Anda di halaman 1dari 29

Laporan Kasus

Demam Dengue

Pembimbing: dr. Rudy Ciulianto, spA

Disusun oleh:
Indri Hardiyanti Gunawan
112016282

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RS FMC BOGOR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
JAKARTA 2018

1
STATUS ILMU KESEHATAN ANAK
SMF KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ANAK
RUMAH SAKIT FAMILY MEDICAL CENTER

Nama Mahasiswa : Indri Hardiyanti Gunawan Tanda Tangan :


NIM : 11.2016.282
Dokter Pembimbing : dr. Rudi Ciulianto, Sp.A

Identitas Pasien
Nama : An MG Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 23 Januari 2008 Suku Bangsa : Sunda
Umur : 10 tahun 8 hari Agama : Islam
Pendidikan : SD Kelas 4
Alamat : Pondok Aren RT 005/007

Identitas Orang Tua

Nama Ayah : Tn. JP Nama Ibu : Ny. SR


Umur : 41 tahun Umur : 34 tahun
Pendidikan Terakhir : SMP Pendidikan terakhir : SD
Pekerjaan : Swasta Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Pondok Aren RT 005/007

ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis dan Alloanamnesis dengan pasien dan ibunya
Tanggal : 08 Januari 2018, jam 18.15

Keluhan Utama:
Demam tinggi

Keluhan Tambahan:

2
Nyeri ulu hati, mual, lidah terasa pahit, lemas

Riwayat Penyakit Sekarang


Seorang anak laki-laki berusia 10 tahun datang ke IGD RS FMC diantar oleh orang
tuanya dengan keluhan demam tinggi sejak kurang lebih empat hari SMRS. Demam
dirasakan terus menerus. Selain itu, pasien juga mengeluh merasa mual dan nyeri pada ulu
hati sejak empat hari SMRS. Pasien juga mengatakan badan pasien terasa lemas dan nafsu
makan menurun. Tidak terdapat keluhan pada saat buang air kecil maupun buang air besar.
Pasien tidak mengeluh terdapat adanya tanda-tanda perdarahan seperti gusi berdarah,
timbulnya bintik-bintik merah pada kulit, maupun buang air besar yang disertai darah atau
berwarna kehitaman. Tiga hari sebelum masuk rumah sakit, pasien pernah melakukan
pengobatan ke klinik dan diberi obat penurun panas oleh dokter. Setelah meminum obat
penurun panas tersebut, keluhan membaik. Akan tetapi setelah beberapa waktu, demam
timbul kembali dan keadaan pasien masih belum membaik sehingga keluarga pasien
memutuskan untuk membawa pasien berobat ke IGD RS FMC.

Riwayat Penyakit Dahulu (bila ya ( + ), bila tidak ( - ))


(-) Sepis (-) Meningoencephalitis (-) Kejang demam
(-) Tuberkulosis (-) Pneumoni (-) Alergi lainnya
(-) Asma (-) Alergi Rhinitis (+) Gastritis
(+) Diare akut (-) Diare Kronis (-) Amoebiasis
(-) Disentri (-) Kolera (-) Difteri
(-) Tifus Abdominalis (+) DHF (-) Polio
(-) Cacar air (-) Campak (-) Penyakit jantung bawaan
(-) Batuk rejan (-) Tetanus (-) ISK
(-) Demam rematik akut (-) Penyakit jantung rematik (-) Kecelakaan
(-) Glomerulonephritis (-) Sindroma Nefrotik (-) Operasi

Silsilah Keluarga

3
Laki-laki

Perempuan

P
Pasien

Riwayat Penyakit Keluarga


Penyakit Ya Tidak Hubungan
Alergi √
Asma √
Tuberkulosis √
Hipertensi √ Nenek
Diabetes √
Kejang Demam √
Epilepsy √

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


1. Kehamilan
 Perawatan antenatal : Kontrol rutin ke bidan
 Penyakit kehamilan : Tidak ada
2. Kelahiran
 Tempat kelahiran : Rumah sakit
 Penolong persalinan : Bidan
 Cara persalinan : Spontan
 Masa gestasi : Cukup bulan
 Keadaan bayi

4
o Berat badan lahir : 3100 gram
o Panjang badan lahir : 49 cm
o Lingkar kepala : Tidak diketahui
o Langsung menangis : Langsung menangis kuat
o Pucat/Biru/Kuning/Kejang: Negatif
o Nilai APGAR : Tidak diketahui
o Kelainan bawaan : Tidak ada

Riwayat Perkembangan:
 Pertumbuhan gigi pertama pada usia 5 bulan
 Psikomotor:
o Tengkurap dan kepala terangkat 90° pada usia 5 bulan
o Duduk pada usia 7 bulan
o Berdiri : 1 tahun
o Berbicara: Menyebut papa/mama spesifik pada usia 1 tahun
o Membaca dan menulis : 5 tahun
 Perkembangan pubertas
o Rambut pubis : -
o Perubahan suara : -
 Gangguan perkembangan mental dan emosi: Tidak ada

Riwayat Imunisasi
(+) Hepatitis B : 3 kali pada usia 0 bulan, 2 bulan, 4 bulan dan 6 bulan.
(+) Polio, 4 kali pada usia 1 bulan, 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan
(+) BCG, 1 kali pada usia 1 bulan.
(+) DPT, 3 kali pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan
(+) Campak, 1 kali pada usia 9 bulan
Riwayat imunisasi wajib pasien lengkap sesuai usia.

PEMERIKSAAN FISIS
Tanggal : 08 Januari 2018, Jam 09.15 WIB

PEMERIKSAAN UMUM

5
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah :-
Nadi : 110 kali/menit, regular, kuat angkat
Suhu : 49,5 °C
Pernapasan (frekuensi dan tipe) : 26 kali/menit, regular

Antropometri
Tinggi badan : 140 cm
Berat badan : 41 kg
IMT : 20,91

PEMERIKSAAN SISTEMATIS
Kepala
 Bentuk dan ukuran : Normocephal
 Wajah : Bentuk wajah normal
 Rambut & kulit kepala : Rambut berwarna hitam, kuat tidak mudah rontok.
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-) , sklera ikterik (-/-).
 Telinga : Normotia, liang telinga lapang
 Hidung : Normosepta, tidak ada septum deviasi, sekret (-), nafas cuping
hidung (-)
 Mulut : Lemam(+), sianosis (-)

Leher : Trakea lurus ditengah, tidak teraba pembesaran kelenjar getah

bening

Thoraks
 Paru
Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris dalam keadaan statis maupun dinamis,
retraksi sela iga (-), torakoabdominal, dyspneu (-)
Palpasi : Fremitus baik simetris, tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

 Jantung

6
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba pada sela iga 4 linea midklavikularis kiri
Perkusi : Batas atas jantung di ICS II linea parasternal kiri.
Batas kiri jantung di ICS IV, linea midclavicula kiri.
Batas kanan jantung di ICS IV, linea sternal kanan.
Auskultasi : BJ I/II murni, reguler, mur-mur(-), gallop (-)

Abdomen
 Inspeksi : Lesi(-), masa(-), gerakan perislatik usus (-)
 Palpasi : Distensi (-), nyeri tekan epigastrium (+), hepar tidak teraba
 Perkusi : Timpani di seluruh lapang perut
 Auskultasi : Bising usus (+) normal

Tulang belakang : Tidak tampak kelainan


Anus dan Rektum : Tidak dinilai
Genitalia : Laki-laki

Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 08 Januari 2018, Jam 09:43 WIB
Darah Rutin
Hemoglobin 12.7 g/dL 11.0-16.5
Hematokrit 35.8% 35-45
Leukosit 2,200/mm3 4.000-10.000
Trombosit 62,000/μL 150.000-450.000

Tanggal 09 Januari 2018, Jam 05:16 WIB


Darah Rutin
Hemoglobin 12.4 g/dL 11.0-16.5
Hematokrit 35.1% 35-45
Leukosit 3,700/mm3 4.000-10.000
Trombosit 52,000/μL 150.000-450.000

Tanggal 10 Januari 2018, Jam 05:20 WIB

7
Darah Rutin
Hemoglobin 12.2 g/dL 11.0-16.5
Hematokrit 35.1% 35-45
Leukosit 4,100/mm3 4.000-10.000
Trombosit 50,000/μL 150.000-450.000

Tanggal 11 Januari 2018, Jam 05:20 WIB


Darah Rutin
Hemoglobin 12.5 g/dL 11.0-16.5
Hematokrit .436,% 35-45
Leukosit 5,100/mm3 4.000-10.000
Trombosit 51,000/μL 150.000-450.000

Tanggal 12 Januari 2018, Jam 05:21 WIB


Darah Rutin
Hemoglobin 12.5 g/dL 11.0-16.5
Hematokrit 36.3% 35-45
Leukosit 4,900/mm3 4.000-10.000
Trombosit 147,000/μL 150.000-450.000

RINGKASAN
Seorang anak laki-laki berusia 10 tahun datang ke IGD RS FMC diantar oleh orang
tuanya dengan keluhan demam tinggi yang terjadi secara terus menerus sejak kurang lebih
empat hari SMRS. Pasien juga mengeluh merasa mual dan terdapat nyeri pada ulu hati,
pasien merasa badannya terasa lemas dan nafsu makan menurun. Tidak terdapat adanya
tanda-tanda perdarahan seperti gusi berdarah, timbulnya bintik-bintik merah pada kulit,
maupun buang air besar yang disertai darah atau berwarna kehitaman. Pasien sudah
melakukan pengobatan ke klinik dan diberi obat penurun panas oleh dokter. Setelah
meminum obat penurun panas tersebut, keluhan membaik. Akan tetapi setelah beberapa
waktu, demam timbul kembali dan keadaan pasien masih belum mengalami perbaikan
sehingga keluarga pasien memutuskan untuk membawa pasien berobat ke IGD RS FMC.

8
Saat pasien datang ke IGD RS FMC di dapatkan suhu pasien 39,5˚C. Pada pemeriksaan darah
rutin didapatkan hasil sebagai berikut, dimana ditemukan adanya trombositopenia dan
leukositopenia.

Hemoglobin 12.7 g/dL 11.0-16.5


Hematokrit 35.8% 35-45
Leukosit 2,200/mm3 4.000-10.000
Trombosit 62,000/μL 150.000-450.000

DIAGNOSIS KERJA
Demam Dengue

DIAGNOSIS BANDING
Demam Berdarah Dengue

PENATALAKSANAAN
Lapor dr. Rudi Ciulianto, Sp.A
- IVFD RL 500cc/6 jam
- Inj. Ceftriaxone 2 x 2 gr
- Inj. Ranitidine 3 x 1 amp
- Sanmol 3 x 500 mg/4 jam (K/P)

PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam

FOLLOW UP

9
Follow up tanggal 8 Januari 2018

S: - Demam naik turun hari ke 4

- Nyeri menelan (+)


- Nafsu makan menurun

O: KU: Tampak sakit sedang, Kesadaran: compos mentis

- Suhu : 37,8 0 C
- Nadi : 100 x/menit
- RR : 22 x /menit
- Mata : sclera ikterik -/- , conjunctiva anemi -/-
- Thorax : BJI-II regular, murmur (-), gallop (-)
Suara nafas vesikuler, rhonki (-), wheezing(-)
- Abdomen : supel, BU (+), nyeri tekan pada epigastrium (+)
- Ekstremitas: akral hangat pada ekstremitas atas dan bawah

A : Demam dengue

P : IVFD RL 500cc/6 jam


Inj. Ceftriaxone 2 x 2 gr
Inj. Ranitidine 3 x 1 amp
Sanmol 3 x 500 mg/4 jam (K/P)

Follow up harian tanggal 9 Januari 2018

S:- Demam (-)

- Nyeri menelan (-)


- Nafsu makan membaik

O: KU: Tampak sakit sedang, Kesadaran: compos mentis

- Suhu : 36 0 C
- Nadi : 90 x/menit
- RR : 21 x /menit
- Mata : sclera ikterik -/- , conjunctiva anemi -/-
- Thorax : BJI-II regular, murmur (-), gallop (-)

10
Suara nafas vesikuler, rhonki (-), wheezing(-)
- Abdomen : supel, BU (+), nyeri tekan pada epigastrium (+)
- Ekstremitas: akral hangat pada ekstremitas atas dan bawah

A : Demam dengue

P : IVFD RL 500cc/6 jam


Inj. Ceftriaxone 2 x 2 gr
Inj. Ranitidine 3 x 1 amp
Sanmol 3 x 500 mg/4 jam (K/P)

Follow up harian tanggal 10 Januari 2018

S:- Demam (-)

- Nyeri menelan (-), Perdarahan (-), Mual (-)


- Nafsu makan baik (Intake baik)

O: KU: Tampak sakit ringan, Kesadaran: compos mentis

- Suhu : 36 0 C
- Nadi : 88 x/menit
- RR : 21 x /menit
- Mata : sclera ikterik -/- , conjunctiva anemi -/-
- Thorax : BJI-II regular, murmur (-), gallop (-)
Suara nafas vesikuler, rhonki (-), wheezing(-)
- Abdomen : supel, BU (+), nyeri tekan pada epigastrium (+)
- Ekstremitas: akral hangat pada ekstremitas atas dan bawah

A : Demam dengue

P : IVFD Asnet
Inj. Ceftriaxone 2 x 2 gr
Sanmol 3 x 500 mg/4 jam (K/P)

Follow up harian tanggal 11 Januari 2018

11
S:- Demam (-)

- Perdarahan (-), Mual (-)


- Nafsu makan baik (Intake baik)

O: KU: Tampak sakit ringan, Kesadaran: compos mentis

- Tekanan Darah : 100/70


- Suhu : 36 0 C
- Nadi : 89 x/menit
- RR : 20 x /menit
- Mata : sclera ikterik -/- , conjunctiva anemi -/-
- Thorax : BJI-II regular, murmur (-), gallop (-)
Suara nafas vesikuler, rhonki (-), wheezing(-)
- Abdomen : supel, BU (+), nyeri tekan pada epigastrium (+)
- Ekstremitas: akral hangat pada ekstremitas atas dan bawah

A : Demam dengue

P : IVFD Asnet
Inj. Ceftriaxone 2 x 2 gr
Sanmol 3 x 500 mg/4 jam (K/P)

Follow up harian tanggal 12 Januari 2018

S:- Demam (-)

- Intake baik

O: KU: Tampak baik, Kesadaran: compos mentis

- Tekanan Darah : 100/70


- Suhu : 36 0 C
- Nadi : 88 x/menit
- RR : 21 x /menit
- Mata : sclera ikterik -/- , conjunctiva anemi -/-
- Thorax : BJI-II regular, murmur (-), gallop (-)
Suara nafas vesikuler, rhonki (-), wheezing(-)
- Abdomen : supel, BU (+), nyeri tekan pada epigastrium (+)

12
- Ekstremitas: akral hangat pada ekstremitas atas dan bawah

A : Demam dengue

P : IVFD Asnet
Inj. Ceftriaxone 2 x 2 gr
Sanmol 3 x 500 mg/4 jam (K/P)

ANALISA KASUS
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus dengue
yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal
sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: DEN-1,
DEN2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap
serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat
kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain
tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4
serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah
di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di
beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi
sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak
yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat.1

Demam dengue (DD) merupakan sindrom benigna yang disebabkan oleh ”arthropod
borne viruses” dengan ciri demam bifasik, mialgia atau atralgia, rash, leukopeni dan
limfadenopati. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit demam akibat virus
dengue yang berat dan sering kali fatal. 2

DBD dibedakan dari DD berdasarkan adanya peningkatan permeabilitas vaskuler dan


bukan dari adanya perdarahan. Pasien dengan demam dengue (DD) dapat mengalami
perdarahan berat walaupun tidak memenuhi kriteria WHO untuk DBD. 3

13
Cara Penularan

Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue,
yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa
spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang
berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit
manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur
berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat
ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk
betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan transmission), namun perannya dalam
penularan virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh
nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh
manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum
menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila
nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas
sampai 5 hari setelah demam timbul.1

Demam Dengue

Demam dengue ialah demam akut selama 2-7 hari dengan dua atau lebih manifestasi ;
nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan dan leukopenia. 4
Awal penyakit biasanya mendadak dengan adanya trias yaitu demam tinggi, nyeri pada
anggota badan dan ruam. 5,6

-
Demam : suhu tubuh biasanya mencapai 39 C sampai 40 C dan demam bersifat
bifasik yang berlangsung sekitar 5-7 hari. 7
-
Ruam kulit : kemerahan atau bercak bercak meraj yang menyebar dapat terlihat pada
wajah, leher dan dada selama separuh pertama periode demam dan kemungkinan
makulopapular maupun menyerupai demam skalartina yang muncul pada hari ke 3
atau ke 4.7 Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali (hari sakit ke
3-5) dan berlangsung 3-4 hari. 6
Anoreksi dan obstipasi sering dilaporkan. Gejala klinis lainnya meliputi fotofoi, berkeringat,
batuk, epistaksis dan disuria. Kelenjar limfa servikal dilaporkan membesar pada 67-77%

14
kasus atau dikenal sebagai Castelani’s sign yang patognomonik. Beberapa bentuk perdarahan
lain dapat menyertai.5,6

Gambar 1. Spektrum Klinis DD dan DBD

Pada pemeriksaan laboratorium selama DD akut ialah sebagai berikut

- Hitung sel darah putih biasanya normal saat permulaan demam kemudian leukopeni
hingga periode demam berakhir
- Hitung trombosit normal, demikian pula komponen lain dalam mekanisme
pembekuaan darah. Pada beberapa epidemi biasanya terjadi trombositopeni
- Serum biokimia/enzim biasanya normal,kadar enzim hati mungkin meningkat. 7

Demam Berdarah Dengue

Pada awal perjalanan penyakit, DBD menyerupai kasus DD.4 Kasus DBD ditandai 4
manifestasi klinis yaitu :

- Demam tinggi
- Perdarahan terutama perdarahan kulit
- Hepatomegali
- Kegagalan peredaran darah (circulatory failure).5,7
Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji tornikuet positif, memar dan perdarahan pada
tempat pengambilan darah vena. Petekia halus tersebar di anggota gerak, muka, aksila sering
kali ditemukan pada masa dini demam. Epistaksis dan perdarahan gusi jarang dijumpai
sedangkan perdarahan saluran pencernaan hebat lebih jarang lagi dan biasanya timbul setelah
renjatan tidak dapat diatasi.6
15
Hati biasanya teraba sejak awal fase demam, bervariasi mulai dari teraba 2-4 cm
dibawah tepi rusuk kanan. Pembesaran hati tidak berhubungan dengan keparahan penyakit
tetapi hepatomegali sering ditemukan dalam kasus-kasus syok. Nyeri tekan hati terasa tetapi
biasanya tidak ikterik.7

Pada pemeriksaan laboratoriun dapat ditemukan adanya trombositopenia sedang


hingga berat disertai hemokonsentrasi. Perubahan patofisiologis utama menentukan tingkat
keparahan DBD dan membedakannya dengan DD ialah gangguan hemostasis dan kebocoran
plasma yang bermanifestasi sebagai trombositopenia dan peningkatan jumlah trombosit.7

Gambar 2. Kurva suhu pada demam berdarah dengue

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu ditemukan


pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasa ditemukan pada hari ke-3 sampai
ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai hematokrit.
Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari peningkatan nilai
hematokrit.

Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul dengan peningkatan nilai
hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut biasanya terjadi pada saat suhu turun
atau sebelum syok terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh
pemberian cairan atau oleh perdarahan. Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau
leukositosis, limfositosis relatif dengan limfosit atipik sering ditemukan pada saat sebelum
suhu turun atau syok. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya
fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan fibrinogen, protrombin,

16
faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. PTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai
setengah kasus DBD.5

2. Pencitraan pencitraan

2.1 Pemeriksaan rontgen dada

Pencitraan dengan foto paru dapat menunjukan adanya efusi pleura dan
pengalaman menunjukkan bahwa posisi lateral dekubitus kanan lebih baik dalam
mendeteksi cairan dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.8

Gambar 3. Indeks efusi pleura akibat infeksi virus dengue

2.2. Pencitraan Ultrasonografis

Pencitraan USG pada anak lebih disukai dengan pertimbangan dan yang penting
tidak menggunakan sistim pengion (sinar X) dan dapat diperiksa sekaligus berbagai
organ dalam perut. Adanya ascites dan cairan pleura pada pemeriksaan USG sangat
membantu dalam penatalaksanaan DBD. Pemeriksaan USG dapat pula dipakai sebagai
alat diagnostik bantu untuk meramalkan kemungkinan penyakit yang lebih berat
misalnya dengan melihat penebalan dinding kandung empedu dan penebalan pankreas
dimana tebalnya dinding kedua organ tersebut berbeda bermakna pada DBD I-II
dibanding DBD III-IV. 8

3. Pemeriksaan Serologi.

Ada beberapa uji serologi yang dapat dilakukan yaitu :

- Uji hambatan hemaglitinasi


- Uji Netralisasi
17
- Uji fiksasi komplemen
- Uji Hemadsorpsi Immunosorben
- Uji Elisa Anti Dengue Ig M
- Tes Dengue Blot. 9

Pemeriksaan rapid serodiagnostic test

IgM akan diikuti peningkatan IgG yang mencapai puncak pada hari ke 15 kemudian
Uji serodiagnostik cepat komersial dapat membantu diagnostik dan dapat pula menimbulkan
keraguan. Uji serodiagnostik cepat sering menghasilkan negatif palsu pada hari demam ke 2-
3. Kit serodiagnostik yang berisi IgM, IgM dan IgG atau IgG saja. Infeksi primer, hari sakit
3-4 akan dijumpai peningkatan IgM lalu meningkat dan mencapai puncaknya dan menurun
kembali dan menghilang pada hari sakit ke 30-60. Peningkatan menurun dalam kadar rendah
seumur hidup. Tetapi pada infeksi sekunder akan memacu timbulnya IgG sehingga kadarnya
naik dengan cepat sedangkan IgM menyusul kemudian. Apabila tidak terdeteksi pada hari
demam ke 2-3 pada klinis mencurigakan maka pemeriksaan harus diulang 4-6 hari lagi.

Gambar 4. Respon imun terhadap infeksi dengue

Respon imun terhadap infeksi dengue :

Antibodi IgM :

- Mungkin tidak terbentuk hingga 20 hari setelah onset infeksi


- Mungkin terbentuk pada kadar yang rendah atau tidak terdeteksi pasca infeksi primer
singkat
-
18
Antibodi IgG :

- Terbentuk dengan cepat pasca 1-2 hari onset gejala


- Meningkat pada infeksi primer
- Menetap hingga 30-40 hari dan kemudian menurun

Sekitar 20-30% pasien dengan infeksi sekunder dengue tidak menghasilkan Ig M anti
dengue pada kadar yang dapat dideteksi hingga hari ke 10 dan harus didiagnosis peningkatan
Ig G anti dengue. 10

Gambar 5. Perjalanan penyakit infeksi virus dengue

Komplikasi

1. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpa syok
2. kelainan Ginjal akibat syok berkepanjangan
3. Edema paru, akibat over loading cairan. 4

Penatalaksanaan

Pengobatan DBD bersifat suportif simptomatik dengan tujuan memperbaiki sirkulasi


dan mencegah timbulnya renjatan dan timbulnya Koagulasi Intravaskuler Diseminata
(KID).13

19
Gambar 6. Sistem triase dalam penatalaksanaan DBD di rumah sakit

Penatalaksanaan Demam Dengue

Penatalaksanaan kasus DD bersifat simptomatis dan suportif meliputi :

- Tirah baring selama fase demam akut


- Antipiretik atau sponging untuk menjaga suhu tbuh tetap dibawah 40 C, sebaiknya
diberikan parasetamol
- Analgesik atau sedatif ringan mungkin perlu diberikan pada pasien yang mengalami
nyeri yang parah
- Terapi elektrolit dan cairan secara oral dianjurkan untuk pasien yang berkeringat lebih
atau muntah. 7

Penatalaksanaan Demam berdarah Dengue

Berdasarkan ciri patofisiologis maka jelas perjalanan penyakit DBD lebih berat
sehingga prognosis sangat tergantung pada pengenalan dini adanya kebocoran plasma.
Penatalaksanaan fase demam pada DBD dan DD tidak jauh berbeda. Masa kritis ialah pada
atau setelah hari sakit yang ketiga yang memperlihatkan penurunan tajam hitung trombosit
dan peningkatan tajam hematokrit yang menunjukkan adanya kehilangan cairan.7 Kunci
keberhasilan pengobatan DBD ialah ketepatan volume replacement atau penggantian volume,
sehingga dapat mencegah syok.11

Perembesan atau kebocoran plasma pada DBD terjadi mulai hari demam ketiga
hingga ketujuh dan tidak lebih dari 48 jam sehingga fase kritis DBD ialah dari saat demam

20
turun hingga 48 jam kemudian. Observasi tanda vital, kadar hematokrit, trombosit dan jumlah
urin 6 jam sekali (minimal 12 jam sekali) perlu dilakukan.

Pengalaman dirumah sakit mendapatkan sekitar 60% kasus DBD berhasil diatasi
hanya dengan larutan kristaloid, 20% memerlukan cairan koloid dan 15% memerlukan
transfusi darah. Cairan kristaloid yang direkomendasikan WHO untuk resusitasi awal syok
ialah Ringer laktat, Ringer asetat atau NaCL 0,9%. Ringer memiliki kelebihan karena
mengandung natrium dan sebagai base corrector untuk mengatasi hiponatremia dan asidosis
yang selalu dijumpai pada DBD. Untuk DBD stadium IV perlu ditambahkan base corrector
disamping pemberian cairan Ringer akibat adanya asidosis berat. 11

Saat pasien berada dalam fase demam, pemberian cairan hanyalah untuk rumatan
bukan cairan pengganti karena kebocoran plasma belum terjadi. Jenis dan jumlah cairan
harus disesuaikan. Pada DD tidak diperlukan cairan pengganti karena tidak ada perembesan
plasma.11

Bila pada syok DBD tidak berhasil diatasi selama 30 menit dengan resusitasi
kristaloid maka cairan koloid harus diberikan (ada 3 jenis ;dekstan, gelatin dan hydroxy ethyl
starch)sebanyak 10-30ml/kgBB. Berat molekul cairan koloid lebih besar sehingga dapat
bertahan dalam rongga vaskular lebih lama (3-8 jam) daripada cairan kristaloid dan memiliki
kapasitas mempertahankan tekanan onkotik vaskular lebih baik.11

Tabel 1. Jenis cairan kristaloid untuk resusitasi DBD

Pada syok berat (lebih dari 60 menit) pasca resusitasi kristaloid (20ml/kgBB/30menit)
dan diikuti pemberian cairan koloid tetapi belum ada perbaikan maka diperlukan pemberian
transfusi darah minimal 100 ml dapat segera diberikan. Obat inotropik diberikan apabila telah
dilakukan pemberian cairan yang memadai tetapi syok belum dapat diatasi.11

21
Tabel 2. Jenis cairan koloid untuk resusitasi DBD

Pemasangan CVP pada DBD tidak dianjurkan karena prosedur CVP bersifat traumatis
untuk anak dengan trombositopenia, gangguan vaskular dan homeostasis sehingga mudah
terjadi perdarahan dan infeksi, disamping prosedur pengerjaannya juga tidak mudah dan
manfaatnya juga tidak banyak.11

Pemberian suspensi trombosit umumnya diperlukan dengan pertimbangan bila terjadi


perdarahan secara klinis dan pada keadaan KID. Bila diperlukan suspensi trombosit maka
pemberiannya diikuti dengan pemberian fresh frozen plasma (FFP) yang masih menandung
faktor-faktor pembekuan untuk mencegah agregasi trombosit yang lebih hebat. Bila kadar
hemoglobin rendah dapat pula diberikan packed red cell (PRC).11

Setelah fase krisis terlampau, cairan ekstravaskular akan masuk kembali dalam
intravaskular sehingga perlu dihentikan pemberian cairan intravena untuk mencegah
terjadinya oedem paru. Pada fase penyembuhan (setelah hari ketujuh) bila terdapat penurunan
kadar hemoglobin, bukan berarti perdarahan tetapi terjadi hemodilusi sehingga kadar
hemoglobin akan kembali ke awal seperti saat anak masih sehat. Pada anak yang awalnya
menderita anemia akan tampak kadar hemoglobin rendah, hati-hati tidak perlu diberikan
transfusi. 11

22
Penatalaksanaan DBD disesuaikan dengan derajat terlampir sebagai berikut:

Bagan 1. Tatalaksana infeksi virus Dengue pada kasus tersangka DBD.

23
Bagan 2. Tatalaksana DBD stadium I atau stadium II tanpa peningkatan Ht

24
Bagan 3. Tatalaksana kasus DBD dengan peningkatan Ht > 20%

25
Bagan 4. Tatalaksana Kasus Sindrom Syok Dengue

26
Pencegahan

- Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)


 Melakukan metode 3 M (menguras, Menutup dan Menyingkirkan tempat
perindukan nyamuk) minimal 1 x seminggu bagi tiap keluarga
 100% tempat penampungan air sukar dikuras diberi abate tiap 3 bulan
 ABJ (angka bebas jentik) diharapkan mencapai 95%
- Foging Focus dan Foging Masal
 Foging fokus dilakukan 2 siklus dengan radius 200 m dengan selang waktu 1
minggu
 Foging masal dilakukan 2 siklus diseluruh wilayah suspek KLB dalam jangka
waktu 1 bulan
 Obat yang dipakai : Malation 96EC atau Fendona 30EC dengan menggunakan
Swing Fog
- Penyelidikan Epidemiologi
 Dilakukan petugas puskesmas yang terlatih dalam waktu 3x24 jam setelah
menerima laporan kasus
 Hasil dicatat sebagai dasar tindak lanjut penanggulangan kasus
- Penyuluhan perorangan/kelompok untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
- Kemitraan untuk sosialisasi penanggulangan DBD. 12

Kesimpulan

Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit dengan vektor nyamuk (”mosquito borne
disease”) yang paling penting di seluruh dunia terutama di daerah tropis dan subtropis.
Penyakit ini mempunyai spektrum klinis dari asimptomatis, undifferentiated febrile illness,
demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD), mencakup manifestasi paling
berat yaitu sindrom syok dengue (dengue shock syndrome/DSS).

Dalam menegakkan diagnosis dan memberikan pengobatan yang tepat, pemahaman


mengenai perjalanan infeksi virus dengue harus dikuasai dengan baik. Pemantauan klinis dan
laboratoris berkala merupakan kunci tatalaksanan DBD. Akhirnya dalam menegakkan
diagnosis dan memberikan pengobatan pada kasus DBD perlu disesuaikan dengan kondisi
pasien. Penanganan yang cepat tepat dan akurat akan dapat memberikan prognosis yang lebih
baik.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Hadinegoro S.R.H, Soegijanto S, dkk. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di


Indonesia Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan.. Edisi 3. Jakarta.
2004.
2. Halstead SB. Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever. Dalam : Behrman RE,
Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Textbook of Pediatrics. Edisi ke-17.
Philadelphia : WB Saunders.2009.h.1092-4
3. Setiabudi D. Evalution of Clinical Pattern and Pathogenesis of Dengue Haemorrhagic
Fever. Dalam : Garna H, Nataprawira HMD, Alam A, penyunting. Proceedings Book
13th National Congress of Child Health. KONIKA XIII. Bandung, July 4-7, 2005. h.
329,332-5
4. Hadinegoro SRS,Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tatalaksana Demam
Dengue/Demam Berdarah Dengue pada Anak. Naskah Lengkap Pelatihan bagi Dokter
Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam tatalaksana Kasus DBD.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2009.h. 80-135
5. Soedarmo SSP. Demam Berdarah (Dengue) Pada Anak. Jakarta : UI Press 2008
6. Soedarmo SSP.Infeksi Virus Dengue. Dalam : Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro
SRS, penyunting. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak : Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi
pertama. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2009.h.176-208
7. World Health Organization Regional Office for South East Asia. Prevention and
Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever : Comprehensive Guidelines.
New Delhi : WHO.2009
8. Samsi TK. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue di RS Sumber Waras. Cermin
Dunia Kedokteran 2000; 126 : 5-13
9. Soegijanto S. Demam Berdarah Dengue : Tinjauan dan Temuan Baru di Era 2006.
Surabaya : Airlangga University Press 2009.h.1-9
10. Panbio. Dengue. Didapatkan dari : URL: http://www.panbio.com.au/ modules.php?
name= ontent&pa=showpage&pid=33. Diunduh pada tanggal 3 Februari 2018.
11. Hadinegoro SRS. Pitfalls & Pearls dalam Diagnosis dan Tata Laksana Demam
Berdarah Dengue. Dalam : Trihono PP, Syarif DR, Amir I, Kurniati N, penyunting.
Current Management of Pediatrics Problems. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan
Ilmu Kesehatan Anak XLVI. Jakarta 5-6 September 2006.h. 63-9

28
12. Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta. Standar Penanggulan Penyakit DBD. Edisi 1
Volume 2. Jakarta :Dinas Kesehatan 2010.

29

Anda mungkin juga menyukai