I. KONSEP NIFAS
A. PENGERTIAN
Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta
lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan
semula (sebelum hamil) yang berlangsung kurang lebih 6 minggu (Panduan
Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2009).
Nifas atau puerperium adalah periode waktu atau masa dimana
organ-organ reproduksi kembali kepada keadaan tidak hamil. Masa ini
memerlukan waktu 6 minggu. (Farrer, 2010)
B. TUJUAN PERAWATAN MASA POST PARTUM
1. Menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun psikologis
2. Melaksanakan skrinning yang komprehensif, mendeteksi masalah,
mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun
bayinya.
3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,
nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada
bayinya, dan perawatan bayi sehat.
4. Memberikan pelayanan KB.
C. PERIODE NIFAS
1. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri
dan berjalan-jalan. Dalam agama Islam, dianggap telah bersih dan boleh
bekerja setelah 40 hari
2. Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia
yang lamanya 6-8 minggu
3. Remote Puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan
sehat sempurna terutama bila selama hamil / waktu persalinan ada
komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu,
bulanan atau tahunan.
D. PERUBAHAN-PERUBAHAN YANG TERJADI
1. Involusi rahim. Setelah 2 hari uterus mengecil dengan cepat sehingga
pada hari ke-10 uterus tidak terba lagi dari luar.
2. Involusi tempat placenta. Mengecil dengan cepat pada akhir minggu
ke-2 yaitu 3-4 cm dan pada akhir masa nifas 1 – 2 cm.
3. Pembuluh darah rahim. Setelah persalinan pembuluh-pembuluh darah
akan mengecil kembali karena darah yang diperlukan tidak sebanyak
waktu hamil.
4. Servik dan vagina. Beberapa hari setelah persalinan, osteum externum
dapat dilalui oleh 2 jari, pinggir-pinggirnya tidak rata tetapi retak karena
robekan dalam persalinan. Pada akhir minggu pertama hanya dapat
dilalui oleh 1 jari saja dan lingkaran retraksi berhubungan dengan
bagian atas dari canalis serfikalis. Pada servik terbentuk sel-sel otot
baru, pada minggu ketiga post partum rugae kembali nampak, luka pada
jalan lahir bila tidak disertai infeksi akan sembuh dalam 6-7 hari.
5. Dinding perut dan peritonium. Setelah persalinan dinding perut longgar
karena diregang begitu lama, namun berangsur-angsur akan pulih
kembali dalam 6 minggu.
6. Saluran kencing. Dapat terjadi udem, dan hyperemia, pada masa nifas
(puerperium) kandung kemih kurang sensitif dan kapasitasnya
bertambah sehingga kandung kencing masih terdapat urine
residual. Sisa urine dan trauma kandung kemih waktu persalinan akan
memudahkan terjadinya infeksi.
7. Laktasi. Keadaan buah dada / payudara 2 hari pertama nifas sama
dengan keadaan dalam kehamilan. Buah dada belum mengandung
susumelainkan kolostrum. Mulai 3 hari post partum buah dada
membesar, keras dan nyeri. Ini menandai permulaan sekresi air susu
dan kalau areola mamae dipijat, keluarlah cairan putih dari puting susu.
8. Lochea. Lochea adalah cairan sekret yang berasal dari cavum uteri dan
vagina dalam nifas.
Macam-macam lochea :
a. Lochea rubra (hari 1 - 4). Jumlahnya sedang, berwarna merah dan
terutama darah
b. Lochea serosa (hari 4 – 8). Jumlahnya berkurang dan berwarna
merah muda (hemoserosa)
c. Lochea alba (hari 8 – 14). Jumlahnya sedikit, berwarna putih atau
hampir tidak berwarna
d. Lochea purulenta. Bila terjadi infeksi, keluar cairan nanah berbau
busuk.
9. Perubahan-perubahan penting lainya
a. Hemokonsentrasi. Pada masa hamil didapat hubungan pendek yang
dikenal sebagai shunt antara sirkulasi ibu dan plasenta, setelah
melahirkan shunt akan hilang secara tiba-tiba, sehingga volume
darah ibu relatif akan bertambah dan dapat menimbulkan beban
pada jantung sehingga dapat menimbulkan decompensasi cordis.
Keadaan ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi
timbulnya hemokonsentrassi. Hal ini terjadi pada hari ke 3 sampai
15 hari post partum.
b. Laktasi. Sejak kehamilan muda sudah terdapat persiapan-persiapan
pada kelenjar mamae, perubahan pada kedua mammae antara lain
:
1) Proliferasi jaringan, terutama kelenjar – kelenjar dan alveolus
mammae dan lemak.
2) Pada duktus laktiferus terdapat cairan yang kadang-kadang
dapat dikeluarkan berwarna kuning (kolostrum).
3) Hipervaskularisasi, terdapat pada permukaan maupun pada
bagian dalam mammae.
4) Setelah partus, pengaruh menekan dari estrogen dan
progesteron terhadap hipofise hilang dan berpengaruh
timbulnya hormon laktogenic (prolaktin), sehingga mammae
yang terlah dipersiapkan terpengaruhi dengan akibat kelenjar-
kelenjar berisi air susu. Pengaruh oksitosin mengakibatkan
mioepitelium kelenjar-kelenjar susu berkontraksi sehingga
terjadi pengeluaran air susu yang berlangsung pada hari 2-3
post partum.
E. MASALAH PSIKOLOGIS YANG SERING TERJADI
Kehamilan, kelahiran dan perubahan menjadi orang tua
menyebabkan terjadinya keadaan krisis yang membutuhkan adaptasi,
apabila adaptasi tersebut tidak berhasil, maka wanita tersebut akan
mengalami depresi. Masalah kesehatan jiwa yang sering dialami wanita
yaitu :
1. Post Partum Blues. Merupakan depresi pada masa kehamilan, relative
rendah namun meningkat dalam 12 bulan pertama setelah melahirkan.
Umumnya gejala terjadi antara hari ke 3 sampai hari ke 10, seperti
menangis, sangat lelah, insomnia, mudah tersinggung, sulit
konsentrasi. Berakhir dalam 24 – 48 jam. Ada korelasi positif dengan
riwayat ketegangan sebelum menstruasi dan keadaan hormonal yang
tidak stabil.
2. Depresi Post Partum. Sama dengan gejala depresi yang dialami dalam
kehidupan pada waktu lain. Gejala umumnya terjadi pada 3 bulan
pertama setelah melahirkan atau sampai bayi berusia 1 tahun.
Kemungkinan penyebabnya biologis, psikososial & sosial. Dialami
sekitar 20% ibu post partum. Ada korelasi positif dengan : BBL bayi
rendah, masalah perilaku, keluhan somatik, pola pertumbuhan buruk.
Akibatnya bisa menimpa ibu maupun anak & dapat terus terjadi sampai
tahun kedua setelah kelahiran.
3. Post Partum Psikosis. Jarang terjadi, gejala terlihat dalam 3 – 4 minggu
setelah melahirkan. Gejala seperti delusi dan halusinasi, penyebab pasti
belum diketahui. Hal ini biasanya dialami oleh ibu yang mengalami
keguguran atau kematian bayi dalam kandungan/setelah dilahirkan.
F. PENANGANAN MASA NIFAS (PUERPERIUM)
1. Kebersihan diri
a. Anjurkan menjaga kebersihan seluruh tubuh
b. Mengajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah alat kelamin
dengan sabun dan air. Pastikan bahwa klien mengerti untuk
membersihkan daerah vulva terlebih dahulu dari depan ke belakang,
baru kemudian membersihkan daerah sekitar anus. Nasehatkan ibu
untuk membersihkan vulva setiap kali buang air kecil atau besar.
c. Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut
setidaknya 2x sehari. Kain dapat digunakan ulang jika telah dicuci
dengan baik dan dikeringkan dibawah matahari dan disetrika.
d. Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum
dan sesudah membersihkan daerah kelaminnya.
e. Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada
ibu untuk menghindari menyentuh daerah luka.
2. Istirahat
a. Anjurkan ibu agar istirahat cukup untuk mencegah kelelahan
berlebihan.
b. Sarankan untuk kembali melakukan kegiatan rumah tangga secara
perlahan-lahan serta untuk tidur siang atau istirahat selagi bayi tidur.
c. Kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam: Mengurangi jumlah
asi yang diproduksi, Memperlambat proses involusi uterus dan
memperbanyak perdarahan, dan menyebabkan depresi dan
ketidakmampuan untuk merawat bayi dan dirinya sendiri.
3. Latihan
a. Diskusikan pentingnya otot-otot panggul kembali normal. Ibu akan
merasa lebih kuat dan ini menyebabkan otot perutnya menjadi kuat
sehingga mengurangi rasa sakit pada panggul.
b. Jelaskan pentingnya latihan untuk memperkuat tonus otot jalan lahir
dan dasar panggul (kelgel exercise). Mulai dengan mengerjakan 5
kali latihan untuk setiap gerakan. Setiap minggu naikkan jumlah
latihan 5 kali lebih banyak. Pada minggu ke-6 setelah persalinan ibu
harus mengerjakan setiap gerakan sebanyak 30 kali.
4. Gizi
a. Mengkonsumsi tambahan 500 kalori setiap hari.
b. Makan dengan diet seimbang untuk mendapatkan protein, mineral
dan vitamin yang cukup
c. Minum sedikitnya 3 liter setiap hari (anjurkan ibu untuk minum
setiap kali menyusui.
d. Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya
selama 40 hari post partum.
e. Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan
vitamin A kepada bayi melalui air asinya.
5. Perawatan payudara
a. Menjaga payudara tetap bersih dan kering, terutama pada puting
susu
b. Menggunakan Bra yang menyokong payudara
c. Apabila puting susu lecet oleskan kolostrum atau ASI yang keluar
pada sekitar puting susu setiap kali menyusui. Tetap menyusui
dimulai dari puting susu yang tidak lecet.
d. Apabila lecet sangat berat dapat diistirahatkan selama 24 jam. ASI
dikeluarkan dan diminumkan menggunakan sendok.
e. Untuk menghilangkan nyeri ibu dapat minum paracetamol 1 tablet.
f. Urut payudara dari arah pangkal menuju puting susu dan gunakan
sisi tangan untuk mengurut payudara.
g. Keluarkan ASI sebagian dari depan payudara sehingga puting susu
menjadi lunak.
h. Susukan bayi setiap 2-3 jam. Apabila tidak dapat menghisap seluruh
ASI, sisanya keluarkan dengan tangan.
i. Letakkan kain dingin pada payudara setelah menyusui.
6. Senggama
a. Secara fisik aman untuk memulai hubungan suami istri begitu darah
merah berhenti dan ibu dapat memasukkan 1 atau 2 jarinya kedalam
vagina tanpa rasa nyeri
b. Banyaknya budaya yang mempunyai tradisi menunda hubungan
suami istri sampai pada masa waktu tertentu, misalnya setelah 40
hari atau 6 minggu setelah persalinan. Keputusan bergantung pada
pasangan yang bersangkutan.
A. ANATOMI FISIOLOGI
Menurut morfologinya, jenis-jenis panggul dibedakan menjadi 4, yaitu:
1. Panggul ginekoid, dengan pintu atas panggul yang bundar atau
dengan diameter transversal yang lebih panjang sedikit
daripada diameter anteroposterior dan dengan panggul tengah
serta pintu bawah panggul yang cukup luas.
2. Panggul anthropoid, dengan diameter anteroposterior yang lebih
panjang daripada diameter transversa dan dengan arkus pubis
menyempit sedikit.
3. Panggul android, dengan pintu atas panggul yang berbentuk
sebagai segitiga berhubungan dengan penyempitan ke depan,
dengan spina iskiadika menonjol ke dalam dan dengan arkus pubis
yang menyempit.
4. Panggul platipelloid, dengan diameter anteroposterior yang jelas
lebih pendek daripada diameter transversa pada pintu atas panggul
dan dengan arkus pubis yang luas.
Tulang – tulang panggul terdiri dari os koksa, os sakrum, dan os
koksigis. Os koksa dapat dibagi menjadi os ilium, os iskium, dan os
pubis. Tulang-tulang ini satu dengan lainnya berhubungan. Di
depan terdapat hubungan antara kedua os pubis kanan dan kiri, disebut
simfisis. Dibelakang terdapat artikulasio sakro- iliaka yang
menghubungkan os sakrum dengan os ilium. Dibawah terdapat
artikulasio sakro-koksigea yang menghubungkan os sakrum (tulang
panggul) dan os koksigis (tulang tungging).
Pada wanita, di luar kehamilan artikulasio ini hanya
memungkinkan pergeseran sedikit, tetapi pada kehamilan dan waktu
persalinan dapat bergeser lebih jauh dan lebih longgar, misalnya ujung
koksigis dapat bergerak kebelakang sampai sejauh lebih kurang 2,5 cm.
Hal ini dapat dilakukan bila ujung os koksigis menonjol ke depan pada
saat partus, dan pada pengeluaran kepala janin dengan cunam ujung os
koksigis itu dapat ditekan ke belakang.
Secara fungsional, panggul terdiri dari dua bagian yaitu pelvis
mayor dan pelvis minor. Pelvis mayor adalah bagian pelvis yang
terletak diatas linea terminalis, disebut juga dengan false pelvis. Bagian
yang terletak dibawah linea terminalis disebut pelvis minor atau true
pelvis. Pada ruang yang dibentuk oleh pelvis mayor terdapat organ-
organ abdominal selain itu pelvis mayor merupakan tempat perlekatan
otot-otot dan ligamen ke dinding tubuh. Sedangkan pada ruang yang
dibentuk oleh pelvis minor terdapat bagian dari kolon, rektum, kandung
kemih, dan pada wanita terdapat uterus dan ovarium. Pada ruang pelvis
juga kita temui diafragma pelvis yang dibentuk oleh muskulus levator
ani dan muskulus koksigeus
Adapun ukuran panggul adalah sebagai berikut :
1) Pintu Atas Panggul
Pintu atas panggul dibentuk oleh promontorium corpus
vertebra sacrum, linea innominata, serta pinggir atas simfisis.
Konjugata diagonalis adalah jarak dari pinggir bawah simfisis ke
promontorium, Secara klinis, konjugata diagonalis dapat diukur
dengan memasukkan jari telunjuk dan jari tengah yang dirapatkan
menyusur naik ke seluruh permukaan anterior sacrum,
promontorium teraba sebagai penonjolan tulang. Dengan jari tetap
menempel pada promontorium, tangan di vagina diangkat sampai
menyentuh arcus pubis dan ditandai dengan jari telunjuk tangan
kiri. Jarak antara ujung jari pada promontorium sampai titik yang
ditandai oleh jari telunjuk merupakan panjang konjugata
diagonalis.
Konjugata vera yaitu jarak dari pinggir atas simfisis ke
promontorium yang dihitung dengan mengurangi konjugata
diagonalis 1,5 cm, panjangnya lebih kurang 11 cm. Konjugata
obstetrika merupakan konjugata yang paling penting yaitu jarak
antara bagian tengah dalam simfisis dengan promontorium, selisih
antara konjugata vera dengan konjugata obstetrika sedikit sekali.
2) Panggul Tengah (Pelvic Cavity)
Ruang panggul ini memiliki ukuran yang paling luas.
Pengukuran klinis panggul tengah tidak dapat diperoleh secara
langsung. Terdapat penyempitan setinggi spina isciadika, sehingga
bermakna penting pada distosia setelah kepala engagement. Jarak
antara kedua spina ini yang biasa disebut distansia interspinarum
merupakan jarak panggul terkecil yaitu sebesar 10,5 cm. Diameter
anteroposterior setinggi spina isciadica berukuran 11,5 cm.
Diameter sagital posterior, jarak antara sacrum dengan garis
diameter interspinarum berukuran 4,5 cm.
1. Pintu Bawah Panggul
Pintu bawah panggul bukanlah suatu bidang datar namun
terdiri dari dua segitiga dengan dasar yang sama yaitu garis yang
menghubungkan tuber isciadikum kiri dan kanan. Pintu bawah
panggul yang dapat diperoleh melalui pengukuran klinis adalah
jarak antara kedua tuberositas iscii atau distansia tuberum (10,5
cm), jarak dari ujung sacrum ke tengah-tengah distensia tuberum
atau diameter sagitalis posterior (7,5 cm), dan jarak antara pinggir
bawah simpisis ke ujung sacrum (11,5 cm).
Sumber :
http://lh5.ggpht.com/_ezSsIEHCzdA/SpdOwrnTYiI/AAAAAAAAAGY/idLHQp2U_6g/
PAP%20copy_thumb%5B1%5D.jpg?imgmax=800
B. DEFINISI
Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan
ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak
dapat keluar melalui vagina. Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh
panggul sempit, janin yang besar ataupun kombinasi keduanya.
Setiap penyempitan pada diameter panggul yang mengurangi
kapasitas panggul dapat menyebabkan distosia saat persalinan. penyempitan
dapat terjadi pada pintu atas panggul, pintu tengah panggul, pintu bawah
panggul, atau panggul yang menyempit seluruhnya.
C. ETIOLOGI
Distosia adalah persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu
lambatnya kemajuan persalinan. Distosia dapat disebabkan oleh kelainan
pada servik, uterus, janin, tulang panggul ibu atau obstruksi lain di jalan
lahir. Kelainan ini oleh ACOG dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Kelainan kekuatan (power) yaitu kontraktilitas uterus dan upaya
ekspulsif ibu.
a. Kelainan his : inersia uteri / kelemahan his
b. kekuatan mengejan yang kurang misalnya pada hernia atau sesak
nafas.
2. Kelainan yang melibatkan janin (passenger), misalnya letak lintang,
letak dahi, hidrosefalus.
3. Kelainan jalan lahir (passage), misalnya panggul sempit, tumor yang
mempersempit jalan lahir.
D. MANIFETASI KLINIS
Gejala klinis dari CPD sendiri antara lain :
1. Pada palpasi abdomen, pada primipara kepala anak belum turun setelah
minggu ke-36.
2. Pada primipara ada perut menggantung.
3. Pada anamnesa, multipara persalinan yang dulu-dulu sulit.
4. Ada kelainan letak pada hamil tua.
5. Terdapat kelainan bentuk badan ibu (cebol, skoliosis, pincang, dan lain-
lain).
6. Persalinan Lebih lama dari biasa.
E. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi terjadinya penyakit ini berhubungan erat dengan penyabab
CPD itu sendiri. yaitu kapasitas panggul atau ukuran panggul yang sempit
dan ukuran janin yang terlalu besar.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Radiologi
Untuk Pelvimetri dibuat 2 buah foto
a. Foto pintu atas panggul
b. Ibu dalam posisi setengah duduk (Thoms), sehingga tabung rontgen
tegak lurus diatas pintu atas panggul
2. Foto lateral. Ibu dalam posisi berdiri, tabung rontgen diarahkan
horizontal pada trochanter maya samping.
3. Pemeriksaan Laboratorium adalah pemeriksaan untuk mendapat
informasi tentang kesehatan pasien.
4. Pemeriksaan klinik berupa: pemeriksaan kandung kemih, palpasi
abdomen, dan pemeriksaan dalam (evaluasi pelvik, imbangan feto
pelvik/penentuan CPD, maupun ada tidaknya tumor pada jalan lahir)
G. PENATALAKSANAAN CPD
1. Persalinan Percobaan
Prognosis persalinan dengan panggul sempit tergantung berbagai
faktor, antara lain : bentuk panggul, ukuran panggul, pergerakan
sendi-sendi panggul, besarnya kepala janin, persentasi dan posisi kepala,
serta his. Secara pasti, sebelum persalinan berlangsung hanya dapat
ukuran-ukuran panggul. Oleh karena itu, jika CV < 8 ½ cm dilakukan
sectio caesarea primer sedangkan CV > 8 ½-10 cm dapat dilakukan
persalinan percobaan.
Persalinan percobaan hanya dilakukan pada letak belakang
kepala, tidak dilakukan pada letak sungsang, letak dahi, letak muka, atau
kelainan letak lainnya. Ada 2 macam persalinan percobaan, yaitu :
a. Trial of labor, dimulai pada permulaan persalinan dengan
pervaginam secara spontan atau dibantu dengan ekstraksi (forceps
atau vakum) dan anak serta ibu dalam keadaan baik (dikatakan
berhasil).
b. Test of labor, dimulai pada saat pembukaan lengkap dan berakhir
1 jam sesudahnya. Setelah 1 jamkepala turun sampai H III, test of
labor berhasil. Persalinan percobaan dihentikan jika pembukaan
tidak atau kurang sekali kemajuan, keadaan ibu atau anak menjadi
kurang baik, ada lingkaran retraksi yang patologis, dan
forceps/vakum ekstraksi gagal. Dalam keadaan-keadaan tersebut,
dilakukan sectio caesarea. (Dinan S. Bratakoesoema, 2005).
2. Seksio Sesarea
Seksio sesarea elektif dilakukan pada kesempitan panggul
berat dengan kehamilan aterm, atau disproporsi sephalopelvik yang
nyata. Seksio juga dapat dilakukan pada kesempitan panggul ringan
apabila ada komplikasi seperti primigravida tua dan kelainan letak
janin yang tak dapat diperbaiki. Seksio sesarea sekunder (sesudah
persalinan selama beberapa waktu) dilakukan karena peralinan
percobaan dianggap gagal atau ada indikasi untuk menyelesaikan
persalinan selekas mungkin sedangkan syarat persalinan per
vaginam belum dipenuhi
3. Simfisiotomi
Tindakan ini dilakukan dengan memisahkan panggul kiri
dan kanan pada simfisis. Tindakan ini sudah tidak dilakukan lagi.
4. Kraniotomi
Kraniotomi adalah suatu tindakan yang memperkecil ukuran
kepala janin dengan cara melubangi tengkorak janin dan
mengeluarkan isi tengkorak, sehingga janin dapat dengan mudah
lahir pervaginam. Kraniotomi, terdiri atas perforasi kepala janin,
yang biasanya diikuti oleh kranioklasi.
5. Kleidotomi.
Tindakan ini dilakukan setelah janin pada presentasi kepala
dilahirkan, akan tetapi dialami kesulitan untuk melahirkan bahu
karena terlalu lebar. Setelah janin meninggal, tidak ada keberatan
untuk melakukan kleidotomi (memotong klavikula) pada satu atau
kedua klavikula.
H. PENATALAKSANAAN PASCA SC
1. Perawatan awal
a. Letakan pasien dalam posisi pemulihan
b. Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam
pertama, kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat
kesadaran tiap 15 menit sampai sadar
c. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
d. Transfusi jika diperlukan
e. Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi,
segera kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan
pasca bedah
2. Diet. Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita
flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral.
Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan
pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi. Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit
dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semifowler)
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
4. Fungsi gastrointestinal
a. Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
b. Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul
c. Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
d. Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik
5. Perawatan fungsi kandung kemih
a. Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau
sesudah semalam
b. Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih
c. Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang
sampai minimum 7 hari atau urin jernih.
d. Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100 mg
per oral per hari sampai kateter dilepas
e. Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
6. Pembalutan dan perawatan luka
a. Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak
terlalu banyak jangan mengganti pembalut
b. Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri plester
untuk mengencangkan
c. Ganti pembalut dengan cara steril
d. Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
e. Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan
kulit dilakukan pada hari kelima pasca SC
7. Jika masih terdapat perdarahan
a. Lakukan masase uterus
b. Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik
atau RL) 60 tetes/menit, ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin
8. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien
bebas demam selama 48 jam :
a. Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam
b. Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam
c. Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam
9. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan.
Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting
a. Supositoria = ketopropen sup 2x/ 24 jam
b. Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c. Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila
perlu
10. Obat-obatan lain. Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum
penderita dapat diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
11. Hal – Hal lain yang perlu diperhatikan
a. Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan
komplikasi berupa perdarahan dan hematoma pada daerah operasi
b. Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya
hematoma.
c. Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan
lutut ditekuk) agar diding abdomen tidak tegang.
d. Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.
e. Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadiny infeksi
f. Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat.
g. Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat
menaikkan tekanan intra abdomen
h. pengkajian difokuskan pada kelancaran saluran nafas, karena bila
terjadi obstruksi kemungkinan terjadi gangguan ventilasi yang
mungkin disebab-kan karena pengaruh obat-obatan, anestetik,
narkotik dan karena tekanan diafragma. Selain itu juga penting
untuk mempertahankan sirkulasi dengan mewaspadai terjadinya
hipotensi dan aritmia kardiak. Oleh karena itu perlu memantau TTV
setiap 10-15 menit dan kesadaran selama 2 jam dan 4 jam sekali.
i. Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik berupa nyeri
dan kenya-manan psikologis juga perlu dikaji sehingga perlu adanya
orientasi dan bimbingan kegi-atan post op seperti ambulasi dan nafas
dalam untuk mempercepat hilangnya pengaruh anestesi.
j. Perawatan pasca operasi, Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah,
frekuensi nadi dan nafas. Jadwal pengukuran jumlah produksi urin
Berikan infus dengan jelas, singkat dan terinci bila dijumpai adanya
penyimpangan
12. Penatalaksanaan medis, Cairan IV sesuai indikasi. Anestesia; regional
atau general Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesaria.
Tes laboratorium/diagnostik sesuai indikasi. Pemberian oksitosin
sesuai indikasi. Tanda vital per protokol ruangan pemulihan, Persiapan
kulit pembedahan abdomen, Persetujuan ditandatangani. Pemasangan
kateter fole
I. KOMPLIKASI
Apabila persalinan dengan disproporsisefalo pelvik dibiarkan
berlangsung sendiri tampa-bilamana perlu. Pengambiilan tindakan yang
tepat, timbulnya bahaya bagi ibu dan janin
Bahaya Bagi Ibu
1. Partus lama yang sering disertai pecahnya ketuban pada pembukaan
kecil dapat menimbulkan dehidrasi serta asidosis dan infeksi
intrapartum
2. Dengan his yang kuat, sedang kemajuan janin dalam jalan lahir tertahan
dapat timbul regangan segmen bawah uerus dan pembentukan
lingkaranretrasi patologik (Bandl). Keadaan ini terkenal dengan ruptura
uteri mengancam. Apabila tidak segera diambil tindakan untuk
mengurangi regangan, akan timbul ruptur uteri
3. Dengan persalinan tidak maju karena disproporsi sefalo pelvik jalan
lahir pada suatu tempat mengalami tekanan yang lama antara kepala
janin dan tulang panggul. Hal ini meninbulkan gangguan sirkulasi
dengan akibat terjadinya Iskemia dan kemudian nekrosis pada tempat
tersebut. Beberapa hari post partum akan terjadi fistula vesiko
servikalis, atau fitula vesiko vaginalis atau fistula rekto vaginalis.
Bahaya Bagi Janin
1. Partus lama dapat meningkatkan kematian Perinatal, apabila jika
ditambah dengan infeksi intrapartum
2. Prolasus Funikuli, apabila terjadi, mengandung bahaya yang sangat
besar bagi janin dan memerlukan kelahiranya dengan apabila ia masih
hidup.
3. Dengan adanya disproporsi sefalopelvik kepala janin dapat melewati
rintangan pada panggul dengan mengadakan moulage dapat dialami
oleh kepala janin tampa akibat yang jelek sampai batas – batas tertentu.
Akan tetapi apabila batas – batas tersebut dilampaui, terjadi sobekan
pada tentorium serebelli dan pendarahan intrakrahial.
4. Selanjutnya tekanan oleh promontorium atau kadang – kadang oleh
simfiksi pada panggul picak menyababkan perlukaan pada jaringan
diatas tulang kepala janin, malahan dapat pula meninbulakan fraktur
pada Osparietalis.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut berhubungan dengan proses persalinan
b. Ansietas b/d adanya faktor-faktor resiko khusus, krisis situasi, ancaman
pada konsep diri, konflik disadari dan tidak disadari tentang nilai-nilai
esensial dan tujuan hidup, kurang informasi.
c. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
perdarahan.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
perdarahan
e. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi
tentang prosedur dan perawatan sebelum melahirkan melalui operasi
SC.
D. RENCANA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut
a. Definisi : pengalaman sensori atau emosional yang tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan aktua; atau
potensial atau yang digambarkan sebagai kerusakan (International
Association for the Study of Pain), awitan yang tiba-tiba atau lambat
dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau prediksi.
b. Batasan karakteristik :
1) Bukti nyeri dengan menggunakan standar daftar periksa nyeri
untuk pasien yang tidak dapat mengungkapkannya (mis :
Neonatal Infant Pain Scale, Pain Assesment Checklist for Senior
with Limited Ability to Communicate)
2) Diaforesis
3) Dilatasi pupil
4) Ekspresi wajah nyeri
5) Fokus menyempit
6) Fokus pada diri sendiri
7) Keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri
8) Keluhan tentang karakteristik nyeri menggunakan standar
instrumen nyeri
9) Laporan tentang perilaku nyeri / perubahan aktivitas
10) Mengekspresikan perilaku (mis : gelisah, merengek, menangis,
waspada)
11) Perilaku distraksi
12) Perubahan pada parameter fisiologis
13) Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
14) Perubahan selera makan
15) Putus asa
16) Sikap melindungi area nyeri
17) Sikap tubuh melindungi
c. Faktor yang berhubungan
1) Agens cedera biologis (mis : infeksi, iskemia, neoplasma)
2) Agens cedera fisik (mis : abses, amputasi, luka bakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur bedah, trauma, olahraga
berlebihan)
3) Agens cedera kimiawi (mis : luka bakar, kapsaisin, metilen
klorida, agens mustard)
d. Tujuan dan kriteria hasil
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan nyeri berkurang,
dengan kriteria hasil :
1) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
3) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)
4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
5) Tanda vital dalam rentang normal
6) Tidak mengalami gangguan tidur
e. Intervensi dan Rasional :
1) Kaji secara terus menerus ketidaknyamanan klien.
Rasional: data dasar terbaru untuk merencanakan perawatan.
2) Kaji status pernapasan klien.
Rasional: penurunan kapasitas pernapasan saat uterus menekan
diafragma, mengakibatkan dispnea khususnya pada
multigravida, yang tidak mengalami kelegaan dengan ikatan
antara bayi dalam kandungannya.
3) Perhatikan adanya keluhan ketegangan pada punggung dan
perubahan cara jalan.
Rasional: lordosis dan regangan otot disebabkan pengaruh
hormone (relaxing-progesteron) pada sambungan pelvis dan
perpindahan pusat gravitasi sesuai dengan pembesaran uterus.
2. Ansietas
a. Definisi : perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar
disertai respons otonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak
diketahui oleh individu), perasaan takut yang disebabkan oleh
antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan
yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan
memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman.
b. Batasan karakteristik
Perilaku
1) Agitasi
2) Gelisah
3) Gerakan ekstra
4) Insomnia
5) Kontak mata yang buruk
6) Melihat sepintas
7) Mengekspresikan kekhwatiran karena perubahan dalam
peristiwa hidup
8) Penurunan dalam produktivitas
9) Perilaku mengintai
10) Tampak waspada
Afektif
1) Berfokus pada diri sendiri
2) Distres
3) Gelisah
4) Gugup
5) Kesedihan yang mendalam
6) Ketakutan
7) Menggemerutukkan gigi
8) Menyesal
9) Peka
10) Perasaan tidak adekuat
11) Putus asa
12) Ragu
13) Sangat khawatir
14) Senang berlebihan
Fisiologis
1) Gemetar
2) Peningkatan keringat
3) Peningkatan ketegangan
4) Suara bergetar
5) Tremor
6) Tremor tangan
7) Wajah tegang
c. Faktor yang berhubungan
1) Ancaman kematian
2) Ancaman pada status terkini
3) Hereditas
4) Hubungan interpersonal
5) Kebutuhan yang tidak dipenuhi
6) Konflik nilai
7) Konflik tentang tujuan hidup
8) Krisis maturasi
9) Krisis situasi
10) Pajanan pada toksin
11) Penularan interpersonal
12) Penyalahgunaan zat
13) Perubahan besar (mis : status ekonomi, lingkungan, status
kesehatan, fungsi peran, status peran)
14) Riwayat keluarga tentang ansietas
15) Stressor
d. Tujuan dan kriteria hasil
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kecemasan
berkurang/hilang, dengan kriteria hasil
1) Pasien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala
cemas
2) Pasien mampu mengidentifikasi dan menunjukkan tekhnik
untuk mengontrol cemas
3) Ekspresi wajah pasienmenunjukkan berkurangnya kecemasan.
4) Vital sign dalam batas normal
e. Intervensi:
1) Kaji, sifat, sumber dan manifestasi kecemasan.
Rasional: mengidentifikasi perhatian pada bagian khusus dan
menentukan arah dan kemungkinan pilihan/ intervensi.
2) Berikan informasi tentang penyimpangan genetic khusus, resiko
yang dalam reproduksi dan ketersediaan tindakan/pilihan
diagnosa.
Rasional: dapat menghilangkan ansietas berkenaan dengan
ketidaktahuan dan membantu keluarga mengenai stress,
membuat keputusan, dan beradaptasi secara positif terhadap
pilihan.
3) Kembangkan sikap berbagi rasa secara terus menerus.
Rasional: kesempatan bagi klien/pasangan untuk memuji
pemecahan situasi. Tingkat kecemasan biasanya lebih tinggi
pada pasangan yang telah melahirkan anak dengan
penyimpangan kromosom.
4) Berikan bimbingan antisipasi dalam hal perubahan
fisik/psikologis.
Rasional: dapat menghilangkan kecemasan/ depresi pada
pasangan.
3. Kekurangan volume cairan
a. Definisi : penurunan cairan intravaskular, interstisial, dan/atau
intraselular. Ini mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan saja
tanpa perubahan kadar natrium
b. Batasan karakteristik
1) Haus
2) Kelemahan
3) Membran mukosa kering
4) Peningkatan frekuensi nadi
5) Peningkatan hematokrit
6) Peningkatan konsentrasi urine
7) Peningkatan suhu tubuh
8) Penurunan berat badan tiba-tiba
9) Penurunan haluaran urine
10) Penurunan pengisian vena
11) Penurunan tekanan darah
12) Penurunan tekanan nadi
13) Penurunan turgor kulit
14) Penurunan turgor lidag
15) Penurunan volume nadi
16) Penurunan status mental
c. Faktor yang berhubungan
Kegagalan mekanisme regulasi, kehilangan cairan aktif
d. Tujuan dan kriteria hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….. defisit volume
cairan teratasi dengan kriteria hasil:
1) Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ
urine normal,
2) Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
3) Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik,
membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
4) Orientasi terhadap waktu dan tempat baik
5) Jumlah dan irama pernapasan dalam batas normal
6) Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas normal
7) pH urin dalam batas normal
8) Intake oral dan intravena adekuat
e. Intervensi:
1) Monitor TTV
Rasional: Perubahan dapat menjadi indikasi hipovolemia
2) Evaluasi turgor kulit, capiler refill, dan kondisi mukosa.
Rasional: Sebagai indikator status dehidrasi
3) Perhatikan mukosa dari ptechie, ecchymosis, perdarahan gusi.
Rasional: Penekanan bone narrow dan produksi platelet yang
rendah beresiko menimbulkan perdarahan yang tak terkontrol.
4) Lakukan pemasangan IV line
Rasional: Untuk mempertahankan kebutuhan cairan tubuh.
E. EVALUASI
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan dengan melibatkan
pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya.
Evaluasi pada ibu masa nifas adalah :
1. Nyeri pasien dapat berkurang / hilang
2. Ansietas pasien dapat teratasi
3. Resiko infeksi tidak terjadi
4. Keseimbangan cairan dan elektrolit pasien terpenuhi
5. Pengetahuan pasien bertambah dan memahami mengenai prognosis
penyakit
REFERENSI
https://www.scribd.com/doc/218150715/Laporan-Pendahuluan-CPD. Diakses
pada tanggal 17 desember 2017.
https://www.scribd.com/doc/99869042/Laporan-Pendahuluan-Cephalopelvic-
Disproportion-CPD. Diakses pada tanggal 17 desember 2017.