Anda di halaman 1dari 5

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pertama, berdasarkan analisis pembahasan permasalahan yang telah diuraikan dalam

Bab IV Tesis ini, maka untuk menjawab permasalahan mengenai apakah Pemerintah perlu

meninjau ulang perjanjian investasi internasional, maka dapat disimpulkan, sebagai berikut::

1. Kondisi iklim investasi di Indonesia pada saat awal orde lama dan orded baru memang

banyak membutuhkan modal dan suntikan dari Investor Asing, sehingga klausul-klausul

dalam BITs yang ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia banyak yang mengekang

kedaulatan dan kepentingan ekonomi nasional karena Pemerintah Indonesia tidak punya

posisi tawar/bargaining yang kuat dalam proses penandatanganan BITs dengan negara-

negara pemberi modal.

2. Saat ini, iklim investasi di Indonesia telah mengalami perubahan yang pesat, yang

awalnya merupakan negara pencari modal telah berubah jadi negara tujuan dan buruan

para investor karena iklim pasar dan investasi yang kian menjanjikan, sehingga

Pemerintah Indonesia wajib untuk meninjau ulang perjanjian-perjanjian investasi

internasional baik dalam lingkup bilateral seperti BITs maupun multilateral, khususnya

yang kurang berpihak pada pembangunan ekonomi Indonesia;

3. Kebijakan peninjauan ulang tersebut telah diakui dalam norma perundang-undangan

Indonesia, seperti dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian

Internasional dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan;

4. Walau peninjauan ulang tersebut diakui dalam norma perundang-undangan Indonesia,

namun terdapat peraturan dalam hukum Internasional yang harus dipertimbangkan,

sehingga dalam proses peninjauan ulang atau penghetian BITs tersebut, Pemerintah

1|Page
tetap harus mempertimbangkan aturan-aturan yang berlaku dalam kaedah hukum

perjanjian internasional agar langkah Pemerintah tidak menjadi alasan baru bagi

investor asing untuk menggugat di Arbitrase Internasional;

Kedua, terhadap rumusan permasalahan kedua bagaimanakah dampak dan legalitas

penghentian BITs Indonesia-Belanda yang dilakukan secara sepihak oleh Indonesia?, sebagai

berikut:

1. BIT adalah sebuah perjanjian internasional bilateral di bidang investasi yang memuat

prinsip-prinsip atau standar-standar perlindungan terhadap investasi demi membentuk

lingkungan investasi yang nyaman bagi kegiatan investasi. Dasar pengaturan BIT dalam

hukum nasional Indonesia termuat dalam Pasal 11 UUD 1945, Pasal 5 UU No. 37 tahun

1999, UU No. 24 tahun 2004, dan Pasal 82-85 UU No. 7 tahun 2014. Sebagai bagian

dari aturan investasi, dasar pengaturannya termuat dalam UU No. 25 tahun 2007. Dalam

hukum internasional, dasar pengaturan BIT terdapat dalam Pasal 38 (1) Statuta

Mahkamah Internasional dan Konvensi Wina 1969. Sebagai bagian dari rezim investasi

internasional, dasar pengaturannya terdapat dalam ketentuan-ketentuan GATT, GATS,

dan TRIMs.

2. Penghentian BIT Indonesia – Belanda sah (legal) jika melihat ketentuan penghentian

perjanjian menurut sistem hukum nasional di Indonesia, namun bertentangan dengan

ketentuan hukum internasional mengingat bahwa BIT adalah sebuah perjanjian

internasional yang menjadi sumber hukum bagi para pihaknya sehingga dalam hal

penghentiannya harus lah sesuai dengan ketentuan penghentian yang telah disepakati di

dalam perjanjian tersebut. Sesuai dengan ketentuan Pasal 42 (2) Konvensi Wina 1969,

penghentian BIT tersebut telah sah karena Indonesia telah mengikuti prosedur

penghentian sesuai dengan ketentuan perjanjian, walaupun alasan penghentian atas

dasar kepentingan nasional tidaklah diperbolehkan oleh Pasal 27 Konvensi Wina 1969.

2|Page
3. Akibat dari penghentian BIT Indonesia - Belanda adalah adanya kemungkinan atau

potensi terjadinya sengketa investasi. Jika hal itu terjadi, maka ketentuan survival clause

berlaku bagi investasi yang dibuat sebelum tanggal penghentian. Ketentuan ini juga

merupakan akibat dari penghentian tersebut. Bagi investasi yang masuk atau akan

masuk ke Indonesia setelah tanggal penghentian, maka perlindungan bisa didapatkan

melalui pembuatan BIT baru atau melalu MIT atau FTA dimana Indonesia atau Belanda

menjadi pihaknya.

B. Saran

Perlindungan dan kepastian hukum bagi investor asing dalam melakukan kegiatan

investasinya di Indonesia merupakan poin yang penting, akan terdapat variable-variabel yang

berkaitan dengan kegiatan penanaman modal tersebut yang bagi investor asing dirasa akan

menghambat kelancaran dalam berusaha, sehingga saran Penulis terhadap Pemerintah

Indonesia terkait dengan BITs dikemudian hari adalah :

1. Pemerintah Indonesia dalam membuat sebuah BIT di masa mendatang perlu terlebih

dahulu memahami konsep dari BIT itu sendiri secara umum dalam dunia investasi agar

tidak terjadinya benturan yang cukup berarti antara ketentuan-ketentuan mengenai

perjanjian internasional, terutama BIT, dalam hukum nasional dan hukum internasional,

mengingat bahwa BIT adalah perjanjian yang mengikat dua negara yang

menandatangani perjanjian itu. Pemahaman terhadap konsep BIT ini akan berdampak

pada adanya sinkronisasi atau keselarasan pengaturan BIT dalam hukum nasional dan

hukum internasional.

2. Sebelum membuat dan menandatangani sebuah perjanjian investasi, terutama dalam

skala bilateral seperti BIT, pemerintah Indonesia diharapkan pula terlebih dahulu

mempertimbangkan dengan matang dan baik ketentuan-ketentuan apa saja yang akan

3|Page
dimuat di dalam perjanjian tersebut yang dapat mengakomodir kepentingan-kepentingan

Indonesia terutama dalam hal menjaga kepentingan nasional Indonesia tanpa merugikan

kepentingan para investor dari negara mitra.

3. Peninjauan ulang dan revisi template BIT yang sedang dilakukan oleh Indonesia

diharapkan dapat segera diselesaikan sehingga dapat dinegosiasikan kembali dengan

negara mitra. Hal ini, selain untuk mengembalikan kepercayaan investor, juga untuk

segera melindungi kepentingan Indonesia dalam kegiatan investasi yang akan dilakukan

di masa mendatang. Dengan demikian perekonomian Indonesia akan menjadi lebih

maju ke depannya. Segera ditetapkannya aturan-aturan multilateral investasi yang

selama 6 (enam) dekade ini mengalami kebuntuan dalam dunia investasi diharapkan

dapat segera diwujudkan, sehingga akan melahirkan satu instrument investasi tersentral

yang lebih baik dalam mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan yang menjadi

tujuan utama dari kegiatan investasi tersebut.

Penanaman Modal dan Investasi Asing berbasis BITs yang akan terjadi di masa depan

haruslahh menjadi perhatian semua pihak yang terkait dalam pelaksanaan penanaman modal,

agar terus tercipat perbaikan atas kekurangan-kekurangan segala sektor yang berkaitan

dengan penanaman modal. Oleh karena itu, saran Penulis terkait kebijakan investasi

selayaknya diarahkan kepada hal-hal sebagai berikut

1. Memperbaiki birokrasi perizinan.

Birokrasi perizinan yang terlalu panjang dan mahal akan menjadikan investasi langsung

di Indonesia memiliki high cost economy, akibatnya profit margin semakin kecil,

sehingga investasi menjadi tidak menarik.

2. Meningkatkan sinkronisasi dan koordinasi kelembagaan, baik di tingkat pusat maupun

daerah.

4|Page
Kelemahan koordinasi di antara lembaga-lembaga terkait dalam pelayanan investasi

merupakan fenomena sehari-hari. Hal itu terjadi tidak hanya di antara sesama lembaga

atau instansi pemerintah pada tingkat pusat, tetapi juga mencakup antara pusat dan

daerah, begitu pula daerah dengan daerah. Dampak dari tidak adanya koordinasi yang

baik tersebut anatar lain terbitnya peraturan-peraturan yang dikeluarkan masing-masing

lembaga atau pun instansi pemerintah baik di pusat maupun daerah yang saling tumpang

tindih. Hal ini tentu saja akan membuat investor merasa tidak nyaman untuk

berinvestasi.

3. Penyediaan infrastruktur yang memadai.

Ketersediaan infrastruktur dasar, seperti transportasi, komunikasi, air bersih, pelabuhan,

ketenagalistrikan merupakan stimulus untuk menarik investor melakukan kegiatan

usahanya di Indonesia.

4. Memelihara stabilitas politik dan keamanan yang kondusif bagi iklim investasi.

Stabilitas politik dan keamanan merupakan salah satu faktor kunci bagi daya tarik

investasi.

5. Reformasi aparatur negara dan pelayanan publik

Pemerintah harus mendorong reformasi aparatur negara agar lebih professional, cepat

dan tanggap dalam melakukan pelayanan publik, termasuk didalamnya adalah

pelayanan pengurusan izin-izin yang terkait investasi. Hal ini tentunya akan

mendukung efisiensi pelayanan dalam birokrasi perizinan. Pelayanan publik harus maju

ke depan, menjadi soko guru peningkatan kepercayaan masyarakat (public trust)

terhadap pemerintah, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan

pertumbuhan ekonomi, perluasan kesempatan kerja, dan pengentasan kemiskinan,

dengan cara memberikan kemudahan pelayanan investasi.

5|Page

Anda mungkin juga menyukai