BAB I
PENDAHULUAN
Keseimbangan cairan tubuh sangat tergantung dari asupan air melalui rangsang haus
dan pengeluarannya melalui urin, secara hormonal hal ini diatur oleh arginin vasopresin
(AVP) sebagai ‘hormon anti diuretik’. SIADH (Syndrome of inappropriate antidiuretic
hormone secretion ) adalah sindrom yang mekanismenya berlawanan dengan hal tersebut,
karena gagalnya keluaran air bebas melalui urin, kepekatan urin terganggu, hiponatremia,
hipoosmolalitas dan natriuresis. Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan pengertian
SIADH adalah suatu keadaan dengan kadar natrium serum yang kurang dari 135 mEq/L.
Sindrome ini sangat jarang (masuk daftar penyakit yang jarang, survey NIH , AS)
yang berarti SIADH dan penyakit sejenisnya hanya berefek pada kurang dari 200.000
penduduk AS. Walau jarang pada pasien dewasa, pada anak sering menyertai kondisi pasien
dengan hipotonik normovolemia dan hiponatremia. Angka insiden yang pasti sulit diketahui,
karena penyakit ini bersifat sementara atau kronis. Pada kondisi lain berhubungan dengan
gejala efek samping obat atau lesi pada paru atau sistem syaraf.
Pasien usia lanjut dengan hiponatremia yang sedang direhabilitasi cenderung
memiliki gejala SIADH. Hal ini terbukti pada studi di kelompok usia lanjut dengan
hiponatremi idiopatik kronik yang mendasari hubungan antara SIADH dan usia.
Hiponatremia sendiri sering dengan korelasi medis yang kurang signifikan. Walau
bagaimanapun risiko kejadian SIADH meningkat bila pasien menderita hiponatremia. Insiden
SIADH adalah 1/3 nya pada anak yang rawat inap dengan pneunomia, yang berkorelasi
dengan perburukan penyakit dan kesembuhannya. Mungkin restriksi cairan pada pasien ini
sangat diperlukan untuk meningkatkan kesembuhannya.
1.3 TUJUAN
Mampu memahami diagnosa dan asuhan keperawatan pada pasien dengan SIADH
(Syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion)
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 DEFINISI
SIADH merupakan kumpulan gejala akibat gangguan hormon antidiuretik atau
yang lebih dikenal dengan Inappropriate ADH syndrome, Schwartz-Bartter syndrome.
SIADH dapat didefiisikan sebagai Gangguan produksi hormon antidiuretik ini
menyebabkan retensi garam atau hiponatremia.
SIADH adalah suatu karakteristik atau ciri dan tanda yang disebabkan oleh
ketidakmampuan ginjal mengabsorpsi atau menyerap air dalam bentuk ADH yang
berasal dari hipofisis posterior. (Barbara K.Timby, 2000)
SIADH adalah gangguan pada hipofisis posterior akibat peningkatan pengeluaran
ADH sebagai respon terhadap peningkatan osmolaritas darah dalam tingkat yang lebih
ringan. (Corwin, 2001)
SIADH adalah syndrome yang diakibatkan karena ekresi ADH yang berlebihan dari
lobus posterior dan dari sumber ektopik yang lain. (Black dan Matassarin Jacob, 1993)
SIADH adalah gangguan pada hipofisis posterior akibat peningkatan pengeluaran
ADH sebagai respon terhadap peningkatan osmolaritas darah dalam tingkat yang lebih
ringan. (Corwin, 2001)
SIADH (syndrome of inapropiate secretion of anti diuretic hormon) adalah
gangguan pada hipofisis posterior yang ditandai dengan peningkatan pelepasan ADH
dari hipofisis posterior.(elizabet j.corwin, 2001)
2.2 ETIOLOGI
SIADH sering terjadi pada pasien gagal jantung atau dengan gangguan
hipotalamus (bagian dari otak yang berkoordinasi langsung dengan kelenjar hipofise
dalam memproduksi hormone). Pada kasus lainnya, missal: beberapa keganasan
(ditempat lain dari tubuh) bisa merangsang produksi hormon anti diuretik, terutama
keganasan di paru dan kasus lainnya seperti dibawah ini:
a. Kelebihan vasopressin
b. Peningkatan tekanan intracranial baik pada proses infeksi maupun trauma pada otak.
c. Obat yang dapat merangsang atau melepaskan vasopressin (vinuristin, cisplatin, dan
ocytocin)
d. Penyakit endokrin seperti insufislensi adrenal,dan insufisiensi pituitary anterior
4
Faktor Pencetus :
a. Trauma Kepala
b. Meningitis.
c. Ensefalitis.
d. Neoplasma.
e. Cedera Serebrovaskuler.
f. Pembedahan.
g. Penyakit Endokrin.
Menurut Sylvia ( 2005). Tanda dan gejala yang dialami pasien dengan SIADH
tergantung pada derajat lamanya retensi air dan hiponatremia . perlu dilakukan
pemeriksaan tingka osmolalitas serum , kadar BUN, kreatinin, Natrium, Kalium, Cl dan
tes kapasitas pengisian cairan:
1. Na serum >125 mEq/L.
a. Anoreksia.
b. Gangguan penyerapan.
c. Kram otot.
2. Na serum = 115 – 120 mEq/L.
a. Sakit kepala, perubahan kepribadian.
b. Kelemahan dan letargia.
c. Mual dan muntah.
d. Kram abdomen.
3. Na serum < 1115 mEq/L.
a. Kejang dan koma.
b. Reflek tidak ada atau terbatas.
c. Tanda babinski.
d. Papiledema.
e. Edema diatas sternum.
2.4 PATOFISIOLOGI
Hormon Antidiuretik (ADH) bekerja pada sel-sel duktus koligentes ginjal untuk
meningkatkan permeabilitas terhadap air. Ini mengakibatkan peningkatan reabsorbsi air
tanpa disertai reabsorbsi elektrolit. Air yang direabsorbsi ini meningkatkan volume dan
menurunkan osmolaritas cairan ekstraseluler (CES). Pada saat yang sama keadaan ini
menurunkan volume dan meningkatkan konsentrasi urine yang diekskresi
Pengeluaran berlebih dari ADH menyebabkan retensi air dari tubulus ginjal dan
duktus. Volume cairan ekstra selluler meningkat dengan hiponatremi delusional.Dimana
akan terjadi penurunan konsentrasi air dalam urin sedangkan kandungan natrium dalam
urin tetap,akibatnya urin menjadi pekat.
Terdapat berapa keadaan yang dapat mengganggu regulasi cairan tubuh dan dapat
menyebabkan sekresi ADH yang abnormal . Tiga mekanisme patofisiologi yang
bertanggung jawab akan SIADH , yaitu
a. Sekresi ADH yang abnormal sari system hipofisis. Mekanisme ini disebabkan oleh
kelainan system saraf pusat, tumor, ensafalitis , sindrom guillain Barre. Pasien yang
mengalami syok, status asmatikus, nyeri hebat atau stress tingkat tinggi, atau tidak
adanya tekanan positif pernafasan juga akan mengalami SIADH.
b. ADH atau substansi ADH dihasilkan oleh sel-sel diluar system supraoptik – hipofisis ,
yang disebut sebagai sekresi ektopik ( misalnya pada infeksi).
c. Kerja ADH pada tubulus ginjal bagian distal mengalami pemacuan . bermacam-
macam obat-obat menstimulasi atau mempotensiasi pelepasan ADH . obat-obat
tersebut termasuk nikotin , transquilizer, barbiturate, anestesi umum, suplemen
kalium, diuretic tiazid , obat-obat hipoglikemia, asetominofen , isoproterenol dan
empat anti neoplastic : sisplatin, siklofosfamid, vinblastine dan vinkristin.
2.6 PENATALAKSANAAN
Pada umumnya pengobatan SIADH terdiri dari restriksi cairan (manifestasi klinis
SIADH biasanya menjadi jelas ketika mekanisme haus yang mengarah kepada peningkatan
intake cairan. Larutan hipertonis 3% tepat di gunakan pada pasien dengan gejala neurologis
akibat hiponatremi ( Bodansky & Latner, 1975)
Penatalaksanaan SIADH terbagi menjadi 3 kategori yaitu:
1. Pengobatan penyakit yang mendasari, yaitu pengobatan yang ditunjukkan untuk
mengatasi penyakit yang menyebabkan SIADH, misalnya berasal dari tumor
ektopik, maka terapi yang ditunjukkan adalah untuk mengatasi tumor tersebut.
2. Mengurangi retensi cairan yang berlebihan.
Pada kasus ringan retensi cairan dapat dikurangi dengan membatasi masukan
cairan. Pedoman umum penanganan SIADH adalah bahwa sampai konsenntrasi
natrium serum dapat dinormalkan dan gejala-gejala dapat diatasi. Pada kasus yang
berat, pemberian larutan normal cairan hipertonik dan furosemid adalah terapi
pilihan.
3. Semua asuhan yang diperlukan saat pasien mengalami penurunan tingkat
kesadaran (kejang, koma, dan kematian) seperti pemantauan yang cermat
masukan dan haluaran urine. Kebutuhan nutrisi terpenuhi dan dukungan
emosional.
Rencana non farmakologi
a. Pembatasan cairan (pantau kemungkinan kelebihan cairan)
b. Pembatasan sodium
Rencana farmakologi
a. Penggunaan diuretic untuk mencari plasma osmolaritas rendah
b. Obat/penggunaan obat demeeloculine, untuk menekan vosopresin
c. Hiperosmolaritas, volume oedema menurun
d. Ketidakseimbangan system metabolic, kandungan dari hipertonik saline 3 %
secara perlahan-lahan mengatasihiponatremi dan peningkatan osmolaritas serum
8
2.7 KOMPLIKASI
Komplikasi atau gejala sisa dari SIADH, meliputi:
1. Hipourikemia
Hipourikemia adalah kadar urea dalam darah sangat rendah. Nilai normal urea
dalam darah adalah 20 mg – 40 mg setiap 100 ccm darah. Penurunan kadar urea
sering dijumpai pada penyakit hati yang berat. Pada nekrosis hepatik akut, sering urea
rendah asam-asam amino tidak dapat dimetabolisme lebih lanjut. Pada sirosis hepatis,
terjadipengurangan sintesis dan sebagian karena retensi air oleh sekresi hormone
antidiuretik yang tidak semestinya.
9
Semua komplikasi atau gejala SIADH diatas bersifat sekunder dan agak mirip. Pada
banyak kasus beda antara gejala dan komplikasi SIADH kurang jelas dan sulit dibedakan.
10
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN SIADH
3.1 PENGKAJIAN
1. Identitas pasien meliputi nama, umur, pekerjaan, dan alamat.
2. Riwayat penyakit dahulu.
adakah penyakit atau trauma pada kepala yang pernah diderita klien,serta riwayat
radiasi pada kepala.
3. Riwayat penyakit sekarang,
Harus ditanya dengan jelas tetang gejala yang timbul seperti sakit kepala, demam, dan
keluhan kejang. Kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah buruk, bagaimana
sifat timbulnya, dan stimulus apa yang sering menimbulkan kejang.
4. Riwayat penyakit keluarga
riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.
5. Pantau status cairan dan elektrolit.
6. Monitor status neurologis yang berhubungan dengan hiponatremi dan segera lakukan
tindakan untuk mengatasinya.
7. Catat perubahan berat badan (BBI jika ada peningkatan dari 1 kg laporkan pada
dokter).
8. Pengkajian Fisik:
a. Inspeksi: Vena leher penuh.
b. Perkusi: Penurunan refleks tendon dalam.
c. Auskultasi: Kardiovaskuler : Takikardia.
B1 (Breathing) :
Takhipnea
B2 (Blood) :
Inspeksi : Distensi vena jugularis.
Auskultasi : Takikardia.
B3 ( Brain ) :
Kekacauan mental.
Kejang.
Sakit kepala
11
Confusion
Disorientasi
Seizure
B4 ( Bladder )
Penurunan volume urine
Penurunan frekuensi berkemih
B5 ( Bowel )
Mobilitas gastrointestinal menurun (Anorexia).
Mual dan muntah
Peningkatan berat badan secara tiba-tiba (tanpa oedema) sekitar 5-10 %.
B6 ( Bone )
Kelemahan
Letargi
Perkusi : Penurunan refleks tendon dalam
Twiching pada otot
BAB IV
TINJAUAN KASUS
KASUS
Ny. Y mengeluh urine sedikit dan pekat, mengeluh sakit kepala 2 hari seminggu
sebelum MRS, disertai dengan mual dan muntah, sehingga klien tidak nafsu makan. Dan
diperberat dengan kram perut yang semakin sering. Klien menyatakan disorientasi orang,
tempat dan waktu, mengeluh tidak dapat melakuikan aktivitas secara normal. Hasil
pemeriksaan fisik S : 36 c,N : 90 x/menit , T : 90/130 mmHg, RR : 22x / menit, didapat
Na serum menurun <135 mEq/L, Klien mengalami kelemahan otot, Kemampuan aktivitas
terbatas, Klien mengalami penurunan kesadaran, terlihat bingung, Disorientasi orang,
waktu dan tempat, Terdapat edema di beberapa bagian tubuh, BB klien meningkat, Na
urine lebih dari 20 mEq/L, Osmolalitas serum < 287 mOsm/kg, Osmolalitas atau berat
jenis urine tinggi ( > 100 mOsm/kg), GCS 3-4-4.
4.1 PENGKAJIAN
1. Keluhan Utama : Klien mengeluh buang air kecil sedikit dan pekat
15
2. Riwayat Penyakit Sekarang: Klien mengeluh sakit kepala 2 hari seminggu sebelum MRS,
disertai dengan mual dan muntah, sehingga klien tidak nafsu
makan. Dn diperberat dengan kram perut yang semakin sering.
Klien juga mengatakan urinennya sedikit dan pekat
3. Riwayat penyakit dahulu : Klien mengatakan pernah dirawat di RS sebelumnya.
4. Riwayat penyakit keluarga: Klien menagtakan mempunyai riwayat penyakit DM dan
hipertensi.
PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Apatis GCS : 3.4.4
TD : 90/130 mmHg RR : 22 x/mnt
Nadi : 90 x/mnt Suhu : 36,0 oC
B1 (Breathing) :
Pernafasan normal, tidak ada otot bantu pernafasan, tidak ada suara tambahan.
B2 (Blood) :
Auskultasi : TD 90/130 mmHg
B3 ( Brain ) :
penurunan kesadaran, terlihat bingung, Disorientasi orang, waktu dan tempat,
B4 ( Bladder )
urine sedikit dan pekat , Na urine lebih dari 20 mEq/L, Osmolalitas serum < 287
mOsm/kg, Osmolalitas atau berat jenis urine tinggi ( > 100 mOsm/kg), GCS 3.4.4
B5 ( Bowel )
mual dan muntah, tidak nafsu makan. diperberat dengan kram perut yang semakin
sering, Terdapat edema di beberapa bagian tubuh, BB klien meningkat.
B6 ( Bone )
kelemahan otot, Kemampuan aktivitas terbatas
16
ANALISA DATA
135 mEq/L ↓
- Klien mengalami Penekanan pada rennin dan
penurunan kesadaran sekresi aldosteron
- Klien terlihat bingung ↓
- Disorientasi orang, Osmolaritas plasma dan
waktu dan tempat volume darah meningkat
↓
Hiponatremi kronik
↓
Gangguan proses pikir
4 Ds : Retensi air dari tubulus ginjal Kelemahan
- Klien mengeluh tidak dan duktus
dapat melakuikan ↓
aktivitas secara Volume cairan sel meningkat
normal ↓
Do : Menekan rennin dan sekresi
- Na serum menurun aldosteron
<135 mEq/L ↓
- Klien mengalami Osmolaritas volume dan
kelemahan otot plasma darah meningkat
- Kemampuan aktivitas ↓
terbatas Na meningkat dan K
menurun
↓
Perubahan biokimiawi
↓
Kelemahan
19
4.Dapat membantu
memfokuskan
5. Pertahankan kembali perhatian
harapan realitas dari klien dan untuk
kemampuan pasien menurunkan
untuk mengontrol ansietaspada
tingkah lakunya tingkat yang dapat
sendiri, memahami, ditanggulangi.
dan mengingat
5.Penting untuk
informasi
mmepertahankan
harapan dari
kemampuan untuk
mempertahankan
22
harapan,dan
meningkatkan
aktivitas
rehabilitasi
kontinu.
Kebutuhan
Natrium yang
cukup dapat
meminimalisir
terjadinya kram
otot sehingga
kelemahan dapat
teratasi
24
3. Membatasi
masukan cairan.
4. Memonitor TTV
3. Kolaborasi, Berikan
cairan IV
hiperalimentasi dan
25
4.5 EVALUASI
DIAGNOSA EVALUASI
Kelebihan volume S: Klien mengatakan volume urin sudah meningkat, dan
cairan dari tidak pekat
kebutuhan O: tidak Terdapat edema di beberapa bagian tubuh,
berhubungan dengan BB klien sedikit menurun, kesadaran composmentis
peningkatan sekresi A: Masalah keperawatan kelebihan volume cairan sudah
ADH teratasi
P: Intervensi dihentikan
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Bagi penderita SIADH yang masih ringan,retriksi cairan cukup dengan
pembatasan cairan dan pembatasan sodium.Dan penderita dianjurkan untuk memenuhi
kebutuhan nutrisinya dan mengikuti prosedur diit yang dianjurkan.
27
DAFTAR PUSTAKA
Kugler, John. 2000. Hiponatremia dan Hipernatremia di Lansia. American Family Physician
Sobotka, Harry & Stewart, Corbet . Advances in clinical chemistry, Volume 17,page 21-33.
London: Academic Press INC
Tisdale , James & Miller, Douglas . 2010. Drug-Induced Diseases: Prevention, Detection,
and Management, page 892. U.S : heartside publishing.