Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu perhatian dari World Health
Organisation (WHO) karena angka kematian ibu dan anak merupakan bahagian dari negara
Asean yang mempunyai angka kematian Ibu dan Anak yang masih tinggi dibandingkan
dengan negara lain.
Menurut SDKI (2003) angka kematian ibu (AKI) di Indonesia 307 per 100.000
kelahiran hidup yaitu 3-6 kali lebih tinggi dari negara ASEAN lainnya. AKI di Indonesia
bahkan lebih jelek dari negara Vietnam yaitu 95 per 100.000 kelahiran hidup. AKI di
Indonesia sekitar 18.000 setiap tahun yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan, hal
ini berarti setiap setengah jam seorang perempuan meninggal yang berhubungan dengan
kehamilan dan persalinan, hal ini berarti setiap setengah jam seorang perempuan meninggal
yang berhubungan dengan kehamilan, persalinan dan nifas.
Kematian ibu tersebut erat kaitannya dengan karakteristik ibu yang meliputi umur,
pendidikan, paritas dan perilaku yang berpengaruh terhadap kondisi kesehatan ibu selama
hamil yang dapat mempengaruhi proses persalinan normal atau patologis. Resiko terjadi
komplikasi pada persalinan terjadi 12% pada usia kurang dari 20 tahun dan 26% pada usia 40
tahun (Ningrum E.W, 2005). Sementara kematian ibu karena komplikasi persalinan akibat
perdarahan sebelum dan sesudah persalinan meningkat dengan bertambahnya paritas.
Hasil penelitian Felly dan Snewe (2003), 25,5 % responden yang mengalami
persalinan patologis yang terbesar adalah akibat komplikasi persalinan dengan partus lama.
Dari kejadian persalinan patologis tersebut 27,5 % terjadi pada responden yang berumur lebih
dari 35 tahun, dan pemeriksaan kehamilan kurang dari 4 kali. Bila kondisi kesehatan ibu
selama hamil tidak baik, ibu mempunyai resiko 3,2 kali mengalami komplikasi dalam
persalinan.
Penelitian Sibuea (2007) dari 366 ibu yang mengalami persalinan patologis tindakan
seksio sesaria akibat partus tidak maju sebanyak 226 (50,33%) dan (81,5%) tidak melakukan
perawatan tehadap kehamilan. Kematian akibat pesalinan patologis lebih rendah pada umur
20-30 tahun dan jumlah paritas rendah dari pada ibu yang kurang dari 20 tahun. Tingkat
pendidikan yang rendah pada persalinan patologis lebih tinggi dari pendidikan perguruan
tinggi.
Penelitian Ridwan dan Wahyuni (2005) komplikasi persalinan yang mengakibatkan
persalinan patologis adalah perilaku ibu selama hamil yang pemeriksaan kehamilan kurang
dari empat kali, tidak makan tablet zat besi dan asupan gizi yang kurang, mengakibatkan ibu
mengalami anemia. Bila ibu mengalami anemia dapat mengakibatkan komplikasi pada
kehamilan dan persalinan yaitu perdarahan sebelum dan sesudah melahirkan, gangguan
kontraksi rahim, partus lama, kurang daya tahan tubuh terhadap infeksi dan produksi air susu
ibu kurang.
Penelitian lain tentang perilaku senam selama kehamilan menunjukkan bahwa ibu
yang melakukan senam hamil mengalami persalinan lebih cepat dibanding dengan ibu hamil
yang tidak melakukan senam hamil, karena senam hamil dapat meningkatkan aliran darah ke
uterus, membantu ibu hamil memperoleh power sehingga melancarkan proses persalinan.
Gulardi H, (2006) menyatakan AKI dapat diturunkan sekitar 317 (85%) dari AKI saat
ini, jika ibu berperilaku hidup sehat selama kehamilan yaitu merawat kehamilan dengan baik
melalui asupan gizi yang baik, memakan tablet zat besi, melakukan senam hamil, perawatan
jalan lahir, menghindari merokok dan makan obat tanpa resep. Melakukan kunjungan minimal
empat kali untuk mendapat informasi dari petugas kesehatan tentang perawatan yang harus
dilakukan.
Asuhan persalinan yang diberikan pada ibu selama persalinan sejak kala satu, dua, tiga
dan empat, menentukan jenis persalinannya apakah normal, atau patologis. adapun asuhan
yang diberikan adalah informasi tentang proses persalinan, perawatan selama persalinan,
tindakan persalinan dan dukungan persalinan dari keluarga dan petugas (IBI, 2005)
Letsi (2006) menyatakan hanya 2 dari 10 persalinan memerlukan tindakan spesialis
kebidanan, atau sekitar 10-15% proses kehamilan dan persalinan berakhir dengan patologis.
Ini erat kaitannya dengan perawatan ibu selama masa kehamilan dan persalinan kurang baik,
sehingga dalam persalinan banyak mengalami masalah bahkan komplikasi sehingga persalinan
menjadi patologis.
Tingginya kejadian persalinan patologis diakibatkan oleh tiga terlambat yaitu terlambat
melihat tanda-tanda bahaya kehamilan, terlambat mengambil keputusan untuk merujuk,
terlambat memperoleh asuhan asuhan persalinan yang tepat setelah sampai di sarana
kesehatan.
Selain itu karakteristik ibu juga dapat mempengaruhi persalinan patologis, yang
dikenal dengan empat terlalu yaitu: terlalu muda melahirkan anak, dimana panggul ibu belum
tumbuh secara sempurna sehingga kepala tidak dapat melewati jalan lahir, terlalu tua
melahirkan. Ibu yang melahirkan anak pertama lebih dari umur 35 tahun jalan lahir menjadi
kaku sehingga sulit anak sulit lahir, terlalu banyak melahirkan anak dan terlalu sering
melahirkan (jarak <2 tahun). Kondisi tersebut dapat mengakibatkan gangguan kontraksi
uterus, sehingga dapat mengakibatkan perdarahan setelah persalinan. Di Indonesia kejadian
persalinan patologis 65 % terjadi disebabkan pada salah satu dari empat T tersebut diatas.
Selain itu kurangnya partisipasi masyarakat karena tingkat pendidikan, sosial ekonomi dan
kedudukan wanita dalam keluarga masih rendah, serta sosial budaya yang tidak mendukung
(Sarwono, 2005).
WHO mengembangkan konsep melalui empat pilar safe motherhood yaitu keluarga
berencana, asuhan antenatal, persalinan bersih dan aman serta pelayanan obstetri dasar.
Tujuan upaya ini adalah untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu hamil, bersalin
dan nifas, disamping menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi baru lahir. Untuk
mencapai tujuan tersebut Depkes RI (1999) melakukan upaya safe motherhood yaitu berupaya
menyelamatkan wanita agar setiap wanita yang hamil dan bersalin dapat dilalui dengan sehat
dan aman serta menghasilkan bayi yang sehat dan aman.
Di Indonesia kejadian persalinan patologis dengan tindakan seksio sesaria meningkat
terus, baik di rumah sakit pendidikan, maupun rumah sakit swasta. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Gulardi dan Basamalah (1993) terhadap 64 rumah sakit di Jakarta tercatat
17.665 kelahiran hidup, sekitar 35,7-55,3 % melahirkan dengan seksio sesaria. Di Rumah
Sakit Umum Cipto Mangunkusumo Jakarta pada tahun 1999-2000 dari 404 persalinan per
bulan 30 % seksio sesaria. Sementara di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan tahun 2005-
2006 tercatat dari 712 persalinan, 45,4 % diantaranya adalah persalinan patologis bedah
sesaria dan vakum (Data Rekam Medis, 2006)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)


1. Definisi
Menurut WHO (World Health Organization), Kesehatan merupakan suatu keadaan
sejahtera fisik, mental dan sosial yang komplet dan bukan semata-mata terbebas dari
penyakit. Kesehatan juga dinilai dari angka mortalitas (kematian) dan morbiditas
(kesakitan) selama periode tertentu. Oleh karena itu, keseimbangan antara kesejahteraan
fisik, mental, dan sosial serta keberadaan penyakit menjadi indikator utama kesehatan.

2. Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)


Upaya kesehatan ibu dan anak adalah upaya dibidang kesehatan yang menyangkut
pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu meneteki, bayi dan anak balita
serta anak prasekolah.
Tujuan Program Kesehatan Ibu dan Anak adalah tercapainya kemampuan hidup
sehat melalui peningkatan derajat kesehatan yang optimal, bagi ibu dan keluarganya untuk
menuju Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) serta meningkatnya derajat
kesehatan anak untuk menjamin proses tumbuh kembang optimal yang merupakan landasan
bagi peningkatan kualitas manusia seutuhnya. Sedangkan tujuan khusus program KIA
adalah :
a. Meningkatnya kemampuan ibu (pengetahuan, sikap dan prilaku) dalam mengatasi
kesehatan diri dan keluarganya dengan menggunakan teknologi tepat guna dalam
upaya pembinaan kesehatan keluarga.
b. Meningkatnya upaya pembinaan kesehatan balita dan anak prasekolah secara mandiri
di dalam lingkungan keluarga.
c. Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan bayi, anak balita, ibu hamil, ibu
bersalin, ibu nifas dan ibu meneteki.
d. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, nifas, ibu meneteki,
bayi dan anak balita.
e. Meningkatnya kemampuan dan peran serta masyarakat, keluarga seluruh anggotanya
untuk mengatasi masalah kesehatan ibu, balita, anak prasekolah, terutama melalui
peningkatan peran ibu dan keluarganya.

3. Prinsip Pengelolaan Program KIA


Prinsip pengelolaan program KIA adalah memantapkan dan peningkatan
jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan efesien. Pelayanan KIA diutamakan
pada kegiatan pokok :
a. Peningkatan pelayanan antenatal di semua fasilitas pelayanan dengan mutu yang baik
serta jangkauan yang setinggi-tingginya.
b. Peningkatan pertolongan persalinan yang lebih ditujukan kepada peningkatan
pertolongan oleh tenaga profesional secara berangsur.
c. Peningkatan deteksi dini resiko tinggi ibu hamil, baik oleh tenaga kesehatan maupun di
masyarakat oleh kader dan dukun bayi serta penanganan dan pengamatannya secara
terus menerus.
d. Peningkatan pelayanan neonatal (bayi berumur kurang dari 1 bulan) dengan mutu yang
baik dan jangkauan yang setinggi-tingginya.

4. Pelayanan dan jenis indikator KIA, diantaranya adalah :


a. Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu selama
masa kehamilannya sesuai dengan standar pelayanan antenatal.
b. Pertolongan persalinan, jenis tenaga yang memberikan pertolongan persalinan kepada
masyarakat; tenaga profesional, dukun bayi yang terlatih atau yang belum terlatih.
c. Deteksi dini ibu hamil beresiko.
d. Indikator pelayanan kesehatan ibu dan bayi.

B. Kehamilan
1. Konsep Dasar Kehamilan
Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intrauteri mulai sejak konsepsi
dan berakhir sampei permulaan persalinan. Kehamilan terjadi jika ada pertemuan dan
persenyawaan antara sel telur (ovum) dan sel mani (spermatozoa).
Kehamilan dibagi menjadi 3 trimester :
a. Trimester I : hari pertama haid terakhir sampai minggu ke-12.
b. Trimester II : minggu ke-13 sampai ke-27.
c. Trimester III : minggu ke-28 sampei ke-40.
2. Proses Kehamilan
a. Pembuahan (konsepsi)
Fertilisasi adalah penyatuan sperma dari laki-laki dengan ovum dari perempuan.
Spermatozoa menembus ovum dengan membenamkan kepalanya lewat dinding ovum,
kedua sel benih itu menyatu dan membentuk satu sel tunggal. Ovum yang sudah dibuahi
(zigot) memerlukan waktu 6-8 hari untuk berjalan kedalam uterus, selama perjalanannya
kedalam uterus zigot berkembang melalui pembelahan sel yang sederhana 12-15 jam
sekali.
b. Implantasi
Sekitar 10 hari setelah terjadinya fertilisasi ovum, zigot yang sudah membentuk sebagai
blastocyst akan menanamkan dirinya dalam endometrium. Begitu implantasi terjadi,
lapisan uterus akan menyelimuti blastocyst dan kehamilan terbentuk.

3. Diagnosis Kehamilan
Dalam menegakkan diagnosis kehamilan, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah;
a. Keadaan umum kehamilan ; apakah disertai dengan anemia pada masa hamil dan
jenisnya.
b. Tentang kehamilan ; tanda pasti hamil, primigravida atau multigravida dan
grandemultipara, usia kehamilan, tafsiran tanggal persalinan, resiko kehamilan, hamil
ganda, intrauterine/ekstrauterin, hamil disertai penyakit.
c. Tentang janin ; tunggal, ganda, intrauterine/ekstrauterin, kelainan kongenital,
kehamilan premature, aterm atau lewat waktu, letak dan kedudukan janin,
pertumbuhan janin (IUGR, BBLR, atau janin besar).
d. Keadaan panggul ; normal
e. Membuat diagnosis diferensial tanda kehamilan yang pasti dan tidak pasti ; merasakan
gerakan janin dalam rahim, mendengar bunyi denyut jantung janin, melihat kerangka
janin dengan rontgen atau USG serta teraba bagian janin dalam rahim.
4. Perubahan Fisiologis dan Psikologis pada masa kehamilan
a. Perubahan Fisiologis
Perubahan fisiologis yang dapat dilihat, meliputi :
1) Perubahan pada kulit ; terjadi hiperpigmentasi pada wajah, pipi (cloasma gravidarum),
pada areola mamae dan puting susu, garis hitam pada area suprapubis (linea nigra).
2) Perubahan kelenjar ; kelenjar gondok membesar sehingga berbentuk seperti leher pria.
3) Perubahan payudara ; membesar, tegang dan sakit, mengeluarkan cairan apabila
dipijat.
4) Perubahan perut ; perut semakin membesar saat mendekati persalinan.
5) Perubahan alat kelamin luar ; alat kelamin luar tampak hitam kebiruan karena adanya
kongesti pada peredaran darah (pembuluh darah membesar).
6) Perubahan pada tungkai ; timbul varises atau edema.
7) Perubahan pada sikap tubuh ; sikap tubuh ibu menjadi lordosis karena perut yang
membesar.
Perubahan fisiologis yang tidak dapat dilihat, meliputi :
1) Perubahan pada alat pencernaan ; terjadi hipersekresi kelenjar dalam alat pencernaan
sehingga menimbulkan rasa mual, muntah, hipersaliva. Peristaltik yang kurang baik
dapat menimbulkan konstipasi.
2) Perubahan pada peredaran dan pembuluh darah ; volume darah meningkat
(hemodilusi), tekanan darah turun yang disebabkan oleh kepekatan darah yang
berkurang.
3) Perubahan pada paru ; posisi paru terdesak ke atas akibat uterus membesar pada
kehamilan tua.
4) Perubahan pada perkemihan ; ureter tertekan oleh uterus.
5) Perubahan pada tulang ; bentuk tulang belakang menyesuaikan diri dengan
keseimbangan badan karena uterus membesar.
6) Perubahan pada jaringan pembentuk organ ; jaringan menjadi longgar dan mengikat
garam.
7) Perubahan pada alat kelamin dalam.

b. Perubahan Psikologis
Menurut teori Rubin, perubahan psikologis yang terjadi pada trimester I meliputi
ambivalen, takut, fantasi, dan khawatir. Pada trimester II, perubahan meliputi perasaan
lebih nyaman serta kebutuhan mempelajari perkembangan dan pertumbuhan janin
meningkat. Kadang tampak egosentris dan berpusat pada diri sendiri. Pada trimester
III, perubahan yang terjadi meliputi memiliki perasaan aneh, lebih introvert dan
merefleksikan pengalaman masa lalu.
5. Faktor resiko yang mempengaruhi Kehamilan
Faktor resiko pada ibu hamil diantaranya adalah:
a. Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
b. Anak lebih dari 4.
c. Jarak persalinan terakhir dan kehamilan sekarang kurang dari 2 tahun atau lebih
dari 10 tahun.
d. Tinggi badan kurang dari 145 cm.
e. Berat badan kurang dari 38 kg atau lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm.
f. Riwayat keluarga menderita kencing manis, hipertensi dan riwayat cacat
congenital.
g. Kelainan bentuk tubuh, misalnya tulang belakang atau panggul.

Ida Bagus Gde Manuaba menyederhanakan faktor resiko pada masa kehamilan yang perlu
diperhatikan adalah sebagai berikut :
a. Berdasarkan anamnesis
1) Umur ibu hamil ; kurang dari 19 tahun, lebih dari 35 tahun, perkawinan diatas 30
tahun.
2) Riwayat operasi ; operasi plastik pada fistel vagina atau tumor vagina, operasi
persalinan atau operasi pada rahim.
3) Riwayat kehamilan ; keguguran berulang, kematian intrauteri, sering mengalami
perdarahan saat hamil, terjadi infeksi saat hamil, anak terkecil 5 tahun tanpa KB,
riwayat molahidatidosa atau korio karsinoma.
4) Riwayat persalinan ; persalinan premature, persalinan dengan berat bayi lahir rendah,
persalinan lahir mati, persalinan dengan induksi, persalinan dengan plasenta manual,
persalinan dengan perdarahan pascapartus, persalinan dengan tindakan (ekstraksi
forceps, ekstraksi vakum, letak sungsang, ekstraksi versi, dan operasi seksio sesarea).
b. Hasil pemeriksaan fisik
Hasil pemeriksaan fisik umum ; tinggi badan kurang dari 145 cm, deformitas
pada tulang punggung, kehamilan (disertai anemia, penyakit jantung, diabetes mellitus,
paru, hepar atau ginjal).
Hasil pemeriksaan kehamilan ; kehamilan trimester I (hiperemesis gravidarum
berat, perdarahan, infeksi intrauteri, nyeri abdomen, serviks inkompeten, kista ovarium
dan mioma uteri), kehamilan trimester II dan III (preeklampsia-eklampsia, perdarahan,
kehamilan ganda, hidramnion, dismaturitas dan gangguan pertumbuhan), kehamilan
dengan kelainan letak (sungsang, lintang, kepala belum masuk pintu atas panggul
minggu ke 36 pada primigravida dan hamil dengan dugaan disproporsi sefalopelvik
kehamilan lewat waktu diatas 42 minggu).

6. Asuhan Antenatal Care (ANC)


Antenatal Care adalah pengawasan kehamilan untuk mengetahui kesehatan
umum ibu, menegakkan secara dini penyakit yang menyertai kehamilan, menegakkan
secara dini komplikasi kehamilan, dan menetapkan resiko kehamilan (resiko tinggi,
resiko meragukan dan resiko rendah). Asuhan antenatal juga untuk menyiapkan
persalinan menuju well born baby dan well health mother, mempersiapkan perawatan
bayi dan laktasi serta memulihkan kesehatan ibu yang optimal saat akhir kala nifas.

7. Tujuan Asuhan Antenatal Care


Pelaksanaan Antenatal care sangat penting karena dapat memberikan gambaran
keadaan ibu hamil, janin dalam kandungan, dan kesehatan umum. Di Indonesia telah
dicanangkan empat kali ANC dianggap cukup dengan rincian satu kali setiap trimester
dan dua kali pada trimester terakhir. Tujuan Antenatal Care adalah:
a. Mempersiapkan kehamilan, persalinan aman, bersih dalam keadaan optimal
sehingga mampu memelihara bayi dan memberikan ASI.
b. Menetapkan resiko kehamilan sehingga persiapan persalinan dapat diarahkan
ketempat yang wajar.
c. Mengarahkan agar organ reproduksi dapat kembali ke masa pasca partus yang
wajar dan mampu menyiapkan laktasi optimal.
d. Memberikan vaksinasi tetanus toksoid.
e. Menetapkan kehamilan dengan berbagai resiko serta mengarahkan pada
persalinan bersih dan aman.

8. Kunjungan Antenatal Care


Frekuensi pelayanan antenatal minimal 4 kali selama kehamilan, dengan
ketentuan waktu minimal 1 kali pada triwulan pertama, minimal 1 kali pada triwulan
kedua, dan minimal 2 kali pada triwulan ketiga.
Cakupan K1 dan K4. Cakupan pelayanan antenatal dapat dipantau melalui
pelayanan kunjungan baru ibu hamil (K1) dan pelayanan ibu hamil sesuai standar
paling sedikit empat kali dengan distribusi sekali pada triwulan pertama, sekali pada
triwulan kedua, dan dua kali pada triwulan ketiga (K4).
Cakupan Fe1 dan fe3. Pemberian tablet zat besi pada ibu hamil dapat
dibedakan menjadi Fe1 yaitu yang mendapat 30 tablet dan Fe3 yaitu yang mendapat 90
tablet selama masa kehamilan.

9. Standar Pelayanan Antenatal


Indikator kesehatan ibu hamil dapat terpantau melalui pelayanan Antenatal,
pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu selama
kehamilannya sesuai dengan standar pelayanan antenatal seperti yang ditetapkan dalam
buku Pedoman Pelayanan Antenatal Terintegrasi bagi petugas puskesmas. Pelayanan
antenatal yang lengkap mencakup banyak hal seperti anamnesis, pemeriksaan fisik
umum dan kebidanan, pemeriksaan laboratorium sesuai dengan indikasi serta
intervensi dasar dan kasus (sesuai resiko yang ada). Penerapan operasionalnya dikenal
standar minimal “7T” untuk pelayanan antenatal yaitu :
a. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan.
b. Ukur Tekanan darah.
c. Ukur Tinggi fundus uteri.
d. Nilai status imunisasi TT (Tetanus Tokxoid) dan berikan bila perlu.
e. Pemberian Tablet besi minimal 90 tablet selama kehamilan
f. Tes terhadap Penyakit Menular Seksual, HIV/AIDS dan malaria, termasuk Tes
laboratorium sesuai indikasi.
g. Temu wicara/konseling dalam rangka persiapan rujukan
2.2. Imunisasi pada Anak
2.2.1. Definisi Imunisasi
Imunisasi bersal dari kata imun. Kebal atau resisten. Anak diimunisasi, berarti
diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten terhadap
suatu penyakit. Tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain (Notoatmodjo,
2003).
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan
memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah
terhadap penyakit tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan vaksin adalah bahan yang
dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan kedalam tubuh
melalui suntikan (misalnya vaksin BCG, DPT, dan Campak) dan melalui mulut
(misalnya vaksin polio) (Hidayat, 2008).
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif
terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa, tidak
terjadi penyakit (Ranuh dkk, 2008).

2.2.2. Tujuan Imunisasi


Tujuan dalam pemberian imunisasi, antara lain :
1. Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan
penyakit tertentu di dunia.
2. Melindungi dan mencegah penyakit-penyakit menular yang sangat berbahaya bagi
bayi dan anak
3. Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan
akibat penyakit tertentu.
4. Menurunkan morbiditas, mortalitas dan cacat serta bila mungkin didapat eradikasi
sesuatu penyakit dari suatu daerah atau negeri.
5. Mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan
bahkan bisa menyebabkan kematian pada penderitanya. Beberapa penyakit yang
dapat dihindari dengan imunisasi yaitu seperti campak, polio, difteri, tetanus, batuk
rejan, hepatitis B, gondongan, cacar air, TBC, dan lain sebagainya.
6. Mencegah terjadinya penyakit tetentu pada seseorang, dan menghilangkan penyakit
pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit
tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar (Maryunani, 2010).
2.2.3. Manfaat imunisasi
Manfaat imunisasi bagi anak dapat mencegah penyakit cacat dan kematian, sedangkan
manfaat bagi keluarga adalah dapat menghilangkan kecemasan dan mencegah biaya
pengobatan yang tinggi bila anak sakit. Bayi dan anak yang mendapat imunisasi dasar lengkap
akan terlindungi dari beberapa penyakit berbahaya dan akan mencegah penularan ke adik dan
kakak dan teman-teman disekitarnya. Dan manfaat untuk Negara adalah untuk memperbaiki
tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan
pembangunan Negara (Proverawati & Andhini, 2010).

2.2.4. Macam-macam Imunisasi


Imunitas atau kekebalan, dibagi dalam dua hal, yaitu aktif dan pasif. Aktif adalah bila
tubuh anak ikut menyelenggarakan terbentuknya imunitas, sedangkan pasif adalah
apabila tubuh anak tidak bekerja membentuk kekebalan, tetapi hanya menerimanya
saja.
1. Imunisasi aktif
Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemah kan
atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi
sendiri. Contohnya : imunisasi polio atau campak. Imunisasi aktif ini dilakukan
dengan vaksin yang mengandung :
 Kuman-kuman mati (misalnya : vaksin cholera – typhoid / typhus abdominalis –
paratyphus ABC, vaksin vertusis batuk rejan).
 Kuman-kuman hidup diperlemah (misalnya : vaksin BCG terhadap tuberkulosis).
 Virus-virus hidup diperlemah (misalnya : bibit cacar, vaksin poliomyelitis)
 Toxoid (= toksin = racun dari pada kuman yang dinetralisasi: toxoid difteri,
toxoid tetanus).
Vaksin diberikan dengan cara disuntikkan atau per-oral melalui mulut. maka pada
pemberian vaksin tersebut tubuh akan membuat zat-zat anti terhadap penyakit yang
bersangkutan, oleh karena itu dinamakan imunisasi aktif, kadar zat -zat dapat diukur
dengan pemeriksaan darah, dan oleh sebab itu menjadi imun (kebal) terhadap
penyakit tersebut. Pemberian vaksin akan merangsang tubuh membentuk antibodi.
Untuk itu dalam imunisasi aktif terdapat empat macam kandungan yang terdapat
dalam setiap vaksinnya, antara lain : Antigen merupakan bagian dari vaksin yang
berfungsi sebagai zat atau mikroba guna terjadinya semacam infeksi buatan, yang
dapat berupa poli sakarida, toxoid, atau virus yang dilemahkan atau bakteriyang
dimatikan.
a. Pelarut dapat berupa air steril atau berupa cairan kultur jaringan.
b.Preservatif, stabiliser, dan antibiotik yang berguna untuk mencegah tumbuhnya
mikroba sekaligus untuk stabilisasi antigen.
c. Adjuvans yang terdiri atas garam aluminium yang berfungsi untuk imunogenitas
antigen.
2. Imunisasi Pasif
Imunisasi pasif merupakan pemberian zat (imunoglobulin), yaitu suatu zat yang
dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia atau
binatang yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang diduga sudah masuk dalam
tubuh yang terinfeksi (Hidayat, 2008).

2.2.5. Jenis-jenis Imunisasi Dasar


Imunisasi dasar adalah imunisasi pertama yang perlu diberikan pada semua orang,
terutama bayi dan anak sejak lahir untuk melindungi tubuhnya dari penyakit-penyakit
yang berbahaya.
1. Imunisasi BCG (Bacillus Celmette Guerin)
a. pengertian
Imunisasi BCG adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif
terhadap penyakit tuberkulosis (TBC), yaitu penyakit paru-paru yang sangat
menular.
b. Pemberian Imunisasi
Frekuensi pemberian imunisasi BCG adalah satu kali dan tidak perlu diulang
(boster). Sebab, vaksin BCG berisi kuman hidup sehingga antibodi yang
dihasilkannya tinggi terus. Berbeda dengan vaksin berisi kuman mati, hingga
memerlukan pengulangan.
c. Usia pemberian imunisasi
Sedini mungkin atau secepatnya, tetapi pada umumnya di bawah 2 bulan. Jika
diberikan setelah usia 2 bulan, disarankan dilakukan tes Mantoux (tuberkulin)
terlebih dahulu untuk mengetahui apakah bayi sudah kemasukan kuman
Mycobacterium Tuberculosis atau belum. Vaksinasi dilakukan bila hasil tes-nya
negative. Jika ada penderita TB yang tinggal serumah atau sering bertandang
kerumah, segera setelah lahir bayi di imunisasi BCG.
d. Cara pemberian imunisasi
Cara pemberian imunisasi BCG adalah melalui intradermal dengan lokasi
penyuntikan pada lengan kanan atas (sesuai anjuran WHO) atau penyuntikan pada
paha.
2. Imunisasi DPT (diphtheria, pertusis, tetanus)
a. Pengertian
Imunuisasi DPT merupakan imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan
aktif terhadap beberapa penyakit berikut ini:
- Penyakit difteri, yaitu radang tenggorokan yang sangat berbahaya karena
menimbulkan tenggorokan tersumbat dan kerusakan jantung yang menyebabkan
kematian dalam beberapa hari saja.
- Penyakit pertusis, yaitu radang paru (pernapasan), yang disebut juga batuk rejan
atau batuk 100 hari. Karena sakitnya bisa mencapai 100 hari atau 3 bulan lebih.
Gejalanya sangat khas, yaitu batuk yang bertahap, panjang dan lama disertai bunyi
“whoop”/ berbunyi dan diakhiri dengan muntah, mata dapat bengkak atau penderita
dapat meninggal karena kesulitan bernapas.
- Penyakit tetanus, yaitu penyakit kejang otot seluruh tubuh dengan mulut terkunci /
terkancing sehingga mulut tidak bisa membuka atau dibuka.
b. Pemberian Imunisasi dan usia pemberian Imunisasi
Pemberian imunisasi 3 kali (paling sering dilakukan), yaitu pada usia 2 bulan, 4
bulan dan 6 bulan. Namun, bisa juga ditambahkan 2 kali lagi, yaitu 1 kali di usia 18
bulan dan 1 kali di usia 5 tahun. Selanjutnya di usia 12 tahun, diberikan imunisasi
TT.

c. Cara Pemberian Imunisasi


Cara pemberian imunisasi melalui suntikan intra muskuler (I.M atau i.m).

d. Efek Samping Imunisasi


Biasanya, hanya gejala-gejala ringan, seperti sedikit demam (sumeng) saja dan rewel
selama 1-2 hari, kemerahan, pembengkakan, agak nyeri atau pegal-pegal pada
tempat suntikan, yang akan hilang sendiri dalam beberapa hari, atau bila masih
demam dapat diberikan obat penurun panas bayi. Atau bisa juga dengan memberikan
minum cairan lebih banyak dan tidak memakaikan pakaian terlalu banyak.

e. Kontra Indikasi Imunisasi


Imunisasi DPT tidak dapat diberikan pada anak-anak yang mempunyai penyakit atau
kelainan saraf, baik bersifat keturunan atau bukan, seperti epilepsi, menderita
kelainan saraf yang betul-betul berat atau habis dirawat karena infeksi otak, anak-
anak yang sedang demam / sakit keras dan yang mudah mendapat kejang dan
mempunyai sifat alergi, seperti eksim atau asma.
3. Imunisasi Polio
a. Pengertian
- Imunisasi Polio adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan
terhadap penyakit poliomyelitis, yaitu penyakit radang yang menyerang saraf dan
dapat mengakibatkan lumpuh kaki.
- Imunisasi Polio adalah imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya
penyakit poliomyelitis yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada anak. (Kandungan
vaksin polio adalah virus yang dilemahkan).

b. Pemberian Imunisasi
Bisa lebih dari jadwal yang telah ditentukan, mengingat adanya imunisasi polio
massal atau Pekan Imunisasi Nasional. Tetapi jumlah dosis yang berlebihan tidak
akan berdampak buruk, karena tidak ada istilah overdosis dalam imunisasi.

c. Usia Pemberian Imunisasi


Waktu pemberian polio adalah pada umur bayi 0-11 bulan atau saat lahir (0 bulan),
dan berikutnya pada usia bayi 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan. Kecuali saat lahir,
pemberian vaksin polio selalu dibarengi dengan vaksin DPT.

d. Cara Pemberian Imunisasi


Pemberian imunisasi polio melalui oral / mulut (Oral Poliomyelitis vaccine/OPV).
Di luar negeri, cara pemberian imunisasi polio ada yang melalui suntikan
(Inactivated Poliomyelitis Vaccine/ IPV).

e. Efek Samping Imunuisasi


Hampir tidak ada efek samping. Hanya sebagian kecil saja yang mengalami pusing,
diare ringan, dan sakit otot. Dan kasusnya biasanya jarang terjadi.

f. Kontra – indikasi Imunisasi


Sebaiknya pada anak dengan diare berat atau yang sedang sakit parah, seperti demam
tinggi (diatas 38C) ditangguhkan. Pada anak yang menderita penyakit gangguan
kekebalan tidak diberikan imunisasi polio. Demikian juga anak dengan dengan
penyakit HIV/AIDS, penyakit kanker atau keganasan, sedang menjalani pengobatan
steroid dan pengobatan radiasi umum, untuk tidak diberikan imunisasi polio.
g. Tingkat Kekebalan
Bisa mencekal penyakit polio hingga 90 %.

4. Imunisasi Campak
a. Pengertian
Imunisasi campak adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan
aktif terhadap penyakit campak (morbili/measles). Kandungan vaksin campak ini
adalah virus yang dilemahkan.
Sebenarnya, bayi sudah mendapat kekebalan campak dari ibunya. Namun seiring
bertambahnya usia, antibodi dari ibunya semakin menurun sehingga butuh antibodi
tambahan lewat pemberian vaksin campak. Penyakit campak mudah menular, dan
anak yang daya tahan tubuhnya lemah gampang sekali terserang penyakit yang
disebabkan virus morbili ini. Namun, untungnya campak hanya diderita sekali
seumur hidup. Jadi sekali terkena campak, setelah itu biasanya tidak akan terkena
lagi.

b. Pemberian Imunisasi
Frekuensi pemberian imunisasi campak adalah satu kali.

c. Usia Pemberian Imunisasi


Imunisasi campak diberikan 1 kali pada usia 9 bulan, dan dianjurkan pemberiannya
sesuai jadwal. Selain karena antibodi dari ibu sudah menurun di usia bayi 9 bulan,
penyakit campak umumnya menyerang anak usia balita. Jika sampai usia 12 bulan
anak belum mendapatkan imunisasi campak, maka pada usia 12 bulan ini anak harus
diimunisasi MMR (Measles Mumps Rubella).

d. Cara Pemberian Imunisasi


Cara pemberian imunisasi campak adalah melalui subkutan (s.c)

e. Efek Samping Imunisasi


Biasanya tidak terdapat reaksi akibat imunisasi. Mungkin terjadi demam ringan dan
terdapat efek kemerahan / bercak merah pada pipi di bawah telinga pada hari ke 7 – 8
setelah penyuntikan. Kemungkinan juga terdapat pembengkakan pada tempat
penyuntikan.

f. Kontra Indikasi Imunisasi


Kontra indikasi pemberian imunisasi campak adalah anak :
- Dengan penyakit infeksi akut yang disertai demam.
- Dengan penyakit gangguan kekebalan.
- Dengan penyakit TBC tanpa pengobatan.
- Dengan kekurangan gizi berat.
- Dengan penyakit keganasan.
- Dengan kerentanantinggi terhadap protein telur, kanamisin dan eritromisin
(antibiotik).

5. Imunisasi Hepatitis B
a. Pengertian
- Imunisasi Hepatitis B adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan
aktif terhadap penyakit hepatitis B, yaitu penyakit infeksi yang dapat merusak hati.
- Imunisasi Hepatitis B adalah imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya
penyakit hepatitis, yang kandungannya adalah HbsAg dalam bentuk cair.

b. Pemberian Imunisasi
Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis B adalah 3 kali.

c. Usia Pemberian Imunisasi


Sebaiknya diberikan 12 jam setelah lahir. Dengan syarat kondisi bayi dalam keadaan
stabil, tidak ada gangguan pada paru-paru dan jantung. Kemudian dilanjutkan pada saat
bayi berusia 1 bulan, dan usia antara 3 – 6 bulan. Khusus bayi yang lahir dari ibu
pengidap hepatitis B, selain imunisasi yang diberikan kurang dari 12 jam setelah lahir,
juga diberikan imunisasi tambahan dengan immunoglobulin anti hepatitis B dalam waktu
sebelum usia 24 jam.

d. Cara Pemberian Imunisasi


Cara pemberian imunisasi hepatitis B adalah dengan cara intramuskuler (I.M atau i.m) di
lengan deltoid atau paha anterolateral bayi (antero : otot-otot dibagian depan, lateral :
otot bagian luar). Penyuntikan dibokong tidak dianjurkan karena bisa mengurangi
efektivitas vaksin.

e. Efek Samping Imunisasi


Umumnya tidak terjadi. Jikapun terjadi (sangat jarang), berupa keluhan nyeri pada
tempat suntikan, yang disusul demam ringan dan pembengkakan. Namun reaksi ini akan
menghilang dalam waktu dua hari.

f. Tanda Keberhasilan
Tidak ada tanda klinis yang dapat dijadikan patokan. Tetapi dapat dilakukan pengukuran
keberhasilan melalui pemeriksaan darah atau mengecek kadar hepatitis B-nya setelah
anak berusia setahun. bila kadarnya diatas 1000, berarti daya tahannya 8 tahun. Diatas
500 tahan selama 5 tahun. Diatas 200 tahan selama 3 tahun. Tetapi bila angkanya 100
maka dalam setahun akan hilang. Sementara bila angka nol bayi harus disuntik ulang 3
kali lagi.

g. Kontra – Indikasi Imunisasi


Tidak dapat diberikan pada anak yang mendrita sakit berat.

h. Tingkat Kekebalan
Cukup tinggi,antara 94 – 96. Umumnya, setelah 3 kali suntikan,lebih dari 95 % bayi
mengalami respon imun yang cukup (Maryunani, 2010).

2.2.5 Jadwal Imunisasi


Pemberian imunisasi pada bayi, tepat pada waktunya merupakan faktor yang sangat
penting untuk kesehatan bayi. Melakukan imunisasi pada bayi merupakan bagian
tanggung jawab orang tua terhadap anaknya. Imunisasi dapat diberikan ketika ada
kegiatan posyandu, pemeriksaan kesehatan pada petugas kesehatan atau pekan
imunisasi. Jika bayi sedang sakit yang disertai panas, menderita kejang-kejang
sebelumnya, atau menderita penyakit system saraf, pemberian imunisasi perlu
dipertimbangkan. Kebanyakan dari imunisasi adalah untuk memberi perlindungan
menyeluruh terhadap penyakit-penyakit yang berbahaya dan sering terjadi pada tahun-
tahun awal kehidupan seorang anak. Walaupun pengalaman sewaktu mendapatkan
vaksinasi atau imunisasi tidak menyenangkan untuk bayi (karena biasanya akan
mendapatkan suntikan), tetapi rasa sakit sementara akibat suntikan bertujuan untuk
kesehatan bayi atau anak dalam jangka waktu yang panjang (Proverawati & Andhini,
2010).

hhhhhhhhhhhh
Imunisasi hepatitis B diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan pada usia 1
dan 3 sampai 6 bulan. Interval dosis minimal 4 minggu.
- Polio
Imunisasi polio-0 diberikan pada saat kunjungan pertama. Untuk bayi yang lahir
dirumah bersalin atau rumah sakit Oral Polio Vaccine (OPV) diberikan pada saat bayi
dipulangkan (untuk menghindari transmisi virus vaksin kebayi lain)
- DPT
Imunisasi diberikan pada usia lebih ≥ 6 minggu, secara terpisah atau secara kombinasi
dengan hepatitis B.
- Campak
Imunisasi campak -1 diberikan pada usia 9 bulan (Proverawati & Andhini, 2010).

2.2.6 Status Imunisasi


Sesuai dengan program organisasi kesehatan dunia WHO (Badan Kesehatan
Dunia), pemerintah mewajibkan lima jenis imunisasi bagi anak-anak, yang disebut
Program Pengembangan Imunisasi (PPI), dalam pemberian imunisasi kondisi bayi atau
anak harus dalam keadaan sehat. Imunisasi diberikan dengan memasukkan virus, bakteri,
atau bagian dari bakteri kedalam tubuh, dan kemudian menimbulkan antibodi
(kekebalan). Untuk membentuk kekebalan yang tinggi, anak harus dalam kondisi fit.
Anak yang sedang sakit, misalnya diare atau demam berdarah, badannya sedang
memerangi penyakit jika dimasukkan kuman atau virus lain dalam imunisasi maka
tubuhnya akan bekerja sangat berat, sehingga kekebalan yang terbentuk tidak tinggi.
Bayi dikatakan telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap jika bayi atau anak
telah mendapatkan imunisasi dasar yang lengkap meliputi imunisasi BCG (Bacillus
Celmette Guerin), imunisasi DPT (difteri, pertusis, tetanus), imunisasi polio, imunisasi
campak, dan imunisasi hepatitis B (Ranuh dkk, 2008).

2.2.7 Pengetahuan ibu terhadap status imunisasi anak


Pengetahuan merupakan faktor pencetus yang kuat untuk mendorong seseorang
berperilaku. Ketidaktahuan ibu terhadap imunisasi disebabkan karena minimnya
informasi tentang imunisasi pada anak(Ali, 2002). Hasil penelitian Ayubi (2009),
menyatakan semakin tinggi pengetahuan ibu mengenai imunisasi, semakin tinggi
peluang anak untuk memperoleh imunisasi lengkap.
Peningkatan cakupan imunisasi melalui pendidikan orang tua telah menjadi strategi
populer di berbagai negara. Strategi ini berasumsi bahwa anak-anak tidak akan
diimunisasi secara benar disebabkan orang tua tidak mendapat penjelasan yang baik atau
karena memiliki sikap yang buruk tentang imunisasi. Program imunisasi dapat berhasil
jika ada usaha yang sungguh-sungguh dan berkesinambungan pada orang- orang yang
memiliki pengetahuan dan komitmen yang tinggi terhadap imunisasi. Jika suatu program
intervensi preventif seperti imunisasi ingin dijalankan secara serius dalam menjawab
perubahan pola penyakit dan persoalan pada anak, maka perbaikan dalam evaluasi
perilaku kesehatan masyarakat dan peningkatan pengetahuan sangat diperlukan
(Ali,2002).

Anda mungkin juga menyukai