Anda di halaman 1dari 30

KONSEP PERILAKU KESEHATAN

DISUSUN OLEH : KELAS 2.1

KELOMPOK 13

NI MADE WINDA NURSANTI (P07120016037)

NI LUH GEDE RIKA RAHAYU (P07120016038)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLTEKKES DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN AKADEMIK

2017/2018

1
KATA PENGANTAR

“Om Swastyastu”
Dengan memanjatkan puja dan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini dengan judul “Konsep Perilaku Kesehatan“.
Penulis mengucapkan rasa terimakasih sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah membantu penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun, demikian penulis
telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga
dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya penulis dengan rendah hati dan dengan
terbuka menerima masukan, saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh
pembaca.
“Om Shanti Shanti Shanti Om”

Denpasar, Desember 2017

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................... i


DAFTAR ISI.......................................................................................... ii

2
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 2
1.3 Tujuan .............................................................................................. 2
1.4 Manfaat ............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................... 4
2.1Batasan Perilaku................................................................................. 4
2.2 Perilaku Kesehatan ............................................................................ 7
2.3 Domain Perilaku ............................................................................... 11
2.4 Perubahan (Adopsi) Perilaku ............................................................ 19
2.5 Aspek Sosio-Psikologis Perilaku Kesehatan..................................... 23
BAB III PENUTUP ............................................................................... 27
3.1 Simpulan ........................................................................................... 27
3.2 Saran ................................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA` .......................................................................... 28

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perilaku merupakan perbuatan, tindakan dan perkataan seseorang yang
sifatnya dapat diamati dan dicacat oleh orang lain. Perilaku adalah semua
kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang
tidak dapat diamati oleh pihak luar, (Notoatmodjo, 2003). Perilaku tertutup adalah
respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup
(convert). Perilaku terbuka adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam
bentuk tindakan nyata atau terbuka.

3
Berdasarkan sifatnya perilaku dapat dibagi menjadi dua yaitu perilaku
baik dan perilaku buruk. Seseorang dikatakan melakukan perbuatan baik, apabila
tindakan yang dilakukan sesuai dengan tata nilai yang dianut oleh kelompok
masyarakat dimana ia berada. Demikian sebaliknya, seseorang dikatakan
melakukan perbuatan buruk apabila tindakannya tidak sesuai dengan nilai dan
pandangan masyarakat yang bersangkutan. Tolak ukur perilaku yang baik dan
buruk ini pun dinilai dari norma-norma yang berlaku dimasyarakat. Baik itu
norma agama, hukum, kesopanan, kesusilaan dan norma-norma lainnya.
Dalam kesehatan hubungan perilaku sangatlah erat sekali. Banyak hal
yang tanpa kita sadari dari perilaku yang kecil dapat menimbulkan efek kesehatan
yang besar bagi seseorang. Salah satu contohnya adalah berupa pesan kesehatan
yang sedang maraknya digerakkan oleh promotor kesehatan tentang cuci tangan
sebelum melakukan aktifitas, kita semua tahu bahwa mencuci tangan merupakan
hal yang sederhana, tapi dari hal kecil tersebut kita bisa melakukan revolusi
kesehatan ke arah yang lebih baik. Sungguh besar efek perilaku tersebut bagi
kesehatan, begitu pula dengan kesehatan yang baik akan tercermin apabila
seseorang tersebut melakukan perilaku yang baik.
Memahami dan mengamati perilaku kesehatan masyarakat sangatlah perlu
dilakukan, hal ini bisa dijadikan sebagai studi awal dalam pemecahan masalah
kesehatan yang ada dimasyarakat. Sehingga kita dapat melakukan promosi
kesehatan yang efektif dan tepat sasaran dengan tujuan dapat meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja batasan perilaku dari konsep perilaku kesehatan?
2. Apa saja klasifikasi perilaku kesehatan?
3. Apa saja domain perilaku yang mendukung konsep perilaku kesehatan?
4. Bagaimana perubahan (adopsi) perilaku serta indikatornya?
5. Bagaimana aspek sosio-psikologi dari aspek kesehatan?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum

4
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan
dan wawasan mengenai promosi kesehatan.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui batasan perilaku dari konsep perilaku kesehatan.
b. Untuk mengetahui klasifikasi perilaku kesehatan.
c. Untuk mengetahui domain perilaku yang mendukung konsep perilaku
kesehatan.
d. Untuk mengetahui perubahan (adopsi) perilaku serta indikatornya.
e. Untuk mengetahui aspek sosio-psikologi dari aspek kesehatan.
1.4 Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu Promosi Kesehatan
khususnya materi konsep perilaku kesehatan.
2. Manfaat Praktis
a. Sebagai bahan masukan bagi mahasiswa Jurusan Keperawatan dalam
pembelajaran promosi kesehatan.
b. Memberikan pemahaman bagi mahasiswa lainnya mengenai batasan
perilaku dari konsep perilaku kesehatan, klasifikasi perilaku kesehatan,
domain perilaku yang mendukung konsep perilaku kesehatan, perubahan
(adopsi) perilaku serta indikatornya, dan aspek sosio-psikologi dari aspek
kesehatan.
c. Memberikan pemahaman bagi penulis mengenai batasan perilaku dari
konsep perilaku kesehatan, klasifikasi perilaku kesehatan, domain perilaku
yang mendukung konsep perilaku kesehatan, perubahan (adopsi) perilaku
serta indikatornya, dan aspek sosio-psikologi dari aspek kesehatan.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Batasan Perilaku


Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme
(makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis
semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan
manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing.
Sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah
tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang
sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah,

6
menulis, membaca dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik
yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.
Skinner dalam Notoatmodjo (2007) seorang ahli psikologi, merumuskan
bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus
(ragsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya
stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka
teori Skiner ini disebut “S-O-R” atau Stimulus Organisme Respons, Skinner
membedakan adanya dua respons.
1. Respondent respons atau reflexive, yakni respons yang ditimbulkan oleh
rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut
eliciting stimulation karena menimbulkan respons-respons yang relative
tetap. Misalnya makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan,
cahaya terang menyebabkan mata tertutup, dan sebagainya. Respondent
respons ini juga mencakup perilaku emosional, menangis, lulus ujian
meluapkan kegembiraanya dengan mengadakan pesta, dan sebagainya.
2. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan
berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu.
Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinfocer, karena
memperkuat respons. Misalnya apabila seorang petugas kesehatan
melaksanakan tugasnya dengan baik (respons terhadap uraian tugasnya atau
job skripsi) kemudian memperoleh penghargaan dari atasannya (stimulus
baru), maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi dalam
melaksanakan tugasnya.
Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat
dibedakan menjadi dua:
1. Perilaku tertutup (cover behaviour)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau
tertutup (covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas
pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada

7
orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas
oleh orang lain. Oleh sebab itu, disebut covert behavior atau unobehaviour,
misalnya seorang ibu hamil tahu pentingnya periksa kehamilan, seorang
pemuda tahu bahwa HIV/AIDS dapat menular melalui hubungan seks, dan
sebagainya.
2. Perilaku terbuka (overt behavior)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata
atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk
tindakan atau praktik (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau
dilihat oleh orang lain. Oleh sebab itu disebut overt behavior , tindakan nyata
atau praktik (practice) misal seorang ibu memeriksakan kehamilannya atau
membawa anaknya ke puskesmas untuk diimunisasi, penderita TB paru
minum obat secara teratur, dan sebagainya.
Seperti telah dibuktikan di atas, sebagaian besar perilaku manusia adalah
operant response. Oleh sebab itu, untuk membentuk jenis respons atau perilaku
perlu diciptakan adanya suatu kondisi tertentu yang disebut operant conditioning.
Prosedur pembentukan perilaku dalam operant conditioning ini menurut Skiner
adalah sebagai berikut:
a. Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau
reinforce berupa hadiah-hadiah atau rewards bagi perilaku yang akan
dibentuk
b. Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil
yang membentuk perilaku yang dikehendaki. Kemudian komponen-
komponen tersebut disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju kepada
terbentuknya perilaku yang dimaksud.
c. Menggunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai tujuan
sementara, mengidentifikasi reinforcer atau hadiah untuk masing-masing
komponen tersebut.
d. Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan komponen
yang telah tersusun. Apabila komponen pertama telah dilakukan, maka

8
hadiahnya diberikan. Hal ini akan mengakibatkan komponen atau perilaku
(tindakan) tersebut cenderung akan sering dilakukan. Kalau ini sudah
terbentuk makan dilakukan komponen (perilaku) yang kedua yang
kemudian diberi hadiah (komponen pertama tidak memerlukan hadiah
lagi). Demikian berulang-ulang sampai komponen kedua terbentuk.
Setelah itu dilanjutkan dengan komponen ketiga, keempat, dan selanjutnya
sampai seluruh perilaku yang diharapkan terbentuk.
Sebagai ilustrasi, misalnya dikehendaki agar anak mempunyai kebiasaan
menggosok gigi sebelum tidur. Untuk berperilaku seperti ini maka anak
tersebut harus:
1) Pergi kekamar mandi sebelum tidur
2) Mengmbil sikat dan odol
3) Mengambil air dan berkumur
4) Melakukan gosok gigi
5) Menyimpan sikat gigi dan odol
6) Pergi kekamar tidur
Kalau dapat diidentifikasi hadiah-hadiah (tidak berupa uang) bagi
masing-masing komponen perilaku tersebut (komponen 1-6), maka akan dapat
dilakukan pembentukan kebiasaan tersebut.
Contoh diatas adalah suatu penyederhanaan prosedur pembentukan
perilaku melalui operant conditioning. Di dalam kenyataannya prosedur itu
banyak dan berpariasi sekali dan lebih kompleks daripada contoh di atas. Teori
Skiner ini sangat besar pengaruhnya, terutama di Amerika Serikat. Konsep-
konsep Behaviour–control, behavior theraphy, dan behavior modification yang
dewasa ini berkembang adalah bersumber pada teori ini.
2.2 Perilaku Kesehatan
Berdasarkan batasan perilaku dari Skinner tersebut, maka perilaku
kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau
objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,

9
makanan, dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini perilaku kesehatan
dapat diklarifikasi menjadi 3 kelompok.
1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (Health maintenance)
Perilaku pemeliharaan kesehatan (Health maintenance) adalah
perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga
kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh
sebab itu, perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek yaitu:
a. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta
pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.
b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat.
Perlu dijelaskan di sini, bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relative,
maka dari itu orang yang sehat pun perlu diupayakan supaya mencapai
tingkat kesehatan yang optimal mungkin
c. Perilaku gizi (makanan) dan minuman. Makanan dan minuman dapat
memelihara serta meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya
makanan dan minuman dapat menjadi penyebab penurunannya kesehatan
seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat
tergantung pada perilaku yang terhadap makanan dan minuman tersebut.
2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan,
atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior)
Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada
saat penderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini di
mulai dari mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan ke
luar negeri.
3. Perilaku kesehatan lingkungan
Bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik,
maupun sosial budaya, dan sebagainya sehingga lingkungan tersebut tidak
mempengaruhi kesehatannya. Dengan perkataan lain, bagaimana seseorang
mengelola lingkungannya sehingga tidak mengganggu kesehatannya sendiri,
keluarganya, atau masyarakatnya. Misalnya bagaimana mengelola

10
pembuangan tinja, air minum, tempat pembuangan sampah, pembuangan
limbah, dan sebagainya.
Seorang ahli lain (Becker dalam Notoatmodjo, 2007) membuat
klasifikasi lain tentang perilaku kesehatan ini.
a. Perilaku hidup sehat
Adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan
seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya.
1) Makan dengan menu seimbang (appropriate diet). Menu seimbang di
sini dalam arti kualitas (mengandung zat-zat gizi yang diperlukan
tubuh), dan kualitas dalam arti jumblahnya cukup untuk memenuhi
kebutuhan tubuh (tidak kurang, tetapi juga tidak lebih). Secara kualitas
mungkin di Indonesia dikenal dengan ungkapan empat sehat lima
sempurna.
2) Olahraga teratur, juga mencakup kualitas (gerakan), dan kuantitas
dalam arti frekuensi dan waktu yang digunakan untuk olahraga.
Dengan sendirinya kedua aspek ini akan tergantung dari usia, dan
status kesehatan yang bersangkutan.
3) Tidak meerokok. Merokok adalah kebiasaan jelek yang
mengakibatkan berbagai macam penyakit. Ironisnya kebiasaan
merokok ini, khususnya di Indonesia, seolah-olah sudah membudaya,.
Hamper 50% penduduk Indonesia usia dewasa merokok. Bahkan dari
hasil suatu penelitian, seekitar 15% remaja kita telah merokok. Inilah
tentang pendidikan kesehatan kita.
4) Tidak minum-minuman keras dan narkoba. Kebiasaan minum miras
dan mengkonsumsu narkoba (narkotika dan bahan-bahan yang
berbahaya lainnya, juga cenderung diperkirakan sudah mempunyai
kebisaan minum miras ini).
5) Istirahat yang cukup. Dengan meningkatkannya kebutuhan hidup
akibat tuntutan untuk penyesuaian dengan lingkungan modern,

11
mengharuskan orang uunntuk bekerja keras dan berlebihan., sehingga
waktu istirahat berkurang. Hal ini juga membahayakan kesehatannya.
6) Mengendalikan stress. Stress akan terjadi pada siapa saja, dan
akibatnya bermacam-macam bagi kesehatan. Lebih-lebih sebagai
akibat dari tuntutan hidup yang keras seperti diuraikan diatas.
Kecenderungan stress akan meningkatkan stress pada setiap orang.
Stress tidak dapat dihndari, yang penting dijaga agar stress tidak
menyebabkan gangguan kesehatan, kita harus dapat mengendalikan
atau mengelola stress dengan kegiatan-kegiatan yang positif.
7) Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan, misalnya
tidaak berganti-ganti pasangan dalam hubungan seks, penyesuaian kita
dalam lingkungan dan sebgainya.
b. Perilaku sakit
Perilaku sakit ini mencakup respon seseorang seseorang terhadap sakit
dan penyakit, persepsinya terhadap penyakit, pengetahuan tentang
penyebab dan gejala penyakit, pengobatan penyakitt, dan sebagainya.
Pada saat orang sakit atau anaknya sakit, ada beberapa tindakan atau
perilaku yang muncul, antara lain:
a. Didiamkan saja (no action), artinya sakit tersebut diabaikan, dan tetap
menjalankan kegiatan sehari-hari.
b. Mengambil tindakan dengan melakukan pengobatan sendiri (self
treatment atau self medication). Pengobatan sendiri ini ada 2 cara,
yakni: cara tradisional (kerokan, minum jamu, obat gosok, dan
sebagainya) dan cara modern, misalnya minum obat yang dibeli dari
warung, toko obat atau apotek.
c. Mencari penyembuhan atau pengobatan keluar yakni ke fasilitas
pelayanan kesehatan, yang dibedakan menjadi dua, yakni: fasilitas
pelayanan kesehatan tradisional (dukun, sinshe, dan paranormal), dan
fasilitas atau pelayanan kesehatan modern atau profesional

12
(Puskesmas, poliklinik, dokter atau bidan praktik swasta, rumah sakit,
dan sebagainya).
c. Perilaku peran sakit
Dari segi sosiologi orang sakit (pasien) mempunyai peran yang mencakup
hak-hak orang sakit . hak dan kewajiban ini harus diketahui oleh orang
sakit sendiri maupun orang lain yang selanjutnya disebut perilaku peran
orang sakit. Perilaku ini mencakup:
1) Tindakan untuk memperoleh kesembuhan
2) Mengenal/mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan/penyembuhan
penyakit yang layak
3) Mengetahui hak (misalnya hak memperoleh perawatan, memperoleh
pelayanankesehatan, dan sebagainya), dan kewajiban orang sakit
(memberitahukan penyakitnya kepda orang lain terutama kepala
dokter/ petugas kesehatan, tidak menularkan penyakitnya kepada
orang lain, dan sebagainya.

2.3 Domain Perilaku


Meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus
atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respon
sangat tergantung pada karakteristik atau factor-faktor lain dari orang yang
bersangkutan. Hal ini berarti meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang,
namun respon tiap-tiap orang berbeda. Factor-faktor yang membedakan respons
terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku
ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni:
1) Determinan atau factor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan
yang bersifat given atau bawaan misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat
emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.

13
2) Determinan atau factor eksternal, yakni lingkungan, baik fisik, sosial, budaya,
ekonomi, politik dan sebagainya. Factor lingkungan ini sering merupakan
factor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.
Dari uraian di atas dapat dirumuskan bahwa perilaku adalah merupakan
totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama atau
resultante antara berbagai factor, baik factor internal maupun eksternal. Dengan
perkataan lain perilaku manusia sangatlah kompleks, dan mempunyai bantangan
yang luas. Benyamin Bloom dalam Notoatmodjo (2007) seorang ahli psikologi
pendidikan membagai perilaku manusia itu menjadi 3 (tiga) domain, ranah atau
kawasan yakni : a) kognitif (kognitive), b) afektif (affective), c) psikomotor
(psychomotor). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk
pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni:
1. Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan merukapan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi
melalui pancaindra manusia yakni, indra penglihatan, indra pendengaran,
penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overt behavior).
a. Proses adopsi perilaku
Dari pengalam dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang disadari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak disadari
oleh pengetahuan. Penelitian Rogers dalam Notoatmodjo (2007)
mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, didalam
diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :
1) Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti
pengetahuaan stimulus terlebih dahulu.
2) Interest, yakni orang yang mulai tertarik pada stimulus

14
3) Evaluation, (menimbang-menimbang baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik
lagi.
4) Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru
5) Adoption¸subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, serta sikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Rogers
menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-
tahap di atas.
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui
proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang
positif, maka perilaku tersebut akan bersifat lannggeng (long lasting).
Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan
kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. Contohnya: ibu-ibu menjadi
peserta KB, karena diperintahkan oleh lurah atau ketua RT tanpa
mengetahui makna dan tujuan KB, maka mereka akan segera keluar dari
keikutsertaannya dalam KB setelah beberapa saat perintah tersebut
diterima.

b. Tingkat pengetahuan dalam domain kognitif


Pengetahuan yang mencakup di dalam domain kognitif
mempunyai 6 tingkatan.
1) Tahu (know)
Tahu diartika sebagai menginngat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu
inni merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja
untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara
lain menyebutkan, menguraikna, mendefinisikan, menyatakan dan

15
sebagainya, contoh: dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori
dan protein pada anak.
2) Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah
paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
memberikan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari. Misalnya: dapat menjelaskan mengapa
harus makan makanan yang bergizi.
3) Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai dapat mennggunakan materi yang telah
dipelajari dalam kondisi real atau sebenarnya. Aplikasi disini
diaartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,
metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
Misalnya dapat menggunakan rumus statistic dalam perhitungan-
perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus
pemecahan masalah di dalam pemecahan masalah kesehatan dari
kasus yang diberikan.
4) Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suaatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam
satu struktur suatu organisasi, dan masih ada kaitannyasatu sama lain.
Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari kata kerja seperti dapat
menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,
mengelompokkan, dan sebagainya.
5) Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru. Dengan kata lain sintesis merupakan suatu kemampuan

16
untuk menyususn formulasi baru dari formula-formula yang ada.
Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas,
dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu kategori atau
rumusan-rumusan yang telah ada.
6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi inni berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu maateri atau objek. Penilaian-
penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri,
atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya dapat
membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang
kekurangan gizi, dapat menafsirkan sebab-sebab mengapa ibu-ibu
enggan untuk ikut program KB, dan sebagainya.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
pengukuran angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur
dari subjek penelitian. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau
kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan diatas.

2. Sikap (Attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Beberapa batasan lain tentang sikap ini
dapat dikutip sebagai berikut.
”An individual’s social attitude is a syndrome of response consistency
with regard to social object” (Campbell dalam Notoatmodjo, 2007).
“A mental and neural state of rediness, organized through
expertence, exerting a directive or dynamic influence up on the individual’s
response to all objects and situation with which it is related” (Allport dalam
Notoatmodjo, 2007).

17
“Attitude entails an existing predisposition to response to social
objects which in interaction with situational and other dispositional variables,
guides and direct the overt behavior of the individual” (Cardno dalam
Notoatmodjo, 2007).
Dari batasan-batasan di atas dapat disimpulkan bahwa manifestasi
sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih
dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi
adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu dalam kehidupan sehari-
hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.
Newcomb, salah seorang ahli psikologis sosial, menyatakan bahwa sikap itu
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau
aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap
itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau
tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap
objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

Diagram di bawah ini dapat lebih menjelaskan uaraian tersebut.


Proses Terbentuknya Sikap dan Reaksi

Stimulus Proses Reaksi


Rangsangan Stimulus
Tingkah laku
(terbuka)

Sikap
(tertutup)

18
a. Komponen pokok sikap
Dalam bagian lain Allport dalam Notoatmodjo (2010) menjelaskan bahwa
sikap itu mempunyai 3 komponen pokok.
1) Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek,
artinya bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang
terhadap objek. Sikap orang terhadap penyakit kusta misalnya, berarti
bagaimana pendapat atau keyakinan orang tersebut terhadap penyakit
kusta.
2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek, artinya
bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang
tersebut terhadap objek. Seperti contoh butir a tersebut, berarti
bagaimana orang menilai terhadap penyakit kusta, apakah penyakit
yang biasa saja atau penyakit yang membahayakan.
3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah
komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap
adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka
(tindakan). Misalnya, tentang contoh sikap terhadap penyakit kusta di
atas, apakah apa yang dilakukan seseorang bila ia menderita penyakit
kusta.
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh
(total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan,
pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Suatu contoh
misalnya, seorang ibu telah mendengar tentang penyakit polio
(penyebabnya, akibatnya, pencegahannya, dan sebagainya). Pengetahuan
ini akan membawa ibu untuk berfikir dan berusaha supaya anaknya tidak
terkena polio. Dalam berpikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut
bekerja sehingga ibu tersebut berniat mengimunisasikan anaknya untuk
mencegah supaya anaknya tidak terkena polio. Ibu ini mempunyai sikap
tertentu terhadap objek yang berupa penyakit polio.

19
b. Berbagai tingkatan sikap
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai
tingkatan.
1) Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi
dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-
ceramah tentang gizi.
2) Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau
mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar
atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.
3) Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya: seorang ibu
yang mengajak ibu yang lain (tetangganya, saudaranya, dan
sebagainya) untuk pergi menimbangkan anaknya ke posyandu atau
mendiskusikan tentang gizi adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut
telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.
4) Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya, seorang
ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun mendapat tantangan dari
mertua atau orang tuanya sendiri.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan
responden terhadap suatu objek. Misalnya, bagaimana pendapat Anda
tentang pelayanan dokter di Rumah Sakit Cipto? Secara langsung dapat

20
dilakukan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan
pendapat responden. Misalnya, apabila rumah ibu luas, apakah boleh
dipakai untuk kegiatan posyandu? Atau, saya akan menikah apabila saya
sudah berumur 25 tahun (sangat setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju).
3. Praktik atau Tindakan (Practice)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt
behaviour). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perubahan nyata
diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara
lain adalah fasilitas. Sikap ibu yang positif terhadap imunisasi harus mendapat
konfirmasi dari suaminya, dan ada fasilitas imunisasi yang mudah dicapai,
agar ibu tersebut mengimunisasikan anaknya. Di samping faktor fasilitas, juga
diperlukan faktor pendukung (support) dari pihak lain, misalnya dari suami
atau istri, orang tua atau mertua, dan lain-lain. Praktik ini mempunyai
beberapa tingkatan.
a. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang
akan diambil adalah merupakah praktik tingkat pertama. Misalnya,
seorang ibu dapat memilih makanan yang bergizi tinggi bagi anak
balitanya.
b. Respons terpimpin (guide response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan
contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat dua. Misalnya, seorang
ibu dapat memasak sayur dengan benar, mulai dari cara mencuci dan
memotong-motongnya, lamanya memasak, menutup pancinya, dan
sebagainya.
c. Mekanisme (mecanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah
mencapai praktik tingkat tiga. Misalnya, seorang ibu yang sudah

21
mengimunisasikan bayinya pada umur-umur tertentu, tanpa menunggu
perintah atau ajakan orang lain.
d. Adopsi (adoption)
Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang
dengan baik. artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa
mengurangi kebenaran tindakan tersebut. Misalnya, ibu dapat memilih dan
memasak makanan yang bergizi tinggi berdasarkan bahan-bahan yang
murah dan sederhana.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni
dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa
jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan
secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan
responden.
2.4 Perubahan (Adopsi) Perilaku dan Indikatornya
Perubahan atau adopsi perilaku baru adalah suatu proses yang kompleks
dan memerlukan waktu yang relatif lama. Secara teori perubahan perilaku atau
seseorang menerima atau mengadopsi perilaku baru dalam kehidupannya melalui
3 tahap.

1. Pengetahuan
Sebelum seseorang mengadopsi perilaku (berperilaku baru), ia harus tahu
terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya atau
keluarganya. Orang akan melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
apabila ia tahu apa tujuan dan manfaatnya bagi kesehatan atau keluarganya,
dan apa bahayanya bila tidak melakukan PSN tersebut. Indikator-indikator
apa yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau
kesadaran terhadap kesehatan, dapat dikelompokkan menjadi:
a. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit yang meliputi:
1) penyebab penyakit

22
2) gejala atau tanda-tanda penyakit
3) bagaimana cara pengobatan , atau kemana mencari pengobatan
4) bagaimana cara penularannya
5) bagaimana cara pencegahannya termasuk imunisasi, dan sebagainya
b. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat,
meliputi:
1) jenis-jenis makanan yang bergizi
2) manfaat makan yang bergizi bagi kesehatannya
3) pentingnya olah raga bagi kesehatan
4) penyakit-penyakit atau bahaya merokok, minum-minuman keras,
narkoba, dan sebagainya
5) pentingnya istirahat cukup, relaksasi, rekreasi, dan sebagainya bagi
kesehatan, dan sebagainya
c. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan
1) manfaat air bersih
2) cara-cara pembuangan limbah yang sehat, termasuk pembuangan
kotoran yang sehat, dan sampah
3) manfaat pencahayaan dan penerangan rumah yang sehat
4) akibat polusi (polusi air, udara, dan tanah) bagi kesehatan, dan
sebagainya.
2. Sikap
Telah diuraikan di atas bahwa sikap adalah penilaian (bisa berupa
pendapat) seseorang terhadap stimulasi atau objek (dalam hal ini adalah
masalah kesehatan, termasuk penyakit). Setelah seseorang mengetahui
stimulus atau objek, proses selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap
stimulus atau objek kesehatan tersebut. Oleh sebab itu indicator untuk sikap
kesehatan juga sejalan dengan pengetahuan kesehatan seperti di atas, yakni :
a. Sikap terhadap sakit dan penyakit

23
Adalah bagaimana penilaian atau pendapat seseorang terhadap gejala atau
tanda-tanda penyakit, penyebab penyakit, cara penularan penyakit, cara
pencegahan penyakit, dan sebagainya.
b. Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat
Adalah penilaian atau pendapat seseorang terhadap cara-cara memelihara
dan cara-cara (berperilaku) hidup sehat. Dengan perkataan lain pendapat
atau penilaian terhadap makanan, minuman, olahraga, relaksasi (istirahat)
atau istirahat cukup, dan sebagainya bagi kesehatannya.
c. Sikap terhadap kesehatan lingkungan
Adalah pendapat atau penilaian seseorang terhadap lingkungan dan
pengaruhnya terhadap kesehatan. Misalnya pendapat atau penilaian
terhadap air bersih, pembuangan limbah, polusi, dan sebagainya.
3. Praktik atau Tindakan (Practice)
Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan,
kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui,
proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktikan apa
yang diketahui atau disikainya (dinilai baik). Inilah yang disebut praktik
(practice) kesehatan, atau dapat juga dikatakan perilaku kesehatan (overt
behavior). Oleh sebab itu indicator praktik kesehatan ini juga mencakup hal-
hal tersebut di atas, yakni :
a. Tindakan (praktik) sehubungan dengan penyakit
Tindakan atau perilaku ini mencakup :
1) Pencegahan penyakit, mengumunisasikan anaknya, melakukan
ngurasan bak mandi seminggu sekali, menggunakan masker pada
waktu kerja di tempat yang berdebu, dan sebagainya.
2) Penyembuhan penyakit, misalnya minum obat sesuai petunjuk dokter,
melakukan anjuran-anjuran dokter, berobat ke fasilitas pelayanan
kesehatan yang tepat, dan sebagainya.
b. Tindakan (praktik) pemeliharaan dan peningkatan kesehatan

24
Tindakan atau perilaku ini mencakup antara lain : mengonsumsi makanan
dengan gizi seimbang, melakukan olahraga secara teratur, tidak merokok,
tidak minum minuman keras dan narkoba, dan sebagainya.
c. Tindakan (praktik) kesehatan lingkungan
Perilaku ini antara lain mencakup membuang air besar di jamban (WC),
membuang sampah di tempat sampah, menggunakan air bersih untuk
mandi, mencuci, masak, dan sebagainya.
Secara teori memang perubahan perilaku atau mengadopsi perilaku
baru itu mengikuti tahap-tahap yang telah disebutkan di atas, yakni melalui
proses perubahan : pengetahuan (knowledge) – sikap (attitude) – praktik
(practice) atau “KAP” (PSP). Beberapa penelitian telah membuktikan hal itu,
namun penelitian lainnya juga membuktikan bahwa proses tersebut tidak
selalu seperti teori di atas (KAP), bahkan didalam praktik sehari- hari terjadi
sebaliknya.artinya, seseorang telah berperilaku positif, meskipun pengetahuan
dan sikapnya masih negative.
Cara mengukur indikator perilaku ataumemperoleh data atau informasi
tentang indicator-indikator perilaku tersebut, untuk pengetahuan, sikap, dan
praktik agak berbeda. Untuk memperoleh data tentang pengetahuan dan sikap
cukup dilakukan melalui wawancara, baik wawancara terstruktur,maupun
wawancara mendalam, dan focus group discussion (FGD) khusus untuk
penelitian kualitatif. Sedangkan untuk memperoleh data praktik atau perilaku
yang paling akurat adalah melalui pengamatan (observasi). Namun dapat juga
dilakukan melalui wawancara dengan pendekatan recall atau mengingat
kembali perilaku yang telah dilakukan oleh responden beberapa waktu yang
lalu. Misalnya untuk mengetahui perilaku pemeriksaan kehamilan seorang ibu
hamil ditanyakan apakah ibu memeriksakan kehamilannya pada waktu hamil
anak yang terkahir.
2.5 Aspek Sosio-Psikologi Perilaku Kesehatan
Di dalam proses pembentukan dan atau perubahan perilaku dipengaruhi
oleh beberapa factor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri. Factor-

25
faktor tersebut antara lain susunan saraf pusat, persepsi, motivasi, emosi, dan
belajar. Susunan saraf pusat memegang penaran penting dalam perilaku manusia,
karena perilaku merupakan sebuah bentuk perpindahan dari rangsang yang masuk
ke rangsang yang dihasilkan. Perpindahan ini dihasilkan oleh susunan saraf pusat
dengan unit-unit dasarnya yang disebut neuron.neuron memindahkan energy-
energi di dalam impul-impul saraf. Impul-impul saraf indra pendengaran,
pengelihatan, pmebauan, pencicipan, dan perubahan disalurkan dari tempat
terjadinya rangsangan melalui impul-impul saraf ke susunan saraf pusat.
Perubahan-perubahan dalam perilaku dalam diri seseorang dapat diketahui
melalui persepsi. Persepsi adalah pengalaman yang dihasilkan melalui indra
pengelihatan, pendengaran, penciuman, dan sebagainya. Setiap orang mempunyai
persepsi yang berbeda, meskipun objeknya sama. Motivasi diartikan sebagai
dorongan untuk bertindak untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Hasil dari
dorongan dan gerakan ini diwujudkan dalam bentuk perilaku.
Perilaku dapat juga timbul karena emosi. Aspek psikologis yang
memengaruhi emosi berhubungan erat dengan keadaan jasmani. Sedang keadaan
jasmani merupakan hasil keturunan (bawaan). Dalam proses pencapaian
kedewasaan pada manusia semua aspek yang berhubungan dengan keturunan dan
emosi akan berkembang sesuai dengan hukum pekembangan. Oleh karena itu,
perilaku yang timbul karena emosi merupakan perilaku bawaan.
Belajar diartikan sebagai suatu perubahan perilaku yang dihasilkan dari
praktik-praktik dalam lingkungan kehidupan. Barelson dalam Notoatmodjo
(2007) mengatakan bahwa belajar adalah suatu perubahan perilaku yang
dihasilkan dari perilaku terdahulu.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku terbentuk melalui
suatu proses tertentu, dan berlangsung dalam interaksi manusia dengan
lingkungannya. Faktor-faktor yang memegang peranan di dalam pembentukan
perilaku dapat dibedakan menjadi dua yakni factor intern dan eksten. Factor
intern berupa kecerdasan, persepsi, motivasi, minat, emosi, dan sebagainya untuk
mengolah perubahan-perubahan dari luar. Factor ekstern meliputi objek orang,

26
kelompok, dan hasil-hasil kebudayaan yang dijadikan sasaran dalam mewujudkan
bentuk perilakunya. Kedua factor tersebut akan dapat terpadu menjadi perilaku
yang selaras dengan lingkungannya apabila perilaku yang terbentuk dapat
diterima oleh lingkungannya dan dapat diterima oleh individu yang bersangkutan.
Perilaku sebagai konsepsi, bukanlah hal yang sederhana. Konsep perilaku
yang diterima secara luas ialah yang memandang perilaku sebagai variable
pencampuran (intervening variable), oleh karena ia mencampuri atau
mempengaruhi response subjek terhadap stimulus.
Menurut konsepsi ini maka perilaku adalah pengorganisasian proses-
proses psikolog oleh seseorang yang memberikan predisposisi untuk melakukan
response menurut cara tertentu terhadap sesuatu kelas atau golongan objek-objek.
Dalam bidang kesehatan masyarakat khususnya pendidikan kesehatan,
mempelajari perilaku dalah sangat penting.karena pendidikan kesehatan sebagai
bagian dari kesehatan masyarakat, berfungsi sebagai media atau sarana untuk
menyediakan kondisi sosio-psikologis sedemikian rupa sehingga individu atau
masyarakat berperilaku sesuai dengan norma-norma hidup sehat. Dengan
perkataan lain pendidikan kesehatan bertujuan untuk mengubah perilaku individu
atau masyarakat sehingga sesuai dengan norma-norma hidup sehat.
Saparinah Sadli dalam Notoatmodjo (2007) menggambarkan hubungan
individu dengan lingkungan sosial yang saling mempengaruhi dalam diagram
pada halaman 26.
Setiap individu sejak lahir berada didalam suatu kelompok, terutama
kelompok keluarga. Kelompok ini akan membuka kemungkinan untuk
dipengaruhi dan memengaruhi anggota-anggota kelompoklain. Oleh karena pada
setiap kelompok senantiasa berlaku aturan-aturan dan norma-norma sosial
tertentu, mka perilaku setiapindividu anggota kelompok berlangsung di dalam
suatu jaringan normative. Demikian pula perilaku individu tersebut terhadap
masalah-masalah kesehatan.

Hubungan Individu dengan Lingkungan Sosial

27
Keterangan :
a) Perilaku kesehatan individu: sikap dan kebiasaan individu yang erat
kaitannya dengan lingkungan.
b) Lingkungan keluarga: kebiasaan-kebiasaan tiap anggota keluarga
mengenai kesehatan.
c) Lingkungan terbatas: tradisi, adat-istiadat, dan kepercayaan
masyarakat sehubungan dengan kesehatan.
d) Lingkungan umum: kebijakan-kebijakan pemerintah di bidang
kesehatan, undang-undang kesehatan, program-program kesehatan,
dan sebagainya

28
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik
yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.
Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus
atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,
makanan, dan minuman, serta lingkungan. perilaku manusia sangatlah kompleks,

29
dan mempunyai bantangan yang luas. Perilaku manusia itu menjadi 3 (tiga)
domain, ranah atau kawasan yakni pengetahuan, sikap, dan praktik. Perubahan
atau adopsi perilaku baru adalah suatu proses yang kompleks dan memerlukan
waktu yang relatif lama. Secara teori perubahan perilaku atau seseorang
menerima atau mengadopsi perilaku baru dalam kehidupannya melalui 3 tahap,
yakni pengetahuan, sikap, dan praktik. Perilaku terbentuk melalui suatu proses
tertentu, dan berlangsung dalam interaksi manusia dengan lingkungannya. Faktor-
faktor yang memegang peranan di dalam pembentukan perilaku dapat dibedakan
menjadi dua yakni factor intern dan eksten.
3.2 Saran
Dengan ditulisnya makalah ini nantinya dapat dimanfaatkan secara
optimal terkait dengan pengembangan mata kuliah Promosi Kesehatan. Dan
penulis menyarankan materi-materi yang ada dalam tulisan ini dikembangkan
lebih lanjut agar dapat nantinya menghasilkan tulisan-tulisan sejarah yang
bermutu. Demikianlah makalah ini penulis persembahkan, semoga dapat
bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka
Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta:
Rineka Cipta.

30

Anda mungkin juga menyukai