Anda di halaman 1dari 10

Koreksi Kadar Flavonoid Dan Toksisitas Dalam Ekstrak Tempuyung (Sonchus Arvensis)

Dan Pegagan (Centella Asiatica)


Fajar Budi Sulaksono, Syamsudin Ab

KOREKSI KADAR FLAVONOID DAN TOKSISITAS DALAM EKSTRAK TEMPUYUNG


(SONCHUS ARVENSIS) DAN PEGAGAN (CENTELLA ASIATICA)

Fajar Budi Sulaksono 1), Syamsudin AB 2)


1)
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta
Syamsudin.ab@ftumj.ac.id

ABSTRAK. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan sejak 6 April sampai dengan 6 Juni
2009 di Laboratorium Uji Pusat Studi Biofarmaka Jalan Taman Kencana No. 3 Bogor. Bahan
penelitian (unit sampel) adalah daun pegagan (Centella asiatica) tempuyung (Sonchus
arvensis) yang diambil dari perkebunan kampus IPB. Tujuan penelitian ini adalah
mengetahui apakah ada pengaruh dari flavonoid yang terambil terhadap daya toksisitas
terhadap larva udang (Artemia salina) pada ekstrak tempuyung (Sonchus arvensis) dan
pegagan (Cantella asiatica). Berdasarkan percobaan flavonoid yang terambil tidak
berpengaruh terhadap sifat toksisitas dikarenakan pada sampel tempuyung maserasi yang
memiliki flavonoid sebesar 0,0216% (b/b) hanya memiliki nilai LC50 sebesar 254.9644
dengan program SPSS, sedangkan untuk sampel tempuyung refluks Jpmg memiliki kadar
flavonoid sebesar 0,0102% (b/b) memiliki nilai LC50 sebesar 7.555.855 dengan Program
SPSS. Kemudian untuk sampel pegagan maserasi yang memiliki kadar flavonoid kecil yaitu
sebesar 0,0088% (b/b) juga memiliki nilai LC50 yang kecil sebesar 611.508 dengan program
SPSS, sedangkan untuk sampel pegagan refluks yang memiliki kadar flavonoid lebih kecil
yaitu 0,0128% (b/b) memiliki kadar flavonoid sebesar 11.214.722 dengan program SPSS,
oleh karena itu tidak selamanya ada korelasi antara kadar flavonoid dan nilai toksisitas pada
ekstrak tempuyung dan pegagan, kadar flavonoid yang tinggi tidak selamanya memiliki daya
toksisitas yang tinggi

Kata Kunci: Flavonoid, larva udang (Artemia salina), maserasi, pegagan (Centella asiatica),
tempuyung (Sonchus arvensis),

33
KONVERSI Vol. 1 No.2 Oktober 2012 ISSN 2252-7311

beberapa jenis tanaman herbal.


Penelitian ini meliputi identifikasi secara
kuantitatif kadar Flavonoid dan menguji
seberapa besar efek farmakologisnya
PENDAHULUAN dengan uji toksisitas pada larva udang
Artemia Salina Leach. Tumbuhan yang
Dewasa ini kebutuhan hidup manusia diuji adalah Tempuyung
disegala bidang kehidupan seperti
kebutuhan obat-obatan, sandang, pangan (Sonchus arvensis) dan Pegagan
dan papan yang berkualitas semakin {Centella asiatica). Tumbuhan yang
meningkat. Fenomena ini mendorong memiliki kadar flavonoid yang tinggi biasa
manusia mengusahakan berbagai macam digunakan sebagai tumbuhan obat-obatan
solusi. Salah satunya dititik beratkan pada pada masyarakat (Markham 1988). Oleh
keberadaan hutan tropika yang karena itu, penting dilakukan percobaan
menyimpan banyak sumber daya alam untuk membuktikan adanya korelasi
hayati yang di dalamnya termasuk sumber antara kadar flavonoid dan daya toksisitas
daya nabati. Sumber daya tersebut dari ekstrak tempuyung {Sonchus
berkisar antara 20.000-30.000 spesies, arvensis) dan pegagan {Centella asiatica).
25% diantaranya telah diteliti dan
diketahui keberadaannya, 10% METODOLOGI PENELITIAN
dimanfaatkan untuk keperluan seperti,
sandang, pangan, papan, obat-obatan dan Bahan dan Alat:
pertanian. Sisanya masih sebuah misteri Bahan-bahan yang digunakan ialah
yang masih harus diteliti lebih jauh lagi simplisia tempuyung, pegagan, etanol
(Hidayat 2002). 96%, kertas saring Whatman 24,
alumunium foil, air laut, larutan twin 80,
larva udang, larutan
Sumber daya alam nabati merupakan
heksametilentetramina 0,5%, HC1 25%,
sumber metabolit primer dan sekunder
akuades, larutan A1C13 2% dalam larutan
yang dapat dimanfaatkan di antaranya
asam asetat glasial, larutan asam asetat
sebagai bahan baku obat pada industri
glacial 5% dalam metanol, larutan etil
farmasi, pengawet makanan atau
asetat, aseton dan larutan standar
suplemen makanan pada industri pangan
kuarsetin.
dan sebagai pestisida alami yang ramah
lingkungan pada sektor pertanian.
Alat-alat yang digunakan ialah alat-alat
Berbagai macam penelitian tentang
gelas, neraca analitik, pengaduk mekanik,
tumbuhan obat banyak dilakukan di
sudip, rotavapor, pendingin tegak,
berbagai negara di dunia termasuk di
waterbath, kuvet dan Spektrofotometer
Indonesia. Penelitian terhadap tanaman
UV-VIS.
obat ini dilakukan dengan mencari
senyawa bioaktif dalam suatu tumbuhan
Metode Penelitian
yang nantinya bisa digunakan sebagai
Ekstraksi
obat.
Ditimbang dengan teliti dalam neraca
analitik untuk ekstraksi maserasi,
Laboratorium Uji Pusat Studi Biofarmaka 100,0047 gram sampel tempuyung yang
melakukan penelitian tentang khasiat dan telah dihaluskan lalu ditambahkan 500 ml
manfaat tanaman-tanaman herbal baik etanol teknis 96%. Setelah itu campuran
untuk obat-obatan pada bidang diaduk dengan alat pengaduk selama 6
kesehatan maupun dalam dunia jam Setelah selesai diaduk selama 6 jam,
pertanian. Salah satu penelitiannya larutan kemudian didiamkan selama 24
adalah mengukur kadar metabolit jam, kemudian saring larutan dan
sekunder dan pengujian toksisitas dari tampung filtrat dalam Erlenmeyer 500 mL.

34
Koreksi Kadar Flavonoid Dan Toksisitas Dalam Ekstrak Tempuyung (Sonchus Arvensis)
Dan Pegagan (Centella Asiatica)
Fajar Budi Sulaksono, Syamsudin Ab

Kemudian residu kembali di ekstrak berbeda, masing-masing ditimbang


dengan 500 mL etanol teknis 96%, lalu sebanyak 50 mg ke dalam gelas piala 50
diaduk kembali dengan alat pengaduk mL. Setelah itu sampel ditambahkan
selama 6 jam, setelah itu didiamkan dengan 3 tetes larutan twin 80, lalu
kembali selama 24 jam. Setelah sampel dilarutkan dengan sedikit air laut
didiamkan selama 24 jam, larutan kembali sambil diaduk dengan gelas pengaduk.
disaring dan filtrat disatukan dalam Setelah larut, sampel dimasukan ke dalam
Erlenmeyer 500 mL. Kemudian filtrat labu takar 25 mL dan ditambahkan
dipekatkan menggunakan rotavapor dengan air laut sampai tera untuk
sampai ekstrak menjadi pekat. Prosedur membuat larutan sampel dengan
diulangi untuk sampel pegagan. konsentrasi 500 ppm untuk tempuyung
maserasi, 1000 ppm untuk tempuyung
Ditimbang dengan teliti untuk ekstraksi refluks dan pegagan maserasi, lalu 2000
refluks 100,0134 gram simplisia kering, ppm untuk pegagan refluks.
lalu masukan sampel pada Erlenmeyer
asah. Erlenmeyer asah yang sudah berisi Uji bioaktivitas
sempel, ditambahkan 500 mL etanol Pada tiap sumur dimasukan 10 ekor larva
teknis 96% kemudian direfluks selama 2 udang dan 1 mL air laut. Pada tiap sumur
jam pada suhu 80°C, dihitung pada saat dilakukan pengenceran dari masing-
larutan mulai mendidih. Setelah direfluks masing larutan stok sehingga konsentrasi
selama 2 jam pada suhu 80°C, larutan ekstrak dalam sumur menjadi 10 ppm, 50
kemudian disaring dengan kertas saring ppm, dan 250 ppm untuk ekstrak
Whatman, lalu fltrat hasil penyaringan tempuyung maserasi, 10 ppm,100 ppm,
ditampung dalam Erlenmeyer 500 mL. dan 500 ppm untuk sampel tempuyung
Residu dari sisa penyaringan yang refluks dan pegagan maserasi lalu 500
pertama dimasuk an kembali dalam ppm, 750 ppm dan 1000 ppm untuk
Erlenmeyer asah kemudian ditambahkan sampel pegagan refluks. Sebagai kontrol
dengan 500 mL etanol 96%. Setelah negatif digunakan larva udang dengan 2
ditambahkan dengan etanol 96%, residu ml air laut (tanpa ekstrak). Sumur
direfluks selama 2 jam pada suhu 80°C. dibiarkan terbuka selama 24 jam, setelah
Waktu dihitung saat larutan mulai 24 jam dihitung jumlah larva udang yang
mendidih. Setelah direfluks selama 2 jam mati (tidak menunjukan gerakan) atau
larutan disaring dan filtrat hasil yang hidup (terus bergerak). LC50
penyaringan disatukan dengan filtrat hasil ditentukan dengan membuat kurva
penyaringan yang pertama dalam hubungan antara mortalitas dengan
Erlenmeyer 500 mL. Kemudian filtrat yang konsentrasi ekstrak atau dapat diolah
telah disatukan dipekatkan menggunakan menggunakan program SPSS.
Rotavapor sampai ekstrak menjadi pekat.
Kadar Flavonoid Ekstrak Tempuyung
Prosedur diulangi untuk sampel dan Pegagan Dengan Metode
tempuyung. Spektrofotometri UV
Pembuatan larutan induk
Uji Toksisitas terhadap Larva Udang Ekstrak yang setara dengan 200 mg
Penetasan telur simplisia dimasukkan ke dalam labu alas
Telur udang sebanyak 2 mg ditempatkan bulat, kemudian ditambahkan dengan 1 ml
pada Erlenmeyer 500 mL berisi air laut. larutan heksametilentertramina (HMT), 20
Gelas piala diberi aerator dan dibiarkan ml aseton dan 2 mL larutan HCl,
selama 48 jam. Telur akan menetas kemudian dihidrolisis dengan cara
dalam 48 jam dan larva siap untuk diuji. direfluks selama 30 menit. Campuran
disaring menggunakan kertas saring, filtrat
Penyiapan sampel dimasukan ke dalam labu takar 100 liter.
Masing-masing ekstrak tempuyung dan Filtrat dalam labu takar ditambah dengan
pegagan dengan 2 metode ekstraksi yang aseton sampai 100 ml.
35
KONVERSI Vol. 1 No.2 Oktober 2012 ISSN 2252-7311

Refiuks 20.97
Diambil 20 ml filtrat, dimasukkan ke dalam
corong pisah, ditambahkan 20 ml air dan Hasil Rendemen Ekstrak Tempuyung
diekstraksi tiga kali masing-masing dan Pegagan
dengan 15 ml etil asetat. Fraksi etil asetat
dikumpulkan dan ditambah dengan etil
asetat sampai 50 ml dalam labu takar.

Pembuatan larutan standar


5 mg kuarsetin ditimbang, ditambah
dengan larutan asam asetat glasial 5%
dalam metanol sampai 50 ml untuk
membuat larutan standar dengan
konsentrasi 100 ppm. Kemudian larutan Gambar 1. Hasil Rendemen Ekstrak
standar kuarsetin 100 ppm diencerkan Tempuyung dan Pegagan
untuk membuat larutan standar dengan
konsentrasi 75 ppm, 50 ppm, 25 ppm, 10 Flavonoid total dengan metode
ppm, dan 5 ppm Spektrofotometri
Hasil pada percobaan dapat dilihat pada
Pembuatan larutan blanko tabel 2 berikut:
Asam asetat glasial dalam metanol
ditambah dengan 1 ml pereaksi AICI3 Tabel 2. Data kadar flavonoid dalam
kemudian ditepatkan dengan larutan ekstrak tempuyung dan pegagan
asam asetat glasial sampai 25 ml dalam Sampel Jenis Rerata (%) (b/b)
labu takar. ekstraksi flavonoid dalam
sampel
Pembuatan larutan sampel Tempuyung Maserasi 0.0216
10 ml larutan induk diambil, kemudian
Refluks 0.0102
ditambah dengan 1 ml larutan AICI3 dan
larutan asam asetat glasial sampai 25 ml Pegagan Maserasi 0.0088
dalam labu takar. Refluks 0.0128

Metode Analisa Data


Pengukuran
Pengukuran dilakukan 30 menit setelah
penambahan AICI3 menggunakan
spektrofotometer ultraviolet pada panjang
gelombang 370,8 nm dengan pembanding
kuarsetin atau sebagai larutan standar
kuarsetin.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data Hasil Gambar 2. Rerata (%) (b/b) flavonoid


dalam sampel
Tabel 1. Data Ekstrak Tempuyung dan
Pegagan Uji toksisitas pada ekstrak tempuyung
Sampel Jenis Rendemen dan pegagan
ekstraksi (%) Pengujian toksisitas yang dilakukan
Tempuyung Maserasi 5.07 terhadap tiap ekstrak diperoleh hasil
Refiuks 7.71 seperti ditunjukan pada tabel 3 berikut:
Pegagan Maserasi 10.83
36
Koreksi Kadar Flavonoid Dan Toksisitas Dalam Ekstrak Tempuyung (Sonchus Arvensis)
Dan Pegagan (Centella Asiatica)
Fajar Budi Sulaksono, Syamsudin Ab

Tabel 3 Data hasil nilai LC50 sampel ini dimaksudkan agar dapat diketahui,
ekstrak tempuyung dan pegagan pengaruh dari metode ekstraksi terhadap
Bahan Uji Cara Konsentrasi % Nilai LC50 penentuan kadar flavonoid dan daya
Ekstraksi (ppm) mortalitas (SPSS)
Rata-rata toksisitas. Hasil yang diperoleh dari
Ekstrak Maserasi 10 25 254.9644 ekstraksi pada sampel pegagan dan
Tempuyung 50 22.5 tempuyung dapat dilihat pada Tabel 1
250 50
Refluks 10 0 755.5855
berikut:
100 5
500 22.5 Tabel 5 Data Ekstrak Tempuyung dan
Ekstrak Maserasi 10 42.5 61.1508
Pegagan 100 57.5
Pegagan
500 77.5 Sampel Jenis Rendemen
Refluks 500 17.5 1121.4772 ekstraksi (%)
750 47.5
1000 37.5 Tempuyung Maserasi 5.07

Gambar 3. Nilai LC50 menggunakan Refluks 7,71


metode SPSS Pegagan Maserasi 10.83
Refluks 20.97
Pada percobaan bila ditampilkan
hasil antara kadar flavonoid dan daya Berdasarkan data hasil ekstraksi tabel 1,
toksisitas, dapat dilihat pada tabel 4 untuk mendapatkan hasil rendemen yang
berikut: tinggi metode refluks lebih baik dari pada
metode maserasi. Hal ini dikarenakan
Tabel 4. Data korelasi antara kadar metode refluks adalah metode ekstraksi
flavonoid dan daya toksisitas yang menghasilkan ekstrak yang lebih
Bahan Uji Cara Nilai LC50 Kadar
Ekstraksi (SPSS) Flavonoid pekat dibandingkan metode ekstraksi
% (b/b) maserasi. Pada metode ekstraksi refluks
dalam sampel diekstraksi menggunakan suhu
sampel
Ekstrak Maserasi 254.9644 0.0216 yang tinggi sedangkan metode ekstraksi
Tempuyung Refluks 755.5855 0.0102 maserasi berlangsung pada suhu kamar.
Ekstrak Maserasi 61.1508 0.0088 Pada suhu tinggi daya interaksi pelarut
Pegagan Refluks 1121.4772 0.0128
terhadap sampel akan tinggi, oleh karena
Pembahasan itu senyawa yang terkandung dalam
sampel lebih mudah terlarut atau terambil
Metode Ekstraksi.
ke dalam pelarut yang digunakan. Oleh
Metode ekstraksi yang digunakan pada
karena itu metode ekstraksi refluks
percobaan ialah metode ekstraksi
menghasilkan sampel yang pekat,
maserasi dan refiuks. Pada percobaan,
sedangkan ekstrak yang dihasilkan
sampel tempuyung dan pegagan
metode maserasi cenderung lebih encer.
diestraksi dengan etanol teknis 96%,
Perbedaan hasil ekstraksi inilah yang
karena alkohol adalah pelarut serbaguna
menyebabkan hasil rendemen yang
yang baik untuk ekstraksi (Harborne
dihasilkan metode ekstraksi refluk lebih
2006). Masing-masing sampel diekstraksi
tinggi dibandingkan metode maserasi.
dengan maserasi dan refiuks. Perlakuan
37
KONVERSI Vol. 1 No.2 Oktober 2012 ISSN 2252-7311

Karena ekstrak yang dihasilkan lebih dengan rotavapor ini sangat penting untuk
pekat, maka pada saat sampel dipekatkan memperbanyak jumlah sampel yang
pada rotavapor ekstrak pekat yang terkandung pada ekstrak yang didapat.
dihasilkan lebih banyak dan pelarut teknis Karena bisa saja terjadi pada saat
yang didapatkan kembali lebih sedikit pengujian aktivitas sampel yang
dibandingkan dengan metode maserasi seharusnya aktif, menjadi tidak aktif
yang menghasilkan pelarut mumi lebih terhadap organisme uji hanya karena
banyak. Pada metode ekstraksi refluks jumlah sampel yang terkandung dalam
rendemen yang dihasilkan dari sampel ekstrak sedikit.
tempuyung sebesar 7.71% dan pegagan
sebesar 20.97%. Sedangkan hasil Flavonoid total dengan metode
rendemen metode ekstraksi maserasi dari Spektrofotometri
sampel tempuyung sebesar 5.07% dan Berdasarkan hasil percobaan, ekstrak
pegagan sebesar 10.83%. Sedangkan, simplisia yang setara dengan 200 mg
bila dilihat dari segi jumlah pelarut yang direfluks kembali dengan aseton dan HC1
digunakan antara metode ekstraksi refluks 25%. Fungsi dari HC1 25% adalah untuk
dan maserasi, kedua metode ekstraksi ini menghidrolisis senyawa flavonoid dalam
cenderung sama dalam penggunaan bentuk glikosida dalam sampel dan
jumlah pelarut. penambahan aseton bertujuan untuk
mengikat senyawa flavonoid dalam bentuk
Ekstrak yang diperoleh dijernihkan glikosida lain yang sedikit polar dalam air
dengan penyaringan, lalu dipekatkan (Robinson 1995). Sehingga pada
dengan rotatory evaporator atau percobaan, diharapkan semua flavonoid
rotavapor. Pemekatan ekstrak dengan dalam sampel dapat terambil. Setelah
rotavapor ini dapat meningkatkan kualitas semua flavonoid diharapkan terambil
hasil ekstraksi, karena rotavapor ketika proses refluks, selanjutnya sampel
memekatkan larutan menjadi volume kecil diekstraksi dengan etil asetat. Etil asetat
tanpa terjadi percikan pada suhu antara adalah pelarut organik yang bersifat
30 dan 50°C (Harborne 2006). Prinsip sedikit polar. Penambahan etil asetat
pemekatan dengan rotavapor adalah bertujuan untuk memisahkan senyawa
pelarut yang digunakan untuk melarutkan golongan flavonoid dari senyawa yang
sampel akan menguap dan masuk ke lebih polar seperti karbohidrat. Etil asetat
dalam kondensor. Pada saat sampai juga berguna untuk mengambil katekin
dalam kondensor, pelarut akan dan proantosianidin yang termasuk dalam
mengembun dan jatuh kedalam labu yang golongan senyawa flavonoid (Robinson
digunakan untuk menampung pelarut. 1995). Pada percobaan, digunakan
Sehingga pada saat pemekatan dengan standar sebagai pembanding adalah
rotavapor pelarut murni bisa didapatkan kuarsetin.
kembali dan kemungkinan ekstrak yang
didapat masih terkandung pelarut kecil. Percobaan menggunakan pereaksi AICI3,
Semakin kering ekstrak yang didapat dari pereaksi AICI3 akan berikatan dengan
proses pemekatan dengan rotavapor, sampel atau standar kuarsetin
akan semakin baik kualitas dari ekstrak membentuk kompleks warna fluoresensi
tersebut. Karena pada saat ekstrak diuji kiming-hijau. Keberadaan cincin aromatik
lebih lanjut dengan pengujian aktivitas terkonjugasi dan kompleks hijau yang
ekstrak maka hasil yang didapat akan terbentuk dengan pereaksi AICI3 akan
menunjukan aktivitas yang sebenarnya menyebabkan flavonoid menunjukan pita
dari ekstrak tersebut tanpa ada pengaruh serapan kuat pada daerah spektrum UV
dari pelarut yang masih ada dalam dan spektrum tampak (Harborne 2006).
ekstrak dan kemungkinan masih adanya Panjang gelombang yang digunakan pada
pelarut yang menempel pada ekstrak pengukuran mengggunakan
sangat kecil. Oleh karena itu, pemekatan spektrofotometer adalah 370.8 nm. Pada

38
Koreksi Kadar Flavonoid Dan Toksisitas Dalam Ekstrak Tempuyung (Sonchus Arvensis)
Dan Pegagan (Centella Asiatica)
Fajar Budi Sulaksono, Syamsudin Ab

percobaan standar kuarsetin membentuk tempuyung refluks (Tabel 6). Kadar


kompleks warna hijau, sedangkan untuk flavonoid total dalam tempuyung maserasi
sampel tempuyung maserasi, tempuyung sebesar 0.0216% (b/b). Sedangkan kadar
refluks, pegagan maserasi dan pegagan flavonoid total pada sampel tempuyung
refluks membentuk kompleks warna yang refluks sedikit lebih rendah yaitu 0.0102%
tak sama seperti standar. Setelah (b/b). Hal ini dapat terjadi karena tidak
penambahan AICI3, standar dan sampel semua flavonoid bersifat tahan panas.
didiamkan dulu selama 30 menit sebelum Sifat ini bergantung pada sejauh mana
diukur pada spektrofotometer (BPOM kandungan flavonoid dalam bahan alam
2005). Hal ini bertujuan agar semua memiliki gugus OH agar setiap senyawa
komponen flavonoid yang terdapat pada didalamnya dapat berikatan hidrogen
standar dan sampel membentuk kompleks dengan kuat sehingga untuk memutus
warna dengan sempurna. Hasil pada ikatan ini diperlukan energi yang kuat.
percobaan dapat dilihat pada tabel 6
berikut:

Tabel 6 Data kadar flavonoid dalam


ekstrak tempuyung dan pegagan
Sampel Jenis Rerata (%) (b/b)
ekstraksi flavonoid dalam
sampel
Tempuyung Maserasi 0.0216
Refluks 0.0102 Gambar 4. Struktur kaemferol dan
kuarsetin
Pegagan Maserasi 0.0088
Refluks 0.0128 Dilihat dari strukturnya, apigenin dan
luteolin (Gambar 5) memiliki gugus OH
Hasil yang diperoleh pada percobaan, yang lebih sedikit dibandingkan dengan
sampel pegagan refluks memiliki kadar kaemferol dan kuarsetin (Gambar 4)
flavonoid total sebesar 0.0128% (b/b) sebagai standar yang memiliki gugus OH
Sedangkan sampel pegagan maserasi yang lebih banyak. Dilihat dari mayoritas
memiliki kadar flavonoid lebih kecil kandungan flavonoidnya yang lebih
daripada sampel pegagan refluks, yaitu banyak apigenin dan luteolin dari pada
sebesar 0.0088% (b/b) (Tabel 6). Kadar kaemferol, bisa disimpulkan bahwa ikatan
flavonoid pada pegagan refluks lebih hidrogen antar ikatannya cenderung
tinggi dibandingkan dengan pegagan lemah
maserasi, hal ini dimungkinkan karena dan mudah rusak atau terputus dengan
pada sampel pegagan metode ekstraksi panas. Ikatan yang telah terputus terurai
refluk, hampir semua senyawa yang menjadi bentuk yang lain, sehingga
terkandung dalam ekstrak tersebut dapat senyawa yang terurai tersebut menjadi
terambil akibat metode ekstraksi yang bentuk lain yang tidak bisa menyerap
menggunakan pemanasan. Hal tersebut radiasi pada panjang gelombang 370.8
mungkin juga ditunjang dengan komponen nm. Hal inilah yang menyebabkan kadar
flavonoid yang terdapat dalam pegagan flavonoid dalam tempuyung refluks lebih
bersifat tahan panas, sehingga flavonoid rendah dari pada kadar flavonoid dalam
dalam sempel pegagan banyak menyerap tempuyung maserasi.
radiasi pada panjang gelombang 370.8
nm.

Flavonoid yang terkandung pada sampel


tempuyung maserasi pada percobaan
sedikit lebih tinggi daripada sampel
39
KONVERSI Vol. 1 No.2 Oktober 2012 ISSN 2252-7311

Gambar 5. Luteolin dan apigenin 2008). Larva udang yang digunakan


berumur 48 jam. Pada umur tersebut,
Tempuyung dengan metode ekstraksi larva A Salina bersifat peka Hal ini
maserasi, cenderung lebih kecil disebabkan membran sel larva masih
kemungkinan komponen rusak, karena lunak sehingga memudahkan senyawa
pada tahap awal ekstraksi, metode ini asing dalam air laut masuk ke dalam
tidak melibatkan pemanasan, sehingga tubuh larva dan menyebabkan kematian
pemanasan hanya terjadi pada saat (Wardani 2008). Pemeriksaan toksisitas
preparasi sampel untuk kadar flavonoid. pada larva udang merupakan
Sedangkan untuk sampel tempuyung pemeriksaan toksisitas awal yang
maserasi, dari awal ekstraksi, metode ini diperlukan untuk mengetahui berapa
sudah melibatkan pemanasan sehingga konsentrasi yang dapat menyebabkan
pada tahap preparasi sampel kadar keracunan. Tingkat konsentrasi yang
flavonoid, pemanasan yang kedua dapat menyebabkan keracunan dapat
dimungkinkan menimbulkan efek yang ditentukan, salah satunya dengan letal
lebih hebat yang berpengaruh dalam konsentrasi 50% (LC50). LC50 adalah
pemutusan ikatan. Pada flavonoid, tidak konsentrasi dari suatu bahan yang
semua golongan flavonoid dapat menyebabkan 50% kematian dalam suatu
berikatan dengan sempurna dengan populasi. LC50 dapat digunakan untuk
pereaksi warna AlCl3 membentuk menentukan toksisitas awal dari suatu zat.
kompleks warna, karena pereaksi warna Data mortalitas hewan uji yang diperoleh
untuk flavonoid tidak hanya AICI3 2%, dapat diolah untuk mendapatkan nilai
tetapi bisa dengan FeCl3-K3Fe(CN)6 (1:1) LC50 dengan selang kepercayaan 95%
dengan hasil biru dan pereaksi Folin (Wardani 2008). Pengujian toksisitas yang
Ciocalteau (Harborne 2006). dilakukan terhadap tiap ekstrak diperoleh
hasil seperti ditunjukan pada tabel 7
Tumbuhan herbal yang diduga berikut:
mengandung banyak flavonoid biasanya
digunakan sebagai bahan untuk
pengobatan. Karena flavonoid diduga bisa
digunakan sebagai anti kanker (Markham
1988). Dari pernyataan tersebut tersirat
bahwa ada korelasi antara kadar flavonoid
dengan daya toksisitas terhadap larva
udang. Oleh karena itu pada percobaan
ini juga dilakukan analisis toksisitas Tabel 7 Data hasil nilai LC50 sampel
ekstrak tempuyung dan pegagan terhadap ekstrak tempuyung dan pegagan
larva udang (Artemia Salina Leach).
Ba Car Konsen % Nilai
ha a trasi mortal LC50
Uji toksisitas pada ekstrak tempuyung n ekst (ppm) itas (SPSS
dan pegagan uji raks Rata- )
Organisme uji A. Salina yang digunakan i rata
untuk uji toksisitas diperoleh dari hasil Ekstra Mas 10 50 25 254.96
k eras 250 22.5 44
penetasan menggunakan air laut dengan tempu i 50
bantuan aerator untuk memenuhi kadar yung
oksigen yang terlarut. Gelembung udara Refl 10 100 05 755.58
yang berasal dari aerator dengan uks 500 22.5 55
kekuatan sedang juga berfungsi Ekstra Mas 10 100 42.5 61.150
k eras 500 57.5 8
mengaduk telur sehingga telur tidak pegag i 77,5
mengendap pada dasar wadah yang an
dapat menyebabkan telur sulit menetas Refl 500 750 17.5 1121.4
akibat kekurangan oksigen (Wardani uks 1000 47.5 772

40
Koreksi Kadar Flavonoid Dan Toksisitas Dalam Ekstrak Tempuyung (Sonchus Arvensis)
Dan Pegagan (Centella Asiatica)
Fajar Budi Sulaksono, Syamsudin Ab

37.5 toksik pada larva udang sebagai


organisme uji. Pada percobaan bila
Data lengkap dari tabel di atas bisa dilihat ditampilkan hasil antara kadar flavonoid
pada Lampiran 5, 6, 7 dan 8. Bila melihat dan daya toksisitas, dapat dilihat pada
hasil yang diperoleh pada percobaan, tabel 3. Hal ini dimungkinkan pada
terlihat bagaimana pengaruh metode pegagan, senyawa yang bersifat lebih
ekstraksi terhadap aktivitas komponen toksik terhadap organisme uji adalah
yang terkandung didalam sampel sangat senyawa lain diluar golongan flavonoid.
besar. Pada sampel herba tempuyung, Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa
nilai LC50 dari metode ekstraksi refluks tidak ada pengaruh dari flavonoid yang
lebih besar dibandingkan nilai LC50 pada terambil terhadap daya toksisitas atau
metode ekstraksi maserasi. Pada tidak selamanya ada korelasi antara kadar
tempuyung refluks, nilai LC50 sebesar flavonoid dengan daya toksisitas pada
755.5855 ppm sedangkan pada ekstrak tempuyung dan pegagan yang
tempuyung maserasi nilai LC50 sebesar telah dilakukan pada penelitian ini.
254.9644 ppm (Tabel 3). Hal yang sama
juga teijadi pada sampel pegagan, dimana KESIMPULAN DAN SARAN
metode ekstraksi sangat berpengaruh
pada nilai LC50 yang diperoleh pada Kesimpulan
percobaan. Pada pegagan refluks, nilai Berdasarkan percobaan Flavonoid yang
LC50 sebesar 1121.4772 ppm sedangkan terambil tidak berpengaruh terhadap daya
pada pegagan maserasi nilai LC50 toksisitas dikarenakan pada sampel
sebesar 61.1508 ppm (Tabel 3). Pada tempuyung maserasi yang memiliki kadar
kedua sampel yang diujikan, nilai LC50 Flavonoid sebesar 0,0216% (b/b) hanya
sampel yang diekstraksi menggunakan memiliki nilai LC50 sebesar 2.549.644
metode maserasi lebih toksik dengan program SPSS, sedangkan untuk
dibandingkan dengan sampel yang sampel tempuyung Refluks yang memiliki
diekstraksi dengan metode refluks. kadar Flavonoid sebesar 0,0102% (b/b)
Konsentrasi yang kecil pada nilai LC50 memiliki nilai LC50 sebesar 7.555.855
menjadi ukuran bahwa pada konsentrasi dengan Program SPSS. Kemudian untuk
yang kecil, sampel ini memiliki toksisitas sampel Pegagan maserasi yang memiliki
yang cukup untuk membunuh setengah kadar Flavonoid kecil yaitu sebesar
dari populasi larva udang yang digunakan 0,0088% (b/b) juga memiliki nilai LC50
sebagai organisme uji pada percobaan. yang kecil sebesar 611.508 dengan
Sampel yang diekstraksi dengan metode program SPSS, sedangkan untuk sampel
refluks memiliki kemungkinan komponen Pegagan refluks yang memiliki kadar
yang terkandung di dalamnya rusak akibat Flavonoid lebih tinggi yaitu 0,0128% (b/b)
pemanasan. Mengingat metode ekstraksi memiliki kadar Flavonoid sebesar
ini memiliki kemungkinan rusaknya 11.214.722 dengan program SPSS, oleh
komponen lebih besar dibanding metode karena itu tidak selamanya ada korelasi
maserasi yang sama sekali tidak antara kadar flavonoid dan nilai toksisitas
melibatkan pemanasan. Nilai LC50 pada ekstrak tempuyung dan pegagan,
masing-masing ekstrak ini menjadi batas kadar flavonoid yang tinggi tidak
penentuan ragam konsentrasi, mangingat selamanya memiliki daya toksisitas yang
dalam formula obat akan lebih aman jika tinggi.
dibuat di bawah nilai LC50-nya.
Tumbuhan herbal yang diduga Saran
mengandung banyak flavonoid biasanya Perlu diadakan identifikasi lebih lanjut
digunakan sebagai bahan untuk terhadap kandungan senyawa selain
pengobatan. Dari pernyataan tersebut golongan flavonoid pada daun pegagan
bisa diartikan bahwa semakin banyak dan tempuyung dengan metode Fitokimia.
flavonoid yang terkandung pada sampel Sehingga dapat diketahui senyawa lain
seharusnya sampel akan bersifat semakin
41
KONVERSI Vol. 1 No.2 Oktober 2012 ISSN 2252-7311

seperti alkaloid yang kemungkinan


mempengaruhi daya toksisitas dalam
ekstrak tempuyung dan pegagan.

DAFTAR PUSTAKA

Harborne J.B. 1987. Metoda Fitokimia.


Padmawinata K, Soediro I,
penerjemah. Bandung: Penerbit
ITB. Teijemahan dari:
Phytochemical Method.

Hidayat Mochamad Gelar. 2002.


Penapisan Fitokimia Dan Uji
Toksisitas Pada Ekstrak Daun
Kaliandra Merah (skripsi). Bogor:
Fakultas MIPA Institut Pertanian
Bogor.

Markham K.R., 1988, Cara


Mengidentifikasi Flavonoid.
Padmawinata K, penerjemah.
Bandung: Penerbit ITB. Teijemahan
dari: Techniques of Flavonoid
Identification.

Robinson Trevor. 1995. Kandungan


Organik Tumbuhan Tinggi.
Padmawinata K, penerjemah.
Bandung: Penerbit ITB. Teijemahan
dari: The Organic Constituents of
Higher Plants.

Wardani Chintya Galuh Tri. 2008. Potensi


Ekstrak Tempuyung dan Meniran
Sebagai Antiasam Urat : Aktivitas
Inhibisinya Terhadap Xantin
Oksidase (Skripsi). Bogor: Fakultas
MIPA Institut Pertanian Bogor.

42

Anda mungkin juga menyukai