Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara permanen akibat in
sufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditan
dai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG. STEMI adalah c
ermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-
benar terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati.
A. Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thromb
us pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkemba
ng secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. S
TEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular. Pada sebagian besar
kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau
sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan o
klusi arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak koroner cendeeung mengalami rupture jika mem
punyai vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich core).2
Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat mengenai endokardium sampai epi
kardium,disebut infark transmural. Namun bisa juga hanya mengenai daerah subendokardial, disebut infark s
ubendokardial. Setelah 20 menit terjadinya sumbatan,infark sudah dapat terjadi pada subendokardium,dan bil
a berlanjut terus rata-
rata dalam 4 jam telah terjadi infark transmural. Kerusakan miokard ini dari endokardium ke epikardium men
jadi komplit dan ireversibel dalam 3-
4 jam. Meskipun nekrosis miokard sudah komplit, proses remodeling miokard yang mengalami injury terus b
erlanjut sampai beberapa minggu atau bulan karena daerah infark meluas dan daerah non infark mengalami d
ilatasi.
B. Gejala Klinis
Keluhan utama adalah sakit dada yang terutama dirasakan di daerah sternum,bisa menjalar ke dada k
iri atau kanan,ke rahang,ke bahu kiri dan kanan dan pada lengan.Penderita melukiskan seperti tertekan,terhim
pit, diremas-
remas atau kadang hanya sebagai rasa tidak enak di dada. Walau sifatnya dapat ringan ,tapi rasa sakit itu bias
anya berlangsung lebih dari setengah jam.Jarang ada hubungannya dengan aktifitas serta tidak hilang dengan
istirahat atau pemberian nitrat.
Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat dingin dan lemas. Kulit terliha
t pucat dan berkeringat, serta ektremitas biasanya terasa dingin. Volume dan denyut nadi cepat, namun pada
kasus infark miokard berat nadi menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai. Teka
nan darah menurun atau normal selama beberapa jam atau hari. Dalam waktu beberapa minggu, tekanan dara
h kembali normal.
Dari ausklutasi prekordium jantung, ditemukan suara jantung yang melemah. Pulsasinya juga sulit d
ipalpasi. Pada infark daerah anterior, terdengar pulsasi sistolik abnormal yang disebabkan oleh diskinesis otot
-
otot jantung. Penemuan suara jantung tambahan (S3 dan S4), penurunan intensitas suara jantung dan parado
xal splitting suara jantung S2 merupakan pertanda disfungsi ventrikel jantung.
C. Faktor Resiko
Faktor yang tidak dapat dimodifikasi:
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Suku bangsa dan warna kulit
4. Genetik
Faktor yang dapat dimodifikasi:
1. Hipertensi
2. Hiperlipidemia
3. Merokok
4. Diabetes mellitus
5. Kegemukan
6. Kurang gerak dan kurang olahraga
7. Konsumsi kontrasepsi oral.
D. Diagnosis
1. Anamnesis
Adanya nyeri dada yang lamanya lebih dari 30 menit di daerah prekordial,retrosternal dan menjalar ke
lengan kiri,lengan kanan dan ke belakang interskapuler. Rasa nyeri seperti dicekam,diremas-
remas,tertindih benda padat,tertusuk pisau atau seperti terbakar.Kadang-
kadang rasa nyeri tidak ada dan penderita hanya mengeluh lemah,banyak keringat, pusing, palpitasi, dan pe
rasaan akan mati.
2. Pemeriksaan fisik
Penderita nampak sakit,muka pucat,kulit basah dan dingin.Tekanan darah bisa tinggi,normal atau ren
dah.Dapat ditemui bunyi jantung kedua yang pecah paradoksal,irama gallop. Kadang-
kadang ditemukan pulsasi diskinetik yang tampak atau teraba di dinding dada pada IMA inferior.
3. EKG
Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark akut, EKG pasien yang
mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa el
evasi segmen ST akan berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi gelombang n
on-Q. Pada STEMI inferior, ST elevasi dapat dilihat pada lead II, III, dan aVF.
4. Pemeriksaan laboratorium
Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial dan masuk ke sirkula
si sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik. Oleh sebab itu, nekrosis miokard dapat dideteksi
dari pemeriksaan protein dalam darah yang disebabkan kerusakan sel. Protein-
protein tersebut antara lain aspartate aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase, creatine kinase isoenz
yme MB (CK-
MB), mioglobin, carbonic anhydrase III (CA III), myosin light chain (MLC) dan cardiac troponin I dan T
(cTnI dan cTnT). Peningkatan kadar serum protein-protein ini mengkonfirmasi adanya infark miokard.
E. Penatalaksanaan Medis
Time is muscle semboyan dalam penanganan STEMI, artinya semakin cepat tindakan maka kerusaka
n otot jantung semakin minimal sehingga fungsi jantung kelak dapat dipertahankan. Terapi STEMI hanyalah
REPERFUSI, yaitu menjamin aliran darah koroner kembali menjadi lancar. Reperfusi ada 2 macam yaitu ber
upa tindakan kateterisasi (PCI) yang berupa tindakan invasive (semi-
bedah) dan terapi dengan obat melalui jalur infuse (agen fibrinolitik).
PCI walaupun terkesan lebih menyeramkan ketimbang terapi dengan sekedar obat per infuse, sebena
rnya memiliki efek samping yang lebih kecil ketimbang terapi obat per infuse tersebut selain itu efektivitasny
a jauh lebih baik, bahkan mendekati sempurna. Tindakan PCI yang berupa memasukkan selang kateter langs
ung menuju jantung dari pembuluh darah di pangkal paha dapat berupa pengembangan ballon maupun pemas
angan cincin/stent..
Walaupun terkesan mudah saja untuk dilakukan (hanya seperti obat-
obat per infuse seperti umumnya), fibrinolitik menyimpan efek samping yang sangat berbahaya yaitu perdara
han. Resiko paling buruk adalah terjadinya stroke perdarahan (sekitar 1,4 % pasien. Efektivitas fibrinolitik ad
alah baik, walaupun tidak sebaik PCI.
F. Penatalaksanaan Fisioterapi
Manajemen fisioterapi dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu pada tahap in patient, tahap out patient, dan
yang terakhir tahap long-
term maintenance. Selama fase inpatient, tujuan intervensi fisioterapi adalah mencegah atau menangani sequ
elae dari bed rest. Teknik-
teknik yang digunakan bertujuan untuk mencegah kolaps paru dan membantu mengembalikan aktivitas secar
a mandiri dengan bantuan sederhana. Aktivitas harus ditingkatkan secara perlahan dan mencakupkan progra
m latihan dan mobilisasi sehingga pada saat pasien keluar dari rumah sakit, pasien mampu melakukan aktivit
as sehari-hari secara mandiri.
Pada tahap outpatient, lanjutan fisioterapi untuk pasien jantung bisa dilakukan dengan edukasi dan sesi l
atihan sekali atau lebih per minggu selama 1-
2 bulan, yang disertai dengan latihan di rumah, atau bisa juga dibuatkan program latihan berbasis-
rumah agar lebih memudahkan pasien.
Latihan long term maintenance untuk pasien jantung sekarang telah banyak tersedia. Banyak pasien yan
g termotivasi untuk melakukan program latihan bersama pasien jantung lainnya.
Adapun modalitas fisioterapi yang dapat digunakan dalam penanganan pasien gagal jantung kongestif an
tara lain:
1. Breathing exercise. Merupakan latihan yang bertujuan untuk memberikan latihan pernafasan, pada
kasus ini untuk meningkatkan volume paru selama bed rest, pemberian breathing exercise dapat memperlanc
ar jalannya pernafasan. Latihan pernafasan ini dilakukan bila pasien mampu menerima instruksi dari fisiotera
pis. Latihan pernafasan ini juga dapat digunakan untuk relaksasi, mengurangi stress,dan ketegangan.
2. Passive movement, adalah suatu latihan yang digunakan dengan gerakan yang dihasilkan oleh tena
ga/kekuatan dari luar tanpa adanya kontraksi otot atau aktifitas otot. Semua gerakan dilakukan sampai batas n
yeri atau toleransi pasien. Efek pada latihan ini adalah memperlancar sirkulasi darah, relaksasi otot, memelih
ara dan meningkatkan LGS, mencegah pemendekan otot, mencegah perlengketan jaringan.
3. Active movement, Merupakan gerak yang dilakukan oleh otot-
otot anggota tubuh itu sendiri. Gerak yang dalam mekanisme pengurangan nyeri dapat terjadi secara reflek da
n disadari. Gerak yang dilakukan secara sadar dengan perlahan dan berusaha hingga mencapai lingkup gerak
penuh dan diikuti relaksasi otot akan menghasilkan penurunan nyeri. Disamping itu gerak dapat menimbulka
n” pumping action” pada kondisi oedem sering menimbulkan keluhan nyeri, sehingga akan mendorong caira
n oedem mengikuti aliran ke proximal.
4. Latihan gerak fungsional, Latihan ini bertujuan untuk mempersiapkan aktivitas kesehariannya sepe
rti duduk, berdiri, jalan sehingga penderita mampu secara mandiri dapat melakukan perawatan diri sendiri.
5. Home program education, Dalam hal ini pasien diberi pengertian tentang kondisinya dan harus berus
aha mencegah cidera ulang atau komplikasi lebih lanjut dengan cara aktifitas sesuai kondisi yang telah diajar
kan oleh terapis. Disamping itu juga peran keluarga sangatlah penting untuk membantu dan mengawasi segal
a aktifitas pasien di lingkungan masyarakatnya. Pasien diberi pengertian juga tentang kontraindikasi dari kon
disi pasien itu sendiri untuk menghindari hal-hal yang dapat memperburuk keadaannya.
2. Resiko terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan konstriksi fungsi ventrikel, dege
nerasi otot jantung.
Kriteria hasil: Menurunkan episode dispnea, angina dan disritmia. Mengidentifikassi perilaku untuk menurun
kan beban kerja jantung.
Intervensi :
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Pantau irama dan frekuensi jantung 1. Takikardia dan disritmia dapat terjadi saat jantung ber
upaya untuk meningkatkan curahnya berespon terha
dap demam. Hipoksia, dan asidosis karena iskemia.
1. Auskultasi bunyi jantung. Perhatikan jarak 2. Memberikan deteksi dini dari terjadinya komplikasi
/ tonus jantung, murmur, gallop S3 dan misalnya GJK, tamponade jantung.
S4. 3. Menurunkan beban kerja jantung, memaksimalkan cu
rah jantung
1. Dorong tirah baring dalam posisi semi fow
4. Meningkatkan relaksasi dan mengarahkan kembali pe
ler
rhatian
2. Berikan tindakan kenyamanan misalnya p
erubahan posisi dan gosokan punggung, 1. Perilaku ini dapat mengontrol ansietas, meningkatkan
dan aktivitas hiburan dalam toleransi jant relaksasi dan menurunkan kerja jantung
ung
3. Dorong penggunaan teknik menejemen str 1. Manifestasi klinis dari GJK yang dapat menyertai end
ess misalnya latihan pernapasan dan bim okarditis atau miokarditis
bingan imajinasi
4. Evaluasi keluhan lelah, dispnea, palpitasi,
nyeri dada kontinyu. Perhatikan adanya b
unyi napas adventisius, demam
Kolaboratif
1. Berikan oksigen komplemen 1. Meningkatkan keseterdian oksigen untuk fungsi miok
ard dan menurunkan efek metabolism anaerob,yang
terjadi sebagai akibat dari hipoksia dan asidosis.
2. Dapat diberikan untuk meningkatkan kontraktilitas m
1. Berikan obat – iokard dan menurunkan beban kerja jantung pada ad
obatan sesuai dengan indikasi misalnya anya GJK ( miocarditis)
digitalis, diuretik 3. Diberikan untuk mengatasi pathogen yang teridentifik
asi, mencegah kerusakan jantung lebih lanjut.
4. prosedur dapat dilakuan di tempat tidur untuk menuru
1. Antibiotic/ anti microbial IV nkan tekanan cairan di sekitar jantung.
5. Penggantian katup mungkin diperlukan untuk mempe
1. Bantu dalam periokardiosintesis darurat rbaiki curah jantung