a. Ekstraksi dengan lemak tanpa pemanasan (Enfleurage)

Cara ini menggunakan media lemak padat. Metode ini digunakan karena

diketahui beberapa jenis bunga yang telah dipetik, enzimnya masih

menunjukkan kegiatan dalam menghasilkan minyak atsiri sampai beberapa

hari/minggu, seperti bunga melati, sehingga perlu perlakuan yang tidak

merusak enzim tersebut secara langsung. Caranya dengan menaburkan bunga

diatas media lilin dan dieramkan sampai beberapa hari/minggu, selanjutnya

lemak padat dikerok (dikenal dengan pomade) dan diekstraksi menggunakan

etanol (Gunawan dan Mulyani, 2004).

b. Ekstraksi dengan lemak panas

Pada cara ini absorbsi minyak atsiri oleh lemak dalam keadaan panas pada
o
suhu 80 C selama 1,5 jam. Cara ini dilakukan terhadap bahan tumbuhan yang

bila dilakukan penyulingan atau enfleurasi akan menghasilkan minyak atsiri

dengan rendeman yang rendah. Setelah selesai pemanasan, campuran disaring

panas-panas, jika perlu kelebihan lemak pada ampas disiram dengan air panas,

kemudian dilakukan penyulingan untuk memperoleh minyak atsiri (Ketaren,

1985).

2.4.5 Ecuelle

Metode mengeluarkan minyak jeruk dengan menusuk kelenjar minyak dan

menggelindingkan buah pada wadah yang memiliki tonjolan tajam yang berjejer.

13

Universitas Sumatera Utara


Tonjolan tersebut cukup panjang untuk menembus epidermis. Tetes minyak yang

jatuh pada wadah kemudian dikumpulkan (Tyler et al., 1977).

2.5 Analisis Komponen Minyak Atsiri dengan GC-MS

Analisis dan karakterisasi komponen minyak atsiri merupakan masalah

yang cukup rumit, ditambah dengan sifatnya yang mudah menguap pada suhu

kamar sehingga perlu diseleksi metode yang akan diterapkan untuk menganalisis

minyak atsiri. Sejak ditemukannya kromatografi gas (GC), kendala dalam analisis

komponen minyak atsiri ini mulai dapat diatasi walaupun terbatas hanya pada

analisis kualitatif dan penentuan kuantitatif komponen penyusun minyak atsiri

saja. Pada penggunaan GC, efek penguapan dapat dihindari bahkan dihilangkan

sama sekali. Perkembangan teknologi instrumentasi yang sangat pesat akhirnya

dapat melahirkan suatu alat yag merupakan gabungan dua sistem dengan prinsip

dasar yang berbeda satu sama lain tetapi dapat saling menguntungkan dan saling

melengkapi, yaitu gabungan antara kromatografi gas dan spektrometri massa (GC-

MS). Pada alat GC-MS, kedua alat dihubungkan dengan suatu interfase.

Kromatografi gas disini berfungsi sebagai alat pemisah berbagai komponen

campuran dalam sampel sedangkan spektrometer massa berfungsi untuk

mendeteksi masing-masing molekul komponen yang telah dipisahkan pada

kromatografi gas (Agusta, 2000).

2.5.1 Kromatografi gas

Kromatografi gas merupakan teknik pemisahan yang mana solut- solut

yang mudah menguap (dan stabil terhadap panas) bermigrasi melalui kolom yang

mengandung fase diam dengan suatu kecepatan yang tergantung pada rasio

distribusinya. Pada umumnya solut akan terelusi berdasarkan pada peningkatan

14

Universitas Sumatera Utara


titik didihnya, kecuali jika ada interaksi khusus antara solut dengan fase diam.

Pemisahan pada kromatografi gas didasarkan pada titik didih suatu senyawa

dikurangi dengan semua interaksi yang mungkin terjadi antara solut dengan fase

diam. Fase gerak yang berupa gas akan mengelusi solut dari ujung kolom lalu

menghantarkannya ke detektor. Penggunaan suhu yang meningkat (biasanya

kisaran 50oC- 350oC) bertujuan untuk menjamin bahwa solut akan menguap dan

karenanya akan cepat terelusi (Gandjar dan Rohman, 2008).

Komponen campuran dapat diidentifikasi dengan menggunakan waktu

tambat (waktu retensi) yang khas pada kondisi yang tepat. Waktu tambat ialah

waktu yang menunjukkan beberapa lama suatu senyawa tertahan dalam kolom

yang diukur mulai saat penyuntikan sampel sampai saat elusi terjadi (dihasilkan

puncak) (Gritter, dkk., 1991). Bagian utama dari kromatografi gas adalah gas

pembawa, sistem injeksi, kolom, fase diam, suhu dan detektor.

2.5.1.1 Gas pembawa

Gas pembawa harus memenuhi sejumlah persyaratan, antara lain harus

inert (tidak bereaksi dengan sampel, pelarut sampel, material dalam kolom), murni

dan mudah diperoleh. Gas pembawa yang paling sering dipakai adalah helium

(He), argon (Ar), nitrogen (N2), hidrogen (H2) dan karbondioksida (CO2).

Keuntungannya adalah karena semua gas ini tidak reaktif dan dapat dibeli dalam

keadaan murni dan kering yang dikemas dalam tangki bertekanan tinggi.

Pemiliihan gas pembawa tergantung pada detektor yang dipakai (Agusta, 2000).

2.5.1.2 Sistem injeksi

Sistem injeksi pada GC-MS dilakukan dengan menyuntikkan cuplikan ke

dalam ruang suntik melalui gerbang suntik (injection port), biasanya berupa

lubang yang ditutupi dengan septum atau pemisah karet (rubber septum). Ruang

15

Universitas Sumatera Utara


suntik harus dipanaskan tersendiri, terpisah dari kolom dan biasanya pada suhu
o
10-15 C lebih tinggi dari suhu kolom. Seluruh cuplikan diuapkan segera setelah

disuntikkan dan dibawa ke kolom (Gritter, dkk., 1991).

2.5.1.3 Kolom

Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena di

dalamnya terdapat fase diam (Gandjar dan Rohman, 2008). Kolom dapat terbuat

dari tembaga, baja tahan karat, aluminium atau gelas. Kolom dapat berbentuk

lurus, melengkung, ataupun gulungan spiral sehingga lebih menghemat ruang.

Ada dua macam kolom, yaitu kolom kemas dan kolom kapiler (Agusta, 2000;

McNair dan Bonelli, 1988).

Kolom kemas terdiri dari fase cair (sekurang- kurangnya pada suhu

kromatografi) yang tersebar pada permukaan penyangga yang lembam (inert)

yang terdapat dalam tabung yang relatif besar (diameter dalam 1-3 mm). Jenis

kolom ini terbuat dari gelas atau logam yang tahan karat atau dari tembaga dan

aluminium. Efisiensi kolom akan meningkat dengan semakin bertambah halusnya

partikel fase diam ini. Semakin kecil diameter partikel fase diam, maka

efisiensinya akan meningkat. Ukuran partikel fase diam biasanya berkisar antara

60- 80 mesh (Gandjar dan Rohman, 2008).

Kolom kapiler berbeda dengan kolom kemas, dalam hal adanya rongga

pada bagian dalam kolom yang menyerupai pipa (tube) dengan ukuran 0,02-0,2

mm. Kolom kapiler kini lebih banyak digunakan untuk menganalisis komponen

minyak atsiri. Hal ini disebabkan oleh kelebihan kolom tersebut yang memberikan

hasil analisis dengan daya pisah yang tinggi dan sekaligus memiliki sensitivitas yang

tinggi. Keuntungan kolom kapiler adalah jumlah sampel yang dibutuhkan sedikit dan

pemisahan lebih sempurna (Agusta, 2000; Gandjar dan Rohman, 2008).

16

Universitas Sumatera Utara


2.5.1.4 Fase diam

Fase diam dibedakan berdasarkan kepolarannya, yaitu nonpolar, semi polar,

dan polar. Berdasarkan minyak atsiri yang non polar sampai sedikit polar, maka untuk

keperluan analisis sebaiknya digunakan kolom fase diam yang bersifat non polar,

misalnya SE-52 dan SE-54. Jika dalam analisis minyak atsiri digunakan kolom yang

lebih polar, sejumlah puncak yang dihasilkan menjadi lebar (tidak tajam) dan

sebagian puncak tersebut juga membentuk ekor. Begitu juga dengan garis dasarnya

tidak rata dan terlihat bergelombang. Bahkan kemungkinan besar komponen yang

bersifat nonpolar tidak akan terdeteksi sama sekali (Agusta, 2000).

2.5.1.5 Suhu

a. Suhu injektor

Suhu pada injektor harus cukup panas untuk menguapkam cuplikan sedemikian

cepat, tetapi sebaliknya suhu harus cukup rendah untuk mencegah peruraian

atau penataan ulang akibat panas (Gandjar dan Rohman, 2008).

b. Suhu kolom

Kromatografi gas didasarkan pada 2 sifat senyawa yang dipisahkan yakni,

kelarutan senyawa dalam cairan tertentu dan tekanan uapnya atau keatsiriannya

(titik didih senyawa). Oleh karena tekanan uap berbanding langsung dengan

suhu, maka suhu merupakan faktor yang utama pada kromatografi gas

(Gandjar dan Rohman, 2008). Pemisahan dapat dilakukan pada suhu tetap

(isotermal) atau pada suhu yang berubah secara terkendali (suhu diprogram,

temperature programming). GC isotermal paling banyak dilakukan pada

analisis rutin atau jika kita mengetahui agak banyak mengenai sifat sampel

yang akan dipisahkan.

17

Universitas Sumatera Utara


Pilihan awal yang baik adalah suhu beberapa derajat dibawah titik didih

komponen utama sampel. Pada GC suhu diprogram, suhu dinaikkan mulai dari

suhu tertentu sampai suhu tertentu lainnya dengan laju yang diketahui dan

terkendali pada waktu tertentu (Gritter, dkk., 1991).

c. Suhu detektor

Detektor harus cukup panas sehingga cuplikan/fase diam tidak mengembun

dan juga untuk mencegah pengembunan air atau hasil samping yang terbentuk

pada proses pengionan (McNair dan Bonelli, 1988).

2.5.1.6 Detektor

Detektor merupakan perangkat yang diletakkan pada ujung kolom tempat

keluar fase gerak (gas pembawa) yang membawa komponen hasil pemisahan.

Detektor pada kromatografi adalah suatu sensor elektronik yang berfungsi

mengubah sinyal gas pembawa dan komponen-komponen didalamnya menjadi

sinyal elektronik. Sinyal elektronik detektor akan sangat berguna untuk analisa

kuanlitatif maupun kuantitatif terhadap komponen-komponen yang terpisah

diantara fase diam dan fase gerak (Gandjar dan Rohman, 2008).

Beberapa jenis detektor adalah Flame Photometric Detector (FPD) yang

digunakan untuk indikasi selektif dari fosfor dan sulfur. Nitrogen Phosphorous

Detector (NPD) yang digunakan untuk senyawa-senyawa yang mengandung

nitrogen dan fosfor. Electron Capture Detector (ECD) yang digunakan untuk

senyawa-senyawa organik kelompok elektrofilik (elektro negatif), seperti halogen,

peroksida dan nitro. Mass Spectrometric Detector (MSD) yaitu merupakan

sambungan langsung dari suatu spektrometer massa dengan suatu kolom dalam

kromatografi gas kapiler.

18

Universitas Sumatera Utara


2.5.2 Spektrometri Massa

Suatu spektrometer massa bekerja dengan membangkitkan molekul-

molekul bermuatan atau fragmen- fragmen molekul baik dalam keadaan sangat

hampa atau segera sebelum sampel memasuki ruang sangat hampa (Watson,

2010). Molekul senyawa organik pada spektrometer massa, ditembak dengan

berkas elektron dan menghasilkan ion bermuatan positif yang mempunyai energi

yang tinggi karena lepasnya elektron dari molekul yang dapat pecah menjadi ion

yang lebih kecil (Sastrohamidjojo, 2004).

Spektrum massa hasil analisis sistem spektroskopi massa merupakan

gambaran mengenai jenis dan jumlah fragmen molekul yang terbentuk dari suatu

komponen kimia (masing-masing puncak pada kromatogram). Setiap fragmen

yang terbentuk dari pemecahan suatu komponen kimia memiliki berat molekul

yang berbeda dan ditampilkan dalam bentuk diagram dua dimensi, m/z (m/e,

massa/muatan) pada sumbu X dan intensitas pada sumbu Y yang disebut dengan

spektrum massa. Pola pemecahan (fragmentasi) molekul yang terbentuk untuk

setiap komponen kimia sangat spesifik sehingga dapat dijadikan sebagai patokan

untuk menentukan struktur molekul suatu komponen kimia. Selanjutnya,

spektrum massa komponen kimia yang diperoleh dari hasil analisis diidentifikasi

dengan cara dibandingkan dengan spektrum massa yang terdapat dalam suatu

bank data (Agusta, 2000).

Spektrometer massa terdiri dari sistem pemasukan cuplikan, ruang

pengion dan percepatan, tabung analisis, pengumpul ion dan penguat dan

pencatat. Keuntungan utama spektrometri massa sebagai metode analisis yaitu

metode ini lebih sensitif dan spesifik untuk identifikasi senyawa yang tidak

diketahui atau untuk menetapkan keberadaan senyawa tertentu.

19

Universitas Sumatera Utara


Hal ini disebabkan adanya pola fragmentasi yang khas sehingga dapat

memberikan informasi mengenai bobot molekul dan rumus molekul. Puncak ion

molekul penting dikenali karena memberikan bobot molekul senyawa yang

diperiksa. Puncak paling kuat pada spektrum, disebut puncak dasar (base peak),

dinyatakan dengan nilai 100% dan kekuatan puncak lain, termasuk puncak ion

molekulnya dinyatakan sebagai persentase puncak dasar tersebut (Silverstein,

dkk., 1986).

20

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai