Demam Dengue
Disusun oleh:
Indri Hardiyanti Gunawan
112016282
1
STATUS ILMU KESEHATAN ANAK
SMF KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ANAK
RUMAH SAKIT FAMILY MEDICAL CENTER
Identitas Pasien
Nama : An MG Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 23 Januari 2008 Suku Bangsa : Sunda
Umur : 10 tahun 8 hari Agama : Islam
Pendidikan : SD Kelas 4
Alamat : Pondok Aren RT 005/007
ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis dan Alloanamnesis dengan pasien dan ibunya
Tanggal : 08 Januari 2018, jam 18.15
Keluhan Utama:
Demam tinggi
Keluhan Tambahan:
2
Nyeri ulu hati, mual, lidah terasa pahit, lemas
Silsilah Keluarga
3
Laki-laki
Perempuan
P
Pasien
4
o Berat badan lahir : 3100 gram
o Panjang badan lahir : 49 cm
o Lingkar kepala : Tidak diketahui
o Langsung menangis : Langsung menangis kuat
o Pucat/Biru/Kuning/Kejang: Negatif
o Nilai APGAR : Tidak diketahui
o Kelainan bawaan : Tidak ada
Riwayat Perkembangan:
Pertumbuhan gigi pertama pada usia 5 bulan
Psikomotor:
o Tengkurap dan kepala terangkat 90° pada usia 5 bulan
o Duduk pada usia 7 bulan
o Berdiri : 1 tahun
o Berbicara: Menyebut papa/mama spesifik pada usia 1 tahun
o Membaca dan menulis : 5 tahun
Perkembangan pubertas
o Rambut pubis : -
o Perubahan suara : -
Gangguan perkembangan mental dan emosi: Tidak ada
Riwayat Imunisasi
(+) Hepatitis B : 3 kali pada usia 0 bulan, 2 bulan, 4 bulan dan 6 bulan.
(+) Polio, 4 kali pada usia 1 bulan, 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan
(+) BCG, 1 kali pada usia 1 bulan.
(+) DPT, 3 kali pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan
(+) Campak, 1 kali pada usia 9 bulan
Riwayat imunisasi wajib pasien lengkap sesuai usia.
PEMERIKSAAN FISIS
Tanggal : 08 Januari 2018, Jam 09.15 WIB
PEMERIKSAAN UMUM
5
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah :-
Nadi : 110 kali/menit, regular, kuat angkat
Suhu : 49,5 °C
Pernapasan (frekuensi dan tipe) : 26 kali/menit, regular
Antropometri
Tinggi badan : 140 cm
Berat badan : 41 kg
IMT : 20,91
PEMERIKSAAN SISTEMATIS
Kepala
Bentuk dan ukuran : Normocephal
Wajah : Bentuk wajah normal
Rambut & kulit kepala : Rambut berwarna hitam, kuat tidak mudah rontok.
Mata : Konjungtiva anemis (-/-) , sklera ikterik (-/-).
Telinga : Normotia, liang telinga lapang
Hidung : Normosepta, tidak ada septum deviasi, sekret (-), nafas cuping
hidung (-)
Mulut : Lemam(+), sianosis (-)
bening
Thoraks
Paru
Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris dalam keadaan statis maupun dinamis,
retraksi sela iga (-), torakoabdominal, dyspneu (-)
Palpasi : Fremitus baik simetris, tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung
6
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba pada sela iga 4 linea midklavikularis kiri
Perkusi : Batas atas jantung di ICS II linea parasternal kiri.
Batas kiri jantung di ICS IV, linea midclavicula kiri.
Batas kanan jantung di ICS IV, linea sternal kanan.
Auskultasi : BJ I/II murni, reguler, mur-mur(-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Lesi(-), masa(-), gerakan perislatik usus (-)
Palpasi : Distensi (-), nyeri tekan epigastrium (+), hepar tidak teraba
Perkusi : Timpani di seluruh lapang perut
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 08 Januari 2018, Jam 09:43 WIB
Darah Rutin
Hemoglobin 12.7 g/dL 11.0-16.5
Hematokrit 35.8% 35-45
Leukosit 2,200/mm3 4.000-10.000
Trombosit 62,000/μL 150.000-450.000
7
Darah Rutin
Hemoglobin 12.2 g/dL 11.0-16.5
Hematokrit 35.1% 35-45
Leukosit 4,100/mm3 4.000-10.000
Trombosit 50,000/μL 150.000-450.000
RINGKASAN
Seorang anak laki-laki berusia 10 tahun datang ke IGD RS FMC diantar oleh orang
tuanya dengan keluhan demam tinggi yang terjadi secara terus menerus sejak kurang lebih
empat hari SMRS. Pasien juga mengeluh merasa mual dan terdapat nyeri pada ulu hati,
pasien merasa badannya terasa lemas dan nafsu makan menurun. Tidak terdapat adanya
tanda-tanda perdarahan seperti gusi berdarah, timbulnya bintik-bintik merah pada kulit,
maupun buang air besar yang disertai darah atau berwarna kehitaman. Pasien sudah
melakukan pengobatan ke klinik dan diberi obat penurun panas oleh dokter. Setelah
meminum obat penurun panas tersebut, keluhan membaik. Akan tetapi setelah beberapa
waktu, demam timbul kembali dan keadaan pasien masih belum mengalami perbaikan
sehingga keluarga pasien memutuskan untuk membawa pasien berobat ke IGD RS FMC.
8
Saat pasien datang ke IGD RS FMC di dapatkan suhu pasien 39,5˚C. Pada pemeriksaan darah
rutin didapatkan hasil sebagai berikut, dimana ditemukan adanya trombositopenia dan
leukositopenia.
DIAGNOSIS KERJA
Demam Dengue
DIAGNOSIS BANDING
Demam Berdarah Dengue
PENATALAKSANAAN
Lapor dr. Rudi Ciulianto, Sp.A
- IVFD RL 500cc/6 jam
- Inj. Ceftriaxone 2 x 2 gr
- Inj. Ranitidine 3 x 1 amp
- Sanmol 3 x 500 mg/4 jam (K/P)
PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam
FOLLOW UP
9
Follow up tanggal 8 Januari 2018
- Suhu : 37,8 0 C
- Nadi : 100 x/menit
- RR : 22 x /menit
- Mata : sclera ikterik -/- , conjunctiva anemi -/-
- Thorax : BJI-II regular, murmur (-), gallop (-)
Suara nafas vesikuler, rhonki (-), wheezing(-)
- Abdomen : supel, BU (+), nyeri tekan pada epigastrium (+)
- Ekstremitas: akral hangat pada ekstremitas atas dan bawah
A : Demam dengue
- Suhu : 36 0 C
- Nadi : 90 x/menit
- RR : 21 x /menit
- Mata : sclera ikterik -/- , conjunctiva anemi -/-
- Thorax : BJI-II regular, murmur (-), gallop (-)
10
Suara nafas vesikuler, rhonki (-), wheezing(-)
- Abdomen : supel, BU (+), nyeri tekan pada epigastrium (+)
- Ekstremitas: akral hangat pada ekstremitas atas dan bawah
A : Demam dengue
- Suhu : 36 0 C
- Nadi : 88 x/menit
- RR : 21 x /menit
- Mata : sclera ikterik -/- , conjunctiva anemi -/-
- Thorax : BJI-II regular, murmur (-), gallop (-)
Suara nafas vesikuler, rhonki (-), wheezing(-)
- Abdomen : supel, BU (+), nyeri tekan pada epigastrium (+)
- Ekstremitas: akral hangat pada ekstremitas atas dan bawah
A : Demam dengue
P : IVFD Asnet
Inj. Ceftriaxone 2 x 2 gr
Sanmol 3 x 500 mg/4 jam (K/P)
11
S:- Demam (-)
A : Demam dengue
P : IVFD Asnet
Inj. Ceftriaxone 2 x 2 gr
Sanmol 3 x 500 mg/4 jam (K/P)
- Intake baik
12
- Ekstremitas: akral hangat pada ekstremitas atas dan bawah
A : Demam dengue
P : IVFD Asnet
Inj. Ceftriaxone 2 x 2 gr
Sanmol 3 x 500 mg/4 jam (K/P)
ANALISA KASUS
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus dengue
yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal
sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: DEN-1,
DEN2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap
serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat
kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain
tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4
serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah
di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di
beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi
sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak
yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat.1
Demam dengue (DD) merupakan sindrom benigna yang disebabkan oleh ”arthropod
borne viruses” dengan ciri demam bifasik, mialgia atau atralgia, rash, leukopeni dan
limfadenopati. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit demam akibat virus
dengue yang berat dan sering kali fatal. 2
13
Cara Penularan
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue,
yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa
spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang
berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit
manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur
berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat
ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk
betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan transmission), namun perannya dalam
penularan virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh
nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh
manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum
menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila
nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas
sampai 5 hari setelah demam timbul.1
Demam Dengue
Demam dengue ialah demam akut selama 2-7 hari dengan dua atau lebih manifestasi ;
nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan dan leukopenia. 4
Awal penyakit biasanya mendadak dengan adanya trias yaitu demam tinggi, nyeri pada
anggota badan dan ruam. 5,6
-
Demam : suhu tubuh biasanya mencapai 39 C sampai 40 C dan demam bersifat
bifasik yang berlangsung sekitar 5-7 hari. 7
-
Ruam kulit : kemerahan atau bercak bercak meraj yang menyebar dapat terlihat pada
wajah, leher dan dada selama separuh pertama periode demam dan kemungkinan
makulopapular maupun menyerupai demam skalartina yang muncul pada hari ke 3
atau ke 4.7 Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali (hari sakit ke
3-5) dan berlangsung 3-4 hari. 6
Anoreksi dan obstipasi sering dilaporkan. Gejala klinis lainnya meliputi fotofoi, berkeringat,
batuk, epistaksis dan disuria. Kelenjar limfa servikal dilaporkan membesar pada 67-77%
14
kasus atau dikenal sebagai Castelani’s sign yang patognomonik. Beberapa bentuk perdarahan
lain dapat menyertai.5,6
- Hitung sel darah putih biasanya normal saat permulaan demam kemudian leukopeni
hingga periode demam berakhir
- Hitung trombosit normal, demikian pula komponen lain dalam mekanisme
pembekuaan darah. Pada beberapa epidemi biasanya terjadi trombositopeni
- Serum biokimia/enzim biasanya normal,kadar enzim hati mungkin meningkat. 7
Pada awal perjalanan penyakit, DBD menyerupai kasus DD.4 Kasus DBD ditandai 4
manifestasi klinis yaitu :
- Demam tinggi
- Perdarahan terutama perdarahan kulit
- Hepatomegali
- Kegagalan peredaran darah (circulatory failure).5,7
Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji tornikuet positif, memar dan perdarahan pada
tempat pengambilan darah vena. Petekia halus tersebar di anggota gerak, muka, aksila sering
kali ditemukan pada masa dini demam. Epistaksis dan perdarahan gusi jarang dijumpai
sedangkan perdarahan saluran pencernaan hebat lebih jarang lagi dan biasanya timbul setelah
renjatan tidak dapat diatasi.6
15
Hati biasanya teraba sejak awal fase demam, bervariasi mulai dari teraba 2-4 cm
dibawah tepi rusuk kanan. Pembesaran hati tidak berhubungan dengan keparahan penyakit
tetapi hepatomegali sering ditemukan dalam kasus-kasus syok. Nyeri tekan hati terasa tetapi
biasanya tidak ikterik.7
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul dengan peningkatan nilai
hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut biasanya terjadi pada saat suhu turun
atau sebelum syok terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh
pemberian cairan atau oleh perdarahan. Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau
leukositosis, limfositosis relatif dengan limfosit atipik sering ditemukan pada saat sebelum
suhu turun atau syok. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya
fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan fibrinogen, protrombin,
16
faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. PTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai
setengah kasus DBD.5
2. Pencitraan pencitraan
Pencitraan dengan foto paru dapat menunjukan adanya efusi pleura dan
pengalaman menunjukkan bahwa posisi lateral dekubitus kanan lebih baik dalam
mendeteksi cairan dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.8
Pencitraan USG pada anak lebih disukai dengan pertimbangan dan yang penting
tidak menggunakan sistim pengion (sinar X) dan dapat diperiksa sekaligus berbagai
organ dalam perut. Adanya ascites dan cairan pleura pada pemeriksaan USG sangat
membantu dalam penatalaksanaan DBD. Pemeriksaan USG dapat pula dipakai sebagai
alat diagnostik bantu untuk meramalkan kemungkinan penyakit yang lebih berat
misalnya dengan melihat penebalan dinding kandung empedu dan penebalan pankreas
dimana tebalnya dinding kedua organ tersebut berbeda bermakna pada DBD I-II
dibanding DBD III-IV. 8
3. Pemeriksaan Serologi.
IgM akan diikuti peningkatan IgG yang mencapai puncak pada hari ke 15 kemudian
Uji serodiagnostik cepat komersial dapat membantu diagnostik dan dapat pula menimbulkan
keraguan. Uji serodiagnostik cepat sering menghasilkan negatif palsu pada hari demam ke 2-
3. Kit serodiagnostik yang berisi IgM, IgM dan IgG atau IgG saja. Infeksi primer, hari sakit
3-4 akan dijumpai peningkatan IgM lalu meningkat dan mencapai puncaknya dan menurun
kembali dan menghilang pada hari sakit ke 30-60. Peningkatan menurun dalam kadar rendah
seumur hidup. Tetapi pada infeksi sekunder akan memacu timbulnya IgG sehingga kadarnya
naik dengan cepat sedangkan IgM menyusul kemudian. Apabila tidak terdeteksi pada hari
demam ke 2-3 pada klinis mencurigakan maka pemeriksaan harus diulang 4-6 hari lagi.
Antibodi IgM :
Sekitar 20-30% pasien dengan infeksi sekunder dengue tidak menghasilkan Ig M anti
dengue pada kadar yang dapat dideteksi hingga hari ke 10 dan harus didiagnosis peningkatan
Ig G anti dengue. 10
Komplikasi
1. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpa syok
2. kelainan Ginjal akibat syok berkepanjangan
3. Edema paru, akibat over loading cairan. 4
Penatalaksanaan
19
Gambar 6. Sistem triase dalam penatalaksanaan DBD di rumah sakit
Berdasarkan ciri patofisiologis maka jelas perjalanan penyakit DBD lebih berat
sehingga prognosis sangat tergantung pada pengenalan dini adanya kebocoran plasma.
Penatalaksanaan fase demam pada DBD dan DD tidak jauh berbeda. Masa kritis ialah pada
atau setelah hari sakit yang ketiga yang memperlihatkan penurunan tajam hitung trombosit
dan peningkatan tajam hematokrit yang menunjukkan adanya kehilangan cairan.7 Kunci
keberhasilan pengobatan DBD ialah ketepatan volume replacement atau penggantian volume,
sehingga dapat mencegah syok.11
Perembesan atau kebocoran plasma pada DBD terjadi mulai hari demam ketiga
hingga ketujuh dan tidak lebih dari 48 jam sehingga fase kritis DBD ialah dari saat demam
20
turun hingga 48 jam kemudian. Observasi tanda vital, kadar hematokrit, trombosit dan jumlah
urin 6 jam sekali (minimal 12 jam sekali) perlu dilakukan.
Pengalaman dirumah sakit mendapatkan sekitar 60% kasus DBD berhasil diatasi
hanya dengan larutan kristaloid, 20% memerlukan cairan koloid dan 15% memerlukan
transfusi darah. Cairan kristaloid yang direkomendasikan WHO untuk resusitasi awal syok
ialah Ringer laktat, Ringer asetat atau NaCL 0,9%. Ringer memiliki kelebihan karena
mengandung natrium dan sebagai base corrector untuk mengatasi hiponatremia dan asidosis
yang selalu dijumpai pada DBD. Untuk DBD stadium IV perlu ditambahkan base corrector
disamping pemberian cairan Ringer akibat adanya asidosis berat. 11
Saat pasien berada dalam fase demam, pemberian cairan hanyalah untuk rumatan
bukan cairan pengganti karena kebocoran plasma belum terjadi. Jenis dan jumlah cairan
harus disesuaikan. Pada DD tidak diperlukan cairan pengganti karena tidak ada perembesan
plasma.11
Bila pada syok DBD tidak berhasil diatasi selama 30 menit dengan resusitasi
kristaloid maka cairan koloid harus diberikan (ada 3 jenis ;dekstan, gelatin dan hydroxy ethyl
starch)sebanyak 10-30ml/kgBB. Berat molekul cairan koloid lebih besar sehingga dapat
bertahan dalam rongga vaskular lebih lama (3-8 jam) daripada cairan kristaloid dan memiliki
kapasitas mempertahankan tekanan onkotik vaskular lebih baik.11
Pada syok berat (lebih dari 60 menit) pasca resusitasi kristaloid (20ml/kgBB/30menit)
dan diikuti pemberian cairan koloid tetapi belum ada perbaikan maka diperlukan pemberian
transfusi darah minimal 100 ml dapat segera diberikan. Obat inotropik diberikan apabila telah
dilakukan pemberian cairan yang memadai tetapi syok belum dapat diatasi.11
21
Tabel 2. Jenis cairan koloid untuk resusitasi DBD
Pemasangan CVP pada DBD tidak dianjurkan karena prosedur CVP bersifat traumatis
untuk anak dengan trombositopenia, gangguan vaskular dan homeostasis sehingga mudah
terjadi perdarahan dan infeksi, disamping prosedur pengerjaannya juga tidak mudah dan
manfaatnya juga tidak banyak.11
Setelah fase krisis terlampau, cairan ekstravaskular akan masuk kembali dalam
intravaskular sehingga perlu dihentikan pemberian cairan intravena untuk mencegah
terjadinya oedem paru. Pada fase penyembuhan (setelah hari ketujuh) bila terdapat penurunan
kadar hemoglobin, bukan berarti perdarahan tetapi terjadi hemodilusi sehingga kadar
hemoglobin akan kembali ke awal seperti saat anak masih sehat. Pada anak yang awalnya
menderita anemia akan tampak kadar hemoglobin rendah, hati-hati tidak perlu diberikan
transfusi. 11
22
Penatalaksanaan DBD disesuaikan dengan derajat terlampir sebagai berikut:
23
Bagan 2. Tatalaksana DBD stadium I atau stadium II tanpa peningkatan Ht
24
Bagan 3. Tatalaksana kasus DBD dengan peningkatan Ht > 20%
25
Bagan 4. Tatalaksana Kasus Sindrom Syok Dengue
26
Pencegahan
Kesimpulan
Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit dengan vektor nyamuk (”mosquito borne
disease”) yang paling penting di seluruh dunia terutama di daerah tropis dan subtropis.
Penyakit ini mempunyai spektrum klinis dari asimptomatis, undifferentiated febrile illness,
demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD), mencakup manifestasi paling
berat yaitu sindrom syok dengue (dengue shock syndrome/DSS).
27
DAFTAR PUSTAKA
28
12. Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta. Standar Penanggulan Penyakit DBD. Edisi 1
Volume 2. Jakarta :Dinas Kesehatan 2010.
29