Anda di halaman 1dari 19

TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN

TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DALAM KONTEKS


GLOBAL

Dosen: Drs. Hery Sutanto, M.M


Kelas : EM-G

Disusun oleh :
Kelompok 2

1. Dwiky Fendi Fathurahman 141150130


2. Muhammad Taufiq 141150152
3. Teguh Pambudi 141150153
4. Vieri Ravanelli Wijaya 141150241

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
SEPTEMBER 2017
i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................. i


KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan .................................................................................. 2

BAB II. PEMBAHASAN


A. Kenaikan CSR Baru – Baru Ini ............................................................ 3
B. Karakteristik Inti Csr ............................................................................ 5
C. CSR dalam Bentuk Organisasi yang Berbeda ..................................... 7
D. CSR diberbagai Daerah Didunia .......................................................... 8

BAB III. KASUS ........................................................................................... 11

BAB IV. PENUTUP


A. Kesimpulan ......................................................................................... 14
B. Saran .................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 15


ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
nikmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan Dalam Konteks Global” yang diberikan oleh Bapak Drs.
Hery Sutanto, M.M selaku dosen pembimbing dari mata kuliah Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan. Pembuatan makalah ini bertujuan untuk menyelesaikan tugas
dari dosen yang bersangkutan untuk memenuhi tugas yang telah ditentukan dan
juga bertujuan agar setiap mahasiswa mampu mengetahui dan memahami materi
tentang tanggung jawab sosial perusahaan dalam konteks global sebagaimana
dijelaskan dalam makalah ini.

Makalah ini dapat kami susun karena adanya sumber - sumber bacaan buku
dan sumber internet. Kami selaku penyusun makalah ini mengucapkan
terimakasih kepada para penyedia sumber meskipun tidak dapat secara langsung
kami sampaikan.
Kami menyadarai bahwa pada pembuatan makalah ini masih banyak
kekurangan, baik dalam segi bahasa, penulisan, susunan penulisan, dan lain - lain.
Atas banyaknya kekurangan yang ada dalam makalah ini kami meminta maaf
kepada para pembaca dan mengharapkan adanya kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca. Dan semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi para pembaca.

Yogyakarta, September 2017

Tim Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social
responsibility (untuk selanjutnya disebut CSR) mungkin masih kurang
popular dikalangan pelaku usaha nasional. Namun, tidak berlaku bagi
pelaku usaha asing. Kegiatan sosial kemasyarakatan yang dilakukan secara
sukarela itu, sudah biasa dilakukan oleh perusahaan-perusahaan
multinasional ratusan tahun lalu. Tuntutan masyarakat dan perkembangan
demokrasi serta derasnya arus globalisasi dan pasar bebas, sehingga
memunculkan kesadaran dari dunia industry tentang pentingnya
melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Walaupun sudah
lama prinsip-prinsip CSR diatur dalam peraturan perundang-undangan
dalam lingkup hukum perusahaan.
Bagi kebanyakan perusahaan, CSR dianggap sebagai parasite yang
dapat membebani biaya “capital maintance”. Kalaupun ada yang
melakukan CSR, Itupun dilakukan untuk adu gengsi. Jangan ada CSR
yang memberikan kontribusi langsung kepada masyarakat. Pikiran-pikiran
yang menyatakan kontra terhadap pengaturan CSR menjadi sebuah
kewajiban, disinyalir dapat menghambat iklim investasi baik bagi
perseroan yang sudah ada maupun yang akan masuk ke Indonesia. Atas
dasar berbagai pro dan kontra itulah tulisan ini diangkat untuk
memeberikan urun rembug terhadap pemahaman CRS dalam perspektif
kewajiban hukum.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kenaikan CSR baru – baru ini?
2. Apa karakteristik inti CSR?

1
2

3. Bagaimana CSR dalam bentuk organisasi yang berbeda?


4. Bagaimana CSR diberbagai daerah didunia?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui kenaikan CSR baru – baru ini.
2. Untuk mengetahui karakteristik inti CSR.
3. Untuk mengetahui CSR dalam konteks organisasi yang bebeda.
4. Untuk mengetahui CSR diberbagai daerah di dunia.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kenaikan CSR Baru-Baru Ini


Peran perusahaan dalam masyarakat sudah jelas dalam agenda.
Hampir tidak ada satu hari pun berlalu tanpa laporan media tentang
kesalahan perilaku dan skandal perusahaan atau, lebih baiknya lagi, atas
kontribusi bisnis terhadap masyarakat luas. Perusahaan-perusahaan sudah
mulai menghadapi tantangan ini. Ini dimulai dengan 'tersangka biasa'
seperti perusahaan di industri minyak, kimia dan tembakau. Akibat
tekanan media, bencana besar, dan terkadang peraturan pemerintah,
perusahaan-perusahaan ini menyadari bahwa mereka menopang rezim
yang menindas, terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia, mencemari
lingkungan, atau salah menginformasikan dan dengan sengaja merugikan
pelanggan mereka, hanya untuk memberikan beberapa contoh, adalah
praktik yang harus dipertimbangkan kembali jika mereka ingin bertahan di
masyarakat pada akhir abad ke-20.
Saat ini, bagaimanapun, hampir tidak ada industri, pasar, atau jenis
bisnis yang belum mengalami tuntutan yang meningkat untuk mengsahkan
praktiknya kepada masyarakat luas. Misalnya, perbankan, ritel, pariwisata,
makanan dan minuman, hiburan, dan industri kesehatan - selama ini
dianggap cukup 'bersih' dan tidak kontroversial - sekarang semua
menghadapi harapan yang meningkat bahwa mereka harus menerapkan
praktik yang lebih bertanggung jawab. Perusahaan telah menanggapi
agenda ini dengan menganjurkan apa yang sekarang menjadi istilah umum
dalam bisnis: tanggung jawab sosial perusahaan. Lebih sering dikenal
hanya sebagai 'CSR', konsep tanggung jawab sosial perusahaan adalah
gagasan manajemen yang telah meningkatkan popularitas di seluruh dunia
selama dekade terakhir. Sebagian besar perusahaan besar, dan bahkan

3
4

beberapa perusahaan kecil sekarang menampilkan laporan CSR, manajer,


departemen atau setidaknya proyek CSR, dan subjek semakin sering
dipromosikan sebagai area inti manajemen, di samping pemasaran,
akuntansi, atau keuangan.
Jika kita melihat lebih dekat pada peningkatan CSR baru-baru ini,
beberapa mungkin berpendapat bahwa ide manajemen 'baru' ini sedikit
lebih dari sekadar mode daur ulang, atau seperti pepatah lama, 'anggur tua
dalam botol baru'. Dan, faktanya, orang pasti dapat menyarankan bahwa
beberapa praktik yang termasuk dalam label CSR memang merupakan
masalah bisnis yang sudah relevan setidaknya sejak revolusi industri.
Memastikan kondisi kerja manusiawi, menyediakan perumahan atau
perawatan yang layak, dan menyumbang untuk amal adalah kegiatan yang
oleh banyak industrialis awal di Eropa dan Amerika Serikat telah terlibat -
tanpa harus meneriakkannya dalam laporan tahunan, apalagi menyebut
mereka sebagai CSR. Bahkan di negara seperti India, perusahaan seperti
“Tata” dapat menempatkan dirinya dalam lebih dari seratus tahun praktik
bisnis yang bertanggung jawab, termasuk kegiatan kemanusiaan dan
peningkatan masyarakat yang luas (Elankumaran, Seal, & Hashmi, 2005).
Apa yang kami temukan di bidang CSR adalah bahwa sementara banyak
kebijakan, praktik, dan program-program bukanlah hal baru, perusahaan
saat ini menangani peran mereka di masyarakat yang jauh lebih koheren,
komprehensif, dan profesional - sebuah pendekatan yang kontemplatif
dirangkum dalam CSR.
Bersamaan dengan peningkatan menonjolnya CSR di perusahaan
tertentu, kita juga bisa mengamati kemunculan sesuatu seperti 'gerakan'
CSR. Banyak menjamurnya konsultan CSR khusus, yang kesemuanya
melihat peluang bisnis dalam semakin populernya konsep ini. Pada saat
bersamaan, kami menyaksikan sejumlah perkembangan standar CSR,
pengawas, auditor, dan sertifikasi CSR yang bertujuan untuk
melembagakan dan menyelaraskan praktik CSR secara global. Semakin
banyak asosiasi industri dan kelompok kepentingan telah dibentuk untuk
5

mengkoordinasikan dan menciptakan sinergi antara pendekatan bisnis


individual terhadap CSR. Sementara itu, semakin banyak majalah, buletin,
daftar email, dan situs web yang berdedikasi tidak hanya berkontribusi
untuk memberikan identitas kepada CSR sebagai konsep manajemen,
namun juga membantu membangun jaringan praktisi, akademisi, dan
aktivis CSR di seluruh dunia.

B. Karakteristik Inti CSR


Karakteristik inti dari CSR adalah fitur penting dari konsep yang
cenderung direproduksi dalam beberapa cara dalam definisi akademis atau
praktisi tentang CSR. Beberapanya, jika ada, definisi yang ada akan
mencakup semuanya, namun ini adalah aspek utama di mana perdebatan
definisi cenderung berpusat. Enam karakteristik inti terbukti:
1. Sukarela. Banyak definisi CSR biasanya akan melihatnya sebagai
kegiatan sukarela yang melampaui ketentuan yang ditentukan oleh
undang-undang. Banyak perusahaan sekarang terbiasa
mempertimbangkan tanggung jawab di luar batas minimum hukum,
dan sebenarnya pengembangan inisiatif aturan sendiri CSR dari
industri sering dipandang sebagai cara untuk mencegah peraturan
tambahan melalui kepatuhan terhadap norma moral masyarakat.
2. Internalisasi atau pengelolaan eksternalitas. Eksternalitas adalah efek
samping positif dan negatif dari perilaku ekonomi yang ditanggung
oleh orang lain, namun tidak diperhitungkan dalam proses
pengambilan keputusan perusahaan, dan tidak termasuk dalam harga
pasar untuk barang dan jasa. Polusi biasanya dianggap sebagai contoh
klasik dari eksternalitas karena masyarakat setempat menanggung
biaya tindakan produsen. Regulasi dapat memaksa perusahaan untuk
menginternalisasi biaya eksternalitas, seperti denda polusi, namun
CSR akan mewakili pendekatan sukarela untuk mengelola
eksternalitas, misalnya oleh perusahaan yang berinvestasi pada
teknologi bersih yang mencegah polusi di tempat pertama.
6

3. Orientasi multipihak. CSR melibatkan mempertimbangkan berbagai


kepentingan dan dampak di antara berbagai pemangku kepentingan
yang berbeda selain hanya pemegang saham. Asumsi bahwa
perusahaan memiliki tanggung jawab kepada pemegang saham
biasanya tidak dipermasalahkan, namun intinya adalah karena
perusahaan mengandalkan berbagai konstituensi lain seperti
konsumen, pengusaha, pemasok, dan masyarakat lokal untuk bertahan
dan sejahtera, mereka tidak hanya memiliki tanggung jawab untuk
pemegang saham.
4. Penyelarasan tanggung jawab sosial dan ekonomi. Penyeimbangan
kepentingan pemangku kepentingan yang berbeda ini mengarah ke
empat segi. Sementara CSR mungkin akan melampaui fokus sempit
terhadap pemegang saham dan profitabilitas, banyak juga yang
percaya bahwa tidak seharusnya bertentangan dengan profitabilitas.
5. Praktik dan nilai. CSR sudah jelas tentang aturan tertentu praktek
bisnis dan strategi yang berhubungan dengan isu-isu sosial, tapi bagi
banyak orang itu juga tentang sesuatu yang lebih - yaitu filsafat atau
aturan nilai-nilai yang mendasari praktek-praktek ini.
6. Di luar kedermawanan. Di beberapa wilayah di dunia, CSR terutama
tentang kedermawanan - yaitu kemurahan perusahaan terhadap orang
yang kurang beruntung. Tapi perdebatan saat ini pada CSR cenderung
tegas mengklaim bahwa CSR 'sesungguhnya' adalah lebih dari hanya
kedermawanan dan proyek masyarakat, tetapi tentang bagaimana
seluruh operasi perusahaan - yaitu fungsi bisnis inti - dampak pada
masyarakat. Fungsi bisnis utama meliputi produksi, pemasaran,
pengadaan, manajemen sumber daya manusia, logistik, keuangan, dan
lain-lain.

Keenam karakteristik inti ini, kami sarankan, mencakup aspek-aspek


utama CSR. Namun, seperti yang akan kita bahas sekarang, makna dan
relevansi CSR akan bervariasi sesuai konteks organisasi dan nasional.
7

C. CSR dalam Organisasi yang Berbeda


Demi terciptanya good governance dan sebagai upaya
pemberantasan kemiskinan, diperlukan kerjasama dari berbagai elemen
masyarakat. Bukan hanya pemerintah yang harus berandil besar,
melainkan juga sektor privat dan masyarakat sendiri mempunyai
kewajiban yang sama. Dengan pola pembangunan yang berasal dari bawah
(grass root), setidaknya beban pembangunan yang ada di pemerintah
dikurangi. Bagan di bawah ini akan menyajikan peran dari masing-masing
aktor pembangunan.
1. Pemerintah
Peran dalam pemberdayaan; formulasi dan penetapan policy,
implementasi monitoring dan evaluasi mediasi. Bentuk output peran:
kebijakan: politik, umum, khusus / departemental / sektoral
penganggaran, juknis dan juklak, penetapan indikator keberhasilan
peraturan hukum, penyelesaian sengketa. Fasilitasi: dana, jaminan,
alat, teknologi, network, sistem manajemen informasi, edukasi.
2. Swasta
Peran dalam pemberdayaan: kontribusi pada formulasi,
implementasi, monitoring dan evaluasi. Bentuk output peran:
konsultasi & rekomendasi kebijakan, tindakan dan langkah/policy
action implementasi, donatur, private investment pemeliharaan.
Fasilitasi: dana, alat, teknologi, tenaga ahli dan sangat terampil.
3. Masyarakat
Peran dalam pemberdayaan: partisipasi dalam formulasi,
implementasi, monitoring dan evaluasi. Bentuk output peran: saran,
input, kritik, rekomendasi, keberatan, dukungan dalam formulasi
kebijakan. Policy action, dana swadaya menjadi obyek, partisipan,
pelaku utama/subyek menghidupkan fungsi social. Fasilitasi: tenaga
terdidik, tenaga terlatih, setengah terdidik dan setengah terlatih. Dalam
bidang ekonomi, model kegiatannya yang dapat dilakukan dalam
membangun hubungan antara perusahaan dan masyarakat sekitar yang
8

lebih berkualitas adalah melalui pengembangan usaha mikro, kecil


dan menengah (UMKM). Peran perusahaan dalam pengembangan
UMKM dapat dilakukan dengan memberikan bantuan kepada UMKM
sehingga UMKM tersebut dapat membentuk capacity building,
financial support dan jalur pemasaran yang kuat. CSR sebagai salah
satu solusi kemitraan dapat memperkuat daya saing UMKM.

D. CSR di Berbagai Daerah Dunia


Makna CSR tidak hanya berbeda dari sektor ke sektor, tetapi juga
berbeda cukup substansial dari negara ke negara. Untuk menempatkan
CSR dalam konteks global adalah penting untuk memahami konteks
regional dan nasional tertentu dimana perusahaan berlatih CSR. Ada
beberapa karakteristik dasar dari CSR di berbagai daerah dunia.
1. CSR di Negara Maju
Dalam kedok yang paling terkenal, CSR pada dasarnya adalah
sebuah ide AS dimana bahasa dan praktek CSR pertama kali muncul.
Alasan utama untuk ini terletak pada karakteristik khusus dari system
bisnis AS (Matten & Moon, 2004) Dengan demikian, masyarakat
Amerika ditandai dengan pasar yang cukup datar untuk tenaga kerja
dan modal, rendahnya tingkat penyediaan negara kesejahteraan, dan
apresiasi yang tinggi dari kebebasan individu dan tanggung jawab.
Akibatnya, banyak isu-isu sosial seperti pendidikan, kesehatan, atau
investasi masyarakat secara tradisional telah menjadi inti dari CSR. Di
bagian lain dunia, terutama Eropa, Timur jauh, dan Australia selalu
ada kecenderungan kuat untuk mengatasi masalah sosial melalui
kebijakan pemerintah dan tindakan kolektif.
2. CSR di Negara- Negara Berkembang
Kegiatan perusahaan multinasional Barat di negara-negara
berkembang juga telah menjadi penggerak utama di balik lonjakan
terbatu dalam CSR selama dua decade terakhir. Banyak perusahaan
menggunakan negara-negara berkembang sebagai sumber bahan baku
9

murah dan khususnya tenaga kerja murah. Negara-negara berkembang


dapat ditandai dengan berbagai fitur yang dapat menawarkan ruang
yang cukup untuk pelaksanaan CSR. Ini termasuk standar rendah
untuk kondisi dan perlindungan lingkungan, korupsi yang tinggi serta
rendahnya tingkat pendapatan perkapita.
Meskipun ini bukan representasi adil semua konteks negara
berkembang sepanjang waktu, tantangan utama bagi perusahaan
multinasional dari negara maju ketika merika dihadapkan dengan
keadaan seperti itu terletak dalam melakukan bisnis mereka dengan
cara yang akan di anggap bertanggung jawab secara sosial dirumah
masing-masing negara.
3. CSR di Negara Berkembang/Transisi
Diantara negara maju dan berkembang terdapat kategori ketiga
yang perlu perhatian lebih dalam perspektif CSR. Sebagian besar
negara-negara bekas blok komunis telah berubah dari ekonomi jangka
terencana dan pemerintah untuk sistem pasar kapialis. Sedangkan
tanggung jawab sosial bisnis dioperasikan negara jauh ke depan,
termasuk penyediaan pendidikan, kesehatan, perumahan, dan sejumlah
layanan lainnya, transisi menuju perekonomian pasar dengan
terlihatnya mantan konglomerat menjadi pemegang saham perusahaan.
Terdapat sejumlah pendekatan yang berbeda untuk CSR di negara-
negara ini, mungkin terdapat pendapat dalam beberapa hal,
Rusia,China merupakan kasus yang lebih ekstrem. Rusia, di satu sisi
melihat privatisasi dan beralih ke kapitalisme dengan agak lemahnya
lembaga pemerintah dan korupsi. Beberapa yang merujuk pada
‘ekonomi koboi’. Oleh karena itu, tidak heran bahwa CSR masih
berupa konsep yang sebagian besar tidak diketahui di Rusia (Grafiki
dan Moon, 2014) dan bagi sebagian pembisnis Rusia, memiliki uang
merupakan kemiripan kuat dengan komunis China, disisi lain, telah
mempertahaankan kapasitas yang kuat bagi negara dalam mengontrol
dan mengatur ekonomi dan sementara peran serta tanggung jawab
10

bisnis di masyarakat mungkin tida selalu disebut dalam bahasa barat


CSR, masih melihat yang cukup besar perusahaan di daerah. Banyak
komentator mengharapkan bahwa China, dengan pertumbuhan
pembangunan ekonomi, akan terlehat kenaikan peraturan CSR dalam
beberapa tahun kedepan.(Miler, 2005)
BAB III
KASUS

CSR Freeport, Kebijakan Pemerintah dan Ancaman Freeport

Oleh: Saddam Al-Jihad S.IP.,M.Kesos

(Wasekjend Bidang Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat PB HMI 2016-2018) –


Mahasiswa Program Doktor Ilmu Pemerintahan IPDN)

Nilai sebuah tanggung jawab sosial atau CSR bagi perusahaan adalah
menjaga citra perusahaan secara positif terhadap masyarakat sekitar perusahaan.
Dalam konsepsi CSR yang diberikan oleh World bank memandang bahwa CSR
sebagai komitmen bisnis dalam memberikan kontribusi untuk pembangunan
ekonomi berkelanjutan bersama para pegawai dan melibatkan komunitas lokal
serta masyarakat luas untuk meningkatkan kualitas hidup.
Begitu pentingnya melihat sebuah nilai CSR dalam meningkatkan kualitas
hidup masyarakat sekitarnya. dalam hal ini terkait CSR PT Freeport, apakah
sudah memaksimalkan peran CSR nya dalam mewujudkan kualitas hidup
masyarakat sekitar, karyawan, dan lingkungan?
Kasus terkait CSR PT Freeport diantaranya adalah biaya CSR kepada
sedikit rakyat Papua yang digembor-gemborkan itu tidak mencapai 1 persen dari
keuntungan bersih PT Freeport Indonesia namun Rakyat Papua membayar lebih
mahal dari kerusakan alam yang tidak ternilai dan bertentangan dengan PP
76/2008 tentang kewajiban rehabilitasi dan reklamasi Hutan, artinya telah ada
bukti paradoksal sikap Freeport.
Secara pandangan tersebut, bahwa permasalahan yang menyangkut
Freeport tidak hanya soal setoran ke Negara, tapi juga soal ketenagakerjaan dan
peran perusahaan terhadap kesejahteraan masyarakat Papua.

11
12

Menyoal tenaga kerja asli Papua PT Freeport hanya berjumlah 30-36%


dari 31000 pekerja merupakan sebuah paradoksial kembali terkait peran PT
Freeport yang banyak “hidup” dari tanah Papua
Ditambah lagi dengan rencana Pemutusan Hak Kerja untuk efisiensi
keuangan perusahaan karena tidak bisa mengekspor mineral olahan (konsntrat)
merupakan bentuk ketiadaan tanggung jawab sosial perusahaan secara internal.
Kondisi ini dilakukan Freeport sebagai strategi ancaman terhadap pemerintah
Indonesia yang mengubah status kontrak karya (KK) menjadi Izin Usaha
Pertambangan Khusus (IUPK).
Terlalu rendahnya kapitalisasi Freeport terhadap masyarakat papua dan
pemerintah indonesia merupakan evaluasi yang harus diberikan pemerintah
indonesia terhadap Freeport. sebagai catatan, menurut Menteri ESDM bahwa nilai
kapitalisasi Freeport hanya sebesar US$ 20 Miliar, kalah dibandingkan BCA US$
29 Miliar atau bahkan BRI sebesar US$ 21 Miliar. Kapitalisasi pasar Freeport
juga kalag dengan Exxon yang mencapai US$ 355 Miliar.
Rata-rata retribusi 1 Triliun selama 25 tahun adalah sangat rendah
dibanding cukai rokok 139 Triliun dan penerimaan dari devisa TKI 144 triliun.

Sumber:
http://truepapua.com/read/23/02/2017/csr-freeport-kebijakan-pemerintah-dan-
ancaman-freeport.html

Saran Kelompok :

Melihat kondisi tersebut menurut saya masyarakat papua bahkan indonesia


dan pemerintah indonesia perlu membangun konsolidasi Kedaulatan ekonomi,
Kedaulatan Rakyat, dan Kedaulatan Hukum diatas bumi Indonesia terhadap
Ancaman Freeport untuk membawa ke jalur arbitrase. Pertama, Konsolidasi
kedaulatan Ekonomi, merupakan keseragaman visi pembangunan ekonomi antara
negara dan masyarakat agar tidak dilecehkan secara ekonomi dari perusahaan
multinasional. Hari ini dengan rendahnya pemasukan Negara dari Freeport
sedangkan bebasnya Freeport memaksimalkan potensi alam papua untuk
13

pemasukannya merupakan penjajahan kedaulatan ekonomi Negara-Bangsa.


Sehingga Negara harus mengajak rakyat dalam membangun kedaulatan ekonomi
yang kuat.
Kedua, Konsolidasi Kedaulatan Rakyat, merupakan pengawasan yang
harus dihadirkan masyarakat terutama masyarakat Papua terkait segala bentuk
ketidakadilan Freeport terhadap masyarakat Papua dari sisi Tanggung jawab
sosial Perusahaan (CSR). Hal ini perlu sinergitas antara masyarakat dan Negara,
seperti yang diungkapkan Woolcock terkait synergy view, bahwa membangun
CSR yang baik adalah adanya kerjasama antar setiap stakeholder. Sehingga
pembangunan ekonomi masyarakat, pemberdayaan masyarakat dibidang
ketenagakerjaan akan terwujud demi meningkatkan Quality of Life masyarakat
papua.
Ketiga, Konsolidasi Kedaulatan Hukum, merupakan menyamakan
pemahaman antara Negara dan Masyarakat bahwa, Negara-Bangsa sedang
diancam kedaulatan hukumnya sehingga perlu adanya pembangunan kesamaan
gerakan mempertahankan kedaulatan hukum agar hak pemasukan devisa dari
Freeport terhadap Negara dapat dikembalikan demi pembangunan ekonomi di
Papua.
Setidaknya tiga hal tersebut yang harus dilakukan pemerintah Indonesia
dalam mengembalikan kekuatan ekonomi bangsa indonesia dimata dunia. Rebut
kembali Hak Devisa Negara dan Hak Keadilan Sosial Masyarakat Papua.
14
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan adalah gagasan
manajemen yang telah meningkatkan popularitas di seluruh dunia selama
dekade terakhir. Sebagian besar perusahaan besar, dan bahkan beberapa
perusahaan kecil sekarang menampilkan laporan CSR, manajer,
departemen atau setidaknya proyek CSR, dan subjek semakin sering
dipromosikan sebagai area inti manajemen, di samping pemasaran,
akuntansi, atau keuangan. CSR memiliki enam karakteristik ini yaitu; (a)
sukarela, (b) internalisasi atau pengelolaan eksternalitas, (c) orientasi
multipihak, (d) penyelarasan tanggung jawab sosial dan ekonomi, (e)
praktik dan nilai, dan (f) di luar kedermawanan.

B. Saran
Sebaiknya semua perusahaan tidak hanya berfoku pada profit akan
tetapi juga harus melaksanakan program csr atau tanggung jawab sosial
perusahaan karena program csr ini merupakan suatu kewajiban bagi suatu
perusahaan. Program csr tidak hanya menguntungkan bagi masyarakat
sekitar perusahaan akan tetapi juga bagi perusahaan itu sendiri seperti
meningkatkan citra perusahaan, memperkuat “brand” perusahaan,
mengembangkan kerja sama dengan para pemangku kepentingan,
membedakan perusahaan dengan pesaingnya, dan menghasilkan inovasi
dan pembelajaran untuk meningkatkan pengaruh perusahaan

14
15

DAFTAR PUSTAKA

Crane, Matten and Spence, 2008. Corporatee Social Responsibility, Routledge


Taylor and Francis Group, Madison Avenue New York

http://truepapua.com/read/23/02/2017/csr-freeport-kebijakan-pemerintah-dan-
ancaman-freeport.html

Anda mungkin juga menyukai