Anda di halaman 1dari 21

BAB I

KONSEP DASAR TEORI

A. Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan


1. Susunan Saluran Pencernaan
Saluran pencernaan merupakan alat yang dilalui bahan makanan,
saluran pencernaan meliputi: mulut, kerongkongan (esofagus), lambung,
usus halus, dan usus besar.
a. Oris (Rongga Mulut)
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan. Rongga mulut
dibatasi oleh beberapa bagian, yaitu sebelah atas oleh tulang rahang
dan langit-langit (palatum), sebelah kiri dan kanan oleh otot-otot pipi,
serta sebelah bawah oleh rahang bawah. Ada 2 jenis pencernaan
didalam rongga mulut:
1) Pencernaan mekanik, yaitu pengunyahan oleh gigi dengan dibantu
lidah serta peremasan yang terjadi di lambung.
2) Pencernaan kimiawi, yaitu pelarutan dan pemecahan makanan
oleh enzim-enzim pencernaan dengan mengubah makanan yang
ber-molekul besar menjadi molekul yang berukuran kecil.
b. Faring (Tekak/Tengggorokan)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan
kerongkongan. Berasal dari bahasa yunani yaitu Pharynk. Didalam
lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe yang
banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan
terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan
jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung,
didepan ruas tulang belakang. Ke atas bagian depan berhubungan
dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang disebut
ismus fausium.
Tekak terdiri dari bagian superior (bagian yang sama tinggi
dengan hidung), bagian media (bagian yang sma tinggi dengan
mulut) dan bagian inferior nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba
yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga. Bagian
media disebut orofaring, bagian ini berbatas ke depan sampai di
akarvlidah bagian inferior disebut laringofaring yang
menghubungkan orofaring dengan laring. Menelan (deglutisic), jalan
udara masuk ke bagian depan terus ke leher bagian depan sedangkan
jalan makanan masuk ke belakang dari jalan napas dan di depan dari
ruas tulang belakang. Makanan melewati epiglottis lateral melalui
resus piriformis masuk ke esophagus tanpa membahayakan jalan
udara. Gerakan menelan mencegah masuknya makanan ke jalan
udara, pada waktu yang sama jalan udara ditutup sementara.
Permulaan menelan, otot mulut dan lidah berkontraksi secara
bersamaan.
c. Esofagus (Kerongkogan)
Esophagus adalah yang menghubungkan tekak dengan
lambung, yg letaknya dibelakang trakea yg berukuran panjang ± 25
cm dan lebar 2 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak di
bawah lambung. Lapisan dinding dari dalam ke luar: lapisan selaput
lender (mukosa),lapisan submukosa, lapisan otot melingkar sekuler,
dan lapisan otot memanjang longitudinal. Esofagus terletak di
belakang trakea dan di depan tulang punggung,
d. Gaster (Lambung)
Lambung atau gaster merupakan bagian dari saluran yang
dapat mengembang paling banyak terutama di daerah epigaster.
Lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri berhubungan dengan
esophagus melalui orifisium pilorik, terletak di bawah diafragma di
depan pancreas dan limpa, menempel di sebelah kiri fundus uteri.
Fungsi dari lambung:
1) Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan oleh
peristaltic lambung dan getah lambung.
2) Fungsi asam lambung sebagai pembunuh kuman atau racun yang
masuk bersama makanan serta untuk mengasamkan makanan agar
mudah dicerna.
e. Intestinum Minor (Usus Halus)
Usus halus atau intesnium minor adalah bagian dari system
pencrnaan makanan yang berpangkal pylorus dan berakhir pada
sekum panjangnya ± 6 m, merupakan saluran paling panjang tempat
proses pencernaan dan absorpsi hasil pencernaan yang terdiri dari
lapisan usus halus (lapisan mukosa lapisan otot melingkar, lapisan
otot memanjang lapisan serosa).
Usus halus terdiri dari 3 bagian:
1) Duodenum (usus dua belas jari)
Nama duodenum berasal dari bahasa latin duodenum
digitorum, yang berarti dua belas jari. Duodenum adalah bagian
dari usus halus yang terletak setelah lambung dan
menghubungkannya ke jejunum. Pada usus dua belas jari terdapat
dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.
Panjang duodenum adalah 20 cm.
2) Jejunum (usus kosong)
Berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti “kosong”.
Menempati 2/5 sebelah atas dari usus halus. Terjadi pencernaan
secara kimiawi. Panjang dari jejunum adalah 2,5 m
3) Ileum (usus penyerapan)
f. Intestinum Mayor (Usus Besar)
Banyak bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi
mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Bakteri ini juga penting untuk fungsi normal dari usus. Fungsi usus
besar, terdiri dari:
1) Menyerap air dari makanan
2) Tempat tinggal bakteri E.Coli
3) Tempat feses
g. Anus
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan,
dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk
dari permukaan tubuh (kulit) dansebagian lannya dari usus.
Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh
otot sphinkterFeses dibuang dari tubuh melalui
proses defekasi (buang air besar), yang merupakan fungsi utama
anus.

B. DEFINISI
Diare atau penyakit diare (Diarrheal disease) berasal dari bahasa Yunani
yaitu “diarroi” yang berarti mengalir terus, merupakan keadaan abnormal dari
pengeluaran tinja yang terlalu frekuen (Yatsuyanagi, 2002). Diare adalah
peningkatan dalam frekuensi buang air besar (kotoran), serta pada kandungan
air dan volume kotoran itu. Para Odha sering mengalami diare. Diare dapat
menjadi masalah berat. Diare yang ringan dapat pulih dalam beberapa hari.
Namun, diare yang berat dapat menyebabkan dehidrasi (kekurangan cairan)
atau masalah gizi yang berat (Yayasan Spiritia, 2011). Diare adalah
peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau lebih cair
dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara untuk
bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24
jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24
jam (Juffrie, 2010).
Diare disebabkan oleh transportasi air dan elektrolit yang abnormal dalam
usus. Di seluruh dunia terdapat kurang lebih 500 juta anak yang menderita
diare setiap tahunnya, dan 20% dari seluruh kematian pada anak yang hidup di
negara berkembang berhubungan dengan diare serta dehidrasi. Gangguan diare
dapat melibatkan lambung dan usus (gastroenteritis), usus halus (enteritis),
kolon (colitis) atau kolon dan usus (enterokolitis). Diare biasanya
diklasifikasikan sebagai diare akut dan kronis (Wong, 2009).
C. EPIDEMIOLOGI
Diare merupakan penyebab kematian number dua di dunia. Pada tahun 1990,
terdapat 12 juta kematian anak yang diakibatkan oleh diare, ejadian diare
tersebut mengalami bnyak penurunan pada tahu 2013 menjadi 6,9 juta
kematian anak yang diakibatkan oleh diare meskipun sudah jadi penurunan,
namun diare masih menjadi penyebab kematian utama pada pada anak yang
ditunjukakan dengan kejadian sebanyak 2 juta kematian pada anak pertahunya
yang disebakan diare (Who,2013).

D. ETIOLOGI
Penyebab diare Yaitu: (Tantivanich, 2002; Sirivichayakul, 2002; Pitisuttithum,
2002)
1. Virus
Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70 – 80%).
Beberapa jenis virus penyebab diare akut :
a. Rotavirus serotype 1,2,8,dan 9: pada manusia. Serotype 3 dan 4
didapati pada hewan dan manusia. Dan serotype 5,6, dan 7
didapati hanya pada hewan.
b. Norwalk virus : terdapat pada semua usia, umumnya akibat food
borne atauwater borne transmisi, dan dapat juga terjadi
penularan person to person.
2. Bakteri
a. Enterotoxigenic E.coli (ETEC).
Mempunyai 2 faktor virulensi yang penting yaitu faktor
kolonisasi yang menyebabkan bakteri ini melekat pada enterosit
pada usus halus dan enterotoksin (heat labile (HL) dan heat
stabile (ST) yang menyebabkan sekresi cairan dan elektrolit yang
menghasilkan watery diarrhea.
b. Enterophatogenic E.coli (EPEC).
permukaan absorbsi dan aktifitas disakaridase.
c. Enteroaggregative E.coli (EAggEC).
d. Enteroinvasive E.coli (EIEC).
3. Protozoa
a. Giardia lamblia.
Parasit ini menginfeksi usus halus. Mekanisme patogensis masih
belum jelas, tapi dipercayai mempengaruhi absorbsi dan
metabolisme asam empedu.
b. Entamoeba histolytica.
c. Cryptosporidium.

E. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Suriadi (2001), Manifestasi klinis diare yaitu:
1. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
2. Kram perut
3. Demam
4. Mual
5. Muntah
6. Kembung
7. Anoreksia
8. Lemah
9. Pucat
10. Urin output menurun (oliguria, anuria)
11. Turgor kulit menurun sampai jelek
12. Ubun-ubun / fontanela cekung

F. PATOFISIOLOGI
Fungsi utama dari saluran cerna adalah menyiapkan makanan untuk
keperluan hidup sel, pembatasan sekresi empedu dari hepar dan pengeluaran
sisa-sisa makanan yang tidak dicerna. Fungsi tadi memerlukan berbagai proses
fisiologi pencernaan yang majemuk, aktivitas pencernaan itu dapat berupa:
(Sommers,1994; Noerasid, 1999 Sinthamurniwaty 2006)
1. Proses masuknya makanan dari mulut kedalam usus.
2. Proses pengunyahan (mastication) : menghaluskan makanan secara
mengunyah dan mencampur.dengan enzim-enzim di rongga mulut
3. Proses penelanan makanan (diglution) : gerakan makanan dari mulut
ke gaster
4. Pencernaan (digestion) : penghancuran makanan secara mekanik,
percampuran dan hidrolisa bahan makanan dengan enzim-enzim.
5. Penyerapan makanan (absorption): perjalanan molekul makanan
melalui selaput lendir usus ke dalam. sirkulasi darah dan limfe.
6. Peristaltik: gerakan dinding usus secara ritmik berupa gelombang
kontraksi sehingga makanan bergerak dari lambung ke distal.
7. Berak (defecation) : pembuangan sisa makanan yang berupa tinja.
Dalam keadaan normal dimana saluran pencernaan berfungsi efektif
akan menghasilkan ampas tinja sebanyak 50-100 gr sehari dan
mengandung air sebanyak 60-80%. Dalam saluran gastrointestinal
cairan mengikuti secara pasif gerakan bidireksional transmukosal atau
longitudinal intraluminal bersama elektrolit dan zat zat padat lainnya
yang memiliki sifat aktif osmotik. Cairan yang berada dalam saluran
gastrointestinal terdiri dari cairan yang masuk secara per oral, saliva,
sekresi lambung, empedu, sekresi pankreas serta sekresi usus halus.
Cairan tersebut diserap usus halus, dan selanjutnya usus besar
menyerap kembali cairan intestinal, sehingga tersisa kurang lebih 50-
100 gr sebagai tinja.

Motilitas usus halus mempunyai fungsi untuk:


1. Menggerakan secara teratur bolus makanan dari lambung ke
sekum
2. Mencampur khim dengan enzim pankreas dan empedu
3. Mencegah bakteri untuk berkembang biak.
Faktor-faktor fisiologi yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu
dengan lainnya. Misalnya bertambahnya cairan pada intraluminal akan
menyebabkan terangsangnya usus secara mekanis, sehingga meningkatkan
gerakan peristaltik usus dan akan mempercepat waktu lintas khim dalam
usus. Keadaan ini akan memperpendek waktu sentuhan khim dengan selaput
lendir usus, sehingga penyerapan air, elektrolit dan zat lain akan mengalami
gangguan. Berdasarkan gangguan fungsi fisiologis saluran cerna dan macam
penyebab dari diare, maka patofisiologi diare dapat dibagi dalam 3 macam
kelainan pokok yang berupa :
1. Kelainan gerakan transmukosal air dan elektrolit (karena toksin)
Gangguan reabsorpsi pada sebagian kecil usus halus sudah dapat
menyebabkan diare, misalnya pada kejadian infeksi. Faktor lain yang
juga cukup penting dalam diare adalah empedu. Ada 4 macam garam
empedu yang terdapat di dalam cairan empedu yang keluar dari
kandung empedu. Dehidroksilasi asam dioksikholik akan
menyebabkan sekresi cairan di jejunum dan kolon, serta akan
menghambat absorpsi cairan di dalam kolon. Ini terjadi karena
adanya sentuhan asam dioksikholik secara langsung pada permukaan
mukosa usus. Diduga bakteri mikroflora usus turut memegang
peranan dalam pembentukan asam dioksi kholik tersebut. Hormon-
hormon saluran cerna diduga juga dapat mempengaruhi absorpsi air
pada mukosa. usus manusia, antara lain adalah: gastrin, sekretin,
kholesistokinin dan glukogen. Suatu perubahan PH cairan usus juga.
dapat menyebabkan terjadinya diare, seperti terjadi pada Sindroma
Zollinger Ellison atau pada Jejunitis.
2. Kelainan cepat laju bolus makanan didalam lumen usus
(invasive diarrhea)
Suatu proses absorpsi dapat berlangsung sempurna dan normal bila
bolus makanan tercampur baik dengan enzim-enzim saluran cerna
dan. berada dalam keadaan yang cukup tercerna. Juga. waktu
sentuhan yang adekuat antara khim dan permukaan mukosa usus
halus diperlukan untuk absorpsi yang normal. Permukaan mukosa
usus halus kemampuannya berfungsi sangat kompensatif, ini terbukti
pada penderita yang masih dapat hidup setelah reseksi usus,
walaupun waktu lintas menjadi sangat singkat. Motilitas usus
merupakan faktor yang berperanan penting dalam ketahanan local
mukosa usus. Hipomotilitas dan stasis dapat menyebabkan mikro
organisme berkembang biak secara berlebihan (tumbuh lampau
atau overgrowth) yang kemudian dapat merusak mukosa usus,
menimbulkan gangguan digesti dan absorpsi, yang kemudian
menimbulkan diare. Hipermotilitas dapat terjadi karena rangsangan
hormon prostaglandin, gastrin, pankreosimin; dalam hal ini dapat
memberikan efek langsung sebagai diare. Selain itu hipermotilitas
juga dapat terjadi karena pengaruh
enterotoksin staphilococcus maupun kholera atau karena ulkus mikro
yang invasif o1eh Shigella atau Salmonella.Selain uraian di atas
haruslah diingat bahwa hubungan antara aktivitas otot polos.
G. PATWAY
Factor factor infeksi psikologi
Malabsorbsi

Melepas penetrasi ke menyerang


gelisah
Absorsi enterotoksin usus harus dan mukosa epitel
Kolon
Ansietas
Tek Osmotici imflamasi epitel nekrosis merusak vili usu
usus

Cairan pindahan kontraksi pada usus ulserasi absorbs <


Ke usus
Gelisah
Absorbs < mukosa bibir
Peregangan dinding kering
Usus peningkatan suhu

Kekurangan volume
motilitas meningkat Hipertermia cairan dalam tubuh
H. KLASIFIKASI
1. Menurut Ahlquist dan Camilleri (2005), diare dibagi menjadi:
a. Akut apabila kurang dari 2 minggu, persisten jika berlangsung
selama 2-4 minggu. Lebih dari 90% penyebab diare akut adalah
agen penyebab infeksi dan akan disertai dengan muntah, demam
dan nyeri pada abdomen. 10% lagi disebabkan oleh pengobatan,
intoksikasi, iskemia dan kondisi lain.
b. Kronik jika berlangsung lebih dari 4 minggu. Berbeda dengan
diare akut, penyebab diare yang kronik lazim disebabkan oleh
penyebab non infeksi seperti allergi dan lain-lain.

I. GEJALA KLINIS
1. Sakit perut
2. Demam
3. Nafsu makan ,menurun
4. Mual muantah
5. Pusing
6. Lemah
7. Gelisah

J. KOMPLIKASI
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama,
terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera
kehilangan cairan secara mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang
cepat. Kehilangan elektrolit melalui feses potensial mengarah ke hipokalemia
dan asidosis metabolik.(Hendarwanto, 1996; Ciesla et al, 2003).
Menurut SPM Kesehatan Anak IDAI (2004) dan SPM Kesehatan Anak
RSUD Wates (2001), Komplikasi Diare yaitu:
1. Kehilangan air dan elektrolit : dehidrasi, asidosis metabolic
2. Syok
3. Kejang
4. Malnutrisi
5. Gangguan tumbuh kembang
K. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium yang dapat dilakukan pada diare adalah sebagai
berikut :
1. Lekosit Feses (Stool Leukocytes): Merupakan pemeriksaan awal
terhadap diare kronik. Lekosit dalan feses menunjukkan adanya inflamasi
intestinal. Kultur Bacteri dan pemeriksaan parasit diindikasikan untuk
menentukan adanya infeksi. Jika pasien dalam keadaan
immunocompromisedd, penting sekali kultur organisma yang tidak biasa
seperti Kriptokokus,Isospora dan M.Avium Intracellulare. Pada pasien
yang sudah mendapat antibiotik, toksin C difficle harus diperiksa.
2. Volume Feses: Jika cairan diare tidak terdapat lekosit atau eritrosit,
infeksi enteric atau imfalasi sedikit kemungkinannya sebagai penyebab
diare. Feses 24 jam harus dikumpulkan untuk mengukur output harian.
Sekali diare harus dicatat (>250 ml/day), kemudian perlu juga ditentukan
apakah terjadi steatore atau diare tanpa malabsorbsi lemak.
3. Pemeriksaan darah : Pada diare inflamasi ditemukan lekositosis, LED
yang meningkat dan hipoproteinemia. Albumin dan globulin rendah akan
mengesankansuatu protein losing enteropathy akibat inflamasi intestinal.
Skrining awal CBC,protrombin time, kalsium dan karotin akan
menunjukkan abnormalitas absorbsi. Fe,VitB12, asam folat dan vitamin
yang larut dalam lemak (ADK).
4. Tes Laboratorium lainnya: Pada pasien yang diduga sekretori maka dapat
diperiksa seperti serum VIP (VIPoma), gastrin (Zollinger-Ellison
Syndrome), calcitonin (medullary thyroid carcinoma), cortisol
(Addison’s disease), anda urinary 5-HIAA (carcinoid syndrome).

L. PENATALAKSANAAN
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita yang
didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO.
Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki
kondisi usus serta mempercepat penyembuhan/menghentikan diare dan
mencegah anak kekurangan gizi akibat diare juga menjadi cara untuk
mengobati diare.
1. Berikan Oralit.
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari
rumah tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila
tidak tersedia berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur,
air matang. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare
untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum
harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan
cairan melalui infus.

2. Berikan obat Zinc


Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh.
Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase),
dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan
hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding
usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian
diare.
3. Pemberian ASI / Makanan :
BAB II
KONSEP TUMBUH KEMBANG DAN HOSPITALISASI

A. Konsep Pertumbuhan Usia


Pertumbuhan adalah Bertambahnya ukuran fisik (anatomi) dan
struktur tubuh dalam arti sebagian atau seluruhnya karena adanya
multiplikasi (bertambah banyak) sel-sel tubuh dan juga karena
bertambah besarnya sel.Pertumbuhan lebih ditekankan pada
pertambahan ukuran fisik Ex : BB, TB, LK, LD.
 Masa pranatal (konsepsi-lahir)
 masa embrio : masa konsepsi- 8 minggu
 Masa janin : 9 minggu - kelahiran
 Masa pascanatal
 masa neonatal usia 0 – 28 hari
 neonatal dini (perinatal) : 0-7 hari
 neontal lanjut : 8 – 28 hari
 masa bayi
 masa bayi dini : 1 - 12 bulan
 masa bayi akhir : 1 – 2 bulan
 Masa pra sekolah (usia 2-6 tahun
 prasekolah awal (masa balita) : mulai 2-3 thn
 praasekolah akhir : mulai 4-6 thn
 Masa sekolah atau masa pra pubertas
 wanita : 6 – 10 tahun
 laki-laki : 8 – 12 tahun
 Masa adolensensi atau masa remaja
 wanita : 10 – 18 tahun
 laki – laki : 12 – 20 tahun

B. Konsep Perkembangan usia


Bertambahnya kemampuan dan struktur/ fungsi tubuh yang lebih
kompleks dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan dan
diramalkan sbg hasil dari proses diferensial sel, jaringan tubuh,
organ-organ dan sistemnya yang teroganisasi Bersifat kualitatif 
pertambahan kematangan fungsi dari masing2 bagian tubuh.
C. Konsep Hospitalisasi Usia
Hospitalisasi adalah masuknya seorang penderita ke dalam rumah
sakit atau masa selama dirumah sakit.
1. Bayi ( 0-1)
Bila bayi berpisah dengan orang tua maka pembentukan rasa
percya dan pembinanan kasiah sayangnya terganggu, pada
bayi usia 6 bulan sulit untuk memahami secra maksiamal
bagiamana reaksi bayi bila dirawat karena bayi belum dapat
menggungkapkan apa yang diraskannya sedangkan pada bayi
dengan usia yang lebih dari 6 bulan akan menujukan
perubahan.
2. Tolddler (1-3 tahun)
Toddler belum mampu berkomunikasi dengan meggunakan
bahasa yang memadai dan pengertianya terhadap realitas
terbatas. Hubungan yang dilakukan dengan orag tua sudah
muali dekat.
3. Pra Sekolah ( 3-6 tahun)
Pada usia anak prasekolah telah dapat menerima perpisahan
dengan orang tunya dan anak juga dapat membentuk rasa
percaya dengan orang lain. Walaupun demikian anak tetap
membutuhkan pelindungan keluarga .
4. Sekolah ( 6-12 tahun )
Anak usia sekolah yang dirawat dirumh sakit akan merasa
khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman
sebayanya , takut kehilngan ketrampilan merasa dan orang tua
namun tidak memerlukan selalu ditemani.
5. Remaja (12- 18 tahun )
Kecemasan yang timbul pada anak remaja yang diraat dirumah
sakit adalah akibat perpisahan dengan teman-teman sebaya
dan sekelompok lainya.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Pengkajian (Anak Usia 3 Tahun)


a. Keluhan Utama : Buang air berkali-kali dengan konsistensi encer
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada umumnya anak masuk Rumah Sakit dengan keluhan buang
air cair berkali-kali baik disertai atau tanpa dengan muntah, tinja
dpat bercampur lendir dan atau darah, keluhan lain yang mungkin
didapatkan adalah napsu makan menurun, suhu badan meningkat,
volume diuresis menurun dan gejala penurunan kesadaran
c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Meliputi pengkajian riwayat :
1) Prenatal
Kehamilan yang keberapa, tanggal lahir, gestasi (fulterm,
prematur, post matur), abortus atau lahir hidup, kesehatan
selama sebelumnya/kehamilan, dan obat-obat yang
dimakan serta imunisasi.
2) Natal
Lamanya proses persalinan, tempat melahirkan, obat-
obatan, orang yang menolong persalinan, penyulit
persalinan.
3) Post natal
Berat badan nomal 2,5 Kg – 4 Kg, Panjang Badan normal
49 -52 cm, kondisi kesehatan baik, apgar score , ada atau
tidak ada kelainan kongenital.
4) Feeding
5) Air susu ibu atau formula, umur disapih (2 tahun), jadwal
makan/jumlahnya, pengenalan makanan lunak pada usia
4-6 bulan, peubahan berat-badan, masalah-masalah
feeding (vomiting, colic, diare), dan penggunaan vitamin
dan mineral atau suplemen lain.
6) Penyakit sebelumnya
Penyebabnya, gejala-gejalanya, perjalanan penyakit,
penyembuhan, kompliksi, insiden penyakit dalam keluarga
atau masyarakat, respon emosi terhadap rawat inap
sebelumnya.
7) Alergi
Apakah pernah menderita hay fever, asthma, eksim. Obat-
obatan, binatang, tumbuh-tumbuhan, debu rumah
8) Obat-obat terakhir yang didapat
Nama, dosis, jadwal, lamanya, alasan pemberian.
9) Imunisasi
Polio, hepatitis, BCG, DPT, campak, sudah lengkap pada
usia 3 tahun, reaksi yang terjadi adalah biasanya demam,
pemberian serum-serum lain, gamma globulin/transfusi,
pemberian tubrkulin test dan reaksinya.
10) Tumbuh Kembang
Berat waktu lahir 2, 5 Kg – 4 Kg. Berat badan bertambah
150 – 200 gr/minggu, TB bertambah 2,5 cm / bulan,
kenaikan ini terjadi sampai 6 bulan. Gigi mulai tumbuh
pada usia 6-7 bulan, mulai duduk sendiri pada usia 8-9
bulan, dan bisa berdiri dan berjalan pada usia 10-12 bulan.
d. Riwayat Psikososial
Anak sangat menyukai mainannya, anak sangat bergantung
kepada kedua orang tuanya dan sangat histeris jika dipisahkan
dengan orang tuanya. Usia 3 tahun (toddlers) sudah belajar
bermain dengan teman sebaya.
e. Riwayat Spiritual
Anak sudah mengenal beberapa hal yang bersifat ritual misalnya
berdoa.
f. Reaksi Hospitalisasi
1) Kecemasan akan perpisahan : kehilangan interaksi dari
keluarga dan lingkungan yang dikenal, perasaan tidak
aman, cemas dan sedih
2) Perubahan pola kegiatan rutin
3) Terbatasnya kemampuan untuk berkomunikasi
4) Kehilangan otonomi
5) Takut keutuhan tubuhPenurunan mobilitas seperti
kesempatan untuk mempelajari dunianya dan terbatasnya
kesempatan untuk melaksanakan kesenangannya

g. Aktivitas Sehari-Hari
1) Kebutuhan cairan pada usia 3 tahun adalah 110-120
ml/kg/harI
2) Output cairan :
a) IWL (Insensible Water Loss)
Anak : 30 cc / Kg BB / 24 jam
Suhu tubuh meningkat : 10 cc / Kg BB + 200 cc
(suhu tubuh – 36,8 oC)
b) SWL (Sensible Water Loss) adalah hilangnya
cairan yang dapat diamati, misalnya berupa
kencing dan faeces. Yaitu
Urine : 1 – 2 cc / Kg BB / 24 jam
Faeces : 100 – 200 cc / 24 jam
c) Pada usia 3 tahun sudah diajarkan toilet training.

h. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda-tanda vital
Suhu badan : mengalami peningkatan
Nadi : cepat dan lemah
Pernafasan : frekuensi nafas meningkat
Tekanan darah : menurun
2) Antropometri
Pemeriksaan antropometri meliputi berat badan, Tinggi
badan, Lingkaran kepala, lingkar lengan, dan lingkar
perut. Pada anak dengan diare mengalami penurunan berat
badan.
3) Pernafasan
Biasanya pernapasan agak cepat, bentuk dada normal, dan
tidak ditemukan bunyi nafas tambahan.
4) Cardiovasculer
Biasanya tidak ditemukan adanya kelainan, denyut nadi
cepat dan lemah.
5) Pencernaan
Ditemukan gejala mual dan muntah, mukosa bibir dan
mulut kering, peristaltik usus meningkat, anoreksia, BAB
lebih 3 x dengan konsistensi enceR.
6) Perkemihan
Volume diuresis menurun.
7) Muskuloskeletal
Kelemahan fisik akibat output yang berlebihan.
8) Integumen
lecet pada sekitar anus, kulit teraba hangat, turgor kulit
jelek
9) Endokrin
Tidak ditemukan adanya kelaianan.
10) Penginderaan
Mata cekung, Hidung, telinga tidak ada kelainan
11) Reproduksi
Tidak mengalami kelainan.
12) Neorologis
Dapat terjadi penurunan kesadaran.
i. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan
1) Motorik Kasar
Sudah bisa naik/turun tangga tanpa dibantu, mamakai baju
dengan bantuan, mulai bisa bersepeda roda tiga.
2) Motorik Halus
Menggambat lingkaran, mencuci tangan sendiri dan
menggosok gigi
3) Personal Sosial
Sudah belajar bermain dengan teman sebayanya
B. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output yang
berlebihan sekunder akibat diare dan muntah.
b. Kecemasan keluarga berhubungan dengan perubahan status
kesehatan anaknya.
c. Hipertermi berhubungan dengan infeksi ditandai dengan keruskan
pad mukosa usus

C. Intervensi
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output yang
berlebihan sekunder akibat diare dan muntah.
NOC:
Setelah dilakukan asuha keperawatan selama … x 24 jam
diharapkan pasien dapat memenuhi kebutuhan volume cairan
dalam tubuh dengan kriteria hasih:
1. Keseimbangan cairan
o Keseimbangan intake dan output dalam 24 jam
diharapkan pada 3 (cukup terganggu) ditingkatkan
ke 4 (sedikit terganggu.
o Turgor kulit dipertahankan pada 3 (cukup
terganggu) ditingkatkan 4 (sedikit terganggu).
NIC :
1. Manajemen hipovolemi
a. Timbang berat badan diwaktu yang sama.
b. Monitor status hemodinamik, meliputi nadi,
tekanan darah, MAP, CVP, PAP, PCWP, CO, dan
CI jika tersedia.
c. Monitor adanya tanda-tanda dehidrasi.
d. Monitor adanya sumber-sumber kehilangan cairan.
e. Monitor asupan dan pengeluaran.
f. Monitor adanya bukti laboratorium terkait dengan
kehilangan darah.
g. Hitung kebutuhan cairan didasarkan pada area
permukaan tubuh dan ukuran (tubuh) terbakar,
dengan tepat.
h. Monitor integritas kulit pasien yang tidak dapat
pergerak dan memiliki kulit kering.

b. Hipertermi berhubungan dengan infeksi ditandai dengan keruskan


pad mukosa usus
NOC :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan ..x24 jam diharapkan suhu
tubuh dalam batas normal dengan kritriteria hasil:
1. Termoregulasi
a. Penurunan suhu kulit dipertahankan pada 1 (berat)
ditingkatkan ke 5 (tidak ada).
b. Hipertermi dipertahankan pada 1 (berat) ditingkatkan
ke 5 (tidak ada).
NIC :
1. Perawatan demam
a. Pantau suhu dan tanda-tanda vital.
b. Tingkatkan sirkulasi udara.
c. Monitor warna kulit dan suhu
d. Pantau komplikasi-komplikasi yang berhubungan
dengan demam.
e. Monitor asupan dan kluaram, sadari perubahan
kehilanmgan cairan yang tidak dirasakan.
f. Lembabkan bibir dan mukosa hidung yang kering.
g. Dorong konsumsi cairan.

c. Kecemasan keluarga berhubungan dengan perubahan status


kesehatan anaknya.
NOC:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x 24 jam
diharapkan kelurga pasien dapat mengatasi cemas terhadap
penyakit yang menderita anaknya dengan kriteria hasil:
1. Kontrolkecemasan diri
a. mengurangi penyebab setres di pertahankan di 1
dan dingkatkan di 3.
b. Memantau manefestasi fisik dati kecemasan di
pertahankan di 1 dan ditingkatkan di 3.
NIC:
1. Pengurangan kecemasan
a. Gunakan pendekatan yang tenang dan keyakinan.
b. Doron untuk melakukan tindakan yang kopratif.
c. Berikan informasi factual tentang keadaan klien.
d. Dukung stimulus untuk kebutuhan klien secra tepat.
e. Bantu klien mengidentifilasi situasi yang memicu
kecemasa.
f. Berikan objek yang menunjukkan perasaan aman.
g. Identifikasi pada saat terjadi perubahan tingkat
kecemasan.
h. Instruksikan klien untuk menggunakan teknik
relaksasi.

D. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, meskipun
evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan, evaluasi merupakan
bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan.. (Nursalam,2001).
Evaluasi diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:

a. Evaluasi formatif (proses)


evaluasi proses harus dilaksan akan segera setelah
perencanaan keperawatan diimplementasikan untuk membantu
menilai efektivitas intervensi tersebut.
b. Evaluasi sumatif (hasil)
Tipe evaluasi ini dilaksanakan pada akhir asuhan keperawatan
secara paripuna.
DAFTAR PUSTAKA
Avikar, Anupkumar, dkk. 2008. Role of Escherichia coli in acute diarrhoea in tribal
preschool children of central India. Journal Compilation Paediatric and
Perinatal Epidemiology, No. 22, 40–46.

Chakraborty, Subhra, dkk. 2001. Concomitant Infection of


Enterotoxigenic Escherichia coli in an Outbreak of Cholera Caused by Vibrio
cholera O1 and O139 in Ahmedabad, India. JOURNAL OF CLINICAL
MICROBIOLOGY Vol. 39, No. 9 p. 3241–3246.

Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2008. Buku


Saku Petugas Kesehatan LINTAS DIARE. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River

Komite Medis RS. Dr. Sardjito. 2005. Standar Pelayanan Medis RS DR. Sardjito.
Yogyakarta: MEDIKA Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Mubarak, W. I., B.A. Santoso., K. Rozikin., and S.Patonah. 2006. Ilmu Keperawatan
komunitas 2: Teori & Aplikasi dalam Praktik dengan Pendekatan Asuhan
Keperawatan Komunitas, Gerontik, dan Keluarga. Jakarta: Sagung Seto.

Purwo Sudarmo S., Gama H., Hadinegoro S. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak:
Infeksi dan Penyakit Tropis. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:


Prima Medika.

Anda mungkin juga menyukai