DISUSUN OLEH
KELOMPOK 6
DWIKO ARIEF PRAYOGI 1506718420
EVIANTI RISTIA DEWI 1506718572
SILVANUS VIGO 1506718414
1. Adanya harta kekayaan (hak-hak) dengan tujuan tertentu yang terpisah dengan
kekayaan pribadi para sekutu atau para pendiri badan itu. Tegasnya ada
pemisahan kekayaan perusahaan dengan kekayaan pribadi para sekutu;
2. Kepentingan yang menjadi tujuan adalah kepentingan bersama;
3. Adanya beberapa orang yang menjadi pengurus badan tersebut.
Ketiga syarat di atas merupakan unsur material (substantif) bagi suatu badan
hukum. Kemudian persyaratan lainnya adalah persyaratan yang bersifat formal,
yakni adanya pengakuan dari Negara yang mengakui suatu badan adalah badan
hukum.
Maka dapat disimpulkan bahwa badan hukum adalah personifikasi atau penjelmaan
sebagai pendukung hak dan kewajiban yang dibelakangnya digerakan oleh sekelompok
manusia yang memiliki fungsi untuk mewujudkan tujuan dari badan hukum tersebut,
sehingga dapat dikatakan bahwa badan hukum adalah konstruksi yuridis yang
1
menerangkan sesuatu menjadi suatu gejala riil. Badan hukum sendiri dapat digolongkan
berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, yaitu ada yang berorientasi pada ideal dan
ekonomi. Dimana badan hukum yang berorientasi pada ekonomi adalah PT dan Koperasi
yang berbentuk badan usaha, serta yayasan yang merupakan badan hukum berorientasi
ideal. Dalam makalah ini penulis akan membahas lebih lanjut mengenai badan hukum
yang berorientasi kepada ekonomi.
I. Perseroan Terbatas dan Koperasi sebagai Badan Usaha yang Berbadan Hukum
2
hukum maka antara koperasi dan juga PT memiliki dasar yang sama dalam kaitannya
dengan harta kekayaan perusahaan yang terpisah dari harta kekayaan pribadi para
pengurus/anggotanya, akibatnya jika terjadi pailit, maka yang terkena sita hanyalah harta
perusahannya saja (harta pribadi pengurus dan anggotanya tetap bebas dari sitaan).vii
Berkenaan dengan hubungan kepemilikan koperasi dan Perusahaan Terbatas
maka terdapat perbedaan. Perbedaanya adalah bahwa pada koperasi anggotanya memiliki
identitas ganda yaitu anggota koperasi sebagai pemilik dan pengguna jasa koperasi
karena koperasi pada dasarnya didirkan dan dikembangkan berdasarkan nilai-nilai
percaya diri untuk menolong dan memupuk rasa kesetiakawanan atas asas kekeluargaan
agar dapat mewujudkan tujuan utama koperasi untuk mewujudkan kesejahteraan
anggotanya. Maka dari itu dapat dikatakan bahwa koperasi ini menjadi milik dari seluruh
anggota yang tergabung di dalamnya.Hal ini berbeda dengan Perseroan terbatas yang
dalam hal kepemilikannya dimiliki oleh para pemegang saham karena pada dasarnya
perseroan terbatas adalah perkumpulan atas saham,
Kemudian berkaitan dengan kendali usaha yang dilakukan, terdapat perbedaan
antara koperasi dan PT. Pada Koperasi yang memegang kendali usaha adalah seluruh
anggota koperasi karena koperasi ini dimiliki secara bersama dan menjadi tanggung
jawab bersama. Akan tetapi melihat kebanyakan dari para anggota Koperasi memiliki
latar belakang pendidikan yang kurang, maka dimungkinkan untuk mengangkat
pengelola/manager yang diberi wewenang dan kuasa untuk mengelola usaha Koperasi.
Pengelola yang dipilih dari dan oleh anggota Koperasi dalam rapat Anggota tetap
memiliki tanggung jawab mengenai kegiatan pengelolaan Koperasi dan usahanya. viii
Apabila dibandingkan dengan PT, kendali usaha atas PT dipegang oleh Direksi.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (5) Undang-undang No. 40 tahun 2007, dijelaskan bahwa
Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas
pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan
perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai
dengan ketentuan Anggaran Dasar (AD).ix
Kemudian berkaitan dengan pertanggung jawaban, pada PT ketika direksi
mengambil keputusan yang mengatasnamakan PT maka akan ditanggung oleh PT sendiri
sebagai suatu badan hukum yang memiliki hak dan kewajiban. Akan tetapi pada PT
3
pertanggungjawaban nya terbatas yaitu sebatas setoran atas seluruh saham yang
dimilikinya dan tidak meliputi harta kekayaan pribadinya yang dimilikinya hal ini dapat
dilihat di penjelasan Pasal 3 UU No. 40 tahun 2007. Tanggung jawab para pihak yang
terlibat di dalam organisasi PT hanya terbatas pada kedudukan dan fungsinya masing-
masing.x Koperasi dan PT sebagai badan hukum memiliki posisi yang penting dalam
melakukan hubungan dengan pihak ketiga agar dapat mengetahui kepada siapa nantinya
pihak ketiga meminta pertanggung jawaban. Karena badan hukum berciri khas adanya
pemisahan harta kekayaan dengan harta pribadi pengurus atau anggotanya. Jika di
kemudian hari ternyata koperasi bangkrut maka pihak ketiga termasuk kreditor tidak
dapat menuntut para anggota pendiri secara pribadi untuk bertanggung jawab melunasi
semua utang-utang atau kewajiban, apabila ternyata tidak dibuktikan bahwa anggota atau
pengurus penyebab dari terjadinya kebangkrutan.xi Namun perlu digarisbawahi apabila
seorang pengurus atau anggota melakukan kelalaian yang menimbulkan kerugian bagi
Koperasi, maka ia yang harus bertanggung jawab sendiri atas tindakanya tersebut hal ini
dapat dilihat di Pasal 34 UU No.25 tahun 1992. Koperasi dalam melakukan hubungan
dengan pihak ketiga diwakili oleh pengurus yang merupakan organ dari koperasi.
Sedangkan untuk PT dalam mengadakan hubungan dengan pihak ketiga juga diwakili
oleh direksi yang memiliki tugas fungsional manajerial dalam pengurusan PT.
Lahir dan matinya badan hukum koperasi memiliki prosedur/tata cara yang diatur
dalam hukum yang berlaku. Sebagai badan hukum, koperasi dapat dikatakan lahir ketika
ia telah memperoleh status badan hukumnya. xii Pasal 9 UU No. 25 Tahun 1992
menyebutkan bahwa koperasi telah memperoleh status sebagai badan hukum setelah
pemerintah memberikan pengesahan atas akta pendiriannya. Prosedur pendirian dan
pengesahan akta pendirian koperasi oleh pemerintah dijelaskan dalam pasal 9 hingga
pasal 13 UU No. 25 Tahun 1992. Penjelasan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata
cara pengesahan ataupun penolakan pengesahan akta pendirian dan perubahan Anggaran
Dasar diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1994. Dalam proses memperoleh
status sebagai sebuah badan hukum, koperasi diharuskan untuk mengajukan permintaan
tertulis melalui para pendiri/kuasa koperasi kepada menteri. Permintaan tersebut juga
4
dilengkapi dengan lampiran berupa dua rangkap akta pendirian koperasi (satu diantaranya
bermaterai cukup), berita acara rapat pembentukan koperasi (termasuk pemberian kuasa
untuk mengajukan permohonan pengesahan apabila ada), surat bukti penyetoran modal
(sekurang-kurangnya sebesar simpanan pokok), dan rencana awal kegiatan usaha
koperasi. Setelah pengajuan lengkap, para pendiri/kuasa koperasi akan mendapatkan
tanda terima yang dilanjutkan dengan penelitian mengenai akta pendirian oleh menteri.
Jika anggaran dasar koperasi tidak bertentangan dengan UU No. 25 Tahun 1992,
ketertiban umum dan kesusilaan seperti yang tercantum di pasal 6 ayat (1b) PP No. 4
Tahun 1994, dalam jangka waktu paling lama tiga bulan terhitung sejak diterimanya
permintaan pengesahan secara lengkap menteri dapat memberikan pengesahan terhadap
akta pendirian koperasi. Penolakan permintaan pengesahan atas akta pendirian koperasi
dapat dimintakan ulang secara tertulis dengan ketentuan yang sama dalam waktu paling
lama satu bulan sejak diterimanya pemberitahuan penolakan. Ketika menteri telah
menerima permintaan ulang pengesahan akta pendirian koperasi, dalam jangka waktu
paling lama satu bulan harus memberikan keputusan apakah permintaan ulang
pengesahan tersebut diberikan atau ditolak karena apabila tidak memberikan keputusan,
maka pengesahan terhadap permintaan ulang tersebut diberikan. Apabila permintaan
ulang pengesahan diberikan, maka menteri memberitahukan hal tersebut kepada
pemilik/kuasa dari koperasi dan mengumumkannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia. Dalam hal permintaan ulang pengesahan ditolak, maka pemilik/kuasanya tidak
dapat melakukan permintaan ulang lagi karena keputusan tersebut merupakan keputusan
terakhir.
Perbandingan dari UU No. 25 Tahun 1992 tidak jauh berbeda dengan UU No. 12
Tahun 1967. Perbedaannya hanya terkait dengan jangka waktu. Dalam Pasal 46 ayat (1)
UU No. 12 Tahun 1967 dijelaskan bahwa jangka waktu untuk memberikan keputusan
pengesahan akta pendirian koperasi adalah 6 bulan sedangkan dalam UU No. 25 Tahun
1992 dijelaskan bahwa jangka waktu untuk memberikan keputusan pengesahan akta
pendirian koperasi adalah 3 bulan. Selanjutnya dalam Pasal 46 ayat (2) UU No. 12 Tahun
1967 disebutkan bahwa jangka waktu pemberitahuan penolakan adalah 3 bulan sebelum
berakhirnya jangka waktu 6 bulan sebagaimana yang dijelaskan pada ayat 1 dari UU
5
tersebut. Maka apabila setelah tiga bulan tidak ada penolakan, dapat disimpulkan bahwa
pengesahan terhadap akta pendirian koperasi telah diberikan.
Pada dasarnya koperasi adalah himpunan orang-orang sukarela berdasarkan
hukum perdata yang dibentuk untuk memajukan kepentingan ekonomi bersama dari para
anggotanya dengan usaha berdikari yang terorganisir.xiii Kesukarelaan pada koperasi ini
merupakan sifat dari anggota koperasi, yaitu apabila pada anggota nya merasa bahwa
kelangsungan usaha bersama dari koperasi ini tidak dimungkinkan berhasil yang tentunya
diiringi dengan alasan-alasan yang objektif. Apabila suatu koperasi dibubarkan maka
akan menyebabkan adanya akibat hukum dari hubungan hukum yang terjadi antara
koperasi dengan pihak ketiga. Menurut Pasal 46 UU No.25 tahun 1992 dan Pasal 49 UU
No12 tahun 1967 bahwa koperasi dapat bubar yang disebabkan oleh Rapat Umum
Anggota dan juga karena keputusan pemerintah yang kemudian menyebabkan hilangnya
status badan hukum yang dimiliki oleh koperasi. Prosedur pembubaran koperasi menurut
pasal 47 dan pasal 48 UU no.25 tahun 1992 diatur lebih lanjut di dalam PP No 17 tahun
1994 bahwa pada pasal 3 dinyatakan alasan-alasan koperasi dapat dibubarkan oleh
pemerintah apabila memenuhi salah satu atau beberapa alasan yang ada disini yaitu:
bertentangan dengan UU no 25 tahun 1992 atau tidak melaksanakan ketentuan dalam
anggaran dasar, kegiatan koperasi bertentangan dengan kesusilaan atau ketertiban umum,
koperasi dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan. Pada Pasal 4 bahwa sebelum
dikeluarkan keputusan pembubaran koperasi, menteri wajib menyampaikan surat tertulis
terkait rencana pembubaran koperasi dan menyampaikannya kepada pengurus atau
anggota koperasi yang bersangkutan. Kemudian pada pasal 5-6 PP No 17 tahun 1994
dinyatakan bahwa koperasi yang menerima surat dari menteri dapat mengajukan
keberatan atas pembubaran koperasi kepada menteri paling lama dua bulan sejak
menerima surat pemberitahuan. Kemudian apabila pengurus atau anggota koperasi
mengajukan keberatan dan kemudian menteri menerimanya maka hal itu dapat dijadikan
pertimbangan untuk menolak keberatan atau tidak dengan jangka waktu satu bulan. Jika
pernyataan keberatan ditolak oleh menteri maka akan segera dilakukan pembubaran lalu
dibuat tim penyelesai yang ditunjuk oleh menteri untuk dapat melakukan perbuatan
hukum atas nama ‘koperasi dalam penyelesaian’ dimana tugas dan kewenanganya dimuat
dalam Pasal 11-14 PP no 14 tahun 1974. Perbedaan prosedur koperasi yang mengalami
6
pembubaran karena keputusan pemerintah menurut UU No 12 tahun 1967 ada pada
jangka waktunya, bahwa pengurus atau anggota koperasi paling lambat mengajukan
keberatan pembubaran ke pemerintah dalam waktu 3 bulan.
III. Akibat hukum sebelum, ketika, dan sesudah status badan hukum Koperasi
Pada mulanya koperasi didirikan dengan ditandatanganinya akta pendirian yang
telah dilakukan secara musyawarah oleh sesama pendiri koperasi maka koperasi sudah
dapat berjalan dan melaksanakan kegiatannya serta dapat mengadakan hubungan dengan
pihak ketiga walaupun koperasi belom memperoleh status badan hukum.xiv Oleh karena
itu, sebelum koperasi mendapat pengesahan dari menteri maka statusnya masih sebagai
badan usaha dan tidak memiliki keuntungan yang dimiliki oleh badan hukum, hal ini
mempengaruhi terhadap tindakan hukum yang dilakukan oleh pengurus untuk
kepentingan koperasi belum dapat dibebankan pada koperasi. Maka dari itu, harta
kekayaan pengurus dapat diikutsertakan dengan harta kekayaan koperasi karena belum
ada pemisahan harta kekayaan yang menimbulkan akibat hukum kepada
pertanggungjawaban nya nanti, bahwa para pengurus atau anggota nya bertanggung
jawab secara bersama-samaxv. Akan tetapi ketika koperasi ini mendapat pengesahan akta
pendirian dari pemerintah yang diberikan oleh Menteri Koperasi maka koperasi memiliki
keuntungan sebagai suatu badan hukum yaitu diperlakukan sebagai subjek hukum dalam
lalu lintas hukum, dapat memiliki kekayaan sendiri, dapat menggugat dan digugat di
pengadilan yang bertindak keluar adalah pengurusnya. xvi Hal ini terjadi karena sudah
adanya pemisahan harta kekayaan pengurus dengan harta kekayaan koperasi, sehingga
segala tindakan hukum koperasi yang diwakilkan oleh pengurusnya dapat dibebankan
kepada koperasi sebagai badan hukum. Oleh sebab itu, dapat kita lihat bahwa begitu
pentingnya status badan hukum pada koperasi sehingga para pihak ketiga dapat
mengetahui dengan siapa dia berhadapan hukum.xvii
Akibat hukum dari koperasi yang bubar adalah dia masih tetap berstatus badan
hukum sampai seluruh hak dan kewajibannya diselesaikan. xviii Koperasi yang telah
dinyatakan bubar oleh pemerintah masih memiliki hak dan kewajiban yang harus
diselesaikan, oleh karena itu ditunjuklah tim penyelesai yang memiliki tugas dan
kewenangan dimuat di dalam Pasal 52-53 UU No.12 tahun 1967. Pengaturan tentang
tugas penyelesai terhadap penyelesaian koperasi yang bubar ini tidak jauh beda dengan
7
apa yang ada di PP No.17 tahun 1994 sebagai peraturan pelaksana UU No25 tahun 1992
terkait dengan pembubaran koperasi. Setelah tim penyelesai menyerahkan laporan terkait
penyelesaian koperasi, maka pejabat mengumumkan selesainya penyelesaian koperasi
yang bersangkutan di dalam Berita Negara RI, sehingga hapuslah status badan hukum
koperasi yang dibubarkan.xix
IV. Hubungan hukum Koperasi dengan Negara Indonesia
Kedudukan koperasi sebagai badan hukum artinya dia memiliki hak dan
kewajiban kepada sesama subyek hukum maupun kepada pemerintah. Apabila kita lihat
dari ketentuan Pasal 37 UU No.12 tahun 1967 dikatakan bahwa pemerintah berkewajiban
untuk memberikan bimbingan, pengawasan, perlindungan, dan fasilitas terhadap koperasi
serta memampukannya untuk melaksanakan Pasal 33 UUD 1945 terutama ayat (1). Dari
pasal ini dapat kita ketahui bahwa pemerintah tidak dapat hanya diam saja melainkan
harus aktif terhadap pergerakan koperasi tanpa harus ikut campur dalam urusan internal
koperasi. Melihat dari hubungan koperasi dengan pemerintah yang berkaitan dengan
kewajiban pemerintah lain:
1. Memberikan bimbingan
Pemerintah harus dapat menciptakan suatu kondisi yang membuat
pergerakan koperasi di Indonesia menjadi lancar dan sejahtera agar dapat
memperkuat kedudukan koperasi sebagai salah satu fondasi
perekonomian nasional.
2. Memberikan pengawasan
Artinya disini hubungan pemerintah dengan koperasi adalah dapat
memberikan keamanan untuk membantu menyelaraskan hubungan
koperasi dengan pihak lain juga
3. Pemberian fasilitas
Fasilitas yang dapat diberikan oleh pemerintah kepada koperasi adalah
memberikan subsidi dalam bentuk jasa maupun uang. Serta memberikan
bantuan fasilitas kemudahan memperoleh kredit dengan menentukan
syarat-syarat kredit sehingga dapat mempermudah koperasi mendapatkan
bantuan kredit untuk menjalani kegiatan perkoperasian.
4. Perlindungan pemerintah
8
Artinya adalah pemerintah harus dapat memberikan keamanan dan
keselamatan bagi pergerakan koperasi Indonesia. Seperti kita tau
pergerakan koperasi di Indonesia cukup signifikan untuk membantu
perekonomian nasional
Selain itu koperasi juga memiliki hubungan hukum terkait kewajiban nya kepada
pemerintah untuk membayar pajak. Secara umum, pajak hukum seharusnya dilakukan
sejalan dengan hukum koperasi agar dapat disesuaikan dengan spesifikasi dari koperasi
agar menjadi pembeda dari organisasi bisnis lain yang bergerak secara kapitalis.xxPajak
bagi koperasi ternyata dimulai sejak tanggal pengesahan akte pendirian Badan Hukum
dan telah mempunyai (NPWP) serta berakhir sejak tanggal koperasi dibubarkan. Menurut
Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No 17 tahun 2000 ditegaskan bahwa Badan adalah
sekumpulan orang dan/atau yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha
maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan
komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah
dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau
organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif
dan bentuk usaha tetap.xxi
Koperasi merupakan Badan Hukum yang menurut Undang-Undang Perpajakan
Nomor 17 tahun 2000 sebagai subyek pajak. Maka dapat dikatakan bahwa sudah menjadi
kewajiban koperasi sebagai wajib pajak untuk membayar pajak, karena pajak sendiri
berguna untuk membangun infrastuktur Indonesia demi kemaslahatan bersama rakyat
Indonesia.Perbandingan hubungan hukum koperasi dengan perpajakan di Negara-negara
lain dapat dilihat bahwa di negara lain seperti Filipina yang seluruh pendapatan koperasi
berasal dari transaksi dengan anggotanya, tidak dikenakan pajak. Selain itu, koperasi
Singapura malah memajaki dirinya sendiri dengan menyetor bagian dari surplus koperasi
untuk biayai kegiatan pendidikan pelatihan, riset dan pengembangan koperasi lainnya.
xxii
. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Badan Hukum Koperasi di negara Filipina bukan
merupakan subyek wajib pajak dan tidak memiliki kewajiban untuk membayar pajak,
berbeda dengan Singapura yang menyetor surplus koperasi untuk membayar pajak dan
hampir menyerupai dengan Negara Indonesia.
9
Selanjutnya penulis akan memberikan contoh berkaitan dengan kebadanhukuman
koperasi. Bahwa ternyata ditemukan ada 282 Koperasi di Kota Depok dibubarkan oleh
Pemerintah Kota Depok berdasarkan Keputusan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah RI nomor 114/KEP/M.KUKM.2/XII/2016 tentang Pembubaran Koperasi.
Merujuk pada ketentuan yang ada di UU No.25 tahun 1992 dan PP No 17 tahun 1994
yang menjadi alasan bagi koperasi di Depok tersebut bubar demi hukum karena tidak lagi
memenuhi syarat. Koperasi diakui sebagai badan hukum apabila telah dipenuhi
persyaratan menurut ketentuan hukum yang berlaku, jika persyaratan ada di undang-
undang tidak dipenuhi maka keberadaan koperasi itu dapat dikategorikan sebagai
koperasi yang melawan hukum menurut undang undang. Alasan pembubaran koperasi di
Depok karena sudah tidak aktif lagi yaitu ditandai dengan tidak adanya Rapat Anggota
Tahunan menjadikan sistemnya sudah tidak sesuai dengan prinsip-prinsip koperasi. Hal
ini bisa digunakan oleh pemerintah untuk membubarkan koperasi karena telah memenuhi
ketentuan yang ada di pasal 47 UU No. 25 Tahun 1992. Dengan bubarnya koperasi maka
hapuslah status badan hukumnya menurut pasal 56 UU No 25 tahun 1992.
i
Chidir Ali, Badan Hukum, (Bandung:Alumni,1999), hlm 13
ii
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian pokok hukum dagang Indonesia 2: Bentuk-Bentuk Perusahaan,
(Jakarta:Djambatan,2007), hlm 10
iii
Indonesia, Undang-Undang Perseroan Perkoperasian No.25 tahun 1992, LN No.116 tahun 1992, TLN
No.3502, Ps 1 angka 1
iv
Indonesia, Undang-Undang Perseroan Terbatas No.40 tahun 2007, LN No.106 Tahun 2007, TLN
No.4756, Ps 1 angka 1
v
Andjar Pachta W., Myra Rosana Bachtiar, Nadia Maulisa Benemay, Hukum Koperasi Indonesia :
Pemahaman, Regulasi, Pendidikan dan Modal Usaha (Jakarta : Kencana, 2007), hlm.81
vi
Dirjen Koperasi Departemen Perdagangan dan Koperasi, Pengetahuan Perkoperasian: buku koperasi
tingkat pertama, (Jakarta: Departemen Perdagangan dan Koperasi, 1977), hlm 60
vii
Chidir Ali, hlm 109
viii
Ida Hayoe Wulandari, Tinjauan terhadap pengaturan badan hukum koperasi dalam peraturan
perundang-undangan tentang perkoperasian dari masa ke masa, Skripsi Universitas Indonesia, 2012, hlm
69
ix
Ida Hayoe Wulandari, hlm 69
x
Agus Sardjono.,Yetty komalasari Dewi.,Rosewitha Irawaty.,Togi Pangaribuan., Pengantar hukum
dagang,(Jakarta:RajaGrafindo Persana,2016),hlm 72
xi
Andjar Pachta W., Myra Rosana Bachtiar, Nadia Maulisa Benemay, hlm 93
xii
Ibid, hlm 92
xiii
Hans H.Munkner, Hukum Koperasi, (Bandung:Alumni,1987), hlm 167
xiv
Andjar Pachta W., Myra Rosana Bachtiar, Nadia Maulisa Benemay hlm. 91
10
xv Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 4 tahun 1994 tentang persyaratan tata cara pengesahan akta
11
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Ali,Chidir. Badan Hukum. Bandung: Alumni,1999
Purwosutjipto, H.M.N. Pengertian pokok hukum dagang Indonesia 2: Bentuk-
Bentuk Perusahaan. Jakarta:Djambatan,2007
Pachta, Andjar, Myra Rosana Bachtiar dan Nadia Maulisa Benemay. Hukum
Koperasi Indonesia: Pemahaman, Regulasi, Pendidikan dan
Modal Usaha. Jakarta: Kencana, 2007.
Dirjen Koperasi Departemen Perdagangan dan Koperasi. Pengetahuan
Perkoperasian: buku koperasi tingkat pertama. Jakarta:
Departemen Perdagangan dan Koperasi, 1977.
Sardjono, Agus. et al. Pengantar hukum dagang. Jakarta:RajaGrafindo
Persada, 2016.
Munkner ,Hans H. Hukum Koperasi. Bandung: Alumni,1987.
Subekti, R. Aneka Perjanjian. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014.
Cocogna, Dante, Antonio fici, Hagen Henry. International Handbook of
Cooperative Law. New York: Springer Heidelberg, 2013.
12
Kementerian Keuangan, Peraturan Menteri Keuangan Nomor
197/PMK.03/2013
SKRIPSI
Wulandari, Ida Hayoe. “Tinjauan terhadap pengaturan badan hukum koperasi
dalam peraturan perundang-undangan tentang perkoperasian dari
masa ke masa.” Skripsi Sarjana Universitas Indonesia, Depok, 2012.
INTERNET
https://www.merdeka.com/uang/negara-lain-bebaskan-pajak-koperasi-
indonesia-kena-pajak-ganda.html. Hana Adi Permana. Negara lain
bebaskan pajak koperasi, Indonesia kena Pajak Ganda. Diakses 18 Juli
2017.
http://www.pajak.go.id/content/seri-koperasi-perpajakan-bagi-koperasi.
Diakses 18 Juli 2017.
http://www.majalahpajak.net/aspek-perpajakan-pada-koperasi. Erickson
Wijaya. Aspek Perpajakan Pada Koperasi. Diakses 9 Agustus 2017.
13
LAMPIRAN I
TABEL PERBANDINGAN PT DAN KOPERASI
NO PARAMETER PT KOPERASI
1. Tujuan dipilihnya format • Dipisahnya • Menurut Pasal 3 UU
badan usaha terkait kekayaan milik PT. Koperasi, tujuan pendirian
• Bertujuan koperasi adalah
meningkatkan memajukan kesejahteraan
keuntungan bagi anggota pada khususnya
dan masyarakat umumnya
para sekutunya.
serta ikut membangun
tatanan perekonomian
Nasional dalam rangka
mewujudkan masayrakat
yang maju, adil, dan
makmur berlandaskan
Pancasila.
• Bertujuan
mensejahterakan ekonomi
bagi para anggotanya
14
kerugian, maka
yang
bertanggungjawab
adalah pemegang
saham sebatas pada
jumlah saham yang
dimiliki.
5. Hubungan hukum badan • Ketika melakukan • Ketika koperasi
hukum dengan pihak ketiga hubungan hukum melakukan perbuatan
dengan pihak hukum dengan pihak
ketiga yang ketiga yang berhadapan
berhadapan adalah adalah koperasi tersebut
PT sebagai badan sebagai badan hukum yang
hukum yang merupakan subyek hukum.
merupakan subyek
hukum
• Dalam melakukan • Dalam melakukan
perbuatan hukum perbuatan hukum Diwakili
dengan pihak oleh pengurus yang telah
ketiga Diwakili dipilih melalui rapat
oleh direksi yang anggota.
memiliki tugas
fungsional • Akibat hukumnya adalah
manajerial dalam pihak ketiga dapat
pengurusan PT. meminta
pertanggungjawaban
• Akibat hukumnya
kepada Koperasi sebagai
adalah pihak ketiga
badan hukum bukan
dapat meminta
kepada pengurusnya,
pertanggungjawaba
karena badan hukum
n kepada PT
memiliki hak dan
sebagai badan
kewajiban layaknya
hukum bukan
manusia sehingga dapat
kepada pemegang
memiliki harta kekayaan
saham pada PT.
yang terpisah antara
karena badan
pengurus dengan koperasi
hukum memiliki
hak dan kewajiban
layaknya manusia
sehingga dapat
memiliki harta
kekayaan yang
terpisah antara
pengurus dengan
koperasi
15
LAMPIRAN II
PERTANYAAN DAN JAWABAN DISKUSI
• Wisnu Aji Wibowo Kelompok 1 : Jadi didalam pelaksanaan pailit itu ada
yang namanya pemberesan harta kekayaan pada koperasi tersebut oleh
kurator, kemudian pertanyaan saya apakah diperbolehkan pada saat
pemberesan tersebut sedang terjadi, koperasi tersebut melakukan perbuatan
hukum?
Jawaban:
Tidak, Menurut pendapat kelompok kami yang merujuk pada Pasal 52 UU
25/1992 bahwa koperasi yang mengalami pembubaran akan dilakukan
penyelesaiannya oleh tim penyelesai dimana tim penyelesai tersebut ditunjuk
oleh rapat anggota maupun pemerintah. Pembubaran koperasi salah satunya
bisa karena putusan pengadilan bahwa koperasi ini pailit. Maka apabila
koperasi telah pailit, pemberesannya akan dilakukan oleh Kurator yang dapat
dikategorikan sebagai tim penyelesai untuk menyelesaikan segala perbuatan
hukum yang belum terselesaikan. Hak dan kewajiban tim penyelesai
tercantum pada Pasal 54 UU No 25 tahun 1992. Koperasi tidak diperbolehkan
untuk melakukan suatu perbuatan hukum lagi pada saat kurator sedang
melakukan pemberesan karena pada saat dilakukan pemberesan oleh kurator
koperasi disebut sebagai "koperasi dalam penyelesaian". Jadi yang berwenang
dalam melakukan perbuatan hukum adalah kurator bukan koperasinya, hal ini
dapat kita lihat dalam ketentuan pasal 16 ayat 1 uu 37/2004.
16
kehilangan status badan hukumnya maka menurut kelompok kami dia tidak
dapat mengajukan upaya hukum. Hal ini terjadi karena ketika koperasi
kehilangan status badan hukum nya maka tidak lagi dapat dikatakan sebagai
subyek hukum yang mempunyai hak dan kewajiban.1 Upaya hukum terakhir
bagi koperasi hanyalah pengajuan keberatan saja terhadap rencana
pembubaran koperasi oleh pemerintah sebelum diumumkan dalam berita
negara, terkait diterima atau ditolaknya keberatan pembubaran oleh
pemerintah adalah merupakan putusan akhir (Pasal 6 ayat 5 PP No.17 tahun
1994).
• Nabila Vidina Kelompok 3: apa akibat atau konsekuensi bagi koperasi yang
belom memperoleh status badan hukumnya ketika melakukan perbuatan
dengan pihak ketiga?
Jawaban:
Menurut pendapat kelompok kami bagi koperasi yang belom memperoleh
status badan hukum ketika melakukan suatu perbuatan hukum dengan pihak
ketiga. Maka koperasi tersebut dianggap sebagai badan usaha layaknya firma
atau CV yaitu ketika koperasi ini melakukan perbuatan hukum maka akibat
hukumnya ditanggung secara bersama oleh para anggota koperasi sesuai
dengan asas kekeluargaan yang ada di koperasi dan juga dapat melibatkan
harta kekayaan dari anggota koperasi untuk membayar kerugian kepada pihak
ketiga.2 Hal ini terjadi karena belum adanya pemisahan secara tegas antara
harta kekayaan koperasi dengan harta kekayaan anggota nya yang
menyebabkan anggota masih dapat dimintakan pertanggung jawaban atas
perbuatan hukumnya dengan melibatkan harta kekayaan yang dimiliki nya.3
1
Chidir Ali, Badan Hukum, (Bandung:Alumni,1999), Hlm 60
2 H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian pokok hukum dagang Indonesia 2: Bentuk-Bentuk Perusahaan,
(Jakarta: Djambatan, 2007), hlm. 224.
3
Agus Sardjono.,Yetty komalasari Dewi.,Rosewitha Irawaty.,Togi Pangaribuan., Pengantar hukum
dagang,(Jakarta:RajaGrafindo Persana,2016),hlm 72
17
Apa dampak bagi koperasi-koperasi lain yang ada di koperasi tersebut?
Apakah nanti berdiri sendiri atau gimana?
Jawban:
Menurut pendapat kelompok kami melihat dari ketentuan yang ada di Pasal 3
UU No.25/1992 bahwa koperasi dapat dibentuk berdasarkan 3 koperasi yang
kemudian disebut menjadi koperasi sekunder dengan dibuatkan akta pendirian
berdasarkan kesepakatan bersama antara koperasi-koperasi yang telah
memperoleh status badan hukum. Pada saat koperasi sekunder terbentuk dan
mengajukan pengesahan akta pendirian koperasi ke pemerintah untuk
memperoleh status badan hukum dan diumumkan di dalam berita Negara
maka lahirlah status badan hukum pada koperasi tersebut.4 Namun apabila
salah satu koperasi di koperasi sekunder ini kehilangan status badan
hukumnya maka mengakibatkan adanya perbedaan entitas pada koperasi
sekunder, dimana semula terbentuk berdasarkan perjanjian kesepakatan antara
koperasi yang masing-masing berbadan hukum. Hal ini menyebabkan koperasi
sekunder dapat mengalami pembubaran karena adanya perbedaan entitas pada
keanggotaan koperasi ini, karena tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota
koperasi pada koperasi sekunder. Sehingga akibat bagi koperasi lain adalah
berdiri sendiri.
18
wajib mengajukan permintaan pengesahan atas perubahan anggaran dasar
secara tertulis kepada Menteri dengan melampirkan persyaratan-persyaratan
yang telah ditentukan dalam PP. Perubahan koperasi dari suatu badan usaha
menjadi suatu badan hukum, hanya sekedar menimbulkan lahinya status badan
hukum pada koperasi tersebut yang menyebabkan dia memiliki hak dan
kewajiban layaknya suatu subyek hukum, tidak menimbulkan konsekuensi
yang signifikan terhadap anggaran dasar. Tetapi jika memang ada hal yang
bertentangan dengan perubahan koperasi menjadi suatu badan hukum, maka
konsekuensinya anggaran dasar harus dirubah sesuai dengan ketentuan dan
prosedur dalam PP No. 4 Tahun 1994.
5
Ibid, hlm 93
19
• Gessica freshana kelompok 8: apakah koperasi dapat dipailitkan ketika dia
badan usaha maupun badan hukum? Kemudian bagaimana akibat hukumnya
baik ketika dia berstatus badan usaha maupun berstatus badan hukum
Jawaban:
Menurut pendapat kelompok kami, koperasi tidak dapat dipailitkan ketika dia
berstatus badan usaha yang dapat dipailitkan adalah pengurus/anggota nya
sehingga dapat mempengaruhi pada pertanggung jawaban nya. Pada badan
usaha harta perusahaan yang berbentuk koperasi ini bersatu dengan harta
pribadi pengurus/anggotanya, akibatnya, kalau koperasi pailit, harta pribadi
pengurus/anggota dapat diikutsertakan untuk membayar harta pailit.
Sedangkan pada saat koperasi telah memperoleh status badan hukum maka
koperasi dapat dipailitkan karena merupakan subyek hukum yang berdiri
sendiri seperti layaknya manusia yang dapat memiliki harta kekayaan dan
kewajiban. 6 Sehingga menyangkut pada pertanggungjawaban hukumnya
terkait dengan koperasi dipailitkan maka harta pribadi milik anggota/pengurus
tidak dapat menjadi objek tuntutan untuk tanggung jawab badan hukum
koperasi yang pailit karena telah terjadi pemisahan harta kekayaan yang tegas
antara status hukum dan kekayaan pribadi anggota dengan kekayaan badan
hukum koperasi tersebut.
• Sisilia Maria Kelompok 9 : Apakah tata cara pendaftaran sebagai bagian dari
lahirnya koperasi sebagai badan hukum pada aturan di uu koperasi yg
sekarang berlaku di indonesia termasuk kedalam sistem konsesi seperti yg di
jelaskan pada buku hans munker?
Jawaban:
Iya, karena menurut pendapat kelompok kami tata cara pendaftaran untuk
dapat memperoleh pengesahan akta pendiran agar melahirkan status badan
hukum koperasi ini telah dijelaskan secara rinci pada PP No 4 tahun 1994
khususnya pada Pasal 4 sampai Pasal 9 yang menjelaskan syarat-syarat agar
dapat mengajukan permohonan pengesahan akta pendirian koperasi kepada
pemerintah. Bekaitan dengan sistem konsesi yang dijelaskan pada buku hans
munkner, bahwa ‘konsesi’ yang dimaksud adalah ‘tercapainya kesepakatan’
6
Ibid, hlm 94
20
diantara para pendiri koperasi untuk membuat akta pendirian koperasi.7 Jika
berhubungan dengan sistem untuk mengajukan permohonan status badan
hukum koperasi kepada pemerintah sebelumnya akta pendirian itu telah
sesuai dengan perjanjian atau kesepakatan diantara para pendiri dan tidak
bertentangan ketentuan UU no 25 tahun 1992 dan PP no 4 tahun 1994.
21
Jawaban:
Menurut pendapat kelompok kami, mengenai apa yang dimaksud dengan
koperasi bertanggung jawab secara tak terbatas mirip dengan konsep yang ada
pada UU PT No.40/2007 Pasal 3 ayat 2 bahwa para pemegang saham dapat
dimintakan pertanggung jawaban melebihi setoran saham pada perseroan
apabila melakukan perbuatan melawan hukum dengan secara sengaja pada
perseroan. Jika kita kita lihat ketentuan yang ada di Pasal 34 UU no.25/1992
bahwa sesunguhnya ada unsur pengecualian terhadap konsep tanggung jawab
terbatas yang dimiliki oleh koperasi. Maksud tanggung jawab tak terbatas
pada koperasi adalah bahwa pengurus koperasi dapat dibebankan tanggung
jawab atas perbuatan yang dilakukanya dengan mengatasnamakan koperasi
tersebut, apabila perbuatan itu dilakukan secara sengaja merugikan koperasi.
Sehingga pertanggung jawaban nya menjadi melekat pada pribadi pengurus
dan harta kekayaan si pengurus tersebut tidak dibatasi oleh status badan
hukum koperasi, jadi harta kekayaan pengurus ini dapat diikutsertakan untuk
mempertanggung jawabkan perbuatan yang telah dilakukannya.9
9
H.M.N. Purwosutjipto, hlm. 225.
10
Indonesia, Undang-Undang Perpajakan, UU No.17 tahun 2000, LN No. 127 Tahun 2000, TLN No.
3985, Ps. 2 angka 1.
22
miliar delapan ratus juta rupiah).11Setiap bulan Koperasi dikenakan kewajiban
untuk membayar PPh Pasal 4 ayat (2) final sebesar 1% dari omzet per bulan.
Kewajiban tersebut melekat sepanjang omzet dalam satu tahun pajak yang
diperoleh koperasi tidak melebihi Rp. 4,8 Miliar.12Apabila omzet koperasi
melebihi Rp. 4,8 Miliar, maka kewajiban koperasi adalah menghitung PPh
Masa Pasal 25 yang akan terutang sepanjang tahun pajak sebagai kredit pajak
pada perhitungan PPh akhir tahun. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa
terdapat perbedaan tarif penarikan pajak bagi koperasi yang beromzet besar
maupun kecil yang ditentukan berdasarkan besaran penghasilan koperasi pada
tiap tahunnya.
11
Erickson Wijaya, “Aspek Perpajakan Pada Koperasi,” http://www.majalahpajak.net/aspek-
perpajakan-pada-koperasi/, diakses tanggal 9 agustus 2017.
12
Ibid
23