Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Referat
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas SMF Ilmu Kesehatan kulit dan kelamin
Program Pendidikan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Bandung
Disusun oleh :
Neneng Halimatusa’diah
12100116002
Preseptor :
Definisi
kulit yang telah di serang penyakit tuberkulosis, yang tersering berasal dari kelenjar getah
Epidemioligi
bentuk yang tersering terdapat ( 84% ), umumnya terjadi pada anak – anak dan dewasa muda,
Etiologi
Bakteriologi
M tuberculosis adalah bakteri Berbentuk badang, panjang 2 – 4/ dan lebar 0,3 – 1,5/ m, tahan
asam, tidak bergerak, tidak membentuk spora,aerob,dan suhu optimal pertumbuhan pada 370
C
Tempat predileksi
Yaitu pada temapat – tempat yang banyak di dapati kelenjar getah bening ( KGB )
superfisialis yang tersering ialah pada leher kemudian di susun di ketiak, yang terjarang pada
lipatan paha
Porte d’entree
- Kadang kadang ke 3 tempat predileksi di serang langsung sekaligus yaitu pada leher,
Patogenesis
Penjalaran langsung ke kulit dari organ di bawah kulit yang telah di kenai penyakit
tuborkulosis.
Biasanya mulai sebagai lifadenitis tuberkulosis, berupa pembesaran KGB tanpa tanda
– tanda radang akut, selain tumor. Mula – mula hanya beberapa KGB yang di serang, lalu
makin banyak dan sebagian berkonfluensi. Selain lifadenitis juga terdapat periadenitis yang
muara fistel meluas hingga menjadi ulkus, yang mempunyai sifat khas yakni bentuknya
memanjang dan tidak teratur, disekitarnya berwarna merah kebiru – biruan ( livid ), dinding
bergaung, jaringan granulasinya tertutup oleh pus seropurulen, jika mengering menjadi krusta
berwarna kuning. Uluk – ulkus tersebut dapat sembuh secara sepontan menjadi sikatriks –
sikatriks tang juga memanjang dan tidak teratur, kadang – kadang sikatriks tersebut terdapat
jembatan kulit ( skin bridge), bentunya seperti tali, yang kedua ujungnya melekat pada
Gambaran klinis bervariasi bergantung pada lamanya penyakit, jika penyakitnya telah
menahun, maka gambaran klinisnya lengkap, artinya terdapat semua kelainan yang telah
disebutkan, bila penyakitnya belum menahun maka sikatriks dan jembatan kulitnya belum
terbentuk.
Sebagai kesimpulan, maka pada skrofuloderma yang menahun akan di dapati kelainan
sebagai berikut : pembesaran banyak KGB dengan konsistensi kenyal, lunak tanpa tanda –
tanda radang akut lain, selain tumor, periadenitis, abses dan fistel multipel, ulkus – ulkus
dengan sifat yang khas, sikatrik – sikatriks yang memanjang dan tidak teratur, dan jembatan
kulit
Pada skrofuloderma di leher biasanya gambaran klinisnya khas, sehingga tidak perlu
diadakan diagnosis banding. Pada stadium limfadenitis tuberkulosis sukar di buat diagnosis
secara klinis, oleh karena itu biopsi kelenjar hendaknya dilakukan untuk membedakannya
dengan penyakit lain yang menyerang kelenjar getah bening, misalnya lifadenitis bakterial non
Jika didaerah ketiak dibedakan dengan hidradenitis supurativa, yakni infeksi oleh
piokokus pada kelenjar apokrin. Penyakit tersebut bersifat akut disertai tanda –tanda radang
lifogranuloma venerum (LGV), perbedaan yang penting adalah pada LGV terdapat coitus
suspectus, disertai gejala konstitusi ( demam, malaise, artralgia ), dan terdapat kelima tanda
radang akut, lokalisasinya juga berbeda pada LGV yang tersering adalah KGB inguinal medial,
sedangkan pada skrofuloderma KGB inguinal lateral dan fewmoral. Pada setadium lanjut pada
LGV terdapat gejala bubo bertingkat yang berarti pembesaran KGB di inguinal edial dan fosa
iliaka, pada LGV test frei positif pada skrofuloderma tes tuberkulin positif
Diagnosis
Pada tuberkulosis kutis LED meninggi tetapi peninggian LED ini lebih penting untuk
pengamatan hasil pengobatan dari pada untuk membantu diagnosis. Peninggian LED berarti
pembantu diagnosis mempunyai arti yang kurang, karena hasilnya memerlukan waktu yang
Tes tuberkulin mempunyai arti pada usia 5 tahun kebawah dan jika positif hanya
Non medikamentosa
Medikamentosa
Prinsip pengobatan sama dengan tuberkulosis paru, untuk mendapat hasil yang baik
1. Pengobatan harus dilakukan secara teratur tanpa terputus agar tidak cepat terjadi
resistensi
Obat antituberkulosis yang ada di indonesia, cara pemberian dan efek sampingnya
utama
gangguan
BB, berikutnya 15
mg/kg BB
terutama cabang
vestibularis
Pada pengobatan tuberkulosis terdapat 2 tahapan ialah tahapan awal ( intensif) dan
tahapan lanjutan. Tujuan tahapan awal ialah membunuh kuman yang aktif membelah
sebanyak banyaknya dan secepat – cepatnya dengan obat yang bersifat bakterisidal. Tahapan
lanjutan dalah melalui kegiatan sterilisasi membunuh kuman yang tumbuh lambat. R dan H
disebut bakterisidal lengkap oleh karena kedua obat tersebut dapat memasuki seluruh
populasi kuman, masing – masing di beri nilai 1. Z dan S masing – masing hanya mendapat
nilai setengah karena Z hanya bekerja dalam lingkungan asam, sedangkan S dalam
lingkungan bebas.
hentikan. Rejimen tersebut sangat poten, sehingga masa pengobatan dapat di persingkat.
Karena obat tersebuut hepatotoksik, maka sebelum pengobatan di mulai di periksa dahulu
fungsi hepar ( SGOT, SGPT, dan fosfatase alkali ). Duaminggu setelah terapi diulang,
biasanya meninggi, dua minggu kemudian di periksa lagi. Bila tetap atau menurun,
diberika seminggu 2 kali dengan dosis setiap kali 600 mg. Rejimen lain ialah kombinasi : H,
R dan E yang di berikan selama 2 bulan di lanjutkan dengan H dan R tanpa etambutol, jika
pasien kurang mampu terpaka di berikan 2 obat saja H dan R atau H dan etambutol, akan
tetapi waktu penyembuhan akan lebih lama, pada pengobatan tuberkulosis kutis, bila setelah
sebulan tidak tampak perbaikan harus di curigai telah terjadi resistensi dan dapat di berikan
obat lain.
Prognosis
Pada umumnya selama pengobatan memenuhi syarat yang telah di sebutkan prognosis nya baik.
Daftar pustaka
1. Goldsmith LA, Katz SI, Glichrest BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolff K. Fitzpatrick’s
2. Menaldi SLS. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 7th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran
3. Skrofuloderma.Tersediadi: http://www.scribd.com/doc/58012392/skrofulo
derma
4. James WD, Berger T, Elston D. Andrew’ Disease of the skin : Clinical Dermatology.
http;//journals.tubitak.gov.tr/medical/issues/sag-08-38-5/sag-38-5-20-0712-27.pdf