Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Makanan Pendamping ASI (MP ASI)


2.1.1 Pengertian
Menurut Maryunani (2010), berikut ini adalah beberapa pengertian
dari Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) antara lain:
a. Makanan pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang
mengandung gizi diberikan kepada bayi/anak untuk memenuhi
kebutuhan gizinya.
b. Makanan pendamping ASI diberikan mulai umur 6 bulan sampai 24
bulan.
c. Semakin meningkat umur bayi/anak, kebutuhan zat gizi semakin
bertambah untuk tumbuh-kembang anak, sedangkan ASI yang
dihasilkan kurang memenuhi kebutuhan gizi.
d. Makanan pendamping ASI merupakan makanan peralihan dari ASI ke
makanan keluarga. Pengenalan dan pemberian MP-ASI dilakukan
secara bertahap baik bentuk maupun jumlahnya, sesuai dengan
kemampuan pencernaan bayi/anak.
e. Pemberian makanan pendamping ASI yang cukup kualitas dan
kuantitasnya penting untuk pertumbuhan fisik dan perkembangan
kecerdasan anak yang sangat pesat pada periode ini.
Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan tambahan
yang diberikan kepada bayi setelah bayi berusia 4-6 bulan sampai bayi
berusia 24 bulan. Jadi selain makanan pendamping ASI, ASI harus tetap
diberikan kepada bayi paling tidak sampai berusia 24 bulan. Peranan
makanan pendamping ASI sama sekali bukan untuk menggantikan ASI
melainkan hanya melengkapi ASI (Waryana, 2010).

6
7

2.1.2 Tujuan Pemberian Makanan Pendamping ASI


Tujuan pemberian makanan pendamping ASI adalah untuk
menambah energi atau zat-zat gizi yang kebutuhan diperlukan bayi karena
ASI tidak dapat memenuhi bayi secara terus-menerus. Pengetahuan
masyarakat yang rendah tentang makanan bayi dapat mengakibatkan
terjadinya kekurangan gizi bagi bayi (Waryana, 2011).
Tujuan pemberian makanan tambahan pendamping ASI, adalah
(Maryunani, 2010):
a. Melengkapi zat gizi ASI yang sudah berkurang.
b. Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima bermacam-macam
makanan dengan berbagai rasa dan bentuk.
c. Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan.
d. Mencoba adaptasi terhadap makanan yang mengandung kadar energi
tinggi.
2.1.3 Syarat-syarat Makanan Tambahan
Makanan pendamping ASI sebiknya memenuhi persyaratan sebagai
berikut (Waryana, 2011):
a. Memiliki nilai energi dan kandungan protein yang tinggi
b. Memiliki nilai suplementasi yang baik serta mengandung vitamin dan
mineral dalam jumlah yang cukup
c. Dapat diterima oleh alat pencernaan bayi dengan baik
d. Harganya relatif murah
e. Sebaiknya dapat diproduksi dari bahan-bahan yang tersedia secara
lokal
f. Bersifat padat gizi
g. Kandungan serat kasar atau bagan lain yang sukar di cerna dalam
jumlah sedikit.
8

2.1.4 Jenis Makanan Pendamping ASI


Jenis Makanan Pendamping ASI, yaitu (Maryunani, 2010):
a. Makanan Lumat
Makanan lumat adalah semua makanan yang dimasak atau
disajikan secara lumat, yang diberikan pertama kali kepada bayi sebagai
peralihan dari ASI ke makanan padat. Makanan lumat diberikan pada usia
bayi 6 bulan.
b. Makanan Lembek
Makanan lembek adalah peralihan makanan lumat menjadi
makanan keluarga. Makanan lembek ini diberikan pada anak usia 7-12
bulan.
c. Makanan Keluarga
Makanan keluarga adalah makanan yang dikonsumsi oleh anggota
keluarga yang terdiri dari makanan pokok, lauk, pauk, sayuran dan buah.
2.1.5 Permasalahan Dalam Pemberian Makanan Bayi
Beberapa Permasalahan dalam pemberian makanan bayi atau anak
umur 0-24 bulan (Ismawati, 2010):
a. Pemberian makanan pralaktal (makanan sebelum ASI keluar)
Makanan pralaktal adalah jenis makanan seperti air kelapa, air tajin,
air teh, madu, pisang, yang diberikan pada bayi yang baru lahir sebelum
ASI keluar. Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan bayi, dan mengganggu
keberhasilan menyusui.
b. Kolostrum dibuang
Kolostrum adalah ASI yang keluar pada hari-hari pertama, kental
dan berwarna kekuning-kuningan. Masih banyak ibu-ibu yang tidak
memberikan kolostrum kepada bayinya. Kolostrum mengandung zat
kekebalan yang dapat melindungi bayi dari penyakit dan mengandung zat
gizi tinggi. Oleh karena itu kolostrum jangan dibuang.
9

c. Pemberian MP-ASI terlalu dini atau terlambat


Pemberian MP-ASI yang terlalu dini (sebelum bayi berumur 6
bulan) menurunkan konsumsi ASI dan gangguan pencernaan/diare. Kalau
pemberian MP-ASI terlambat bayi sudah lewat usia 6 bulan dapat
menyebabkan hambatan pertumbuhan anak.
d. MP-ASI yang diberikan tidak cukup
Pemberian MP-ASI pada periode umur 6-24 bulan sering tidak tepat
dan tidak cukup baik kualitas maupun kuantitasnya. Adanya kepercayaan
bahwa anak tidak boleh makan ikan dan kebiasaan tidak menggunakan
santan atau minyak pada makanan anak, dapat menyebabkan anak
menderita kurang gizi terutama energi dan protein serta beberapa vitamin
penting yang larut dalam lemak.
e. Pemberian MP-ASI sebelum ASI
Pada usia 6 bulan, pemberian ASI yang dilakukan sesudah MP-ASI
dapat menyebabkan ASI kurang dikonsumsi. Pada periode ini zat-zat yang
diperlukan bayi terutama diperoleh dari ASI. Dengan memberikan MP-ASI
terlebih dahulu berarti kemampuan bayi untuk mengkonsumsi ASI
berkurang, yang berakibat menurunnya produksi ASI. Hal ini dapat
berakibat anak menderita kurang gizi. Seharusnya ASI diberikan dahulu
baru MP-ASI.
f. Frekuensi pemberian MP-ASI kurang
Frekuensi pemberian MP-ASI dalam sehari kurang akan berakibat
kebutuhan gizi anak tidak terpenuhi.
g. Pemberian ASI terhenti karena ibu kembali bekerja
Di daerah kota dan semi perkotaan, ada kecenderungan rendahnya
frekuensi menyusui dan ASI dihentikan terlalu dini pada ibu-ibu yang
bekerja karena kurangnya pemahaman tentang manajemen laktasi pada ibu
bekerja. Hal ini menyebabkan konsumsi zat gizi rendah apalagi kalau
pemberian MP-ASI pada anak kurang diperhatikan.
10

h. Kebersihan kurang
Pada umumnya ibu kurang menjaga kebersihan terutama pada saat
menyediakan dan memberikan makanan pada anak. Masih banyak ibu yang
menyuapi anak dengan tangan, menyimpan makanan matang tanpa tutup
makanan/tudung saji dan kurang mengamati perilaku kebersihan dari
pengasuh anaknya. Hal ini memungkinkan timbulnya penyakit infeksi
seperti diare (mencret) dan lain-lain.
i. Prioritas gizi yang salah pada keluarga
Banyak keluarga yang memprioritaskan makanan untuk anggota
keluarga yang lebih besar, seperti ayah atau kakak tertua dibandingkan
untuk anak baduta dan bila makan bersama-sama anak baduta selalu kalah.

2.2 Pengetahuan
2.2.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap satu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indra manusia yakni, indra penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2010).
2.2.2 Tingkat Pengetahuan
Tingkat pengetahuan ini bertujuan untuk mengelompokkan tingkah
laku suatu masyarakat atau individu yang diinginkan, bagaimana individu
itu berfikir dan berbuat. Adapun tingkat pengetahuan menurut
Notoatmodjo (2010) yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai
enam tingkat yaitu :
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang dipelajari
sebelumnya, yang termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah
11

mengingat kembali (recal) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh


bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima oleh sebab
itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja
untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara
lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan dan
sebagainya.
b. Memahami (Comprhension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterprestasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham
terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan
contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek
yang diketahui.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).
Aplikasi ini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum, rumus,
metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam situasi
struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja,
seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan,
mengelompokkan dan sebagainya.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam bentuk
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain formulasi-formulasi yang ada,
12

misalnya dapat menyusun merencanakan, meringkas, menyesuaikan dan


sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-
penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau
menggunakan kriteria yang telah ada.
2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah (Wawan,
2010):
a. Faktor internal
1) Pendidikan
Pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang makin
mudah untuk menerima informasi.
2) Pekerjaan
Pekerjaan adalah kegiatan yang harus dilakukan untuk
menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Bekerja akan
mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga.
3) Umur
Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja.
b. Faktor Eksternal
1) Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar
manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan
dan perilaku orang atau kelompok.
2) Sosial budaya
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat
mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi.
13

2.2.4 Pengukuran Pengetahuan


Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek
penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2010).

2.3 Motivasi
2.3.1 Pengertian
Motif atau motivasi berasal dari kata latin moreve yang berarti
dorongan dari dalam diri manusia untuk bertindak atau berperilaku.
Pengertian motivasi tidak terlepas dari kata kebutuhan atau needs atau
want. Kebutuhan adalah suatu “ potensi “ dalam diri manusia yang perlu
ditanggapi atau direspons. Tanggapan terhadap kebutuhan tersebut
diwujudkan dalam bentuk tindakan untuk pemenuhan kebutuhan tersebut,
dan hasilnya adalah orang yang bersangkutan merasa atau menjadi puas.
Apabila kebutuhan tersebut belum direspon atau dipenuhi maka akan
selalu berpotensi untuk muncul kembali sampai dengan terpenuhinya
kebutuhan yang dimaksud (Notoadmodjo, 2010).
Hasbuan (1995) mendefinisikan motivasi adalah suatu perangsang
keinginan (wants) dan daya penggerak kemauan yang akhirnya seseorang
yang bertindak atau berprilaku. Ia menambahkan bahwa setiap motivasi
mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai (Notoatmodjo, 2010).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi
adalah suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku
seseorang agar ia bergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu
sehingga mencapai hasil dan tujuan tertentu.
2.3.2 Bentuk-Bentuk Motivasi
Motivasi berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya dibagi
menjadi dua yaitu (Notoatmodjo, 2012:119):
14

a. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang tidak dipengaruhi oleh faktor-


faktor dari luar tetapi di dalam diri individu tersebut sudah terdapat
dorongan untuk melakukan sesuatu.
b. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang ada karena dipengaruhi oleh
faktor-faktor dari luar diri individu tersebut (lingkungan).
2.3.3 Kategori Motivasi
Menurut Notoadmodjo (2010:132), kategori motivasi dapat
dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Motivasi positif (Insentif Positif)
Adalah pimpinan masyarakat atau organisasi memberikan hadiah
atau reward kepada anggota atau bawahan yang berprestasi atau
berperilaku sehat.
b. Motivasi negatif (Insentif Negatif)
Adalah pimpinan memberian hukuman (punishment) kepada
anggotanya atau bawahannya yang kurang beprestasi atau perialkunya
kurang baik.
15

2.4 Kerangka Teori


Sebagai bahan acuan dalam penelitian ini kerangka teori yang
dipergunakan dapat digambarkan sebagai berikut:
Bagan 2.1
Kerangka Teori

Faktor Predisposisi :
 Pengetahuan
 Sikap
 Pendidikan
 Persepsi 1
 Keyakinan
 Motivasi
6
5
Faktor Pendukung :
 Ketersediaan sarana kesehatan
 Akses kesarana kesehatan Perilaku
2
 Prioritas dan komitmen kesehatan
masyarakat atau pemerintah
terhadap kesehatan

3
Faktor pendorong 4
 Petugas kesehatan
 Peran keluarga
 Peran suami

Ket. Gambar : Garis utuh menunjukan pengaruh langsung, garis putus-putus


menunjukkan akibat sekunder, nomor menunjukkan kira-kira urutan
terjadinya tindakan, dan yang tulisan tebal merupakan variabel yang
diteliti.
Sumber : Teori Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2010).

Anda mungkin juga menyukai