Anda di halaman 1dari 3

GISHEILA FLORENSIA WOHON

15.D2.0013

Berbicara tentang filsafat ilmu, pasti akan menjumpai istilah epistimologi, sebab manusia
tidak hanya memerlukan kebutuhan pokok saja, Akan tetapi manusia juga memerlukan
informasi untuk mengetahui keadaan di lingkungan sekitar mereka. Dalam upaya untuk
memperoleh informasi, manusia seringkali melakukan komunikasi ataupun cara-cara lain
yang bisa digunakan. Salah satu informasi yang didapat dari komunikasi adalah pengetahuan.
Pengetahuan sangat diperlukan bagi kehidupan manusia karena dapat memberikan manfaat
yang sangat besar bagi kehidupan. Dalam mencari pengetahuan, tak jarang manusia harus
mempelajari Epistemologi. Epistemologi disebut juga sebagai teori pengetahuan karena
mengkaji seluruh tolak ukur ilmu-ilmu manusia, termasuk ilmu logika dan ilmu-ilmu manusia
yang bersifat gamblang, merupakan dasar dan pondasi segala ilmu dan pengetahuan.
Dari sebab itu, dalam kesempatan ini kami akan membahas tentang “Epistemologi Ilmu”
secara ringkas, dengan harapan agar mudah di pahami dan dimengerti. Epistemologi adalah
suatu cabang filsafat yang mengkaji tentang usaha dan upaya untuk mencari tahu suatu
kebenaran secara hakiki. Epistemologi akan terus mengkaji tentang suatu fakta sampai pada
batas yang tidak dapat dikaji lagi. Batasan dari epistemologi merupakan adalah batasan dari
pola pikir manusia, sehingga kebenaran sejati yang tidak dapat dicapai oleh manusia adalah
milik tuhan semata.

Pengertian Epistemologi
Epistemologi berasal dari kata “Episteme” yaitu pengetahuan dan juga “logos yang
bermakna ilmu, uraian atau alasan sehingga secara etimologi, epistemologi dapat diartikan
sebagai teori tentang ilmu pengetahuan atau Theory of Knowledge. Epistemologi merupakan
sebuah kajian ilmu yang sangat populer dan menjadi hal yang paling menarik. Secara
sederhana Epistemologi merupakan pokok bahasan yang mengkaji tentang pengetahuan serta
kaitannya dengan kebenaran yang hakiki. Epistemologi menjadi pembahasan menarik ketika
dikaitkan dengan ketuhanan karena kebenaran yang hakiki hanya akan dimiliki oleh tuhan,
oleh karena itu hakikat dari kebenaran hakiki yang dijadikan subjek dalam Epistemologi
menjadi hal yang mustahil untuk didapatkan oleh pemikiran dan rasa dari manusia sebagai
makhluk ciptaan tuhan.

Istilah epistemologi pertama kali dicetuskan oleh L. F. Ferier pada abad 19 di Institut of
Methaphisycs (1854). Buku Encyclopedia of Phylosophy, dan Brameld mempunyai
pengertian yang hampir sama tentang epistemologi. Epistemologi aalah studi tentang
pengetahuan, bagaimana kita mengetahui benda-benda. Contoh beberapa pernyataan yang
menggunakan kata “tahu” yang berdeda sumber maupun validitasnya:
a. Tentu saja saya tahu ia sakit, karena saya melihatnya;
b. Percayalah, saya tahu apa yang saya bicarakan;
c. Kami tahu mobilnya baru, karena baru kemarin kami menaikinya.

Keterkaitan antara Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi

ada kajian ilmu filsafat keberadaan tiga cabang yakni ontology, Epistemologi dan Aksiologi
adalah tiga hal yang memiliki peranan-peranan secara terpisah. Hal ini muncul karena ketiga
cabang dari sub filsafat ini memiliki aturan dan pola dalam pikiran manusia. Ketika berbicara
mengenai Epistemologi berarti seseorang akan berbicara mengenai usaha serta upaya yang
dilakukan untuk menggali informasi mengenai suatu fakta dapat terjadi.
GISHEILA FLORENSIA WOHON
15.D2.0013

Ontologi
Ontologi adalah reori dari cabang filsafat yang membahas tentang realitas. Realitas ialah
kenyataan yang selanjutnya menjurus pada suatu kebenaran. Bedanya realitas dalam ontologi
ini melahirkan pertanyaan-pertanyaan : apakah sesungguhnya hakikat dari realitas yang ada
ini; apakah realitas yang ada ini sesuatu realita materi saja; adakah sesuatu di balik realita itu;
apakah realita ini monoisme, dualisme, atau pluralisme. Menurut Bramel, interprestasi
tentang suatu realita itu dapat bervariasi.

Di dalam pendidikan,pandangan ontologi secara praktis, akan menjadi masalah yang utama.
Membimbing anak untuk memahami realita dunia dan membina kesadaran tentang kebenaran
yang berpangkal atas realita itu merupakan stimulus untuk menyelami kebenaran itu. Dengan
sendirinya potensi berpikir kritis anak-anak untuk mengerti kebenaran itu telah dibina. Di sini
kewajiban pendidik adalah untuk membina daya pikir yang tinggi dan kritis.

Ruang Lingkup Ontologi Ilmu Pengetahuan


Secara ontologis, ilmu membatasi lingkup penelaah keilmuannya hanya pada daerah-daerah
yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia. Ilmu memulai penjelajahannya pada
pengalaman manusia dan berhenti di batas pengalaman manusia. Ilmu tidak mempelajari
ikhwal surga dan neraka. Sebab, ikhwal surga dan neraka berada diluar jangkauan
pengalaman manusia. Ilmu tidak mempelajari sebab musabab terciptanya manusia sebab
kejadian itu terjadi diluar jangkauan pengalamann manusia. Baik hal-hal yang terjadi sebelum
hidup kita, maupun hal-hal yang terjadi setelah kematian manusia, semua itu berada di luar
penjelajahan ilmu.

Ilmu hanya membatasi daripada hal-hal yang berbeda dalam batas pengalaman kita karena
fungsi ilmu sendiri dalam hidup manusia yaitu sebagai alat bantu manusia dalam
menanggulangi masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari. Persoalan mengenai hari
kemudian tidak akan kita tanyakan pada ilmu, melainkan kepada agama. Sebab agamalah
pengetahuan yang mengkaji masalah-masalah seperti itu. Metode yang dipergunakan dalam
menyusun ilmu telah teruji kebenarannya secara empiris[17]. Dalam perkembangannya
kemudian maka muncul banyak cabang ilmu yang diakibatkan karena proses kemajuan dan
penjelajahan ilmu yang tidak pernah berhenti. Dari sinilah kemudian lahir konsep
“kemajuan” dan “modernisme” sebagai anak kandung dari cara kerja berpikir keilmuan

Dasar Ontologi Ilmu Pengetahuan


Berbeda dengan agama atau bentuk pengetahuan yang lainnya, maka ilmu membatasi diri
hanya kepada kejadian yang bersifat empiris. Secara sederhana, objek kajian ilmu ada dalam
jangkauan pengalaman manusia. Objek kajian ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang
dapat diuji oleh panca indera manusia. Dalam batas-batas tersebut, maka ilmu mempelajari
objek-objek empiris, seperti batu-batuan, binatang, tumbuh-tumbuhan, hewan atau manusia
itu sendiri. Berdasarkan hal itu, maka ilmu-ilmu dapat disebut sebagai suatu pengetahuan
empiris, di mana objek-objek yang berbeda di luar jangkaun manusia tidak termasuk di dalam
bidang penelaahan keilmuan tersebut.
GISHEILA FLORENSIA WOHON
15.D2.0013

Untuk mendapatkan pengetahuan ini, ilmu membuat beberapa asumsi mengenai objek-objek
empiris. Sebuah pengetahuan baru dianggap benar selama kita bisa menerima asumsi yang
dikemukakannya.

Secara lebih terperinci ilmu mempunyai tiga asumsi yang dasar, yaitu:

1. Menganggap objek-objek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain, umpamanya


dalam hal bentuk, struktur, sifat dan sebagainya.

2. Menganggap bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu
. Kegiatan keilmuan bertujuan mempelajari tingkah laku suatu objek dalam suatu keadaan
tertentu.

3. Menganggap bahwa tiap gejala bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan

Tiap gejala mempunyai suatu hubungan pola-pola tertentu yang bersifat tetap dengan urutan
kejadian yang sama. Dalam pengertian ini, ilmu mempunyai sifat deterministik.

Sumber:

http://www.ahmaddahlan.net/2015/10/hakikat-dan-pengertian-epistemologi-dan-
Epistimologi-filsafat-ilmu.html

http://irfanyulianto.com/pengertian-ontologi-epistemologi-dan-aksiologi-dalam-filsafat-ilmu/

http://www.rangkumanmakalah.com/ontologi-ilmu-pengetahuan

Anda mungkin juga menyukai