PEMFIGUS VULGARIS
I. KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
1. Pemfigus berasal dari kata Yunani pemphix yang berarti gelembung atau melepuh. Pemfigus
menggambarkan sekelompok penyakir bulosa kronis yang awalnya diseskripsian oleh
Wichman tahun 1791. Pemfigus Vulgaris merupakan penyakit serius pada kulit yang ditandai
timbulnya bula (lepuh) dengan berbagai ukuran pada kulit yang tampak normal dan membran
mukosa (misalnya : mulut, vagina). (Arif Mutakin, 2011, hal:104).
2. Pemfigus adalah kumpulan penyakit kulit autoimun terbuka kronik, menyerang kulit dan
membran mukosa yang secara histologik ditandai dengan bula intra spidermal akibat proses
ukontolisis (pemisahan sel-sel intra sel) dan secara imunopatologi ditemukan antibody
terhadap komponen dermosom pada permukaan keratinosis jenis Ig G, baik terikat mupun
beredar dalam sirkulasi darah ( Djuanda 2001, hal :186)
3. Pemfigus adalah penyakit kulit yang ditandai dengan timbulnya sebaran gelembung secara
berturut-turut yang mengering dengan meninggalkan bercak-bercak berwarna gelap, dapat
diiringi dengan rasa gatal atau tidak dan umumnya mempengaruhi keadaan umum si penderita.
(Laksman, 1999, hal:261).
A. ETIOLOGI
1. Genetik
2. Penyakit autoimun
3. Obat-obatan (Penisilin dan kaptopril)
4. Sebagai penyakit penyerta seperti neoplasma.
(Smeltzer dan Bare, 2002, hal:1879).
B. PATOFISIOLOGI
Bukti yang ada menunjukan bahwa pemfigus merupakan penyakit autoiun yang
melibatkan IgG, suatu immunoglobin. Diperkirakan bahwa antibodi pemfigus ditujukan
langsung kepada antigen permukaan sel yang spesifik dalam sel-sel epidermis. Bula terbentuk
akibat reaksi antigen-antibodi. Kadar antibodi dalam serum merupakan petunjuk untuk
memprediksikan intenstas penyakit. Faktor-faktor genetik dapat memainkan peranan dalam
perkembangan penyakit. Kelainan ini biasanya terjadi pada laki-lak dan wanita usia
pertengahan, serta akhir usia dewasa.
Komplikasi yang paling sering pada pemfigus vulgaris terjadi ketika proses penyakit
tersebut menyebar luas. Sebelum ditemukan kortikosteroid dan terapi immunosupresif, pasien
sangat rentan terhadap infeksi bakteri sekunde. Bakteri kulit relatif mudah mencapai bula
karena bula mengalami perembesan cairan, pecah, dan meninggalkan daerah-daerah terkelupas
yang terbuka terhadap lingkungan.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit terjadi akibat kehilangan cairan, serta
protein ketika bula mengalami ruptur. Hipoalbuminema lazim dijumpai kalau proses
penyakitnya mencakup daerah permukaan kulit tubuh dan membran mukosa luas. Adanya
kerusakan jaringan kulit pada pemfigus vulgaris memberikan manifestasi pada berbagai
masalah keperawatan. (Arif Mutakin, 2011, hal:105).
MANIFESTASI KLINIK
1. Pemfigus Vulgaris
a. Kulit berlepuh, Ø 1-10 cm, bula kendur, mudah pecah, nyeri pada kulit yang terkelupas, erosi
b. Krusta bertahan lama, hiperpigmentasi
c. Tanda nikolsky ada
d. Kelamin, mukosa mulut 60%
e. Biasanya usia 30-60 tahun
f. Bau specifik
2. Pemfigus eritematosus
a. Biasanya pada usia 60-70 tahun
b. Lesi awal : daerah wajah, kulit kepala, punggung, seluruh tubuh berupa bercak, eritematosa
batas tegas ( seperti kupu-kupu pada wajah) , krusta sifatnya kronis residif
c. Dinding bula kendur, mudah pecah, erosif yang dikelilingi dasar eritematosa, krusta dan
skuama krusta basah, bau khas
d. Tanda nikolsky ada
e. Mukosa mulut terkena
3. Pemfigus bullosa
a. Biasanya usia 50-70 tahun
b. Dinding bula tegang berisi cairan jernih/ hemoragic diatas kulit yang tampak normal atau
eritema
c. Diameter bula bervariasi
d. Lesi mulut / genitalis ( 20 – 40 %)
e. Tidak ada tanda nikolsky
4. Pemfigus vegetans
a. pada usia lebih muda dibandingkan dengan pemfigus vulgaris
b. lesi awal dimukosa mulut berbulan-bulan
c. lesi kulit : lokasi inter triginose, wajah, kepala, hidung, extremitas, selluruh tubuh berupa bula
kendur, mudah pecah, erosi vegetans, bau amis, hiperpigmentasi
d. tanda nikolsky ada.
(Mansjoer,1999)
C. KOMPLIKASI
1. Secondary infection
Salah satunya mungkin disebabkan oleh sistemik atau lokal pada kulit. Mungkin terjadi karena
penggunaan immunosupresant dan adanya multiple erosion. Infeksi cutaneus memperlambat
penyembuhan luka dan meningkatkan resiko timbulnya scar.
2. Malignansi dari penggunaan imunosupresif
Biasanya ditemukan pada pasien yang mendapat terapi immunosupresif.
3. Growth retardation
Ditemukan pada anak yang menggunakan immunosupresan dan kortikosteroid.
4. Supresi sumsum tulang
Dilaporkan pada pasien yang menerima imunosupresant. Insiden leukemia dan lymphoma
meningkat pada penggunaan imunosupresif jangka lama.
5. Osteoporosis
Terjadi dengan penggunaan kortikosteroid sistemik
6. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Erosi kulit yang luas, kehilangan cairan serta protein ketika bulla mengalami rupture akan
menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Kehilangan cairan dan natrium
klorida ini merupakan penyebab terbanyak gejala sistemik yang berkaitan dengan penyakit dan
harus diatasi dengan pemberian infuse larutan salin. Hipoalbuminemia lazim dijumpai kalau
proses mencapai kulit tubuh dan membrane mukosa yang luas. (Price, 2002).
D. PENATALAKSANAAN
1. Pemfigus vulgaris
a. Umum
1) Perbaiki keadaan umum
2) Atasi keseimbangan cairan ( input atau output ), elektrolit, tanda-tanda vital
b. Sistemik
1) Kortikosteroid : Prednison 60-150 mg/hr ( tergantung berat ringannya penyakit
2) Tapering off disesuaikan dengan kondisi klinis dan kadar IgG dalam darah sampai dosis
pemeliharaan
3) Dapat dikombinasikan kortikosteroid dan sitostatika (Azotlapin 1-3 mg/kg BB ) untuk sparing
efek.
4) Antibiotika bila ada infeksi sekunder
5) KCL 3x500 mg/ hari
6) Anabolik ( Anabolene 1x1 tablet/ hari )
c. Topikal
1) Eksudatif : kompres
2) Darah erosif : - Silver sulfadiazine
- Krim antibiotik bila ada infeksi
3) Kortikosteroid lemah untuk lesi yang tidah eksudatif
2. Pemfigus eritematosus
a. Umum
1) Pengawasan keadaan umum, tanda vital, input atau output cairan dan elektrolit
2) Diet lunak, TKTP, rendah garam
b. Sistemik
1) Kortikosteroid : prednison 60-100 mg/hr ( tergantung berat ringannya penyakit)
2) Kombinasi kortikosteroid dan azatioprin (1-2 mg/kg BB)
3) Antibiotik : bila terdapat infeksi sekunder
4) Anabolene 1x1 tb/ hari
c. Topikal
1) Untuk lesi basah : kompres
2) Untuk lesi erosif : mupirocin
3) Untuk lesi berskuama : kompres hidrokortison 2,5 %, lanalcin 10 %, vaselin albumin 100
3. Pemfigus bulosa
a. Umum
1) Pengawasan keadaan umum, tanda vital
2) Diet TKTP
3) Hindari infeksi sekunder (K/P) infus untuk mengantisipasi gangguan cairan dan elektrolit
b. Sistemik
1) Prednison 40-80 mg/hr, bila tampak perbaikan tapering off
2) DDS (Diamino Diphenyl Suffone) 200-300 mg/hari
3) Dapat diberikan gabungan prednison dengan imunosupresan lain
4) Metrotaxate (MTX) 20-30 mg/ minggu interval 12 jam diberikan saat prednison dosis 400 mg
5) Azatioprin 50-150 mg/hr setelah 3-4 minggu kemudian dilakukan alternate day
6) Anabolik bila ada infeksi sekunder
7) CTM 3x1 tablet sehari ( bila gatal)
a. Topikal
1) Untuk lesi basah : kompres rivanol
2) Untuk lesi erosi kering : kortikosteroid topikal
3) Antibiotik topikal
4) Bula besar : aspirasi
4. Pemfigus vegetans
a. Umum
1) Pengawasan keadaan umum, tanda vital, input output cairan dan elektrolit
2) Diet lunak, TKTP, rendah garam
b. Sistemik
1) Prednison 60-150 mg/hr, tapering off sesuai dengan kondisi klinis sampai dosis pemeliharaan
2) Antibiotik bila ada infeksi sekunder
3) Alternate dapseon 100-200 mg/hari
4) KCL 2x500 mg (k/p)
5) Anabolik (anabolene 1x1 tablet sehari)
c. Topikal
1) Betadine gargle untuk kumur
2) Bibir kenalog in arabase
3) Garamicin krim atau fucidine krim 2xsehari untuk daerah erosif
4) Untuk krusta : kompres salep antibiotik
5) Larutan PK sebanyak 1% yang dilarutkan dalam air mandi
(Smelltzer, 2002, hal: 188).
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemfigus vulgaris biasanya terjadi pada usia lanjut dan disertai dengan keadaan umum yang
lemah. Selain itu diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan:
1. Gambaran klinis yang khas dan tanda dari nikolsky positip
2. Tes tzanck positip. Pemeriksaan cairan dari bulla (melepuh) untuk mencari sel tzanck dengan
membuat apusan dari dasar bula dan dicat dengan giemsa, akan terlihat sel tzanck atau sel
akantolitik yang berasal dari spinosum berbentuk agak bulat dan berinti besar dengan
dikelilingi sitoplasma jernih (halo).
3. Pemeriksaan histopatogenik: terlihat gambar yang khas, yaitu bula yang terletak suprabasal
dan adanya akontolisis.
4. Pemeriksaan imunofluorensi.
a. Immunofluorescen langsung
Menunjukan endapan antibodi IgG, C3, di substansi interselluler epidermis
b. Immunofluorescen tidak langsung Serum : dideteksi sirkulasi antibodi IgG interseluler,
terdapat pada 80-90% penderita.
(Harahap, 2000, hal : 136)
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
B.PENGKAJIAN FOKUS
1. Biodata
Umur : biasanya pada usia pertengahan sampai dewasa muda
2. Riwayat kesehatan
Keluhan utama : nyeri karena adanya pembentukan bula dan erosi
3. Riwayat penyakit dahulu : Riwayat alergi obat, riwayat penyakit keganasan (neoplasma ),
riwayat penyakit lain, Riwayat hipertensi
4. Pola kesehatan fungsional Gordon yang terkait
a. Pola Nutrisi dan Metabolik
Kehilangan cairan dan elektrolit akibat kehilangan cairan dan protein ketika bula mengalami
ruptur
b. Pola persepsi sensori dan kognitif
Nyeri akibat pembentukan bula dan erosi
c. Pola hubungan dengan orang lain
Terjadinya perubahan dalam berhubungan dengan orang lain karena adanya bula atau bekas
pecahan bula yang meninggalkan erosi yang lebar
d. Pola persepsi dan konsep diri
Terjadinya gangguan body image karena adanya bula/ bula pecah meninggalkan erosi yang
lebar serta bau yang menusuk
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Baik
b. Tingkat kesadaran : Composmentis
c. Tanda – tanda vital :
1) TD : Dapat meningkat/ menurun
2) N : Dapat meningkat/ menurun
3) RR : Dapat meningkat/ menurun
4) S : Dapat meningkat/ menurun
d. Kepala : Kadang ditemukan bula
e. Dada : Kadang ditemukan bula
f. Punggung : Kadang ditemukan bula dan luka dekubitus
g. Ekstremitas : Kadang ditemukan bula dan luka dekubitus
6. Pemeriksaan penunjang
a. Klinis anamnesis dan pemeriksaan kulit : ditemukan bula
b. Laborat darah : hipoalbumin
c. Biopsi kulit : mengetahui kemungkinan maligna
d. Test imunofluorssen : didapat penurunan imunoglobulin
(Harnowo, 2002, hal: 29)
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi ketidakseimbangan cairan dan elektolit b.d hilangnya cairan pada jaringan,
penurunan intake cairan, pengeluaran cairan berlebih dengan peningkatan terbentuknya bula
dan ruptur bula.
2. Resiko tinggi infeksi b.d penurunan imunitas, adanya port de entree pada lesi.
3. Nyeri b.d kerusakan jaringan lunak erosi jaringan lunak.
4. Kerusakan integritas kulit b.d lesi dan raksi inflamasi lokal.
5. Defisit perawatan diri b.d kelemahan fisik, penurunan kemampuan aktivitas umum sekunder
dari adanya nyeri, kerusakan luas kulit.
6. Kecemasan b.d kondisi penyakit, kerusakan luas pada jaringan kulit.
D. INTERVENSI
Resiko tinggi ketidakseimbangan cairan dan elektolit b.d hilangnya cairan pada jaringan,
penurunan intake cairan, pengeluaran cairan berlebih dengan peningkatan terbentuknya
bula dan ruptur bula.
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam tidak terjadi syok hipovolemik.
Kriteria evaluasi :
- Tidak terdapat tanda-tanda syok : pasien tidak mengeluh pusing, TTV dalam batas normal,
kesadaran optimal, urine >600 ml/hari.
- Membran mukosa lembab, turgor kulit normal, CRT >3detik.
- Laboratorium : nilai elektrolit normal, nilai hematokrit dan protein serum meningkat, BUN/
kreatinin meurun.
Intervensi Rasional
Intervensi pemenuhan cairan :
Identifikasi faktor penyebab, awitan (onset), Parameter dalam menentukan intervensi
spesifikasi usia dan adanya riwayat penyakit kedaruratan. Adanya usia anak atau lanjut
lain. usia memberikan tingkat keparahan dari
kondisi ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit.
3. Berikan cairan oral sedikit demi sedikit Pembrian cairan oral sedikit demi sedikit
untuk mencegah terjadinya muntah apabila
diberikan secara stimultan.
Anjurkan pasien untuk minum dan makan Pemberian cairan dan makanan tinggi
makanan yang banyak mengandung natrium natrium dilakukan sesuai dengan tingkat
seperti susu, telur, daging , dsb. toleransi. Meskipun kekurangan natrium
menyebabkan gejala serius yang perlu
pemberian intravenus segera, pasien
dianjurkan juga untuk mencoba intake
natrium peroral dan hindari pembatasan
Monitor khusus ketidakseimbangan garam.
elektrolit pada lansia Individu lansia dapat dengan cepat
mengalami dehidrasi dan menderita kadar
kalium rendah (hipokalemia) sebagai akibat
dari ruptur bulla. Individu lansia yang
menggunakan digitalis harus waspada
terhadap cepatnya dehidrasi dan hipokalemia
pada penurunan cairan pada pemfigus.
Individu ini juga dintruksikan untuk
mengenali tanda-tanda hipokalemia karena
kadar kalium rendah dapat memperberat
kerja digitalis yang dapat menimbulkan
toksisitas digitalis.
Resiko tinggi infeksi b.d penurunan imunitas, adanya port de entree pada lesi.
Tujuan : Dalam waktu 7 x 24 jam tidak terjadi infeksi, terjadi perbaikan pada integritas
jaringan lunak.
Kriteria evaluasi :
- Lesi akan menutup pada hari ke 7 tanpa adanya tanda-tanda infeksi dan peradangan pada
area lesi.
- Leukosit dalam btas normal, TTV dalam batas normal.
Intervensi Rasional
Kaji kondisi lesi, banyak dan besarnya bula, Mengidentifikasi kemajuan atau
serta apakah adanya order khusus dari tim penyimpangan dari tujuan yang diharapkan.
dokter dalam melakukan perawatan luka.
Buat kondisi balutan dalam keadaan bersih Kondisi bersih dan kering akan menghindari
dan kering. kontaminasi komensal, serta akan
menyebabkan respons inflamasi lokal dan
akan memperlambat penyembuhan luka.
Lakukan perawatan luka :
Lakukan perawatan luka steril setiap hari. Perawatan luka sebaiknya dilakukan setiap
hari untuk membersihkan debris dan
menurunkan kontak kuman masuk kedalam
lesi. Intervensi dilakukan dalam kondisi
steril sehingga mencegah kontaminasi
Bersihkan luka dan drainase dengan cairan kuman ke lesi pemfigus.
Nacl 0,9% atau antiseptik jenis iodine Pembersihan debris (sisa fagosit, jaringan
providum dengan cara swabbing dari arah ati) dan kuman sekitar luka dengan
dalam ke luar. mengoptimalkan kelebihan dari iodine
providum sebagai antisepti dengan arah dari
dalam keluar dapat mencegah kontaminasi
Tutup luka dengan kassa steril dan jangan dengan alkohol atau normal saline.
menggunakan dengan plester adhesif Penutupan secara menyeluruh dapat
menghindari kontaminasi dari benda atau
udara yang bersentuhan dengan lesi
pemfigus.
Kolaborasi penggunaan anibiotik Anibiotik injeksi diberikan untuk mencegah
aktivasi kuman yang bisa masuk. Peran
perawat mengkaji adanya reaksi dan riwayat
alergi antibiotik, serta memberikan antibiotik
sesuai pesanan dokter.
Kerusakan integritas jaringan kulit b.d nekrosis local sekunder dari akumulasi pus pada
jaringan folikel rambut
Tujuan: Dalam 5 x 24 jam integritas kulit membaik secara optimal.
Kriteria evaluasi:
Pertumbuhan jaringan meningkat, keadaan luka membaik, pengeluaran pus pada luka tidak
ada lagi, luka menutup.
Intervensi Rasional
Kaji kerusakan jaringan lunak yang terjadi Menjadi data dasar untuk memberikan
pada klien. informasi intervensi perawatan luka, alat apa
yang akan dipakai, dan jenis larutan apa yang
akan digunakan.
Lakukan perawatan bula. Pasien dengan daerah bula yang luas
memiliki bau yang khas yang akan
berkurang setelah infeksi sekunder
terkendali. Sesudah kulit pasien dimandikan,
kulit tersebut dikeringkan dengan hati-hati
dan ditaburi bedak yang tidak iritatif agar
pasien dapat bergerak lebih bebas ditempat
tidurnya. Jumlah bedak yang cukup banyak
mungkin diperlukan untuk menjaga agar
kulit pasien tidak lengket pada seprei. Plester
sama sekali tidak boleh digunakan pada kulit
karena dapat menimbulkan lebih banyak
bullae . hipotermi sering terjadi dan tindakan
untuk menjaga agar pasien tetap hangat serta
nyaman merupakan prioritas dalam aktivitas
keperawatan.
Lakukan perawatan luka:
Lakukan perawatan luka dengan teknik Perawatan luka dengan teknik steril dapat
steril. mengurangi kontaminasi kuman langsung ke
area luka.
Kaji keadaan luka dengan teknik membuka Manajemen membuka luka dengan
balutan dengan mengurangi stimulus nyeri. mengguyur larutan NaCl ke kasa dapat
Bila melekat kuat, kasa diguyur dengan mengurangi stimulus nyeri.
NaCl.
Lakukan pembilasan luka dari arah dalam Teknik membuang jaringan dan kuman di
keluar dengan cairan NaCl. area luka dan diharapkan keluar dari area