1. ovulasi
Ovulasi pada wanita yang memiliki siklus seksual normal 28 hari, terjadi 14 hari sesudah terjadinya
menstruasi. Tidak beberapa lama sebelum ovulasi, dinding luar folikel yang menonjol akan membengkak
dengan cepat, dan daerah kecil pada bagian tengah kapsul, yang disebut stigma, akan menonjol seperti
puting. Dalam waktu 30 menit kemudian, cairan mulai mengalir dari folikel melalui stigma. Sekitar 2
menit kemudian, ketika folikel menjadi lebih kecil karena kehilangan cairannya, stigma akan robek cukup
besar, dan cairan yang lebih kental yang terdapat di bagian tengah folikel mengalami evaginasi keluar ke
dalam abdomen. Cairan kental ini membawa ovum bersamanya, yang dikelilingi oleh beberapa ratus sel
granulosa kecil yang disebut korona radiata.
LH diperlukan untuk pertumbuhan akhir dari folikel dan ovulasi. Tanpa hormon ini, bahkan walaupun
FSH tersedia dalam jumlah besar, folikel tidak akan berkembang ke tahap ovulasi. Sekitar 2 hari sebelum
ovulasi, laju kecepatan sekresi LH oleh kelenjar hipofisis anterior meningkat dengan pesat, menjadi 6-10
kali lipat dan mnecapai puncaknya 16 jam sebelum ovulasi. FSH juga meningkat kira-kira 2-3 kali lipat
pada saat bersamaan, dan kedua hormon ini akan bekerja secara sinergis untuk mengakibatkan
pembengkakan folikel yang berlangsung cepat selama beberapa hari sebelum ovulasi. LH juga
mempunyai efek khusus terhadap sel granulosa dan sel teka, yang mengubah kedua jenis sel tersebut
menjadi lebih bersifat sel yang mensekresikan progesteron dan sedikit menyekresikan estrogen. Oleh
karena itu, kecepatan sekresi estrogen mulai menurun kira-kira 1 hari sebelum ovulasi, sementara
sejmlh kecil progesteron mulai disekresikan. Pada lingkungan dimana terjadi (1) pertumbuhan folikel
yang berlangsung cepat, (2) berkurangnya sekresi estrogen sesudah fase sekresi estrogen yang
berlangsung lama, dan (3) dimulainya sekresi progesteron, terjadi ovulasi. Tanpa adanya gelombang
hormon LH praovulasi, ovulasi tidak akan berlangsung.
Mekanisme ovulasi
Hormon lutein
Evaginasi ovum
Silkus ovarium terdiri dari fase folikel dan luteal yang berselang-seling
Setelah awitan pubertas, ovarium secara terus menerus berada dalam dua fase secara bergantian yaitu
fase folikel yang didominasi oleh adanya folikel matang, dan fase luteal, yang ditandai oleh adanya
korpus luteum. Siklus ovarium rata-rata berlangsung selama 28 hari, tetapi hal ini bervariasi di antara
wanita dan di antara wanita dan di antara siklus pada seorang wanita. Folikel bekerja pada separuh
pertama siklus untuk menghasilkan sebuah telur matang yang siap berovulasi di pertengahan siklus.
Korpus luteum mengambil alih peran pada paruh kedua siklus untuk mempersiapkan saluran reproduksi
wanita untuk kehamilan apabila terjadi pembuahan terhadap telur yang dikeluarkan.
Pada setiap saat sepanjang siklus, sebagian dari folikel primer mulai tumbuh. Namun, folikel-folikel
tersebut hanya tumbuh selama fase folikel, pada saat lingkungan hormonal tepat untuk mendorong
pematangan mereka.
Proses selama fase folikel adalah dimulai dari oosit primer sedang melaksanakan sintesis dan
menyimpan berbagai bahan untuk digunakan kemudian jika dibuahi, terjadi perubahan-perubahan
penting di sel-sel yang mengelilingi oosit reaktif sebagai persiapan untuk pelepasan telur dari ovarium.
Oosit primer yang dilapisi satu lapis sel granuloma di folikel primer
Proliferasi sel granulosa dan diferensiasi jaringan ikat ovarium (sel teka)
Ovum(oosit primer) dilapisi oleh zona pelusida, sel granulosa, dan sel teka serta terdapat antrum di
antara sel granulosa
Bergeser asimetris ke salahsatu sisi folikel yang sedang tumbuh dalam suatu gundukan kecil yang
menonjol ke dalam antrum
Folikel matang (pra-ovulasi, tersier, atau de graff) terjadi oosit sekunder dan antrum membesar
Folikel matang yang berkembang menonjol di permukaan ovarium, membentuk suatu daerah tipis yang
pecah untuk mengeluarkan oosit pada saat ovulasi
Sesaat sebelum ovulasi, oosit menyelesaikan pembelahan meiosis I nya
Ovum (oosit sekunder) yang masih dikelilingi zona pelusida dan sel-sel granulosa (korona radiata)
Disapu keluar folikel yang pecah ke dalam rongga abdomen oleh cairan antrum yang bocor
Ovum dikeluarkan dengan cepat
3. embriogenesis
Selama 2 minggu pertama setelah ovulasi, dapt diidentifikasi sejml fase perkembangan yang terjadi
berturut-turut:ovulasi, fertilisasi ovum, pembentukan blastokista bebas, dan implantasi blastokista.
Periode embrionik dimulai sejak awal minggu ketiga setelah ovulasi atau fertilisasi, yang bersamaan
dengan waktu perkiraan menstruasi berikutnya seharusnya dimulai.
Pubertas
Pubertas berarti dimulainya kehidupan seksual dewasa. Periode pubertas terjadi karena kenaikan
sekresi hormon gonadotropin oleh hipofisis yang perlahan, dimulai sekitar tahun kedelapan dari
kehidupan, dan biasanya mencapai puncak pada saat terjadi menstruasi, yaitu antara usia 11 dan 16
tahun (rata-rata 13 tahun).
suatu periode ketika seseorang mulai matang secara biologis, psikologis, sosial dan kognitif. Masa
transisi antara anak dan dewasa. Periode fungsi endokrin, organ reproduksi dan gametogenik gonad
pertama kali berkembang mencapai titik yang dapat terjadi reproduksi. Sekali pubertas dimulai,
hipotalamus merangsang pituitari sekresi hormone. Hormon pituitari (gonadotropin) merangsang
pertumbuhan organ reproduksi. Hormon pituitary merangsang ovarium produksi hormon estrogen (♀),
dan merangsang testis produksi hormon testosteron (♂). Estrogen and testosterone memacu
pertumbuhan secondary sex characteristics, seperti perkembangan payudara pada wanita dan
tumbuhnya rambut di wajah pada pria. Kadar estrogen mulai pada saat pubertas. Terjadi oogenesis dan
pertumbuhan folikel di ovarium. Hasilnya terjadi perubahan pada saluran reproduksi wanita yaitu
Uterine tubes, uterus, and vagina berkembang membesar dan menjadi fungsional, mukosa vagina
menjadi tebal dan genitalia eksterna menjadi matang, terjadi pertumbuhan payudara, meningkatnya
deposit lemak di lapisan lemak subkutan seperti di pipi dan payudara, serta tumbuhnya rambut di ketiak
dan alat kelamin.
2. Tingkat Gonad
Pria
Kombinasi kromosom XY à SRY (regio penentu jenis kelamin di kromosom Y) à perangsangan antigen H-Y
di membran plasma sel gonad àterjadi diferensiasi sel gonad menjadi TESTIS
Perempuan
Kombinasi kromosom XX à tidak terjadi pembentukan SRY à antigen H-Y tidak terbentuk àgonad
berdiferensiasi menjadi OVARIUM
3. Jenis Kelamin fenotipe
Genitalia Interna
Perkembangan genitalia interna bukan berasal dari jaringan embrionik yang sama, melainkan dari 2
duktus primitif yaitu wolfii (berkembang menjadi alat genital pria) dan mulleri (berkembang menjadi alat
genital wanita). Janin memiliki ke 2 duktus ini akan tetapi perkembangannya tergantung dari hormon
yang dihasilkan gonad janin. Perkembangan salah satu duktus, berarti regresi duktus yang lain, kecuali
bila ada kelainan dalam perkembangannya.
Pria
Testis àsekresi androgen (testosteron) dan Mullerian Inhibiting Factor à merangsang duktus wolfii
menjadi saluran reproduksi pria (epididimis, duktus deferens, duktus ejakulatorius, vesikula seminalis),
sedangkan Mullerian Inhibiting Factor mengakibatkan regresi duktus Mulleri.
Wanita
Ovarium àtidak menghasilkan testosteron dan mullerian inhibiting factor à duktus mulleri berkembang
menjadi saluran reproduksi wanita (oviduktus, uterus), sedangkan duktus wolfii regresi (karena tidak ada
testosteron).
Genitalia Externa
Perkembangan genitalia externa berasal dari jaringan embrionik yang sama. Pada awalnya setiap janin
memiliki:
a. Tuberkel genital àgland penis atau klitoris
b. Sepasang lipatan uretra yang mengelilingi sebuah alur urethra à penis atau labia minora
c. Pembengkakan genital (labioskrotum) à labia mayora atau skrotum dan preputium.
Pria
Testis àtestosteron dan Mulerrian Inhibiting Factor à Testosteron diubah menjadi dehidrotestosteron
àterjadi perkembangan jaringan embrionik menjadi gland penis, penis, skrotum dan preputium
Perempuan
Ovarium à tidak ada testosteron àterjadi perkembangan jaringan embrionik menjadi klitoris, labia
mayora, labia minora.
Spermiogenesis
Spermiogenesis adalah perubahan postmeitotik dengan spermatid ditransformasikan menjadi
spermatozoa. Proses spermiogenesis terjadi melalui 3 fase
Fase golgi
Fase cap
Fase akrosom
Prosesnya
Tanda utama differensiasi adalah adanya granula akrosomal kecil terikat membrane pada trans face
kompleks golgi juxtaglomurular.
Granula-granula kecil berkumpul mejadi granula besar dalam vesikel akrosomal yang lebih besar.
Membrane vesikel menempel pada amplop nuclear (apex nucleus sperma terkondensasi.
Pertambahan volume vesikel akrosom, area membrannya yang menempel pada amplop nuclear
menyebar ke lateral dari titik kontak awaldan menjadi berbentuk hemisphere.--àfase golgi
Granul akrosomal yang padat tetap pada kutub nucleus sementara vesikel yang mengelilingi
melanjutkan perluasan area perlekatan pada amplop nucleus kea rah lateral dan posterior.--àfase cap
Bagian granula akrosom yang lebih besar menjadi tersebar di selruh interior cap yang dibentuk vesikel
akrosomal.
Kondensasi nukleoplasma membentuk granula kromatin kasar.
Pergerakan sentriol ke permukaan sel kutub posterior spermatid.
Sentriol menjadi tegak lururs terhadap membrane sel dan triplet mikrotubul pada dindingnya.
Pembentukan aksonema flagellum sperma di tempat sentriol tersebut.
Kondensasi nuclear menyebabkan bagian awal flagel dan membrane yang membungkusnya ditarik ke
dalam reses tubular pada permukaan sel.
Pada sitoplasma spermatid, mikrotubul meningkat jumlahnya dan menjadi susunan silindris kasar yang
membentuk manset.
Terjadi pemanjangan spermatid dan tonjolan sitoplasma yang bergerak ke kutub belakang posterior
nucleus
Ekor spermatozoon berupaaksonema tertutup rapat pada membrane flagelar.
Annulus dan membrane adheren bergerak ke kaudasepanjang aksonema yang mengoblitarasi invaginasi
tubular permukaan sel dan memaparkan beberap micron aksonema pertama di sitoplasma.
Mikrotubul manset nenyebar dan mitokondria berkumpul di sekita segmen awal aksonema.
Sembilan padat longitudinalmembentuk daerah luar sembilan pasang aksonema yang sama dengan
cepat.
Serat padat luar berjalan parallel terhadap sepasang aksonema dari potongan yang menghubungkan
dengan ujung kaudal potongan utama spermatozoon.
Suksesi sirkumferensial berbentuk iga di sekita bagian distal terhadap annulus.
Penggabungan rib dengan kolom longitudinal yang menyusun lapisan fibrosa, potongan utama ekor
sperma.
Gagal terbentuk reseptor androgen secara total di permukaan sel akibat sintesis protein yang tidak
sempurna.
Perubahan pada substrate binding affinity à mengakibatkan kehilangan sinyal transmisi, meskipun
jumlah reseptornya normal.
v Intinya : meskipun sintesis androgen normal, tapi reseptor pada jaringan tidak peka terhadap hormon
tersebut. à sehingga perkembangan karakteristik primer (genitalia) dan sekunder terhambat.
Lab Studies
Karyotype kromosom
Levels of testosterone and DHT
- Testosteron rendah : errors in the steroid biosynthetic pathways à diukur dari kadar
dehydroepiandrosterone (DHEA), androstenedione, dan precursornya, 17-hydroxypregnenolone dan 17-
hydroxyprogesterone
- Testosteron dan DHT tinggi : indikasi 5-alpha reductase deficiency à terutama untuk PAIS
Mutation analysis of the androgen receptor gene à lama + mahal
- sampel DNA didapatkan dari buccal swabs
Medical Care
2 aspects : - hormone replacement therapy (HRT)
- psychological support.
Hormone replacement therapy (HRT)
Patients with CAIS à estrogen replacement
Patients with PAIS who have a male gender identity à testosterone and/or DHT
2. Kallmann Syndrome
Disebut juga hypothalamic hypogonadism atau hypogonadotropic hypogonadism
Manifestasi Klinis
1. Keterlambatan pubertas/pubertas parsial
2♂
· penurunan libido
disfungsi ereksi
massa otot berkurang à penurunan kekuatan otot
mikropenis, postat berukuran kecil
cryptorchidism
gynecomastia
kebotakan (male-type baldness)
High-pitched voice
3. ♀
amenorrhea
dyspareunia à akibat penurunan lubrikasi vagina
karakteristik sekunder terganggu à contoh : payudara tidak berkembang dengan baik
mukosa vagina pucat à gangguan diferensiasi epitel skuamus
4. Osteoporosis
5. Eunuchoidal skeletal proportions
6. Anosmia atau hyposmia
7. Congenital heart disease (eg, fatigue, dyspnea, cyanosis, palpitations, syncope)
8. Neurologic manifestations (eg, color blindness, hearing deficit, epilepsy, paraplegia) à jarang
9. Cleft lip, cleft palate, or high (arched) palate
Pathophysiology
Defisiensi GnRH à gonadotropin << à LH dan FSH <<
Defek KAL-1 (pada Xp 22.3) à mengkode anosmin-1 à gangguan migrasi neural dari bulbus olfaktori ke
hipotalamus à anosmia/hiposmia
Defek gen autosomal dominant pada chromosome 8 {8p12} (KAL-2 atau FGFR-1 (fibroblast growth factor
receptor 1)) à terjadi pada 10% kasus
Mutasi gen prokineticin receptor-2 (PROKR2)(KAL-3) pada posisi 20p13 dan ligandnya prokineticin 2
(PROK2)(KAL-4) pada posisi 3p21.1 à olfactory and reproductive dysfunction
Lab Studies
Serum electrolytes
Serum or urine beta-human chorionic gonadotropin level (pregnancy test)
Serum (total or free) testosterone Serum (total or free) testosterone
Serum estradiol
Serum luteinizing hormone and follicle-stimulating hormone
Serum thyroid-stimulating hormone and serum free thyroxine
Serum insulinlike growth factor I and serum insulinlike growth factor binding protein 3
Morning serum cortisol and plasma adrenocorticotropic hormone
Serum prolactin
Semen analysis
Imaging Studies
Magnetic resonance imaging (MRI) otak
o Pada Kallmann syndome struktur hipotalamus dan kelenjar pituitari normal. MRI berguna untuk
mengeliminasi lesi pada hipotalamus atau pituitary.
o 75% pasien dengan Kallmann syndrome ditemukan keabnormalan pada olfactory systems, meliputi
complete agenesis of olfactory bulbs and sulci, shallow olfactory sulci, or medial orientation of the
olfactory sulci (opening into the interhemispheric fissures).
Transthoracic echocardiogram
o screening untuk congenital heart disease (ASD, VSD, Ebstein anomaly, transposisi pembuluh darah
besar, dsb)
Ultrasound examination of the kidneys
o eliminasi unilateral renal agenesis à jarang
Bone densitometry by dual-energy x-ray absorptiometry
Dual-energy x-ray absorptiometry (DEXA) berguna bagi semua pasien hipogonad. DEXA penting untuk
mendeteksi osteopenia or osteoporosis dan monitor respon skeleton terhadap gonadal steroid
replacement therapy.
Bone age
Menilai epiphyseal maturation (ie, bone age) dengan radiografi à tidak spesifik
Treatment
Hormone replacement therapy (HRT)
Male : human chorionic gonadotropin (hCG) or testosterone (androgen)
Drug Name
Testosterone (Andro-L.A., dep-Andro, Androderm)
Description
Mendorong dan memelihara perkembangan karakteristik sekunder pria
Adult Dose
o 75-150 mg IM q7-10d atau 100-200 mg IM q2wk
o nonscrotal (5-mg) skin patch tiap pagi atau scrotal (4- or 6-mg) transdermal patch tiap malam
Pediatric Dose
<12>12 years: 50-100 mg IM every mo initially followed by 50-100 mg IM q2wk after 1 y of treatment,
with gradual increase to adult dose
Contraindications
o hypersensitivity
o severe cardiac or renal disease
o benign prostatic hypertrophy with obstruction; males with breast cancer
Interactions
Meningkatkan efek antikoagulan
Pregnancy
X - Contraindicated in pregnancy
mullerian ducts berkembang menjadi internal female organs normal (uterus, fallopian tubes, cervix,
vagina) à tapi hanya berupa streak gonad (jar. Ikat)
4. Sindrom Down
DEFINISI
ETIOLOGI
Kelainan kromosom terletak pada kromososm 21 dan 15, dengan beberapa kemungkinan :
Non disjunction sewaktu osteogenesis (trisomi)
Translokasi kromososm 21 dan 15
Postzygotic non disjunction (Mosaicsm)
Faktor2 yg memegang peranan dalam terjadinya kelainan kromosom :
Usia Ibu (biasanya ibu yg berumur > 30 tahun)
Mungkin karena ketidakseimbangan hormonal
Kelainan kehamilan
Kelainan endokrin pada ibu
Pada usia tua dapat terjadi infertilitas relatif, kelainan tiroid atau ovarium
KLASIFIKASI
Ada 4 tipe :
Trisomy 21 Down syndrome (Ds)
à Mempunyai 3 copy kromosom 21. Tipe yg paling sering terjadi
Translocation Down syndrome (TDS)
à Jika satu kromosom 21 berpasangan dengan kromosom lain, yg paling sering dg kromososm 14, terjadi
saat pembelahan sel.
Mosaic Down syndrome (MDS)
Mosaic Translocation Down syndrome (MTDS)
GEJALA KLINIS
Anak dg Sindrom Down sangat mirip satu sama lain (wajah khas)
Retardasi mental (idiot dan imbesil) dan retardasi jasmani
Kepala agak kecil & brakisefalik dengan daerah oksipital yg mendatar
Muka lebar, tulang pipi tinggi hidung pesek, mata lataknya berjauhan serta sipit miring ke atas dan
samping (seperti mongol)
Iris mata menunjukkan bercak-bercak (Bronsfield spots)
Lipatan epikantus jelas sekali
Telinga agak aneh, bibir tebal, lidah besar, kasar dan bercelah-celah (scrotal tongue)
Pertumbuhan gigi-geligi sangat terganggu
Kulit halus & longgar, tetapi warnanya normal
Di leher terdapat lipatan-lipatan yg berlebihan
Pada jari tangan tampak kelingking yg pendek dan membengkok ke dalam
Pada pemeriksaan radiologis sering ditemukan falang tengah dan distal rudimenter
Jarak antara jari I dan II, baik pada tangan maupun kaki agak besar.
Gambaran telapak tangan tampak tidak normal, yaitu terdapat 1 garis besar melintang (simian crease)
Alat kelamin biasanya kecil
Otot hipotonik dan pergerakan sendi-sendi berlebihan
Kelainan jantung bawaan seperti defek septum ventrikel
PATOGENESIS
Ekstra kromosom 21
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Cytogenetic studies à kariotipe kromosom
Interphase fluorescence in situ hybridization (FISH)
Thyroid function tests
Papanicolaou test (Pap smear)
Radiografi
· Skeletal radiography
· Echocardiography
· Mammograph
PA
Otak biasanya lebih kecil dari normal dan makin besar anak, pertumbuhan anak semakin ketinggalan.
DIAGNOSIS BANDING
Hipotiroididme
Kadang sulit dibedakan.
Hipotiroidisme à aktivitasnya sangat lambat & malas
Sindrom Down à sangat aktif
Akondroplasia
Rakitis
Sindrom Turner
PENATALAKSANAAN
Terapi estrogen dosis rendah, anabolik steroid, GH dengan atau tanpa kombinasi dengan androgen dan
estrogen
Penyakit sistemik
Gangguan prostat
Varikokel
Ejakulasi retrograd
Idiopatik
Kelainan dan gangguan yang menyebabkan infertilitas lelaki (dari buku bedah de Jong) :
Factor Penyebab
Contoh
Hasrat : kurang minat
Hubungan antarmanusia terganggu
Ereksi :
- kelainan anatomis penis
- pendarahan penis
- persarafan
- pasca prostatektomi
- pasca vasektomi
- setelah epididimitos
- pasca bedah radikal organ panggul
Sperma/mani :
- kelainan testis
- gangguan hormonal
- factor local
- iatrogen/lingkungan
- kelainan genetik
- setelah orkitis
- pascakriptokismus
- gangguan pada hipofisis, tiroid, adrenal
- varikokel
- pascaradiasi, kemoterapi, zat toksik
- Sindrom Knifelter, Reifenstein, Turner
PEMERIKSAAN
Pemeriksaan yang terpenting dan pertama untuk menentukan infertilitas lelaki ahila pemeriksaan
sperma. Pengambilan contoh sperma dengan persyaratan yaitu diambil setelah orang tersebut
berabstinensia senggama selama 3 hari. Yang diperiksa volume sperma, kadar fructosa, kepadatan dan
jumlah spermatozoa serta motilitas dan morfologinya. Selain itu, diperiksa kemampuan spermatozoa
menembus ovum. Pada oligospermi atau teratospermia perla dilakukan biopsi testis untuk melihat
spermatogenesis dalam tubulus seminiferus.
Obstruksi sperma di epididimis maupun ductus defferens dapat disebabkan oleh Madang terutama
gonore dan TBC. Pada ejakulasi retrograd, ejakulasi tidak menyemprot keluar uretra tapi masuk ke
dalam buli-buli. Ejakulasi retrograd ini kadang disebabkan oleh obat contohnya fenotiazin dan
klorpromazin. Selain itu, ejakulasi retrograd juga ditimbulkan oleh pembedahan pada leher buli-buli
misal pada operasi prostat,gangguan neurologik pada DM,multiplesklerosis dan setelah operasi daerah
pelvis dan retroperitoneal.
Analisis semen juga perla diikuti dengan uji pasca koitus, yaitu sampel lendir serviks diambil 2 jam
setelah koitus. Adanya spematozoa motil dalam jumlah besar dalam lendir dari ostium interna serviks
akan menyingkirkan kemungkinan factor pria sebagai penyebab infertilitas. Jika uji pasca koitus ini
mengungkapkan nekrospermia (sperma mati), astenospermia (sperma bergerak lambat), ataupun
aglutinasi sperma maka perla dilakukan pemeriksaan untuk mendeteksi adanya antibodi yang dapat
menghentikan gerak sperma ataupun kelainan lendir serviks pada wanita pasangannya.
OBSTETRI
Progesteron
Fungsi progesteron selama kehamilan :
a. Progesteron menyebabkan sel-sel desidua berkembang dalam endometrium uterus dan kemudian sel-
sel desidua ini memainkan peranan penting untuk memberi makanan pada embrio muda.
b. Progesteron mempunyai pengaruh khusus dalam menurunkan kontraktilitas uterus gravid jadi
mencegah kontraksi uterus yang menyebabkan abortus spontan.
c. Progesteron juga menyokong perkembangan ovum sebelum implantasi karena secara khusus ia
meningkatkan sekresi tuba falopii dan uterus untuk memberikan zat-zat gizi yang sesuai bagi morula dan
blastokista yang sedang berkembang.
d. Membantu menyiapkan kelenjar mammae untuk laktasi.
Somatomammotropin korionik manusia.
Efek hormon ini dalam kehamilan yaitu : menyebabkan perkembangan sebagian payudara,
menyebabkan pengendapan protein jaringan dengan cara serupa seperti yang dilakukan hormon
pertumbuhan, pengaruhi metabolisme glukosa dan lemak (menurunkan penggunaan glukosa oleh ibu
sehingga dapat digunakan oleh fetus, serta merangsang pelepasan asam lemak bebas dari ibu sehingga
dapat digunakan fetus)
2. RESPON IBU TERHADAP KEHAMILAN
Volume darah ibu segera sebelum genap bulan naik 30% di atas normal. Peningkatan ini terutama
terjadi karena peningkatan aldosteron dan estrogen selama kehamilan, keduanya yang menyebabkan
retensi cairan oleh ginjal. Hal ini penting untuk persiapan ibu melahirkan, karena pada saat melahirkan
ibu akan kehilangan darah sekitar ¼ dari jumlah darah ibu, bila volume darah ibu sedikit naik sepserti
keterangan tersebut maka hal ini akan memberi faktor keamanan bagi ibu selama persalinan.
Respon fisiologis ibu yang lain selama kehamilan yaitu pada awal permulaan kehamilan, ibu menyimpan
zat-zat sepserti kalsium, protein, fosfat, dan besi untuk persediaan pada bulan-bulan terakhir kehamilan
karena biasanya pada bulan-bulan terakhir kehamilan dimana terjadi pertumbuhan fetus terbesar justru
ibu mengalami penurunan absorbsi kalsium, protein, fosfat, dan besi tersebut. Bila tanpa persediaan di
awal kehamilan maka kebutuhan fetus akan zat-zat tersebut otomatis akan berkurang.
Seringkali ahli kandungan meberikan nutrisi tambahan bagi ibu hamil, alasannya yaitu :
Zat besi
Sekitar 375 mg besi dibutuhkan fetus dan 600 mg dibutuhkan ibu. Besi non-Hb yang normal disimpan
pada ibu di awal kehamilan sering hanya 100 mg. Oleh karena itu untuk mengatasi kekurangan zat besi
diberikan asupan zat besi dari luar.
Vitamin D
Dalam keadaan normal memang jumlah kalsium yang dibutuhkan fetus relatif sedikit, namun jumlah ini
diimbangi dengan penyerapan kalsium sendiri yang sukar di saluran cerna. Untuk dapat membantu
penyerapan kalsium lebih baik di saluran cerna maka diperlukan vitamin D.
Vitamin K
Vitamin K sering ditambahkan segera sebelum kelahiran bayi agar bayi mempunyai cukup protrombin
untuk mencegah perdarahan pasca kelahiran (lebih jelasnya akan dibahas pada pembahasan tentang
neonatologi).
3. RESPON-RESPON ABNORMAL IBU TERHADAP KEHAMILAN
1. Hiperemesis Gravidarum
Sering dikenal sebagai morning sickness (mual, muntah pada kehamilan). Penyebab pastinya belum
diketahui, namun kemungkinan berhubungan dengan implantasi zygote. Pada proses implantasi
tersebut terjadi pencernaan endometrium oleh trofoblas, diduga akibat proses tersebut maka hasil
degenerasinya bertanggung jawab akan timbulnya mual dan muntah ibu hamil. Penyebab lain yang
diduga adalah estrogen yang disekresi dalam jumlah besar oleh plasenta.
2. Preeklamsia
Preeklamsia : peningkatan tekanan arteri yang cepat disertai dengan kehilangan sejumlah besar protein
ke dalam urin pada satu waktu selama empat bulan terakhir kehamilan, ditandai dengan retensi garam
dan air oleh ginjal, penambahan berat badan dan timbulnya edema. Tambahan lagi, timbulnya spasme
arteri pada banyak bagian tubuh (yang paling bermakna pada ginjal, otak, dan hati).
Diduga preeklamsia terjadi tidak disebabkan oleh keseimbangan hormonal yang abnormal, melainkan
oleh karena beberapa jenis autoimunitas atau alergi akibat adanya fetus. Keparahan preeklamsia ini
berhubungan dengan tingkat retensi garam dan air serta derajat peningkatan tekanan arteri.
Untuk mengatasi kasus ini dengan pembatasan masukan garam yang drastis dan istirahat di ranjang
yang ketat selama bulan-bulan terakhir kehamilan.
3. Eklamsia
Eklamsia : preeklamsia tingkat berat yang ditandai oleh spastisitas vascular yang berlebihan di seluruh
tubuh, kejang klonik, diikuti oleh koma, pengurangan pengeluaran ginjal yang hebat, malfungsi hati,
sering hipertensi berat, dan keadaan toksik umum pada tubuh. Biasanya eklamsia terjadi segera
sebelum persalinan.
Penanganannya yaitu dengan penggunaan segera obat vasodilator yang bekerja cepat secara optimum
untuk menurunkan tekanan arteri ke normal, diikuti oleh penghentian kehamilan segera (jika perlu
dengan section sesaria).
4. PENYAKIT PADA KEHAMILAN TRIMESTER I
1. ABORTUS
Merupakan pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin
kurang dari 500 gram.
Abortus dapat terjadi karena : kelainan pertumbuhan hasil konsepsi (oleh faktor kelainan kromosom,
lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna, pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-
obatan, alkohol), kelainan pada plasenta, faktor maternal (misalnya anemia berat, tifus, keracunan,
toxoplasmosis, pneumonia), kelainan traktus genitalia (kelainan bawaan uterus, mioma uteri,
inkompetensi serviks).
Patogenesis :
Pada awal abortus terjadi perdarahan desidua basalis diikuti nekrosis jaringan sekitar yang
menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus sehingga uterus
berkontrakasi untuk mengeluarkan benda asing tersebut.
· Kehamilan < 8 minggu à vili korialis belum menembus desidua secara dalam à hasil konsepsi dapat
dikeluarkan seluruhnya.
· Kehamilan 8-14 minggu à vili korialis menembus desidua sudah lebih dalam hingga plasenta à hasil
konsepsi tidak dapat dikeluarkan sempurna sehingga timbulkan banyak perdarahan.
· Kehamilan > 14 minggu à janin dikeluarkan lebih dahulu daripada plasenta.
Manifestasi klinis :
· Terlambat haid atau amenore < 20 minggu
· Pada px.fisik keadaan umum tampak lemah/kesadaran menurun, tekanan darah normal/menurun,
denyut nadi normal/cepat dan kecil, suhu badan normal/meningkat.
· Perdarahan pervaginam (mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi)
· Rasa mulas atau keram perut di daerah atas simfisis, sering disertai nyeri pinggang akibat kontraksi
uterus.
Pemeriksaan ginekologi
a. Inspeksi vulva : perdarahan pervaginam, ada/tidak jaringan hasil konsepsi, tercium/tidak bau busuk
dari vulva.
b. Inspekulo : perdarahan dari cavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup, ada/tidak jaringan
keluar dari ostium, ada/tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium.
c. Colok vagina : porsio masih terbuka/ sudah tertutup, teraba/tidak jaringan dalam cavum uteri, besar
uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada
perabaan adneksa, cavum Douglas tidak menonjol dan tidak nyeri.
Pemeriksaan penunjang :
· Tes kehamilan positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu setelah abortus.
· Pemeriksaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup
· Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion
Diagnosis
· Abortus iminens : perdarahan pervaginam pada kehamilan < 20 minggu tanpa ada tanda-tanda dilatasi
serviks yang meningkat.
· Abortus insipiens : bila perdarahan diikuti dengan dilatasi serviks
· Abortus inkomplit : bila sudah sebagian jaringan janin dikeluarkan dari uterus
· Abortus komplit : bila seluruh jaringan janin sudah keluar dari uterus
· Missed abortion : kematian janin sebelum 20 minggu tetapi tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau
lebih.
Diagnosis banding
· Kehamilan ektopik terganggu, mola hidatidosa, kehamilan dengan kelainan serviks.
· Abortus iminens perlu dibedakan dengan perdarahan implantasi yang biasanya sedikit, berwarna
merah, cepat berhenti, dan tidak disertai mules-mules.
2. KEHAMILAN EKTOPIK
Kehamilan ektopik adalah implantasi dan pertumbuhan hasil konsepsi di luar endometrium cavum uteri.
Etiologi :
· Faktor tuba yaitu salpingitis (salah satunya mengingat infeksi menurunkan fungsi silia di tuba untuk
menyapu ovum yang diovulasikan sehingga kemungkinan implantasi di tuba lebih besar, dll), perlekatan
tuba, kelainan congenital tuba, pembedahan sebelumnya, endometriosis, tumor yang mengubah bentuk
tuba, dan kehamilan ektopik sebelumnya.
· Kelainan zygote yaitu kelainan kromosom dan malformasi
· Faktor ovarium yaitu migrasi luar ovum, pembasaran ovarium, dan unextruded ovum
· Penggunaan hormon eksogen/estrogen seperti pada kontrasepsi oral (salah satunya akan pengaruhi
penurunan fungsi tuba sehingga perjalanan ovum ke uterus tidak lancar/terhambat)
· Faktor lain antara lain aborsi tuba dan pemakaian IUD
Manifestasi klinis
· Amenore
· Gejala kehamilan muda
· Nyeri perut bagian bawah
· Perdarahan per vaginam berwarna coklat tua
· Pada pemeriksaan vagina terdapat nyeri goyang bila servix digerakkan, nyeri pada perabaan, dan
cavum Douglas menonjol karena ada bekuan darah
Pemeriksaan penunjang
· Pemeriksaan laboratorium : kadar Hb, leukosit, tes kehamilan bila baru terganggu.
· Dilatasi kuretase
· Kuldosentesis, yaitu suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah di dalam cavum Douglas
terdapat darah
· USG bila didapatkan kantong gestasi di luar uterus
· Laparoskopi/laparotomi sebagai pendekatan diagnosis terakhir
Penatalaksanaan : dengan pembedahan
Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik cenderung turun dengan diagnosis dini dan persediaan darah yang
cukup. Sebagian wanita menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik atau mengalami kehamilan
ektopik lagi pada tuba sisi lain.ss
3. MOLA HIDATIDOSA
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh vili korialisnya mengalami
perubahan hidrofik. Kelainan histologinya ditandai oleh kelainan vili korionik yang terdiri dari proliferasi
trofoblas dengan derajat bervariasi dan edem stroma vilus.
Frekuensi mola hidatidosa pada kehamilan yang terjadi pada awal atau akhir usia subur relatif lebih
tinggi, namun efeknya lebih besar pada usia 45-50 tahun (akhir usia subur). Etiologinya belum diketahui
pasti, namun teori yang paling cocok adalah defisiensi protein.
Mola hidatidosa berkembang dari trofoblas ekstraembrionik. Mola hidatidosa terbagi menjadi :
1. Mola hidatidosa komplet (klasik) : bila tidak ditemukan janin
2. Mola hidatidosa inkomplet (parsial) : bila disertai janin atau bagian janin
Manifestasi klinis :
1. Amenore dan tanda-tanda kehamilan
2. Hiperemesis yang cukup berat : dapat karena pengaruh kadar hCG yang meningkat
3. Perdarahan per vaginam berulang, darah cenderung berwarna coklat. Pada keadaan lanjut kadang
keluar gelembung mola.
4. Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan
5. Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya BJJ sekalipun uterus sudah
membesar setinggi pusar atau lebih
6. Preeklamsia atau eklamsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu
Pemeriksaan penunjang :
1. Pemeriksaan sonde uterus
2. Tes Acosta Sison. Dengan tang abortus gelembung mola dapat dikeluarkan
3. Peningkatan kadar beta hCG darah atau urin
4. USG menunjukkan gambaran badai salju
5. Foto thorax ada gambaran emboli udara
6. Pemeriksaan T3 dan T4 bila ada gejala tirotoksikosis
Terapi
Terapi mola hidatidosa terdiri dari 2 fase : evakuasi mola segera, dan tindak lanjut untuk mendeteksi
proliferasi trofoblas persisten atau perubahan keganasan. Evaluasi awal sebelum evakuasi atau
histerektomi paling tidak mencakup pemeriksaan sepintas untuk mencari metastasis. Sementara itu
prosedur tindak lanjut adalah untuk deteksi dini setiap perubahan yang mengisyaratkan keganasan.
Metode umum tindak lanjut adalah sebagai berikut :
Cegah kehamilan selama masa tindak lanjut, sekurang-kurangnya setahun
Ukur kadar hCG setiap 2 minggu
Tunda terapi selama kadar serum tersebut terus berkurang. Kadar yang meningkat atau mendatar
mengisyaratkan perlunya evaluasi dan biasanya terapi
Setelah kadar normal, pemeriksaan dilakukan setiap bulan selama 6 bulan, lalu setiap 2 bulan untuk
total 1 tahun.
Tindak lanjut dapat dihentikan dan kehamilan diijinkan setelah satu tahun
Prognosis :
Hampir 20% mola hidatidosa komplet berlanjut menjadi keganasan, sedangkan mola hidatidosa parsial
jarang. Mola hidatidosa yang berulang disertai tirotoksikosis atau kista lutein memiliki kemungkinan
menjadi ganas lebih tinggi.
5. NEONATOLOGI
Penyesuaian bayi terhadap kehidupan ekstrauteri
Setelah kelahiran normal lengkap dari ibu yang tidak didepresi oleh zat anestesi biasanya anak mulai
bernafas segera dengan irama pernafasan normal. Kecepatan fetus mulai bernafas menunjukkan bahwa
bernafas dimulai oleh terpaparnya mendadak ke dunia luar, mungkin akibat dari keadaan asfiksia ringan
karena proses kelahiran tetapi juga akibat impuls sensoris yang berasal dari kulit yang mendadak dingin.
Bila ibu didepresi oleh zat anestesi selama persalinan, yang paling sedikit secara parsial juga
menganestesi anak, pernafasan biasanya terlambat selama beberapa menit (perlu diperhatikan
menggunakan sesedikit mungkin anestesi obstetric).
Bayi yang mengalami trauma kapitis selama kelahiran juga bernafas lambat atau kadang tidak bernafas
sama sekali oleh karena adanya perdarahan intracranial atau kontusio otak menyebabkan sindroma
gegar otak yang sangat menekan pusat pernafasan.
Selain itu hipoksia fetus yang lama selama persalinan juga menyebabkan penekanan pusat pernafasan
yang berat, dimana hipoksia itu sendiri disebabkan oleh adanya penekanan tali pusat, pelepasan
plasenta yang premature, kontraksi berlebihan pada plasenta, atau anestesi berlebihan pada ibu seperti
yang telah dijelaskan di atas.
Bayi memiliki derajat hipoksia yang masih dapat ditoleransi daripada orang dewasa. Bayi yang baru lahir
dapat terus hidup meskipun selama 15 menit mengalami kegagalan bernafas setelah lahir, sementara itu
pada orang dewasa bila terjadi kegagalan bernafas selama 4 menit sudah dapat timbulkan kematian.
Namun perlu diperhatikan juga, bila dijumpai kasus bayi baru lahir terlambat bernafas lebih dari 8-10
menit seperti tersebut sering menimbulkan gangguan otak permanen yang sering disebut dengan
”cerebral palsy” (timbul lesi pada inti batang otak yang mempengaruhi penurunan banyak fungsi
motorik stereotipe tubuh).
Sindroma gawat pernafasan
Penyebab sindrom gawat pernafasan ini belum diketahui secara pasti. Akan tetapi, satu gambaran yang
pasti adalah kegagalan menyekresi surfaktan dalam jumlah yang adekuat. Sel-sel yang menyekresi
surfaktan (sel epitel alveolar tipe II) tidak mulai menyekresi surfaktan sampai 1-3 bulan terakhir
kehamilan. Oleh karena itu mengakibatkan kecenderungan paru kolaps dan timbulnya edem paru.
KELAINAN PERKEMBANGAN FETUS DAN MATERNAL SELAMA MASA KEHAMILAN DAN PERSALINAN.
1.GEMELLI/KEHAMILAN GANDA
Definisi : proses fertilisasi yang menghasilkan lebih dari satu janin.
Kehamilan ganda atau gemelli dibagi 2 yaitu:
hamil ganda monozigotik (satu telur, identik): 1/3 dari seluruh kehamilan ganda.
hamil ganda dizigotik (dua telur,fraternal):2/3 dari seluruh kehamilan ganda.
Masalah pada kehamilan ganda :
partus prematurus, preeklamsia/eklamsia, anemia, malpresentasi, perdarahan pasca persalinan.
bila janin kedua tidak lahir spontan setelah 30 menit janin yang perama maka harus dilahirkan dengan
tindakan obstetrik karena resikokehidupannya meningkat sejalan dengan waktu.
Penanganan umum
-konfirmasi diagnosis
-beri diet sesuai kebuuhan : kalori, protein, mineral, vitamin, zat besi dan asam lemak esensial.
Penegakan diagnosis
anamnesis
gejala dan tanda : riwayat turunan kembar dalam keluarga, telah mendapat pengobatan infertilitas,
uterus cepat membesar(fundus uteri>4cm dari amenore), dan gerakan anak yang terlalu ramai.
Penatalaksaan
Bila keadaan janin baik :
tunda pengakhiran kehamilan selama 1 minggu dengan menilai gerakan janin dan tes tanpa tekanan 3
hari kemudian, bila hasilnya positif segera lakukan seksio sesarea.
induksi persalinan.
3. LETAK SUNGSANG
Definisi
Janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong di bawah cavum uteri. Urutan lahir
bokong, bahu, kemudian kepala.
Etiologi
Multiparitas, prematuritas, kehamilan ganda, hidrmnion, hidrosefalus, anensefalus, plasenta previa,
panggul sempit, kelainan uterus dan kelainan bentuk uterus, implantasi plasenta di kornu fundus uteri.
Diagnosis
Anamnesis : kehamilan terasa penuh dibagian atas dan gerakan terasa lebih banyak dibagian bawah.
Pemeriksaan luar : dibagian bawah uterus tidak teraba kepala, balotemen negatif, teraba kepala
difundus uteri, denyut jantung janin ditemukan setinggi atau sedikit lebih tinggi daripada umbilikus.
Pemeriksaan dalam : setelah ketuban pecah teraba sakrum, kedua tuberositas iskii, dan anus. Bila teraba
kecil bedakan antara kaki dan tangan.
Penatalaksaan
Versi luar dilakukan pada kehamilan 34-38 minggu bila syaratnya terpenuhi
Bila persalinan masih letak sungsang, singkirkan indikasi untuk seksio sesarea, lahirkan janin dengan
pearasat Bracht.
Bila bahu dan kepala tidak dapat dilahirkan dengan perasat Bracht lakukan manual aid atau di bantu
cunam.
Manifestasi klinis
1. keluar air ketuban warna putih keruh, jernih, kuning, hijau, atau kecoklatan, sedikit-sedikit atau
sekaligus banyak.
2. dapat disertai demam bila sudah ada infeksi.
3. janin mudah diraba
4. pada periksa dalam: selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering.
5. inspekulo : tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air keuban sudah kering.
Pemeriksaan penunjang
· Pemeriksaan leukosit darah: > 15.000/ul bila terjadi infeksi.
· Tes lakmus merah berubah menadi biru
· Amniosentesis
· USG : menentukan usia kehamilan, indeks cairan amnion kurang.
Komplikasi
Infeksi, partus preterm, prolaps tali pusat, distosia (partus kering).
Penatalaksanaan
Harus dirujuk ke rumah sakit, baik aterm, preterm dengan atau tanpa komplikasi.
Ketentuan dalam merujuk :
Janin hidup dan terdapat prolaps tali pusat à diruuk dengan posisi panggul lebih tinggi dari badannya
atau dengan posisi bersujud, bila perlu kepala janin di dorong ke atas dengan 2 jari agar tali pusat tidak
tertekan kepala janin, tali pusat di vulva dibungkus kain hangat yang dilapisi plastik.
Bila ada demam aau keuban pecah lebih dari 6 am berikan antibiotik penisilin prokain 1,2juta IU
intramuskular dan ampisilin 1 gr peroral, bila alergi di ganti eritromisin.
5. RUPTUR UTERINA
Definisi
Robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat dilampauinya daya regang miometrium.
Penyebab ruptur uterina :
Disproporsi janin dan panggul, partus macet atau raumatik.
Masalah yang muncul pada kasus ruptur uterina :
morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada kasus ini.
konservasi pada fungsi reproduksi.
resiko ruptura uterina ulangan.
Penilaian klinik
ruptura uterina pada uterus normal
partus macet merupakan penyebab utama.
Diawali oleh lingkaran konstriksi (bald”s ring) hingga umbilikus aau diatasnya kemudian diikuti dengan
nyeri perut bawah hebat, hilangnya kontraksinya bentuk normal uterus gravidus, perdarahan
pervaginam dan syok.
ruptura pada uterus bekas seksio cesárea.
pada cara klasik : rupture terjadi sebelum atau pada fase laten persalinan.
Pada insisi transversal SBR, umumnya terjadi pada fase eaktif atau kala II
Gejala nyeri yang khas, sering kali sulit dikenali terutama apabila terjadi ruptura uteri inkomplit.
Perdarahan hanya sedikit bertambah dari normal dan anin menunjukan bradikardi.
PENANGANAN
berikan segera cairan isotonik (ringer laktat atau garam fisiologis) 500 ml dalam 15-20 menit dan siapkan
laparotomi.
lakukan laparotomi untuk melahirkan anak dan plasenta. Fasilitas pelayanan kesehatan dasar harus
merujuk pasien ke rumah sakit ruukan.
bila konservasi uterus masih di perlukan dan kondisi aringan memungkinkan, lakukan reparasi uterus.
bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien mengkhawatirkan, lakukan histerektomi.
lakukan bilasan peritoneal dan pasang drainage dari kavum abdomen.
antibiotika dan serum anti tetanus. Bila ada tanda2 infeksi (demam, menggigil, darah bercampur cairan
ketuban berbau, hasil apusan taua biakan darah) segera berikan anti biotika spektrum luas.
2. Abortus Insipien
Perdarahan dengan gumpalan darah
Nyeri lebih kuat
Servile terbuka den teraba ketuban
Hasil konsepsi masih berada dalam kavum uteri
3. Abortus Inkomplit
Perdarahan hebat sering menyebabkan syok
Perdarahan disease gumpalan darah den jaringan konsepsi
Servile terbuka
Sebagian basil konsepsi masih tertinggal dalam kavum uteri
4. Abortus Kompiit
Perdarahan den nyeri minimal
Seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan
Ukuran uterus dalam bates normal
Servik tertutup
5. Missed Abortion
Perdarahan minimal
Sering didahului oleh tanda abortus iminen yang kemudian menghilang spontan/setelah tempi
Tanda den gejala laumil menghilang
USG : Hasil konsepsi masih dalam uterus namun tak ada tanda kelangsungan hidupnya
6. Abortus Inteksi/septik
Abortus yang disertai infeksi den dapat berlanjut dengan abortus septik
8. KEHAMILAN SUNGSANG
Kehamilan sungsang atau posisi sungsang adalah posisi dimana bayi di dalam rahim berada dengan
kepala di atas sehingga pada saat persalinan normal, pantat atau kaki si bayi yang akan keluar terlebih
dahulu dibandingkan dengan kepala pada posisi normal. Kehamilan sungsang didiagnosis melalui
bantuan ultrasonografi (USG).
Kehamilan sungsang dapat disebabkan oleh banyak hal antara lain kelahiran kembar, cairan amniotik
yang berlebihan, hidrosefalus, anencefaly, ari-ari yang pendek dan kelainan rahim.
Sekitar 3-4% bayi berada dalam posisi ini ketika lahir. Dalam persalinan prematur, kemungkinan bayi
berada dalam posisi sungsang lebih tinggi. Pada umur kehamilan 28 minggu, kemungkinan bayi berada
dalam posisi sungsang adalah 25%. Angka tersebut akan turun seiring dengan umur kehamilan
mendekati 40 minggu.
Karena resiko persalinan normal pada bayi dengan posisi sungsang lebih tinggi dibandingkan bayi
dengan posisi normal, maka umumnya persalinan akan dilakukan dengan bedah caesar.
Sungsang karena…
Bobot janin relatif rendah. Hal ini mengakibatkan janin bebas bergerak. Ketika menginjak usia 28-34
minggu kehamilan, berat janin makin membesar, sehingga tidak bebas lagi bergerak. Pada usia tersebut,
umumnya janin sudah menetap pada satu posisi. Kalau posisinya salah, maka disebut sungsang.
Rahim yang sangat elastis. Hal ini biasanya terjadi karena ibu telah melahirkan beberapa anak
sebelumnya, sehingga rahim sangat elastis dan membuat janin berpeluang besar untuk berputar hingga
minggu ke-37 dan seterusnya.
Hamil kembar. Adanya lebih dari satu janin dalam rahim menyebabkan terjadinya perebutan tempat.
Setiap janin berusaha mencari tempat yang nyaman, sehingga ada kemungkinan bagian tubuh yang
lebih besar (yakni bokong janin) berada di bagian bawah rahim.
Hidramnion (kembar air). Volume air ketuban yang melebihi normal menyebabkan janin lebih leluasa
bergerak walau sudah memasuki trimester ketiga.
Hidrosefalus. Besarnya ukuran kepala akibat kelebihan cairan (hidrosefalus) membuat janin mencari
tempat yang lebih luas, yakni di bagian atas rahim.
Plasenta previa. Plasenta yang menutupi jalan lahir dapat mengurangi luas ruangan dalam rahim.
Akibatnya, janin berusaha mencari tempat yang lebih luas yakni di bagian atas rahim.
Panggul sempit. Sempitnya ruang panggul mendorong janin mengubah posisinya menjadi sungsang.
Kelainan bawaan. Jika bagian bawah rahim lebih besar daripada bagian atasnya, maka janin cenderung
mengubah posisinya menjadi sungsang.
Etiologi
1. Usia ibu. Usia ibu yang lanjut meningkatkan resiko plasenta previa. Insiden meningkat secara
bermakna di setiap kelompok usia
2. Multiparitas
Babinski dkk (1999) melaporkan bahwa insiden plasenta previa adalah 2,2 % dan meningkat drastis
dibandingkan wanita dengan para yang rendah
3. Riwayat seksio sesaria
4. Kebiasaan merokok
5. Defek vaskularisasi desidua
Gambaran klinis
Perdarahan pada plasenta previa adalah perdarahan tanpa rasa nyeri dan biasanya belum muncul
sampai menjelang akhir trimester kedua. Perdarahan awal jarang berat, biasanya berhenti spontan
kemudian bisa kambuh. Penyebab perdarahan perlu ditekankan kembali. Apabila plasenta terletak
diatas os interna, pembentukan segmen bawah uterus dan pembentukan os interna akan menyebabkan
robeknya plasenta pada tempat perlekatannya
Perdarahan diperparah oleh ketidak mampuan serat miometrium disegmen bawah uterus berkontraksi
untuk menjepit pembuluh yang robek. Pada plasenta previa tidak terdapat bukti koagulopati, mungkin
tromboplastin yaitu pemicu koagulasi intravascular yang sering terjadi pada solusio plasenta segera
keluar melalui kanalis services dan tidak dipaksa masuk ke dalam sirkulasi ibu.
Diagnosis
1. Perdarahan pada paruh terakhir kehamilan
2. Jarang dapat dipastikan dengan pemeriksaan klinis, pemeriksaan dalam (VT) hanya boleh dilakukan
diatas meja operasi (double set up) untuk meraba plasenta, sehingga bila terjadi perdarahan karena
maneuver ini operator sudah siap dengan tindakan
3. Pemeriksaan dalam (VT) sekarang sudah tergantikan oleh USG.
Penatalaksanaan
Wanita dengan plasenta previa dapat dibagi sebagai berikut :
1. Mereka yang janinnya preterm tetapi belum ada indikasi untuk pelahiran
2. Mereka yang janinnya sudah cukup matur
3. Mereka yang sudah in partu
4. Mereka yang perdarahannya sedemikian parah sehingga janinnya harus dilahirkan walaupun masih
imatur
Penatalaksanaan pada janin premature tetapi tanpa perdarahan aktif adalah pengawasan ketat. Seksio
sesaria diperlukan pada hampir semua kasus plasenta previa. Apabila plasenta previa dipersulit oleh
adanya plasenta akreta sehingga cara-cara konservatif untuk mengendalikan perdarahan dari tempat
perlekatan plsenta tidak berhasil, diperlukan metode hemostasis yang lain. Penjahitan tempat
implantasi dengan benang kromik 0 mungkin dapat menghentikan perdarahan. Pada sebagian kasus
diperlukan ligasi bilateral arteri uterine. Bagi wanita yang palsentanya tertanam dianterior di bekas
incise seksio sesaria, maka kemungkinan plasenta akreta dan perlunya histerektomi meningkat.
Prognosis
Telah terjadi penurunan yang mencolok angka kematian ibu akibat plasenta previa, suatu
kecenderungan yang dimulai pada tahun 1927 saat Bill menyarankan transfuse yang memadai dan
seksio sesaria. Walaupun separuh wanita memiliki kehamilan mendekati aterm saat perdarahan
pertama kali terjadi, persalinan premature masih menimbulkan masalah besar bagi sisanya, karena tidak
semua wanita dengan plasenta previa dan janin premature dapat menjalani penatalaksanaan menunggu
11. SOLUSIO PLASENTA
Definisi. Terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya sebelum janin lahir diberi beragam sebutan;
abruption plasenta, accidental haemorage. Beberapa jenis perdarahan akibat solusio plasenta biasanya
merembes diantara selaput ketuban dan uterus dan kemudian lolos keluar menyebabkan perdarahan
eksternal. Yang lebih jarang, darah tidak keluar dari tubuh tetapi tertahan diantara plasenta yang
terlepas dn uterus serta menyebabkan perdarahan yang tersembunyi. Solusio plasenta dapat total atau
parsial.
Frekuensi dan Kemaknaan
Frekuensi solusio plasenta adalah sekitar 1 dari 200 pelahiran. Intensitas solusio plasenta sering
bervariasi tergantung pada seberapa cepat wanita mendapat pertolongan. Angka kematioan perinatal
sebesar 25 %. Ketika angka lahir mati akibat kausa lain telah berkurang secara bermakna, angka lahir
mati akibat solusio plasenta masih tetap menonjol.
Etiologi
Kausa primer solusio plasenta belum diketahui tetapi terdapat beberapa kondisi terkait
Ris Relatif
Faktor Risiko (%)
Patologi
Solusio plasenta di awali perdarahan kedalam desidua basalis. Desidua kemudian terpisah,
meninggalkan satu lapisan tipis yang melekat ke endometrium. Akibatnya, proses ini pada tahapnya
yang paling awal memperlihatkan pembentukan hematom desidua yang menyebabkan pemisahan,
penekanan, dan akhirnya destruksi plasenta yang ada di dekatnya. Pada tahap awal mungkin belum ada
gejala klinis.
Pada beberapa kasus, arteri spiralis desidua mengalami rupture sehingga menyebabkan hematom retro
plasenta, yang sewaktu membesar semakin banyak pembuluh darah dan plasenta yang terlepas. Bagian
plasenta yang memisah dengan cepat meluas dan mencapai tepi plasenta. Karena masih teregang oleh
hasil konsepsi, uterus tidak dapat beronntraksi untuk menjepit pembuluh darah yang robek yang
memperdarahi tempat implantasi plasenta. Darah yang keluar dapat memisahkan selaput ketuban dari
dinding uterus dan akhirnya muncul sebagai perdarahan eksternal, atau mungkin tetap tertahan dalam
uterus.
Gambaran Klinis
Solutio plasenta ringan
Terjadi rupture sinus masrginalis. Bila terjadi perdarahan pervaginam warna merah kehitaman, perut
terasa agak sakit atau terus menerus agak tegang. Tetapi bagian-bagian janin masih teraba
Komplikasi
Perdarahan
Tipe perdarahan :
- Perdarahan keluar
- Perdarahan tersembunyi
- Perdarahan keluar dan tersembunyi
Kelainan pembekuan darah
Terjadi 10 % pada solusio plasenta dengan hipofibrinogenemia. Kadar fibrinogen normal wanita hamil
adalah berkisar antara 300 – 700 mg %. Apabila kadar fibrinogen < 100 mg % maka akan terjadi
gangguan pembekuan darah.
Koagulopati konsumtif
Mekanisme utama yang hampir pasti berperan adalah induksi koagulasi intravaskular.
Gagal ginjal
Ganguan serius pada perfusi ginjal adalah konsekuensi perdarahan massif. Terapi perdarahan secara dini
dan agresif dengan darah dan kristaloid sering dapat mencegah disfungsi ginjal secara klinis.
Uterus Couvelair
Mungkin terjadi ektravasasi luas darah kedalam otot uterus dn dibawah lapisan serosa otot uterus. Efusi
darah semacam ini kadang juga ditemukan di bawah serosa tuba, jaringan ikat ligamentum latum serta
bebas di rongga peritoneum. Perdarahan miometrium ini jarang sampai mengganggu kontraksi uterus
dan bukan merupakan indikasi histerektomi.
Syok
Syok pada solusio plasenta tidak sebanding dengan jumlah perdarahannya. Diperkirakan bahwa
tromboplastin dari desidua dan plasenta masuk ke sirkulasi ibu dan memicu koagulasi intravascular serta
gambaran lain sindrom emboli cairan amnion termasuk hipotensi.
Penatalaksanaan
1. Konservatif
Menunda pelahiran mungkin bermamfaat pada janin masih imatur serta bila solusio plasenta hanya
berderajat ringan. Tidak adanya deselerasi tidak menjamin lingkungan intra uterine aman.Harus segera
dilakukan langkah-langkah untuk memperbaiki hipovolemia, anemia dan hipoksia ibu sehingga fungsi
plasenta yang masih berimplantasi dapat dipulihkan. Tokolisis harus di anggap kontra indikasi pada
solusio plasenta yang nyata secara klinis
2. aktif
Pelahiran janin secara cepat yang hidup hampir selalu berarti seksio caesaria. Seksio sesaria kadang
membahayakan ibu karena ia mengalami hipovolemia berat dan koagulopati konsumtif. Apabila
terlepasnya plasenta sedemikian parahnya sehingga menyebabkan janin meninggal lebih dianjurkan
persalinan pervaginam kecuali apabila perdarahannya sedemikian deras sehingga tidak dapat di atasi
bahkan dengan penggantian darah secara agresif atau terdapat penyulit obstetric yang menghalangi
persalinan pervaginam.
Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan post
partum :
1. Menghentikan perdarahan.
2. Mencegah timbulnya syok.
3. Mengganti darah yang hilang.
Frekuensi perdarahan post partum 4/5-15 % dari seluruh persalinan. Berdasarkan penyebabnya :
1. Atoni uteri (50-60%).
2. Retensio plasenta (16-17%).
3. Sisa plasenta (23-24%).
4. Laserasi jalan lahir (4-5%).
5. Kelainan darah (0,5-0,8%).
Etiologi perdarahan post partum :
1. Atoni uteri.
2. Sisa plasenta dan selaput ketuban.
3. Jalan lahir : robekan perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim.
4. Penyakit darah
Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia yang sering dijumpai :
- Perdarahan yang banyak.
- Solusio plasenta.
- Kematian janin yang lama dalam kandungan.
- Pre eklampsia dan eklampsia.
- Infeksi, hepatitis dan syok septik.
Perdarahan post partum adakalanya merupakan perdarahan yang hebat maupun perdarahan perlahan-
lahan tetapi terus-menerus. Keduanya dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan dapat menjadi
syok. Oleh karena itu penting sekali pada setiap ibu bersalin dilakukan pengukuran kadar darah secara
rutin; serta pengawasan tekanan darah, nadi dan pernapasan ibu, kontraksi uterus dan perdarahan
selama 1 jam.
Beberapa menit setelah janin lahir, biasanya mulai terjadi proses pelepasan plasenta disertai sedikit
perdarahan. Bila plasenta sudah lepas dan turun ke bagian bawah rahim maka uterus akan berkontraksi
untuk mengeluarkan plasenta (his pengeluaran plasenta).
Penanganan Perdarahan Post Partum
Penanganan perdarahan post partum berupa mencegah perdarahan post partum, mengobati
perdarahan kala uri dan mengobati perdarahan post partum pada atoni uteri.
Cara mencegah perdarahan post partum yaitu memeriksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar
hemoglobin, golongan darah dan bila mungkin tersedia donor darah. Sambil mengawasi persalinan,
dipersiapkan keperluan untuk infus dan obat-obatan penguat rahim (uterotonika). Setelah ketuban
pecah, kepala janin mulai membuka vulva, infus dipasang dan sewaktu bayi lahir diberikan 1 ampul
methergin atau kombinasi dengan 5 satuan sintosinon (sintometrin intravena). Hasilnya biasanya
memuaskan.
Cara mengobati perdarahan kala uri :
- Memberikan oksitosin.
- Mengeluarkan plasenta menurut cara Credee (1-2 kali).
- Mengeluarkan plasenta dengan tangan.
Pengeluaran plasenta dengan tangan segera sesudah janin lahir dilakukan bila :
- Menyangka akan terjadi perdarahan post ppartum.
- Perdarahan banyak (lebih 500 cc).
- Retensio plasenta.
- Melakukan tindakan obstetri dalam narkossa.
- Riwayat perdarahan post partum pada perssalinan yang lalu.
Jika masih ada sisa-sisa plasenta yang agak melekat dan masih terdapat perdarahan segera lakukan
utero-vaginal tamponade selama 24 jam, diikuti pemberian uterotonika dan antibiotika selama 3 hari
berturut-turut dan pada hari ke-4 baru dilakukan kuretase untuk membersihkannya.
Jika disebabkan oleh luka-luka jalan lahir, luka segera dijahit dan perdarahan akan berhenti.
Pengobatan perdarahan post partum pada atoni uteri tergantung banyaknya perdarahan dan derajat
atoni uteri yang dibagi dalam 3 tahap :
1. Tahap I : perdarahan yang tidak banyak dapat diatasi dengan memberikan
uterotonika, mengurut rahim (massage) dan memasang gurita.
2. Tahap II : bila perdarahan belum berhenti dan bertambah banyak, selanjutnya
berikan infus dan transfusi darah lalu dapat lakukan :
- Perasat (manuver) Zangemeister.
- Perasat (manuver) Fritch.
- Kompresi bimanual.
- Kompresi aorta.
- Tamponade utero-vaginal.
- Jepit arteri uterina dengan cara Henkel.
3. Tahap III : bila belum tertolong maka usaha terakhir adalah menghilangkan
sumber perdarahan dengan 2 cara yaitu meligasi arteri hipogastrika atau
histerektomi.
Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam setelah bayi lahir.
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila sebagian plasenta sudah
lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya.
Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh. Oleh karena itu
keduanya harus dikosongkan.
Penanganan retensio plasenta berupa pengeluaran plasenta dilakukan apabila plasenta belum lahir
dalam 1/2-1 jam setelah bayi lahir terlebih lagi apabila disertai perdarahan.
Tindakan penanganan retensio plasenta :
1. Coba 1-2 kali dengan perasat Crede.
2. Mengeluarkan plasenta dengan tangan (manual plasenta).
3. Memberikan transfusi darah bila perdarahan banyak.
4. Memberikan obat-obatan misalnya uterotonika dan antibiotik.
Manual plasenta :
1. Memasang infus cairan dekstrose 5%.
2. Ibu posisi litotomi dengan narkosa dengan segala sesuatunya dalam keadaan
suci hama.
3. Teknik : tangan kiri diletakkan di fundus uteri, tangan kanan dimasukkan dalam
rongga rahim dengan menyusuri tali pusat sebagai penuntun. Tepi plasenta
dilepas - disisihkan dengan tepi jari-jari tangan - bila sudah lepas ditarik keluar.
Lakukan eksplorasi apakah ada luka-luka atau sisa-sisa plasenta dan
bersihkanlah. Manual plasenta berbahaya karena dapat terjadi robekan jalan
lahir (uterus) dan membawa infeksi.
Inversio Uteri
Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam
kavum uteri.
Pembagian inversio uteri :
1. Inversio uteri ringan : fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavum uteri
namun belum keluar dari ruang rongga rahim.
2. Inversio uteri sedang : terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina.
3. Inversio uteri berat : uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah
keluar vagina.
Penyebab inversio uteri :
1. Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan, tekanan
intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk).
2. Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual plasenta yang
dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim.
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya inversio uteri :
1. Uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya.
2. Tarikan tali pusat yang berlebihan.
3. Patulous kanalis servikalis.
V. Penyakit Hepar
Waktu terjadinya penyakit hati pada kehamilan (Knox dan Kaplan)
Trimester 1 & II
Trimester III
Jaundice dengan hiperemesis gravidarum
Cholestasis of pregnancy
Cholestasis of pregnancy
Sindrom Dubin Johnson
Sindrom Dubin Johnson
Acute fatty liver of pregnancy
Sindrom Budd-Chiari
1. Hiperemesis gravidarum
v Jarang terjadi
v Eksklusif pada trimester pertama
v Bilirubin dan alkali fosfatase meningkat ringan
v Aminotransferase abnormal ringan
v Berulang pada kehamilan berikutnya
2. Intrahepatic Cholestasis of pregnancy (ICP)
v = benign recurrent cholestasis of pregnancy = pruritus gravidarum
v Gambaran klinis: pruritus sampai kolestasis berat dengan defisiensi vit K dan perdarahan postpartum
bermakna.
v Peningkatan insidensi prematuritas, distress fetus, dan lahir mati
v Akan terjadi pada kehamilan berikutnya dan bersifat familial
v Dijumpai antigen HLA-BW 16 pada perempuan dengan riwayat ICP
v Terapi: suportif, kolestiramin 10-12g/hari (untuk pruritus), vit K parenteral
3. Acute Fatty Liver Of Pregnancy
v Jarang (1/13000 persalianan)
v Faktor risiko: tetrasiklin dosis tinggi IV, ISPA, dan yang lain tidak definitif
v Berkaitan dengan: kehamilan kembar/lebih, fetus ♂, kehamilan pertama, hipertensi arterial, edema
perifer, dan proteinuria.
v Awitan gejala: 30-38 kehamilan
v Gejala: nausea, muntah, nyeri abdomen, jaundice (1 minggu-10 hari), asites (50% pasien), bisa juga
terjadi koma, gagal ginjal, perdarahan tetapi jarang
v Gambaran lab khas: asam urat meningkat (karena kerusakan jaringan) dan giant platelet dengan
basophilic stippling (membedakan dengan hepatitis virus akut)
v Gambaran lain: hipoglikemia berat, serum amonia tinggi, hiperaminoasidemigeneralisata.
v Biopsi hati (untuk DD dengan hep virus akut): hati pucat, kecil, hepatosit pucat, bengkak pada daerah
perisentral. Pewarnaan lemak khusus: liver bengkak diisi dorplet lemak mikrovesikuler, nukleus di
tengah sel.
v Dari 140 kasus, 46% alami preeklamsia atau eklamsia
v Mortalitas fetus dan maternal 85%
v Pasien selamat memiliki gejala sisa jangka panjang
v Terapi: pengenalan dini penyakit dan persalinan dini, seksio sesaria meningkatkan survival ibu dan
fetus, fresh frozen plasma dan albumin IV sebagai terapi ajuvan, hemodialisis dapat membantu.
v Pasien tidak jaundice & waktu Protrombin N : persalianan sesuai prosedur standar obstetri sedang
pasien dengan penyakit hati berat: fetus harus segera dilahirkan.
v Transplantasi hati : pilihan yang perlu dipertimbangkan
4. Toksemia Gravidarum
v Sindrom, etiologi tidak diketahui, tjd setelah kehamilan 20 minggu, terjadi pada 5% kehamilan
v Derajat keparahan bervariasi (asimptomatik-preeklamsia dengan edema, proteinuria, hipertensi
arterial sampai eklamsia dengan kejanG)
v Risk factor: hamil di usia muda atau tua, hamil pertama, hamil kembar/>, DM, Hipertensi sebelum
hamil, riwayat toksemia maternal)
v Temuan: abnormalitas ringan aminotransferase dan alkali fosfatase, biopsi hati: abnormalitas histologi
ringan
v Manifes: perdarahan peripartum, subkapsulkar, deposisi fibrin tersebar, perdarahan hati bila nekrosis
berat, kasus berat (terjadi ruptur hati dengan perdarahan intraperitoneal masif)
v DD: sindrom koagulasi Intravaskular difus
v Terapi: a. terapi preeklamsia/eklamsia, b. gejala preeklamsia/eklamsia tidak terkendali: evakuasi
uterus
5. Ruptur hati
v Berhub. dengan preeklamsia
v Gejala klinis: nyeri abdomen mendadak, distensi, hipotensi, Syok (jarang)
v Pungsi peritonel : darah
v Diagnosis: kecurigaan klnis + CT Scan dan liver spleen scan.
v SCAN : filling defect multiple---> nekrosis iskemik
v Ruptur : 90% kasus lobus kanan
v DD: ruptur uterus
v Terapi: pembedahan (reseksi hati/ lobektomi)
6. Sindrom Budd-Chiari
v Tidak eksklusif pada kehamilan, berhub. dengan konsumsi pil KB
v Terjadi pada periode intermediet post partum, yang lain pada trimester 2 atau selama abortus septik.
v Manifes klinis: nyeri abdomen dan asites onset mendadak, trombosis v hapatica diikuti hipertensi
portal, hati membesar dan nyeri tekan.
v Tes fungsi hepaR: peningkatan ringan aminotransferase dan alkali fosfatase.
v Terapi:
7. Hemolysis, Elevated Liver Enzym, Low Platelet (HELLP)
8. Hepatitis Virus
VI. Thrombositopenia.
Penyakit ini dapat bersifat idiopatis atau sekunder akibat keracunan obat dan racun lainnya. Kehamilan
tidak dipengaruhi oleh penyakit ini.
Diagnosis:
1. purpura di kulit
2. percobaan tourniquet (+)
3. trombosit < 100.000/mm3
4. perpanjangan masa perdarahan, retraksi beku, dan konsumsi protrombin
5. jumlah megakariosit dalam sum-sum tulang lebih banyak
Aglutinin plasma dapat melewati plasenta sehingga janin menderita pula trombositopenia yang bersifat
sementara sampai 2 bulan setelah kelahiran dan jarang menjadi penyulit klinik yang berat.
Wanita hamil dengan trombositopenia idiopatis diawasi dengan baik dan pada keadaan berat dapat
diberikan prednison dan prednisolon. Tapi hasilnya tidak selalu memuaskan dan diduga berbahaya pada
janin dalam kehamilan muda.
Apabila terjadi perdarahan yang sukar diatasi dan jika perlu dilakukan operasi besar maka risiko dapat
dikurangi dengan pemberian transfusi trombosit dari donor dengan polisitemia vera atau trombosis.
Pimpinan persalinan harus diusahakan sebaik-baiknya dengan menghindari episitomia yang luas.
Sebaiknya tidak diberikan anastesia yang dalam dan setelah persalinan diusahakan supaya uterus tetap
berkontraksi baik. Seksio sesarea dapat menimbulkan perdarahan yang tidak dapat dikuasai.
2. diabetes overt
efek yang timbul pada janin :
· abortus
· pelahiran preterm
· malformasi à karena kurang terkontrolnya diabetes baik sebelum konsepsi maupun selama awal
kehamilan
· hidramnion
Efek pada ibu : - nefropati diabetik
- retinopati diabetik
- neuropati diabetik
- preeklamsia
- ketoasidosis
- infeksi
KONTRASEPSI
Mekanisme kerja :
Mekanisme kerja belum diketahui dengan pasti. Gangguan implantasi ovum yang sudah dibuahi
dianggap sebagai cara kerja alat ini. Respon peradangan lokal dapat terjadi terutama oleh alat yang
mengandung tembaga, akan memicu aktivasi lisosom dan peradangan yang bersifat spermisidal. Jika
pada akhirnya terjadi pembuahan, reaksi peradangan yang sama akan ditujukan pada blasokista..
mekanisme lainnya yaitu percepatan motilitas tuba yang diperkirakan ditimbulkan oleh respon
peradangan di uterus.
Pada pemakai Progestasert jangka panjang terjadi atrofi endometrium.
AKDR yang mengandung progestin mengganggu penetrasi sperma melewati mukus serviks yang
mengental.
Efektivitas :
AKDR menduduki peringkat kedua angka keberlanjutan 1 tahun dan jangka panjang dibawah kontrasepsi
implan. Angka berkelanjutan 1 tahun setara dengan kontrasepsi oral. Hal ini hampir pasti disebabkan
oleh efektifitas dan sifat kontrasepsi yang hanya sekali pasang. Angka kegagalan untuk progesterat
adalah dua kali lipat dibandingkan dengan Cu T 380° (2 versus 0,8%). Cu T 380A adalah salah satu cara
yang paling efektif yang tersedia. AKDR LNg tampaknya lebih efektif lagi daripada Cu T 380° dengan
angka kegagalan pemakaian sebesar 0,1%.
Cara insersi AKDR:
Pemasanga AKDR sewaktu haid akan mengurangi rasa sakit dan memudahkan insersi melalui kanalis
servikalis.
Periksa dilakukan untuk menentukan bentuk, ukuran, dan posisi uterus. Singkirkan kemungkinan
kehamilan dan infeksi pelvis
Serviks dibersihkan beberapa kali dengan larutan antiseptik
Inspekulo, serviks ditampilkan dan bibir depan serviks dijepit dengan cunam serviks. Penjepitan
dilakukan kira-kira 2 cm dari ostium uteri eksternum, dengan cunam bergigi satu.
Sambil menarik serviks dengan cunam serviks, dimasukanlah sonde uterus untuk menentukan jarak
sumbu kanalis servikalis dan uterus, panjang cavum uteri, dan posisi ostium uteri internum. Tentukan
arah ante atau retroversi uterus. Jika sonde masuk kurang dari 5 cm atau cavum uteri terlalu sempit,
insersi AKDR jangan dilakukan.
Tabung penyalur dengan AKDR di dalamnya dimasukan melalui kanalis servikalis, sesuai dengan arah
dan jarak yang didapat pada waktu pemasukan sonde. Kadang-kadang terjadi tahanan sebelum fundus
uteri tercapai. Dalam hal demikian pemasangan diulangi.
AKDR dilepaskan di dalam cavum uteri dengan cara menarik keluar tabung penyalur, atau dapat pula
dengan mendorong penyalur ke dalam cavum uteri. Cara pertama agaknya dapat mengurangi perforasi
oleh AKDR.
Tabung dan penyalurnya kemudian dikeluarkan, filamen AKDR ditinggalkan kira-kira 2-3 cm
Cara mengeluarkan AKDR:
Pengeluaran AKDR lebih mudah jika dilakukan sewaktu haid
Inspekulo, filamen ditarik perlahan-lahan, jangan sampai putus. AKDRnya akan ikut keluar perlahan-
lahan. Jika AKDR tidak keluar dengan mudah, lakukanlah sondase uterus, sehingga ostium uteri
internum terbuka. Sonde diputar 900 perlahan-lahan. Selanjutnya, AKDR dikeluarkan seperti diatas.
Jika filamen tidak tampak or putus, AKDR dapat dikeluarkan dengan mikrokuret.
Kadang, diperlukan anestesi paraservikal untuk mengurangi rasa nyeri. Dilatasi kanalis servikalis dapat
dilakukan dengan dilator atau batang laminaria
AKDR-Lippes tidak perlu dikeluarkan secara berkala. Jika posisinya baik, tidak ada efek samping dan
pasien masih mau memakainya, AKDR tersebut dibiarkan saja in utero. Hanya AKDR tembaga perlu
dikeluarkan dan diganti secara periodik (2-3 tahun), sedangkan progestasert 1-2 tahun
Indikasi pengeluaran AKDR:
1. permintaan pasien
2. meno-metroragia
3. infeksi pelvik
4. disparenia
Efek samping:
1. Nyeri pada waktu pemasangan
2. Kejang rahim, terutama pada bulan-bulan pertama. Hal ini dapat diatasi dengan pemberian
spasmolitikum atau pemakaian AKDR yang lebih kecil
3. Nyeri pelvik, dapat diatasi dg spasmolitikum
4. Pingsan dapat terjadi pada pasien dengan predeposisi untuk keadaan ini. Dapat diberikan atropin
sulfas sebelum pemasangan, untuk mengurangi frekuensi bradikardia dan refleks vasovagal.
5. Perdarahan diluar haid (spotting)
6. Darah haid lebih banyak (menoragia)
7. Sekret vagina lebih banyak
8. Perforasi uterus. Dalam keadaan ini AKDR harus dikeluarkan melalui laparoskopi atau laparotomi
apalagi kalau terjadi perforasi pada AKDR tembaga karena dapat menimbulkan perlekatan-perlekatan
dengan usus.
9. Infeksi pelvik. Infeksi yang ringan dapat diobati dengan antibiotik. Jika infeksi berat, dibuatkan biakan
dan uji kepekaan terus AKDRnya dikeluarin dan kasih antibiotik yang sesuai.
10. Endometritis. Gejala dininya (bukan Dini temen kita loh..!) berupa keputihan yang berbau,
disparenia,metroragia dan menoragia. Lebih lanjut dapat menjadi parametritis, pembentukan abses
pelvik dan peritonitis. Pemeriksaan bakteriologi dari endoserviks dan uterus harus dilakukan terus..
AKDR dikeluarkan.
Efek menguntungkan :
§ AKDR yang mengandung progesteron dan levonorgestrel mengurangi pengeluaran darah saat
menstruasi dan bahkan dapat digunakan untuk mengobati menoragia, terjadi penurunan dismenorea.
§ AKDR LNg mengeluarkan hormon dalam jumlah sangat kecil, mengurangi insidensi infeksi panggul dan
bermanfaat bagi wanita dengan fibroid uteri.
§ Setelah penghentian, kesuburan tidak terganggu.
Efek merugikan :
Pada pemakaian lebih lama dan seiring dengan bertambahnya usia pemakai, penyulit berupa kehamilan
yang tidak diinginkan, ekspulsi, dan perdarahan semakin sering terjadi.
§ Perporasi uterus dan abortus
§ Kram dan perdarahan uterus
Kram dapat dikurangi dengan memberikan OAINS sekitar 1 jam sebelum pemasangan
§ Menoragia
Pengeluaran darah saat menstruasi sering meningkat pada pemakaian Cu T 380A, dan mungkin sangat
banyak sehingga menyebabkan anemia defisiensi besi.
Progesterat karena efek progesteronnya yang lokal, jarang menyebabkan menoragia dan anemia.
§ Infeksi
Infeksi panggul termasuk abortus septik, dapat terjadi pada pemakaian AKDR. Abses tubo-ovarium, yang
mungkin unilateral pernah dilaporkan. Jika terbukti ada infeksi maka alat harus dikeluarkan dan yang
bersangkutan diberikan terapi antibiotik yang efektif.
Karena resiko infeksi panggul berat disertai sterilitas maka tidak dianjurkan bagi wanita usia kurang 25
tahun atau mereka yang paritasnya rendah. Semua infeksi setelah 45 sampai 60 hari harus dianggap
sebagai IMS dan diterapi yng sesuai.
Wanita yang menggunakan AKDR mungkin beresiko besar terjangkit HIV daripada wanita yang
menggunakan kontrasepsi jenis lain.
Kehamilan dengan AKDR
Keberadaan AKDR dalam uterus yang hamil dapat membahayakan bagi wanita dan janinnya.alat yang
berada diluar uterus dapat membahayakan bagi wanita yang bersangkutan. Jika diketahui terdapat
kehamilan dan benang tampak keluar diserviks, alat harus dikeluarkan. Jika alat tetap berada didalam
rahim, frekuensi bayi dengan berat lahir rendah meningkat, dibandingkan jika alat dikeluarkan secara
dini. Angka abortus meningkat pada AKDR dibiarkan in situ.
Pada kegagalan kontrasepsi, resiko kehamilan ektopik meningkat. Untuk itu bagi wanita yang memiliki
resiko mengalami kehamilan ektopik, mereka yang memiliki riwayat salpingitis, kehamilan ektopik, atau
bedah tuba tidak diindikasikan untuk AKDR.
Kontra Indikasi
KontraIndikasi:
· Kontaindikasi MUTLAK:
1. kehamilan
2. penyakit radang panggul aktif or rekurens
3. suspect karsinoma serviks uteri, karsinoma korporis uteri
· Kontraindikasi RELATIF:
1. tumor ovarium
2. kelainan uterus (miom, polip, etc)
3. gonorea
4. servisitis
5. kelainan haid
6. dismenorea
7. stenosis kanalis servikalis
8. panjang cavum uteri yang kurang dari 6,5 cm
Penggantian
AKDR yang secara kimiawi inert dapat dibiarkan diuterus selama-lamanya. Pada sebagian kasus,
senyawa polietilen akhirnya terlapisi oleh garam-garam kalsium, dan erosi endometrium menyebaban
perdarahan dan alat harus segera diganti. AKDR yang mengandung tembaga harus diganti secara
berkala. Copper T 380A boleh digunakan secara terus menerus selama 10 tahun. Progestasert harus
diganti setiap tahun dan AKDR-LNg digunakan secara efektif sampai 5 tahun.
2. KONTRASEPSI ORAL
Kombinasi estrogen-progestin dapat diberikan per oral, suntikan IM, atau dalam bentuk koyo.
Kontrasepsi oral paling bsering digunakan dan sering terdiri dari zat estrogen dan bahan progestasional
yang diminum setiap hari selama 3 minggu dan berhenti selama 1 minggu agar terjadi perdarahan dari
uterus.
Obat yang efektifitasnya menurun oleh kontrasepsi oral kombinasi
Obat yang berineraksi
Efek merugikan
Asetaminofen dan aspirin
Obat penenang golongan
benzodiazepin
Metildopa
Antikoagulan oral
Hipoglokemi oral
Mungkin mengurangi efek analgetik
Menurunkan atau meningkatkan efektifitas obat penenang
Menurunkan efek hipotensi
Menurunkan efek anti koagulan
Mengurangi efek hipoglikemi
Penyekat beta
Kafein
Kortikosteroid
teofilin
Efek mungkin meningkat
Efek meningkat
Efek mungkin meningkat
Efektifitas zat penenang mungkin meningkat atau menurun
Efek mungkin meningkat
Efek meningkat
Toksisitas meningkat
Efek meningkat
Obat yang diketahui atau dicurigai menurunkan efektifitas kontrasepsi oral kombinasi dan
penatalaksanaan yang dianjurkan
Obat
Penatalaksanaan yang dianjurkan
Barbiturat
Karbamazepin
Felbamat
Griseofulvin
Ketokonazol
Fenitoin
Primidon
Rifampin
topiramat
Kontrasepsi tmabahan / dosis ditambah
Kontrasepsi tmabahan / dosis ditambah
Kontrasepsi tmabahan / dosis ditambah
Kontrasepsi tmabahan / dosis ditambah
Kontrasepsi tmabahan / dosis ditambah
Kontrasepsi tmabahan / dosis ditambah
Gunakan kontrasepsi alternatif
Kontrasepsi tmabahan / dosis ditambah
Kontrasepsi tmabahan / dosis ditambah
Keamanan
Secara umum, kontrasepsi oral apabila dipantau dengan benar terbukti relatif aman bagi sebagian
wanita.
Efek menguntungkan
Pil kombinasi estrogen plus progestin adalah bentuk kontrasepsi reversibel paling efektif yang tersedia.
Dilaporkan angka kegagalan 0,32 per 100 wanita/ tahun. Kepadatan tulang bertambah, pengeluaran
darah dan menstruasi dan anemia berkurang, angka kehamilan ektopik lebih rendah, dismenore yang
berkaitan dengan endometriosis berkurang, kista ovarium dan salpingitis berkurang, keluhan
premenstruasi berkurang, angka kanker endometrium dan ovarium berkurang, berbagai penyakit
payudara jinak dan berkurang, perbaikan hirsutisme, perbaikan akne, pencegahan aterogenesis, insiden
dan keparahan penyakit radang panggul berkurang dan perbaikan reumatoid artritis.
Kemungkinan efek merugikan
a. Efek metabolik
§ Protein pengikat tiroid dalam plasma meningkat
§ Konsentrasi kortisol plasma meningkat disertai peningkatan transkortin yang hampir setara
§ Lipoprotein dan lemak
Kontrasepsi oral meningkatkan trigliserid dan kolesterol total. Estrogen menurunkan konsentrasi LDL
dan meningkatkan konsentrasi HDL. Sebagian progestin menyebabkan hal yang sebaliknya. Pentingnya
perubahan-perubahan ini pada pembentukan penyakit pembuluh darah arteri, misalnya infark miokard
atau stroke. Efek kontrasepsi kombinasi pada lemak bergantung pada waktu dan dosis.Estrogen
tampaknya menimbulkan respon yang menguntungkan dengan menurunkan kadar lipoprotein dalam
darah. Efek aterogeniknya tampaknya disebabkan oleh penurunan aktivasi plasminogen. Berkurangnya
plasmin menyebabkan berkurangnya aktivasi transforming growth factor β, yaitu suatu inhibitor kuat
untuk proliferasi otot polos. Apabila terjadi penurunan TGF- β pada arteri yang mengalami cedera
intima, akan terjadi prolioferasi sel otot polos yang menyebabkan lumen arteri menyempit.
§ Metabolisme karbohidrat
Kontrasepsi oral menurunkan toleransi glukosa pada sejumlah pemakai dengan persentase yang
signifikan. Hal ini terjadi akibat efek langsung estrogen, dan progestin menyebabkan peningkatan sekresi
insulin sehingga terjadi resistensi insulin.karena itu, steroid kontrasepsi dapat mengintensifkan diabetes
yang sudah ada. Oleh sebagian pihak, pemakaian kontrasepsi oral progestin dan estrogen oleh wanita
yang telah mengalami diabetes gestasional tidak dianjurkan.
§ Metabolisme protein
Estrogen meningkatkan pembentukan berbagai globulin oleh hati. Meningkatnya pembentukan
angiotensinogen tampaknya berkaitan dengan dosis dan konversinya oleh renin menjadi angiotensin I
dicurigai menimbulkan hipertensi ’yang diinduksi dengan pil”. Fibrinogen, dan mungkin faktor II, VII, IX,
X, XII dan XIII, meningkat sejalan dengan dosis estrogen.
b. Penyakit hati
Kolestasis dan ikterus kolestasis merupakan penyulit yang jarang terjadi pada pemakai kontrasepsi oral,
gejala dan tanda hilang apabila obat dihentikan.
c. Neoplasia
Kemungkinan kontrasepsi hormon sebagai penyebab kanker tampaknya kecil.
§ Hiperplasia dan kanker hati
Ini terjadi pada wanita yang menggunakan formulasi estrogen dosis tinggi untuk jangka panjang. Dapat
terbentuk nodulus-nodulus hati jinak yang memperlihatkan proliferasi ekstensif pembuluh darah besar
dan kecil yang berdinding tipis.
§ Adenoma hipofisis
§ Kanker Serviks
Terdapat korelasi antara kanker serviks prainvasif dengan pemakaian kontrasepsi oral, dan resiko kanker
invasif meningkat setelah pemakaian 5 tahun.
§ Kanker payudara
d. Gizi
Penyimpangan kadar beberapa zat gizi, yang serupa dengan yang dijumpai pada kehamilan normal
dilaporkan terjadi pada wanita yang menggunakan kontrasepsi oral. Pernah dilaporkan penurunan kadar
asam askorbat, asam folat, vit B12, niasin, riboflavin dan seng dalam plasma dibandingkan dengan bukan
pemakai.
§ Defisiensi piridoksin/vit B6
Estrogen memicu enzim hati pembatas kecepatan reaksi, triftopan oksigenase, yang sedemikian
meningkatkan ,metabolisme triptofan sehingga menyiratkan terjadinya defisiensi piridoksin.
e. Efek kardiovaskular
§ Tromboembolisme
Resiko trombosis vena dalam dan emboli paru diperkirakan meningkat 3 sampai 11 kali lipat pada
wanita yang menggunakan kontrasepsi oral. Terbentuk lesi-lesi khas di tunika intima dan tunika media
pada pembuluh darah trombus oklusif. Selain itu mungkin terjadi akselerasi agregasi trombosit, dan
aktivasi antitrombin III plasma serta aktivator plasminogen endotel menurun. Resiko tromboembolisme
tampaknya menurun setelah kontrasepsi dihentikan.
§ Stroke dan trombosis arteri
§ Hipertensi
§ Infark miokard
§ Nyeri kepala migrain
f. Efek pada reproduksi
§ Amenore pascapil
§ Cacat bawaan
Bagi wanita yang sedang hamil sebaiknya menghentikan kontrasepsi oral.
§ Laktasi. Dapat mengurangi jumlah ASI bagi ibu yang sedang menyusui.
g. Efek lain
§ Mukorea serviks
§ Vaginitis atau vulvovaginitis
§ Hiperpigmentasi di wajah dan dahi
§ Mioma uteri
§ Pertambahan berat badan. Sebagian penambahan berat badan disebabkan oleh retensi cairan, tetapi
umumnya karena peningkatan asupan makanan.
§ Depresi
h. Resiko kematian
Resiko kematian akibat kontrasepsi oral sangat rendah apabila wanita yang bersangkutan kurang dari 35
tahun tidak memiliki penyakit sistemik, tidak merokok.
KONTRASEPSI PROGESTASIONAL
Progestin Oral
Yang disebut sebagai mini pil yang hanya mengandung 350 µg atau kurang yang diminum setiap
hari.mekanisme kerja dengan terbentuknya mukus serviks yang menghambat penetrasi sperma dan
perubahan pematangan endometrium sehingga dapat ,menolak implantasi blastokista.
Efektifitas kontrasepsi oral progestin berkurang karena barbiurat, rifampin dan mungkin karbamazepin.
Fenitoin juga menurunkan efektivitas kontrasepsi oral dan efek antikonvulsi fenitoin juga mungkin
meningkat.
Keuntungan
Manfaatnya serupa dengan yang dijelaskan sebelumnya untuk kontrasepsi oral kombinasi. Selain itu
formulasi ini belum meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular dan keganasan. Pil khusus progestin
hampir tidak berefek pada metabolismne karbohidrat dan diperkirakan lebih jarang menyebabkan
dismenorea, depresi dan gejala pramenstruasi. Pil ini dapat digunakan pada wanita dengan gangguan
toleransi glukosa dan secara hati-hati pada wanita wanita yang mengalami hipertensi atau nyeri kepala
pada wanita yang menggunakan kontrasepsi oral kombinasi.
Kerugian
Kerugian utama adalah kegagalan kontrasepsi dan meningkatnya insiden kehamilan ektopik apabila
kontrasepsi gagal. Amenorea, spotting, breakthrough bleeding, dan menoragia dalam waktu lama. Kista
ovarium fungsional terbentuk lebih sering pada wanita yang menggunakan pil ini. Apabila pil khusus
progestin diminum terlambat, sekalipun hanya tiga jam, untuk dua hari berikutnya harus digunakan
kontrasepsi lain sebagai tambahan.
Kontra indikasi
Pil khusus progestin dikontraindikasikan bagi wanita terutama wanita yang berumur dengan perdarahan
uterus yang tidak jelas. Riwayat kehamilan ektopik atau kista ovarium fungsional juga harus dianggap
kontraindikasi relatif.
Kontra indikasi dan peringatan tentang pemakaian kontrasepsi oral kombinasi
Kontrasepsi oral jangan digunakan pada wanita yang mengalami salah satu keadaan dibawah ini :
· Gangguan tromboflebitis atau tromboemboli
· Riwayat tromboflebitis vena dalam atau gangguan tromboemboli
· Penyakit serebrovaskular atau arteri koroner
· Diketahui atau dicurigai mempunyai karsinoma payudara
· Karsinoma endometrium atau diketahui atau dicurigai mempunyai neoplasia dependen estrogen
· Perdarahan genital abnormal yang tidak diketahui sebabnya
· Ikterus kolestatik pada kehamilan atau riwayat ikterus setelah menggunakan pil
· Adenoma atau karsinoma hati
· Diketahui atau dicurigai hamil.
Peringatan :
Merokok meningkatkan resiko efek samping kardiovaskular yang serius akibat pemakaian kontrasepsi
oral. Resiko meningkat seiring dengan usia dan merokok dalam jumlh besar (15 batangf atau lebih per
hari) dan sering mencolok pada wanita berusia 35 tahun atau lebih. Wanita yang menggunakan
kontrasepsi oral harus benar-benar diwanti-wanti agar tidak merokok.
3. DEPO MEDROXYPROGESTERONE
Obat kontrasepsi baru yang disuntikkan setiap bulan telah disetujui oleh FDA. Obat ini mengandung 25
mg medroksiprogesteron asetat plus 5 mg estradiol spionat.
Mekanisme kerja
Obat ini menghambat ovulasi dan menekan proliferasi endometrium. Kadar estradiol mencapai puncak
pada 3 sampai 4 hari pasca injeksi dengan nilai yang setara dengan lonjakan praovulasi dalam siklus
menstruasi ovulatorik normal. Kadar estradiol menetap setinggi ini sekitar 10 sampai 14 hari. Penurunan
estradiol selanjutnya menyebabkan perdarahan selama 10 sampai 20 hari setelah penyuntikan.
Efektifitas
Pernah dilaporkan hanya terjadi enam kegagalan meode pada 70000 wanita per tahun pemakaian.
Efektifitas ini setara dengan prosedur sterilisasi wanita.
Keunggulan dan kekurangan
Setelah 3 bulan pemakaian ketidakteraturan poerdarahan tampaknya menjadi lebih jarang terjadi
dibandingkan dengan injeksi depomedroksiprogesteron asetat. Dua pertiga pemakai jangka panjang
mengalami haid teratur. Efek lain obat baru ini yaitu hipertensi, nyeri kepala, pusing bergoyang,
mastalgia, malaise, perubahan serviks, dan pertambahan berat badan serupa dengan injeksi
medroksiprogesteron.
Efek metabolik
Faktor-faktor prokoagulan tidak bertambah pada wanita yang menggunakan obat ini, dan hanya
dijumpai sedikit penurunan aktivitas faktor Vii dan X. Faktor plasminogen jaringan meningkat sementara
aktivitas antitrombin III dan konsentrasi protein C sedikit menurun. Belum pernah dilaporkan terjadinya
stroke, tromboemboli, syok anafilaktik atau infark miokard. Respon glukosa dan insulin sedikit
meningkat selama pemakaian. Transaminase dan bilirubin juga meningkat sementara kadar fosfatase
alkali menurun.
Kontraindikasi
Kontraindikasi obat ini serupa dengan kontraindikasi kontrasepsi oral kombinasi.
Efektifitas
Bentuk kontrasepsi ini adalah salah satu metode yang paling efektif yang tersedia. Yang utama setelah
penggantian pemakaian, fertilitas pulih dengan segera.
Keunggulan dan kekurangan
Kedua hal ini hampir identik dengan keunggulan dan kekurangan progestin oral, kecuali efek pada
metabolisme karbohidrat. Pada pemakian sistem norplant tidak terjadi pengurangan kepadatan
tulang.karena memerlukan bedah ringan, terdapat juga masalah yang berkaitan dengan infeksi lokal.
Apabila kapsul tidak dimasukkan sesuai dengan petunjuk, pengeluaran akan menjadi lebih sulit. Perlu
diingat bahwa barbiturat, karbamazepin, fenitoin dan rifampin mengurangi efektifitas kontrasepsi
Norplant.
Efek samping Norlant dalam satu tahun penggunaan
Efek samping
Frekuensi (%)
Nyeri kepala
Pembesaran ovarium
Pusing
Nyeri tekan payudara
Kegelishan
Mual
Jerawat
Dermatitis
Duh mammae
Perubahan nafsu makan
Penambahan berat badan
Rambut rontok atau tumbuh
17-19
3-12
5-8
6
6
5-8
4-7
4-8
3-5
3-6
3-6
2-3
Kontraindikasi
kehamilan atau disangka hamil
penderita penyakit hati
kanker payudara
kelainan jiwa
varikosis
riwayat kehamilan ektopik
diabetes mellitus
kelainan cardiovaskular
5. TUBEKTOMI
Tubektomi ialah tindakan yang dilakukan pada tuba fallopi wanita. Tubektomi dilakukan dengan jalan
laparotomi atau pembedahan vaginal. Sekarang, dengan alat-alat dan teknik baru, tindakan ini
diselenggarakan secara lebih ringan dan tidak memerlukan perawatan di rumah sakit
.Keuntungan tubektomi:
motivasi hanya dilakukan satu kali saja, sehinnga tidak diperlukan motivasi yang berulang-ulang
efektivitas hampir 100%
tidak memperngaruhi libido seksualitas
kegagalan dari pihak pasien tidak ada
• Dapat sebagai tonjolan ataupun bertangkai dgn keluhan rasa tidak enak perut bag bawah
• Bila tumbuhnya berada didalam ligamentum latum, disebut Mioma Intraligamen
• Bila besar dan terjadi perlekatan dengan omentum sistem perdarahan diambil alih tangkai putus
Mioma Parasitik.
• Bila terjadi Puntiran sakit mendadak (abdomen akutum) dan ascites (karena obstruksi pembuluh
darah)
* Mioma Uteri Intramural
• Bila kecil tidak memberi keluhan
• Bila besar à uterus besar berbenjol benjol à rasa tidak enak perut bag bawah atau keluhan obstipasi
atau keluhan kencing
* Mioma Uteri Submukosa
• Walaupun kecil sering memberi keluhan : perdarahan
• Mengisi kavum uteri à besar dan bentuk uterus berubah
• Bila bertangkai bisa keluar dan mengisi vagina, tangkai menipis putus “dilahirkan” ( Mioma Geburt)
biasanya disertai infeksi / ulserasi
Makroskopik
• Uterus berbenjol, permukaan halus
• Sarang2 mioma berwarna putih, struktur mirip daging ikan, berbatas tegas, konsistensi kenyal keras
Mikroskopik
Diantara serabut miometrium tampak masa tumor berupa serabut miometrium tersusun padat,
beranyaman dengan sel dan intinya besar, berbentuk lonjong. Degenerasi hialin yang ditemukan berupa
masa homogen tanpa inti
Mioma uteri dapat mempengaruhi kehamilan, misalnya menyebabkan infertilitas, risiko terjadinya
abortus bertambah karena distorsi rongga uterus, khususnya pada mioma submukosum, menghalangi
kemajuan persalinan karena letaknya pada servik uteri, menyebabkan inersia maupun atonia uteri,
sehingga menyebabkan perdarahan pasca persalinan karena adanya gangguan mekanik dalam fungsi
miometrium, menyebabkan plasenta sukar lepas dari dasarnya dan mengganggu proses involusi dalam
nifas.
B. OVARIUM
• Tumor sering tanpa gejala ( bila kecil). Bila besar keluhan tidak enak diperut bawah (jinak), atau hasil
metastasis (ganas) ke dokter terlambat
1. Non Neoplastik
2. Neoplastik
2.1 Berasal dari - epitel - epitel dan stroma
- stroma - sel benih
2.2 Menyebabkan feminisasi atau virilisasi
2.3 Sekunder / hasil metastasis
NON NEOPLASTIK
1. Akibat Radang
misal kista tuboovarial
2. Kista Folikel
1. LEUKOPLAKIA VULVA
- Tonjolan kecil, putih ( kadang kelabu atau kemerahan )
- Mikroskopik : Epitel hiperplastik, hiperkeratosis dan akantosis. Jar subepitel sembab, radang +
2. KRAUROSIS VULVA
- Bercak putih (kadang merah) disertai fisura/ulserasi
- Mikroskopik : Epitel menipis dgn lap basal mendatar Jar subepitel berupa jar ikat kolagen radang +
TUMOR JINAK
1. KISTA
* Kista Bartolini (tersering) , berupa benjolan dengan permukaan halus, diameter 3-5 cm, isi cairan jernih
* Kista Sebaseosa, lebih kecil, akibat penutupan saluran kelenjar sebaseus, isi masa sebaseus
2. PAPILOMA
Pertumbuhan papilomatosa epitel, diikuti jar subepitel
* Kondiloma Akuminata
Tumor berdungkul mirip bunga kobis
Mikroskopik :Epitel tumbuh papilomatosa, hiperplastik,hiperkeratosis, akantos Jar subepitel sembab,
hiperemik, radang+
2. TUMOR GANAS
1. KARSINOMA EPIDERMOID
Kadang didahului leukoplakia Dimulai tonjolan kecil lanjut: berdungkul disertai ulkus Mikroskopik : sel
ganas epitelial dengan inti pleiomorf, hiperkromatik, kasar, struktur mutiara tanduk
2.. MELANOKARSINOMA
Berupa tonjolan kecil berwarna coklat tua (biasanya dari nevus pigmentosus)
Mikroskopik : Diantara sel nevus tampak kelompok sel tumor mengandung melanin, disertai sebukan sel
radang
3. TUMOR GANAS SEKUNDER
Asal vesika ur, vagina, serviks atau koriokarsinoma (berupa tonjolan merah kebiruan) trofoblast ganas
VAGINA
1. NEOPLASMA JINAK
Jarang ditemukan, misal Kista Inklusi, Papiloma
2. NEOPLASMA GANAS
Lebih sering yang sekunder (serviks, kdg koriokarsinoma)
* Karsinoma Epidermoid Vagina (primer)
Lokasi pada dinding anterior dan posterior
Makroskopik :
a. seperti bunga kobis, mengisi penuh vagina
b. menonjol datar, lokal, infiltratif
c. ulseratif, lokal destruksi
Bila kecil tanpa keluhan à lanjut, lokal infiltratif, ulseratif à fistula uretrovagina, vesicovagina, rekto
vagina à keluhan mengganggu karena fistula, leukorrhe, perdarahn sedikit2
Mikroskopik seperti gambaran karsinoma epidermoid lainnya
* Sarkoma Botrioides
- umur < 5 th , prognosis jelek
- berkelompok spt buah anggur, putih keabuan, mengkilat dan rapuh
- Mikroskopik t.a jar ikat, jar miksomatosa, otot, tulang rawan, kelenjar
Keganasan ditentukan diferensiasi sel ke embrionik
* Karsinoma Sekunder
- berasal dari serviks ( karsinoma epidermoid, adenokarsinoma ) atau Koriokarsinoma Gestational ( sel
trofoblast ganas )
- Makroskopik dan mikroskopik tergantung asalnya
SARKOMA ENDOMETRIUM
• Berasal dari sel stroma endometrium daerah fundus
• Endometrium menebal, polipoid berbenjol benjol dengan bagian nekrotik dan perdarahan, mengisi
kavum uteri uterus membesar
• Mikroskopik
Kelenjar endometrium sangat sedikit, letak berjauhan. Stroma hiperseluler, padat, dengan sel berbentuk
lonjong, inti besar hiperkromatik, kasar, (beberapa dgn mitosis dan atau dengan banyak inti) sitoplasma
sedikit/ hilang
MALIGNANT MIXED TUMOR
• Mempunyai > 1 komponen sarkomatosa heterolog
dan komponen karsinomatosa (kadang kadang)
• Berasal dari pertumbuhan epitel duktus Mulleri yang masih bisa ber diferensiasi dan atau jaringan
epitel endometrium
• Tersering Mixed Mesodermal Tumor komponen stroma, komponen mesensim (misal tulang rawan)
• Tumor tumbuh berdungkul dungkul, mengisi kavum uteri
• Terdapat bagian lunak, kenyal dan keras
• Warna kuning kelabu
• Metastasis cepat prognosis jelek
TUBA FALOPII
• Karsinoma Primer Tuba
* Jarang ditemukan, bila kecil secara kebetulan waktu
operasi, sebagai tonjolan kecil
* Bila besar,tuba seperti sosis, dinding tipis, permukaan
halus, sedikit perlekatan dgn sekitar. Tumor mengisi
lumen tuba, berwarna putih keabuan dgn bagian nekrotik
* Jenis tumor : Karsinoma Papiliferum
• Karsinoma Sekunder Tuba
* Hasil metastasis, terutama dari ovarium
* Tahap awal lapisan luar yang terinfiltrasi, kemudian
menembus sampai epitel – sukar dibedakan dgn primer
untuk kasus pada tuba falopii kebanyakan karena radang,
Salpingo-oofaritis atau adneksitis
Radang tuba falopii dan radang ovarium biasanya terjadi bersamaan. Oleh sebab itu tepatlah nama
salpingo-oofaritis atau adneksitis untuk radang tersebut. Radang tersebut kebanyakan akibat infeksi
yang menjalar ke atas dari uterus, walaupun infeksi ini juga bisa datang dari tempat ekstra vaginal lewat
darah atau menjalar dari jaringan sekitarnya.
1. salpingo-oofaritis akut
Biasanya disebabkan oleh gonorea sampai ke tuba dari uterus melalui mukosa. Pada endosalping
tampak edema serta hiperemi dan infiltrat leukosit, pada infeksi yang ringan epitel masih utuh, tetapi
pada infeksi yang berat kelihatan degenerasi epitel yang kemudian menghilang pada daerah yang agak
luas. Pada infeksi gonorea ada kecenderungan perlekatan fimbria pada ostium tuba abdominalis yang
menyebabkan penutupan ostium tersebut. Salpingitis akut banyak dijumpai pada kasus infeksi puerperal
atau abortus septik. Selain gonorea bisa pula disebabkan karena infeksi streptokokus, stafilokokus,
e.coli, klostridium welchii.
Terapi: istirahat baring, perawatan umum, pemberian antibiotik dan analgetik. Jarang memerlukan
terapi pembedahan. Pembedahan dilakukan jika: terjadi ruptur piosalping atau abses ovarium, jika
terdapat gejal-gejala ileus karena perlekatan, jika terdapat perlekatan dan terdapat kesukaran untuk
membedakan apendisitis akuta dan salpingo akuta.
2. salpingo-oofaritis kronika
Dapat dibagi menjadi hidrosalping, piosalping, salpingitis interstisialis kronika, kista tuboovarial, abses
tuboovarial, abses ovarial dan salpingitis tuberkulosa.
Pada hidrosalping terdapat penutupan ostium tuba abdominalis. Sebagian dari epitel tuba masih
berfungsi dan mengeluarkan cairan dengan akibat retensi cairan tersebut dalam tuba.
Piosalping pada stadium menhun merupakan kantong dengan dinding tebal yang berisi nanah. Biasanya
terdapat perlekatan dengan daerah sekitarnya.
Pada kista tuba-ovarial, hidrosalping bersatu dengan kista folikel ovarium, sedangkan pada abses tubo-
ovarial piosalping bersatu dengan absees ovarium.
Salpingitis tuberkulosa merupakan bagian penting dari tuberkulosis genital. Gejalanya tidak selalu jelas,
bisa didahului panas, nyeridi perut bagian bawah.
KARSINOMA SERVIKS
Berkurangnya angka kematian akibat kanker serviks di Amerika Serikat dan negara-negara maju lain
adalah sangat dramatis dan kenyataan yang mengembirakan ini merupakan hasil dari dapat
terdeteksinya kanker serviks secara dini. Dulu, kanker serviks merupakan salah satu penyebab utama
kematian, tetapi kini ia menduduki tempat ketujuh atau kedelapan dari penyebab kematian wanita
akibat kanker di Amerika Serikat, di mana menurut perkiraan tahun 1985, kanker-serviks menyebabkan
kira-kira 6500 kematian. Suatu hal yang nyata ialah bahwa setiap tahun dijumpai dua sampai tiga kali
lebih banyak kasus carsinoma serviks yang invasif dan tujuh sampai delapan kali lebih banyak jumlah
penderita karsinoma in situ. Keadaan ini menyatakan bahwa lebih dari setengah penderita karsinoma
invasif dapat disembuhkan dengan pengobatan yang efektif, dan yang lebih penting lagi ialah, bahwa
sebagian besar kelainan dijumpai masih dalam keadaan in situ, sehingga ia dapat disembuhkan dengan
perawatan yang sempurna dan tepat pada waktunya. Hasil yang menakjubkan ini sebagian besar meru-
pakan sumbangan dari pemeriksaan sitologi Papanicolaou yang efektif (Jilid I), untuk mendeteksi
karsinoma serviks pada keadaan dini, dan secara kebetulan serviks mudah dicapai dengan kolposkopi
dan biopsi. Penerapan yang luas dari “Pap smear” untuk program screening massal dan pemeriksaan
fisik rutin, yang diikuti dengan biopsi untuk mengevaluasi dan memastikan kelainan sitologi abnormal
epitel yang bertahap, mulai dari displasia berat yang progresif sampai karsinoma invasif. Lebih banyak
diketahui mengenai riwayat bentuk kanker ini daripada bentuk lainnya.
INSIDENS DAN EPIDEMIOLOGI. Baik pada karsinoma in situ maupun invasif, kini diagnosis telah dapat
ditegakkan pada usia yang lebih muda dibandingkan beberapa dekade sebelumnya. Memang benar
neoplasma intraepitel serviks (CIN) dijumpai pada usia pubertas dan dewasa muda. Puncak angka
kejadian kira-kira usia 30 tahun. Demikian pula karsinoma invasif, kini timbul pada usia 30 tahun dengan
puncak angka kejadian pada usia 40 tahun (kurang lebih 10 sampai 15 tahun kemudian). Kematian
terjadi pada usia dekade keempat dan angka mortalitas terus meningkat sepanjang masa. Hanya pada
beberapa dekade yang lalu, semua yang tidak menguntungkan ini tertunda selama 10 tahun, satu
petunjuk kuat bahwa pengaruh onkogen, mungkin virus (akan diingatkan kembali kemudian),
menyerang pada usia yang lebih dini.
Telah diketahui banyak faktor risiko dari karsinoma serviks. Diantaranya yang penting, disebutkan
berikut ini:
· Sanggama pertama pada usia muda.
· Pasangan seksual yang banyak.
· Pasangan seksual pria yang “berisiko tinggi”---yaitu pria yang bersanggama dengan siapa saja, yang
sebelumnya memiliki istri penderita kanker serviks, atau yang memiliki riwayat kondiloma pada alat
kelamin nya.
Semua faktor risiko lain dapat dihubungkan dengan ketiga faktor tersebut, seperti tingginya insiden
karsinoma serviks pada kelompok sosial ekonomi rendah, pada wanita yang telah menikah (insidennya
meningkat sesuai dengan jumlah perkawinan dan jumlah anak), jarangnya karsinoma serviks pada gadis
(perawan), dan angka kejadian yang tinggi pada wanita tuna susila. Beberapa hal yang tidak lagi
dianggap sebagai faktor risiko ialah merokok, pemakaian pil K.B., bahan yang meragukan pada semen,
dan tidak dilakukannya sirkumsisi pada pasangan seksual pria (dengan dugaan adanya karsinogen dalam
smegma).
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS. Dari epidemiologi kanker serviks diduga kuat penularan kanker terjadi
sewaktu melakukan hubungan kelamin, dan terutama yang terlibat ialah virus herpes simpleks (HSV)
tipe II dan virus papiloma manusia (HPV) terutama tipe 16 dan 18. Meskipun banyak penelitian
mengkaitkan salah satu atau kedua virus dengan karsinom serviks, tidak boleh dilupakan bahwa
faktanya masih belum lengkap. Mungkin salah satu atau kedua jenis virus tersebut memiliki afinitas
terhadap sel abnormal atau neoplasma, atau mungkin secara kebetulan terjadi bersamaan, yaitu infeksi
virus dengan pertumbuhan neoplasma, di mana keduanya berkaitan dengan kegiatan seksual. Tabel 19-
2 menyimpulkan mengenai pengamatan utama yang berkaitan dengan HSV. Bukti yang meliputi HPV
lebih meyakinkan. Kondiloma, terutama yang rata, dianggap sebagai pendahulu dari neoplasma serviks;
kondiloma itu dipastikan berasal dari HPV. Selanjutnya, petunjuk adanya infeksi virus (urutan DNA virus)
sering terdapat di dalam sel. Bila displasia (sering bersamaan dengan koilositosis) sebagai pendahulu
yang memberi perubahan praganas, biasanya ditemukan HPV tipe 16 dan 18. Suatu ringkasan mengenai
beberapa pengamatan penting yang berkaitan dengan HPV, dapat dilihat pada Tabel 19-3.
Antigen HSV-2
DNA virus HSV-2, protein virus mRNA
Angka kejadian karsinoma serviks lebih tinggi daripada kontrol yang tidak terinfeksi.
Terdapat pada 50-90% biopsi karsinoma serviks terhadap 10% biopsi kontrol normal.
Dijumpai dalam sel ganas pada beberapa kasus, dengan teknik rekombinasi DNA.
*Dari Nelson,J.H., Jr., d.k.k.: Dysplasia, carcinoma in situ and early invasive cervical carcinoma. CA 34:
306, 1984.
Kondiloma penis
Kondiloma serviks
Sel koilositosis
Didapati bersamaan dengan displasi hebat atau karsinoma in situ pada 5-55% kasus, kadang-kadang
memiliki sel atipi.
Penanda HPV; sering tampak pada displasi dan karsinoma in situ, tetapi jarang pada karsinoma invasif.
Memperhatikan etiologi kanker serviks, dua hal yang 'perlu mendapat perhatian: (1) walaupun HSV dan
HPV memainkan peran sebagai penyebab, sangat mungkin bahwa ada pengaruh lain yang juga
diperlukan untuk menimbulkan perubahan pada tahap kanker invasif (penyebab multifaktorial), dan (2)
virus mungkin tidak tampak dalam semua kasus, dan mungkin ada jalur penyebab lain yang terpisah.
Walaupun etiologi karsinoma serviks masih belum pasti, sudah ada persetujuan umum bahwa bentuk
kanker dimulai dengan displasia ringan, baik pada epitel serviks yang lazim atau pada kondiloma yang
rata, yang ditandai dengan perubahan koilositosis. Displasia menjadi lebih tidak teratur dan dapat
bersamaan dengan beberapa variasi sel dan ukuran inti dengan proses mitosis yang tampak normal di
atas lapisan basal, baik pada mukosa serviks yang lazim maupun pada kondiloma yang rata; perubahan
ini dinamakan displasia sedang. Walaupun perubahan-perubahan ini reversibel, tetapi sering disebut CIN
(neoplasma intraepitel serviks) Derajat I-II. Sel-sel pada lapisan superfisial masih berdiferensiasi baik,
tetapi pada beberapa kasus menunjukkan perubahan koilositosis. Tahap berikut dari urutan ini ialah
displasia berat (CIN Derajat III), yang ditandai dengan lebih banyaknya variasi dari sel dan ukuran inti,
orientasi yang tidak teratur, hiperkromasi, dengan mitosis normal atau abnormal, ada kalanya proses ini
mendekati lapisan permukaan (Gambar 19-4). Diferensiasi sel permukaan dan perubahan koilositosis,
biasanya menghilang atau sangat jarang dijumpai. Pada CIN Derajat III, perubahan epitelnya belum
sampai menginvasi jaringan stroma di bawahnya, tetapi dapat berlanjut ke dalam kelenjar endoserviks;
perubahan ini berupa karsinoma in situ. Tahap berikutnya ialah kanker inasif (Gambar 19-5).
Berdasarkan biopsi yang dilakuran secara berurutan dan dari data epidemiologi terdahulu, diketahui
bahwa proses perubahan dari displasia ringan ke karsinoma in situ, sampai karsinoma invasif berjalan
lambat, di mana memerlukan waktu sampai beberapa tahun (10 sampai 15 tahun). Sukar untuk mengin-
terpretasikan penegasan-penegasan yang sering dikemukakan bahwa, beberapa kelainan in situ dapat
mengalami reresi spontan. Mungkin benar bahwa perubahan in situ akibat virus dapat mengalami
regresi. Sebaliknya, kehamilan atau infeksi HPV, baik dengan atau tanpa pembentukan kondiloma dapat
menimbulkan perubahan epitel yang segera didiagnosis sebagai karsinoma in situ, atau perubahan in
situ mungkin kecil dan hilang oleh biopsi atau akibat pengaruh trauma, waktu melahirkan, penyinaran,
atau akibat infeksi sekunder (servisitis). Pada setiap kejadian, adalah tidak mungkin untuk meramalkan
”regresi” dan berbahaya bila tergantung terhadapnya.
Proses atipik dari epitel dan karsinoma serviks, selalu dimulai pada atau dekat dengan pertemuan
skuamokolumnar dari osteum eksternum. Pada tahap CIN, tidak tampak perubahan yang dapat dilihat
dengan mata telanjang, tetapi sel atipis dapat dilihat melalui pemeriksaan sitologi pada sebagian besar
kasus. Di samping itu, kolposkopi akan memberikan gambaran yang lebih jelas pada serviks, di mana
sering terlihat daerah abnormal yang tidak tampak dengan mata telanjang. Fokus-fokus perubahan
epitel dapat dibuat lebih jelas dengan memulas serviks dengan larutan iodium---uji Schiller (mukosa nor-
mal berwarna merah-coklat, karena selnya mengandung glikogen, tetapi pada sel atipis kadar
glikogennya berkurang, sehingga tampak pucat)---atau dengan asam asetat yang diencerkan, di mana
untuk sebab yang belum diketahui akan memberikan fokus abnormal yang berwarna putih pucat.
Akhirnya, diperlukan biopsi dan pemeriksaan histologis untuk dapat menunjukan gambaran dari
displasia ringan sampai karsinoma in situ, seperti yang sudah dijelaskan di atas.
Karsinoma invasif dapat memperlihatkan tiga bentuk makroskopis yang berbeda. Bentuk yang terbanyak
adalah tumor menonjol eksofitik (fungating) yang dimulai dengan penebalan nodular dari epitel dan ada
kalanya seperti kembang kol (cauliflower-like) yang menonjol di atas permukaan mukosa sekitamya, ada
kalanya melingkari osteum eksternum (Gambar 19-6). Bentuk kedua ialah bentuk ulseratif, yang ditandai
dengan terlepasnya jaringan nekrotik di bagian tengah tumor tersebut. Bentuk ketiga yang paling jarang
dijumpai ialah bentuk infiltratif, yang cenderung tumbuh ke dalam jaringan stroma di bawahnya,
daripada tumbuh ke permukaan. Dengan berjalannya waktu, ketiga bentuk tumor ini cenderung untuk
menyatu dan mengadakan infiltrasi ke jaringan di bawahnya, menyumbat osteum ekstemum, tumbuh
ke atas menuju saluran endoserviks dan segmen bawah uterus, dan akhirnya meluas ke dinding fundus,
dan melalui dinding fundus menuju ke ligamentum-ligamentum uterus. Pertumbuhan berikutnya dapat
menyebar ke rektum dan dasar buli-buli, kadang-kadang mengadakan penyumbatan pada satu atau
kedua ureter. Metastasis ke kelenjar getah bening atau metastasis yang jauh, terjadi relatif lambat.
Kelenjar getah bening yang pertama kali terkena ialah kelenjar getah bening iliaka intema dan
hipogastrika, disusul kemudian kelenjar periaorta. Bila ada metastasis jauh, biasanya mengenai paru-
paru, tulang, dan hepar.
Gambaran histologik dad 95% karsinoma serviks ialah karsinoma sel skuamosa dengan diferensiasi yang
bervariasi. Sisanya 5% ialah adenokarsinoma, yang mungkin berasal dari kelenjar endoserviks, atau
campuran bentuk skuamosa dan bentuk adeno-, yang disebut karsinoma adenoskuamosa.
Telah ditentukan sistem penderajatan (grading system), berdasarkan diferensiasi sel, dan sistem
pentahapan (staging system) berdasarkan penyebaran tumor. Derajat I sampai III dimaksudkan sebagai
kelainan dengan diferensiasi rendah yang progresif. Rincian sistem pentahapan yang digunakan
sekarang ialah di luar keperluan kami. Secara singkat, dikenal tahap 0---karsinoma in situ---lalu tahap 1
sampai 4 yang ditentukan berdasarkan apakah karsinoma itu masih terbatas pada serviks (tahap I) atau
sudah menyebar ke luar serviks untuk mencapai tahap 4, yang ditandai dengan penyebaran ke luar
uterus menuju pelvis dan terkenanya organ-organ yang berdekatan, atau metastasis jauh.
KEADAAN KLINIK. Hasil pemeriksaan Pap smear yang pertama kali menunjukkan abnormal dengan dis-
plasia ringan, dapat ditemukan pada remaja atau dewasa muda, tanpa gejala. Juga karsinoma in situ
yang jelas pada umumnya tanpa gejala kecuali mungkin ada keputihan (leukore), tetapi lebih sering
karena servisitis atau vaginitis. Dengan mata telanjang, serviks mungkin masih tampak normal, tetapi
dengan kolposkopi dan uji Schiller atau uji asam asetat dapat memperlihatkan daerah yang abnormal.
Bila timbul karsinoma invasif, biasanya pada dekade keempat atau kelima atau sesudahnya, sering
disertai dengan perdarahan vagina yang tidak teratur, keputihan, nyeri waktu sanggama, dan disuria.
Semua kelainan invasif kecuali bentuk infiltratif, biasanya mudah diketahui dengan cara palpasi dan
inspeksi. Biopsi selalu diperlukan untuk memastikan hasil positif dari pemeriksaan sitologi dan untuk
menilai kedalaman penetrasi tumor tersebut.
Mortalitas dari kanker jenis ini lebih banyak berkaitan dengan dampak lokal (misalnya penyumbatan
ureter atau penetrasi ke dalam buli-buli atau rektum) daripada metastasis jauh. Kematian karena
penyakit ini adalah tragedi yang perlu disayangkan, karena diperlukan waktu yang lama (sedikitnya satu
dekade) dari bentuk in situ, agar dapat berkembang menjadi bentuk invasif, di mana memberi cukup
kesempatan untuk dilakukan diagnosis secara dini. Juga tidak diperlukan perawatan yang tergesa-gesa
Bila penafsiran hasil biopsi meragukan, masih cukup waktu untuk memberikan kesempatan bagi
kelainan itu untuk menyatakan diri.
Kelangsungan hidup bagi orang yang menderita tumor ganas ini, dengan menganggap bahwa telah
dilakukan pengelolaan yang baik (biasanya dengan pembedahan atau radiasi ataupun keduanya), sangat
tergantung kepada tahap tumor itu saat pertama dijumpai, seperti yang tampak pada data angka
kelangsungan hidup selama lima tahun berikut ini:
Stadium 0-100%
Stadium 1-85-95%
Stadium 2-70-75%
Stadium 3-35%
Stadium 4-10%
KARSINOMA ENDOMETRIUM
Insiden penyakit ini tetap berada pada satu tingkat yang sama selama bertahun-tahun. Walaupun
karsinoma invasif serviks dulu lebih banyak daripada karsinoma endometrium, tetapi pengendalian yang
cermat pada karsinoma invasif serviks belum dapat dicapai pada karsinoma endometrium, sehingga
kelainan ini lebih banyak dijumpai daripada karsinoma serviks. Diagnosis sitologik untuk karsinoma
endometrium kurang efektif dibandingkan dengan karsinorna serviks. Walaupun kelainan endometrium
cenderung timbul setelah menopause dan menyebabkan perdarahan yang tidak teratur, tetapi
memungkinkan diagnosis semasa masih terbatas dalam uterus, karenanya dapat disembuhkan dengan
operasi ataupun radiasi. Jadi, karsinoma endometrium menimbulkan kematian pada kira-kira 3000
orang setiap tahun di Amerika Serikat, kurang dari setengahnya disebabkan oleh karsinoma serviks
invasif.
INSIDEN. Karsinoma endometrium tidak lazim ditemukan pada wanita yang berusia kurang dari 40
tahun. Puncak insiden terjadi pada usia 55 sampai 65 tahun. Peningkatan frekuensi dari bentuk
neoplasma ini dijumpai pada: (1) obesitas; (2) diabetas, atau hanya, intoleransi glukosa saja; dan (3)
infertilitas. Menurut beberapa penelitian, frekuensinya juga meningkat pada hipertensi, tetapi hal
tersebut disangkal oleh peneliti lain. Terdapat penjelasan yang masuk akal bagi peranan obesitas dan
infertilitas, seperti yang akan terlihat, tetapi adanya diabetes yang timbul bersamaan dengan tumor
jenis ini, sebagian besar masih belum dapat diterangkan, kecuali untuk hubungan yang sudah diketahui
antara penyakit metabolik dengan obesitas. Jarang ditemukan karsinoma endometrium dan karsinoma
payudara pada penderita yang sama.
PATOGENESIS. Terdapat bukti-bukti yang meyakinkan bahwa karsinoma endometrium timbul sebagai
kelanjutan dari hiperplasi endometrium yang berat di bawah pengaruh rangsang estrogen yang lama.
Observasi yang mendukung dapat disingkat sebagai berikut:
· Hiperplasi adenomatosa yang berlanjut ke hiperplasi atipik (jelas berhubungan dengan hiperestrinisme)
sering mendahului timbulnya karsinoma endometrium. Secara morfologis memang sukar dibedakan
antara hiperplasi atipik dengan karsinoma.
· Estrogen eksogen, terutama bila dipakai untuk me ngendalikan gejala menopause, akan menyebabkan
peningkatan risiko.
· Neoplasma ovarium yang menghasilkan estrogen (misalnya tumor sel granulosa) meningkatkan insiden
karsinoma endometrium.
· Obesitas sebagai faktor predisposisi, karena sintesis estrogen dalam depot lemak akan meningkat oleh
pendahulu estrogen yang berasal dari adrenal atau ovarium.
· Kanker ini lebih banyak dijumpai pada wanita yang infertil, karena kegagalan ovulasi dan rangsang
estrogen yang berkepanjangan tanpa ada hambatan dari progestin pasca ovulasi.
· Timbulnya tumor pada saat atau setelah menopause menunjukkan pengaruh yang terus-menerus dari
estrogen adrenal tanpa adanya hambatan progestin.
· Pengaruh kontrasepsi oral (OCs) masih diperdebatkan. OCs yang ada sekarang mengandung estrogen
dan progestin yang pada umumnya tidak dianggap meningkatkan risiko, tetapi bahkan memberikan per
lindungan, namun beberapa peneliti justru menganggap bahwa hal ini dapat meningkatkan risiko.
MORFOLOGI. Karsinoma endometrium dianggap timbul sebagai kelainan in situ, di mana setelah
beberapa tahun, tumor ini memperlihatkan satu dari dua bentuk makroskopik. Mengadakan infiltrasi,
menyebabkan penebalan dinding uterus yang difus, atau mengambil bentuk eksofitik. Pada kedua kasus
tersebut, tumor itu akan memenuhi ruang endometrium dengan jaringan yang padat atau lunak, dengan
sebagian darinya mengalami nekrosis, dan pada suatu saat akan menembus dinding miometrium
menuju lapisan serosa dan langsung menyebar ke daerah di sekitar uterus. Melalui suatu proses yang
lama, akan timbul metastasis ke kelenjar getah bening regional dan selanjutnya ke organ-organ yang
jauh. Kira-kira 85% dari tumor ini memiliki gambaran histologik suatu adenokarsinoma, dengan bentuk
kelenjar yang jelas dilapisi oleh sel epitel kubus sampai torak yang mengalami anaplasi. Diferensiasi sel
tumor berkisar dari diferensiasi baik sampai buruk. Jarang sekali sel ini memiliki aktivitas sekresi mukus,
sebagian besar berada dalam fase non sekresi dan mengikhtisarkan fase proliferasi dari siklus
endometrium. Sisanya, 15% dari karsinoma endometrium ialah jenis adenoakantoma dan
adenoskuamosa. Keduanya perlu dibedakan dengan jelas. Adenoakantoma ditandai oleh perubahan
metaplastik dari sel torak neoplasma menjadi sel-sel skuamosa, yang terdapat di sekitar kelenjar. Unsur
skuamosa pada adenoakantoma dalam keadaan matur dan berdiferensiasi baik. Meskipun terdapat
diferensiasi yang aneh dan menyimpang, tumor ini menuniukkan sifat seDerti adenokarsinoma.
Sebaliknya, karsinoma adenoskuamosa terdiri dari elemen skuamosa yang nyata ganas bercampur
dengan adenokarsinoma, keduanya berditerensiasi buruk. Karena unsur “adeno-“ adalah berditerensiasi
buruk, maka neoplasma ini memilikiSprognosis yang lebih buruk daripada adenoakantoma.
Seperti pada kebanyakan tumor, karsinoma endometrium diklasifikasikan menurut derajat
keganasannya, berdasarkan diferensiasi selnya, dan tahap pertumbuhannya, berdasarkan luasnya
penyebaran penyakit itu pada saat diagnosis ditegakkan. Menurut derajat keganasannya, maka tumor
itu memiliki derajat I sampai 111, yaitu mulai dari diferensiasi baik sampai diferensiasi buruk. Tahap
pertumbuhan yang digunakan secara luas ialah sebagai berikut:
Stadium I - tumor terbatas pada korpus uteri.
Stadium II - tumor mengenai korpus dan serviks uteri.
Stadium III - tumor menyebar ke luar uterus, tetapi tidak melewati rongga pelvis.
Stadium IV - tumor menyebar di luar tahap III.
KEADAAN KLINIK. Petunjuk klinik pertama dari karsinoma endometrium biasanya berupa keputihan dan
perdarahan iregular yang mencolok. Keadaan ini menyatakan adanya erosi dan ulkus pada permukaan
endometrium. Sekalipun pada tahap ini serviks tampak normal. Sejalan dengan perkembangannya,
uterus dapat diraba membesar dan pada suatu saat akan melekat pada jaringan sekitar, oleh karena
penyebaran kanker di luar uterus. Untunglah bahwa tumor ini bermetastasis lambat, tetapi pada
akhirnya dapat terjadi penyebaran ke kelenjar getah bening regional dan tempat-tempat yang jauh
(misalnya hati dan paru-paru). Radioterapi dan pembedahan sudah sejak lama menjadi standar terapi,
tetapi banyak adenokarsinoma memiliki reseptor estrogen dan progesteron, serta memberikan respons
yang baik terhadap antiestrogen. Berbagai protokol kemoterapi sedang dipelajari, tetapi tindakan
pembedahan dan radioterapi masih merupakan bentuk pengobatan yang paling efektif, karena cara lain
mungkin dapat menghambat perkembangan tumor, tetapi jarang memberi kesembuhan. Cukup
mengherankan bahwa, neoplasma yang reseptor positif juga memberi hasil yang lebih baik dengan
pembedahan, barangkali karena neoplasma ini cenderung memiliki diferensiasi yang lebih baik. Bila
semua metode terapi dipakai, maka karsinoma Tahap I memiliki angka kelangsungan hidup selama lima
tahun sebesar 90%; yang akan menurun menjadi 30-50% pada Tahap II, dan kurang dari 20% pada Tahap
III dan IV.
KORIOKARSINOMA
Tumor ganas yang sangat agresif ini timbul baik dan epitel korion kehamilan, atau lebih jarang dari sel
totipoten di dalam gonad atau tempat lain. Koriokarsinoma jarang didapatkan di sebagian besar
kebudayaan Barat dan di Amerika Serikat timbul kira-kira pada satu dari 40.000 sampai 70.000
kehamilan. Tumor ini lebih sering ditemukan di negara-negara Asia dan Afrika, yang frekuensinya
mencapai satu dari 1000 kehamilan. Risikonya meningkat pada usia di bawah 20 dan lebih meningkat
lagi pada usia 40 tahun atau lebih tua. Pada kira-kira 50% kasus timbul setelah mola hidatidosa komplet
tetapi jarang setelah mola parsial. Kira-kira 25% timbul setelah abortus, dan sisanya kebanyakan timbul
setelah kehamilan normal. Dengan kata lain, makin abnormal hasil konsepsi, makin besar bahaya
timbulnya koriokarsinoma kehamilan. Sebagian besar kasus ditemukan karena berupa perdarahan coklat
bersamaan dengan peningkatan titer HCG, terutama subunit beta dalam darah dan urin, dan tidak
adanya pembesaran uterus yang nyata seperti pada mola. Umumnya titernya jauh lebih tinggi daripada
yang ada pada mola. Pada kejadian yang mengikuti abortus atau kehamilan, adanya fakta bahwa umur
ibu mempengaruhi frekuensi neoplasma ini memberi kesan bahwa asal tumor lebih cenderung dari
ovum yang abnormal daripada dari epitel korion yang tertahan.
Penampakan koriokarsinoma biasanya sangat hemoragik, merupakan jaringan nekrotik dalam uterus.
Kadang-kadang terjadi nekrosis yang luas dan menyeluruh sehingga diagnosis anatomiknya menjadi
sukar karena hanya sedikit jaringan neoplasma yang masih hidup. Memang benar, tumor primernya
sendiri akan hancur sendiri dan hanya dari bentuk metastasisnya saja, kita bisa mendapat informasi.
Dalam keadaan sangat dini, tumor primer menyelinap ke dalam miometrium dan pembuluh darah.
Berbeda dengan mola hidatidosa dan mola invasif, jonjot korion tidak terbentuk; bahkan tumor murni
hanya epitel, terdiri dari sel kuboid sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas yang anaplastik. Tetapi identifikasi
keadaan atipik dapat menjadi sulit karena epitel korion normal secara sitomorfologi sangat bervariasi.
Pada saat sebagian besar neoplasma ditemukan, aenyebaran luas melalui darah biasanya sudah terjadi,
paling sering ke paru-paru (50%), vagina (30-40%), otak, hati, Jan ginjal. Jarang terjadi invasi ke kelenjar
getah bening.
Meskipun pada masa lalu agresivitas yang hebat dari neoplasma membuatnya selalu fatal, tetapi pada
saat ini melalui kemoterapi telah dapat dicapai hasil yang luar biasa. Hampir 100% penyembuhan
dicapai pada neoplasma yang belum menyebar melampaui pelvis, vagina, dan paru-paru. Remisi hampir
75% dapat dicapai, sekalipun sudah menyebar luas. Sama-sama menakjubkan bahwa dilaporkan banyak
bayi sehat yang lahir dari penderita yang telah sembuh.
Yang menarik adalah kemungkinan peran sinergis dari reaksi imun penderita terhadap tumor. Jaringan
tumor berasal dari ovum yang dibuahi dan memiliki antigen paternal; karenanya terdiri dari sel-sel
“asing” bagi penderita. Jadi, reaksi imun terhadap antigen paternal mungkin terjadi. Hal ini juga
didukung oleh reaksi kemoterapi yang relatif buruk terhadap koriokarsinoma yang timbul dalam gonad
(ovarium atau testis) yang menjadi “milik” penderita.
1. Seksio Sesarea
A. Definisi
Seksio Sesarea adalah suatu persalinan buatan , dimana janin dilahirkan melalui insisi pada dinding perut
dan dinding rahim. Syarat utamanya antara lain sebagai berikut :
Uterus dalam keadaan utuh (karena pada sectio cesarea, uterus akan diinsisi). Jika terjadi ruptura uteri,
maka operasi yang dilakukan adalah laparotomi, dan tidak disebut sebagai sectio cesarea, meskipun
pengeluaran janin juga dilakukan per-abdominam.
Berat janin di atas 500 gram .
B.IndikasiPrinsip
a. Keadaan yang tidak memungkinkan janin dilahirkan per vaginam dan/atau
b. Keadaan gawat darurat yang memerlukan pengakhiran kehamilan / persalinan segera, yang tidak
mungkin menunggu kemajuan persalinan per vaginam secara fisiologis. Indikasi ibu
a. panggul sempit absolut ( diameter conjugata vera < 6 cm )
b. tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
c. stenosis serviks / vagina
d. plasenta previa
Plasenta Previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga
dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Mengapa plasenta tumbuh pada segmen
bawah uterus tidak selalu dapat diterangkan, karena tidak nyata dengan jelas bahwa plasenta previa
didapati untuk sebagian besar pada penderita dengan paritas fungsi, apabila aliran darah ke plasenta
tidak cukup atau diperlukan lebih banyak seperti pada kehamilan kembar. Plasenta yang letaknya
normal sekalipun akan meluaskan permukaannya, sehingga mendekati atau menutupi sama sekali
pembukaan jalan lahir.
Klasifikasi plasenta previa :
d.1 Plasenta Previa Totalis, apabila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta.
d.2. Plasenta Previa Parsialis, apabila sebahagian pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta.
d.3. Plasenta Previa Marginalis, apabila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan.
d.4. Plasenta Letak Rendah, plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah uterus tetapi belum
sampai menutupi pembukaan jalan lahir
e.Disproporsi Cephalopelvic (DCP )
Biasanya dideteksi dengan Osbond test
f.Ruptura Uteri membakat
g. Pre eklampsia dan Eklampsia berat, dimana terjadi kegagalan induksi
h . Penyakit lain pada ibu : dekom cordis , asma , hemorroid .
Indikasi janin .
a. Kelainan letak ( misal sungsang , letak lintang )
b. Prolaps talipusat
c.Gawat janin ( misalnya BJJ kurang dari 140 x / menit ) à fetal distress
d. Ekspensive child à anak yang dihasilkan dari pasangan yang lama menikah dan baru punya anak.
e. Kehamilan post-term
f. Makrosomia ( berat janin > 4000 gram )
Umumnya sectio cesarea tidak dilakukan pada keadaan janin mati, ibu syok / anemia berat yang belum
teratasi, atau pada janin dengan kelainan kongenital mayor yang berat ( monster )
C. Prosedur
Berdasarkan insisi / teknik yang dilakukan, terdapat beberapa jenis sectio cesarea :
a. Seksio Sesarea Klasik
1. Mula-mula dilakukan disinfeksi pada dinding perut dan lapangan operasi dipersempit dengan kain
steril .
2. Pada dinding perut dibuat insisi mediana mulai dari atas simfisis sepanjang kurang lebih 12 cm sampai
di bawah umbilikus lapis demi lapis , sehingga cavum peritoneal terbuka.
3. Dalam rongga perut di sekitar rahim dilingkari dengan kasa laparotomi.
4. Dibuat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen atas rahim ( SAR ) , kemudian diperlebar secara
sagital dengan gunting.
5. Setelah cavum uteri terbuka , selaput ketuban dipecahkan . Janin dilahirkan dengan meluksir kepala
dan mendorong fundus uteri. Setelah janin lahir seluruhnya , tali pusat dijepit dan dipotong di antara
kedua penjepit.
6. Plasenta dilahirkan secara manual , dengan disuntikkan 10U Oksitosin ke dalam uterus secara intra
mural .
7. Luka insisi SAR dijahit kembali
- lapisan I : endometrium bersama miometrium dijahit secara jelujur dengan benang catgut khromik
- lapisan II : hanya miometrium saja yang dijahit secara simpul ( berhubung lapisan ini sangat tebal )
dengan catgut khromik.
- lapisan III : perimetrium saja , dijahit dengan teknik simpul dengan benang catgut biasa.
8. Setelah dinding uterus selesai dijahit , kedua adneksa dieksplorasi .
9. Rongga perut dibersihkan dari sisa darah dan luka dinding perut dijahit.
Teknik ini dilakukan pada keadaan yang sulit untuk memisahkan kandung kemih untuk mencapai dan
menginsisi segmen bawah uterus misalnya akibat perlekatan pasca operasi sebelumnya ( SS sebelumnya
) atau pasca infeksi, atau ada tumor di segmen bawah uterus, atau janin besar dalam letak lintang, atau
plasenta previa dengan insersi di dinding depan segmen bawah uterus. Indikasi lain SC klasik adalah VU
letaknya tinggi dan melekat , janin letak lintang , plasenta previa SBR , dan biasa dipakai untuk SC yang
disertai tubektomi. Komplikasinya adalah perdarahan yang terjadi akan sangat banyak karena jaringan
segmen atas korpus uteri sangat vaskular.
b. Seksio Sesarea Transperitoneal Profunda
1. Mula-mula dilakukan disinfeksi pada dinding perut dan lapangan operasi dipersempit dengan kain
steril.
2. Pada dinding perut dibuat insisi mediana mulai dari atas simfisis sampai di bawah umbilikus lapis demi
lapis , sehingga cavum peritoneal terbuka.
3. Dalam rongga perut di sekitar rahim dilingkari dengan kasa laparotomi.
4. Dibuat Bladder-flap , yaitu dengan menggunting peritoneum VU ( Plica vesicouterina ) di depan SBR
secara melintang . Plika Vesicouterina ini disisihkan secara tumpul ke arah samping dan bawah dan VU
yang telah disisihkan ke arah bawah dan samping dilindungi dengan spekulum kandung kencing.
5. Dibuat insisi pada SBR 1 cm di bawah irisan plika vesicouterina tadi secara tajam dengan pisau bedah
sekitar 2cm , kemudian diperlebar melintang secara tumpul dengan kedua jari telunjuk operator . Arah
insisi pada SBR dapat melintang ( transversal ) sesuai cara Kerr , atau membujur ( Sagital ) sesuai cara
Kronig.
6. Setelah cavum uteri terbuka , selaput ketuban dipecahkan , janin dikeluarkan dengan meluksir
kepalanya . Badan janin dilahirkan dengan cara mengait kedua ketiaknya . Tali pusat dijepit dan dipotong
diantara kedua jepitan , plasenta dilahirkan secara manual. Diinjeksikan ke dalam otot uterus intra mural
10 U Oksitosin. Luka dinding uterus dijahit :
- lapisan I : endometrium bersama miometrium dijahit secara jelujur
- lapisan II : miometrium saja yang dijahit secara jelujur
- lapisan III : Plica vesicouterina dijahit secara jelujur.
7.Setelah dinding uterus selesai dijahit , kedua adneksa dieksplorasi .
8. Rongga perut dibersihkan dari sisa darah dan luka dinding perut dijahit.
Segmen bawah uterus relatif kurang vaskular dibandingkan korpus uteri, sehingga diharapkan
perdarahan yang terjadi tidak seberat dibandingkan pada sectio cesarea cara klasik .
Indikasi :
- Letak janin memanjang ( longitudinal )
-Tidak ada masalah pada segmen bawah uterus
- Masih menginginkan kehamilan berikutnya.
Keuntungan :
-Perdarahan lebih sedikit
- Dapat mengindari insisi pada plasenta , karena letak plasenta pada corpus
- Mudah melakukan luksasi kepala janin
-Mudah melakukan jahitan belas insisi.
- Re-peritonisasinya baik
- Risiko ruptur uteri pada kehamilan berikutnya kecil.
3. Ekstraksi Cunam
Ekstraksi cunam adalah suatu tindakan bantuan persalinan di mana janin dilahirkan dengan suatu
tarikan cunam / forceps yang dipasang pada kepalanya.Forceps / cunam :Forceps / cunam adalah alat
bantu persalinan, terbuat dari logam, terdiri dari sepasang (2 buah) sendok yaitu sendok cunam kiri dan
sendok cunam kanan. Beberapa jenis forceps (gambar kiri ke kanan) : Naegele, Kjelland, Locking,
Simpson-Braun, Piper, Boerma, Tarnier. (catatan : proporsi ukuran dalam gambar tidak sesuai).Masing-
masing sendok cunam memiliki :1. tangkai pemegang / handle : untuk dipegang oleh penolong
persalinan2. kunci cunam / lock : untuk mengunci pada persilangan cunam kanan dengan cunam kiri.3.
tangkai cunam : bagian antara kunci cunam dengan bilah / daun cunam.4. bilah / daun cunam : bagian
yang akan mencekam kepala janin.Beberapa model kunci cunam : a. Inggris (Smelie). b. Perancis. c.
Jerman. d. Norwegia (gambar)Daun cunam umumnya memiliki dua lengkungan :1. lengkung kepala
(cephalic curve), disesuaikan dengan kurva kepala janin2. lengkung panggul (pelvic curve), disesuaikan
dengan kurva rongga panggul ibu.Berdasarkan kemajuan persalinan / penurunan kepala di dalam rongga
panggul, pemakaian cunam dibagi menjadi :1. cunam tinggi (high forceps) : ekstraksi cunam pada
keadaan kepala masih berada di atas pintu atas panggul. Saat ini tidak dipakai lagi karena trauma yang
terjadi sangat berat. Pertolongan persalinan untuk keadaan ini digantikan dengan sectio cesarea.2.
cunam tengah (mid forceps) : ekstraksi cunam pada keadaan kepala sudah cakap / engaged tetapi belum
memenuhi syarat untuk cunam rendah. Saat ini juga sudah jarang dipakai, pertolongan persalinan untuk
keadaan ini digantikan dengan ekstraksi vakum atau sectio cesarea.3. cunam rendah (outlet / low
forceps) : ekstraksi cunam pada keadaan kepala sudah mencapai pintu bawah panggul dan sutura
sagitalis janin sudah berada dalam keadaan anteroposterior. Pemakaian cunam untuk keadaan ini yang
paling sering digunakan.Indikasi :Prinsip : keadaan yang memerlukan pertolongan persalinan kala dua
yang dipercepat, karena jika terlambat dapat membahayakan keadaan ibu dan / atau janin.
Indikasi Relatif
Ekstraksi cunam yang bila dikerjakan akan menguntungkan ibu ataupun janinnya , tapi jika tidak
dikerjakan tidak akan merugikan , sebab bila dibiarkan, diharapkan janin akan lahir dalam 15 menit
berikutnya.
Indikasi relative dibagi menjadi :
- Indikasi de Lee
Ekstraksi cunam dengan syarat kepala sudah di dasar panggul , putaran paksi dalam sudah sempurna ,
m. Levator ani sudah teregang , dan syarat-syarat ekstraksi cunam lainnya sudah terpenuhi.
Ekstraksi cunam atas indikasi elektif , di Negara barat tersebut banyak dipakai anastesia atau conduction
anesteshia untuk menghilangkan tenaga mengejan , sehingga persalinan harus diakhiri dengan ekstraksi
cunam.
- Indikasi Pinard
Ekstraksi cunam yang memiliki syarat sama dengan indikasi Lee , hanya si penderita harus sudah
mengejan selama 2 jam.
Keuntungan indikasi profilakrik :
- Mengurangi peregangan perineum yang berlebihan
- Mengurangi penekanan kepala pada jalan lahir
- Kala II diperpendek
- Mengurangi bahaya kompresi jalan lahir pada kepala.
Indikasi Absolut
Indikasi ibu : preeklampsia / eklampsia, ruptura uteri membakat, penyakit jantung,paru-
paru,asma,danlain-lain.
2 .Indikasi janin : gawat janin.
Kontraindikasi :1. Bayi prematur (karena kompresi pada tulang kepala yang belum matang / belum
memiliki kemampuan moulage yang baik dapat menyebabkan terjadi
perdarahanperiventrikular.2.Disproporsisefalopelvik.Syarat :1.Janin aterm dan hidup2.Janin harus dapat
lahir pervaginam (tidak ada disproporsi)3.Pembukaan serviks sudah lengkap.4.Kepala janin sudah
engaged.5.Selaput ketuban sudah pecah, atau jika belum, dipecahkan.
6.Kepala janin dapat dipegang oleh cunam.
Prosedur
Persiapan
1. Persiapan ibu
a. Posisi tidur lithotomi
b. Rambut vulva dicukur
c. VU dan rectum dikosongkan
d. Disinfeksi vulva
e. Infus jika diperlukan
f. Narkosis jika diperlukan
g. Kain penutup pembedahan
h. Gunting episiotomi
i. Alat-alat untuk menjahit jalan lahir
j. Uterotonika
2. Persiapan Janin
a. Alat-alat pertolongan persalinan
b. Alat penghisap lendir
c. Oksigen
d. Alat-alat untuk resusitasi
3. Persiapan untuk dokter
a. Mencuci tangan
b. Sarung tangan steril
c. Baju opersi steril
Cara Pemasangan Cunam
Ditinjau dari posisi daun cunam terhadap kepala janin dan panggul ibu pada waktu cunam dipasang ,
pemasangan cunam dibagi menjadi :
a. Pemasangan Sefalik ( biparietal , melintang terhadap kepala )
Merupakan pemasangan cunam dimana sumbu panjang cunam sesuai dengan diameter mento-
oksipitalis kepala janin , sehingga daun cunam terpasang secara simetrik di kiri kanan kepala.
b. Pemasangan Pelvik ( melintang terhadap panggul )
Merupakan pemasangan cunam dimana sumbu panjang cunam sesuai dengan sumbu panggul.
Jadi pemasangan cunam yang baik ialah cunam terpasang biparietal kepala dan melintang panggul . Hal
ini hanya terjadi bila kepala janin sudah di pintu bawah panggul dan ubun-ubun kecil berada di depan ,
di bawah simfisis. Oleh karena itu , kriteria pemasangan cunam yang sempurna / ideal ( memberikan
trauma yang minimal pada ibu dan janin ) adalah :
a. Sutura sagitalis tegak lurus dengan bidang tungkai cunam.
b. Ubun-ubun kecil terletak 1 jari di atas bidang tersebut .
c. Kedua cunam teraba simetris di samping kepala.
Ekstraksi cunam akan menimbulkan trauma berat pada janin jika ekstraksi cunam dikerjakan dalam
posisi daun cunam melintang dalam panggul , tapi miring pada kepala.
Cara memasang ekstraksi cunam :
Penolong membayangkan bagaimana cunam akan dipasang.
Pemasangan daun cunam pada kepala janin.
Mengunci sendok cunam.
Menilai hasil pemasangan daun cunam.
Melakukan periksa dalam ulangan untuk mengetahui apakah cunam terpasang dengan benar dan tidak
jalan lahir yang terjepit daun cunam . Jika periksa dalam ulangan baik , lakukan traksi percobaan untuk
mengetahui apakah daun cunam telah mencengkeram kepala janin dengan baik.
Ekstraksi cunam percobaan.
- Tangan kiri dan kanan penolong memegang pemegang cunam , jari telunjuk dan jari tengah tangan
kanan penolong diluruskan sampai menyentuh puncak kepala.
- Jika saat dilakukan traksi kedua jari terlepas dari puncak kepala , berarti kepala tidak ikut tertarik.
- Namun , bila saat traksi dilakukan kedua jari tetap menyentuh puncak kepala , berarti kepala ikut
tertarik .
- Bila saat traksi percobaan kepala tidak tertarik, berarti daun cunam belum terpasang dengan benar ,
sehingga cunam harus dilepaskan dan dipasang lagi.
- Bila traksi ini berhasil , dilanjutkan dengan traksi definitif.
Ekstraksi cunam definitif.
Dilakukan dengan mencengkam pemegang cunam oleh tangan kiri penolong . Tangan kanan penolong
mencengkam pemegang cunam di atas tangan kiri sambil jari tengah berada di antara kedua tangkai
cunam. Traksi dilakukan dengan arah tangkai cunam sesuai dengan sumbu panggul , yaitu cunam ke
bawah bila kepala masih agak tinggi dan mendatar bila kepala di pintu panggul bawah ( PPB ) , sampai
suboksiput tampak di bawah oksiput.
Membuka dan melepaskan sendok cunam.
Segera setelah suboksiput berada di bawah simfisis , cunam dipegang hanya oleh tangan kanan , tangan
kiri menahan perineum. Cunam kemudian dielevasi ke atas , sehingga kepala melakukan gerakan
defleksi dengan suboksiput sebagai hipomoklion , sehingga berturut-turut lahir ubun-ubun besar , dahi ,
mata , hidung , mulut , dan dagu. Akhirnya lahir seluruh kepala . Cunam dilepaskan pada waktu gerakan
defleksi ini atau bila kepala sudah lahir seluruhnya. Setelah kepala lahir , kepala dibiarkan melakukan
putaran paksi luar kemudian baru dilahirkan sebagaimana lazimnya. Bila ekstraksi cunam dilakukan
dengan narkosis cukup dalam , maka plasenta harus dilahirkan secara manual sekaligus eksplorasi jalan
lahir untuk mengetahui adanya robekan.
Episiotomi
1. Bila diperlukan saat ekstraksi cunam , maka dilakukan saat :
a. Sebelum memasang cunam
b Kepala meregang perineum
2. Bila hendak melakukan ekstraksi cunam pada primigravida , episiotomi harus dikerjakan, pada multi
gravida jika diperlukan saja.
Ekstraksi Cunam Khusus
1. Cara Lange
Merupakan ekstraksi cunam dengan kepala janin dalam posisi melintang di dasar panggul ( ubun-ubun
kecil melintang dalam panggul ).
Cunam akan dipasang miring terhadap kepala dan miring terhadap panggul , sehinga posisi cunam tidak
simetris terhadap kepala maupun panggul . Ini berarti posisi cunam akan berada dalam arah depan
belakang.
Oleh karena itu , diperlukan :
- cunam depan , yaitu daun cunam yang dipasang di daerah depan ( di bawah simfisis )
- cunam belakang , yaitu daun cunam yang dipasang di daerah belakang ( dekat sakrum )
Dalam ini , untuk menentukan daun cunam mana yang akan menjadi cunam depan dipakai rumus sbb :
Cunam depan > < letak ubun-ubun kecil.
Cunam depan dapat dipasang dengan dua cara , yaitu :
- Langsung : cunam depan dipasang langsung di depan
- Tidak langsung ( wandering , gliding ) : cunam depan dipasang mulai dari belakang kemudian diputar (
wandering ) ke arah depan.
2. Cara Scanzoni
Merupakan ekstraksi cunam dengan ubun-ubun kecil berada di dekat sakrum . Pada ekstraksi cunam
cara ini , tindakannya terdiri dari dua tahap , yaitu :
- memutar kepala ke depan , sehingga ubun-ubun terletak melintang.
- Setelah kepala dalam posisi melintang , ekstraksi cunam dilakukan secara Lange.
Cunam dipasang melintang terhadap dan miring terhadap panggul. Cara melepaskannya adalah cunam
yang dipasang lebih dahulu dilepaskan terakhir. Kemudian setelah kepala berada dalam posisi melintang
, kepala dilahirkan dengan ekstraksi Lange.
Ekstraksi Cunam percobaan ( Trial Forceps )
Ekstraksi yang sebelumnya telah disadari penolong , bahwa kemungkinan ada CPD. Traksi dilakukan
dengan tenaga adequate dengan tenaga otot biseps saja. Jika 3 kali traksi janin belum dapat dilahirkan ,
ekstraksi cunam gagal , bayi dilahirkan perabdominan.
Ekstraksi cunam gagal jika :
Sendok cunam tidak dapat dikunci meski pemasangan cunam sudah benar.
Tiga kali traksi dengan tenaga cukup kuat bayi tidak dapat lahir.
Sebab-sebab kegagalan :
Kesalahan menentukan denominator kepala.
Adanya lingkaran konstriksi
Adanya CPD yang tidak ditemukan sebelumnya.
Komplikasi :
Ibu :
Perdarahan akibat atonia uteri atau trauma jalan lahir.
Trauma jalan lahir , baik pada jaringan lunak ( robekan vagina sampai ruptur uteri ) dan trauma tylang (
simfisiolosis, fraktur os. Coxygeus )
Infeksi pasca persalinan
Janin :
Luka pada kulit kepala
Cedera pada M. Sternocleidomastoideus
Paralisis NVII
Fraktur os .cranium
Perdarahan intracranial.
4. Histerektomi
Dapat dilakukan sesudah
- Seksio sesaria , misalnya karena atonia uteri
- Persalinan pervaginam
- Terjadi ruptura uteri
Pengangkatan uterus sesudah seksio sesaria diselenggarakan pada infekasi intrapartum yang berat, pada
perdarahan karena atonia yang tidak dapat diatasi oleh tindakan lain, pada uterus miomatosus dengan
mioma yang besar dan /atau banyak, dan karsinoma sirvisis uteri yang masih dapat diatasi; dalam hal
yang terakhir ini sebaiknya dilakukan histerektomi menurut Wertheim.
Apabila sebelum operasi sudah ada maksud untuk melakukan histerektomi, umumnya lebih mudah
untuk melahirkan janin dengan seksio sesaria klasik; setelah luka pada dinding uterus ditutup dengan
beberapa jahitan, pembedahan diteruskan.
Pada persalinan pervaginam kadang-kadang terpaksa dilakukan histerektomi apabila timbul perdarahan
postpartum yang tidak dapat diatasi oleh tindakan lain, atau apabila ada plasenta akreta.
Terapi yang terbaik pada ruptura uteri adalah histerektomi, walaupun pada kasus-kasus tertentu
kadang-kadang dapat dilakukan jahitan pada luka tersebut. Dalam hal yang terakhir ini sebaiknya
sebaiknya dilakukan sterilisasi. Pada ruptura uteri janin sudah meninggal dan sering kali untuk sebagian
atau seluruhnya masuk dalm rongga perut. Dalam hal demikian dilakukan laparotom, janin dan plasenta
apabila yang akhir ini udah lepas –dilahirkan, dan seterusnya uterus diangkat supravaginal.
Teknik histerektomi :
Histerektomi biasanya dilakukan dengan meninggalka adneksa kanan dan kiri. Ligamenta,rotunda kanan
dan kiri dipotong kira-kira 1,5 cm dari uterus dan diikat pada ptongan medial dan lateral. Jari penunjuk
yang menolong ditekan kan ke depan mulai dari dinding belakng ligamentum ovarii proprium
11. Uterus ditarik kuat ke atas, kemudian vesika urinaria dapat secara mudah dipisahkan dengan diseksi
tumpul menggunakan jari telunjuk terbungkus kasa. Dimulai dari serviks dan kemudian dari dinding
vagina anterior ke bawah sampai di bawah batas ostium uteri eksternum. Pada sebagian besar kondisi,
batas cekungan sepanjang daerah yang paling sulit dilepaskan adalah antara vesika urinaria dan lapisan
fascia daerah puboservikal (subvesikal). Dengan demikian sesudah vesika urinaria terbebaskan ke
bawah, inspeksi cermat serviks anterior akan tampak bahwa serviks tersebut dilapisis selapis tipis fascia.
Di dalam fascia inilah terdapat pleksus vaskularis yang bermasalah. Lapisan fascia bersama-sama dengan
pembuluh darah yang bermasalah tersebut dapat dengan mudah dibebaskan dari serviks menggunakan
jari telunjuk yang mendorong ke arah lateral pada setiap sisi dengan cara membuat insisi bentuk T
menembus fascia dengan irisan transversal tepat di bawah ostium uteri internum serta insisi vertikal
melalui pertengahan serviks. Dengan demikian pembuluh darah tersebut dapat dipisahkan dengan baik
tepat di samping segmen basal ligamentum latum.
Langkah 10 dan 11 berguna untuk lebih ke bawah lagi menurunkan ureter menjauh dari serviks sehingga
kemungkinan jarang terjadi trauma jika tindakan ini dilatih pada saat pemasangan klem dan benang.
12. Dilakukan traksi kuat ke atas dan ke depan terhadap uterus kemudian dibuat insisi transversal
melalui refleksi peritoneal posterior 1 cm di atas batas perlekatan kedua ligamentum uterosakralis.flap
peritoneum bagian bawah cukup kuat melekat dengan dinding serviks posterior sehingga diperlukan
diseksi tajam vertikal ke bawah sekurangnya 2 cm supaya cukup dapat dibebaskan untuk dapat
memasukkan jari telunjuk kiri. Di bawah batas ini perlekatan peritoneal dan rektal cukup longgar
sehingga hanya dibutuhkan diseksi tumpul, pertama untuk membebaskan peritoneum dari serviks
kemudian dilanjutkan ke bawah untuk melepaskan rektum dari vagina di bawah ketinggian ostium uteri
eksternum. Pada tahap ini tidak terjadi perdarahan jika operasi dilakukan secara hati-hati dan juga tidak
dilakukan diseksi ke arah lateral pada daerah ligamentum latum.
13. Jika uterus sekarang diangkat seluruhnya ke atas, kedua jari telunjuk dapat bertemu di bawah serviks
pars vaginalis dengan adanya invaginasi anterior-posterior dinding vagina. Hal ini menunjukkan bahwa
vesika urinaria dan rektum telah cukup bawah dibebaskan dari vagina.
14. Kedua ligamentum uterosakralis sekarang dijepit klem, dipotong dan diligasi sedekat mungkin
dengan perlekatannya dengan serviks.
15. Bagian basal ligamentum latum yang padat bersama dengan pleksus vaskularis yang melekat
padanya setelah dapat dibebaskan melalui cara diseksi tumpul sebelum ini pada daerah sentral serviks
bagian depan dan belakang, sekarang telah dapat dicekam dengan mudah sedekat mungkin dengan
batas lateral serviks, dilanjutkan dengan pemotongan dan ligasi kuat, kemudian klem dapat dilepas. Jika
terdapat elongasi serviks, langkah ini dapat diulang sampai tercapai cukup rendah.
16. Cekungan vagina sekarang dapat dilihat jelas seluruh sisinya. Kasa steril per vaginam sekarang dapat
dilepas dari bawah. Perhatikan bahwa pada tahap ini, tidak terdapat perdarahan meskipun tidak
terpasang klem pada daerah pelvis. Dilakukan insisi dinding vagina anterior, kemudian vagina akan
menggelembung dan insisi diperluas mengelilingi serviks, dipasang empat buah klem pada cekungan
vagina sebagai berikut : satu pada anterior daerah midline, satu pada masing-masing sisi lateral dan satu
pada midline posterior. Pada saat yang bersamaan serluruh uterus diangkat keluar dari pelvis, tanpa
adanya kontak antara serviks dengan jaringan intrapelvik lainnya.
17. Dilakukan jahitan khusus sudut untuk menggantikan kedua klem di ujung, sebagai berikut : jarum
pertama kali menembus dinding vagina anterior ke dalam lumen vagina 1 cm mesial terhadap klem
bengkok, sekarang dilakukan transfiksi dua kali pada potongan bagian basal ligamentum latum, sehingga
terbentuk di dalamnya loop jahitan mattras bebas, dilanjutkan dengan jarum sekali lagi masuk ke dalam
lumen vagina, menembus dinding posterior juga 1 cm mesial klem bengkok untuk membuat ikatan
transfiksi terhadap potongan ligamentum uterosakralis. Ketika dilakukan ikatan, jahitan ini akan
menutup sudut vagina lateral dan berada tepat di atasnya untuk menyokong kedua segmen basal
ligamentum latum serta ligamentum uterosakral yang kuat.
18. Penutupan sempurna atau parsial dinding vagina anterior dan posterior dengan jahitan tergantung
apakah diperlukan drainase atau tidak.
19. Jahitan matras tunggal pada masing-masing sisi sekarang akan menggabungkan tunggul vagina
anterior dan mesial terhadap jahitan sudut, kemudian akan mentransfiksi potongan ligamentum
rotundum dan utero-ovarian melwati ke belakang untuk menggabungkan dinding vagina posterior di
seberang arah tempat semula jahitan masuk. Saat diikat, benang akan secara otomatis menggabungkan
ligammentum rotundum dan utero-ovarian pada tunggul vagina sehingga dapat memberikan tahanan
tambahan pada tunggul vagina sekaligus sebagai penunjang ovarium.
20. Celah pada peritoneum vesikouterina sekarang dijahit rapi dengan tepi bebas flap peritoneum
posterior, sehingga pelvis dilakukan peritonealisasi tertutup dengan tahanan kuat pada tunggul vagina
dan ovarium.
Modifikasi A
Jika untuk suatu alasan terdapat indikasi untuk dilakukan salpingoooforektomi unitlateral atau bilateral,
teknik yang dijelaskan menjadi lebih sederhana dan dapat dimodifikasi menurut prosedur yang telah
dikenal luas untuk memenuhi kebutuhan ini
Modifikasi B.
Jika paparan serviks untuk diseksi yang lebih rendah dianggap sulit karena keadaan patologi jinak pada
korpus uteri, misalnya pada pembesaran akibat miomatosus, disarankan dilakukan histerektomi subtotal
pada atau di atas ostium uteri internum. Serviks dapat dengan mudah dan secara cepat dilepaskan
dengan teknik yang telah dijelaskan.
KELAINAN UROGINEKOLOGI
1. Inkontinensia Urin
Ketidakmampuan menahan air kencing atau inkontinensia urin mempunyai berbagai sebab yang dapat
dikembalikan pada sphincter VU yang tidak berfungsi baik, atau pada fistula urin.
Otot-otot VU tumbuh beranyaman satu sam lain menjadi satu lapisan dengan kelanjutan serabutnya
ditemukan pula di dinding utetra sebagai dinding uretra dikenal sebagai musculus sphincter vesicae
internus atau m. lisosphincter. Otot-otot tersebut terletak di bawah lapisan jaringan yang elastis dan
tebal dan di sebelah luar dilapisi jaringan ikat.
Di samping musculus Sphincter vesicae internus di bagian distal gl.prostat uretra juga dikelilingi oleh
m.sphincter vesicae eksternus atau m.rhabdosphincter eksternus. Otot ini meingkatkan fungsi sphincter
vesicae dengan menarik uretra ke arah proximal hingga uretra lebih menyempit.
Otot polos uretra dan VU di bawah control saraf otonom (parasimpatis), sedangkan musculus
rhabdosphincter eksternus merupakan bagian dari otot dasar panggul sehingga kekuatannya dapat
ditingkatkan dengan latihan tertentu. Dengan musculus rhabdosphincter ini uretra dapat menutup
andaikata VU penuh dan ada perasaan ingin berkemih, sehingga tidak terjadi inkontinensia.
Bila VU terisis penuh maka m.detrusor akan teregang dan merangsang reseptor syaraf kemudian
dihantarkan ke medulla spinalis segmen sacral. Efektor dari rangsangan ini menyebabkan perasaan ingin
berkemih.
Tekanan pada waktu air kencing dikeluarkan dengan deras adalah antara 25-50 cm tekanan air. Pada
keadaan patologik tekanan intravesika dapat menaik sampai 150-250 cm air untuk mengatasi rintangan
di sphincter vesicae dan sphincter urethrae. Musculus lisosphincter melingkari bagian atas uretra dan
menentukan sudut antara uretra dan dasar vesicae. Otot-otot dasar panggul seperti musculus levator
ani dapat aktif menentukan posisi leher vesicae. Bila dasar panggul mengendor maka uretra dan leher
vesicae akan bergeser ke belakang dan vesica dapat dikosongkan, bila uretra ditarik ke depan maka
vesicae ditutup.
Etiologi
penyebab utama:
• overactivity of the detrusor (urge incontinence).
• defective mekanisme penutupan sphincter (stress incontinence)
• overflow bladder (urinary retention)
• gangguan kognitif atau motorik (enuresis)
Trauma pada persalinan adalah sebab utama daripada inkontinensia urinae yang fungsionil. Pada
persalinan dasar panggul didorong dan diregangkan dan sebagian dapat mengalami robek sehingga
menyebabkan kelainan letak vesicae. Pula otot-otot sekitar dasar vesicae dan leher vesicae mengalami
cedera. Hal tersebut dapat menimbulkan inkonitnensi pada masa nifas dan akan hilang sendiri bila
jaringan cidera akibat partus sembuh kembali. Yang lebih jarang ditemukan adalah karena adanya
gangguan cerebral tanpa adanya kelainan anatomik. Salah satunya disebut enuresis nokturna atau
ngompol pada malam hari, bila juga terjadi pada siang hari disebut juga enuresis diurna. Sering kali latar
belakangya adalah histeri, psikosis, dan kelainan mental lainnya.
Klinik
Inkontinensia dapat dibagi dalam beberapa tingkat untuk memudahkan membuat diagnosis dan
terapinya.
Tingkat I : adanya air kemih keluar meskipun sedikit pada waktu batuk atau bersin, atau ketawa atau
kerja berat.
Tingkat II : telah keluar air kemih bila kerja, naik tangga atau jalan-jalan
Tingkat III : terus keluar air kemih tidak tergantung dari berat ringannya bekerja, malahan pada
berbaring juga keluar air kemih.
Inkontinensia urin tingkat I dan II dinamakan pula stress incontinence. Untuk membuat diagnosis yang
tepat, agar pengobatannya juga tepat maka perlu dipikirkan hal-hal yang telah diuraikan di atas. Dengan
anamnesis terarah pemeriksaan-pemeriksaan yang rumit dan memakan waktu dan biaya dapat
dihindarkan.
Pemeriksaan air kencing secara kimiawi, mikroskopik dan bakteriologik perlu dilakukan. Kemudian uji
ngedan:
v pasien disuruh duduk di bangku, paha dibuka dan disuruh mengedan atau batuk. Bila ada
inkontinensia fungsional maka dari uretra akan keluar air kencing. Bila dengan disuruh membungkuk ke
depan beru keluar akir kencing maka kerusakan letak pada bagian atas uretra atau leher vesicae.
v Vesica diisi dengan cairan metilen biru atau indigokarmin. Penderita diberi banduk dan disuruh jalan.
Bila banduk menjadi biru atau warna indigokarmin maka ini menunjukkan adanya inkontinensia.
Pengobatan
Pengobatan diarahkan pada apa yang dijumpai. Bila hanya ditemukan uretrokel atau sistouretrokel
maka korphorrhafia anterior dengan memperkuat otot-otot di leher vesicae dan uretra dapat dilakukan.
Bila disamping itu ada desensus uteri dan biasanya ini juga terjadi, maka operasi Manchester-Forthergill,
dimana ligamentum kardinale kanan-kiri dijahitkan ke depan serviks dapat mengatasi kesulitan. Dengan
pengangkatan sebagian dari porsio dan jahitan tersebut di atas maka timbul suatu jaringan yang menjadi
penunjang vesika dan uretra bagian atas.
Bila sama seklai tidak ada desensus uteri maka dapat dipikirkan operasi Maeshall-Marchetti-Krantz yang
terdiri atas menggantungkan uretra ke posterior simfisis pubisdan bagian bawah vesica urinaria ke
musculus rectus abdominis. Tujuannya adalah untuk nenperbaiki sudut antara uretra dengan vesicae.
Hasil operasi tersebut bila berhasil adalah baik.
Bila dasar inkontinensia neurogen atau mental maka pengobatan hendaknya disesuaikan dengan apa
yang ditemukan. Dalam masa klimakterium bila keadaan jaringan telah mundur maka kemungkinan
pemberian hormon estrogen perlu dipertimbangkan dengan pengawasan yang baik.
Selain itu terapi terhadap inkontinensia urin dapat dilakukan:
1. Parasympathicolytics
v Parasympathicolytics or spasmolytics (oxybutynin, tolterodine) meningkatkan kapasitas VU dan
menurunkan kontraksi m.detrusor
2. Flavoxate, Flavoxate adalah relaksan dari otot polos.
3. adrenergic receptor agonists, sympathicomimetics (phenylpropanolamine and ephedrine)
meningkatkan tekanan intrauretral dengan obat ini tonus sphincter akan meningkat sehingga
meningkatkan penutupan sphincter.
4. Estriol
Efektivitas esterogen dalam terapi inkontinensia masih controversial dan mekanismenya belum jelas.
Salah satu teori menyebutkan bahwa estriol dapat mempengaruhi inkontinensia dengan meningkatkan
mukosa uretra. Pengobatan ini mungkin dapat efektif pada wanita postmenopause.
Teori lain menyebutkan bahwa estrogen dapat meningkatkan stimulasi alpha-adrenergic dan tonus otot
pada jaringan uretra. Hal ini mendasari terapi yang lebih efektif dengan kombinasi alpha-agonists
2. Sistokel
Cystocele adalah protrusi VU ke dalam vagina yang terjadi ketika ada cedera pada septum vesicovaginal.
Relaksasi dinding anterior vagina terjadi perlahan seiring berjalannya waktu dan sering terjadi setelah
melahirkan beberapa anak.
Ketika berdiri dinding anterior vagina yang melemah tidak dapat menahannya, septum vesicovaginal
turun,VU teregang dan menambah volume kapasitasnya. Seiring berjalannya waktu cystocele akan
membesar hingga menonjol ke vagina. Pengosongan komplet dari VU sangat susah karena terdapat
kantong da anterior vagina yang letaknya di atas cerviks vesica urinaria. Cystocele biasanya terjadi
bersama dengan rectocele. Biasanya keluhannya adalah sensasi ‘bearing down’ atau adanya protrusi
atau masa dari vagina.
Hal ini tidak akan menimbulkan inkontinensia jila tidak ada kerusakan atau cedera pada leher VU dan
uretra. Cystitis rekuren dan UTI dapat terjadi. Pembedahan dilakukan melalui vagina.
Operasi yang lazim dilakukan ialah kolporafia anterior. Setelah diadakan sayatan dan dindimg vagina
depan dilepaskan dari kandung kencing dan urethra, kandung kencing didorond ke atas, dan fasia
puboservikalis sebelah kiri dan sebelah kanan dijahit digaris tengah. Sesudah dinding vagina yang
berlebihan dibuang. Dinding vagina yang terbuka dibuka kembali.
Kolporafia anterior dilakukan pula pada urethrokel. Kadang-kadang operasi ini tidak mencukupi pada
sistokel dengan stree incontinence yang berat;dalam hal ini perlu dilakukan tindakan-tindakan khusus.
3. Rektokel
Rectocele adalah herniasi dinding anterior rentum karena relaksasi atau rupturnya fascia vagina dan
septum rectovagina. Rectocele ditandai dengan adanya benjolan besar yang dapat dilihat pada relaksasi
introitus. Rectocele dapat ringan dan menimbulkan sedikit gejala. Namun, beberapa dapat sangat besar
dan menonjol keluar melaliu vagina ketika wanita tersebut berdiri. Gejala tidak nampak ketika wanita
berbaring.
Rectocele menyebabkan gengguan fungsi usus besar dengan sensasi ‘bearing down’ atau organ pelvis
yang terasa turun. Dengan rectocele yang sangat besar maka gerakan usus besar sangat sulit terjadi.
Setiap defekasi maka feces akan masuk pada rectum yang berada di dinding rectovaginal dan akan lebih
meregangkan dindingnya. Pada beberapa wanita dengan rectocele mereka membantu defekasinya
dengan menekan tonjolan rectum dalam dinding posterior vagina dengan menggunakan jari. Rectocele
biasanya diterapi dengan bedah.
Operasi di sini ialah kolpoperineoplastik. Dari mukosa dinding belakang vagina diambil sepotong
berbentuk segitiga dengan dasarnya batas antara vagina dan perineum, dan dengan ujungnya pada
batas atas rektokel. Sekarang fasia rektovaginalis dijahit digaris tengah, dan kemudian m.levator ani kiri
dan kanan dihubungi digaris tengah. Luka pada dinding vagina dijahit, demikian pula otot-oto perineum
yang superficial. Kanan dan kiri dihubungkan di garis tengah, dan akhirnya luka pada kulit perineum
dijahit.
4. Prolapsus Uteri
Turunnya uterus dari tempat yang biasa disebut desensus uteri dan ini dibagi menjadi 3 tingkat.
Ø Tingkat 1 : apabila cerviks belum keluar dari vulva
Ø Tingkat 2 : cerviks sudah keluar dari vulva, tapi korpus uteri belum
Ø Tingkat 3 : korpus uteri sudah berada di luar vulva.
Kehamilan dapat terjadi pada prolapsus uteri tingkat 1 dan 2. dengan lanjutnya kehamilan, korpus uteri
naik ke atas dan bersamaan dengan itu cerviks tertarik pula ke atas. Apabila uterus yang makin lama
makin membesar tetap berada di dalam panggul, maka pada suatu wktu timbul gejala-gejala inkaserasi
dalam kehamilan 16 minggu, dan kehamilan akan berakhir dengan keguguran.
Pada umumnya wanita dengan prolaps tidak mengalami banyak kesulitan dalam kehamilan dan
persalinan. Reposisi tanpa atau dengan pessarium atau tampon vaginal dan istirahat mengurangi
penderitaan wanita dan memungkinkan uterus bertumbuh secara wajar sampai kehamilan mencapai
cukup bulan.
Pimpinan persalinan dilaksanakan secara konservatif. Pada umumnya persalinan kala 1 dan 2 tidak
mengalami kesulitan, yang disusul dengan lahir bayi spontan. Koreksi prolaps dengan cara pembedahan
dilakukan secepat-cepatnya 3 bulan setelah bayi lahir.
5. Fistula Urogenital (Fistula vesicovaginal dan rectovaginal)
Fistula adalah saluran atau komunikasi abnormal, biasanya antara dua organ dalam, atau berjalan dari
suatu organ ke permukaan tubuh. Atau fistula juga dapat diartika sebagai saluran yang terbentuk akibat
adanya trauma atau jaringan nekrotik yang menghubungakan dua rongga.
Fistula urogenital dapat terjadi pada :
1. Kasus obstetric, yaitu karena partus yang lama, dan partus dengan tindakan (forcep, vacuum
ekstraksi, dll).
2. Kasus ginekologi, yaitu karena pembedahan ginekologi contohnya histerektomi.
Macam-macam fistula urogenital :
a. Fistula vesicovaginal : fistula dari kandung kemih ke vagina.
b. Fistula urethrovaginal : fistula antara urethra dan vagina
c. Fistula rektovaginalis : fistula antara rectum dan vagina
Etiologi Fistula :
a. Trauma obstetric
b. Operasi ginekologi
c. Prosedur urologi
d. Radiasi pada terapi karsinoma ginekologi
Tanda-tanda terjadinya fistula :
- Urine keluar dari vagina
- Feses keluar dari vagina
Penatalaksanaan
- Fistulektomi
Dampak social :
- Dijauhi dalam pergaulan
- Keretakan rumah tangga
Fistula vesikovaginal
Etiologi :
Fistula ini dapat terjadi karena :
Trauma, umpamanya sewaktu menggunakan alat-alat (perforator, kait dekapitasi, cunam).
Persalinan lama (obstructed labor). Dalam hal ini dinding vagina dan dasar vesika urinaria tertekan
dalam waktu yang lama antara kepala dan tulang panggul, sehingga menyebabkan terjadinya nekrosis
jaringan. Beberapa hari setelah melahirkan, jaringan nekrosis ini terlepas, sehingga terjadi fistula antara
vesika urinaria dengan vagina.
Penanganan :
Fistula vesikovaginal yang disebabkan oleh trauma.
Pada keadaan ini segera setelah terjadi fistula, kelihatan air kencing menetes ke dalam vagina. Jika hal
ini ditemukan, harus segera dilakukan penjahitan luka yang terjadi. Sebelum penjahitan, terlebih dahulu
dipasang kateter tetap dalam vesika urinaria, kemudian baru luka dijahit lapis demi lapis sesuai dengan
bentuk anatomi vesika urinaria; yaitu mula-mula dijahit selaput lendir, kemudian otot-otot dinding
vesika urinaria lalu dinding depan vagina. Jahitan dapat dilakukan secara terputus-putus atau jahitan
angka delapan (figure of eight suture). Kateter tetap dibiarkan di tempat selama beberapa waktu.
Fistula vesikovaginal yang disebabkan oleh karena lepasnya jaringan nekrosis.
Dalam hal ini gejala beser kencing tidak segera dapat dilihat. Gejala-gejala baru kelihatan setelah 3-10
hari pasca persalinan. Kadang-kadang pada fistula yang kecil, dengan menggunakan kateter tetap (untuk
drainase vesika urinaria) selama beberapa minggu, fistula yang kecil tersebut dapat menutup sendiri.
Pada fistula yang agak besar, penutupan fistula baru dapat dilakukan setelah 3-6 bulan pasca persalinan.
Fistula rectovaginal
Merupakan suatu fistula yang terjadi karena adanya perforasi pada septum rectovaginal dapat terjadi
karena proses persalinan.
Penatalaksanaan untuk fistula rectovaginal adalah dengan dilakukan terapi operatif untuk menutup
fistula tersebut (fistulektomi).
Various types of fistulae, designated according to site or to the organs with which they communicate.
(A), Genitourinary fistulae; (B), anal fistulae.
Rectovaginal fistula
MENOPAUSE
Osteoporosis
Pendahuluan
Dalam kehidupan normal seorang wanita akan memasuki masa fisiologis yang dimulai dari masa
prapuber – puber – masa reproduksi-masa klimakterium (masa pramenopause, menopause, pasca
menopause, presenile, masa senile). Dengan meningkatnya usia harapan hidup seorang wanita dan
meningkatnya tingkat kesehatan di Indonesia maka akan mulai banyak wanita Indonesia mencapai usia
67 – 70 tahun. Di Indonesia penduduk yang mencapai 65 tahun lebih sekitar 8,2 persen dari seluruh
penduduk. Masa terjadinya osteoporosis pada wanita dimulai pada awal klimakterium pada usia 40 – 65
di saat hormone estrogen mulai turun sampai menghilang. Penurunan estrogen secara fisiologis pada
wanita usia pasca menopause, menyebabkan perubahan kerja osteoblas-osteoklas secara coupling
menjadi in coupling. Diawali dengan aktivitas osteoblas yang membentuk osteopontin, trombopontin
pada matriks tulang, lalu terjadi aktivitas osteoklas yang mempunyai reseptor vetonektin yang mengikat
osteopontin dan trombopontin terjadi penyebaran tulang, tetapi hal ini tidak diikuti aktivitas osteoblas
untuk membentuk tulang baru, karena rendahnya hormone estrogen. Hal ini dapat menyebabkan
turunnya densitas tulang menurun dengan cepat sehingga terjadilah ostopenia tulang sampai
osteoporosis. Yang sangat ditakuti pada osteoporosis adalah kejadian patah tulang femur, radiaus
maupun patah tulang akibat kompresi pada tulang vetebra.
Pengertian Osteoporosis
Osteoporosis adalah penyakit yang mempunyai sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah,
disertai mikro arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan
kerapuhan tulang.
Klasifikasi
Osteoporosis dapat diklasifikasikan dalam 2 kelompok yaito Osteoporosis Primer dan Osteoporosis
Sekunder. Osteoporosis Primer terdapat pada wanita post menopouse (post menopouse Osteoporosis)
dan pada laki-laki usia lanjut (senile Osteoporosis). Penyebabnya belum diketahui. Sedangkan
Osteoporosis Sekunder disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan :
Cushing's disease
Hyperthyroidism
Hyperparathyroidism
Hypogonadism
Kelainan hepar
Kegagalan ginjal kronis
Kurang gerak
Kebiasaan minum alkohol
Pemakai obat-obatan/corticosteroid
Kelebihan kafein
Merokok
Penyebab
· Osteoporosis postmenopausal terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang
membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada
wanita yang berusia diantara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat.
Tidak semua wanita memiliki resiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopausal, wanita
kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam.
· Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan
dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang
yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi
pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali menderita
osteoporosis senilis dan postmenopausal.
· Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder, yang disebabkan oleh
keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan
kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid,
barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan
merokok bisa memperburuk keadaan ini.
· Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Hal ini
terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar
vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.
Gejala
Kepadatan tulang berkurang secara perlahan (terutama pada penderita osteoporosis senilis), sehingga
pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala. Beberapa penderita tidak memiliki gejala. Jika
kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi kolaps atau hancur, maka akan timbul nyeri
tulang dan kelainan bentuk. Kolaps tulang belakang menyebabkan nyeri punggung menahun. Tulang
belakang yang rapuh bisa mengalami kolaps secara spontan atau karena cedera ringan. Biasanya nyeri
timbul secara tiba-tiba dan dirasakan di daerah tertentu dari punggung, yang akan bertambah nyeri jika
penderita berdiri atau berjalan. Jika disentuh, daerah tersebut akan terasa sakit, tetapi biasanya rasa
sakit ini akan menghilang secara bertahap setelah beberapa minggu atau beberapa bulan. Jika beberapa
tulang belakang hancur, maka akan terbentuk kelengkungan yang abnormal dari tulang belakang (punuk
Dowager), yang menyebabkan ketegangan otot dan sakit. Tulang lainnya bisa patah, yang seringkali
disebabkan oleh tekanan yang ringan atau karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius
adalah patah tulang panggul. Yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan (radius) di daerah
persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles. Selain itu, pada penderita
osteoporosis, patah tulang cenderung menyembuh secara perlahan.
Diagnosis OsteoporosisDiagnosis osteoporosis umumnya secara klinis sulit dinilai, karena tidak ada rasa
nyeri pada tulang saat osteoporosis terjadi walau osteoporosis lanjut. Khususnya pada wanita-wanita
menopause dan pasca menopause, rasa nyeri di daerah tulang dan sendi dihubungkan dengan adanya
nyeri akibat defisiensi estrogen. Masalah rasa nyeri jaringan lunak (wallaca tahun1981) yang
menyatakan rasa nyeri timbul setelah bekerja, memakai baju, pekerjaan rumah tangga, taman dll.
Jadi secara anamnesa mendiagnosis osteoporosis hanya dari tanda sekunder yang menunjang terjadinya
osteoporosis seperti :
• Tinggi badan yang makin menurun. • Obat-obatan yang diminum. • Penyakit-penyakit yang diderita
selama masa reproduksi, klimakterium. • Jumlah kehamilan dan menyusui. • Bagaimana keadaan haid
selama masa reproduksi. • Apakah sering beraktivitas di luar rumah , sering mendapat paparan matahari
cukup. • Apakah sering minum susu? Asupan kalsium lainnya. • Apakah sering merokok, minum alkohol?
Diagnosis atau penegakan diagnosis saat ini adalah• Densitometer (luncr) • Densitometer – USG •
Laboratorium pemeriksaan:- Osteokalsin- Dioksipiridinolin Dari pengalaman klinis, setelah
memasyarakatkan keilmuan klimakterium dan menopause serta osteoporosis pasca menopause ini
banyak pasien yang datang dengan keluhan gejolak panas, nyeri otot dan pinggang yang sebelumnya
pasien hanya datang berobat karena gangguan haid.
Pengobatan
· Tujuan pengobatan adalah meningkatkan kepadatan tulang. Semua wanita, terutama yang menderita
osteoporosis, harus mengkonsumsi kalsium dan vitamin D dalam jumlah yang mencukupi.
· Wanita pasca menopause yang menderita osteoporosis juga bisa mendapatkan estrogen (biasanya
bersama dengan progesteron) atau alendronat, yang bisa memperlambat atau menghentikan
penyakitnya.
· Bifosfonat juga digunakan untuk mengobati osteoporosis. Alendronat berfungsi: - mengurangi
kecepatan penyerapan tulang pada wanita pasca menopause - meningkatakan massa tulang di tulang
belakang dan tulang panggul - mengurangi angka kejadian patah tulang.
· Supaya diserap dengan baik, alendronat harus diminum dengan segelas penuh air pada pagi hari dan
dalam waktu 30 menit sesudahnya tidak boleh makan atau minum yang lain. Alendronat bisa mengiritasi
lapisan saluran pencernaan bagian atas, sehingga setelah meminumnya tidak boleh berbaring, minimal
selama 30 menit sesudahnya. Obat ini tidak boleh diberikan kepada orang yang memiliki kesulitan
menelan atau penyakit kerongkongan dan lambung tertentu.
· Kalsitonin dianjurkan untuk diberikan kepada orang yang menderita patah tulang belakang yang
disertai nyeri. Obat ini bisa diberikan dalam bentuk suntikan atau semprot hidung.
· Tambahan fluorida bisa meningkatkan kepadatan tulang. Tetapi tulang bisa mengalami kelainan dan
menjadi rapuh, sehingga pemakaiannya tidak dianjurkan.
· Pria yang menderita osteoporosis biasanya mendapatkan kalsium dan tambahan vitamin D, terutama
jika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tubuhnya tidak menyerap kalsium dalam jumlah yang
mencukupi. Jika kadar testosteronnya rendah, bisa diberikan testosteron.
· Patah tulang karena osteoporosis harus diobati. Patah tulang panggul biasanya diatasi dengan tindakan
pembedahan. Patah tulang pergelangan biasanya digips atau diperbaiki dengan pembedahan. Pada
kolaps tulang belakang disertai nyeri punggung yang hebat, diberikan obat pereda nyeri, dipasang
supportive back brace dan dilakukan terapi fisik.
Pencegahan Osteoporosis
Tujuan pengobatan : perbaiki massa tulang yang akan mencegah patah tulang. Pencegahan :
1. pencegahan pertama ditujukan agar jangan terjadi kehilangan massa tulang yang tinggi dibantu
dengan diet, kegiatan olahraga beban, kerja.
2. Pencegahan kedua ditujukan untuk mencegah kehilangan massa tulang sesudah menopause dengan
cara-cara:
• TSH (Terapi Sulih Hormon) dengan memberikan hormon estrogen alamiah dosis rendah dengan
progesteron alamiah dosis rendah. Memberikan hasil yang baik dalam menghilangkan keluhan defisiensi
estrogen, sehingga kualitas hidup wanita meningkat serta densitas tulang meningkat ( 5 %).
• Biphosphonat, obat-obat yang menghambat penyerapan tulang terbukti memberikan hasil yang
sangat baik seperti golongan Actonel, yang menghasilkan tulang selama 1 tahun pengobatan sampai 5-6
% serta menormalkan HDL dan LDL 40 %.
• Gabungan TSH + Biphosphonat , sangat bermanfaat karena terjadi peningkatan kualitas hidup ibu serta
peningkatan densitas tulang sampai 7-7.5 % pertahun dan normalnya kadar HDL dan LDL yang mencapai
70-80 % sehingga ancaman terjadinya gangguan jantung menurun.
• Gabungan SERM (Selective Estrogen Receptor Modulator) bukan hormon, bekerja pada reseptor
estrogen beta, meningkatkan kekuatan tulang sangat bermanfaat untuk pasien-pasien dengan
keganasan payudara.
• Golongan Fitoestrogen : Estrogen dari tumbuh-tumbuhan. Saat ini sedang diteliti bermanfaat untuk
atasi keluhan-keluhan menopause, tidak menyebabkan perdarahan pervaginam serta keganasan
payudara. Pengobatan bukan obat-obatan
• Kalsium
• Vitamin D (Vitamin D3 dari kulit dan vitamin D 2 dari makanan adalah bahan dasar kalsitriol)
• Senam beban (senam pencegahan osteoporosis dan senam Osteoporosis)
SAFE-MOTHERHOOD
SAFE MOTHERHOOD
Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalain adalah masalah besar di Negara
berkembang. Di negara miskin 20-25% kematian wanita usia subur disebabkan hal-hal yang berkaitan
dengan kehamilan. Kematian saat melahirkan biasabya jadi factor utama mortalitas wanita muda pada
masa produktivitasnya. Pada 1999 WHO meluncurkan strategi MPS (Making Pregnancy Safer), didukung
oleh badan-badan internasional seperti UNFPA, UNICEF, dan World Bank. Pada dasarnya, MPS meminta
perhatian pemerintah dan masyarakat di setiap Negara untuk :
Menempatkan Safe Motherhood sebagai prioritas utama dalam rencana pembangunan nasional dan
internasional;
Menyusun acuan nasional dan standar palayanan kesehatan maternal dan neonatal;
Mengembangkan system yang menjamin pelaksanaan standar yang telah disusun;
Memperbaiki akses pelayanan kesehatan maternal dan neonatal, keluarga berencana, aborsi legal, baik
public maupun swasta;
Meningkatkan upaya kesehatan promotif dalam kesehatan maternal dan neonatal serta pengendalian
fertilitas pada tingkat keluarga dan lingkungannya;
Memperbaiki sistem monitoring pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.
Intervensi strategis dalam upaya Safe Motherhood dinyatakan sebagai Empat Pilar Safe Motherhood,
yaitu :
Keluarga Berencana, yang memestikan bahwa setiap orang / pasangan mempunyai akses ke informasi
dan pelayanan KB agar dapat merencanakan waktu yang tepat untuk kehamilan, jarak kehamilan dan
jumlah anak. Dengan demikian diharapkan tidak ada kehamilan yang tak diinginkan. Kehamilan yang
masuk dalam kategori ”4 terlalu”, yaitu trlalu muda atau terlalu tua untuk kehamilan, terlalu sering
hamil dan terlalu banyak anak.
Pelayanan antenatal, untuk mencegah adanya komplikasi obstetri bila mungkin, dan memastikan bahwa
komplikasi dideteksi sedini mungkin serta ditangani secara memadai.
Persalinan yang aman, memastikan bahwa semua penolong persalinan mempunyai pengetahuan,
ketrampilan dan alat untuk memberikan pertolongan yang aman dan bersih, serta memberikan
pelayanan nifas kepada ibu dan bayi.
Pelayanan obstetri esensial, memastikan bahwa pelayanan obstetri untuk risiko tinggi dan komplikasi
tersedia bagi ibu hamil yang membutuhkannya.
Masa kehamilan ialah masamdari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari
(40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir . Kehamilan dibagi dalam 3
triwulan yaitu triwulan pertama dimulai dari konsepsi sampai tiga bulan, triwulan kedua dari bulan
keempat sampai 6 bulan, triwulan ketiga dari bulan ketujuh sampai 9 bulan.
Pelayanan / asuhan antenatal ini hanya dapat diberikan oleh tenaga kesehatan profesional dan tidak
dapat diberikan oleh dukun bayi.
Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologi yang normal. Persalinan adalah proses membuka
dan menipisnya serviks, dan janin turun ke dalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan
ketuban didorong keluar melalui jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran
janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37 – 42 bulan), lahir spontan dengan presentasi
belakang kepala yang berlangsung dalm 18 jam, tanpa komplikasi pada ibu maupun pada janin.
Kala I
Pengkajian awal
Apabila seorang ibu hendak melahirkan, pengkajian awal perlu dilakukan untuk menentukan apakah
persalinan sudah pada waktunya, apakah kondisi ibu dan bayinya normal. Pengkajian awal tersebut
adalah sebagai berikut:
Kala II
Pemantauan
Sekarang ibu telah berada pada pembukaan lengkap dan siap untuk melahirkan bayinya. Selama kala II,
petugas harus terus memantau:
TENAGA, atau usaha mengedan dan kontraksi uterus.
JANIN, yaitu penurunan presentasi janin, dan kembali normalnya detak jantung bayi setelah kontraksi.
Kondisi ibu.
Diagnosis
Persalinan kala II ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan pembukaan
sudah lengkap atau kepala janin sudah tampak di vulva dengan diameter 5-6 cm.
Kategori
Keterangan
Kala II berjalan dengan baik
Ada kemajuan penurunan kepala bayi
Kondisi kegawatdaruratan pada kala II
Kondisi kegawatdaruratan membutuhkan perubahan dalam penatalaksanaan atau tindakan segera.
Contoh kondisi tersebut termasuk: eklampsia, kegawatdaruratan bayi, penurunan kepala terhenti,
kelelahan ibu.
Kala III
Waktu yang paling kritis untuk mencegah perdarahan postpartum adalah ketika plasenta lahir dan
segera setelah itu. Ketika plasenta terlepas atau sepenuhnya terlepas tetapi tidak keluar, maka
perdarahan terjadi di belakang plasenta sehingga uterus tidak dapat sepenuhnya berkontraksi karena
plasenta masih di dalam. Kontraksi pada otot uterus merupakan mekanisme fisiologi yang menghentikan
perdarahan. Begitu plasenta lepas, jika ibu tidak dapat melahirkan sendiri, atau petugas tidak dapat
menolong mengeluarkan plasenta, mungkin salah didiagnosis sebagai retensi plasenta. Seringkali
plasenta terperangkap di bawah serviks dan hanya diperlukan sedikit dorongan untuk mengeluarkannya.
Manajemen aktif kala II persalinan mempercepat kelahiran plasenta dan dapat mencegah atau
mengurangi perdarahan postpartum.
Penilaian Klinik
Pengkajian awal/segera
· Palpasi uterus untuk menentukan apakah ada bayi yang kedua: jika ada, tunggu sampai bayi kedua
lahir.
· Menilai apakah bayi baru lahir dalam keadaan stabil, jika tidak, rawat bayi segera.
Diagnosis
Kategori
Deskripsi
Kehamilan dengan janin normal tunggal
Persalinan spontan melalui vagina pada bayi tunggal, cukup bulan.
Bayi normal
Tidak ada tanda-tanda kesulitan pernafasan
Apgar > 7 pada menit ke 5
Tanda-tanda vital stabil
Berat badan ³ 2,5 kg
Kategori
Deskripsi
Bayi dengan penyulit
Lihat bab bayi dengan penyulit, seperti : Berat badan kurang, asfiksia, apgar rendah, cacat lahir pada
kaki.
Evaluasi
Jika menggunakan manajemen aktif dan plasenta belum juga lahir dalam waktu 30 menit :
Periksa kandung kemih dan lakukan kateterisasi jika kandung kemih penuh,
Periksa adanya tanda-tanda pelepasan plasenta,
Berikan oksitosin 10 U IM dosis kedua, dalam jarak waktu 15 menit dari pemberian oksitosin dosis
pertama,
Siapkan rujukan jika tidak ada tanda-tanda pelepasan plasenta.
Jika manajemen aktif tidak dilakukan (seperti jika penyulit pada bayi baru lahir dan hanya seorang
petugas terlatih) maka:
· Periksa tanda-tanda pelepasan fisiologi dan melakukan PTT untuk melahirkan plasenta berikut selaput
ketuban,
· Melakukan masase uterus hingga uterus mengeras,
· Memberikan oksitosin 10 U IM setelah plasenta lahir.
Kala IV
Penilaian klinik
Pemantauan
Masa postpartum merupakan saat paling kritis untuk mencegah kematian ibu, terutama kematian
disebabkan karena perdarahan. Selama kala IV, petugas harus memantau ibu setiap 15 menit pada jam
pertama setelah kelahiran plasenta, dan setiap 30 menit pada jam kedua setelah persalinan. Jika kondisi
ibu tidak stabil, maka ibu harus dipantau lebih sering.
Periksa
Deskripsi
Fundus
Rasakan apakah fundus berkontraksi kuat dan berada di atau di bawah umbilikus. Periksa fundus :
Setiap 15 menit pada jam pertama setelah persalinan
Setiap 30 menit pada jam kedua setelah persalinan
Masase fundus jika perlu untuk menimbulkan kontraksi
Plasenta
Periksa kelengkapannya untuk memastikan tidak ada bagian-bagian yang tesisa dalam uterus.
Selaput ketuban
Periksa kelengkapannya untuk memastikan tidak ada bagian-bagian yang tesisa dalam uterus.
Perineum
Periksa luka robekan pada perineum dan vagina yang membutuhkan jahitan.
Memperkirakan pengeluaran darah
Dengan memperkirakan darah yang menyerap pada kain atau dengan menentukan berapa banyak
kantong darah 500 cc dapat terisi.
Tidak meletakkan pispot pada ibu untuk menampung darah
Tidak menyumbat vagina dengan kain untuk menyerap darah
Pengeluaran darah abnormal > 500 cc
Lokhia
Periksa apakah ada darah keluar langsung saat memeriksa uterus. Jika uterus berkontraksi kuat, lokhia
kemungkinan tidak lebih dari menstruasi.
Kandung kemih
Periksa untuk memastikan kandung kemih tidak penuh. Kandung kemih yang penuh akan mendorong
uterus ke atas dan manghalangi uterus berkontraksi sepenuhnya.
Kondisi Ibu
Periksa setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 30 menit pada jam kedua setelah persalinan. Jika
kondisi ibu tidak stabil, pantau ibu lebih sering.
Apakah ibu membutuhkan minum?
Apakah ibu ingin memegang bayinya?
Kondisi bayi baru lahir
Apakah bayi bernafas dengan baik / memuaskan ?
Apakah bayi kering atau hangat?
Apakah bayi siap disusui / pemberian ASI memuaskan?
Nifas Normal
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan
kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu.
MIKROBIOLOGI
1. CANDIDA ALBICANS
· Candida Albicans adalah suatu ragi lonjong, bertunas yang menghasilkan pseudomiselium baik dalam
biakan maupun dalam jaringan eksudat.
· Ragi ini adalah flora normal selaput mukosa pernapasan, saluran pencernaan dan genitalia wanita. Di
tampat ini ragi dapat menjadi dominan dan menyebabkan keadaan patologik.
· Kadang candida dapat menyebabkan penyakit sistemik progesif pada penderita yang lemah atau sistem
imunnya tertekan, terutama jika sel imun perantara terganggu.
· Candida dapat menimbulkan invasi dalam aliran darah, tromboflebitis, endokarditis, atau infeksi pada
mata dan organ lain bila dimasukkan melalui IV. (kateter, jarum, penyalahgunaan narkotika, dsb)
Gambaran klinik
Faktor predisposisi Candida Albicans adalah DM, kelemahan menyluruh, Imunodefisiensi, kateter IV atau
kateter kemih yang terpaang terus menerus. Penyalahgunaan narkotika IV, pemberian antbiotik (yang
mengubah flora bakteri normal) dan kortikosteroid.
1. Genitalia wanita
o vulvoganinitis menyerupai sariawan tetapi menimbulkan iritasi, gatal yang hebat, dan pengeluaran
sekret.
o pH asam ↓ à predisposisi vulvovaginitis kandida.
2. Kulit
o Infeksi kulit terutama terjadi pada bagian tubuh yang basah, hangat seperti ketiak, lipat paha, skrotum
atau lipatan payudara.
o Infeksi paling banyak pada orang gemuk dan DM.
o Daerah infeksi à merah dan mengeluarkan cairan dan dapat membentuk vesikel.
o Infeksi Candida pada kulit antara jari tangan paling sering terjadi bila tangan direndam cukup lama
dalam air secara berulang-ulang (ibu rumah tangga, tukang masak,pengurus sayuran dan ikan)
3. Mulut
o Infeksi mulut (sariawan) terutama pada bayi terjadi pada selaput mukosa pipi.
o Tampak sebagai bercak putih yang terdiri dari pseudomiselium dan epitel yang terkelupas dan hanya
terdapat lesi minimal pad selaput.
Tes Diagnostik Labolatorium
A. Bahan
Usapan dan kerokan permukaan lesi, dahak, eksudat, dan bahan yang dikeluarkan dari kateter IV.
B. Pemeriksaan Mikroskopis
Diperiksa dengan sediaan apus yang diwarnai dengan Gram untuk mencari pseudohifa dan sel bertunas.
Kerokan kulit atau kuku diletakkan pada tetesan kalium hidroksida 10 %.
C. Biakan
Dibiak pada agar Saboroud pada suhu kamar dan pada suhu 37 oC, koloni khas diperiksa untuk adanya
sel dan pseudomiselium yang bertunas.
Pengobatan
1. Ketokonazol à respon teraapeutik yang jelas pada beberapa penderita infeksi vulvovaginitis dan
Candida distemik. Terapi ketokonazol adalah obat pilihan untuk pengendalian jangka panjang untuk
kandidiasis mukotaneus kronik.
2. Sistatin melalui mulut tidak diabsorbsi, tetap dalam usus dan tidak mempunyai efek pada infeksi
candida sistemikl
3. lesi lokal paling baik diobati dengan menghilangkan penyebabnya, yaitu menghindari basah,
mempertahankan daerah tersebut tetap sejuk, berbedak dan kering; dan penghentian antibiotika.
4. obat topikal à 1 % gentian ungu untuk sariawan, dan ester asam parahidroksibenzoat, natrium
propionat, kandisidin atau mikonazol 2 % untuk vaginitis.
2. NEISSERIA GONORRHE
Famili Neisseriaceae mencakup spesies Neisseria dan Moraxella catarhalis. Neisseria adalah kokus gram
negatif yang biasanya tampak berpasangan. Neisseria Gonorrhea (gonokokus) bersifat patogen pada
manusia. Gonokokus tidak mempunyai simpai polisakarida dan mempunyai plasmid.
Gambaran Klinis
Gonokokus menyerang selaput lendir saluran genitourinari, mata, rectum dan tenggorokan
mengakibatkan supurasi akut yang dapat menyebabkan invasi jaringan. Pada pria biasanya terdapat
uretritis, dengan nanah yang berwarna krem kuning dan nyeri saat kencing. Pada infeksi yang tidak
diobati, sementara supurasi mereda, terjadi fibrosis yang kadang mengakibatkan striktur uretra.
Pada wanita infeksi terjadi pada endoserviks dan meluas ke uretra dan vagina, mengakibatkan sekret
purulen. Infeksi kemudia dapat menjalar ke tuba dan mengakibatkan salpingitis, fibrosis dan obliterasi
tuba. Infertile terjadi pada 20 % wanita yang menderita salpingitis.
Oftalmia neonatorum gonokokkus, infeksi mata pada bayi yang baru lahir, diperoleh pada bayi melewati
jalan lahir yang terinfeksi. Konjungtivitis yang timbul dapat berkembang cepat dan jika tidak diobati akan
mengakibatkan kebutaan.
Pengobatan
· Sejak melluasnya pemakaian tpenisilin, resistensi gonokokkus terhadap penisilin perlahan-lahan timbul
karena seleksi mutan kromosom, sehingga sekarang banyak strain yang memerlukan strain yang
memerlukan penisilin G dosis tinggi.
· Sering ditemukan resistensi terhadapd tetrasiklin yang diperantarai secara kromosom/.
· Terdapat juga resistensi terhadapspektinomisin seperti terhadap antimikroba yang lain
· Sefriakson merupakan terapi yang dianjurkan dalam pengobatan gonokokus secara intramuskuler
dalam dosis tunggal.
· Erapi tambahan dengan doksisiklin 100 mg yang diberikan melalui oral dua kali sehari selama 7 hari
dianjurkan untuk kemungkinan disertai infeksi klamidia
· Untuk wanita hamil, selain doksisiklin juga dianjurkan diberikan eritromisin basa 500 mg melalui oral 4
x sehari selama 7 hari.
3. TREPONEMA PALLIDUM
Spiroketa merupakan bakteri spiral yang besar, heterogen dan dapat bergerak. Satu familia dari ordo
Spirochetales terdiri atas tiga genus organisme spiral yang besar dan hidup dengan bebas. Famili lainnya
(Treponemataceae) terdiri atas tiga genus yang patogen untuk manusia yaitu Treponema, Borrelia dan
Laptospira.
Spiroketa memiliki banyak ciri khas yang struktural yang umum yang dicirikan oleh Treponema Pallidum
yang merupakan bakteri gram negatif yang panjang, tipis, bergulung secara heliks, berbentuk spiral atau
seperti pembuka tutup botol. T. Pallidum memiliki selubung luar yang mengandung peptidoglikan.
Bagian dalam selubung merupakan selaput luar yang mengandung peptidoglikan dan mengandung
peptidoglikan dan menjaga keutuhan struktur dari organisme. Endoflagel merupakan seperti flagel
dalam ruang periplasma yang ditutupu oleh selaput luar.
Genus Treponema Pallidum subsp pallidum, yang menyebabkansifilis; Treponema palidum subsp
pertenue, yang menyebabkan frambusia; tTreponema palidum subsp endemicum, iyang menyebabkan
sifilis endemik (juga disebut be-jel); Treponema carateum, yang menyebabkan pinta.
4. KLAMIDIA
Berdasarkan susunan antigenik, inklusi intrasel, kepekaan terhada p sulfonamida dan penyakit yang
ditimbulkannya, klamidia dapat dibagi menjadi tiga spesies yaitu, chlamidia trachomatis, chlamidia
pneumoniae, dan chlamidia psittaci. Klamidia dapat terlihat sebagai bakteri gram negatif yang tidak
memiliki mekanisme untuk menghasilkan energi metabolik dan tidak dapat mensintesis ATP. Jadi,
klamidia merupkan parasit obligat intraseluler.
Diagnosis labolatorium
A. Biakan
Kerokan sel-sel epitel misalnya uretra, servics, vagina atau konjuctiva dan bahan biopsi dari salping atau
epididimis yang dapat diinokulasi pada biakan sel McCoy yang telah diberi sikloheksimida untuk
pertumbuhan chlamidia trachomatis.
B. Tes serologis
Karena terdapat massa antigen klamidia yang relatif banyak dalam infeksi saluran genital, maka akan
timbul antibodi serum. Suatu kenaikan titer terjadi selama dan setelah infeksi akut. Pada cairan genital
antibodi dapat ditemukan pada massa infeksi aktif dan ditujukan terhadap imunotipe bakteri penyebab.
Pengobatan
· Dilakukan pengobatan sekaligus terhadap infeksi klamidia pada kedua patner seksual dan pada
keturunannya untuk mencegah reinfeksi.
· Tetrasikllin (misalnya doksisiklin) biasa dipakai pada uretritis pasca gonokokus dan pada wanita tidak
hamil yang terkena infeksi.
· Eritromisin diberikan kepada wanita hamil.
FARMAKOLOGI
A
B
C
D
E
tidak beresiko pada janin
Teratogenic pada binatang dan manusia tetapi sering digunakan untuk mempertahankan kehidupan
(life Saving)
Contoh:
Antacids
Bisacodyl
Cascara
Dimenhydrinat
Metoclopamid
Hyoscine salt
Hyoscine N butyl-Br
Omeprazole
Cimetidin
Famotidin
Ranitidin
Sucralfat
metronidazole
Loperamide
Ondansetron Domperidone
Dexamethasone
Hydrocortisone
Prednisolon
Interferons
chlorperazine
Antibiotik Tetrasiklin
Dan Aminogikosid
Mesoprostol
Methergin
Oxytosin
Iodium
Thiouracyl
Alkaloid Ergot
Chlorpromazin (CPZ)
Diazepam
Lithium carbonate
Metronidazole
Chloramphenicol
Laxative drugs
Radioactive agent
Anticoagulan drug
Aspirin
Sulphonylureas
Antineoplastic drugs
Sulfa and Nalidixic acid
Tetracycline
Remember :
Obat yang bersifat asam lebih mudah terionisasi dan sulit berdifusi kedalam ASI
Sedangkan obat yang bersifat basa lebih muda diexresikan lewat asi coz’ asi sifatnya asam lemah
Sindrom Down : tidak sekedar berwajah orang mongol !
Nyonya Bunga pada usia 39 tahun kembali melahirkan bayi yang merupakan anak ke
empatnya. Hanya saja ada yang agak ‘aneh’, wajah bayinya tidak mirip Nyonya Bunga
atau suaminya. Wajah bayinya kok lebih mirip orang Mongol, dengan wajah yang khas :
jarak pupil mata yang lebar, alis yang miring ke atas, hidung yang pesek, letak telinga
yang rendah dan lidah yang sering keluar dari mulutnya. Bagi Nyonya Bunga dan
suaminya, hal ini menimbulkan pertanyaan besar. Bukan apa-apa, sebab anak yang
pertama dan ke dua mirip sekali wajah ibunya, sementara yang ke tiga mirip ayahnya.
Untungnya dokter segera memberikan penjelasan : besar kemungkinan bayi Ny. Bunga
menderita Sindrom Down, suatu penyakit genetik dengan kumpulan gejala dimana yang
menonjol adalah wajahnya yang mongoloid (mongolian face). Sehubungan dengan
kondisinya ini, maka bayi Ny Bunga akan ditelusuri lebih lanjut adakah kelainan bawaan
pada sang bayi. Yang cukup sering adalah kelainan jantung bawaan. Untuk
memastikan diagnosa perlu juga dilakukan pemeriksaan kromosom. Terakhir dokter
menjelaskan bahwa anak dengan sindrom down akan bertumbuh kembang seperti
anak yang lain. Hanya saja dengan kelainan bawaan yang ada, membuat anak
bertumbuh serta berkembang agak terlambat dibanding anak normal.
Bagi Ny. Bunga dan suami, penjelasan dokter ini cukup membuat mereka shock :
terbayang anaknya yang berbeda dari anaknya yang lain, tampak ‘bodoh’, dan khawatir
menjadi olok-olok di lingkungannya. Ya, begitulah reaksi pertama yang dialami setiap
orang tua yang mengetahui anaknya menderita Sindrom Down.
Sindrom Down, merupakan penyakit genetik yang cukup sering ditemukan. Penampilan
anak dengan sindrom down, hampir mirip satu dengan yang lainya, bagai kakak beradik
atau kembarannya. Mengingat penyakit ini akan disandang seumur hidup, respon orang
tua pada awalnya shock, kaget, malu, khawatir dsb. Tapi seiring waktu orang tua
secara bertahap akan menerima keadaan ini dengan selalu mencari penjelasan ke para
ahli. Dengan bekal itu semua : maka orang tua akan memeriksakan anak sindrom down
secara seksama, mengobatinya bila ada kelainan yang mengganggu dan memberikan
stumulasi dan pendidikan secara khusus. Anak sindrom down tidak perlu diisolir, seperti
halnya anak yang lain : ia harus diberi kesempatan tumbuh kembang selayaknya.
Selain ciri khas : wajah seperti orang mongol, apalagi kelainan yang dapat kita
jumpai pada anak dengan sindrom down ?
Memang yang menjadi ciri khas pada semua anak sindrom down entah ras asia, eropa,
amerika atau afrika sekalipun adalah wajah mongoloidnya yang sangat mudah dikenali.
Sesungguhnya banyak kelainan klinis lain yang dapat dijumpai sesuai dengan
penamaannya sebagai sindrom (sindrom = kumpulan gejala/tanda klinik). Kelainan itu
antara lain : sutura dan ubun-ubun yang terlambat menutup, kepala yang kecil dan
belakang kepala yang agak datar (brakisefali), garis kelopak mata yang miring, kulit
berlebih pada pangkal leher, badan yang sangat lentur (hiperfleksibilitas), bentuk telinga
yang kecil, letak telinga yang rendah (low seat ear), lidah yang cenderung keluar
(protusi) karena langit-langit yang sempit dan kecil, ‘gap’ antara jari kaki pertama dan
kedua, batang hidung datar alias pesek, bibir yang tebal, tonus otot yang lemah, jari
kelingking pendek atau bengkok ke dalam, tangan/kaki pendek tapi lebar, garis tangan
yang khas (simian crease) dan last but least : kelainan saluran cerna dan jantung
bawaan. Anak sindrom down rata-rata mengalami retardasi mental dari yang ringan
sampai berat, diketahui terutama setelah anak masuk usia sekolah. Banyak lagi
kelainan yang dapat dijumpai tapi dalam persentase yang lebih sedikit.
Semua kelainan tadi tidak selalu dijumpai, tapi dengan menemukan beberapa kelainan
yang khas tadi, dokter harus mencurigai suatu sindrom down.
Dari gejala atau kelainan yang ada yang mana yang harus dapat perhatian khusus
untuk penanganan lebih lanjut ?
Ada beberapa masalah medis yang harus jadi perhatian dokter dan perlu ditindaklanjuti
dengan intervensi medis :
a.Kelainan jantung bawaan : Anak dengan sindrom down hampir separuhnya menderita
kelainan jantung bawaan berupa defek sinus atrioventrikularis. Mengingat hal tersebut
setiap anak yang dicurigai sindrom down harus dilakukan pemeriksaan EKG atau
echocardiografi untuk memastikannya.
b. Masalah saluran cerna : banyak kelainan saluran cerna yang berhubungan dengan
sindrom down seperti gastroesofageal refluks (GER), atresia oesofagus/duodenum
(sewaktu lahir tidak terbentuk esofagus atau usus 12 jari), penyakit morbus hirschprung
(gangguan persarafan pada usus besar sehingga anak kesulitan BAB), divertikulum
Meckel dll.
c. Masalah THT : karena adanya kelainan anatomik pada THT, maka anak mudah
terkena otitis media, sinusitis sampai faringitis.
d. Kelainan tulang (ortopedi) : anak sindrom down acapkali mengalami kelainan atau
cacat bawaan pada anggota gerak, tulang belakangnya (skoliosis) dan persendiannya.
Karenanya anak sindrom down perlu dikonsulkan ke ahli ortopedi untuk mencari
kelainan tulang tersebut dan dilakukan koreksi bila perlu.
e. Kelainan hematologi (darah) : anak diketahui mempunyai kecenderungan lebih besar
untuk terkena lekemia (kanker darah) dibanding anak yang lain.
Masalah medis lain yang harus jadi perhatian antara lain gangguan endokrin, mata dan
gigi geligi. Dengan melihat hal tadi, maka anak sindrom down butuh penanganan
bersama antara dokter anak dengan dokter ahli yang lain.
Apakah stimulasi dan pendidikan anak sindrom down diberikan secara khusus ?
Ya, anak sindrom down sejak dari bayi sudah diberikan stimulasi dini yang khusus
sesuai dengan kelainan fisik yang ada. Intervensi dini diperlukan agar anak sindrom
dapat berkembang semaksimal yang mungkin anak dapat lakukan. Anak diharapkan
bisa mandiri dan mampu menolong dirinya sendiri.
Pada usia TK, anak sindrom down dapat bergabung dengan anak lain yang normal
karena di TK lebih banyak kegiatan bermain dan berinteraksi. Pada jenjang selanjutnya
dibutuhkan sekolah khusus seperti SLB untuk memberikan kesempatan bersekolah
sesuai kapasitas kecerdasannya. Anak dengan sindrom down rata-rata mampu didik
sehingga bisa menjadi manusia yang produktif. Bersekolah bagi anak sindrom down
juga dimaksudkan untuk memberi kesempatan bersosialisasi dengan anak lain, mampu
bekerja sama dan mengenal etika maupun sopan santun dalam kehidupan. Anak
dengan sindrom down karena badannya yang sangat lentur (hiperfleksibilitas) berbakat
untuk menjadi seorang pemain senam atau akrobat.
Terakhir, bagaimana sebaiknya orang tua dari anak sindrom down menyikapi
anaknya tersebut ?
Orang tua (suami dan istri) harus siap ketika dokter menyatakan bahwa anaknya
menderita sindrom down. Sebagaimana kebanyakan orang tua ketika pertama
kali tahu perihal penyakit anaknya yang berat atau disandang seumur hidup,
orang tua membutuhkan adaptasi. Sangat mungkin ada rasa sedih, malu,
kecewa, menyesal sampai merasa berdosa atas kondisi anaknya tersebut.
Setelah melewati fase adaptasi, orang tua hendaknya mencari penjelasan
menyeluruh dan utuh perihal anaknya. Dengan begitu orang tua dapat
meneruskannya kepada keluarga yang lain dan lingkungannya. Selain itu orang
tua dapat melakukan secara dini segala upaya menumbuh kembangkan anaknya
secara maksimal.
Masalah medis yang penting harus diketahui secara dini adalah ada tidaknya
penyakit jantung bawaan pada anak sindrom down. Bila anak mengidap penyakit
jantung bawaan, tanyakan pada dokter kapankah pengobatan harus dilakukan.
Dokter ketika tahu seorang anak adalah penderita sindrom down, biasanya akan
melakukan evaluasi menyeluruh sehingga dari awal sudah diketahui masalah
medis yang berat dan perlu ditangani.
Bila anak tampak pucat, demam lama atau gampang sakit, pikirkan kecurigaan
adanya lekemia. Seperti diketahui anak dengan sindrom down lebih sering
terkena lekemia dibanding anak yang lain.
Selain penyakit jantung bawaan dan lekemia, anak dengan sidrom down
kemungkinan punya banyak kelainan di berbagai organ, sehingga membutuhkan
kosultasi dan penanganan dari berbagai dokter ahli seperti dokter ortopedi, ahli
mata, THT, gigi-mulut dll.
Mengingat kebanyakan anak sindrom down mengalami retardasi mental ringan
sampai berat, anak membutuhkan sekolah khusus (SLB) untuk pendidikan
lanjutan setelah taman kanak-kanak.
Anak sindrom down mempunyai potensi tau bakat yang relatif sama dengan
anak normal lainnya. Dengan intervensi dini dan melatihnya secara telaten, anak
dapat diajarkan berbagai hal antara lain : balet/menari, bermain piano atau alat
musik lainnya, melukis, bermain sandiwara, kerajinan tangan dsb.
Anak dengan sindrom down harus mendapat perlakuan dan pemenuhan kasih
sayang layaknya anak yang lain. Berikan kesempatan yang sama untuk anak
bertumbuh dan berkembang. Anak tidak perlu diisolir atau diproteksi berlebihan,
anak harus bersosialisasi dengan lingkungannya.
Orang tua hendaknya aktif dalam perkumpulan orang tua penderita sindrom
down untuk saling bertukar pikiran dan memberikan saran satu dengan yang
lainnya. Dengan berkumpul seperti ini, orang tua tidak merasa sendiri dan ini
dapat saling menguatkan.
Apakah seorang anak yang pernah kejang demam bisa kembali berulang?
Diketahui ada sekitar 33 % anak yang dapat mengalami kejang berulang 1 kali atau
lebih. Makin muda usia anak mendapat kejang demam pertama kali, makin besar
kemungkinan kambuh. Selain itu faktor cepatnya si anak kejang setelah demam,
temperatur yang ‘rendah’ (<38 C)
Apakah diperlukan obat pencegah kejang yang rutin atau cukup sewaktu anak
demam saja?
Pengobatan pencegahan (profilaksis) dengan anti konvulsan bertujuan mencegah
kambuhnya kejang, bisa diberikan intermitten (sewaktu demam saja) atau yang
diberikan rutin terus menerus. Profilaksis intermitten bisa diberikan lewat racikan obat
panas dan anti konvulsan (diazepam) atau dengan anti konsulvan supp yang
dimasukkan lewat anus. Bila berat badan anak kurang dari 10 kg memakai diazepam
supp 5 mg tapi bila sudah dia tas 10 kg memakai diazepam supp 10 mg. Kebanyakan
kasus kejang demam hanya butuh profilaksis intermitten atau sewaktu demam saja.
Profilaksis terus menerus selama 1 tahun (sejak dari kejang terakhir) diberikan secara
individual dan pada kasus tertentu saja. Obat yang sering adalah fenobarbital (luminal)
atau yang makin sering dipakai sekarang karena efek sampingnya minimal adalah
asam valproat (depakene). IDAI ( Ikatan Dokter Anak Indonesia) melalui UKK Neurologi
Anak memberikan rekomendasi profilaksis terus menerus pada keadaan sebagai
berikut : sebelum kejang pertama sudah ada kelainan neurologik yang nyata (cerebral
palsy, mikrosefal atau retardasi mental), riwayat kejang demam yang lama, kejang
demam fokal dan dipertimbangkan pada anak yang mendapat kejang pertama pada
usia kurang 12 bulan atau terjadi kejang multiple (2 kali kejang atau lebih) dalam satu
episode demam atau kejang demam lebih dari 4 kali dalam setahun.
Nyonya Bunga pada usia 39 tahun kembali melahirkan bayi yang merupakan anak ke
empatnya. Hanya saja ada yang agak ‘aneh’, wajah bayinya tidak mirip Nyonya Bunga
atau suaminya. Wajah bayinya kok lebih mirip orang Mongol, dengan wajah yang khas :
jarak pupil mata yang lebar, alis yang miring ke atas, hidung yang pesek, letak telinga
yang rendah dan lidah yang sering keluar dari mulutnya. Bagi Nyonya Bunga dan
suaminya, hal ini menimbulkan pertanyaan besar. Bukan apa-apa, sebab anak yang
pertama dan ke dua mirip sekali wajah ibunya, sementara yang ke tiga mirip ayahnya.
Untungnya dokter segera memberikan penjelasan : besar kemungkinan bayi Ny. Bunga
menderita Sindrom Down, suatu penyakit genetik dengan kumpulan gejala dimana yang
menonjol adalah wajahnya yang mongoloid (mongolian face). Sehubungan dengan
kondisinya ini, maka bayi Ny Bunga akan ditelusuri lebih lanjut adakah kelainan bawaan
pada sang bayi. Yang cukup sering adalah kelainan jantung bawaan. Untuk
memastikan diagnosa perlu juga dilakukan pemeriksaan kromosom. Terakhir dokter
menjelaskan bahwa anak dengan sindrom down akan bertumbuh kembang seperti
anak yang lain. Hanya saja dengan kelainan bawaan yang ada, membuat anak
bertumbuh serta berkembang agak terlambat dibanding anak normal.
Bagi Ny. Bunga dan suami, penjelasan dokter ini cukup membuat mereka shock :
terbayang anaknya yang berbeda dari anaknya yang lain, tampak ‘bodoh’, dan khawatir
menjadi olok-olok di lingkungannya. Ya, begitulah reaksi pertama yang dialami setiap
orang tua yang mengetahui anaknya menderita Sindrom Down.
Sindrom Down, merupakan penyakit genetik yang cukup sering ditemukan. Penampilan
anak dengan sindrom down, hampir mirip satu dengan yang lainya, bagai kakak beradik
atau kembarannya. Mengingat penyakit ini akan disandang seumur hidup, respon orang
tua pada awalnya shock, kaget, malu, khawatir dsb. Tapi seiring waktu orang tua
secara bertahap akan menerima keadaan ini dengan selalu mencari penjelasan ke para
ahli. Dengan bekal itu semua : maka orang tua akan memeriksakan anak sindrom down
secara seksama, mengobatinya bila ada kelainan yang mengganggu dan memberikan
stumulasi dan pendidikan secara khusus. Anak sindrom down tidak perlu diisolir, seperti
halnya anak yang lain : ia harus diberi kesempatan tumbuh kembang selayaknya.
Selain ciri khas : wajah seperti orang mongol, apalagi kelainan yang dapat kita
jumpai pada anak dengan sindrom down ?
Memang yang menjadi ciri khas pada semua anak sindrom down entah ras asia, eropa,
amerika atau afrika sekalipun adalah wajah mongoloidnya yang sangat mudah dikenali.
Sesungguhnya banyak kelainan klinis lain yang dapat dijumpai sesuai dengan
penamaannya sebagai sindrom (sindrom = kumpulan gejala/tanda klinik). Kelainan itu
antara lain : sutura dan ubun-ubun yang terlambat menutup, kepala yang kecil dan
belakang kepala yang agak datar (brakisefali), garis kelopak mata yang miring, kulit
berlebih pada pangkal leher, badan yang sangat lentur (hiperfleksibilitas), bentuk telinga
yang kecil, letak telinga yang rendah (low seat ear), lidah yang cenderung keluar
(protusi) karena langit-langit yang sempit dan kecil, ‘gap’ antara jari kaki pertama dan
kedua, batang hidung datar alias pesek, bibir yang tebal, tonus otot yang lemah, jari
kelingking pendek atau bengkok ke dalam, tangan/kaki pendek tapi lebar, garis tangan
yang khas (simian crease) dan last but least : kelainan saluran cerna dan jantung
bawaan. Anak sindrom down rata-rata mengalami retardasi mental dari yang ringan
sampai berat, diketahui terutama setelah anak masuk usia sekolah. Banyak lagi
kelainan yang dapat dijumpai tapi dalam persentase yang lebih sedikit.
Semua kelainan tadi tidak selalu dijumpai, tapi dengan menemukan beberapa kelainan
yang khas tadi, dokter harus mencurigai suatu sindrom down.
Dari gejala atau kelainan yang ada yang mana yang harus dapat perhatian khusus
untuk penanganan lebih lanjut ?
Ada beberapa masalah medis yang harus jadi perhatian dokter dan perlu ditindaklanjuti
dengan intervensi medis :
a.Kelainan jantung bawaan : Anak dengan sindrom down hampir separuhnya menderita
kelainan jantung bawaan berupa defek sinus atrioventrikularis. Mengingat hal tersebut
setiap anak yang dicurigai sindrom down harus dilakukan pemeriksaan EKG atau
echocardiografi untuk memastikannya.
b. Masalah saluran cerna : banyak kelainan saluran cerna yang berhubungan dengan
sindrom down seperti gastroesofageal refluks (GER), atresia oesofagus/duodenum
(sewaktu lahir tidak terbentuk esofagus atau usus 12 jari), penyakit morbus hirschprung
(gangguan persarafan pada usus besar sehingga anak kesulitan BAB), divertikulum
Meckel dll.
c. Masalah THT : karena adanya kelainan anatomik pada THT, maka anak mudah
terkena otitis media, sinusitis sampai faringitis.
d. Kelainan tulang (ortopedi) : anak sindrom down acapkali mengalami kelainan atau
cacat bawaan pada anggota gerak, tulang belakangnya (skoliosis) dan persendiannya.
Karenanya anak sindrom down perlu dikonsulkan ke ahli ortopedi untuk mencari
kelainan tulang tersebut dan dilakukan koreksi bila perlu.
e. Kelainan hematologi (darah) : anak diketahui mempunyai kecenderungan lebih besar
untuk terkena lekemia (kanker darah) dibanding anak yang lain.
Masalah medis lain yang harus jadi perhatian antara lain gangguan endokrin, mata dan
gigi geligi. Dengan melihat hal tadi, maka anak sindrom down butuh penanganan
bersama antara dokter anak dengan dokter ahli yang lain.
Apakah stimulasi dan pendidikan anak sindrom down diberikan secara khusus ?
Ya, anak sindrom down sejak dari bayi sudah diberikan stimulasi dini yang khusus
sesuai dengan kelainan fisik yang ada. Intervensi dini diperlukan agar anak sindrom
dapat berkembang semaksimal yang mungkin anak dapat lakukan. Anak diharapkan
bisa mandiri dan mampu menolong dirinya sendiri.
Pada usia TK, anak sindrom down dapat bergabung dengan anak lain yang normal
karena di TK lebih banyak kegiatan bermain dan berinteraksi. Pada jenjang selanjutnya
dibutuhkan sekolah khusus seperti SLB untuk memberikan kesempatan bersekolah
sesuai kapasitas kecerdasannya. Anak dengan sindrom down rata-rata mampu didik
sehingga bisa menjadi manusia yang produktif. Bersekolah bagi anak sindrom down
juga dimaksudkan untuk memberi kesempatan bersosialisasi dengan anak lain, mampu
bekerja sama dan mengenal etika maupun sopan santun dalam kehidupan. Anak
dengan sindrom down karena badannya yang sangat lentur (hiperfleksibilitas) berbakat
untuk menjadi seorang pemain senam atau akrobat.
Terakhir, bagaimana sebaiknya orang tua dari anak sindrom down menyikapi
anaknya tersebut ?
Orang tua (suami dan istri) harus siap ketika dokter menyatakan bahwa anaknya
menderita sindrom down. Sebagaimana kebanyakan orang tua ketika pertama
kali tahu perihal penyakit anaknya yang berat atau disandang seumur hidup,
orang tua membutuhkan adaptasi. Sangat mungkin ada rasa sedih, malu,
kecewa, menyesal sampai merasa berdosa atas kondisi anaknya tersebut.
Setelah melewati fase adaptasi, orang tua hendaknya mencari penjelasan
menyeluruh dan utuh perihal anaknya. Dengan begitu orang tua dapat
meneruskannya kepada keluarga yang lain dan lingkungannya. Selain itu orang
tua dapat melakukan secara dini segala upaya menumbuh kembangkan anaknya
secara maksimal.
Masalah medis yang penting harus diketahui secara dini adalah ada tidaknya
penyakit jantung bawaan pada anak sindrom down. Bila anak mengidap penyakit
jantung bawaan, tanyakan pada dokter kapankah pengobatan harus dilakukan.
Dokter ketika tahu seorang anak adalah penderita sindrom down, biasanya akan
melakukan evaluasi menyeluruh sehingga dari awal sudah diketahui masalah
medis yang berat dan perlu ditangani.
Bila anak tampak pucat, demam lama atau gampang sakit, pikirkan kecurigaan
adanya lekemia. Seperti diketahui anak dengan sindrom down lebih sering
terkena lekemia dibanding anak yang lain.
Selain penyakit jantung bawaan dan lekemia, anak dengan sidrom down
kemungkinan punya banyak kelainan di berbagai organ, sehingga membutuhkan
kosultasi dan penanganan dari berbagai dokter ahli seperti dokter ortopedi, ahli
mata, THT, gigi-mulut dll.
Mengingat kebanyakan anak sindrom down mengalami retardasi mental ringan
sampai berat, anak membutuhkan sekolah khusus (SLB) untuk pendidikan
lanjutan setelah taman kanak-kanak.
Anak sindrom down mempunyai potensi tau bakat yang relatif sama dengan
anak normal lainnya. Dengan intervensi dini dan melatihnya secara telaten, anak
dapat diajarkan berbagai hal antara lain : balet/menari, bermain piano atau alat
musik lainnya, melukis, bermain sandiwara, kerajinan tangan dsb.
Anak dengan sindrom down harus mendapat perlakuan dan pemenuhan kasih
sayang layaknya anak yang lain. Berikan kesempatan yang sama untuk anak
bertumbuh dan berkembang. Anak tidak perlu diisolir atau diproteksi berlebihan,
anak harus bersosialisasi dengan lingkungannya.
Orang tua hendaknya aktif dalam perkumpulan orang tua penderita sindrom
down untuk saling bertukar pikiran dan memberikan saran satu dengan yang
lainnya. Dengan berkumpul seperti ini, orang tua tidak merasa sendiri dan ini
dapat saling menguatkan.
Mutasi Kromosom
Posted on April 9, 2011
1. Sebutkan dan jelaskan macam mutasi kromosom yang terjadi akibat perubahan
structural
Jawab :
Mutasi kromosom yang terjadi akibat perubahan structural ada empat macam yaitu delesi,
duplikasi, inversi, dan translokasi.
Delesi
Delesi adalah suatu aberasi kromosom berupa perubahan structural yang berakibat
hilangnya suatu segemen materi genetic dari suatu kromosom. Terbentuknya delesi
karena terjadinya pemutusan kromosom yang diinduksi oleh panas, radiasi, virus, serta
senyawa kimia atau bahkan oleh kesalahan pada enzim-enzim rekombinasi. selain itu
terjadi karena kejadian pindah silang tidak setangkup. Delesi pada manusia dapat
menimbulkan terjadinya leukemia myelo-sitis kronis, sindrom Cri-du-cat, tumor
nefroblastoma, pada Drosophila dapat menimbulkan mutan Notch.
Duplikasi
Duplikasi adalah aberasi kromososm atau mutasi kromosom yang terjadi karena
keberadaan suatu segmen kromosom yang lebih dari satu kali pada kromosom yang
sama. Segmen-segemen kromosom yang mengalami duplikasi sering berada berurutan.
Apabila segmen yang mengalami duplikasi tersebut berurutan tetapi terbalik maka
duplikasi tersebut disebut reverse tandem duplication, sebaliknya jika segmen yang
mengalami duplikasi terletak di ujung kromosom maka disebut duplikasi terminal.
Duplikasi dapat menyebabkan munculnya mata Bar pada Drosophila melanogaster.
Inversi
Segmen yang mengalami inverse mungkin pendek atau panjang, bahkan dapat mencapai
sentromer. Apabila inverse mencapai sentromer maka disebut inverse perisentrik,
sebaliknya jika inverse tidak mencapai sentromer maka disebut inverse parasentrik.
inverse parasentrik tidak mengakibatkan perubahan panjang suatu lengan kromosom.
Dalam hal ini pada inverse parasentrik rasio lengan kromosom tidak berubah, pada
inverse perisentrik rasio lengan kromosom berubah.
Translokasi
Pada translokasi terjadi perubahan posisi segmen kromosom maupun urut-urutan gen
yang terkandung pada kromosom itu. Translokasi terdiri dari intrakromosom dan
interkromosom. Pada translokasi intrakromosom perubahan posisi segmen kromosom itu
berlangsung didalam satu kromosom, terbatas pada satu lengan kromosom atau antar
lengan kromosom. Translokasi interkromosom dibedakan interkromosom respirok dan
interkromosom nonresiprok. Translokasi interkromosom resiprok terjadi perpindahan
segmen kromosom timbal balik antar dua kromosom yang non homolog, sedangkan
translokasi interkromosom nonresiprok terjadi perpindahan segmen kromosom dari suatu
kromosom ke kromosom lain yang non homolog. Pada individu pengidap translokasi
homozigot dampaknya adalah berupa perubahan pautan gen.
2. Mengapa translokasi Robertson menyebabkan timbulnya Syndrom Down Familial ?
Jawab :
Karena lengan panjang kromosom 21 bergabung dengan lengan panjang kromosom 14
atau 15. Pada strain-strain yang mengidap translokasi resiprok yang mengidap
homozigot, meiosis berlangsung normal, karena semua pasangan kromosom dapat
bersinapsis menghasilkan bivalen. Akan tetapi pada strain-strain yang mengidap
translokasi resiprok yang heterozigot, meiosis berlangsung tidak normal berbentuk
konfigurasi serupa salib pada profase I karena kromosom-kromosom homolog perlu
berpasangan. Oleh sebab itu translokasi Robertson dapat menimbulakan terjadinya
Syndrom Down Familial
PERTANYAAN BAB 6
MUTASI KROMOSOM : PERUBAHAN JUMLAH KROMOSOM
1. Mengapa poliploidi jarang dijumpai pada kelompok hewan ? Sedangkan pada
kelompok ikan, amphibi serta kadal poliploidi dijumpai. Faktor apa yang nmenyebabkan
hal tersebut terjadi ?
Jawab :
Poliploidi jarang ditemukan pada kelompok hewan karena poliploidi mengganggu
keseimbangan antara autosom dan kromosom kelamin yang bermanfaat untuk
determinasi kelamin, selain itu umumnya hewan banyaj melakukan fertilisasi silang ,
dalam hal ini satu individu poliploid yang baru terbentuk tidak dapat bereproduksi
sendiri. Untuk hewan seperti ikan, amphibi dan kadal merupakan contoh hewan yang
tidak memiliki perkembangan yang kompleks. Faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya hal tersebut karena penggandaan jumlah perangkat kromosom didalam sel-sel
somatic secara spontan. Dalam hal ini replikasi kromosom berlangsung tanpa diikuti oleh
pembelahan sel. Kondisi yang demikian dapat berakibat terbentuknya kelompok sel
tetraploid, yang pada akhirnya akan menghasilkan gamet-gamet diploid, jika terjadi
perubahan sendiri maka akan dihasilkan zigot tetraploid, tetapi jika terjadi pembuahan
yang melibatkan suatu gamet haploid, maka akan terbentuk zigot tripoid.
2. Bagaimanakah mekanisme pembuatan bagian tanaman ataupun tanaman yang
allopoliploidi melalui teknik hibridisasi sel somatik ?
Jawab :
Pada mulanya daun dari suatu tanaman yang sedang tumbuh dihilangkan dinding selnya
sehingga dihasilkan protoplast. Sel-sel dalam wujud protoplast tersebut dapat
dipertahankan dalam kultur atau distimulasi untuk melakukan fusi dengan protoplast
yang lain, sehingga menghasilkan hybrid sel somatik dapat diinduksi sehingga tumbuh
dan berkembang menjadi tanaman allopoliploidi. Allopoliploidi merupakan macam
poliploidi alami yang paling umum di kalangan tumbuhan karena peluang terbentuknya
gamet seimbang lebih besar disbanding dengan poliploidi yang lain.
1. Teratogenik
Teratogen adalah setiap faktor atau bahan yang bisa menyebabkan atau meningkatkan
resiko suatu kelainan bawaan.
Radiasi, obat tertentu dan racun merupakan teratogen.
Secara umum, seorang wanita hamil sebaiknya:
- mengkonsultasikan dengan dokternya setiap obat yang dia minum
- berhenti merokok
- tidak mengkonsumsi alkohol
- tidak menjalani pemeriksaan rontgen kecuali jika sangat mendesak.
Infeksi pada ibu hamil juga bisa merupakan teratogen. Beberapa infeksi selama
kehamilan yang dapat menyebabkan sejumlah kelainan bawaan:
- Sindroma rubella kongenital ditandai dengan gangguan penglihatan atau pendengaran,
kelainan jantung, keterbelakangan mental dan cerebral palsy
- Infeksi toksoplasmosis pada ibu hamil bisa menyebabkan infeksi mata yang bisa
berakibat fatal, gangguan pendengaran, ketidakmampuan belajar, pembesaran hati atau
limpa, keterbelakangan mental dan cerebral palsy
- Infeksi virus herpes genitalis pada ibu hamil, jika ditularkan kepada bayinya sebelum
atau selama proses persalinan berlangsung, bisa menyebabkan kerusakan otak, cerebral
palsy, gangguan penglihatan atau pendengaran serta kematian bayi
- Penyakit ke-5 bisa menyebabkan sejenis anemia yang berbahaya, gagal jantung dan
kematian janin
- Sindroma varicella kongenital disebabkan oleh cacar air dan bisa menyebabkan
terbentuknya jaringan parut pada otot dan tulang, kelainan bentuk dan kelumpuhan pada
anggota gerak, kepala yang berukuran lebih kecil dari normal, kebutaan, kejang dan
keterbelakangan mental.
2. Gizi
Menjaga kesehatan janin tidak hanya dilakukan dengan menghindari teratogen, tetapi
juga dengan mengkonsumsi gizi yang baik.
Salah satu zat yang penting untuk pertumbuhan janin adalah asam folat. Kekurangan
asam folat bisa meningkatkan resiko terjadinya spina bifidatabung saraf lainnya. Karena
spina bifida bisa terjadi sebelum seorang wanita menyadari bahwa dia hamil, maka setiap
wanita usia subur sebaiknya mengkonsumsi asam folat minimal sebanyak 400
mikrogram/hari.
atau kelainan
1. Autosom dominan
Jika suatu kelainan atau penyakit timbul meskipun hanya terdapat 1 gen yang cacat dari
salah satu orang tuanya, maka keadaannya disebut autosom dominan.
Contohnya adalah akondroplasia dan sindroma Marfan.
2. Autosom resesif
Jika untuk terjadinya suatu kelainan bawaan diperlukan 2 gen yang masing-masing
berasal dari kedua orang tua, maka keadaannya disebut autosom resesif.
Contohnya adalah penyakit Tay-Sachs atau kistik fibrosis.
3. X-linked
Jika seorang anak laki-laki mendapatkan kelainan dari gen yang berasal dari ibunya,
maka keadaannya disebut X-linked, karena gen tersebut dibawa oleh kromosom X.
Laki-laki hanya memiliki 1 kromosom X yang diterima dari ibunya (perempuan memiliki
2 kromosom X, 1 berasal dari ibu dan 1 berasal dari ayah), karena itu gen cacat yang
dibawa oleh kromosom X akan menimbulkan kelainan karena laki-laki tidak memiliki
salinan yang normal dari gen tersebut.
Contohnya adalah hemofilia dan buta warna.
Kelainan pada jumlah ataupun susunan kromosom juga bisa menyebabkan kelainan bawaan.
Suatu kesalahan yang terjadi selama pembentukan sel telur atau sperma bisa menyebabkan bayi
terlahir dengan kromosom yang terlalu banyak atau terlalu sedikit, atau bayi terlahir dengan
kromosom yang telah mengalami kerusakan.
Contoh dari kelainan bawaan akibat kelainan pada kromosom adalah sindroma Down.
Semakin tua usia seorang wanita ketika hamil (terutama diatas 35 tahun) maka semakin besar
kemungkinan terjadinya kelainan kromosom pada janin yang dikandungnya.
Kelainan bawaan yang lainnya disebabkan oleh mutasi
genetik (perubahan pada gen yang bersifat spontan dan tidak dapat dijelaskan). Meskipun bisa
dilakukan berbagai tindakan untuk mencegah terjadinya kelainan bawaan, ada satu hal yang
perlu diingat yaitu bahwa suatu kelainan bawaan bisa saja terjadi meskipun tidak ditemukan
riwayat kelainan bawaan baik dalam keluarga ayah ataupun ibu, atau meskipun orang tua
sebelumnya telah melahirkan anak-anak yang sehat