Anda di halaman 1dari 74

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan anak usia sekolah dasar disebut juga perkembangan masa


pertengahan dan akhir anak yang merupakan kelanjutan dari masa awal anak.
Permulaan masa pertengahan dan akhir anak iniyang ditandai dengan terjadinya
perkembangan fisik dan motorik , kognitif, dan psikososial anak. Pada masa ini anak
berada pada proses perkembangan yang pendek namun penting dalam kehidupannya.
Sehingga pada masa ini seluruh potensi yang dimiliki anak perlu didorong agar
berkembang secara optimal, tanpa terkecuali pada perkembangan gerak kinestetiknya.

Perubahan yang terjadi pada diri anak tersebut meliputi aspek motorik,
kognitif, emosi, dan social. Perkembangan fisik ( motorik ) merupakan proses tumbuh
kembang kemampuan gerak seorang anak. Setiap gerakan yang dilakukan anak
merupakan hasil pola interaksi yang kompleks dari berbagai bagian dan sistem dalam
tubuh yang dikontrol oleh otak. Perkembangan fisik ( motorik ) meliputi
perkembangan motorik kasar dan motorik halus.

Perkembangan motorik pada masa usia sekolah menjadi lebih halus dan
lebih terkoordinasi dibandingkan dengan awal masa anak – anak. Anak - anak
terlihat lebih cepat dalam berlari dan makin pandai meloncat. Anak juga mampu
menjaga keseimbangan badannya. Untuk memperhalus keterampilan motorik, anak
- anak terus melakukan berbagai aktifitas fisik yang terkadang bersifat informal
dalam bentuk permainan. Di samping itu, anak - anak juga melibatkan diri dalam
aktifitas permainan olahraga yang bersifat formal seperti senam, berenang , dll .

Usia pada kelas awal anak Sekolah Dasar merupakan rentangan usia dini.
Pada masa ini anak berada pada proses perkembangan yang pendek namun penting
dalam kehidupannya. Sehingga pada masa ini seluruh potensi yang dimiliki anak

1
perlu didorong agar berkembang secara optimal, tanpa terkecuali pada
perkembangan kinestetisnya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis dapat mengambil rumusan masalah


sebagai berikut :

1.2.1 Apa definisi dari pertumbuhan dan perkembangan ?


1.2.2 Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang pada anak sekolah ?
1.2.3 Apa prinsip tumbuh kembang pada anak sekolah ?
1.2.4 Bagaimana tahap-tahap tumbuh kembang pada anak sekolah ?
1.2.5 Bagaimana konsep minat, moral dan bermain pada anak sekolah ?
1.2.6 Apa saja masalah dalam tumbuh kembang anak sekolah ?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah sebagai berikut :

1.3.1 Untuk mengetahui definisi dari pertumbuhan dan perkembangan.


1.3.2 Untuk mengetahui saja faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang pada
anak sekolah.
1.3.3 Untuk mengetahui prinsip tumbuh kembang pada anak sekolah.
1.3.4 Untuk mengetahui tahap-tahap tumbuh kembang pada anak sekolah.
1.3.5 Untuk mengetahui konsep minat, moral dan bermain pada anak sekolah.
1.3.6 Untuk mengetahui masalah dalam tumbuh kembang anak sekolah.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DefinisiPertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Sekolah

Di dalam seluruh jangka kehidupan manusia, semenjak dalam kandungan


sampai meninggal di dalamnya terjadi perubahan-perubahan baik fisik maupun
psikis. Perubahan-perubahan tersebut terjadi karena pertumbuhan dan perkembangan
dalam dirinya.

Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua istilah yang senantiasa


digunakan secara bergantian. Keduanya tidak bisa dipisah-pisah, akan tetapi saling
bergantung satu dengan lainnya bahkan bisa dibedakan untuk maksud lebih
memperjelas penggunaannya.

Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses


pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat
pada waktu yang normal. Pertumbuhan dapat juga diartikan sebagai proses transmisi
dari konstitusi fisik (keadaan tubuh atau keadaan jasmaniah) yang herediter dalam
bentuk proses aktif secara berkesinambungan. Jadi, pertumbuhan berkaitan dengan
perubahan kuantitatif yang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur biologis.

Hasil pertumbuhan antara lain bertambahnya ukuran kuantitatif badan anak,


seperti berat, panjang, dan kekuatannya. Begitu pula pertumbuhan akan mencakup
perubahan yang semakin sempurna pada sistem jaringan saraf dan perubahan-
perubahan struktur jasmani lainnya. Dengan demikian, pertumbuhan dapat diartikan
sebagai proses perubahan dan pematangan fisik.

3
Pertumbuhan jasmani berakar pada organisme yang selalu berproses untuk
menjadi besar. Pertumbuhan jasmaniah ini dapat diteliti dengan mengukur berat,
panjang, dan lingkaran seperti lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul, lingkar
lengan dan lain-lain. Dalam pertumbuhannya, setiap bagian tubuh mempunyai
perbedaan tempo kecepatan. Misalnya, pertumbuhan alat kelamin berlangsung paling
lambat pada masa anak-anak tetapi mengalami percepatan pada masa pubertas.
Sebaliknya, pertumbuhan susunan saraf pusat berlangsung pada akhir masa anak-
anak dan berhenti pada masa pubertas.Perbedaan kecepatan masing-masing bagian
tubuh mengakibatkan adanya perbedaan keseluruhan proporsi tubuh dan juga
menimbukan perbedaan dalam fungsinya.

Secara umum konsep perkembangan dikemukakan oleh Werner pada


tahun 1957 () yang menjelaskan bahwa "perkembangan sejalan dengan prinsip
orthogenetis, berlangsung dari keadaan global dan kurang berdeferensiasi sampai ke
keadaan di mana diferensiasi, artikulasi, dan integrasi meningkat secara bertahap".
Dapat dikata konsep perkembangan itu mengandung unsur keseluruhan (totalitas) dan
berkesinambungan yang berlangsung secara bertahap. Selanjutnya Libert, Paulus dan
Stauss merumuskan arti perkembangan yaitu: "perkembangan adalah proses
perubahan dalam pertumbuhan pada suatu waktu sebagai fungsi kematangan dan
interaksi dengan lingkungan". Selain itu perkembangan proses perubahan akibat dari
pengalaman. Istilah perkembangan dapat mencerminkan sifat-sifat yang khas
mengenai gejala-gejala psikologis yang menampak.

Perubahan-perubahan meliputi beberapa aspek, baik fisik maupun psikis.


Perubahan dimaksud dapat dikategorikan menjadi empat yaitu: (1) perubahan dalam
ukuran; (2) perubahan dalam perbandingan; (3) berubah untuk mengganti hal-hal
yang lama; dan (4) berubah untuk memperoleh hal-hal yang baru.

4
Soesilo Windradini (1995: 2) menyatakan bahwa perkembangan individu
tidak berlangsung secara otomatis, tetapi perkembangan tersebut sangat bergantung
pada beberapa faktor, yaitu: (1) heriditas, (2) lingkungan, (3) kematangan fisik dan
psikis, dan (4) aktivitas anak sebagai subyek bebas yang berkemauan, dalam arti anak
bisa mengadakan seleksi, bisa menolak dan menyetujui serta mempunyai emosi.

Perubahan dalam perkembangan bertujuan untuk memperoleh penyesuaian


diri terhadap lingkungan di mana ia hidup. Untuk mencapai tujuan maka realisasi diri
“aktualisasi diri” sangat penting perannya. Realiasasi diri memainkan peran penting
dalam kesehatan mental, maka seseorang yang berhasil menyesuaikan diri dengan
baik secara pribadi dan sosial harus mempunyai kesempatan untuk mengungkapkan
minat dan keinginannya dengan cara memuaskan dirinya. Tetapi pada saat yang
sama harus menyesuaikan dengan standar-standar yang diterima. Kurangnya
kesempatan berdampak pada kekecewaan dan sikap-sikap negatif terhadap orang lain
dan bahkan terhadap kehidupan pada umumnya.

Perubahan-perubahan baik fisiologis maupun psikologis tidak semua orang


menyadarinya, kecuali terjadinya perubahan itu secara mendadak, cepat, dan
mempengaruhi pola kehidupan mereka. Suatu bukti hampir semua orang takjub
terhadap masa pubertas, pertumbuhan melonjak dari akhir masa kanak-kanak ke awal
masa remaja. Sama halnya dengan usia lanjut ketika proses penuaan terus
berlangsung seseorang telah menyadari bahwa kesehatan mulai “berkurang” dan
pikiran mulai “mundur” sehingga perlu ada penyesuaian baru terhadap perubahan
dalam pola kehidupan mereka.

Beberapa pendapat para ahli mengenai pertumbuhan dan perkembangan diantaranya


adalah:

5
1. Seifert dan Hoffnung mengartikan perkembangan sebagai “long-term changes in a
person’s growth, feelings, pattents of thinking, sosial relationship and motor skills.”

2. C.P. Chaplin mengartikan pertumbuhan sebagai satu pertambahan atau kenaikan


dalam ukuran dari bagian-bagian tubuh atau organisme sebagai suatu keseluruhan.

3. A.E. Sinolungan mengartikan pertumbuhan menunjuk pada kuantitatif, yaitu yang


dapat dihitung atau diukur, seperti panjang atau berat tubuh.

4. Ahmad Thonthowi mengartikan pertumbuhan sebagai perubahan jasad yang


meningkat dalam ukuran (size) sebagai akibat dari adanya perbanyakan
(multiplication) sel-sel.

5. Reni Akbar Hawadi (2001), “perkembangan secara luas menunjuk pada


keseluruhan proses perubahan dari potensi yang dimiliki individu dan tampil dalam
kualitas kemampuan, sifat dan ciri-ciri yang baru.

6. F.J. Monks menyatakan perkembangan adalah suatu proses ke arah yang lebih
sempurna dan tidak begitu saja dapat diulang kembali. Perkembangan menunjuk pada
perubahan yang bersifat tetap dan tidak dapat diputar kembali.

Dari beberapa pendapat dari para ahli dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan
diartikan sebagai suatu penambahan dalam ukuran bentuk, berat atau ukuran dimensif
tubuh serta bagian-bagiannya. Sedangkan perkembangan menunjuk pada perubahan-
perubahan dalam bentuk bagian tubuh dan integrasi berbagai bagiannya ke dalam satu
kesatuan fungsional bila pertumbuhan itu berlangsung. Intinya bahwa pertumbuhan
dapat diukur sedangkan perkembangan hanya dapat dilihat gejala-gejalanya.
Perkembangan dipersyarati adanya pertumbuhan.

6
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Sekolah

Harus disadari bahwa pertumbuhan dan perkembangan anak sejak masa bayi
hingga dewasa, tidak berlangsung secara mekanis-otomatis, melainkan sangat
dipengaruhi adanya berbagai faktor. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan itu, pada dasarnya ada dua macam, yaitu :

a. Faktor intern

Artinya faktor yang ada pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir. Misalnya :

1) Intelegensi atau Kecerdasan

Intelegensi yang tinggi akan mempercepat perkembangan anak dan sebaliknya


intelegensi yang rendah akan menghambat ataupun memperlambat
perkembangannya. Gejala-gejalanya dapat dibaca, misalnya ketika nak bermain.
Anak yang cerdas biasanya suka bermain sendirian dan lebih suka permainan yang
membutuhkan berfikir. Sedangkan anak yang kurang cerdas, pada umumnya lebih
senang bermain kelompok dan tidak begitu tertarik kepada permainan yang
membutuhkan banyak berfikir.

2) Jenis Kelamin

Jenis kelamin mempunyai pengaruh yang cukup dominan terhadap


perkembangan fisik maupun mental anak. Anak perempuan biasanya lebih cepat
mencapai taraf perkembangan baik fisik maupun mentalnya bila dibandingkan
dengan anak laki-laki. Rata-rata anak perempuan setahun lebih cepat mencapai
kematangan seksual dari pada anak laki-laki.

7
Yang termasuk di dalam faktor intern ini adalah lketurunan sifat yang
diwariskan dari orang tua kepada anaknya. Sebagaimana pendapat para ahli psikologi
yang mengikuti aliran “nativisme” mengatakan bahwa perkembangan individu
semata-mata ditentukan oleh faktor yang dibawa sejak lahir. Sebagai dasar untuk
mempertahankan kebenarannya, biasanya para ahli ini menunjukkan berbagai
kemiripan atau kesamaan antara orang tua dengan anak-anaknya. Misalnya, ayah dan
ibunya berdarah seni, maka kemungkinan besar anaknya pun kelak menjadi seorang
seniman atau seniwati, dsb.

3. Rasa tau etnik

Anak yang dilahirkan dari ras/bangsa Amerika, maka ia tidak memiliki faktor
herediter ras/bangsa Indonesia/sebaliknya.

4. Keluarga

Ada kecenderungan keluarga memiliki postur tubuh yang tinggi, pendek,


gemuk,atau kurus.

5. Umur

Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa prenatal, tahun pertama
kehidupan, dan masa remaja.

6. Genetik

Genetik adalah bawaan anak yaitu potensi anak yang akan menjadi ciri
khasnya. Ada beberapa kelainan genetic yang berpengaruh pada tumbuh kembang
anak seperti kerdil.

8
7. Kelainan kromosom

Kelainan kromosom umunya disertai dengan kegagalan pertumbuhan seperti


pada sindroma Down dan sindroma Turner

b. Faktor Ekstern

Artinya faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan yang datangnya dari luar


diri anak. Adapun yang termasuk faktor ekstern ini antara lain :

1) Kebudayaan

Kebudayaan yang ada di mana anak itu hidup, sangat mempengaruhi tingkah
laku atau kepribadiannya. Misalnya, adat istiadat, tradisi, pandangan masyarakat, dan
lain sebagainya akan mampu membentuk sikap mental serta kelakuan anak.

Anak-anak yang hidup di pedesaan, biasanya lebih cepat memperoleh


kematangan bila dibandingkan dengan anak-anak yang hidup di kota. Anak-anak
yang lebih banya mendapatkan kesempatan belajar baik formal maupun non formal,
akan lebih banya memperoleh pengetahuan dan pengalaman, serta akan lebih cepat
mencapai kematangan baik intelektual maupun emosionalnya bila dibandingkan
dengan anak-anak yang kurang memperoleh kesempatan belajar.

2) Status anak dalam keluarga

Status anak dalam keluarga banyak mempengaruhi perkembangannya. Anak


kedua, pada umumnya berkembang lebih cepat dari pada anak sulung atau yang
pertama. Hal ini disebabkan karena anak yang lebih mudah mendapatkan kesempatan
belajar/meniru dari kakaknya. Namun tidak demikian halnya dengan anak bungsu.

9
Biasanya mereka lebih lambat proses perkembangannya. Ini disebabkan karena anak
bungsu cenderung dimanjakan.

3) Gizi makanan

Nilai makanan sangat mempengaruhi kehidupan anak, terutama pada tahun-


tahun pertama atau kedua. Makanan yang banyak mengandung gizi, di samping
mempengaruhi pertumbuhan fisik juga mempengaruhi kecerdasan anak.

4) Kesehatan

Anak yang sering sakit-sakitan atau mengidap penyakit tertentu, akan


mengganggu pertumbuhan dan perkembangan fisik maupun mental anak. Secara
psikologis, karena penyakit yang diseritanya memungkinkan sekali anak menjadi
rendah diri sehingga enggan bergaul dengan teman-teman sebayanya. Karena kurang
bergaul, mengakibatkan anak sulit menyesuaikan diri dengan teman-temannya dan
otomatis kurang memperoleh kesempatan belajar dan pengalaman dari teman atau
lingkungannya. Dari sinilah salah satu awal rasa kurang percaya kepada diri sendiri.
Apabila dijumpai keadaan yang demikian, maka secepatnya diadakan approach atau
pendekatan pribadi untuk diberikan motivasi atau dorongan agar tumbuh kegairahan
hidupnya.

5) Status sosial dan ekonomi

Fisik anak dari kelompok ekonomi rendah cenderung lebih kecil


dibandingkan dengan keluarga ekonomi cukup atau tinggi. Keadaan status ekonomi
mempengaruhi peran keluarga dalam memberi makan, gizi dan pemeliharan
kesehatan serta kegiatan pekerjaan yang dilakukan anake. Status sosial dan ekonomi

6) Gangguan Emosional

10
Anak yang sering mengalami gangguan emosional akan menyebabkan terbentuknya
steroid adrenalin yang berlebihan. Hal ini menyebabkan berkurangnya hormon
pertumbuhan pada kelenjar pituitary, akibatnya anak mengalami keterlambatan
perkembangan memasuki masa puber. Bagi anak usia SD atau MI, reaksi yang
diperlihatkan orang lain terutama oleh teman-teman sebayanya terhadap ukuran dan
proporsi tubuhnya mempunyai makna penting. Apabila ukuran-ukuran dan proporsi
tubuh anak berbeda jauh dengan teman sebayanya anak akan merasa kelainan, tidak
mampu dan rendah diri.

2.3 Prinsip Tumbuh Kembang Anak Sekolah

Untuk memahami anak usia dini lebih mendalam, ornag tua, guru mauoun
pemerhati perlu mempunyai gambaran yang tepat mengenai prinsip-prinsip dan pola
perkmebangan anak dan kebutuhan-kebutuhan seperti kebutuhanjasmani, kebutuhan
sosial, kebutuhan psikologi ini merupakan kebutuhan dasar dalam perkembangan
anak. Jika kebutuhan-kebutuhan ini tidak terpenuhi secara memadai akan sangat
mempengaruhi keutuhan perkembangan diri anak di masa remaja dan dewasa. Orang
tua, guru dan para pemerhati pendidikan juga harus memahaminya untuk mengetahui
dengan mudah kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan anak, pengetahuan tersebut
sangat penting sehingga orang tua dan guru tidak menghadarapkan sesuatu yang
berlebihan pada anak. Prinsip-prinsip perkembangan adalah pola-pola umum dalam
suatu proses perubahan alamiah yang teratur, universal dan berkesinambungan, yang
dimaksud dengan perubahan terarur adalah pertumbuhan pada manusia yang berjalan
normal mengikuti tata urutan yang saling berkaitan. Pola ini dapat merupakan dasar
bagi semua kehidupan manusia, petunjuk urutan dan langkah dalam perkembangan
anak ini sudah ditetapkan tetapi setiap orang mempunyai keunikan secara individu.

a. Perkembangan merupakan hal yang teratur dan mengikuti rangkaian tertentu.

11
b. Perkembangan merupakan sesuatu yang terarah dan berlangsung terus
menerus dalam cara sebagai berikut.

1.directional trends Pertumbuhan dan perkembangan berjalan secara teratur,


berhubungan dengan petunjuk atau gradien atau reflek dari perkembangan
fisik dan maturasi dari fungsi neuromuscular. Prinsip-prinsip ini meliputi:
a. Cephalocandal atau Head to tail direction (dari arah kepala ke kaki)
misalnya: mengangkat kepala, duduk kemudian mengangkat dada dan
menggerakkan ekstremitas bagian bawah.
b. Proximadistal atau near to far direction
(menggerakkan anggota gerak yang paling dekat dengan pusat dan pada
anggota gerak yang lebih jauh dari pusat
misalnya: bahu dulu baru jari-jari
c. Mass to specific atau simple to complex
(menggerakkan daerah yang lebih sederhana dulu baru kemudian yang lebih
komplex)
misalnya: mengangkat nahu dulu baru kemudian menggerakkan jari – jari
yang lebih sulit atau melambaikan tangan baru bisa memainkan jari.
2. Sequential trends
semua dimensi tumbuh kembang dapat diketahui maka sequence dari tumbuh
kembang tersebut dapat diprediksi, dimana hal ini berjalan secara teratur dan
kontinyu. Semua anak yang normal melalui setiap tahap ini. Setiap fase
dipengaruhi oleh fase sebelumnya.
Misal: tengkurap – merangkak – berdiri – berjalan.
3. Masa sensitif
pada waktu-waktu yang terbatas selama proses tumbuh kembang dimana anak
berinteraksi terutama dengan lingkungan yang ada, kejadian yang spesifik.
Masa-masa tersebut adalah sebagai berikut:

12
a. Masa kritis
yaitu masa yang apabila tidak dirangsang/berkembang maka hal ini tidak akan
dapat digantikan pada masa berikutnya.
b. Masa sensitif
mengarah pada perkembangan dan mikroorganisme. Misalnya pada saat
perkembangan otak, ibunya menderita flu maka kemungkinan anak tersebut
akan hydrocepallus/encepalitis.
c. Masa optimal
yaitu suatu masa diberikan rangsangan optimal maka akan mencapai
puncaknya. Misalnya: anak usia 3 tahun/saat perkembangan otak dirangsang
dengan bacaan-bacaan/gizi yang tinggi, maka anak tersebut dapat mencapai
tahap perkembangan yang optimal. Perkembangan ini berjalan secara pasti
dan tepat, tetapi tidak sama untuk setiap anak. Misalnya:
1) Ada yang lebih dulu bicar baru jalan atau sebaliknya
2) Ada yang badannya lebih dulu berkembang kemudian subsistemnya dan
sebaliknya
dan sebagainya.

c. Perkembangan merupakan hasil proses kematangan dan belajar.

Kematangan merupakan proses intrinsik yang terjadi dengan sendirinya,


sesuai dengan potensi yang ada pada individu. Belajar merupakan
perkembangan yang berasal dari latihan dan usaha. Melalui belajar, anak
memperoleh kemampuan menggunakan sumber yang diwariskan dan potensi
yang dimiliki anak.

d. Pola perkembangan dapat diramalkan yaitu terdapat persamaan pola


perkembangan bagi semua anak sehingga perkembangan seorang anak bisa

13
diramalkan dan perkembangan seorang anak berlangsung dari tahapan yang
umum ke spesifik dengan berkesinambungan.
e. Perkembangan merupakan hal yang komplek. Dapat diprediksi, terjadi dengan
pola yang konsisten dan kronologis.
f. Perkmbangan merupakan hal yang unik untuk individu dan utnuk potensi
genetik dan setiap individu cenderung untuk mencari potensi maksimum
perkembangan.
g. Perkembangan terjadi melalui konflik dan adaptasi dan asoek yang berbeda
berkembang pada waktu yang berbeda, menciptakan periode dari
keseimbangan dan ketidak seimbangan
h. Perkembangan meliputi tanangan bagi individu dalam bentuk tugas yang pasti
sesuai kemampuan
i. Tugas perkembangan membutuhkan praktik dan tenaga, fokus perkembangan
ini berbeda sesuai dengan setiap tahap perkembangan dan tugas yang dicapai.

2.4 TAHAP-TAHAP TUMBUH KEMBANG PADA ANAK SEKOLAH

1. Pertumbuhan Fisik

Pertumbuhan selama periode ini rata-rata 3-3,5 kg dan 6cm atau 2,5 inchi
pertahunnya. Lingkar kepala tumbuh hanya 2-3 cm selama periode ini, menandakan
pertumbuhan otak yang melambat karena proses mielinisasi sudah sempurna pada
usia 7 tahun (Behrman, Kliegman, & Arvin, 2000). Anak laki-laki usia 6 tahun,
cenderung memiliki berat badan sekitar 21 kg, kurang lebih 1 kg lebih berat daripada
anak perempuan. Rata-rata kenaikan berat badan anak usia sekolah 6 – 12 tahun
kurang lebih sebesar 3,2 kg per tahun. Periode ini, perbedaan individu pada kenaikan

14
berat badan disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan. Tinggi badan anak usia 6
tahun, baik laki-laki maupun perempuan memiliki tinggi badan yang sama, yaitu
kurang lebih 115 cm. Setelah usia 12 tahun, tinggi badan kurang lebih 150 cm
(Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011). Habitus tubuh (endomorfi, mesomorfi atau
ektomorfi) cenderung secara relatif tetap stabil selama masa anak pertengahan.
Pertumbuhan wajah bagian tengah dan bawah terjadi secara bertahap. Kehilangan
gigi desidua (bayi) merupakan tanda maturasi yang lebih dramatis, mulai sekitar usia
6 tahun setelah tumbuhnya gigigigi molar pertama. Penggantian dengan gigi dewasa
terjadi pada kecepatan sekitar 4/tahun. Jaringan limfoid hipertrofi, sering timbul
tonsil adenoid yang mengesankan membutuhkan penanganan pembedahan (Behrman,
Kliegman, &Arvin, 2000; Wong, Hockenberry-Eaton, Wilson, Winkelstein, &
Schwartz, 2009; Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011).

Kekuatan otot, koordinasi dan daya tahan tubuh meningkat secara


terusmenerus. Kemampuan menampilkan pola gerakan-gerakan yang rumit seperti
menari, melempar bola, atau bermain alat musik. Kemampuan perintah motorik yang
lebih tinggi adalah hasil dari kedewasaan maupun latihan; derajat
penyelesaian mencerminkan keanekaragaman yang luas dalam bakat, minat dan
kesempatan bawaan sejak lahir. Organ-organ seksual secara fisik belum matang,
namun minat pada jenis kelamin yang berbeda dan tingkah laku seksual tetap aktif
pada anak-anak dan meningkat secara progresif sampai pada pubertas (Behrman,
Kliegman, & Arvin, 2000).

2. Perkembangangan Kognitif
Perubahan kognitif pada anak usia sekolah adalah pada kemampuan untuk berpikir
dengan cara logis tentang disini dan saat ini, bukan tentang hal yang bersifat
abstraksi. Pemikiran anak usia sekolah tidak lagi didominiasi oleh persepsinya dan
sekaligus kemampuan untuk memahami dunia secara luas.Perkembangan kognitif

15
Piaget terdiri dari beberapa tahapan, yaitu: (1) Tahap sensoris-motorik (0-2tahun); (2)
Praoperasional (2-7 tahun); (3) Concrete operational (7-11 tahun); dan (4) Formal
operation (11-15 tahun).

1) Concrete operational

(7 – 11 tahun) Fase ini, pemikiran meningkat atau bertambah logis dan


koheren. Anak mampu mengklasifikasi benda dan perintah dan menyelesaikan
masalah secara konkret dan sistematis berdasarkan apa yang mereka terima
dari lingkungannya. Kemampuan berpikir anak sudah rasional, imajinatif, dan
dapat menggali objek atau situasi lebih banyak untuk memecahkan masalah.
Anak sudah dapat berpikir konsep tentang waktu dan mengingat kejadian
yang lalu serta menyadari kegiatan yang dilakukan berulang-ulang, tetapi
pemahamannya belum mendalam, selanjutnya akan semakin berkembang di
akhir usia sekolah atau awal masa remaja.

2) Formal operation (11 – 15 tahun)

Tahapan ini ditunjukkan dengan karakteristik kemampuan beradaptasi


dengan lingkungan dan kemampuan untuk fleksibel terhadap lingkungannya.
Anak remaja dapat berpikir dengan pola yang abstrak menggunakan tanda
atau simbol dan menggambarkan kesimpulan yang logis. Mereka dapat
membuat dugaan dan mengujinya dengan pemikiran yang abstrak, teoritis,
dan filosifis. Pola berpikir logis membuat mereka mampu berpikir tentang apa
yang orang lain juga memikirkannya dan berpikir untuk memecahkan masalah
(Supartini, 2004).
Menurut Piaget, usia 7–11 tahun menandakan fase operasi konkret. Anak
mengalami perubahan selama tahap ini, dari interaksi egosentris menjadi
interaksi kooperatif. Anak usia sekolah juga mengembangkan peningkatan

16
mengenai konsep yang berkaitan dengan objek-objek tertentu, contohnya
konservasi lingkungan atau pelestarian margasatwa. Pada masa ini anak-anak
mengembangkan pola pikir logis dari pola pikir intuitif, sebagai contoh
mereka belajar untuk mengurangi angka ketika mencari jawaban dari suatu
soal atau pertanyaan. Pada usia ini anak juga belajar mengenai hubungan
sebab akibat, contohnya mereka tahu bahwa batu tidak akan mengapung sebab
batu lebih berat daripada air (Piaget, J., 1996; Kozier, Erb, Berman, & Snyder,
2011).
Kemampuan membaca biasanya berkembang dengan baik di akhir masa
kanak-kanak dan bacaan yang dibaca anak biasanya dipengaruhi oleh
keluarga. Setelah usia 9 tahun,kebanyakan anak termotivasi oleh dirinya
sendiri. Mereka
bersaing dengan diri sendiri dan mereka senang membuat rencana kedepan,
mencapai usia 12 tahun, mereka termotivasi oleh dorongan di dalam diri,
bukan karena kompetisi dengan teman sebaya. Mereka senang berbicara,
berdiskusi mengenai berbagai subjek dan berdebat (Kozier, Erb, Berman, &
Snyder, 2011). Berikut merupakan tabel fase perkembangan kognitif menurut
Piaget .

Fase dan Tahap Usia Perilaku Signifikan


Fase Sensorimotor Lahir -2 tahun
Tahap 1 Penggunaan Lahir- 1 bulan Sebagian besar tindakan
Refleks bersifat refleks
Tahap 2 Reaksi Sirkuler 1-4 bulan Persepsi mengenai berbagai

17
Primer kejadian terpusat pada
tubuh. Objek merupakan
ekstensi diri.
Tahap 3 Reaksi Skema 4-8 bulan Dapat membedakan tujuan
Sekunder dari cara pencapaian tujuan
tersebut
Tahap 4 Koordinasi Skema 8-12 bulan Dapat membedakan tujuan
Sekunder dari cara pencapaian tujuan
tersebut.
Tahap 5 Reaksi Sirkuler 12-18 bulan Mencoba dan meneukan
Tersier tujuan serta cara baru untuk
mencapai tujuan. Ritual
merupakan hal penting.
Tahap 6 Penemuan Arti 18-24 bulan Menginterpretasikan
yang Baru lingkungan dengan kesan
mental. Melakukan
permainan imajinasi dan
imitasi.
Fase Prakonseptual 2-4 tahun Menggunakan pendekatan
egosentrik untuk
mengakomodasi tuntutan
lingungan.
Semua hal bermakna dan
berkaitan dengan “aku.”
Mengeksplorasi lingkungan.
Bahasa berkembang dengan
cepat.

18
Mengasosiasikan kata
dengan
objek
Fase Pemikiran Intuitif 4-7 tahun Pola piker egosnetrik
berkurang. Memikirkan
sebuah ide pada satu waktu.
Melibatkan orang lain di
lingkungan tersebut.
Kata-kata mengekspresikan
pemikiran.
Fase Operasi Konkret 7-11 tahun Menyelesaikan masalah
yang konkret.
MUlai memahami hubungan
seperti ukutan.
Mengerti kanan dan kiri
Sadar akan sudut pandang
orang.
Fase Operasi Formal 11-15 Menggunakan pemikiran
yang rasional.
Pola piker yang deduktif
dan futuristic

3. Perkembangan Moral
Perkembangan moral anak menurut Kohlberg didasarkan pada perkembangan
kognitif anak dan terdiri atas tiga tahapan utama, yaitu: (1) preconventional; (2)
conventional; (3) postconventional.

19
1) Fase Preconventional
Anak belajar baik dan buruk, atau benar dan salah melalui budaya sebagai dasar
dalam peletakan nilai moral. Fase ini terdiri dari tiga tahapan. Tahap satu didasari
oleh adanya rasa egosentris pada anak, yaitu kebaikan adalah seperti apa yang saya
mau, rasa cinta dan kasih sayang akan menolong memahami tentang kebaikan, dan
sebaliknya ekspresi kurang perhatian bahkan mebencinya akan membuat mereka
mengenal keburukan. Tahap dua, yaitu orientasi hukuman dan ketaatan dan ketaatan,
baik dan buruk sebagai suatu konsekuensi dan tindakan. Tahap selanjutnya, yaitu
anak berfokus pada motif yang menyenangkan sebagai suatu kebaikan. Anak
menjalankan aturan sebagai sesuatu yang memuaskan mereka sendiri, oleh karena itu
hati-hati apabila anak memukul temannya dan orangtua tidak memberikan sanksi. Hal
ini akan membuat anak berpikir bahwa tindakannya bukan merupakan sesuatu yang
buruk.

2) Fase Conventional
Pada tahap ini, anak berorientasi pada mutualitas hubungan interpersonal dengan
kelompok. Anak sudah mampu bekerjasama dengan kelompok dan mempelajari serta
mengadopsi norma-norma yang ada dalam kelompok selain norma dalam lingkungan
keluarganya. Anak mempersepsikan perilakunya sebagai suatu kebaikan ketika
perilaku anak menyebabkan mereka diterima oleh keluarga atau teman
sekelompoknya. Anak akan mempersepsikan perilakunya sebagai suatu keburukan
ketika tindakannya mengganggu hubungannya dengan keluarga, temannya, atau
kelompoknya. Anak melihat keadilan sebagai hubungan yang saling menguntungkan
antar individu. Anak mempertahankannya dengan menggunakan norma tersebut
dalam mengambil keputusannya, oleh karena itu penting sekali adanya contoh
karakter yang baik, seperti jujur, setia, murah hati, baik dari keluarga maupun teman
kelompoknya.

20
3) Fase Postconventional
Anak usia remaja telah mampu membuat pilihan berdasar pada prinsip yang dimiliki
dan yang diyakini. Segala tindakan yang diyakininya dipersepsikan sebagai suatu
kebaikan. Ada dua fase pada tahapan ini, yaitu orientasi pada hukum dan orientasi
pada prinsip etik yang umum. Pada fase pertama, anak menempatkan nilai budaya,
hukum, dan perilaku yang tepat yang menguntungkan bagi masyarakat sebagai
sesuatu yang baik. Mereka mempersepsikan kebaikan sebagai susuatu yang dapat
mensejahterakan individu. Tidak ada yang dapat mereka terima dari lingkungan tanpa
membayarnya dan apabila menjadi bagian dari kelompok mereka harus berkontribusi
untuk pencapaian kelompok. Fase kedua dikatakan sebagai tingkat moral tertinggi,
yaitu dapat menilai perilaku baik dan buruk dari dirinya sendiri. Kebaikan
dipersepsikan ketika mereka dapat melakukan sesuatu yang benar. Anak sudah dapat
mempertahankan perilaku berdasarkan standard moral yang ada, seperti menaati
aturan dan hukum yang berlaku di masyarakat. Menurut Kohlberg, beberapa anak
usia sekolah masuk pada tahap I tingkat pra-konvensional Kohlberg (Hukuman dan
Kepatuhan), yaitu mereka berupaya untuk menghindari hukuman, akan tetapi
beberapa anak usia sekolah berada pada tahap 2 (Instumental–Relativist orientation).
Anak-anak tersebut melakukan berbagai hal untuk menguntungkan diri mereka.
(Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011)

4. Perkembangan Spiritual
Menurut Fowler, anak usia sekolah berada pada tahap 2 perkembangan spiritual, yaitu
pada tahapan mitos–faktual. Anak-anak belajar untuk membedakan khayalan dan
kenyataan. Kenyataan (fakta) spiritual adalah keyakinan yangditerima oleh suatu
kelompok keagamaan, sedangkan khayalan adalah pemikiran dan gambaran yang
terbentuk dalam pikiran anak. Orangtua dan tokoh agama membantu anak
membedakan antara kenyataan dan khayalan. Orangtua dan tokoh agama lebih

21
memiliki pengaruh daripada teman sebaya dalam hal spiritual (Fowler, J. W., 1981;
Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011).

Pada saat anak tidak dapat memahami peristiwa tertentu seperti penciptaan dunia,
mereka menggunakan khayalan untuk menjelaskannya. Pada masa ini, anak usia
sekolah dapat mengajukan banyak pertanyaan menegnai Tuhan dan agama dan secara
umum meyakini bahwa Tuhan itu baik dan selalu ada untuk membantu. Sebelum
memasuki pubertas, anak-anak mulai menyadari bahwa doa mereka tidak selalu
dikabulkan dan mereka merasa kecewa karenanya. Beberapa anak menolak agama
pada usia ini, sedangkan sebagian yang lain terus menerimanya. Keputusan ini
biasanya sangat dipengaruhi oleh orang tua (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011).

5. Perkembangan Psikoseksual
Freud menggambarkan anak-anak kelompok usia sekolah (6–12 tahun) masuk dalam
tahapan fase laten. Selama fase ini, fokus perkembangan adalah pada aktivitas fisik
dan intelektual, sementara kecenderungan seksual seolah ditekan (Kozier, Erb,
Berman, & Snyder, 2011). Teori Perkembangan Psikoseksual anak menurut Freud
terdiri atas fase oral (0–11 bulan), fase anak (1–3 tahun), fase falik (3–6 tahun), dan
fase genital (6–12 tahun).

1) Fase Laten (6-12 tahun)

Selama periode laten, anak menggunakan energy fisik dan psikologis yang
merupakan media untuk mengkesplorasi pengetahuan dan pengalamannya melalui
aktivitas fisik maupun sosialnya. Pada fase laten, anak perempuan lebih menyukai
teman dengan jenis kelamin perempuan, dan laki-laki dengan laki-laki. Pertanyaan
anak tentang seks semakin banyak dan bervariasi, mengarah pada sistemtem
reproduksi. Orangtua harus bijaksana dalam merespon pertanyaan-pertanyaan anak,
yaitu menjawabnya dengan jujur dan hangat. Luanya jawaban orangtua disesuaikan

22
dengan maturitas anak. anak mungkin dapat bertindak coba-coba dengan teman
sepermainan karena seringkali begitu penasaran dengan seks. Orangtua sebainya
waspada apabila anak tidak pernah bertanya mengenai seks.
Peran ibu dan ayah sangat penting dalam melakukan pendekatan dengan anak,
termasuk mempelajari apa yang sebenarnya sedang dipikirkan anak berkaitan dengan
seks.

2) Fase Genital (12-18 tahun)

Menurut Freud, tahapan akhir masa ini adalah tahapan genital ketika anak mulai
masuk fase pubertas. Ditandai dengan adanya proses pematangan organ reproduksi
dan tubuh mulai memproduksi hormon seks.

6. Perkembangan Psikososial
Erikson mengidentifikasi masalah sentral psikososial pada masa ini sebagai
krisis antara keaktifan dan inferioritas. Perkembangan kesehatan membutuhkan
peningkatan pemisahan dari orangtua dan kemampuan menemukan penerimaan
dalam kelompok yang sepadan serta merundingkan tantangantantangan yang berada
diluar (Behrman, Kliegman, & Arvin, 2000). Pendekatan Erikson dalam membahas
proses perkembangan anak adalah dengan menguraikan lima tahapan perkembangan
psikososial, yaitu: percaya versus tidak percaya (0–1 tahun), Otonomi versus rasa
malu dan ragu (1–3 tahun), Inisiatif versus rasa bersalah (3–6 tahun), Industry versus
inferiority (6–12 tahun), Identitas versus kerancuan peran (12–18 tahun).

1) Industry versus inferiority (6-12 tahun)


Anak akan belajar untuk bekerjasama dengan bersaing dengan anak lainnya
melalui kegiatan yang dilakukan, baik dalam kegiatan akademik maupun dalam
pergaulan melalui permainan yang dilakukan bersama. Otonomi mulai berkembang
pada anak di fase ini, terutama awal usia 6 tahun dengan dukungan keluarga terdekat.

23
Perubahan fisik, emosi, dan sosial pada anak yang terjadi mempengaruhi gambaran
anak terhadap tubuhnya (body image). Interaksi sosial lebih luas dengan teman,
umpan balik berupa kritik dan evaluasi dari teman atau lingkungannya mencerminkan
penerimaan dari kelompok akan membantu anak semakin mempunyai konsep diri
yang positif. Perasaan sukses dicapai anak dengan dilandasi adanya motivasi internal
untuk beraktivitas yang mempunyaitujuan. Kemampuan anak untuk berinteraksi
sosial lebih luas dengan teman dilingkungannya dapat memfasilitasi perkembangan
perasaan sukses (sense of industry). Perasaan tidak adekuat dan rasa inferiority atau
rendah diri akan berkembang apabila anak terlalu mendapat tuntutan dari
lingkungannya dan anak tidak berhasil memenuhinya. Harga diri yang kurang pada
fase ini akan mempengaruhi tugas-tugas untuk fase remaja dan dewasa. Pujian atau
penguatan (reinforcement) dari orangtua atau orang dewasa terhadap prestasi yang
dicapainya menjadi begitu penting untuk menguatkan perasaan berhasil dalam
melakukan sesuatu.

2) Identitas versus kerancuan peran (12-18 tahun)

Anak remaja akan berusaha untuk menyesuaikan perannya sebagai anak yang
sedang berada pada fase transisi dari kanak-kanak menuju dewasa. Mereka
menunjukkan perannya dengan bergaya sebagai remaja yang sangat dekat dengan
kelompoknya, bergaul dengan mengadopsi nilai kelompok dan lingkungannya, untuk
dapat mengambil keputusannya sendiri. Kejelasan identitas diperoleh apabila ada
kepuasan yang diperoleh dari orangtua atau lingkungan tempat ia berada, yang
membantunya melalui proses pencarian identitas diri sebagai anak remaja, sedangkan
ketidakmampuan dalam mengatasi konflik akan menimbulkan kerancuan peran yang
harus dijalankannya (Supartini, 2004). Menurut Erikson, tugas utama anak usia
sekolah adalah pada fase industry versus inferiority. Pada masa ini, anak-anak mulai
membentuk dan mengembangkan rasa kompetensi dan ketekuanan. Anak usia

24
sekolah termotivasi oleh berbagai kegiatan yang membuatnya merasa berguna.
Mereka berfokus padupaya menguasai berbagai keterampilan yang akan membuat
mereka berfungsi di dunia dewasa. Meskipun berjuang keras untuk sukses, anak pada
usia ini selalu dihadapkan pada kemugkinan gagal yang dapat menimbulkan perasaan
inferior. Anak-anak yang dapat mencapai sukses pada tahap sebelumnya akan
termotivasi untuk tekun dan bekerjasama dengan anak-anak yang lain untuk
mencapai tujuan umum (Erikson, E. H., 1963; Kozier, Erb, Berman, & Snyder,
2011).

7. Perubahan Pra-Pubertas atau Pra-Remaja

Periode transisi antara masa kanak-kanak dengan dan adolesens sering dikenal
dengan istilah pra-remaja oleh professional dalam ilmu perilaku, oleh yang lain
dikenal dengan istilah pra-pubertas, masa kanak-kanak lanjut, adolesens awal, dan
puber. Ketika mulai terjadi perubahan fisik, seperti pertumbuhan rambut pubis dan
payudara pada wanita, anak menjadi lebih sosial dan pola perilakunya lebih sulit
diperkirakan. Perubahan pada sistem reproduksi dan endokrin mengalami sedikit
perubahan sampai pada periode pra-pubertas. Selama masa pra-pubertas, yaitu
memasuki usia 9–13 tahun fungsi endokrin semakin meningkat secara perlahan.
Perubahan pada fungsi endokrin menyebabkan peningkatn produksi keringat dan
semakin aktifnya kalenjar sebasea (Potter & Perry, 2005; Kozier, Erb, Berman, &
Snyder, 2011).
Periode persiapan ini sering meliputi eksperimentasi berdandan oleh anak
perempuan, minat dalam musik dan bertingkah seperti idola yang sedang populer
diantara adolesens yang lebih besar, baik anak laki-laki amupun perempuan biasanya
membentuk “teman baik” dengan orang tempat berbagi perasaan secara intim.
Perasaan ketertarikan pada lawan jenis terbentuk pada fase ini. Pada masa ini mereka

25
sering membentuk hubungan dengan orang dewasa lain daripada orangtuanya yang
membuat mereka menerima informasi mengenai menjadi dewasa (Potter & Perry,
2005). Anak-anak pada kelompok pra-pubertas seringkali melakukan eksperimental
seksual, masturbasi adalah bentuk eksperimental seksual yang sering dilakukan oleh
anak-anak usia pra-pubertas (Behrman, Kliegman, & Arvin, 2000).

2.5 Konsep Minat, Moral, dan Bermain pada Anak Sekolah

A. MINAT

Definisi Minat Menurut Para Ahli

Minat berkaitan dengan perasaan suka atau senang dari seseorang terhadap suatu
objek. Hal ini seperti dikemukakan oleh S`` ``lemeto(2003:180) yang menyatakan
bahwa minat sebagai suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau
aktivitas, tanpa ada yang menyuruh, Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan
suatu hubungan antara diri sendiri dengan suatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat
hubungan tersebut, semakin besar minat.Menurut Kartini Kartono(1996:12) minat
merupakan momen dan kecenderungan yang searah secara intensif kepada suatu
objek yang di anggap penting. Sedangkan menurut Syaiful Bahri Djamarah
(2008:132) minat adalah kecenderungan yang menetap untuk memperhatikan dan
mengenang beberapa aktivitas seseorang yang berminat terhadap aktivitas akan itu
secara konsisten dengan rasa senang terhadap sesuatu itu dipelajari dan dapat
mempengaruhi belajar selanjutnya serta mempengaruhi penerimaan minat-minat
baru.

26
Menurut Crow dan Crow (dalam Abror, 1993:112) minat adalah sesuatu yang
berhubungan dengan daya gerak yang mendorong kita cenderung atau merasa tertarik
pada orang, benda, kegiatan ataupun bisa berupa pengalaman yang efektif yang
dirangsang oleh kegiatn itu sendiri. Sedangkan menurut Rast Harmin dan Simon
(dalam Mulyati, 2004:46) menyatakan bahwa dalam minat itu terdapat hal-hal pokok
diantaranya:

1) adanya perasaan senang dalam diri yang memberikan perhatian pada objek
tertentu, 2) adanya ketertarikan terhadap objek tertentu, 3) adanya aktivitas objek
tertentu, 4) adanya kecenderungan berusaha lebih aktif, 5) objek atau aktivitas
tersebut dipandang fungsional dalam kehidupan, 6) kecenderungan bersifat
mengarahkan dan mempengaruhi tingkah laku individu.

Menurut Shaleh Abdul Rahman (2009:262) adalah suatu kecenderungan untuk


memberikan perhatian dan bertindak terhadap orang, aktivitas atau situasi yang
menjadi objek dari minat tersebut dengan disertai perasaan senang, Minat merupakan
kecenderungan atau arah keinginan terhadap sesuatu untuk memenuhi dorongan hati,
minat merupakan dorongan dari dalam diri yang mempengaruhi gerak dan
kehendak terhadap sesuatu, merupakan dorongan kuat bagi seseorang untuk
melakukan segala sesuatu dalam mewujudkan pencapaian tujuan dan cita-cita yang
menjadi keinginan. Sedangkan menurut Witherington,

H.C. (1999:135) minat adalah kesadaran seseorang dalam sesuatu objek seseorang,
suatu soal atau situasi mengandung sangkut paut dengan dirinya.

Minat adalah suatu fungsi jiwa untuk dapat mencapai sesuatu yang merupakan
kekuatan di dalam dan tampak diluar sebagai gerak-gerik dalam menjalankan fungsi

27
minat berhubungan erat dengan pikiran dan perasaan. Manusia memberi corak dan
menentukan sesudah memilih dan mengambil keputusan, perubahan minat memilih
dan mengambil keputusan disebut kata hati (Heri P, 1998: 3).

Pendapat para ahli diatas peneliti mengambil kesimpulan bahwa seseorang yang
berminat terhadap suatu aktivitas akan memperhatikan aktivitas itu secara konsisten
denganrasa senang yang dikarenakan hal tersebut datang dari dalam diri seseorang
yang didasarkan rasa suka dan tidak adanya paksaan dari pihak luar,timbulnya minat
seseorang itu disebabkan oleh beberapa faktor penting yaitu faktor intern dan
ekstern.Adapun faktor intern terdiri dari perhatian, tertarik dan aktifitas, sedangkan
faktor ekstern terdiri dari keluarga, sekolah dan lingkungan.

Jenis-jenis Minat

Banyak ahli yang mengemukakan mengenai jenis-jenis minat. Diantaranya Carl


Safran (dalam Sukardi, 2003) mengklasifikasikan minat menjadi empat jenis yaitu :

1. Expresesed interest, minat yang diekspresikan melalui verbal yang


menunjukan apakah seseorang itu menyukai dan tidak menyukai suatu objek
atau aktivitas.
2. Manifest interest, minat yang disimpulkan dari keikutsertaan individu pada
suatu kegiatan tertentu.
3. Tested interest, minat yang disimpulkan dari tes pengetahuan atau
keterampilan dalam suatu kegiatan.
4. Inventoried interest, minat yang diungkapkan melalui inventori minat atau
daftar aktivitas dan kegiatan yang sama dengan pernyataan.

28
Sedangkan menurut Muhamad Surya (2004) mengenai jenis minat, menurutnya minat
dapat dikelompokan menjadi 3 jenis yaitu :

1. Minat Volunter adalah minat yang timbul dari dalam diri siswa tanpa
pengaruh luar.
2. Minat Involunter adalah minat yang timbul dari dalam diri siswa dengan
pengaruh situasi yang diciptakan oleh guru.
3. Minat Nonvolunter adalah minat yang ditimbulkan dari dalam diri siswa
secara dipaksa atau dihapuskan.

Ciri-ciri Minat Anak

Minat yang terjadi dalam diri individu dipengaruhi dua faktor yang menentukan yaitu
faktor keinginan dari dalam diri individu atau keinginan dari luar diri individu. Minat
dari dalam individu berupa keinginan atau senang pada perbuatan. Orang tersebut
senang melakukan perbuatan itu demi perbuatan itu sendiri. Minat dari luar individu
berupa dorongan atau paksaan dari luar individu untuk melakukan sesuatu
perbuatan.Menurut Siti Rahayu Hadinoto (1998: 189), ada dua faktor yang
mempengaruhi minat seseorang yaitu:

1. Faktor dari dalam (intrinsik) yaituberarti bahwa sesuatu perbuatan memang


diinginkan karena seseorang senang malakukannya. Disini minat datang dari
diri orang itu sendiri. Orang tersebut senang melakukan perbuatan itu demi
perbuatan itu sendiri.

29
2. Faktor dari luar (ekstrinsik) yaitu berarti bahwa sesuatu perbuatan dilakukan
atas dasar dorongan atau pelaksanaan dari luar. Orang melakukan kegiatan ini
karena ia didorong atau dipaksa dari luar.

Cara Mengukur Minat

Menurut Super dan Crities (dalam John Killis, 1998: 23-24), ada empat cara untuk
menjaring minat dari subjek yaitu:

1. Melalui pernyataan senang atau tidak senang terhadap aktivitas (expressed


interest)pada subjek yang diajukan sejumlah pilihan yang menyangkut
berbagai hal atau subjek yang bersangkutan diminta menyatakan pilihan yang
paling disukai dari sejumlah pilihan.
2. Melalui pengamatan langsung kegiatan-kegiatan yang paling sering dilkukan
(manitest interst), cara ini disadari mengandung kelemahan karena tidak
semua kegiatan yang sering dilakukan merupakan kegiatan yang disenangi
sebagaimana kegiatan yang sering dilakukan mungkin karena terpaksa untuk
memenuhi kebutuhan atau maksud-maksud tertentu.
3. Melalui pelaksanaan tes objektif ( tested interest ) dengan coretan atau gambar
yang dibuat.
4. Dengan menggunakan tes bidang minat yang lebih dipersiapkan secara baku (
inventory ineterest ).

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Minat

30
Minat dapat didefinisikan secara sederhana yaitu kecenderungan individu (siswa)
untuk memusatkan perhatian rasa lebih suka dan rasa ketertarikan terhadap suatu
objek atau situasi tertentu. Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi minat menurut
Muhamad Surya (1999) adalah sebagai berikut :

1. Faktor yang bersumber pada siswa itu sendiri.


2. Tidak mempunyai tujuan yang jelas, Jika tujuannya belajar sudah jelas maka
siswa cenderung menaruh minat terhadap belajar sebab belajar akan
merupakan suatu kebutuhan dan cenderung menaruh minat terhadap belajar.
Dengan demikian besar kecilnya minat siswa dalam belajar tergantung pada
tujuan belajar yang jelas dari siswa.
3. Bermanfaat atau tidaknya sesuatu yang dipelajari bagi individu siswa. Apabila
pelajaran kurang dirasakan bermanfaat bagi perkembangan dirinya, siswa
cenderung untuk menghindar.
4. Suasana lingkungan sekolah sangat berpengaruh terhadap minat belajar siswa.
Suasana lingkungan disini termasuk iklim disekolah, iklim belajar, suasana,
tempat dan fasilitas yang semuanya menimbulkan seseorang betah dan tertuju
perhatiannya kepada kegiatan belajar mengajar.
5. Faktor-faktor bersumber dari lingkungan keluarga dan masyarakat.
6. Perhatian utama siswa dicurahkan kepada kegiatan-kegiatan diluar sekolah.

Menurut Slameto (2010:54) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi


minat yaitu:
a. Faktor Intern

1. Faktor jasmaniah seperti kesehatan dan cacat tubuh.


2. Faktor psikologis sepertiperhatian, tertarik, aktivitas.

31
b. Faktor Ekstern

1. Faktor keluarga seperti cara orangtua mendidik, relasi antar anggota keluarga,
suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orangtua dan latar
belakang kebudayaan.
2. Faktor sekolah seperti metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa,
disiplin sekolah, alat pelajaran, keadaan gedung.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara garis besar minat


dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu
itu sendiri (faktor ekstrinsic) dan faktor yang berasal dari luar individu
tersebut (faktor ekstrinsic).

B. MORAL

PERKEMBANGAN MORAL PADA ANAK USIA SD

Perilaku moral berarti perilaku yang menyesuaikan dengan kode moral dari
kelompok sosialnya. Moral berasal dari bahsa latin: mores berarti tatakrama atau
kebiasaan. Perilaku moral dikendalikan oleh konsep moral, yakni aturan-aturan dalam
bertingkah laku, dimana anggota masyarakat berperilaku sesuai dengan pola perilaku
yang diharapkan oleh masyarakatnya, sedangkan perilaku immoral adalah perilaku
yang gagal menyesuaikan pada harapan sosial. Perilaku tersebut tidak dapat diterima
oleh norma-norma sosial. Perilaku unmoral adalah perilaku yang tidak menghiraukan
harapan dari kelompok sosialnya. Perilaku ini cenderung terlihat pada kanak-kanak.
Ketika masih kanak-kanak, anak tidak diharapkan untuk mengenal seluruh tata krama
dari suatu kelompok. Begitu anak memasuki usia remajadan menjadi anggota suatu
kelompok, anak dituntut untuk bertingkah laku sesuai dengan kebiasaan

32
kelompoknya. Tingkah laku yang sesuai dengan aturan tidak hanya sesuai dengan
dasar-dasar yang ditetapkan secara sosial tetapi juga perlu diikuti secara suka rela.
Hal ini terjadi pada otoritas eksternal maupun internal. Dalam perkembangan moral
kelak anak-anak harus belajar mana yang benar dan mana yang salah. Kemudian,
begitu anak bertambah besar, ia harus tahu alasan mengapa sesuatu dianggap benar
sementara yang lain tidak. Dengan demikian, anak perlu dilibatkan dalam aktivitas
kelompok, tetapi yang terpenting tetap perlu mengembangkan harapan melakukan
mana yang baik dan mana yang buruk.

Menurut Piaget, antara usia lima dan dua belas tahun konsep anak mengenai
keadilan sudah berubah. Pengertian yang kaku dan keras tentang benar dan salah,
yang dipelajari dari orang tua, menjadi berubah dan anak mulai memperhitungkan
keadaan-keadaan khusus di sekitar pelanggaran moral. Jadi, menurut piaget
relativitasme moral menggantikan moral yang kaku. Misalnya bagi anak lima tahun,
berbohong selalu buruk, sedangkan anak yang lebih sadar bahwa dalam bebarapa
situasi, berbohong dibenarkan, dan oleh karena itu, berbohong tidak selalu buruk.

Kohlberg memperluas teori Piaget dan menamakan tingkat kedua dari


perkembangan moral moral akhir masa kanak-kanak sebagai tingkat moralitas
konvensional atau moralitas dari aturan-aturan dan penyesuaian konvensional. Dalam
tahap pertama dari tingkat ini oleh Kohlberg disebutkan moralitas anak baik, anak
mengikuti peraturan untuk mengambil hati orang laindan untuk mempertahankan
hubungan-hubunganyang baik. Dalam tahap kedua, kohlberg mengatakan bahwa
kalau kelompok sosial menerima peraturan-peraturan yang sesuai bagi semua anggota
kelompok, ia harus menyesuaikan diri dengan peraturan untuk menghindari
penolakan kelompok dan celaan.

Moral merupakan bagian yang cukup penting dalam jiwa remaja. Sebagian orang
berpendapat bahwa moral bisa mengendalikan tingkah laku anak yang beranjak

33
dewasa ini sehingga ia tidak melakukan hal hal yang merugikan atau bertentangan
dengan kehendak atau pandangan masyarakat. Di sisi lain tiadanya moral seringkali
dituding sebagai faktor penyebab meningkatnya kenakalan remaja.
Para sosiolog beranggapan bahwa masyarakat sendiri punya peran penting dalam
pembentukan moral. W.G. Summer (1907), salah seorang sosiolog, berpendapat
bahwa tingkah laku manusia yang terkendali disebabkan oleh adanya kontrol dari
masyarakat itu sendiri yang mempunyai sanksi sanksi tersendiri buat pelanggar

Cara Mempelajari Moral

Pada saat lahir, tidak ada anak yang memiliki hati nurani atau skala nilai. Akibatnya,
tiap bayi yang baru lahir dapat dianggap amoral. Tidak seorang anakpun dapat
diharapkan mengembangkan kode moral sendiri. Maka, tiap anak harus diajarkan
standart kelompok tentang yang bernar dan yang salah.

Hurlock (1978) mengemukakan dalam mempelajari sikap moral, terdapat empat


pokok utama:

1) Mempelajari apa yang diharapkan kelompok sosial dari anggotanya


sebagaimana dicantumkan dalam hukum, kebiasaan, dan peraturan.

Elemen pertama yang penting dalam belajar menjadi individu yang bermoral adalah
belajar apa yang diharpkan kelompok. Dalam setiap kelompok sosial beberapa
perilaku yang dianggap benar atau salah karena berkaitan dengan kesejahteraan
anggota kelompoknya.

Ketika masa kanak-kanak, anak tidat terlalu dituntut untuk tunduk pada hukum
dan kebiasaan sebagaimana yang diharapkan pada anak yang lebih besar. Setelah
memasuki usia sekolah, anak mulai diajarkan sedikit demi sedikit hukum yang
berlaku di lingkungannya. Misalnya menunjukkan sopan santun pada orang yang

34
lebih tua.disekolah mereka belajar dan patuh pada aturan sekolah begitu pula bermain
dengan teman sebaya.

Secara perlahan, anak belajar aturan yang dibentuk oleh berbagai kelompok yang
berbeda, seperti dirumah, sekolah, dan lingkungan rumah/tetangga. Hal ini
membentuk dasar dari pengetahuan mengenai apa yang diharapkan oleh kelompok
yang berbeda. Mereka juga belajar bahwa mereka diharapkan untuk taat pada aturan
dan jika melanggar akan mendapat hukuman atau kurangnya penerimaan sosial.
Dengan demikian aturan merupakan pedoman bagi perilaku anak dan sebagai sumber
dari motivasi untuk taat pada harapan sosial sebagaimana hukum dan adat kebiasaan
bagi para remaja dan orang dewasa.

2) Menegmbangkan Hati Nuran

Kata hati merupakan kontrol internal (dalam diri) terhadap tingkah laku seseorang.
Tidak ada anak yang lahir dengan kata hati tertentu dan setiap anak tidak hanya
belajar mengenai apa yang benar dan apa yang salah, tetapi anak harus menggunakan
kata hatinya sebagai kontrol terhadap tingkah lakunya. Hal ini merupakan salah satu
tugas perkembangan yang penting di masa anak usia sekolah. Kata hati merupakan
sesuatu yang kompleks bagi anak-anak. Oleh karena itu, pada awalnya tingkah laku
mereka lebih banyak dikontrol oleh lingkungan. Terjadi pergantian yang perlahan-
lahan dari lingkungan ke kontrol yang sudah terinternalisasi, pada saat itulah transisi
sudah lebih lengkap.

3) Belajar mengalami perasaan bersalah dan rasa malu bila perilaku individu tidak
sesuai dengan harapan kelompok.

35
Setelah anak mengembangkan kata hati maka kata hati akan diperrgunakan sebagai
pedoman bagi tingkah laku mereka. Jika tingkah laku mereka tidak sesuai dengan apa
yang telah ditetapkan oleh kata hatinya maka mereka akan merasa bersalah, malu atau
keduanya.

Dalam perilaku bermoral, rasa bersalah perlu ada. Seseorang harus taat pada
kebiasaan atau tata krama dari kelompok melalui standar pengarahan dalam diri.
Ausabel(dalam Hurlock), 1978) mengemukakan bahwa rasa bersalah merupakan
mekanisme psikologis yang penting, dimana perilaku seseorang menjadi sesuai
dengan kebudayaannya. Rasa bersalah juga merupakan alat yang penting bagi
kelangsungan hidup budaya karena memungkinkan individu untuk berperilaku sesuai
dengan nilai-nilai moral masyarakat. Jika anak tidak merasa bersalah, anak akan
menjadi tidak termotivasi untuk belajar apa yang diharapkan kelompok pada dirinya.

4) Mempunyai kesempatan untuk interaksi sosial untuk belajar apa saja yang
diharapkan anggota kelompok.

Interaksi sosial memegang peran penting dalam perkembangan moral anak karena
dapat memberikan dasar-dasar dari tingkah laku yang diterima
masyarakat,memberikan motivasi melalui apa yang diterima

C. BERMAIN

A. Definisi Bermain
Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara sukarela untuk memperoleh
kesenangan/kepuasan. Beramain merupakan kemampuan fisik, intelektual,
emosional, dan social, bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena
dengan bermain, anak-anak akan berkata-kata (berkomunikasi), belajar menyesuaikan
diri dengan lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukannya, dan mengenl
waktu, jarak, serta suara (Wong,2000)

36
Bermain sama dengan bekerja pada orang dewasa dan merupakan aspek
terpenting dalam kehidupan anak serta merupakan satu cara yang paling efektif untuk
menurunkan stress pada anak, dan pentung untuk kesejahteraan mental dan emosional
anak (Champbell dan Glasser, 1995).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa bermain adalah kegiatan yang
tidak dapat dipisahkan dari kehidupan anak sehari-hari karena bermain sama dengan
bekerja pada orang dewasa, yang dapat menurunkan stress anak, media yang baik
bagi anak untuk belajar berkomunikasi dengan lingkungannya, menyesuaikan diri
erhadapa lingkungan, belajar mengenal dunia sekitar kehidupannya, dan penting
untuk meningkatkan kesejahteraan mental serta social anak.
B. Fungsi Bermain
Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensorik motorik,
perkembangan intelektual, perkembangan social, perkembangan kreatifitas,
perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral, dan bermain sebagai terapi.
1. Perkembangan sensoris motorik
Pada saat melakukan permainan, aktifitas sensori motoris merupakan
komponen terbesar yang digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk
perkembangan fungsi otot. Misalnya, alat permainan yang digunakan untuk bayi yang
mengembangkan kemampuan sensoris motorik dan alat permainan untuk anak usia
toddler dan pra sekolah yanag banyak membantu perkembangan aktifitas potorik baik
kasar maupun halus.
2. Perkembangan intelektual
Pada saat bermain, anak melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap segala
sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama mengenal warna, bentuk,
ukuran, tekstur, dan membedakan objek. Pada saat bermain pula anak akan melatih
diri untuk memecahkan masalah. Pada saat anal berman mobil-mobilan, kemudian
bannya terlepas dan anak dapat memperbaikinya maka ia telah belajar memecahkan

37
masalahnya melalui eksplorasi alat mainannya dan untuk mencapai kemampuan ini,
anak menggunakan daya pikir dan imajinasinya semaksimal mungkin. Semakin
sering anak melakukan eksplorasi seperti ini akan semakin terlatih kemampuan
intelektualnya.
3. Perkembangan social
Perkembangan social ditandai dengan kemampuan berinteraksi dengan
lingkungannya melalui kegiatan bermain, anak akan belajar member dan menerima.
Bermain dengan orang lain akan membantu anak untuk mengembangkan hubungan
social dan belajar memecahkan masalah dari hubungan tersebut. Pada saat melakukan
aktifitas bermain, anak belajar berinteraksi dengan teman, memahami bahasa lawan
bicara dan belajar tentang nilai social yang ada pada kelompoknya. Hal ini menjadi
terutama pada anak usia sekolah dan remaja.
4. Perkembangan kreatifitas
Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan mewujudkannya
kedalam bentuk objek dan atau kegiatan yang dilakukannya. Melalui kegiatan
bermain anak dapat belajar dan mencoba untuk merealisasikan ide-idenya. Misalnya,
dengan membongkar dan memasang satu alat permainan akan merangsang
kreatifitasnya semakin berkembang.
5. Perkembangan kesadaran diri
Melalui bermain, anak akan mengembangkan kemampuannya dalam
mengatur tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenal kemampuannya dan
membandingkannya dengan orang lain dan menguji kemampuannya dengan mencoba
peran-peran baru dan mengetahui dampak tingkah lakunya terhadap orang lain.
Misalnya, jika anak mengambil mainan temannya sehingga temannya menangis, anak
akan belajar mengembangkan diri bahwa perilakunya menyakiti teman. Dalam hal ini
penting peran orang tua untuk menanamkan nilai moral dan etika, terutama dalam

38
katannya dengan kemampuan untuk memahami dampak positif dan negative dari
prilakunya terhadap orang lain.
6. Perkembangan moral
Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya, terutama dari
orang tua dan guru. Dengan melakukan aktifitas bermain, anak akan mendapat
kesempatan untuk meenerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat diterima
dilingkungannya dan dapat menyesuaikan diri dengan aturan-aturan kelompok yang
ada dalam lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak juga akan belajar nilai
moral dan etika, belajar membedakan mana yang benar dan mana yang salah, serta
belajar bertanggung jawab atas segala tindakan yang telah dilakukannya. Misalnya,
merebut mainan teman merupakan perbuatan yang tidak baik dan membereskan alat
permainan sesudah bermain adalah membelajarkan anak untuk bertanggung jawab
terhadap tindakan serta barang yang dimilikinya. Sesuai dengan kemampuan
kognitifnya bagi anak usia prasekolah permainan adalah media yang efektif untuk
mengembangkan nilai moral dibandingkan dengan memberikan nasihat. Ol;eh karena
itu, penting peran orang tua untuk mengawasi anak saat anak melakukan aktifitas
bermain.
7. Bermain sebagai terapi
Pada saat dirawat dirumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan
yang sangat tidak menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih, dan nyeri.
Perasaan tersebut merupakan dampak hospitalisasi yang dialami anak Karen
amenghadapi beberapa stressor yang ada di lingkungan rumah sakit. Untuk itu,
dengan melakukan permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan stress yang
dialaminya karena dengan melakukan permainan, anak akan dapat mengalihkan rasa
sakitnya pada permainan ( distraksi) dan relaksasi melalui kesenangannya melakukan
permainan.
C. Tujuan Bermain

39
Pada prinsipnya bermain mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Untuk melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yng normal pada saat sakit
anak mendapat gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Walaupun
demikian, seama anak dirawat di rumah sakit kegiatan stimulasi pertumbuhan dan
perkembangan masih harus tetap dilanjutkan untuk menjaga kesinambungannya.
2. Mengekspresikan perasaan, keinginan, dan fantasi, serta ide-idenya. Seperti telah
diuraikan, pada saat sakit dan dirawat di rumah sakit anak mengalami berbagai
perasaan yang sangat tidak menyenangkan. Pada anak yang belum dapat
mengekspresikannya secra verbal, permainan adalah media yang sangat efektif untuk
mengekspresikannya.
3. Mengembangkan kreatifitas dan kemampuan memecahkan masalah. Permainan
akan menstimulasi daya pikir, imajinasi, dan fantasinya untuk menciptakan sesuatu
yang ada dalam pikirannya. Pada saat melakukan permainan, anak juga akan
dihadapkan pada masalah dalam konteks permainannya, semakin lama ia bermain dan
semakin tertantang untuk dapat menyelesaikannya dengan baik.
4. Dapat beradaptasi secara efektif terhadap stress karena sakit dan dirawat di rumah
sakit. Stress yang dialami anak saat dirawat di rumah sakit tidak dapat dihindarkan
sebagaimana juga yang dialami orang tuanya. Permainan adalah media yang efektif
untuk beradaptasi karena telah terbukti dapat menurunkan rasa cemas, takut, nyeri,
dan marah.
D. Factor yang mempengaruhi aktifitas bermain
1. Tahap perkembangan anak
Aktivitas bermain yang tepat dilakukan anak, yaitu sesuai dengan tahapa
pertumbuhan dan perkembangan anak. Tentunya permainan anak usia bayi tidak lagi
efektif untuk pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah. Demikian juga
sebaliknya, karena pada dasarnya permainan adalah alat stimulasi pertumbuhan dan
perkembangan anak. Dengan demikian, orang tua dan perawat harus mengetahui dan

40
memberikan jenis permainan yang tepat untuk setiap tahapan pertumbuhan dan
perkembangan anak.
2. Status kesehatan anak
Untuk melakukan aktifitas bermain diperlukan energy. Walaupun demikian,
bukan berarti anak tidak perlu bermain pada saat sedang sakit. Kebutuhan bermain
pada anak sama halnya dengan kebutuhan bekerja pada orang dewasa. Yang penting
pada saat kondisi anak sedang menurun atau anak terkena sakit, bahkan di rawat di
rumah sakit, orang tua dan perawat harus jeli memilihkan permainan yang dapat
dilakukan anak sesuai dengan prinsip bermain pada anak yang sedang dirawat di
rumah sakit
3. Jenis kelamin anak
Ada beberapa pandangan tentang konsep gender dengan permainan anak. Dalam
melaksanakan aktifitas bermain tidak membedakan jenis kelamin laki-laki atau
wanita. Semua alat permainan dapat digunakan oleh anak laki-laki atau perempuan.
Untuk mengembangkan daya pikir, imajinasi, kreatifitas, dan kemampuan social
anak. Akan tetapi, ada pendapat lain yang meyakini bahwa permainan adalah salah
satu alatt membantu anak mengenal identitas diri sehingga sebagian alat permainan
alat permainan perempuan tidak dianjurkan untuk digunakan oleh anak laki-laki. Hal
ini dlatar belakangi oleh alasan adanya tuntutan perilaku yang berbeda antara laki-laki
dan perempuan. Dan hal ini dipelajari melalui media permainan.
4. Lingkungan yang mendukung
Terselenggaranya aktifitas bermain yang baik salah satunya dipengaruhi oleh nilai
moral, budaya, dan lingkungan fisik rumah. Fasilitas bermain tidak harus dilbeli di
took atau mainan jadi, tetapi lebih diutamakan yang dapat menstimulus imajinasi dan
kreatifitas anak, bahkan sering kali mainan tradisional yang dibuat sendiri atau yang
berasal dari benda-benda yang berasal dari kehidupan anak akan lebih merangsang
anak untuk kreatif. Keyakinan keluarga tentang moral dan budaya juga

41
mempengaruhi bagaimana anak dididik melalui permainan. Sementara lingkungan
fisik rumah lebih banyak mempengaruhi ruang gerak anak untuk melakukan aktifitis
fisik dan motorik anak. Lingkungan rumah yang cukup luas untuk bermain
memungkinkan anak mempunyai cukup ruang gerak untuk bermain, berjalan,
mondar-mandir, berlari melompat, dan bermain dengan teman sekelompoknya.
5. Alat dan jenis permainan yang cocok
Orang tua harus bijaksana dalam memberikan alat permainan untuk anak. Pilih yang
sesuai dengan tahapan tumbuh-kembang anak. Label yang tertera pada mainan harus
dibaca terlebih dahulu sebelum membelinya, apakah mainan ersebut sesuai dengan
usia anak. Alat permainan tidak selalu harus yang dibeli di toko atau mainan jadi,
tetapi lebih diutamakan yang dapat menstimulus imajinasi dan kreativitas anak,
bahkan sering kali mainan tradisional yang dibuat sendiri dari atau berasal dari
benda-benda disekitar kehidupan anak, akan lebih merangsang aak untuk kreatif. Alat
permainan yang harus didorong, ditarik, dan dimanipulasi, akan mengajarkan anak
untuk dapat mengembangkan kemampuan dalam mengenal norma dan aturan serta
interaksi social dengan orang lain.
Orang tua dan anak dapat memilih mainan bersama-sama, tetapi yang harus diingat
bahwa alat permainan harus aman bagi anak. Oleh karena itu, orang tua harus
membantu anak memilihkan mainan yang aman.
E. Bermain pada anak usia sekolah
Pada saat anak memasuki sekolah, permainan anak menggunakan dimensi
baru yang merefleksikan tingkat perkembangan anak yang baru. Bermain tidak hanya
meningkatkan keterampilan fisik,kemampuan intelektual,dan fantasi anak tetapi juga
mengembankan rasa memiliki terhadap timatau klubnyapada saat mereka membentuk
kelompok.
F. Klasifikasi bermain pada anak :
1. Berdasarkan kelompok usia anak

42
Apabila ditinjau dari kelompok usia anak, jenis permainan dapat dibagi menjadi
permainan untuk bayi, toddler, prasekolah, sekolah, dan usia remaja. Sekarang kita
membahas anak usia sekolah.
Kemampuan social anak usia sekolah semakin meningkat. Mereka lebih mampu
bekerjasama dengan teman sepermainannya. Pergaulan pergaulan dengan teman
menjadi tempat mengenal norma baik dan buruk. Jadi permainan pada usia sekolah
tidak hanya bermanfaat meningkatkan keterampilan fisik atau intlektualnya, tetapi
juga dapat mengembangkan sensitivitasnnya untuk terlibat dalam kelompok dan
berjerjasama dengan sesamanya. Mereka belajar norma kelompok sehingga dapat
diterima dari kelompoknya. Bermain bermanfaat juga untuk mengembangkan
kemampuannya untuk bermain secara sehat.
Karakteristik permainan untuk usia sekolah dibedakan menurut jenis kelaminnya.
Anak laki-laki diberikan mainan jenis mekanik untuk menstimulasi kemampuan
kreativitasnya dalam berkeasi sebagai seorang laki-laki. Misalnnya : mobil-mobilan.
Anak perempuan lebih tepat diberikan permainan yang dapat menstimulasinya untuk
mengembangkan perasaan pemikiran dan sikapnya dalam menjalankan peran sebagai
seorang perempuan, misalnya : alat untuk memasak dan boneka.
2. Berdasarkan Isi Permainan
a. Sense of pleasure play
Permainan ini menggunakan alat yang dapat menimbulkan rasa senang pada
anak usia sekolah dan biasanya mengasyikkan,misalnya,dengan menggunakan pasir,
anak akan membuat gunung-gunungan atau benda-benda apa saja yang dapat
dibentuknya dengan pasir. Ciri khas permainan ini adalah anak akan semakin lama
semaki asyik bersentuhan dengan alat permainan ini dan dengan permainan yang
dilakukannya sehingga susah dihentikan.
b. Skill play

43
Sesuai dengan sebutannya, permainan ini akan meningkatkan keterampilan
anak, khususnya keterampilan motorik kasar dan halus. Misalnya, anak usia sekolah
akan terampil naik sepeda. Jadi, keterampilan tersebut diperoleh melalui pengulangan
kegiatan permainan yang dilakukan. Semakin sering melakukan latihan, anak akan
semakin terampil.
c. Games atau permainan
Games atau permainan adalah jenis permainan yang menggunakan alat
tertentu yang menggunakan perhitungan dan atau skor. Permainan ini bisa dilakukan
oleh anak sendiri dan atau dengan temannya. Banyak sekali jenis permainan ini mulai
dari yang sifatnya tradisional maupun yang modern. Misalnya ular
tangga,congklak,puzzle, dan lain-lain.
d. Dramatic play
Sesuai dengan sebutannya, pada permainan ini anak memainkan peran sebagai
orang lain melalui permainannya .anak berceloteh sambil berpakaian meniru orang
dewasa,misalnya ibu guru, ibunaya, ayahnya,kakanya,dan sebagainya yang ingin dia
tiru. Apabila anak bermain dengan temananya, akan terjadi percakapan diantara
mereka tentang peran orang yang mereka tiru. Permainan ini penting untuk proses
identifikasi anak terhadap peran tertentu.
2. Berdasarkan karakter social
a. Assosiative play
Pada permainan ini sudah terjadi komunikasi antara satu anak dengan
anak lain, tetapi tidak terorganisasi, tidak ada pemimpin atau yang memimpin
permainan, dan tujuan perrmainan tidak jelas. Contoh permainan jenis ini adalah
bermain boneka,bermain hujan-hujanan dan masak-masakan.
b. Cooperative play
Aturan permainan dalam kelompok tampek lebih jelas pada permainan
jenis ini, juga tujuan dan pemimpin permainan. Anak yang memimpin permainan

44
mengatur dan mengarahkan anggotanya untuk bertindak dan mengarahkan
anggotanya untuk bertindak dalam permainan sesuai dengan tujuan yang diharapkan
dalam permainan tersebut. Misalnya, pada permainan sepak bola, ada anak yang
memimpin permainan, aturan main harus dijalankan oleh anak dan mereka harus
dapat mencapai tujuan bersama, yaitu memenangkan permainan dengan memasukkan
bola ke gawang lawan mainnya.
G. Alat permainan yang diperlukan
Tetapkan jenis alat permainan yang akan digunakan. Ingat bahwa alat
permainan tidak harus yang baru dan bagus. Gunakan alat permainan yang dimiliki
anak.Apabila anak diajak bermain gunakanlah bahan yang efisien. Yang penting
adalah alat permainan harus menggambarkan kreatifitas anak serta dapat
mengeksplorasi perasaan anak.
H. Pelaksanaan kegiatan bermain
Uraikan proses bermain yang dilakukan. Selama kegiatan bermain, respons
anak dan orang tua harus diobservasi. Apabaila tampak adanya kelelahan pada
anak,permainan tidak boleh diteruskan.

2.6 MASALAH PERKEMBANGAN ANAK USIA SEKOLAH

Adapun berbagai gangguan perkembangan yang bisa ditemukan pada anak usia
sekolah yaitu berupa:

A. GANGGUAN TINGKAH LAKU

Definisi gangguan tingkah laku memfokuskan pada perilaku yang melanggar hak-hak
dasar orang lain dan norma-norma sosial utama. Tipe perilaku yang dianggap sebagai
simptom gangguan tingkah laku mencakup agresi dan kekejian terhadap orang lain

45
atau hewan, merusak kepemilikan, berbohong, dan mencuri. Gangguan tingkah laku
merujuk pada berbagai tindakan yang kasar dan sering dilakukan yang jauh
melampaui kenakalan dan tipuan praktis yang umum dilakukan anak-anak dan
remaja usia sekolah.
Banyak anak yang mengalami gangguan tingkah laku juga menunjukkan
gangguan lain. Ada tingkat komorbiditas yang tinggi antara gangguan tingkah laku
dan ADHD. Hal ini terjadi pada anak laki-laki, namun jauh lebih sedikit yang
diketahui mengenai komorbiditas gangguan tingkah laku dan ADHD pada anak
perempuan. Penyalahgunaan zat juga umum terjadi bersamaan dengan gangguan
tingkah laku dimana dua kondisi tersebut saling memperparah satu sama lain.
Terdapat bukti bahwa anak laki-laki yang mengalami gangguan tingkah laku
dan komorbid dengan hambatan behavioral memiliki kemungkinan lebih kecil untuk
melakukan kejahatan dibanding mereka yang mengalami gangguan tingkah laku yang
komorbid dengan penarikan diri dari pergaulan sosial. Bukti-bukti menunjukkan
bahwa anak-anak perempuan yang mengalami gangguan tingkah laku berisiko lebih
tinggi untuk mengalami berbagai gangguan komorbid, termasuk kecemasan, depresi,
penyalahgunaan zat, dan ADHD dibanding dengan anak laki-laki yang memiliki
gangguan tingkah laku.
Gangguan tingkah laku di masa kanak-kanak tidak dengan sendirinya berlanjut
menjadi perilaku anti sosial di masa dewasa, meskipun memang menjadi faktor yang
mempredisposisi. Beberapa individu tampaknya menunjukkan pola perilaku anti
sosial dengan masalah tingkah laku yang bermula di usia 3 tahun dan berlanjut
menjadi kesalahan perilaku yang serius di masa dewasa.

Etiologi dan Faktor Resiko Gangguan Tingkah Laku

46
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan tingkah laku pada remaja
adalah faktor kerentanan psikiatrik, neurologi, kognitif, dan keluarga. Remaja yang
mempunyai gangguan tingkah mungkin menderita cedera pada sistem saraf pusat.
Walaupun sebagian besar remaja yang mengalami gangguan tingkah laku tidak
mengalami kerusakan saraf, perlu penilaian medis dan neuropsikologis yang teliti
untuk mengetahui disfungsi sitem saraf pusat yang terjadi. Gangguan belajar sering
terjadi pada remaja dengan gangguan tingkah laku. Remaja yang mempunyai
kesulitan dalam membaca dan bahasa, sering sulit untuk menumpahkan
kemarahannya melalui kata-kata, justru langsung bertindak dengan berperilaku anti
sosial.
Beberapa faktor yang mempengaruhi gangguan tingkah laku dan kenakalan anak:

a. Disregulasi neurologik
Tingginya angka kejadian gangguan tingkah laku yang terjadi bersamaan dengan
dengan ADHD yaitu sekitar 50% menguatkan anggapan bahwa yang mendasari
terjadinya gangguan ini adalah disregulasi neurologik.
b. Faktor biokemikal
Teori biokemikal mengatakan bahwa terdapat hubungan antara berkurangnya kadar
serotonin pada sistem saraf pusat dengan terjadinya perilaku agresif dan impulsive.
c. Faktor biologi anak
Temperamen anak cenderung sebagai prediktor terjadinya gangguan tingkah laku.
Apabila orangtua menanggapi dengan tidak sabar, tidak konsisten dan banyak
memberikan larangan pada anaknya maka kelak anak ini akan mengalami gangguan
tingkah laku. Perilaku kriminal dan agresif dipengaruhi oleh faktor genetik dan
lingkungan dimana faktor lingkungan pengaruhnya sedikit lebih besar. Kelemahan
neurologis, tercakup dalam profil masa kanak-kanak dari anak-anak yang mengalami
gangguan tingkah laku. Kelemahan tersebut termasuk keterampilan verbal yang

47
rendah, masalah dalam fungsi pelaksanaan (kemampuan mengantisipasi,
merencanakan, menggunakan pengendalian diri, dan menyelesaikan masalah) dan
masalah memori.
d. Faktor sekolah
Anak yang mengalami gangguan tingkah laku sering mempunyai intelektual dan
prestasi akademik yang rendah.
e. Psikologi orang tua
Ibu yang depresi, ayah pecandu alkohol, penjahat dan mempunyai perilaku anti social
berhubungan erat denga terjadinya gangguan tingkah laku pada anaknya.
f. Peranan keluarga
Perceraian, konflik dalam perkawinan dan kekerasan, interaksi orang tua dengan
anak, kemelaratan dan genetik berpengaruh terhadap gangguan tingkah laku pada
anak. Anak-anak dapat mempelajari agresivitas orang tua yang berperilaku agresif.
Anak juga dapat meniru tindakan agresif dari berbagai sumber lain seperti televisi.
Karena agresi merupakan cara mencapai tujuan yang efektif, meskipun tidak
menyenangkan, kemungkinan hal tersebut dikuatkan. Oleh karena itu setelah ditiru,
tindakan agresif kemungkinan akan dipertahankan. Berbagai karakteristik pola asuh
seperti disiplin keras dan tidak konsisten dan kurangnya pengawasan secara
konsisiten dihubungkan dengan perilaku antisosial pada anak-anak.
g. Pengaruh teman sebaya
Penelitian mengenai pengaruh teman seusia terhadap agresi dan anti sosial anak-anak
memfokuskan pada dua bidang besar, yaitu:
1) Penerimaan atau penolakan dari teman-teman seusia. Penolakan menunjukkan
hubungan yang kausal dengan perilaku agresif, bahkan dengan tindakan pengendalian
perilaku agresif yang terdahulu

48
2) Afiliasi dengan teman-teman seusia yang berperilaku menyimpang. Pergaulan
dengan teman seusia yang nakal juga dapat meningkatkan kemungkinan perilaku
nakal pada anak.
h. Faktor-faktor sosiologis.
Tingkat pengangguran tinggi, fasilitas pendidikan yang rendah, kehidupan keluarga
yang terganggu, dan subkultur yang menganggap perilaku kriminal sebagai suatu hal
yang dapat diterima terungkap sebagai faktor-faktor yang berkontribusi. Kombinasi
perilaku anti sosial anak yang timbul di usia dini dan rendahnya status sosioekonomi
keluarga memprediksikan terjadinya penangkapan di usia muda karena
tindakan kriminal. Faktor-faktor sosial berperan, korelasi terkuat dengan kenakalan
adalah hiperaktivitas dan kurangnya pengawasan orang tua.

Penanganan Gangguan Tingkah Laku

49
Hal penting bagi keberhasilan dalam penanganan adalah upaya mempengaruhi
banyak sistem dalam kehidupan seorang remaja (keluarga, teman-teman sebaya,
sekolah, lingkungan tempat tinggal).
Intervensi keluarga
Beberapa pendekatan untuk menangani gangguan tingkah laku mencakup intervensi
bagi orang tua atau keluarga dari si anak anti sosial. Para orang tua diajarkan untuk
menggunakan teknik-teknik seperti penguatan positif bila si anak menunjukkan
perilaku positif dan pemberian jeda serta hilangnya perilaku istimewa bila ia
berperilaku agresif atau anti sosial.

Penanganan multisistemik
Intervensi ini memandang masalah tingkah laku sebagai suatu hal yang dipengaruhi
oleh berbagai konteks dalam keluarga dan antara keluarga dan berbagai sistem sosial
lainnya. Teknik yang dipergunakan variasai meliputi teknik perilaku kognitif, sistem
keluarga, dan manajemen kasus.
Pendekatan kognitif
Penanganan dengan terapi kognitif individual bagi anak-anak yang mengalami
gangguan tingkah laku dapat mempaerbaiki tingkah laku mereka, meski tanpa
melibatkan keluarga. Contoh: mengajarkan keterampilan kognitif pada anak-anak
untuk mengendalikan kemarahan mereka menunjukan manfaat yang nyata dalam
membantu mereks mengurangi perilaku agresif. Strategi lain dengan mengajarkan
keterampilan moral kepada berbagai kelompok remaja yang mengalami ganguan
perilaku.

50
B. GANGGUAN PEMUSATAN PERHATIAN / HIPERAKTIVITAS (ADHD)

ADHD merupakan satu dari kelainan yang terbanyak pada anak usia sekolah.
Ditemukan sekitar 3-5% usia anak sekolah. Penyebab pasti ADHD belum diketahui
sampai sekarang. Diperkirakan beberapa faktor seperti herediter, neurologik, faktor
pre dan post natal dan toksin berpengaruh terhadap kejadian ADHD. Penelitian oleh
Linstrom dkk bahwa pada anak sekolah dengan ADHD ternyata didapatkan sebagian
besar dengan riwayat kelahiran prematur.
Anak dengan ADHD sulit untuk berkonsentrasi pada tugas yang dikerjakan
dalam waktu tertentu yang wajar sehingga mengalami penurunan dalam hal
akademik. Anak dengan ADHD mengalami kesulitan mengendalikan aktifitas dalam
berbagai situasi yang menghendaki mereka duduk tenang. Banyak anak ADHD
mengalami kesulitan besar untuk bermain dengan anak seusia mereka dan menjalin
persahabatan, hal ini mungkin karena mereka cenderung agresif saat bermain
sehingga membuat teman-temannya merasa tidak nyaman. Anak ADHD bermain
agresif dengan tujuan mencari sensasi sedang anak normal melakukan hal tersebut
dangan tujuan untuk bermain sportif. Karena simptom-simptom ADHD bervariasai,
DSM-IV-TR mencantumkan tiga subkategori, yaitu:
1. Tipe predominan inatentif: anak-anak yang masalah utamanya adalah rendahnya
konsentrasi.
2. Tipe predominan Hiperaktif-Impulsif: anak-anak yang masalah utamanya
diakibatkan oleh perilaku hiperaktif-impulsif.
3. Tipe kombinasi: anak-anak yang mengalami kedua rangkaian masalah diatas.

51
Anak-anak yang mengalami masalah atensi, namun memiliki tingkat aktivitas
yang sesuai dengan tahap perkembangannya, tampak sulit memfokuskan perhatian
atau lebih lambat dalam memproses informasi mungkin berhubungan dengna masalah
pada daerah frontal atau striatal otak. Gangguan ADHD, lebih berhubungan dengan
perilaku tidak mengerjakan tugas di sekolah, kelemahan kognitif, rendahnya prestasi.
Berbeda dengan anak yang mengalami gangguan tingkah laku,
mereka bertingkah di sekolah dan dimana pun, dan kemungkinan jauh lebih agresif,
serta mungkin memiliki orang tua yang antisosial. Berdasarkan laporan dari para
guru, anak ADHD lebih agresif, tidak patuh, dan suka mengganggu dan angka
kehadiran di sekolah yang rendah. Mereka berisiko drop out dari sekolah.

Beberapa Teori Biologi tentang ADHD

a. Faktor genetik, penelitian menunjukan bahwa predisposisi genetika terhadap


ADHD kemungkinan berperan. Bila orang tua menderita ADHD, kemungkinan
sebagian anaknya akan mengalami gangguan tersebut. Mengenai apa yang diturunkan
dalam keluarga sampai saat ini belum ditemukan, namun studi baru-baru ini
menunjukan bahwa ada perbedaan fungsi dan struktur otak pada anak ADHD dan
anak yang tidak ADHD. Frontal lobe pada anak ADHD kurang responsif terhadap
stimulasi. Terlebih lagi beberapa bagian otak (frontal lobe, nucleus, kaudat, globus
pallidus) pada anak ADHD lebih kecil dari ukuran normal.
b. Faktor perinatal dan prenatal, berbagai hal yang berhubungan dengan masa-masa
kelahiran, serta berbagai zat yang dikonsumsi ibu saat kehamilan, merupakan
prediktor simtom-simtom ADHD. Diantaranya merokok dan konsumsi alcohol.
c. Racun lingkungan, teori pada tahun 1970-an menyangkut peran racun
dalam terjadinya hiperaktifitas. Zat-zat adiktif pada makanan mempengaruhi kerja
system saraf pusat pada anak-anak hiperaktif.

52
Penatalaksanaan ADHD

1). Pemberian Obat Stimulan. Metilfenidat, atau Ritalin, telah diresepkan bagi ADHD
sejak awal tahun 1960-an termasuk amfetamin, atau Adderall, dan Pemolin atau
Cylert. Obat-obatan ini digunakan untuk mengurangi perilaku menganggu dan
meningkatkan konsentrasi. Namun, penelitian lain mengindikasikan bahwa obat-
obatan tersebut tidak dapat meningkatkan prestasi akademik untuk waktu lama. Efek
samping dari obat-obatan ini adalah hilangnya nafsu makan untuk sementara dan
masalah tidur.
2). Penanganan Psikologis. Selain pemberian obat, penanganan yang paling
menjanjikan bagi anak-anak ADHD mencakup pelatihan bagi orang tua dan
perubahan menajemen kelas berdasarkan prinsip-prinsip pengondisianoperant.
Program ini mampu untuk memperbaiki perilaku sosial dan akademik. Pada
penanganan ini perilaku anak dipantau dan di rumah dan di sekolah, dan mereka
diberi penguatan untuk berperilaku sesuai dengan harapan.
Fokus program operant ini adalah meningkatkan karya akademik,
menyelesaikan tugas-tugas rumah, atau belajar keterampilan sosial spesifik, dan
bukan untuk mengurangi tanda-tanda hiperaktivitas, seperti berlari ke sana kemari
dan menggoyang-goyangkan kaki. Berbagai intervensi di sekolah bagi anak ADHD,
mencakup pelatihan bagi para guru untuk memahami kebutuhan unik anak-anak
tersebut dan menerapkan teknik-teknik operant tersebut di kelas, pembimbingan oleh
teman sebaya dalam keterampilan akademik, meminta guru-guru untuk memberikan
laporan harian kepada orang tua mengenai perilaku anak di sekolah, yang
ditindaklanjuti dengan hadiah dan konsekuensi di rumah.

53
C. DISABILITAS BELAJAR

Disabilitas belajar merujuk pada kondisi tidak memadainya perkembangan dalam


suatu bidang akademik tertentu, bahasa, berbicara, atau keterampilan motorik yang
tidak disebabkan oleh retardasi mental, autisme, gangguan fisik yang dapat terlihat,
atau kurangnya kesempatan pendidikan. Anak-anak yang mengalami gangguan ini
umumnya memiliki intelegensi rata-rata atau di atas rata-rata, namun mengalami
kesulitan mempelajari beberapa keterampilan tertentu (misal aritmatika atau
membaca) sehingga kemajuan mereka di sekolah menjadi terhambat. Disabilitas
belajar untuk menggabungkan tiga gangguan yaitu : gangguan perkembangan belajar,
gangguan berkomunikasi, dan gangguan keterampilan motorik.

a. Gangguan Perkembangan Belajar

Kriteria Gangguan Perkembangan Belajar :


a. Prestasi dalam bidang membaca, berhitung atau menulis ekspresif di bawah
tingkat yang diharapkan sesuai usia penderita, pendidikan, dan intelegensi.
b. Sangat menghambat performa akademik atau aktivitas sehari-hari.

54
Gangguan perkembangan belajar dibagi menjadi tiga kategori. Tidak satupun
dari diagnosis yang tepat jika disabilitas tersebut dapat disebabkan oleh defisit
sensori, seperti masalah visual atau pendengaran.
a. Anak dengan gangguan membaca (disleksia) mengalami kesulitan besar untuk
mengenali kata, memahami bacaan, serta umumnya juga menulis ejaan. Masalah ini
terus dialami hingga dewasa. Gangguan ini terjadi 5-10 persen anak usia sekolah,
tidak menghambat penderitanya untuk berprestasi.
b. Gangguan menulis ekspresif menggambarkan hendaya dalam kemampuan
untuk menyusun kata tertulis (termasuk kesalahan ejaan, kesalahan tata bahasa atau
tanda baca, atau tulisan tangan yang buruk) yang cukup parah sehingga dapat sangat
menghambat prestasi akademik atau aktivitas sehari-hari.
c. Anak-anak dengan gangguan berhitung dapat mengalami kesulitan dalam
mengingat fakta-fakta secara cepat dan akurat, menghitung objek dengan benar dan
cepat, atau mengurutkan angka-angka dalam kolom-kolom.

Etiologi Disabilitas Belajar

Etiologi Disleksia
Kelemahan inti yang membentuk disleksia mencakup berbagai masalah dalam proses-
proses visual/pendengaran dan bahasa. Penelitian menunjukkan adanya satu masalah
atau lebih dalam pemrosesan bahasa yang dapat mendasari disleksia, termasuk
persepsi bicara dan analisis bunyi bahasa ucapan dan hubungannya dengan kata-kata
tertulis. Beberapa anak tertentu lebih mungkin mengalami disleksia, yaitu : mereka
yang mengalami kesulitan mengenali sajak atau puisi di usia 4 tahun, mengalami
kesulitan menyebutkan nama objek familiar dengan cepat pada usia 5 tahun, dan
mereka yang terlambat menguasai berbagai aturan bentuk kalimat pada usia 2,5
tahun.

55
Etiologi Gangguan Berhitung
Terdapat tiga subtipe gangguan berhitung. Pertama, kelemahan pada memori verbal
semantik dan memicu timbulnya masalah dalam mengingat fakta-fakta aritmatik,
bahkan setelah melalui latihan ekstensif. Tipe ini tampaknya berhubungan dengan
beberapa disfungsi pada belahan kiri otak dan seringkali terjadi bersamaan dengan
gangguan membaca. Kedua, menyangkut penggunaan strategi yang tidak sesuai
dengan tahap perkembangan dalam menyelesaikan soal-soal aritmatik dan seringnya
melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal-soal sederhana. Ketiga, jarang
terjadi yaitu yang menyangkut hendaya keterampilan visuospasial, yang
mengakibatkan kesalahan dalam mengurutkan angka-angka dalam kolom atau
melakukan kesalahan menempatkan angka (meletakkan poin desimal di tempat yang
salah).

Penanganan Disabilitas Belajar

Berbagai program penanganan harus memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk


mengalami rasa kemampuan dan self efficacy, mengurangi masalah behavioral yang
diakibatkan oleh rasa frustrasi, mencakup strategi untuk mengatasi masalah
penyesuaian masalah sosial dan emosional sekunder yang mereka alami.
Intervensi untuk Gangguan Belajar
1. Model Psikoedukasi. Menekankan pada kekuatan-kekuatan dan preferensi-
preferensi anak dari pada usaha untuk mengoreksi defisiensi yang mendasarinya.
Misalnya anak yang menyimpan informasi auditori lebih baik dibanding visual akan
diajar secara verbal, misalnya mengguanakan rekaman pita, dan bukan materi-materi
visual.
2. Model Behavioral. Mengasumsikan bahwa belajar akademik dibangun diatas
hierarki ketermpilan-keterampilan dasar, atau ’perilaku yang memampukan (enabling

56
behaviours)”. Kompetensi belajar anak akan dinilai untuk menentukan letak
defisiensi dalam hierarki keterampilan. Program intruksi dan penguatan perilaku yang
disusun secara individual akan membantu anak.
3. Model Medis. Mengasumsikan bahwa gangguan belajar merefleksikan dalam
pengolahan informasi yang memiliki dasar biologis.
4. Model Linguistik. Terfokus pada defisiensi dasar pada bahasa anak. Menekankan
intruksi dalam keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis dengan
cara yang logis, berurutan, dan multi indrawi, seperti membaca dengan keras seraya
disupervisi dengan teliti. Model ini mengajarkan keterampilan bahasa secara
bertahap, membantu murid-murid menangkap struktur dan meggunakan kata-kata .
5. Model Kognitif. Berfokus pada bagaimana anak mengatur pemikiran mereka ketika
belajar materi-materi akademik. Anak dibantu untuk belajar dengan mengenali sifat
dari tugas belajar, menerapkan strategi-strategi untuk menyelesaikan tugas-tugas dan
memonitor kesuksesan strategi-strategi mereka.
Para peneliti mengembangkan permainan komputer khusus dan rekaman radio
yang memperlambat pengucapan bunyi. Latihan intensif dapat meningkatkan
keterampilan bahasa anak yang mengalami gangguan bahasa berat .

b. Gangguan Komunikasi

Beberapa kategori gangguan berkomunikasi, antara lain :


a. Gangguan berbahasa ekspresif, dimana anak mengalami kesulitan
mengekspreksikan dirinya dalam berbicara. Anak tampak sangat ingin berkomunikasi
tetapi sangat sulit untuk menemukan kata-kata yang tepat. Misalnya tidak mampu
mengucapkan kata mobil saat menunjuk sebuah mobil yang melintas. Kata-kata yang
sudah terkuasai terlupakan oleh kata-kata yang baru dikuasai, dan penggunaan
struktur bahasa sangat di bawah tingkat usianya.

57
b. Gangguan fonetik, dimana anak menguasai dan mampu mempegunakan
perbendaharaan kata dalam jumlah besar tetapi tidak dapat mengucapkannya dengan
jelas, contohnya biru diucapkan biu. Mereka tidak menguasai artikulasi suara dari
huruf-huruf yang dikuasai terkemudian, seperti r, s, t, f, z, l, dan c.
c. Gagap, yaitu gangguan kefasihan verbal yang ditandai dengan satu atau lebih pola
bicara berikut ini : seringnya pengulangan atau pemanjangan pengucapan konsonan
atau vokal, jeda yang lama antara pengucapan satu kata dengan kata berikutnya,
mengganti kata-kata yang sulit dengan kata-kata yang mudah diucapkan, dan
mengulang kata. Jumlah laki-laki yang mengalami masalah ini sekitar 3 kali lebih
banyak dari perempuan, biasanya muncul sekitar usia 5 tahun dan hampir selalu
sebelum usia 10 tahun. DSM memperkirakan bahwa 80% indivisu yang gagap dapatb
sembuh tanpa intervensi profesional sebelum penderita menmcapai usia 16 tahun.

c. Gangguan Keterampilan Motorik

Disebut juga gangguan komunikasi perkembangan dimana seorang anak mengalami


hendaya parah dalam perkembangan koordinasi motorik yang tidak disebabkan oleh
retardasi mental atau gangguan fisik lain yang telah dikenal sebagai serebral palsi.
Anak mengalami kesulitan menalikan sepatu dan mengancingkan baju, dan bila
berusia lebih besar kesulitan membuat suatu bangun, bermain bola, dan menggambar
atau menulis. Diagnosis hanya ditegakkan bila hendaya tersebut sangat menghambat
prestasi akademik atau aktivitas sehari-hari.

D. KECEMASAN DAN DEPRESI

58
Kecemasan dianggap tidak normal apabila berlebihan dan menghambat fungsi
akdemik dan soaial atau menjadi menyusahkan atau persisten. Beberapa gangguan
kecemasan yang dapat dialami oleh anak dan remaja antara lain fobia spesifik, fobia
sosial, gangguan kecemasan menyeluruh, PTSD, dan gangguan mood, termasuk
depresi mayor dan gangguan bipolar. Diperkirakan 8%-9% anak-anak usia 10-13
tahun pernah mengalami depresi mayor selama setahun. Perbedaan gender yang jelas
yampak setelah usia 15 tahun, dimana jumlah remaja perempuan yang mengalami
depresi dua kali lebih banyak dari pada laki-laki.
Gangguan Kecemasan akan Perpisahan
Gangguan kecemasan akan perpisahan ditandai oleh ketakutan yang berlebihan akan
perpisahannya dari orang tua atau pengasuh lainnya. Anak-anak dengan gangguan ini
cenderung terikat pada orang tua dan mengikuti kemana pun mereka berada di
lingkungan rumahnya. Anak tersebut dapat mengemukakan kecemasan tentang
kematian dan memaksa seseorang untuk menemani saat mereka tidur. Mereka
seringkali mengalami mimpi buruk, salit perut, mual, dan muntah ketika
mengantisipasi perpisahan. Gangguan ini terjadi sekitar 4% anak dan remaja awal,
dapat berlangsung sampai dewasa, menyebabkan perhatian yang berlebihan pada
keselamatan nak-anak dan pasangan serta kesulitan mentoleransi perpisahan apapun
dari mereka. Perkembangan gangguan ini sering muncul setelah adanya kejadian
hidup yang menekan, seperti kematian, kondisi sakit, perubahan sekolah atau rumah.
Perpektif tentang Gangguan Kecemasan di Masa Kanak-Kanak

Teoretikus psikoanalisis berpendapat bahwa kecemasan-kecemasan dan ketakutan


pada masa kecil seperti yang terjadi pada orang dewasa, melambangkan konflik-
konflik yang tidak disadari. Teoretikus kognitif memfokuskan pada peran bias-bias
kognitif yang mendasari reaksi kecemasan, seperti meragukan kemampuandalam

59
mengatasi masalah, menginterpretasikan situasi-situasi ambigu sebagai sesuatu yang
mengancam, mengharapkan hasil yang negatif, melakukan self-talk yang negatif.
Depresi pada Masa Kanak-Kanak dan Remaja

Anak-anak dan remaja yang mengalami depresi dapat memiliki perasaan tidak
berdaya, pola berpikir yang lebih terdistorsi, kecenderungan untuk menyalahkan diri
sendiri sehubungan dengan kejadian-kejadian negatif, sertaself-esteem. Self-
confidence, dan depresi akan kompetensi yang lebih rendah dibandingkan dengan
teman dsebaya yang tidak depresi. Mereka sering melaporkan adanya episode
kesdiahn danm menangis, merasa apatis, sulit tidur, lelah, dan kurang nafsu makan.
Mereka memiliki keinginan untuk bunuh diri bahkan mencoba untuk bunuh diri.
Anak-anak dan remaja yang depresi mungkin gagal melabelkan perasaan
mereka sebagai depresi. Sebagian dari masalahnya adalah perkembangan kognitif.
Anak biasanya tidak mampu mengenali perasaan internal sampai usia 7 tahun.
Bahkan kadang sampai remaja, mereka tidak menyadari bahwa apa yang mereka
alami adalah depresi.
Lamanya episode depresi mayor pada anak-anak dan remaja kira-kira 11
bulan, tetapi episode individual bisa mencapai 18 bulan pada beberapa kasus dengan
tingkat sedang dapat bertahan sampai beberapa tahun dan amat mempengaruhi
prestasi sekolah dan fungsi sosial.
Anak-anak yang depresi juga kurang memiliki berbagai keterampilan,
termasuk keterampilan akademik, atletik dan sosial. Mereka sulit berkonsentrasi di
sekolah dan mengalami hendaya memori sehingga sulit meningkatkan nilai mereka.
Depresi pada anak jarang terjadi dengan sendirinya.
Selain itu terdapat jenis kelainan pada usia sekolah berupa kelainan bipolar
(bipolar disorders). Early onset bipolar disorders ini sering sukar dikenal karena
sukar membedakan perilaku antara normal dan abnormal dan sering terjadi

60
bersamaan dengan kelainan mental pada anak. Sehingga
sering misdiagnosis dan misunderstood.Gejala hampir sama dengan ADHD,
gangguan kecemasan dan skizofrenia.
Depresi merupakan gejala awal early onset bipolar disorders dimana anak
sering nangis, tidak tertarik dengan berbagai kegiatan sekolah, perubahan
penampilan, irritabilitas, pola tidur yang berubah, meningkatnyasocial
withdrawal. Kadang-kadang gejala menyerupai ADHD dimana anak tampak
hiperaktif dan terlalu banyak bicara. Terdapat tingkah laku yang aneh dimana anak
sering menggaruk lengannya dengan peniti, pisau cukur dan benda-benda lain yang
menyakiti dirinya.

Korelasi dan Penanganan Depresi pada Masa Sekolah

Anak-anak dan remaja depresi cenderung mengadopsi gaya kognitif yang ditandai
oleh sikap negatif terhadap diri sendiri dan masa depan. Secara keseluruhan,
perubahan kognisi pada anak-anak yang depresi meliputi hal-hal berikut :
Mengharapkan yang terburuk (pesimis)
Membesar-besarkan konsekuaensi dari kejadian-kejadian yang negatif
Mengasumsikan tanggung jawab pribadi untuk hasil yang negatif, walaupun tidak
beralasan
Secara selektif hanya memperhatikan aspek-aspek dari berbagai kejadian
Terapi kognitif behavioral yang digunakan untuk menangani anak dan remaja
depresi biasanya melibatkan model keterampilan coping dimana anak-anak dan
remaja memperoleh keterampilan sosial (misalnya belajar bagaimana memulai
percakapan, atau berteman) untuk meningkatkan kemungkinan memperoleh
reinforcement sosial. Terapi ini biasanya uga mencakup pelatihan dalam keterampilan

61
pemecahan masalah dan cara-cara untuk meningkatkan frekuensi dari aktivitas yang
menyenangkan serta mengubah gaya berpikir depresi.
Terapi keluarga dapat bermanfaat dalam membantu keluarga memecahkan
konflik-konflik dan mengatur kembali hubungan mereka sehingga anggota keluarga
dapat menjadi lebih suportif satu sama lain.

E. RETARTASI MENTAL

Retardasi mental ialah keterlambatan yang mencakup rentang yang luas dalam
perkembangan fungsi kognitif dan social. Kriteria Retardasi Mental :
a. Fungsi intelektual yang secara signifikan di bawah rata-rata, IQ kurang dari 70
b. Kurangnya fungsi sosial adaptif dalam minimal dua bidang berikut : komunikasi,
mengurus diri sendiri, kehidupan keluarga, keterampilan interpersonal, pengguanaan
sumber daya komunitas, kemampuan untuk mengambil keputusan sendiri,
keterampilan akademik fungsional, rekreasi, pekerjaan, kesehatan dan kemanan
c. Onset sebelum usia 18 tahun

Klasifikasi Retardasi Mental

Retardasi Mental Ringan (IQ 50 hingga 70). Di usia remaja akhir dapat mempelajari
ketrampilan akademik setara dengan kelas enam. Ketika dewasa, mampu melakukan
pekerjaan yang tidak memerlukan keterampilan, meski masih membutuhkan bantuan
dalam masalah sosial dan keuangan. Mereka bisa menikah dan mempunyai anak.
Retardasi Mental Sedang (IQ 35-40 hingga 50-55). Mereka dapat mengalami
kelemahan fisik dan disfungsi neurologis yang menghambat keterampilan motorik

62
normal. Dengan banyak bimbingan dan latihan, mereka dapat bepergian sendiri di
tempat yang tidak asing bagi mereka.
Retardasi Mental Berat (IQ 20-25 hingga 35-40). Memiliki abnormalitas fisik sejak
lahir dan keterbatasan dalam pengendalian sensori motor. Mereka hanya dapat
melakukan sedikit aktivitas karena kerusakan otak yang parah. Mereka mampu
melakukan pekerjaan yang sangat sederhana dengan supervisi terus menerus.
Retardasi Mental Sangat Berat (IQ di bawah 20-25). Mereka membutuhkan supervisi
total dan seringkali harus diasuh sepanjang hidup mereka. Sebagian besar memiliki
abnormalitas fisik berat serta kerusakan neurologis dan tidak dapat berjalan sendiri ke
manapun.

Etiologi Retardasi Mental

Penyebab spesifik yang dapat diidentifikasi umumnya adalah penyebab biologis:


1. Anomali Genetik atau kromosom. Abnormalitas kromosom terjadi pada kurang dari
5 % dari seluruh kehamilan yang dapat bertahan. Secara keseluruhan, sekitar separuh
dari 1 % bayi yang dilahirkan mengalami abnormalitas kromosom (Smith, Bierman,
& Robinson, 1978). Sebagian besar bayi tersebut meninggal sesaat setelah dilahirkan.
Bayi yang dapat bertahan, mayoritas mengalami Sindroma Down atau trisomi 21.
2. Penyakit Gen Resesif. Salah satu penyakit tersebut adalah fenilketonuria (PKU)
dimana terjadi defisiensi enzim hati (fenilalanin hidroksilase) yang pada akhirnya
menyebabkan kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki.
3. Penyakit Infeksi. Konsekuensi paling terjadi dalam trimester pertama dimana janin
belum memiliki respon imunologis yang dapat dideteksi, yaitu sistem imunnya belum
berkembang untuk melawan virus.
4. Kecelakaan. Dapat menyebabkan berbagai cedera otak dalam tingkat yang
bervariasi dan retardasi mental.

63
5. Bahaya Lingkungan. Beberapa polutan seperti merkuri, timah dapat menyebabkan
keracunan dan retardasi mental.

Pencegahan dan Penanganan Retardasi Mental

i. 1. Penanganan Residensial
Sejak tahun 1975, individu yang mengalami retardasi mental berhak mendapatkan
penanganan yang sesuai dalam lingkungan dengan batasan yang sangat minimal.
Orang dewasa dengan retardasi mental sedang, tinggal di tempat sederhana dan
disediakan perawatan medis. Mereka didorong untuk berpartisipasi dalam tugas rutin
rumah tangga semampu mereka. Mereka yang mengalami retardasi mental berat,
tinggal di rumah perawatan yang dilengkapi dengan layanan pendidikan dan
psikologis.
ii. 2. Intervensi Behavioral
Berbasis Pengondisian Operant
Dalam metode operant, anak-anak diajari berbagai keterampilan selangkah demi
selangkah dan berurutan. Prinsip-prinsip pengondisian operant kemudian diterapkan
untuk mengajarkan berbagai komponen aktivitas pada anak, juga digunakan untuk
mengurangi perilaku yang tidak pada tempatnya dan perilaku mencederai diri sendiri.
3. Latihan Intruksional Diri mengajari mereka yang mengalami retardasi mental
untuk memandu upaya penyelesaian masalah mereka melalui kata-kata yang
diucapkan.
iii. 4. Intruksi dengan Bantuan
Komputer
Komponen visual dan auditori dalam komputer dapat mempertahankan konsentrasi
para siswa yang sulit berkonsentrasi. Komputer dapat memenuhi kebutuhan akan

64
banyaknya pengulangan materi tanpa menjadi bosan atau tidak sabar seperti yang
dapat terjadi pada guru.

F. GANGGUAN AUTISTIK (Gangguan Perkembangan Pervasif)

Karakteristik Gangguan Autistik


Individu autis tidak mampu berhubungan dengan orang lain secara wajar. Mereka
memiliki keterbatasan yang parah dalam bahasa dan keinginan obsesif yang kuat.
Mereka mengalami ketertarikan dan menciptakan kelekatan kuat dengan berbagai
benda-benda mati dan berbagai benda mekanis.

Kekurangan Komunikasi
Mengoceh (babbing), istilah yang menggambarkan ucapan bayi sebelum mereka
mulai mengucapkan kata-kata sebenarnya, jarang dilakukan oleh bayi autis. Pada usia
2 tahun, sekitar 50 % anak autis tidak pernah belajar berbicara sama sekali. Mereka
yang jarang belajar berbicara, bicaranya mencakup berbagai keanehan. Salah satu
cirinya adalah ekolalia, dimana anak mengulangi, biasanya dengan ketepatan luar
biasa, perkataan orang lain yang didengarnya. Abnormalitas lain yang umum terjadi
adalah pembalikan kata ganti. Anak merujuk dirinya sendiri dengan kata “ia”, atau
“kamu” atau dengan menyebut nama mereka sendiri. Anak-anak dengan autisme
sangat kaku dalam menggunakan kata-kata. Kelemahan komunikasi tersebut dapat
menjadi penyebab kelemahan sosial pada mereka. Meskipun mereka telah belajar
berbicara, mereka seringkali kurang memiliki spontanitas verbal dan jarang
berekspresi secara verbal serta penggunaan bahasa mereka tidak selalu tepat.

65
Tindakan Repetitif dan Ritualistik
Anak dengan autis dapat menjadi sangat marah bila terjadi perubahan dalam rutinitas
harian dan situasi sekeliling mereka. Karakteristik obsesional juga terdapat dalam
perilkau anak autis dengan cara yang berbeda. Mereka juga memiliki perilaku
stereotipik, gerakan tangan ritualistik yang aneh, dan gerakan ritmik lainnya, seperti
menggoyangkan tubuh tanpa henti, berjalan dengan berjinjit. Menunjukkan fokus
yang berlebihan pada bagian-bagian objek (misalnya memutar roda moil-mobilan
secara berualang-ulang,) atau kelekatan yang tidak biasa terhadap objek-objek
(seperti membawa seutas tali).
Kemunculannya (onsetnya) terjadi sebelum usia 3 tahun yang tampak dari
fungsi yang abnormal pada paling tidak satu dari hal-hal berikut ini: perilaku sosial,
komunikasi, atau bermain imjinatif.

Prognosis Gangguan Autistik


Berdasarkan kajiannya terhadap semua studi yang dipublikasikan, disimpulkan
bahwa 5 hingga 17 % anak-anak autis yang dapat melakukan penyesuaian yang relatif
baik pada masa dewasa, menjalani hidup mandiri, namun tetap mengalami beberapa
masalah residual seperti kegugupan sosial. Sebagian besar menjalani kehidupan yang
terbatas dan sekitar separuhnya dirawat di institusi mental.
Individu autistik yang tidak mengalami retardasi mental dan memiliki
keberfungsian tinggi mengindikasikan bahwa sebagian besar tidak membutuhkan
perawatan di suati institusi dan beberapa diantaranya mampu belajar di perguruan
tinggi dan membiayai diri sendiri dengan bekerja. Namun banyak juga yang mampu
berfungsi secara mandiri tetap menunjukkan hendaya dalam hubungan sosial.

Etiologi Gangguan Autistik

66
1). Teori psikoanalisis
Yang paling dikenal adalah teori yang dikemukakan oleh Bruno Bettelhem (1967)
dimana asumsi dasarnya bahwa autis disebabkan oleh pengalaman masa lalu. Balita
dapat menolak orang tuanya dan mampu merasakan perasaan negatif mereka. Bayi
melihat tindakannya hanya berdampak kecil pada perilaku orang tua yang tidak
responsif. Maka, si anak kemudian meyakini bahwa ia tidak memiliki danpak apapun
pada dunia, kemudian menciptakan “benteng kekosongan” autisme untuk melindungi
diri dari penderitaan dan kekecewaan.
2). Teori Behavioral
Beberapa teori mengemukakan teori bahwa pengalaman belajar tertentu di masa
kanak-kanak menyebabkan autisme. Ferster (1961), berpendapat bahwa tidak adanya
perhatian dari orang tua, terutama ibu, mencegah terbentuknya berbagai asosiasi yang
menjadikan manusia sebagai penguat sosial.
3). Faktor-Faktor Genetik
Resiko autisme pada saudara-saudara kandung dari orang-orang yang mengalami
gangguan tersebut sekitar 75 kali lebih besar dibanding jika kasus indeks tidak
mengalami gangguan autistik.
4). Faktor-Faktor Neurologis
Dari berbagai studi EEG, banyak anak autis yang memiliki pola gelombang otak
abnormal, adanya tanda-tanda disfungsi otak. Abnormalitas neurologis tersebut
menunjukkan bahwa dalam masa perkembangan otak mereka, sel –sel otak gagal
menyatu dengan benar dan tidak membentuk jaringan koneksi seperti terjadi dalam
perkembangan otak secara normal.

Penanganan Gangguan Autistik

67
Penanganan untuk anak autis biasanya mencoba mengurangi perilaku mereka yang
tidak wajar dan meningkatkan keterampilan komunikasi dan sosial. Meski teori
biologis labih banyak mendapat dukungan empiris, intervensi psikologislah yang
paling menjanjikan.
Masalah Khusus dalam Menangani Anak dengan Autis
Ada beberapa karakteristik yang dimiliki anak autis yang membuat mereka sulit
untuk ditangani, antara lain :
Mereka tidak dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap perubahan rutinitas dan
karakteristik serta tujuan utama penanganan mencakup perubahan.
Pengisolasian diri dan gerakan stimulasi diri yang mereka lakukan dapat menghambat
pengajaran yang efektif.
Sangat sulit menemukan cara untuk memotivasi anak dengan autis. Penguat harus
eksplisit, konkret dan sangat menonjol.
Selektivitas yang berlebihan dalam mengarahkan perhatian. Jika mereka sudah
terfokus pada satu hal atau benda, yang lain akan terabaikan sama sekali.

Penanganan Behavioral Untuk Anak dengan Autis


Dengan Modelling dan Pengondisian Operant, para terapis perilaku mengajari anak-
anak autis untuk berbicara, mengubah bicara ekolalik mereka, mendorong mereka
untuk bermain dengan anak lain, dan membantu mereka secara umum menjadi lebih
responsif kepada orang dewasa.
Terapi mencakup semua aspek kehidupan anak selama lebih dari 40 jam
seminggu dalam waktu lebih dari 2 tahun. Para orang tua diberi pelatihan ekstensif
sehingga penanganan dapat terus dilakukan hampir selama waktu terjaga anak-anak
tersebut. Semua anak diberi hadiah bila berperilaku kurang agresif, lebih patuh, dan
lebih berperilaku pantas secara sosial, misalnya berbicara dan bermain dengan anak
lain. Tujuan program ini adalah membaurkan anak-anak tersebut dengan asumsi

68
bahwa anak autis seiring membaiknya kondisi mereka, akan lebih memperolah
manfaat bila berbaur bersama anak normal. Pendidikan yang diberika oleh orang tua
bagi anak dari pada penanganan berbasis klinik atau rumah sakit.

Penanganan Psikodinamik bagi Anak-Anak Autis


Kesabaran sebagai penerimaan positif tanpa syarat diyakini merupakan hal yang perlu
dilakukan oleh anak autis untuk memulai mempercayai orang lain dan untuk
mengambil kesempatan dalam membangun hubungan dengan orang lain.
Diperlukan training tambahan untuk para pengajar di sekolah:
Modifikasi kurikulum yang mengakomodasi gaya belajar autistik
Mendukung perkembangan ketrampilan sosial
Adaptasi lingkungan yang menagkomodasi kebutuhan sensorik orang tua
Diperlukan adanya psikolog pendidikan yang akan member advise ke sekolah dan
bisa berbagi dengan orang tua, berdiskusi dengan para orang tua, mengobservasi anak
di sekolah dan merujuk ke tenaga professional lain.
Penanganan dengan Obat-Obatan
Obat yang paling umum digunakan adalah haloperidol, suatu obat antipsikotik yang
sering digunakan untuk menangani skizofrenia. Beberapa studi menunjukkan bahwa
obat ini mengurangi penarikan diri dari kehidupan sosial, perilaku motorik
stereotipik, dan perilaku maladaptif, seperti melukai diri sendiri dan agresi.namun,
obat ini tidak menunjukkan efek positif untuk aspek-aspek lain gangguan autistik,
seperti hubungan interpersonal yang abnormal dan hendaya bahasa.
Para peneliti meneliti suatu antagonis reseptor opioid, neltrakson, dan
menemukan bahwa obat ini mengurangi hiperaktivitas pada anak anak autis dan
cukup meningkatkan perilaku memulai interaksi sosial. Selain itu juga menunjukkan
sedikit peningkatan dalam perilaku memulai komunikasi. Namun obat tersebut
tampaknya tidak berpengaru pada simtom-simtom utama autisme, dan beberapa bukti

69
menunjukkan bahwa dalam dosis tertentu obat tersebut dapat meningkatkan perilaku
melukai diri sendiri.

G. GNGGUAN KOORDINASI (Developmental coordination disorders/DCD)

Suatu keadaan dimana perkembangan koordinasi motorik lebih rendah dibandingkan


dengan teman sebaya. Penyebab tidak diketahui tapi diperkirakan tidak berhubungan
dengan gangguan intelektual atau adanya lesi otak. Anak sering mengalami kesulitan
dalam sekolah dan aktivitas sehari-hari. Pada usia sekolah terjadi, terjadi beberapa
hal mencakup:
a. Aspek fisik
- Sering mudah terjatuh saat berjalan atau berlari
- Sukar ikut dalam permainan fisik dengan teman sebaya seperti memanjat,
sepakbola
- Adanya keluhan dari guru maupun teman sekelas tentang gerakan kaku si anak
- Sukar dalam belajar aktivitas fisik lainnya seperti berenang atau permainan bola.
b. Aspek belajar
- Lambat dalam menulis
- Sering mengubah posisi duduk selama menulis disebabkan karena kesulitan dalam
memegang pensil
- Tulisan tangan yang sangat jelek dan kotor

70
- Gagal untuk memotong, melipat dan menempel objek dalam pelajaran
ketrampilan tangan
- Sering tidak bisa menyelesaikan tugas di sekolah
c. Aspek perawatan diri
- Anak mengalami kesukaran dalam memasang kancing baju, dasi dan tali sepatu.
Sering Nampak berpakaian kotor
- Mudah menjatuhkan benda atau menumpahkan minuman.

Beberapa pendekatan yang bisa dilakukan:


1. Deteksi dini
2. Mengerti permasalahan si anak dan berusaha mencari tahu tentang potensial yang
dimiliki si anak, menerima keterbatasannya dalam hal kemampuan fisiknya.
3. Memberi perhatian dengan memuji anak atas hasil upaya si anak
4. Membesarkan hati anak supaya lebih rajin berlatih dalam segala kegiatan fisik
5. Tidak membandingkannya dengan anak yang lain
6. Diskusi yang intensif antara orang tua dan guru

71
BAB III
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari
proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada
anak yang sehat, dalam perjalanan waktu tertentu.Perkembangan adalah
proses perubahan kualitatif yang mengacu pada kualitas fungsi organ-organ
jasmaniah, dan bukan pada organ jasmani tersebut, sehingga penekanan arti
perkembangan terletak pada penyempurnaan fungsi psikologis yang
termanisfestasi pada kemampuan organ fisiologis.
Aspek-aspekperkembangan meliputi aspek perkembangan fisik,
perkembangan kognitif, perkembangan bicara, perkembangan bahasa, minat
membaca, perkembangan moral, perkembangan emosi, perkembangan sosial,
kegiatan bermain, teman sebaya, masa perkembangan usia sekolah,
kematangan sekolah, tugas perkembangan.
Seksualitas sulit untuk didefinisikan karena seksualitas memiliki
banyak aspek kehidupan kita dan diekspresikan melalui beragam perilaku.
Anak usia sekolah mereka pastinya akan perlahan telah mengerti perbedaan
satu sama lain antara pria dan wanita. Semakin lama jika anak dijadikan
dalam satu komunitas di kelasnya yang tentunya akan beragam sikap dan
perilaku anak yang mengisi keseharian dari anak.
Anak usia sekolah sudah mengembangkan kekuatan internal dan
tingkat kematangan yang memungkinkan mereka untuk bergaul di luar
rumahAnak usia sekolah menjadi lebih kurus, kakiknya lebih panjang,
koordinasi neomotorik lebih berkembang, gigi tetap mulai tumbuh.
Ketrampilan bersepeda, memainkan alat music, menggambar atau melukis.

72
1.2 Saran
Bagi pembaca yang ingin mengetahui lebih lanjut tentang
pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah, kami sarankan untuk
membaca makalah ini. Karena makalah ini memuat tentang pertumbuhan dan
perkembangan anak usia sekolah. Apabila terjadi kesalahan dalam penulisan
maupun dalam penyampaian materi, penulis mohon kritikan dan saran dari
pembaca untuk perbaikan makalah yang selanjutnya.

73
DAFTAR PUSTAKA

Sarayati, Safirah.2011. “Analisis faktor perilaku Anak Usia Sekolah.”


Surabaya:ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga.

Uncategorized, 2014. “Makalah Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia


Sekolah.” https://dindhut.wordpress.com/2014/03/09/makalah-perkembangan-anak-
pada-usia-sekolah/ Diakses 4 September 2017

Yani, Achir.2009. “Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa Bunga Rampai.”


Jakarta:EGCs

74

Anda mungkin juga menyukai