menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah
atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain Pemerintah guna pelaksanaan
Ada 2 (dua) cara dalam mendapatkan ataupun memperoleh hak milik, yakni
1. Dengan pengalihan, yang meliputi beralih dan dialihkan. Dalam hal ini berarti
ada pihak yang kehilangan yaitu pemilik semula dan pihak lain yang
1) Terjadinya hak milik menurut hukum adat yang diatur dengan Peraturan
Pemerintah. Dalam hal ini berarti terjadinya hak milik tesebut, diawali
24
memperoleh hak milik. Hak milik akan dapat tercipta jika orang tersebut
tanah tersebut secara terus menerus dalam waktu yang sangat lama. Dari
sinilah hak milik dapat tercipta, yang sekarang diakui sebagai hak milik
menurut UUPA. Terjadinya hak milik dengan cara ini memerlukan waktu
yang telah ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah. Dalam hal ini berarti
pemerintah memberikan hak milik yang baru sama sekali. Pemerintah juga
dapat memberikan hak milik berdasarkan perubahan dari suatu hak yang
sudah ada. Misalnya dengan peningkatan dari Hak Guna Usaha menjadi
Hak Milik, Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik, Hak Pakai menjadi
Hak Milik.
Pemindahan hak atas tanah adalah perbuatan hukum untuk memindahkan hak
atas tanah kapada pihak lain. Pemindahan dilakukan apabila status hukum pihak yang
akan menguasai tanah memenuhi persyaratan sebagai pemegang hak atas tanah yang
tersedia, dan pemegang hak atas tanah tersebut bersedia untuk memindahkan haknya.
tanah dalam hukum adat, hakekat dasarnya adalah dari pertautan manusia dengan
tanah dan alamnya dan bukan pada hak, melainkan pada hubungan kuatnya pertautan
hubungan yang melahirkan kewenangan (hak). Oleh karena itu hak lahir melalui
proses intensitas hubungan antara manusia dengan tanah tidak dari keputusan
pejabat.20 Dalam filosofi adat, hak dipahamkan sebagai suatu yang relatif dan mudah
berubah sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam masyarakat, sehingga hak
menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah
atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain Pemerintah; Penjualan, tukar-
menukar, pelepasan hak, penyerahan hak atau cara lain yang disepakati dengan
menukar, pelepasan hak, penyerahan hak atau cara lain kepada Pemerintah guna
khusus.
20
Herman Soesangobeng, Filosofi Adat dalam UUPA, Makalah dipresentasikan dalam
Sarasehan Nasional “Peningkatan Akses Rakyat Terhadap Sumberdaya Tanah”, Diselenggarakan oleh
Kantor Menteri Negara Agraria/BPN bekerjasama dengan ASPPAT, tanggal 12 Oktober 1998, di
Jakarta, 1998, hal. 4.
Konsep hak-hak atas tanah yang terdapat dalam Hukum Agraria Nasional
Yaitu hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki atau dikuasai secara langsung
oleh seorang atau badan hukum yang mempunyai waktu lama dan dapat dipindah-
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (lebih lanjut disingkat
dengan UUPA) terdapat beberapa hak atas tanah yang bersifat primer, yaitu:
d. Hak Pakai. 21
sementara, karena hak-hak tersebut dinikmati dalam waktu terbatas, dan hak-hak itu
dimiliki oleh orang lain. Hak atas tanah yang bersifat sementara dapat dialihkan
kapan saja si pemilik berkehendak. Terhadap beberapa hak, hak atas tanah yang
bersifat sementara memiliki jangka waktu yang terbatas, seperti Hak Gadai dan Hak
Usaha bagi hasil. Kepemilikan terhadap hak atas tanah hanya bersifat sementara saja.
21
Ibid
Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 53 UUPA yang mengatur mengenai hak-
1) Hak Gadai.
3) Hak Menumpang.
Tata cara memperoleh hak atas tanah menurut Hukum Tanah Nasional adalah
sebagai berikut:
1. Permohonan dan pemberian hak atas tanah, jika tanah yang diperlukan berstatus
Tanah Negara.
b. Pihak yang memerlukan tanah boleh memiliki hak yang sudah ada ;
3. Pelepasan hak yang dilanjutkan dengan permohonan dan pemberian hak atas
tanah, jika:
a. Tanah yang diperlukan berstatus tanah hak atau tanah hak ulayat suatu
22
Supriadi, Hukum Agraria, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal. 64. Pendapat lain
menayatakan bahwa disebut sebagai hak yang bersifat sementara karena eksistensinya pada suatu saat
nanti akan dihapuskan, karena mengandung sifat-sifat yang kurang baik bertentangan dengan jiwa
UUPA.
b. Pihak yang memerlukan tanah tidak boleh memiliki hak yang sudah ada;
4. Pencabutan hak yang dilanjutkan dengan permohonan dan pemberian hak atas
tanah, jika:
kepentingan umum
Dalam sistem KUHPerdata maupun dalam sistem UUPA kita kenal adanya
pengalihan sebagai salah satu cara untuk memperoleh hak milik. Pengalihan ini
adalah salah satu kewajiban para pihak dalam suatu peristiwa hukum yang bertujuan
untuk mengalihkan hak milik atas suatu barang yang dilakukan diantara mereka.
Pasal 584 KUHPerdata dinyatakan bahwa ada lima cara untuk memperoleh hak milik
1. Pendakuan (toeegening)
ada pemiliknya (res nullius). Contoh dari pendakuan ini yaitu yang terdapat di
dalam Pasal 585 KUHPerdata yaitu pendakuan dari ikan-ikan di sungai, binatang-
2. Ikutan (natrekking).
Hal ini diatur dalam Pasal 588 – Pasal 605 KUHPerdata. Yaitu cara
memperoleh benda karena benda itu mengikuti benda yang yang lain. Contoh dari
natrekking ini adalah: hak-hak atas tanaman, hak itu mengikuti tanah yang sudah
3. Lampaunya waktu(Verjaring).
Yaitu cara memperoleh hak milik atas suatu kebendaan karena lampaunya
waktu. Artinya pemilik yang lama dari benda tersebut tidak berhak lagi atas benda
tersebut karena jangka waktu kepemilikannya telah lewat waktu oleh hukum. hal
ini diatur dalam Pasal 610 KUHPerdata dan diatur lebih lanjut dalam buku
keempat KUHPerdata.
4. Pewarisan (erfopvolging)
Yaitu cara memperoleh hak milik atas suatu benda tidak bergerak karena
benda tersebut.
Ini adalah cara untuk memperoleh hak milik yang paling penting dan paling
sering terjadi di masyarakat. Yaitu cara memperoleh hak milik atas suatu
kebendaan dengan cara mengalihkan hak milik atas suatu kebendaan dari pemilik
Pasal 20 ayat 2 UUPA menyebutkan bahwa hak milik dapat beralih dan
dialihkan kepada pihak lain. Dengan kata lain, sifat milik pribadi ini walau dibatasi
oleh ketentuan Pasal 6 UUPA dapat dioperkan hanya kepada orang lain dengan hak
yang sama.
memperoleh hak karena perkawinan/kesatuan harta benda, maka hak atas tanah yang
semula hak milik tetap akan menjadi hak milik. Hak milik adalah: “Hak turun
temurun, artinya hak itu dapat diwariskan berturut-turut tanpa perlu diturunkan
derajatnya ataupun hak itu menjadi tiada atau memohon haknya kembali ketika
Hak milik merupakan hak yang terkuat dan terpenuh, namun hal ini berbeda
dengan hak eeigendom vide Pasal 571 KUHPerdata, di mana dikatakan bahwa hak
milik tersebut mutlak tidak dapat diganggu gugat. Hak milik menurut UUPA
mengandung arti bahwa hak ini merupakan hak yang terkuat, jika dibandingkan
dengan hak-hak atas tanah lainnya, seperti hak guna usaha, hak guna bangunan dan
lain-lain.
Luasnya hak milik juga meliputi tubuh bumi, air dan ruang angkasa yang ada
di atasnya, sebagai suatu penjelmaan dari ciri-ciri khas hukum adat yang menjadi
dasar hukum Agraria Nasional. Mengenai pertambangan diatur sendiri, yang artinya
23
Budi Harsono, Op. Cit, hal. 371
bahwa untuk melakukan pertambangan di bumi memerlukan suatu izin khusus yang
dinamakan kuasa pertambangan. Dengan demikian hak milik ini masih ada
Dalam pengalihan hak milik yang merupakan pelaksanaan dari perikatan yang
dimaksud, timbul persoalan apakah antara perbuatan hukum lanjutan tersebut dan
hubungan hukum yang menjadi dasarnya atau dengan kata lain apakah pengalihan itu
tergantung pada alas haknya ataukah merupakan hal yang terpisah satu sama lainnya.
Hubungan antara pengalihan dengan alas haknya ada dua ajaran yaitu ajaran
abstrak dan ajaran kausal (sebab akibat). Baik ajaran abstrak maupun ajaran kausal
mengalihkan hak milik tersebut tergantung pada alas haknya harus tegas dinyatakan,
sedangkan menurut ajaran abstrak, maka penyerahan itu tidak perlu adanya titel yang
Dari uraian di atas, terlihat hubungan jelas antara perjanjian obligatoir dari
perbuatan hukum yang bertujuan untuk mengalihkan hak milik atau benda tidak
bergerak dengan balik nama yang merupakan pengalihan hak milik itu sendiri.
Ditegaskan oleh R. Subekti, bahwa: menurut pendapat yang lazim dianut oleh para
ahli hukum dan hakim, dalam KUHPerdata berlaku apa yang dinamakan “kausal
stelsel” di mana memang sah tidaknya suatu pemindahan hak milik tergantung sah
tidaknya suatu balik nama tergantung pada sah atau tidaknya perjanjian obligatoir
yang menimbulkan hak dan kewajiban untuk menurut dan melaksanakan isi
perjanjian yang berupa pengalihan hak milik atas benda tidak bergerak tersebut. Di
atas telah disebutkan bahwa sah tidaknya suatu balik nama adalah tergantung pada
sah tidaknya perjanjian obligatoir, dengan demikian sah atau tidaknya perjanjian
kepemilikan benda tidak bergerak, adalah merupakan syarat sahnya balik nama.
timbulnya kewajiban untuk mengalihkan benda tidak bergerak yang merupakan objek
dari perbuatan hukum tersebut. Jual beli, tukar menukar maupun penghibahan, adalah
merupakan suatu perbuatan hukum yang disebut perjanjian atau dengan istilah lain
“perikatan” dan oleh karena itu untuk sahnya suatu perbuatan hukum tersebut harus
Pengalihan hak atas tanah, yang dilakukan dengan cara jual beli, tukar
menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak
lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika
dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang. Dengan demikian
berarti setiap pengalihan hak milik atas tanah, yang dilakukan dalam bentuk jual beli,
tukar menukar atau hibah harus dibuat di hadapan PPAT. Jual beli, tukar menukar
atau hibah ini dalam konsepsi hukum adat adalah suatu perbuatan hukum yang
bersifat terang dan tunai. Dengan terang dimaksudkan bahwa perbuatan hukum
dihadapan PPAT berarti pula selesainya tindakan hukum yang dilakukan dengan
segala akibat hukumnya. Ini berarti perbuatan hukum tersebut tidak dapat dibatalkan
kembali, kecuali terdapat cacat cela secara substansi mengenai hak atas tanah (hak
milik) yang dialihkan tersebut, atau cacat mengenai kecakapan dan kewenangan
dapat diberikan hak untuk mengalihkan benda tersebut, hal ini dikarenakan suatu
hal misalnya saja pemilik suatu kebendaan di dalam keadaan pailit (failiet). Disini
tersebut.
mana pihak ini menerima barang gadaian dari pemilik benda tersebut sebagai
jaminan pelunansan hutangnya. Dalam hal ini ia tidak merupakan pemilik yang
sah dari suatu kebendaan, tetapi bila pihak yang berhutang dalam hal ini pemilik
yang sah dari benda itu ingkar janji atau wanprestasi maka pihak penerima gadai
Artinya pengalihan itu harus benar-benar terjadi dan dilakukan secara nyata
terhadap benda tidak bergerak, pencatatan benda tersebut ke dalam suatu akte sangat
penting untuk menetapkan keabsahan benda tersebut. Terhadap benda tidak bergerak,
di samping dengan pengalihan nyata, maka untuk mengalihkan hak milik atas barang
bergerak harus dinyatakan dengan akta otentik. Bahwa hibah yang dilakukan
Tergugat I kepada Tergugat II tidak dilekatkan dalam suatu akta otentik sebagaimana
yang disyaratkan oleh Pasal 1682 KUHPerdata. Oleh karena tanah objek gugatan
secara hukum bukanlah milik pemerintah kota Pangkalpinang sebagai pihak pemberi
hibah dan pernyataan hibah tidak dinyatakan/dilekatkan dalam akta otentik, maka
perbuatan hukum hibah atas objek gugatan kepada Tergugat II adalah batal demi
hukum.
Bahwa Tergugat I telah salah dalam mengartikan hak menguasai Negara atas
Agraria. Hak menguasai negara atas tanah menurut UU Nomor: 5 Tahun 1960
pemerintah sebagai badan hukum publik juga merupakan subjek hukum tanah sama
sejak Tahun 1975 atau sudah selama waktu 31 tahun tanpa ada pihak lain yang
menggugatnya. Dengan demikian maka status tanah objek gugatan tidak lagi
merupakan tanah negara bebas tetapi telah menjadi (berstatus) tanah negara tidak
ayat (1) UU. Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria Penggugat berhak
dan dilindungi hak-haknya untuk memperoleh hak atas tanah negara dan Tergugat I
tidak dapat lagi memberikan hak penguasaan atas fisik tanah terhadap tanah yang
berstatus tanah negara yang tidak bebas (telah dikuasai/diusahakan) oleh Penggugat.
hak penguasaan atas fisik tanah objek gugatan yang telah dikuasai dan diusahakan
Penggugat.
perbuatan hukum yang bertujuan untuk mengalihkan hak milik atas benda tidak
bergerak tersebut dalam suatu akte yang otentik di depan para pejabat yang
disediakan khusus.
merupakan panduan yang nyata dalam pelaksanaan otonomi daerah, juga merupakan
politik hukum otonomi daerah. Dengan dasar kekuatan tersebut, pelaksanaan otonomi
daerah diwujudkan dalam kebijakan yang terukur, terarah, dan terencana oleh
pemerintah pusat. Oleh sebab itu, otonomi daerah yang dijalankan selain bersifat
nyata dan luas, tetap harus dilaksanakan secara bertanggung jawab. Maksudnya
konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan
kewajiban yang harus dilaksanakan daerah. Tugas dan kewajiban dalam pelaksanaan
pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam
yang menyatakan bahwa urusan wajib yang menjadi kewenangan daerah untuk
tentang pelayanan pertanahan. Kaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah itu juga,
sesuai dengan yang terdapat dalam penjelasan poin (b), yang menyebutkan bahwa
luar yang menjadi urusan pemerintah yang ditetapkan dalam undang-undang ini.
rakyat. Selanjutnya juga kebijakan nasional di bidang pertanahan saat ini, melalui
meliputi:
5. Penetapan subjek dan objek redistribusi tanah, serta ganti kerugian tanah
kabupaten/kota.
daerah tersebut, maka pemerintah daerah baik itu kabupaten/kota serta desa
merupakan lini pertama yang dapat melindungi hak masyarakat hukum adat serta
24
M. Rizal Akbar dkk, Tanah Ulayat dan Keberadaan Masyarakat Hukum Adat, LPNU Press,
Pekanbaru, 2005, Hal.9.
tanah ulayatnya. Karena jajaran Pemerintah Daerah diberi kewenangan yang amat
luas untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, akan tetapi tentu saja
masyarakat hukum adat tersebut juga tidak harus tinggal diam akan tetapi juga harus
turut serta mendayagunakan hak sipil dan hak politiknya dengan cara menata dan
mengorganisasikan diri mereka secara nyata dan melembaga. Dengan cara inilah
maka masyarakat hukum adat itu akan nampak dan akan lebih di dengar
pengertian “penguasaan” dan “menguasai” dapat dipakai dalam arti fisik, juga dalam
arti yuridis, juga beraspek perdata dan publik. Penguasaan yuridis dilandasi hak, yang
dilindungi oleh hukum dan umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak
untuk menguasai tanah yang dihaki secara fisik, pada kenyataannya penguasaan
fisiknya dilakukan pihak lain. Misalnya kalau tanah yang dimiliki disewakan kepada
pihak lain dan penyewa yang menguasainya secara fisik, atau tanah tersebut dikuasai
secara fisik oleh pihak lain tanpa hak. Dalam hal ini pemilik tanah berdasarkan hak
25
Hari Sabarno, Memandu Otonomi Daerah Menjaga Kesatuan Bangsa, Sinar Grafika,
Jakarta, 2007, hal. 63-64
Hak menguasai tanah oleh negara adalah hak yang memberi wewenang
kepada negara untuk mengatur 3 hak seperti termuat dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA,27
Hak ulayat dari unsur/aspek hukum publik juga memberi wewenang kepada
pemeliharaan, peruntukan dan penggunaan tanah ulayat. Jika kedua hal tersebut
dihubungkan satu dengan yang lain, maka hak menguasai tanah oleh negara semacam
hak ulayat yang diangkat pada tingkatan yang tertinggi yaitu, meliputi seluruh
Menurut hukum perdata, jika pemegang sesuatu hak atas tanah meninggal
dunia, hak tersebut karena hukum beralih kepada ahli warisnya. Pengalihan tersebut
kepada ahliwaris, yaitu siapa-siapa yang termasuk ahliwaris, berapa bagian masing-
masing dan bagaimana cara pembagiannya, diatur oleh Hukum Waris almarhum
26
Boedi Harsono, Op.Cit, Hal. 23
27
Menurut Pasal 2 ayat (2) UU PA Tahun 1960, maka Hak menguasai dari Negara termaksud
dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk: a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan,
penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut; b. menentukan dan
mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa, c.
menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan
hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
berasal dari warisan dan hal-hal mengenai pemberian surat tanda bukti pemilikannya
oleh para ahli waris. Menurut ketentuan Pasal 61 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, untuk pendaftaran pengalihan hak karena
pewarisan yang diajukan dalam waktu enam bulan sejak tanggal meninggalnya
2. Pemindahan hak
Berbeda dengan beralihnya hak atas tanah karena pewarisan tanpa wasiat
yang terjadi karena hukum dengan meninggalnya pemegang hak, dalam perbuatan
hukum pemindahan hak, hak atas tanah yang bersangkutan sengaja dialihkan kepada
a. Jual-Beli,
b. Hibah,
hidup dan merupakan perbuatan hukum pemindahan hak yang bersifat tunai atau
hukum tersebut, hak atas tanah yang bersangkutan berpindah kepada pihak lain.
Dalam hibah wasiat, hak atas tanah yang bersangkutan beralih kepada penerima
pihak di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah, disingkat PPAT, yang bertugas
hadapan PPAT, telah dipenuhi syarat terang (bukan perbuatan hukum yang “gelap”,
Akta yang ditandatangani para pihak menunjukkan secara nyata atau “riil”
perbuatan hukum jual-beli yang dilakukan. Dengan demikian sifat jual-beli, yaitu
tunai, terang dan riil, dipenuhi. Akta tersebut membuktikan, bahwa benar telah
dilakukan merupakan perbuatan hukum pemindahan hak, maka akta tersebut secara
implisit juga membuktikan, bahwa penerima hak sudah menjadi pemegang haknya
yang baru. Tetapi hal itu baru diketahui oleh dan karenanya juga baru mengikat para
pihak dan ahliwarisnya karena administrasi PPAT sifatnya tertutup bagi umum.
Untuk memperoleh surat bukti yang lebih kuat dan lebih luas daya
Kotamadya, untuk dicatat pada buku tanah dan sertifikat yang bersangkutan. Dengan
dicatatnya pemindahan hak tersebut pada sertifikat haknya, diperoleh surat tanda
bukti yang kuat. Karena administrasi pengalihan hak atas tanah yang ada di kantor
dicatatnya pemindahan hak tersebut pada buku tanah haknya, bukan hanya yang
memindahkan hak dan ahliwarisnya, tetapi pihak ketiga pun dianggap mengetahui,
1. Jual beli
Pengertian jual beli tanah adalah suatu perjanjian dalam mana pihak yang
mempunyai tanah yang disebut “penjual”, berjanji dan mengikatkan diri untuk
menyerahkan haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain, yang disebut
“pembeli”. Sedangkan pihak pembeli berjanji dan mengikatkan diri untuk membayar
harga yang telah disetujui. Yang diperjualbelikan menurut ketentuan Hukum Barat ini
adalah apa yang disebut “tanah-tanah hak barat”, yaitu tanah-tanah Hak Eigendom,
Erfpacht, Opstal.
Perkataan jual beli terdiri dari dua suku kata, yaitu: “jual dan beli”. Kata
“jual” menunjukkan bahwa adanya perbuatan menjual, sedangkan kata “beli” adalah
adanya perbuatan membeli. Maka dalam hal ini, terjadilah peristiwa hukum jual beli.
Menurut pengertian syariat, yang dimaksud dengan jual beli adalah pertukaran harta
atas dasar saling rela. Atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan
28
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Jilid 1. Cetakan ke-9. (Jakarta: Djambatan,
2003), hal. 329.
Pada saat dilakukannya jual beli tersebut belum terjadi perubahan apa pun
pada hak atas tanah yang bersangkutan, biarpun misalnya pembeli sudah membayar
penuh harganya dan tanahnya pun secara fisik sudah diserahkan kepadanya. Hak atas
tanah yang dijual baru berpindah kepada pembeli, jika penjual sudah menyerahkan
kepemilikannya terhadap suatu barang. Pengalihan hak atas tanah merupakan suatu
perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak dari satu pihak ke pihak lain.31
Mengenai jual beli, pengaturannya dapat dilihat dalam Buku III bab ke V
Kitab Undang-undang Hukum Perdata, dan yang rumusannya terdapat di dalam Pasal
1457 KUH Perdata yang berbunyi: Jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana
pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak
a. Menyerahkan barang yang menjadi obyek jual beli dalam keadaan baik.
Artinya barang yang diserahkan itu harus sesuai dengan yang dipesan oleh
29
Gunawan Widjaja dan Kartini Widjaja, Jual Beli, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003.
hal.128.
30
Ibid., hal. 27.
31
Adrian Sutedi, Pengalihan Hak Atas Tanah Dan Pendaftarannya, (Jakarta: Sinar Grafika,
2007), hal. 34.
menyerahkan barang adalah suatu pemindahan hak milik dan barang yang telah dijual
a. Hak pembeli: menerima barang yang dibeli sesuai dengan pesanan dalam
b. Kewajiban pembeli:
1) Membayar harga barang dengan sejumlah uang sesuai dengan janji yang telah
2) Memikul biaya yang ditimbulkan dalam jual beli itu, misalnya ongkos antar,
biaya surat menyurat, biaya akta dan sebagainya, kecuali jika diperjanjikan
sebaliknya.
2. Berdasarkan Hibah
KUHPerdata selanjutnya dipakai dalam arti yang sempit, karena hanya perbuatan-
dengan syarat dengan cuma-cuma yaitu, tidak memakai pembayaran, disini orang
32
M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hal. 60
formil”,33
memberikan hak milik oleh seseorang kepada orang lain tanpa mengharapkan
imbalan dan jasa. Menghibahkan tidak sama artinya dengan menjual atau
menyewakan. Oleh sebab itu, istilah balas jasa dan ganti rugi tidak berlaku dalam
dilakukan terhadap barang-barang yang sudah ada pada saat penghibahan itu terjadi.
Jika hibah itu mencakup barang-barang yang belum ada, maka penghibahan batal
benda yang sudah ada dan merupakan milik si penghibah. Pasal 499 KUHPerdata
kebendaaan ialah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak
milik”. Dengan demikian menurut Pasal 499 KUHPerdata tersebut, di samping hak
maka barang pun yang dapat dikuasai oleh hak milik adalah merupakan kebendaaan,
diartikan dengan benda (benda berwujud, bagian kekayaan) ialah sesuatu yang dapat
dikuasai oleh manusia dan dapat dijadikan objek hukum (Pasal 449 KUHPerdata).
33
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Pradnya Paramita, 1995. hal. 56
Pengertian ini adalah abstrak, yang dinamakan dengan istilah subjek hukum
34
(pendukung hak dan kewajiban)” Di samping hal tersebut di atas, maka kata dapat
kemungkinan, hukum), dalam arti di mana dipakai sebagai lawan dari pada orang
Bila diperhatikan KUHPerdata, maka kata zaak tidak hanya dipakai barang
yang berwujud atau yang bertubuh saja, misalnya Pasal 508 KUHPerdata yang
menentukan beberapa hak, Pasal 511 KUHPerdata juga beberapa hak. Zaak dalam
pasal tersebut dipakai dalam arti “bagian dari harta kekayaan, dan inilah yang
merupakan benda atau barang tidak bertubuh. Dengan demikian sistem hukum
perdata barat sebagaimana diatur dalam KUHPerdata, benda dapat dibedakan sebagai
berwujud (onlichamelijk)”. 35
juga dapat menjual atau menggadaikan hak-hak benda yang tidak bertubuh. Misalnya:
hak erfpacht atau hak usaha yaitu usaha hak kebendaan untuk dinikmati sepenuhnya
akan kegunaan suatu barang tidak bergerak milik orang lain, dengan kewajiban akan
509 KUHPerdata memberi arti bahwa yang dimaksud dengan benda bergerak
menurut sifatnya adalah benda yang dapat dipindahkan (verplaats baar), misalnya
KUHPerdata:
sero atau andil-andil itu dianggap merupakan kebendaan tidak bergerak akan
Apabila terhadap benda dibedakan atas dua jenis, maka terhadap benda
Ad.c Benda yang dapat dipakai habis dan yang tidak dapat dipakai habis
Benda yang dapat dipakai habis (verbruikbaar zaken), misalnya: beras, gula,
susu dan lainnya, sedangkan benda yang tidak dapat dipakai habis (onverbruikbaar
zaken) ialah suatu benda meskipun dipakai terus menerus atau berkali-kali tidak akan
Pengalihan hak atas tanah, dan khususnya hak milik atas tanah tersebut dapat
terselenggara secara benar, maka seorang PPAT yang akan membuat pengalihan hak
atas tanah harus memastikan kebenaran mengenai hak atas tanah (hak milik) tersebut,
dan mengenai kecakapan dan kewenangan bertindak dari mereka yang akan
mengalihkan dan menerima pengalihan hak atas tanah tersebut. Sehubungan dengan
obyek hak atas tanah yang dipindahkan PPAT harus memeriksa kebenaran dari
dokumen-dokumen:
a. Mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar atau hak milik atas satuan rumah
susun, sertifikat asli hak yang bersangkutan. Dalam hal serifikat tidak
1) Surat bukti yang membuktikan hak atas tanah yang lama yang belum
baik, dan tidak pernah ada permasalahan yang timbul sehubungan dengan
belum bersertifikat dari Kantor Pertanahan, atau untuk tanah yang terletak
di daerah yang jauh dari kedudukan Kantor Pertanahan, dari pemegang hak
dalam hal surat tersebut tidak dapat diserahkan maka PPAT wajib menolak
membuat akta pemindahan hak atas tanah tersebut termasuk hak milik atas
baik berupa bukti tertulis maupun bentuk lain yang dapat dipercaya, maka
1. Telah dikuasai selama 20 tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon
Indonesia pada dasarnya kebanyakan tidak tertulis termasuk dalam hak pembuktian
penguasaan bidang tanah, tetapi sudah cukup dengan pengakuan oleh masyarakat atau
diwakili oleh tokoh-tokoh adat setempat, juga hal ini sebagai pemberian perhatian
1. Pengalihan hak milik terjadi karena jual beli, hibah, warisan, tukar menukar
Pemerintah.
3. Setiap pengalihan hak milik atas tanah atau perbuatan yang dimaksudkan
untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik pada orang asing
36
Muhammad Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar
Maju, Bandung, 2010. hal. 144
37
Ibid. dalam kasus putusan No. Pengadilan Negeri Pangkalpinang Nomor:
18/PDT.G/2006/PN.PKP tanggal 13 Maret 2007 dinyatakan bahwa Bahwa diantara 21 (dua puluh
satu) orang masyarakat pemohon hak penguasa fisik tanah atas tanah negara tersebut, beberapa orang
warga surat keterangan penguasaan fisik tanah telah dikeluarkan oleh lurah Rejosari, sedangkan
beberapa warga masyarakat pemohon lainnya termasuk Penggugat belum keluar/diberikan surat
keterangan penguasaan fisik tanah tanpa alasanyang jelas
yang boleh mempunyai hak milik adalah batal dengan sendirinya dan tanah
dan hukum pertanahan yang lebih modern dan hanya mengenal ketentuan hukum adat
mereka, alat bukti yang dapat digunakan meliputi pernyataan tentang penguasaan
secara fisik atas tanah oleh yang bersangkutan dengan syarat bahwa penguasaan itu
sudah berlangsung secara turun-temurun dan atas dasar itikad baik selama 20 tahun
Berdasarkan doktrin dan yurisprudensi yang ada, surat di bawah tangan tidak
memiliki kekuatan hukum.38 Namun demikian, surat di bawah tangan tetap dapat
dijadikan sebagai alat bukti, dan hal ini tentu saja terkait dengan masalah tanda
tangan dan kesaksian dalam surat tersebut. Dalam kenyataan yang ada, tidak jarang
alas hak berupa surat di bawah tangan ini menimbulkan masalah di kemudian hari.
Salah satunya adalah munculnya dua pihak yang mengaku sebagai pemilik atas tanah
38
Secara umum, di Indonesia terdapat beberapa yurisprudensi yang menegaskan bahwa
transaksi yang tidak dilakukan di depan pejabat yang berwenang merupakan transaksi yang tidak sah
menurut hukum sehingga para pihak tidak perlu mendapat perlindungan hukum. Yurisprudensi yang
dimaksud antara lain:
-Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 598 K/Sip/1971 tertanggal 18 Desember
1971,
-Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 601.K/Sip/1972 tertanggal 14 Maret 1973,
-Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 393 K/Sip/1973 tertanggal 11 Juli 1973.
Terwujudnya kepastian hukum dalam pendaftaran tanah tidak lepas dari faktor
1. Bahwa fisik tanahnya secara nyata dikuasai dan digunakan sendiri oleh pihak
yang mengaku atau secara nyata tidak dikuasai tetapi digunakan pihak lain
secara sewa atau bagi hasil atau dengan bentuk hubungan perdata lainnya.
keterangan palsu.
3. Jadi, jika seluruh syarat bagi sebuah surat di bawah tangan telah dipenuhi
untuk dapat dijadikan dasar dalam penerbitan sertifikat hak milik berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 adalah maka surat di bawah tangan
1997 telah dipenuhi, akan tetapi banyak persoalan yang tetap timbul
sebagai berikut:
1. Dalam proses pendaftaran tanah secara massal, pihak Kantor Lurah atau
termasuk dalam hal pembuatan surat-surat tanah bagi masyarakat yang belum
memiliki surat tanah. Oleh karena waktu yang singkat dengan jumlah
bahkan untuk seluruh masyarakat, surat tanah mereka ditandatangi saksi yang
sama yaitu 2 (dua) orang dari aparat desa atau kelurahan. Kebenaran surat
tanah ini menjadi sulit untuk dijamin karena proses yang cepat dan tidak teliti.
kekuatan hukum. Untuk dapat dijadikan sebagai alas hak dalam penerbitan
Sertifikat Hak Milik dan dapat memiliki kekuatan pembuktian maka surat di
ditentukan dalam Pasal 24 Ayat (2) PP No. 24 Tahun 1997 yang menetapkan
bahwa dalam hal tidak ada lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian
penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 tahun atau lebih
dengan syarat:
1) Penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh
yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah serta diperkuat oleh
lainnya.
Konsepsi atau falsafah yang mendasari Hukum Adat mengenai tanah adalah
konsepsi komunalistik religius. Hal itu sejalan dengan pandangan hidup masyarakat
Soepomo menandaskan bahwa di dalam Hukum Adat manusia bukan individu yang
terasing yang bebas dari segala ikatan dan semata-semata mengingat keuntungan
sendiri, melainkan adalah anggota masyarakat. Di dalam Hukum Adat, yang primer
mengabdi kepada masyarakat. Dalam pada itu, maka hak-hak yang diberikan kepada
tersebut, maka tanah ulayat sebagai hak kepunyaan bersama dari suatu masyarakat
bukan dipandang sebagai sesuatu yang diperoleh secara kebetulan atau karena
kekuatan daya upaya masyarakat adat tersebut. Oleh karena hak ulayat yang menjadi
bersama, maka semua hak-hak perorangan bersumber dari tanah bersama tersebut.
Penguasaan Atas Tanah (HPAT) menurut Hukum Adat terdiri atas: Hak Ulayat (hak
komunal) dan hak-hak individual atas tanah. Hak ulayat merupakan HPAT yang
tertinggi dalam Hukum Adat. Dari Hak Ulayat, karena proses individualisasi dapat
kosa kata ulayat oleh masyarakat Minang). Subyek Hak Ulayat adalah Masyarakat
Hukum Adat, yang di dalamnya ada Anggota Masyarakat Hukum Adat (AMHA) dan
ada pula Ketua dan para Tetua Adat. Para AMHA secara bersama-sama memiliki hak
yang bersifat keperdataan atas wilayah adat tersebut. Ter Haar mengatakan bahwa
dari tanah itu, tentu seizin Ketua Adat. Hak mempergunakan ini jika berlangsung
lama dan terus menerus menjadi cara yang menjadikan bagian dari Hak Ulayat
sebagai Hak individual. Hal itu yang disebut sebagai proses individualisasi Hak
Ulayat. Kewenangan untuk mempergunakan oleh para AMHA itulah yang disebut
dalam Hak Ulayat sebagai ‘berlaku ke dalam’. Selanjutnya, Hak Ulayat juga ‘berlaku
keluar’, dalam arti, orang asing/orang luar hanya boleh memungut hasil dari tanah
ulayat setelah memperoleh izin dan membayar uang pengakuan di depan serta uang
Selanjutnya, agar Hak Ulayat dapat terus/lestari sebagai penopang hidup para
AMHA, maka Ketua Adat dan para Tetua Adat diberi kewenangan untuk mengatur
itulah yang kemudian disebut sebagai aspek publik dari Hak Ulayat.
organisasi dalam menata hubungan antara warga masyarakat dengan semua unsur
agrarianya, dirangkum secara umum pada aturan tentang penguasaan dan penggunaan
tanah. Ketentuan itu dalam kepustakaan Hukum adat dikelompokkan dalam bagian
Pemikiran dasar dalam hukum ini adalah bahwa tanah, termasuk ruang-
angkasa dan kekayaan alam yang ada di dalamnya adalah kepunyaan bersama dari
segenap warga persekutuan atau masyarakat. Kepunyaan bersama itu berbeda dengan
pemakaian dan hasilnya dinikmati secara individual baik berupa perorangan maupun
keluarga batih (nuclear family). Dengan demikian, kepunyaan bersama itu lebih
Kepunyaan bersama itu juga dilarang untuk dialihkan kepada kelompok lain
tanpa persetujuan dari seluruh anggota. Perwujudan dari kepunyaan bersama itu
dinyatakan dalam bentuk kekuasaan untuk menguasai tanah secara penuh. Kekuasaan
39
Herman Soesangobeng, Op. Cit. hal. 4.
itu adalah untuk mengatur dalam arti menyediakan, menetapkan penggunaan, serta
bukanlah suatu hak, sebab masyarakat atau persekutuan tidak berwenang untuk
mengalihkan secara mutlak tanah ulayat kepada pihak lain. Bahkan Van Vollen
Hoven ketika pada tahun 1909 menggunakan istilah teknis beschikkingsrecht untuk
menggambarkan konsep ‘ulayat’ pun telah dengan tegas menyatakan dalam salah satu
sifat dari kewenangan ulayat, yaitu bahwa ‘hak’ ulayat tidak dapat dialihkan. Karena
itu, beschikkingen dalam kosa kata bahasa hukum Belanda, ketika digunakan untuk
menggambarkan konsep ulayat, tidak dapat diartikan sama dengan penguasaan secara
mutlak sehingga dapat mengalihkan hak atas tanah kepada pihak lain. Oleh karena
perkataan lain, ulayat hanyalah wadah bagi lahirnya hak atas tanah.
Tabel 1
Proses Lahirnya Hak Atas Tanah
Sumber: Herman Soesangobeng, Filosofi Adat dalam UUPA, Makalah dipresentasikan dalam
Sarasehan Nasional “Peningkatan Akses Rakyat Terhadap Sumberdaya Tanah”,
Diselenggarakan oleh Kantor Menteri Negara Agraria/BPN bekerjasama dengan
ASPPAT, tanggal 12 Oktober 1998, di Jakarta, 1998
utamanya oleh perorangan dan keluarga sebagai pemegang hak. Pertumbuhan hak
atas tanah itu diawali dari pemilihan lahan berdasarkan Hak Wenang Pilih. Hukum
adat mengenal hak wenang pilih bagi perseorangan warga persekutuan yang
tanahnya. 40
40
S. Hendratiningsih, A. Budiartha dan Andi Hernandi. “Masyarakat dan Tanah Adat di Bali”
Jurnal Sosioteknologi Edisi 15 Tahun 7, Desember 2008. Hal. 8.
tanda-tanda larangan maka lahirlah Hak Terdahulu. Hak terdahulu dimilikioleh pihak
yang membuka lahan pertanahan pertama kali. Selanjutnya, setelah membuka hutan
dan lahannya diolah serta digarap maka lahir Hak Menikmati.Baru setelah Hak
Menikmati berlangsung cukup lama dan penggarapan lahan dilakukan secara terus
menerus maka ia berubah menjadi Hak Pakai. Akhirnya, setelah penguasaan dan
pemakaian itu berlangsung sangat lama sehingga terjadi pewarisan kepada generasi
berikutnya, maka Hak Pakai pun berubah menjadi Hak Milik. Proses lahirnya hak
hak perorangan atas tanah dalam Hukum Adat menjadi Hak Milik dan Hak Pakai.
Dalam pada itu, jika dilakukan penyederhanaan, maka differensiasi Hak Penguasaan
1. Hak Ulayat yang dipegang oleh seluruh Masyarakat Hukum Adat, yang
dari para anggota masyarakat hukum adat AMHA atas bagian dari tanah ulayat
dan aspek publik yang dipegang oleh Ketua Adat dan para Tetua Adat;
2. Hak Tetua Adat yang dipegang oleh Ketua Adat dan para Tetua Adat, yang
3. Hak Perorangan atas Tanah Adat (sebagai proses individualisasi Hak Ulayat),
2. Hak Pakai (hak AMHA yang diperoleh dengan mengolah bagian dari
wilayah adat).
Pengertian penguasaan dan menguasai dapat dipakai dalam arti fisik, juga
dalam arti yuridis. Penguasaan yuridis dilandasi hak, yang dilindungi oleh hukum dan
umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik
tanah yang dihaki. Tetapi ada juga penguasaan yuridis yang, biarpun memberi
kewenangan untuk menguasai tanah yang dihaki secara fisik, pada kenyataannya
penguasaan fisiknya dilakukan oleh pihak lain. Misalnya tanah yang dimiliki
disewakan kepada pihak lain dan penyewa menguasai secara fisik. Atau tanah
tersebut dikuasai secara fisik oleh pihak lain tanpa hak, maka dalam hal ini pemilik
Dalam hukum tanah dikenal juga penguasaan yuridis, yang tidak memberikan
kewenangan untuk menguasai tanah yang bersangkutan secara fisik Misal kreditor
pemegang hak jaminan atas tanah, mempunyai hak menguasai secara yuridis atas
tanah yang dijadikan agunan, tetapi penguasaan secara fisik tetap ada pada yang
kewajiban dan larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu dengan tanah
yang dihaki. Sesuatu yang boleh, wajib atau dilarang untuk diperbuat itulah yang
merupakan tolak pembeda antara berbagai hak penguasaan atas tanah yang diatur
3. Hak-hak Individu:
1) Primer: Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, yang diberikan
2) Sekunder: Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai, yang diberikan oleh
pemilik tanah, hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang, Hak
c. Hak Jaminan atas Tanah: Hak Tanggungan (Pasal 23,33,39, 51 dan Undang-
41
“Hukum Adat dalam Hukum Tanah Nasional”. http://id.shvoong.com/law-and-
politics/1954099-hukum-agraria-indonesia/#ixzz1PDV7qzeE, diakses tanggal 20 Juli 2011.
pengalihan hak atas tanah dengan status hak milik karena hibah, diterbitkan peraturan
Dasar Hukum dari Kegiatan Pendaftaran Pengalihan Hak Atas Tanah dengan Status
1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat 3, menyebutkan bahwa: “Bumi air dan
Agraria.
1) Hak milik demikian pula setiap pengalihan, hapusnya dan pembebanannya dengan
2) Pendaftaran termaksud dalam ayat (1) merupakan alat pembuktian yang kuat
mengenai hapusnya hak milik serta sahnya pengalihan dan pembebanan hak
tertentu.
a. Pasal 1 ayat 1
pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis,
dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan
rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah
yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu
yang membebaninya.”
(1) Pengalihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual
beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan, dan perbuatan hukum
dapat didaftarkan, jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang
(2) Dalam keadaan tertentu sebagaimana yang ditentukan oleh Menteri, Kepala
Kantor Pertanahan dapat mendaftar pemindahan hak atas bidang tanah hak milik,
dengan akta yang tidak dibuat oleh PPAT, tetapi yang menurut Kepala Kantor
didaftar.
yang bersangkutan.
(1) Kepala Kantor Pertanahan menolak untuk melakukan pendaftaran pengalihan atau
pembebanan hak, jika salah satu syarat di bawah ini tidak dipenuhi:
a. Sertifikat atau surat keterangan tentang keadaan hak atas tanah tidak sesuai
f. Perbuatan hukum yang dibuktikan dengan akta PPAT batal atau dibatalkan
oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; atau
(2) Penolakan Kepala Kantor Pertanahan dilakukan secara tertulis, dengan menyebut
berkas permohonannya, dengan salinan kepada PPAT atau Kepala Kantor lelang
yang bersangkutan.