Anda di halaman 1dari 70

BAB I

PENDAHULUAN

Morbili (disebut juga rubeola, red measles atau hard measles) merupakan penyakit virus menular
dan menimbulkan dampak yang serius.Seseorang yang tidak mendapat vaksin virus ini memiliki
risiko lebih tinggi terkena morbili.Morbili lebih sering terjadi pada seseorang yang rentan
(mereka yang tidak pernah terkena penyakit ini sebelumnya atau yang tidak mendapat vaksin)
yang melakukan perjalanan.Morbili menular melalui kontak langsung melalui droplet infeksi
maupun penyebaran udara.Transmisi juga terjadi melalui kontak maupun sentuhan dengan bahan
yang terkontaminasi dan kemudian tersentuh mata, hidung, dan/atau mulut. Transmisi morbili
mulai dari 4 hari sebelum sampai 4 hari sesudah ruam kemerahan muncul, maksimal terjadi
mulai dari onset prodromal (atau gejala pertama) yaitu 3-4 hari setelah ruam kemerahan
muncul.1

Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian menyebabkan kekebalan
seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang pernah menderita morbili akan mendapatkan
kekebalan secara pasif (melalui plasenta) sampai umur 4-6 bulan dan setelah umur tersebut
kekebalan akan berkurang sehingga si bayi dapat menderita morbili.2,3

1
BAB II

PRESENTASI KASUS

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

RS PENDIDIKAN : RSUD BUDHI ASIH

STATUS PASIEN KASUS I

Nama Mahasiswa : Justhesya Fitriani F.P Pembimbing : Dr. Kirana, Sp.A

NIM : 030.07.128 Tanda tangan :

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. L

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 1 tahun 3 bulan

Tempat/ tanggal lahir : Jakarta, 10 Oktober 2014

Suku bangsa : Betawi

Agama : Islam

Pendidikan :-

Alamat : Klender, Jakarta Timur

2
ORANG TUA/ WALI

Ayah Ibu
Nama : Tn. E Nama : Ny. S
Umur : 40 tahun Umur : 38 tahun
Pekerjaan : Swasta Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMP Pendidikan : SMP
Suku bangsa : Betawi Suku bangsa : Betawi
Agama : Islam Agama : Islam
Alamat : Klender, Jakarta Alamat : Klender, Jakarta
Timur Timur

Hubungan dengan orang tua : Pasien merupakan anak kandung.

I. ANAMNESIS

Lokasi : Bangsal lantai 6 Timur, kamar 615

Tanggal / waktu : 5 Februari 2016 pukul 06.00 WIB

Tanggal masuk : 4 Februari 2016 pukul 18.50 WIB

Keluhan utama : Demam sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit.

Keluhan tambahan : Keluar bintik-bintik merah di seluruh tubuh, batuk


berdahak, pilek, diare, sesak.

A. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Budhi Asih pada tanggal 4/2/2016 jam 18.50 wib
dengan keluhan demam sejak 2 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit.
Berdasarkan anamnesis pada ibu pasien, awalnya ibu merasakan panas pada
daerah kepala dan perut anaknya kemudian panasnyateraba oleh ibunya menjalar
ke seluruh tubuh anaknya. Selama 1 minggudemam naik turun,, saat itu juga ibu
pasien membawanya ke dokter untuk berobat. Setelah mengkonsumsi obat

3
tersebut, demam hilang kemudian diikuti muncul bintik-bintik merah juga pasien
menderita pilek. Satu hari sebelum dibawa ke IGD RSUD Budhi Asih, pasien
batuk disertai dahak berwarna kuning kehijauan, diare cair berwarna cokelat tidak
berlendir dan berdarah sebanyak 2xdalam satu hari serta sesak. Ditambahkan pula
oleh ibu pasien bahwa saat ini di lingkungan rumahnya ada beberapa anak
tetangga yang sedang menderita campak.Mual, muntah dan riwayat kejang
disangkal oleh ibu pasien.

B. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur


Alergi (-) Difteria (-) Penyakit ginjal (-)
Penyakit
Cacingan (-) Diare (-) (-)
jantung
DBD (-) Kejang (-) Radang paru (-)
Otitis (-) Morbili (-) TBC (-)
Parotitis (-) Operasi (-) Lain-lain (-)
Kesimpulan riwayat penyakit yang pernah diderita: Pasien tidak pernah mengalami gejala
serupa.

C. Riwayat Kehamilan/ Persalinan

Morbiditas kehamilan Tidak ada


KEHAMILAN Perawatan antenatal Rutin kontrol ke Klinik Bidan (selalu
datang sesuai anjuran bidan)
Tempat persalinan Klinik Bidan
Penolong persalinan Bidan
Spontan
Cara persalinan
KELAHIRAN Penyulit : Tidak ada
Masa gestasi 39 minggu
Berat lahir : 2.700 gr
Keadaan bayi
Panjang lahir : 49 cm

4
Lingkar kepala : Tidak tahu
Langsung menangis (+)
Kemerahan (+)
Kuning (-)
Nilai APGAR : Tidak tahu
Kelainan bawaan : Tidak ada
Kesimpulan riwayat kehamilan/ persalinan : Kontrol kehamilan baik, persalinan spontan,
cukup bulan, berat badan lahir sesuai dengan masa kehamilan, tidak ada kelainan atau penyakit
yang membutuhkan perawatan di rumah sakit.

D. Riwayat Perkembangan

Pertumbuhan gigi I : Lupa (Normal: 5-9 bulan)

Gangguan perkembangan mental : Tidak ada

Psikomotor : Tengkurap : Lupa (Normal: 3-4 bulan)

Duduk : Lupa (Normal: 6-9 bulan)

Berdiri : Lupa (Normal: 9-12 bulan)

Berjalan : 9 bulan (Normal: 13 bulan)

Bicara : 12 bulan (Normal: 9-12 bulan)

Membaca dan menulis :-

Perkembangan pubertas : Tanda seks sekunder (-)

Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan :Tidak ada kelainan

E. Riwayat Makanan

Umur
ASI/PASI Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
(bulan)
0–2 ASI - - -

5
2–4 ASI - - -
4–6 ASI - - -
6–8 ASI + + -
8 – 10 ASI + + +
10 -12 ASI + + +
Kesulitan makan :ibu pasien mengatakan selama sakit pasien masih mau minum susu
(ASI)

F. Riwayat Imunisasi

Vaksin Dasar ( umur ) Ulangan ( umur )


BCG 1 bulan - - - -
DPT / PT 2 bulan 4 bulan 6 bulan - -
Polio 0 bulan 2 bulan 4 bulan - -
Campak - - - - -
Hepatitis B 0 bulan 1 bulan 6 bulan - -
Kesimpulan riwayat imunisasi: Imunisasi dasar belum lengkap.

G. Riwayat Keluarga

a. Riwayat Penyakit Keluarga:. Dari keterangan ibu pasien, di anggota keluarganya


tidak ada yang menderita penyakit darah tinggi, kencing manis, alergi.

b. Riwayat Kebiasaan: Tidak ada keluarga pasien yang tinggal serumah yang
merokok, suka meminum alkohol atau mengkonsumsi obat-obatan terlarang.

Kesimpulan riwayat keluarga: Tidak ada keluarga pasien yang memiliki gejala
serupa. Riwayat transfusi darah (-).
H. Riwayat Lingkungan
Berdasarkan keterangan ibu pasien, di sekitar rumahnya anak-anak tetangga sedang
terkena campak
Kesimpulan keadaan lingkungan: Keadaan lingkungan kurang baik.

6
I. Riwayat Sosial dan Ekonomi

Ibu pasien mengatakan untuk saat ini penghasilan suaminya masih dapat memenuhi
kebutuhan mereka untuk makan seadanya.
Kesimpulan sosial ekonomi: Pasien berasal dari keluarga dengan taraf sosial ekonomi
menengah ke bawah.

I. PEMERIKSAAN FISIK

STATUS GENERALISATA
KEADAAN UMUM
Kesan Sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Kesan Gizi : Gizi kurang

DATA ANTROPOMETRI
Berat Badan sekarang : 8,5 kg Lingkar Kepala : 48 cm
Berat Badan sebelum sakit : 10 kg Lingkar Lengan Atas : 14 cm
Panjang Badan : 73 cm

STATUS GIZI
- BB / U = 8,5/10,7 x 100% = 79,4% (Gizi kurang menurut persentase CDC 2000)
- TB/U = 73/76 x 100%  severe stunting menurut pelletier 1993
= 73/15 bulan >p5 - <p50  gizi kurang menurut kurva CDC 2000
- BB/TB = 8,5/10,7 x 100% = 79,4% gizi kurang menurut waterlow 1972
- LK = 48 cm ( (-2) SD – (+2) SD normocephali menurut Kurva Nellhaus)
Kesimpulan status gizi :Dari ketiga parameter yang digunakan diatas didapatkan gizi
kurang; hal ini menandakan bahwa yang dialami pasien sekarang ialah suatu kekurangan
gizi.

7
TANDA VITAL
 Tekanan Darah : 90/70 mmHg
 Nadi : 100 x/ menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular
 Pernapasan : 49x/ menit
 Suhu : 38,4o C (diukur dengan termometer air raksa di aksila)

KEPALA : Normocephali. Deformitas (-), hematoma (-).

RAMBUT : Rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut.

WAJAH : Wajah simetris, tidak terdapat edema.

MATA :
Visus : Tidak dilakukan Ptosis : -/-
Sklera ikterik : -/- Lagofthalmus : -/-
Konjuntiva pucat : -/- Cekung : -/-
Exophthalmus : -/- Kornea jernih : +/+
Strabismus : -/- Lensa jernih : +/+
Nistagmus : -/- Pupil : Bulat, isokor
Refleks cahaya : Langsung +/+ , tidak langsung +/+
Alis : Hitam, distribusi merata
Bulu mata : Hitam, distribusi merata, madarosis (-/-), trikiasis (-/-)

TELINGA :
Bentuk : Normotia Tuli : -/-
Nyeri tarik aurikula : -/- Nyeri tekan tragus : -/-
Liang telinga : Lapang Membran timpani : Sulit dinilai
Serumen : -/- Refleks cahaya : Sulit dinilai
Cairan : -/-

8
HIDUNG :
Bentuk : Simetris Napas cuping hidung :-/-
Sekret : -/- Deviasi septum :-
Mukosa hiperemis : -/- Konka eutrofi : +/+

BIBIR: kering (-), sianosis (-).

MULUT:
- Mukosa mulut pucat, oral higiene kurang baik, trismus (-), mukosa gusi dan pipi merah
muda, ulkus (-), halitosis (-).
- Lidah : Normoglosia, pucat (-), ulkus (-), hiperemis (-) massa (-), atrofi papil (-), coated
tongue (-).

TENGGOROKAN:
- Arkus faring simetris, hiperemis (-). Tonsil T1-T1 tenang, kripta tidak melebar, detritus (-
). Faring hiperemis (-), granula (-), massa (-), PND (-)

LEHER:
- Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid maupun KGB, tidak
tampak deviasi trakea.
- Tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid.
- Tidak teraba pembesaran KGB submandibula, konsistensi kenyal, tidak nyeri tekan.
- Trakea teraba di tengah.

THORAKS :
 JANTUNG
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V linea midklavikularis sinistra
Perkusi : Batas kiri jantung : ICS V linea midklavikularis sinistra
Batas kanan jantung : ICS III – V linea sternalis dextra
Batas atas jantung : ICS III linea parasternalis sinistra

9
Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
 PARU
Inspeksi
- Tampak retraksi substernal subcostal intercostal (+)
Palpasi
- Nyeri tekan (-), benjolan (-), gerak napas simetris kanan dan kiri, vocal
fremitussamakanan dan kiri.
Perkusi
- sonor di kedua lapang paru.
- Batas paru dan hepar di ICS VI linea midklavikularis dextra
Auskultasi :Suara napas vesikuler, ronkhi +/+, wheezing -/-

ABDOMEN :
Inspeksi
- Perut datar, tampak ruam merah kehitaman, tidak tampak adanya benjolan, gerakan
peristaltik, dan smiling umbilicus.
Palpasi
- Supel, nyeri tekan (-) pada epigastrium, turgor kulit baik.
- Hepar : Tidak teraba membesar.
- Lien : Tidak teraba membesar.
- Ginjal : Ballotement -/-, Nyeri ketok CVA -/-
Perkusi : Timpani pada seluruh regio abdomen. Shifting dullness (-).
Auskultasi :Bising usus (+).

ANOGENITALIA:
Jenis kelamin perempuan

KGB :
Preaurikuler : Tidak teraba membesar
Postaurikuler : Tidak teraba membesar
Submandibula : Tidak teraba membesar

10
Supraclavicula : Tidak teraba membesar
Axilla : Tidak teraba membesar
Inguinal : Tidak teraba membesar

ANGGOTA GERAK :
Simetris, tidak terdapat kelainan pada bentuk tulang, posisi tangan dan kaki, serta sikap
badan, tidak terdapat keterbatasan gerak sendi, akral hangat pada keempat ekstremitas,
sianosis (-), edema (-), capillary refill time< 2 detik.
Tangan Kanan Kiri
Tonus otot Normotonus Normotonus
Sendi Aktif Aktif
Refleks fisiologis (+) (+)
Refleks patologis (-) (-)
Lain-lain Edema (-) Edema (-)

Kaki Kanan Kiri


Tonus otot Normotonus Normotonus
Sendi Aktif Aktif
Refleks fisiologis (+) (+)
Refleks patologis (-) (-)
Lain-lain Edema (-) Edema (-)

PUNGGUNG:
- Bentuk tulang belakang normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-)

KULIT:
- Tampak plak eritematous hiperpigmentasi difus miliar generalisata.

11
TANDA RANGSANG MENINGEAL :
Kaku kuduk (-)
Brudzinski I (-) (-)
Brudzinski II (-) (-)
Laseque (-) (-)
Kerniq (-) (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah lengkap :

Tanggal 4-11-2015 Hasil Interpretasi


Eritrosit 3,7 juta/ uL Normal
Hemoglobin 9,9 g/ dL Menurun
Hematokrit 30% Menurun
Leukosit 15,7 ribu/ μL Normal
Trombosit 270.000/ μL Normal
MCV 81,9 fL Normal
MCH 27,1 pg Normal
MCHC 33,1 g/ dL Normal
RDW 13,9% Normal
GDS 268 mg/ dL Meningkat

12
Foto thorax :

13
II. RESUME
Pasien perempuan usia 1tahun 3 bulan datang dengan keluhan demam sejak 2 minggu
yang lalu. Berdasarkan anamnesis pada ibu pasien, awalnya ibu merasakan panas pada
daerah kepala dan perut anaknya kemudian panasnyateraba oleh ibunya menjalar ke seluruh
tubuh anaknya. Selama 1 minggu demam naik turun,, saat itu juga ibu pasien membawanya
ke dokter untuk berobat. Setelah mengkonsumsi obat tersebut, demam hilang kemudian
diikuti muncul bintik-bintik merah juga pasien menderita pilek. Satu hari sebelum dibawa ke
IGD RSUD Budhi Asih, pasien batuk disertai dahak berwarna kuning kehijauan, diare cair
berwarna cokelat tidak berlendir dan berdarah sebanyak 2xdalam satu hari serta sesak.
Ditambahkan pula oleh ibu pasien bahwa saat ini di lingkungan rumahnya ada beberapa
anak tetangga yang sedang menderita campak.Mual, muntah dan riwayat kejang disangkal
oleh ibu pasien. Pada pemeriksaan fisik ditemukan TD 90/60 mmHg, N= 100x/m, R=
49x/m, suhu = 38,4’C serta pada pemeriksaan fisik ditemukan tampak retraksi sela iga dan
terdengar bunyi ronkhi di kedua lapang paru dan pada kulit tampak plak eritematous
hiperpigmentasi difus miliar generalisata.

14
III. DIAGNOSIS BANDING
Morbili
Eksantema Subitum

IV. DIAGNOSIS KERJA


 Morbili stadium konvalesensi
 Bronkopneumonia
 Anemia
 Gizi Kurang

V. PEMERIKSAAN ANJURAN
Laboratorium darah rutin

VI. TATALAKSANA
Non-medikamentosa
1. Tirah Baring.
2. Pemberian makanan sesuai kebutuhan kalori 102 kkal/kgBB
Medikamentosa

o injeksi cefotaxime 3x325mg


o injeksi gentamicin 1x45mg
o paracetamol 4x90mg
o probiokid 1x1 sach
o pulvs ( ambroxol 5mg ; CTM 0,6 ; terbutaline 0,4) 3x1 bks
o vit. A 1x200.000 IU.

VII. PROGNOSIS
- Ad Vitam : ad bonam
- Ad Sanationam : dubia ad bonam
- Ad Fungsionam : dubia ad bonam

15
VIII. FOLLOW UP

Hari Perawatan ke-1 (5-2-2016)


S O A P
Demam (+) , TSS, CM Morbili Injeksi cefotaxime
sesak (+), mencret BB = 8,5 kg Bronkopneumoni 3x325mg
(+), tampak S = 37,6’C Anemia Injeksi gentamicyn
bintik-bintik R = 46x/m Gizi Kurang 1x45mg
merah kehitaman N = 144x/m Diare Paracetamol
di seluruh tubuh Mata : ka -/-, si -/- 4x90mg
(+) Hidung : terpasang O2 mask Probiokid 1x1 bks
Mulut : sianosis (-) Amboksol 5mg
Thorax : cor : bj I-II regular, CTM 0,6mg
gallop (-), murmur(-) Terbutalin 0,4mg
Paru : tampak retraksi sela iga 3x1 bks
(+), Rh +/+, wh -/- Vit. A 1x200.000
Abdomen : supel, BU + IU
Extremitas : akral hangat +/+
; oedem -/-
Kulit : hiperpigmentasi

Hari Perawatan ke-2 (6-2-2016)


S O A P
Demam (+) BB = 9 kg Morbili Injeksi cefotaxime
Secret pada S = 38,8’C Bronkopneumoni 3x325mg
hidung (+), N = 120x/m Anemia Injeksi gentamicin
mencret 1x (+) Mata : ka -/-, si -/- Gizi Kurang 1x45mg
semalam warna Hidung : secret +/+ Diare Paracetamol
ijo dan berampas Mulut : sianosis (-) 4x90mg
Thorax : cor : bj I-II regular, Probiokid 1x1 sachs
gallop (-), murmur (-) Ambroxol 5mg
Pulmo : SN vesikuler, wh -/-, CTM 0,6mg
Rh +/+ Terbutalin 0,4mg
Abdomen : supel, BU(+) 3x1 bks
Extremitas : akral hangat +/+ Vit. A 1x200.000
; oedem -/- IU
Kulit : hiperpigmentasi

16
BAB II

PEMBAHASAN KASUS

Anamnesis Teori

 Demam naik turun sejak 2  Demam


minggu yang lalu.  Batuk
 Muncul bintik-bintik merah  Fotofobia
 Pilek  Nasofaringitis
 Batuk disertai dahak berwarna  Pilek
kuning kehijauan  Ruam muncul 14 hari setelah
 Diare cair berwarna cokelat demam
tidak berlendir dan berdarah  Adanya riwayat kontak
sebanyak 2xdalam satu hari dengan penderita morbili lain
 Sesak. dalam waktu 2 minggu
 lingkungan rumah : beberapa terakhir.
anak tetangga sedang menderita
campak

17
Pemeriksaan fisik Teori

 TD 90/60 mmHg, a. Morbili


 N= 100x/m, o Timbul ruam-ruam
kemerahan hingga
 R= 49x/m, mencapai anggota bawah
 suhu = 38,4’C b. Bronkopneumoni
o adanya penyakit lain
 gizi kurang
yang mendahului, seperti
 tampak retraksi sela iga dan
campak
terdengar bunyi ronkhi di
o retraksi sela iga (+),
kedua lapang paru
rhonki (+)
 kulit :tampak plak
o ditandai dengan
eritematoushiperpigmentasi
gambaran difus merata
difus miliar generalisata pada kedua paru, berupa
 Laboratorium : bercak – bercak infiltrat
halus yang dapat meluas
o Hb = 9,9 g/dL
c. Anemia
o Ht = 30% o Hb <11g%,
o GDS = 268 mg/dL d. Gizi Kurang
o BB/TB : 70 – 90 % :
 Foto thorax:
gizi kurang
o Tampak bercak-bercak
o BB/U : <p5  gizi
halus kesuraman pada
buruk berdasarkan kurva
kedua lapang paru
CDC 2000
(interpretasi =
o TB/U : <80%  severe
bronkopneumoni)
stunting berdasarkan
pelletier 1993 dan >p5 -
<p50  gizi kurang
berdasarkan kurva CDC
2000

18
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI
Morbili merupakan penyakit virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu
stadium prodormal ( kataral ), stadium erupsi dan stadium konvalisensi, yang dimanifestasikan
dengan demam, konjungtivitis dan bercak koplik.1,2
Morbili atau morbillia dan rubeola (bahasa Latin), yang kemudian dalam bahasa Jerman
disebut dengan nama masern, dalam bahasa Islandia dikenal dengan nama mislingar dan measles
dalam bahasa Inggris, dan dalam bahasa Indonesia penyakit ini disebut dengan penyakit campak.
Morbili merupakan penyakit infeksi yang sangat menular yang disebabkan oleh virus, dengan
gejala-gejala eksantem akut, demam, kadang kataral selaput lendir dan saluran pernapasan,
gejala-gejala mata, kemudian diikuti erupsi makulopapula yang berwarna merah dan diakhiri
dengan deskuamasi dari kulit.1,2,3

2.2. ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan oleh golongan paramyxovirus (Anonim), yaitu virus RNA dari
famili Paramixofiridae, genus Morbillivirus. Hanya satu tipe antigen yang diketahui. Selama
masa prodromal dan selama waktu singkat sesudah ruam tampak, virus ditemukan dalam sekresi
nasofaring, darah dan urin. Virus dapat tetap aktif selama sekurang-kurangnya 34 jam dalam
suhu kamar. Virus campak dapat diisolasi dalam biakan embrio manusia. Perubahan sitopatik,
tampak dalam 5-10 hari, terdiri dari sel raksasa multinukleus dengan inklusi intranuklear.
Antibodi dalam sirkulasi dapat dideteksi bila ruam muncul.2,3,4
Penyebaran virus maksimal adalah dengan tetes semprotan selama masa prodromal
(stadium kataral). Penularan terhadap kontak rentan sering terjadi sebelum diagnosis kasus
aslinya. Orang yang terinfeksi menjadi menular pada hari ke 9-10 sesudah pemajanan (mulai fase
prodromal), pada beberapa keadaan awal hari ke 7 sesudah pemajanan sampai hari ke 5 sesudah
ruam muncul.2,3

19
Gambar 2.1. Virus Morbili

2.3. EPIDEMIOLOGI
Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian menyebabkan kekebalan
seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang pernah menderita morbili akan mendapatkan
kekebalan secara pasif (melalui plasenta) sampai umur 4-6 bulan dan setelah umur tersebut
kekebalan akan berkurang sehingga si bayi dapat menderita morbili. Bila si ibu belum pernah
menderita menderita morbili ketika ia hamil 1 atau 2 bulan, maka 50% kemungkinan akan
mengalami abortus, bila ia menderita morbili pada trimester pertama, kedua atau ketiga maka ia
mungkin melahirkan seorang anak dengan kelainan bawaan atau seorang anak dengan berat
badan lahir rendah atau lahir mati anak yang kemudian meninggal sebelum usia 1 tahun.2,3

2.4. PATOFISIOLOGI
Sebagai reaksi terhadap virus maka terjadi eksudat yang serous dan proliferasi sel
mononukleus dan beberapa sel polimorfonukleus disekitar kapiler. Kelainan ini terdapat pada
kulit, selaput lendir nasofaring, bronkus dan konjungtiva. Penularannya secara droplet terutama
selama stadium kataralis. Umumnya menyerang pada usia 6 bulan sampai 5 tahun.1,2,3,4
Di kulit, reaksi terutama menonjol sekitar kelenjar sebasea dan folikel rambut. Bercak
koplik terdiri dari eksudat serosa dan proliferasi sel endotel serupa dengan bercak pada lesi kulit.
Reaksi radang menyeluruh pada mukosa bukal dan faring meluas kedalam jaringan limfoid dan
membrana mukosa trakeobronkial. Pneumonitis interstisial akibat dari virus campak mengambil
20
bentuk pneumonia sel raksasa Hecht. Bronkopneumoni dapat disebabkan oleh infeksi bakteri
sekunder.2,3,4

Gambar 2.2. Patofisiologi Morbili

21
Penelitian terbaru mengenai morbili, virus yang menjadi agen penyebab diantaranya
measles virus (MV), canine distemper virus (CDV), rinderpest virus (RPV), Peste des petits
ruminant’s virus (PPRV). Virus ini melakukan replikasi pada organ limfoid yang kemudian
menekan sistem imun yang ditandai dengan limpopenia. CD46 merupakan molekul pertama
yang ditemukan sebagai reseptor morbili, CD46 juga sebagai reseptor in vivo. Virus ini
kemudian memberi signal ke limfosit yang selanjutnya akan mengaktivasi SLAM, yang
diketahui juga sebagai CD150 yang merupakan reseptor selular dari virus-virus ini. Protein
SLAM tidak hanya berfungsi sebagai co-reseptor untuk aktivasi limfosit dan/atau adhesi, tetapi
juga memiliki fungsi sebagai reseptor selular untuk jalan masuk virus morbili (cellular entry
receptors).4

2.5.GEJALA KLINIS1,2,3,5
Masa inkubasi sekitar 10-12 hari jika gejala-gejala prodromal pertama dipilih sebagai
waktu mulai, atau sekitar 14 hari jika munculnya ruam yang dipilih, jarang masa inkubasi dapat
sependek 6-10 hari. Kenaikan ringan pada suhu dapat terjadi 9-10 hari dari hari infeksi dan
kemudian menurun selama sekitar 24 jam. Penyakit ini dibagi dalam 3 stadium, yaitu :
1. Stadium Kataral (Prodromal).
Biasanya stadium ini berlangsung selama 4- 5 hari disertai panas (38,5 ºC), malaise,
batuk, nasofaringitis, fotofobia, konjungtivitis dan koriza. Menjelang akhir stadium kataral dan
24 jam sebelum timbul enantema, timbul bercak koplik yang patognomonik bagi morbili, tetapi
sangat jarang dijumpai. Bercak koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum dan
dikelilingi oleh eritema. Lokalisasinya di mukosa bukalis berhadapan dengan molar bawah.
Jarang ditemukan di bibir bawah tengah atau palatum. Kadang-kadang terdapat makula halus
yang kemudian menghilang sebelum stadium erupsi. Gambaran darah tepi ialah limfositosis dan
leukopenia. Secara klinis, gambaran penyakit menyerupai influenza dan sering didiagnosis
sebagai influenza. Diagnosis perkiraan yang besar dapat dibuat bila ada bercak koplik dan
penderita pernah kontak dengan penderita morbili dalam waktu 2 minggu terakhir.

22
Gambar 2.3. Koplik’s Spot

2. Stadium Erupsi.
Koriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul enantema atau titik merah di palatum durum
dan palatum mole. Kadang-kadang terlihat pula bercak koplik. Terjadinya eritema yang
berbentuk makula-papula disertai menaiknya suhu badan. Diantara makula terdapat kulit yang
normal. Mula-mula eritema timbul di belakang telinga, di bagian atas lateral tengkuk, sepanjang
rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit. Rasa
gatal, muka bengkak. Ruam mencapai anggota bawah pada hari ketiga dan akan menghilang
dengan urutan seperti terjadinya. Terdapat pembesaran kelenjar getah bening di sudut mandibula
dan di daerah leher belakang. Terdapat pula sedikit splenomegali. Tidak jarang disertai diare dan
muntah. Variasi dari morbili yang biasa ini adalah “black measles”, yaitu morbili yang disertai
perdarahan pada kulit, mulut, hidung dan traktus digestivus.

23
Gambar 2.4. Ruam Kemerahan (rash)

3. Stadium Konvalesensi.
Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi) yang
lama-kelamaan akan hilang sendiri. Selain hiperpigmentasi pada anak Indonesia sering
ditemukan pula kulit yang bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk
morbili. Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema dan eksantema ruam kulit menghilang tanpa
hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada komplikasi.

Gambar 2.5. Stadium Konvalesensi (ruam hiperpigmentasi)

24
2.6. DIAGNOSIS BANDING2,5,6
1. German Measles.
Pada penyakit ini tidak ada bercak koplik, tetapi ada pembesaran kelenjar di daerah
suboksipital, servikal bagian posterior, belakang telinga.

2. Eksantema Subitum.
Ruam akan muncul bila suhu badan menjadi normal. Rubeola infantum (eksantema
subitum) dibedakan dari campak dimana ruam dari roseola infantum tampak ketika demam
menghilang. Ruam rubella dan infeksi enterovirus cenderung untuk kurang mencolok daripada
ruam campak, sebagaimana tingkat demam dan keparahan penyakit. Walaupun batuk ada pada
banyak infeksi ricketsia, ruam biasanya tidak melibatkan muka, yang pada campak khas terlibat.
Tidak adanya batuk atau riwayat injeksi serum atau pemberian obat biasanya membantu
mengenali penyakit serum atau ruam karena obat. Meningokoksemia dapat disertai dengan ruam
yang agak serupa dengan ruam campak, tetapi batuk dan konjungtivitis biasanya tidak ada. Pada
meningokoksemia akut ruam khas purpura petekie. Ruam papuler halus difus pada demam
skarlet dengan susunan daging angsa di atas dasar eritematosa relatif mudah dibedakan.

2.7. KOMPLIKASI
o Pada penderita campak dapat terjadi komplikasi yang terjadi sebagai akibat
replikasi virus atau karena superinfeksi bakteri antara lain2,3,4,6,7:
 Otitis Media Akut : Dapat terjadi karena infeksi bakterial sekunder.
 Ensefalitis
o Dapat terjadi sebagai komplikasi pada anak yang sedang menderita campak atau
dalam satu bulan setelah mendapat imunisasi dengan vaksin virus campak hidup, pada penderita
yang sedang mendapat pengobatan imunosupresif dan sebagai Subacute sclerosing
panencephalitis (SSPE). Angka kejadian ensefalitis setelah infeksi campak adalah 1 : 1.000
kasus, sedangkan ensefalitis setelah vaksinasi dengan virus campak hidup adalah 1,16 tiap
1.000.000 dosis. SSPE jarang terjadi hanya sekitar 1 per 100.000 dan terjadi beberapa tahun
setelah infeksi dimana lebih dari 50% kasus-kasus SSPE pernah menderita campak pada 2 tahun
pertama umur kehidupan. Penyebabnya tidak jelas tetapi ada bukti-bukti bahwa virus campak

25
memegang peranan dalam patogenesisnya. SSPE yang terjadi setelah vaksinasi campak
didapatkan kira-kira 3 tahun kemudian.
 Bronkopneumonia
o Dapat disebabkan oleh virus morbilia atau oleh Pneuomococcus, Streptococcus,
Staphylococcus. Bronkopneumonia ini dapat menyebabkan kematian bayi yang masih muda,
anak dengan malnutrisi energi protein, penderita penyakit menahun misalnya tuberkulosis,
leukemia dan lain-lain.
 Kebutaan
o Terjadi karena virus campak mempercepat episode defisiensi vitamin A yang
akhirnya dapat menyebabkan xeropthalmia atau kebutaan.
 Aktivasi tuberkulosis laten.
 Lain-lain (jarang) : ensefalitis, miokarditis, tromboflebitis, sindrom Guillain-Barre, dan lain-
lain.

2.8. PENATALAKSANAAN2,3,7
Simtomatik yaitu antipiretika bila suhu tinggi, sedativum, obat batuk, dan memperbaiki
keadaan umum. Tindakan yang lain ialah pengobatan segera terhadap komplikasi yang timbul:
1. Istirahat.
2. Pemberian makanan atau cairan yang cukup dan bergizi..
3. Medikamentosa :
- Antipiretik : parasetamol 10-15 mg/kgBB/kali, interval 6-8jam.
- Ekspektoran : gliseril guaiakolat anak 6-12 tahun : 50 – 100 mg tiap 2-6 jam, dosis
maksimum 600 mg/hari.
- Antitusif perlu diberikan bila batuknya hebat/mengganggu,narcotic antitussive (codein)
tidak boleh digunakan.
- Mukolitik bila perlu.
- Vitamin terutama vitamin A dan C. Vitamin A pada stadium kataral sangat bermanfaat.

2.9. PROGNOSIS2
Baik pada anak dengan keadaan umum yang baik, tetapi prognosis buruk bila keadaan
umum buruk, anak yang sedang menderita penyakit kronis atau bila ada komplikasi.

26
2.10. PENCEGAHAN1,3,7
Imunisasi aktif : ini dilakukan dengan menggunakan strain Schwarz dan Moraten. Vaksin
tersebut diberikan secara subkutan dan menyebabkan imunitas yang berlangsung lama.
Pencegahan juga dengan imunisasi pasif.

27
BRONKOPNEUMONIA

DEFINISI12,13,14,15
Pneumonia adalah inflamasi dari parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan
interstisial.Pneumonia biasanya disebabkan oleh mikroorganisme, namun pneumonia yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk.Bila parenkim paru terkena infeksi
dan mengalami inflamasi hingga meliputi seluruh alveolus suatu lobus paru maka disebut
pneumonia lobaris atau pneumonia klasik. Bila proses tersebut tidak mencakup satu lobus dan
hanya di bronkiolus dengan pola bercak – bercak yang tersebar bersebelahan maka disebut
bronkopneumonia. Bronkopneumonia merupakan jenis pneumonia yang sering dijumpai pada
anak – anak.

EPIDEMIOLOGI8,16
Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah
5 tahun.Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia, kurang lebih 2 juta anak
balita meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia
Tenggara.Pneumonia lebih sering dijumpai di negara berkembang dibandingkan negara maju.
Menurut survei kesehatan anak nasional ( SKN ) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8%
kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratori, terutama pneumonia.

28
Gambar 5. Penyebab Kematian Pada Balita Pada Tahun 2008 ( WHO/Child Health Epidemiology Reference Group
(CHERG) )

ETIOLOGI8,16
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh infeksi mikroorganisme ( virus, bakteri,
jamur, parasit ) dan sebagain kecil disebabkan oleh hal lain, seperti aspirasi makanan dan asam
lambung, benda asing, senyawa hidrokarbon, reaksi hipersensitivitas, dan drug – or radiation
induced pneumonitis.6,9 Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada
perbedaan dan kekhasan penumonia anak terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis,
dan strategi pengobatan.
Pada neonatus sering terjadi pneumonia akibat transmisi vertikal ibu – anak yang
berhubungan dengan proses persalinan. Infeksi terjadi akibat kontaminasi dengan sumber infeksi
dari ibu, misalnya melalui aspirasi mekoneum, cairan amnion, atau dari serviks ibu. Spektrum
mikroorganisme penyebab pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus group B,
Chlamydia trachomatis, dan bakteri Gram negatif seperti E. coli, Pseudomonas sp, atau
Klebsiella sp. disamping bakteri utama penyebab pneumonia yaitu Streptococcus pneumoniae.
Infeksi oleh Chlamydia trachomatis akibat transmisi dari ibu selama proses persalinan sering
terjadi pada bayi di bawah 2 bulan. Penularan transplasenta juga dapat terjadi dengan
mikroorganisme Toksoplasma, Rubela, virus Sitomegalo, dan virus Herpes simpleks ( TORCH ),
Varisela – Zoster, dan Listeria monocytogenes.
Pada bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia lebih sering disebabkan oleh
infeksi Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B, dan Staphylococcus aureus,
sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan
infeksi Mycoplasma pneumoniae.
Di negara maju, pneumonia pada anak tertuama disebabkan oleh virus, di samping
bakteri, atau campuran bakteri dan virus.Virkki dkk.melakukan penelitian pada pneumonia anak
dan menemukan etiologi virus saja sebanyak 32%, campuran bakteri dan virus 30%, dan bakteri
saja 22%. Virus yang terbanyak menyebabkan pneumonia antara lain adalah Respiratory Synctial
Virus( RSV ), Rhinovirus, dan virus Parainfluenzae. Bakteri yang terbanyak adalah
Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B, dan Mycoplasma
pneumoniae.Kelompok anak berusia 2 tahun ke atas mempunyai etiologi infeksi bakteri yang

29
lebih banyak dibandingkan dengan anak berusia di bawah 2 tahun.Namun, secara klinis
umumnya pneumonia bakteri sulit dibedakan dengan pneumonia virus. Daftar etiologi
pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia yang bersumber dari data di negara maju
dapat terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negar maju8
USIA ETIOLOGI YANG SERING ETIOLOGIYANG JARANG
Lahir – 20 hari BAKTERI BAKTERI
E. colli Bakteri anaerob
Streptococcus group B Streptococcus group D
Listeria monocytogenes Haemophillus influenzae
Streptococcus pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
VIRUS
Virus Sitomegalo
Virus Herpes simpleks
3 minggu – 3 bulan BAKTERI BAKTERI
Chlamydia trachomatis Bordetella pertussis
Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenzae tipe
B
VIRUS Moraxella catharalis
Virus Adeno Staphylococcus aureus
Virus Influenza Ureaplasma urealyticum
Virus Parainfluenza 1, 2, 3 VIRUS
Respitatory Syncytical Virus Virus Sitomegalo
4 bulan – 5 tahun BAKTERI BAKTERI
Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae tipe
B
Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis
Streptococcus pneumoniae Neisseria meningitidis

30
VIRUS Staphylococcus aureus
Virus Adeno VIRUS
Virus Influenza Virus Varisela-Zoster
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Synncytial virus
5 tahun – remaja BAKTERI BAKTERI
Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae
Mycoplasma pneumoniae Legionella sp
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
VIRUS
Virus Adeno
Virus Epstein-Barr
Virus Influenza
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial Virus
Virus Varisela-Zoster

FAKTOR RISIKO8,15
Faktor resiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas pneumonia pada anak balita
di negara berkembang, antara lain:
 pneumonia yang terjadi pada masa bayi
 berat badan lahir rendah ( BBLR )
 tidak mendapat imunisasi
 tidak mendapat ASI yang adekuat
 malnutrisi
 defisiensi vitamin A
 tingginya prevalens kolonisasi bakteri patogen di nasofaring
 tingginya pajanan terhadap polusi udara ( polusi industri atau asap rokok)

31
 imunodefisiensi dan imunosupresi ( HIV, penggunaan obat imunisupresif )
 adanya penyakit lain yang mendahului, seperti campak
 intubasi, trakeostomi
 abnormalitas anatomi

PATOGENESIS8,13,15
Dalam keadaan sehat tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru. Keadaan ini
disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru antara lain, mekanisme pertahanan awal yang
berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus dan mekanisme pertahanan
lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen,
sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, maka
mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit.
Risiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai
dan merusak permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai
permukaan saluran napas: aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah
berkolonisasi pada orofaring, inhalasi aerosol yang infeksius, dan penyebaran hematogen dari
bagian ekstrapulomonal. Dari ketiga cara tersebut, aspirasi dan inhalasi agen – agen infeksius
adalah dua cara tersering yang menyebabkan pneumonia, sementara penyebaran secara
hematogen lebih jarang terjadi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme
atipikal, mikrobakteria, atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 – 2,0 mm melalui
udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila
terjadi kolonisasi pada saluran napas atas ( hidung, orofaring ) kemudian terjadi aspirasi ke
saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi
dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dan sebagian sekret orofaring terjadi pada orang
normal waktu tidur ( 50% ) juga pada keadaan penurunan kesadaran. Sekret dari faring tersebut
8 – 10
mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 /mL, sehingga aspirasi dari sebagian kecil
sekret ( 0,001 – 1,1 mL ) dapat memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi
pneumonia. Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau aspirasi.
Umumnya mikroorganisme yang terdapat di saluran napas bagian atas sama dengan saluran

32
napas bagian bawah, tetapi pada beberapa penelitian tidak ditemukan jenis mikroorganisme yang
sama.

PATOLOGI 8,13,14,15
Gambaran patologi tergantung dalam batas tertentu tergantung pada agen
etiologinya.Pneumonia yang disebabkan oleh bakteri ditandai dengan eksudat intraalveolar
supuratif disertai konsolidasi.Awalnya, mikroorganisme yang masuk bersama sekret bronkus ke
dalam alveoli menyebabkan reaksi radang berupa edema seluruh alveoli yang mempermudah
proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya.Kemudian, disusul dengan konsolidasi,
yaitu terjadi sebukan sel – sel PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan
fagositosis sebelum terbentuk antibodi. Sel – sel PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli
dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui pseudopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri
tersebut kemudian dimaakan.
Secara garis besar terdapat 3 stadium, yaitu stadium prodromal, stadium hepatisasi, dan
stadium resolusi.Pada stadium prodromal, yaitu 4 – 12 jam pertama, alveolus – alveolus mulai
terisi sekret dari pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor yang ditimbulkan infeksi dengan
kuman patogen yang berhasil masuk. Pada 48 jam berikutnya, paru tampak merah dan
bergranulasi, seperti hati, dimana alveoli terisi dengan sebukan sel – sel leukosit terutama sel
PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan kuman, yang disebut dengan stadium hepatisasi merah.
Selanjutnya, selama 3 – 8 hari, terjadi konsolidasi di dalam alveoli akibat deposit fibrin dan
leukosit yang semakin bertambah, yang disebut dengan hepatisasi kelabu.
Sebagai akibat dari proses ini, secara akut salah satu lobus tidak lagi dapat menjalankan
fungsi pernapasan ( jadi merupakan gangguan restriksi ). Di samping itu, pada saat yang
bersamaan juga ada peningkatan kebutuhan oksigen sehubung dengan panas yang tinggi. Proses
radang juga akan mengenai pleura viseralis yang membungkus lobus tersebut. Dengan demikian
akan timbul pula rasa nyeri setempat. Nyeri dada ini juga akan menyebabkan ekspansi paru
terhambat. Ketiga faktor ini akan menyebabkan penderita mengalami sesak napas, tetapi karena
tak ada obstruksi bronkus, maka tidak akan terdengar wheezing.
Bila penderita dapat mengatasi infeksi akut ini, maka pada hari ke – 7 sampai 11 terjadi
stadium resolusi dimana jumlah makrofag mingingkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi,
fibrin menipis, kuman dan debris menghilang, dan isi alveolus akan melunak untuk berubah

33
menjadi dahak dan yang akan dikeluarkan lewat batuk, dan jaringan paru kembali kembali pada
struktur semulanya.
Proses infeksi tersebut juga dapat diklasifikasikan berdasarkan anatomi, dimanan pada
pneumonia lobaris konsolidasi ditemuka pada seluruh lobus dan pada bronkopneumonia terjadi
penyebaran daerah infeksi yang berbercak dengan diameter 3 – 4 cm yang mengelilingi bronki.
Pada pneumonia akibat virus atau Mycoplasma pneumoniae, gambaran patologi ditandai dengan
peradangan interstisial yang disertai penimbunan infiltrat dalam dinding alveolus, meskipun
rongga alveolar sendiri bebas dari eksudat dan tidak ada konsolidasi.

KLASIFIKASI PNEUMONIA13,17
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
a. Pneumonia komuniti ( community – acquired pneumonia ) : pneumonia yang
didapat di masyarakat dan sering disebabkan oleh kokus Gram positif (
Pneumokokus, Staphylococcus ), basil Gram negatif ( Haemophillus influenzae ),
dan bakteri atipik.
b. Pneumonia nosokomial ( hospital – acquired pneumonia ) : pneumonia yang
timbul setelah 72 jam dirawat di rumah sakit, yang lebih sering disebabkan oleh
bakteri gram negatif ( Staphylococcus aureus ) dan jarang oleh pneumokokus atau
Mycoplasma pneumoniae.
c. Pneumonia aspirasi : pneumonia yang terjadi akibat aspirasi antara lain makanan
dan asam lambung
d. Pneumonia pada penderita immunocompramised
2. Berdasarkan mikoorganisme penyebab
a. Pneumonia bakterial / tipikal
b. Pneumonia atipikal : disebabkan Mycoplasma, Legionella, dan Clamydia
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur : sering merupakan infeksi sekunder dengan predileksi pada
penderita dengan daya tahan tubuh lemah ( immunocompromised )
3. Berdasarkan predileksi infeksi
a. Pneumonia lobaris
b. Bronkopneumonia

34
c. Pneumonia interstisial

MANIFESTASI KLINIS8,14,18,19
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar dari ringan hingga sedang.
Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam kehidupan, dan mungkin terjadi komplikasi
sehingga perlu dirawat.Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pada anak adalah
imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang
tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik invasif, etiologi
noninfeksi yang relatif lebih sering, dan faktor patogenesis.
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung berat ringannya infeksi,
tetapi secara umum adalah sebagai berikut:
 Gambaran infeksi umum :
o demam: suhu bisa mencapai 39 – 40 oC
o sakit kepala
o gelisah
o malaise
o penurunan nafsu makan
o keluhan gastrointestinal, seperti mual, muntah, atau diare
o kadang – kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner
 Gambaran gangguan respiratori:
o batuk yang awalnya kering kemudian menjadi produktif
o sesak nafas
o retraksi dada
o takipnea
o napas cuping hidung
o penggunaan otat pernafasan tambahan
o air hunger
o merintih
o sianosis

35
Bronkopneumonia biasanya di dahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama
beberapa hari. Batuk mungkin tidak dijumpai pada anak – anak. Bila terdapat batuk, batuk
berawal kering lalu berdahak. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti vokal
fremitus yang meningkat pada daerah terkena, pekak perkusi atau perkusi yang redup pada
daerah yang terkena, suara napas melemah, suara napas bronkial, dan ronki.Akan tetapi pada
neonatus dan bayi kecil, gejala dan tanda pnuemonia lebih beragam dan tidak selalu terlihat
jelas.Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan.

1. Pneumonia pada Neonatus dan Bayi Kecil


Gambaran klinis pada neonatus dan bayi kecil tidak khas, mencakup serangan
apnea, sianosis, grunting, napas cuping hidung, takipnea, letargi, muntah, tidak mau
minum, takikardi atau bradikardi, retraksi subkosta, dan demam. Pada bayi BBLR sering
terjadi hipotermi.Pada bayi yang lebih tua jarang ditemukan grunting.
Infeksi oleh Chlamydia trachomatis sering terjadi pada bayi berusia di bawah 2
bulan, dimana gejala baru timbul pada usia 4 – 12 minggu dan pada beberapa kasus pada
usia 2 minggu, tetapi jarang setelah usia 4 bulan. Gejala timbul perlahan – lahan, dan
dapat berlangsung hingga berminggu – minggu. Gejala umum berupa gejala infeksi
respiratori ringan – sedang, ditandai dengan batuk staccato ( inspirasi diantara setiap satu
kali batuk ), kadang – kadang disertai muntah, umumnya pasien tidak demam. Bila
berkembang menjadi pneumonia berat yang juga dikenal sebagai sindroma pneumonitis,
terdapat gejala klinis ronki atau mengi, takipnea, dan sianosis.

2. Pneumonia pada Balita dan Anak


Pada anak – anak prasekolah, keluhan meliputi demam, menggigil, batuk (
nonproduktif/produktif ), takipneu, dan dispneu yang ditandai oleh retraksi dinding dada.
Pada kelompok anak sekolah dan remaja dapat dijumpai demam, batuk (
nonproduktif/produktif ), nyeri dada, sakit kepala, anoreksia, dan kadang – kadang
keluhan gastrointestinal seperti mual atau diare, dan juga dehidrasi. Secara klinis
ditemukan gejala respiratori seperti takipnea, retraksi subkosta ( chest indrawing ),
sianosis, dan napas cuping hidung. Ronki basah halus ( fine crackles ) khas pada anak
besar dapat tidak dijumpai pada bayi.

36
Penyakit ini sering ditemukan bersamaan dengan konjungtivitis, otitis media,
faringitis, dan laringitis. Iritasi pleura dapat mengakibatkan nyeri dada dan bila berat
gerakan dada akan menurun waktu inspirasi. Anak besar dengan pneumonia lebih suka
berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada.Rasa nyeri dapat
menjalar ke leher, bahu, dan perut.Ronki hanya ditemukan bila ada infiltrat
alveolar.Retraksi dan takipnea merupakan tanda klinis pneumonia yang bermakna.Bila
terjadi efusi pleura atau empiema, gerakan ekskursi dada tertinggal di daerah efusi. Bula
efusi pleura bertambah, sesak napas akan semakin bertambah, tetapi nyeri pleura semakin
berkurang dan berubah menjadi nyeri tumpul.
Kadang – kadang timbul nyeri abdomen bila terdapat pneumonia lobus kanan
bawah yang menimbulkan iritasi diafragma.Nyeri abdomen dapat menyebar ke kuadran
kanan bawah dan menyerupai apendisitis.Abdomenn mengalami distensi akibat dilatasi
lambung yang disebabkan oleh aerofagi atau ileus paralitik.Hati mungkin teraba karena
tertekan oleh diafragma, atau memang membesar karena terjadi gagal jantung kongestif
sebagai komplikasi pneumonia.

3. Pneumona Akibat Infeksi Mycoplasma pneumoniae


Infeksi diperoleh melalui droplet dari kontak dekat.Masa inkubasi kurang lebih 3
minggu. Gambaran klinis pneumonia atipik didahului dengan gejala menyerupai
influenza ( influenza like syndrome ) seperti demam, malaise, sakit kepala, mialgia,
tenggorokan gatal, dan batuk. Suhu tubuh jarang mencapai 38,5 °C. Batuk terjadi setelah
awitan penyakit, awalnya tidak produktif tetapi kemudian menjadi produktif.Sputum
mungkin berbercak darah dan batuk dapat menetap hingga berminggu – minggu.

4. Pneumona Akibat Infeksi Clamidia pneumoniae


Clamidia pneumoniae merupakan penyebab tersering infeksi saluran napas atas,
seperti faringitis, rinosinusitis, dan otitis, tetapi dapat menyebakan pnumonia juga.Gejala
klinis awalnya berupa gejala seperti flu, yaitu batuk kering, mialgia, sakit kepala,
malaise, pilek, dan demam tidak tinggi.Pada pemeriksaan auskultasi dada tidak
ditemukan kelainan.Gejala respiratori umumnya tidak mencolok.Leukosit darah tepi

37
biasanya normal. Gambaran foto toraks menunjukan infiltrat difus atau gambaran
peribronkial nonfokal yang jauh lebih berat dibandingkan gejala klinis

PEMERIKSAAN PENUNJANG8
1. Darah Perifer Lengkap
Pada pneumonia virus dan mikoplasma, umumnya ditemukan leukosit dalam
batas normal atau sedikit meningkat.Akan tetapi pada pneumonia bakteri didapatkan
leukositosis yang berkisar antara 15.000 – 40.000 / mm3 dengan predominan PMN.
Leukopenia ( < 5.000 / mm3 ) menunjukkan prognosis yang buruk. Leukositosis hebat
hampir selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri sering ditemukan pada keadaan
bakteremi, dan risiko terjadinya komplikasi lebih tinggi.Pada infeksi Clamydia
pneumoniae kadang – kadang ditemukan eosinofilia. Efusi pleura merupakan cairan
eksudat dengan sel PMN berkisar antara 300 – 100.000 / mm3, protein > 2,5 g/dL,
dan glukosa relatif lebih rendah dibandingkan glukosa darah. Kadang – kadang
terdapat anemia ringan dan laju endap darah ( LED ) yang meningkat.
Trombositopeni dapat ditemukan pada 90% penderita pneumonia dengan
empiema.Secara umum hasil pemeriksaan darah perifer tidak dapat membedakan
antara infeksi virus dan infeksi bakteri secara pasti.

2. C – Reaktive Protein ( CRP ) dan LED


CRP adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit.Sebagai respon
infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat distimulasi oleh sitokin,
terutama IL – 6, IL – 1, dan TNF.Meskipun fungsinya belum diketahui, CRP sangat
mungkin berperan dalam opsonisasi mikroorganisme atau sel yang rusak. Secara
klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara faktor
infeksi dan non infeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri superfisialis dan
profunda, dimana kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi
bakteri superfisialis dibandingkan infesksi bakteri profunda.

3. Uji Serologis

38
Uji serologis untukj mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik
mempunyai sensitivitas yang rendah dan secara umum tidak terlalu bermanfaat dalam
mendiagnosis infeksi bakteri atipik.

4. Pemeriksaan Mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologis untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin dilakukan
kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS.Untuk pemeriksaan mikrobiologik,
spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus,
darah, pungsi pleura, atau aspirasi paru.Pemeriksaan sputum kurang berguna.
Diagnosis dikatakan definitif apabila kuman ditemukan dalam darah, cairan pleura,
atau aspirasi paru, kecuali pada masa neonatus, dimana kejadian bakteremia sangat
rendah sehingga kultur darah jarang positif.

5. Analisa Gas Darah


Analisa gas darah(AGDA) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia.Pada
stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.

6. Pemeriksaan Rontgen Thorax


Foto toraks dengan proyeksi antero – posterior merupakan dasar diagnosis untuk
pneumonia. Foto lateral dilakukan bila diperlukan informasi tambahan, misalnya
efusi pleura. Kelainan foto toraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan
gambaran klinis.Kadang – kadang bercak – bercak sudah ditemukan pada gambaran
radiologis sebelum timbul gejala klinis.Akan tetapi, resolusi infiltrat sering
memerlukan waktu yang lebih lama setelah gejala klinis menghilang.Pada pasien
dengan pneumonia tanpa komplikasi, ulangan foto rontgen tidak diperlukan.Ulangan
foto rontgen toraks diperlukan bila gejala klinis menetap, penyakit memburuk, atau
untuk tidak lanjut. Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:
 Pneumonia / infiltrat interstisial: ditandai dengan peningkatan corakan
bronkovaskular, peribronchial cuffing, dan hiperaerasi. Biasanya
disebabkan oleh virus atau Mycoplasma. Bila berat dapat terjadi patchy
consolidation karena atelektasis

39
 Infiltrat alveolal : merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.
Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris,
atau terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk
sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas, dan menyerupai lesi tumor paru,
dikenal sebagai round pneumonia. Biasanya disebabkan oleh bakteri
pnuemokokus atau bakteri lain.
 Bronkopneumonia : ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua
paru, berupa bercak – bercak infiltrat halus yang dapat meluas hingga
daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan peribronkial

Gambar 6. Perbedaan Bronkopneumonia dan Pneumonia Klasik

Gambaran foto rontgen toraks pada anak meliputi infiltrat ringan pada satu paru
hingga konsolidasi luas pada kedua paru.Pada suatu penelitian ditemukan pneumonia
pada anak terbanyakk di paru kanan, terutama lobus atas.Bila ditemukan di lobus
kiri, dan terbanyak di lobus bawah, maka hal tersebut merupakan prediktor
perjalanan penyakit yang lebih berat dengan risiko terjadinya pleuritis lebih
meningkat.
Gambaran foto toraks pada pneumona dapat membantu mengarahkan
kecenderungan etiologi pneumonia.Penebalan peribronkial, infiltrat interstisial
merata, dan hiperinflasi cenderung terlihat pada pneumonia virus.Infiltrat alveolar
berupa konsolidasi segmen atau lobar, bronkopnumonia, dan air bronchogram sangat

40
mungkin disebabkan oleh bakteri.Pada pneumonia Stafilokokus sering ditemukan
abses – abses kecil dan pneumoatokel dengan berbagai ukuran.
Gambaran foto toraks pada pneumonia Mikoplasma sangat bervariasi.Pada
beberapa kasus terlihat sangat mirip dengan gambaran foto rontgen toraks pneumonia
virus.Selain itu, dapat juga ditemukan gambaran bronkopneumonia terutama di lobus
bawah, inflitrat interstisial retikulonodular bilateral, dan yang jarang adalah
konsolidasi segmen atau subsegmen.Biasanya gambaran foto toraks yang jauh lebih
berat dibandingkan gejala klinis.Meskipun tidak terdapat gambaran foto toraks yang
khas, tetapi bila ditemukan gambaran retikulonodular fokal pada satu lobus, hal ini
cenderung disebabkan oleh infeksi Mikoplasma.Demikian pula bila ditemukan
gambaran perkabutan atau ground – glass consolidation, serta transient
pseudoconsolidation.

DIAGNOSIS8,19
Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriskaan mikrobiologis dan / atau serologis
merupakan dasar yang optimal.Akan tetapi, penemunan bakteri penyebab tidak selalu mudah
karena memerlukan laboratorium menunjang yang memadai.Oleh karena itu pneumonia pada
anak didiagnosis berdasarkan gambaran klinis yang menunjukkan keterlibatan sistem respiratori,
serta gambaran radiologis. Prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah demam, sianosis, dan
lebih dari satu gejala respiratori sebagai berikut: takipnea, batuk, napas cuping hidung, retraksi,
ronki, dan suara napas melemah.
WHO mengembangkan pedoman diagnosis sederhana yang ditujukan untuk Pelayanan
Kesehatan Primer dan sebagai pendidikan kesehatan untuk masyarakat di negara berkembang.
Gejala klinis sederhana tersebut meliputi: napas cepat, sesak napas, dan berbagai tanda bahaya
agar anak segera dirujuk ke rumah sakit. Napas cepat dinilai dengan menghitung napas anak
dalam 1 menit penuh dalam keadaan tenang. Sesak napas dinilai dengan melihat adanya tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam ketika menarik napas ( retraksi epigastrium ). Tanda
bahaya pada anak berusia 2 bulan – 5 tahun adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran
menurun, stridor, dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak berusia dibawah 2 bulan
adalah malas minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, mengi, dan demam/badan terasa
dingin. Berikut adalah klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman tersebut:

41
Tabel 2. Diagnosis Pneumonia Untuk Bayi dan Anak Usia 2 Bulan – 5 Tahun.8
Bayi dan anak berusia 2 bulan – 5 tahun
Pneumonia berat
 bila ada sesak napas
 harus dirawat dan diberikan antibiotik
Pneumonia
 bila tidak ada sesak napas
 ada napas cepat dengan laju napas
o > 50 x/menit untuk anak usia 2 bulan – 1 tahun
o > 40 x/menit untuk anak > 1 – 5 tahun
 tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral
Bukan pneumonia
 bila tidak ada napas cepat dan sesak napas
 tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya
diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun panas

Pada bayi berusia di bawah 2 bulan, perjalanan penyakitnya lebih bervariasi, mudah
terjadi komplikasi, dan sering menyebabkan kematian. Klasifikasi pneumonia pada kelompok
usia ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Diagnosis Pneumonia Untuk Bayi Di Bawah 2 Bulan.8


Bayi di bawah 2 bulan
Pneumonia
 bila ada napas cepat ( > 60 x/menit ) atau sesak napas
 harus dirawat dan diberikan antibiotik
Bukan pneumonia
 bila tidak ada napas cepat dan sesak napas
 tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya
diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun panas

42
Namun, menurut Pelayanan Kesehatan Medik Rumah Sakit ( WHO ), pneumonia dapat dibagi
menjadi pneumonia ringan dan berat:
1. Pneumonia ringan: Disamping batuk atau kesulitan napas, hanya terdapat napas cepat
saja, dimana napas cepat adalah:
a. pada usia 2 bulan – 11 bulan : ≥ 50 kali / menit
b. pada usia 1 tahun – 5 tahun : ≥ 40 kali / menit
2. Pneumonia berat: Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal
berikut ini:
a. kepala terangguk – angguk
b. pernapasan cuping hidung
c. tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
d. foto dada menunjukkan gambaran pneumonia ( infiltrat luas, konsolidasi, dll. )
Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini:
 Napas cepat
o anak umur < 2 bulan : ≥ 60 kali / menit
o anak umur 2 – 11 bulan : ≥ 50 kali / menit
o anak umur 1 – 5 tahun : ≥ 40 kali / menit
o anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 kali / menit
 Suara merintih ( grunting ) pada bayi muda
 Pada auskultasi terdengar
o crackles ( ronki )
o suara pernapasan menurun
o suara pernapasan bronkial
Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai:
 tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya
 kejang, letargi, atau tidak sadar
 sianosis
 distress pernapasan berat 19

43
DIAGNOSIS BANDING 19
1. Pneumonia lobaris
Biasanya pada anak yang lebih besar disertai badan menggigil dan kejang pada
bayi kecil. Suhu naik cepat sampai 39 – 40 oC dan biasanya tipe kontinua. Terdapat sesak
nafas, nafas cuping hidung, sianosis sekitar hidung dan mulut dan nyeri dada. Anak lebih
suka tidur pada sisi yang terkena. Pada foto rotgen terlihat adanya konsolidasi pada satu
atau beberapa lobus.

2. Bronkioloitis
Diawali infeksi saluran nafas bagian atas, subfebris, sesak nafas, nafas cuping
hidung, retraksi intercostal dan suprasternal, terdengar wheezing, ronki nyaring halus
pada auskultasi. Gambaran labarotorium dalam batas normal, kimia darah
menggambarkan asidosis respiratotik ataupun metabolik.

3. Aspirasi benda asing


Ada riwayat tersedak, stridor atau distress pernapasan tiba – tiba, wheezing atau
suara pernapasan yang menurun yang bersifat fokal.

4. Tuberkulosis
Pada TB, terdapat kontak dengan pasien TB dewasa, uji tuberkulin positif ( >
10 mm atau pada keadaan imunosupresi > 5 mm ), demam 2 minggu atau lebih, batuk 3
minggu atau lebih, pertumbuhan buruk/kurus atau berat badan menurun, pembengkakan
kelenjar limfe leher, aksila, inguinal yang spesifik, pembengkakan tulang/sendi
punggung, panggulm lutut, dan falang, dan dapat disertai nafsu makan menurun dan
malaise yang dapat ditegakkan melalui skor TB.

5. Atelektasis
Adalah pengembangan tidak sempurna atau kempisnya bagian paru yang
seharusnya mengandung udara. Dispnoe dengan pola pernafasan cepat dan dangkal,

44
takikardia, sianosis. Perkusi mungkin batas jantung dan mediastinum akan bergeser dan
letak diafragma mungkin meninggi.

TATALAKSANA 8,12,19
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan
terutama berdasarkan berat – ringannya penyakit, misalnya toksis, distres pernapasan, tidak mau
makan/minum, atau bila ada penyakit dasar yang lain, komplikasi, dan terutama
mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia
harus dirawat inap.Dasar tatalaksana pada pnuemonia rawat inap adalah pengobatan kasual
dengan antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif.Pengobatan suportif meliputi pemberian
cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asm – basa dan
elektrolit, dan gula darah.Untuk nyeri dan demam dapat diberikan
analgetik/antipiretik.Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan
pengobatan.Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga
disebabkan oleh bakteri. Karena identifikasi dini mikroorganisme tidak umum dilakukan, maka
pemilihan antibiotik dipilih berdasarkan pengalaman empiris yang didasarkan pada kemungkinan
etiologi penyebab dengan mempertimbangkan usia dan keadaan klinis pasien serta faktor
epidiemiologis.

1. Pneumonia Rawat Jalan


Pada pneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini pertama secara
oral, misalnya amoksisilin 25 mg/kgBB atau kotrimoksazol 4 mg/kgBB TMP dan 20
mg/kgBB sulfametoksazol dua kali sehari selama 3 hari. Makrolid, baik eritromisin
maupun makrolid baru, dapat digunakan sebagai terapi alternatif beta – laktam untuk
pengobatan inisial pneumonia, dengan pertimbangan adanya aktivitas ganda terhadap S.
pneumoniae dan bakteri atipik.
Setalah itu, anjurkan ibu untuk memberi makan anak.Nasihati ibu untuk
membawa kembali anaknya setelah 2 hari atau lebih kalau keadaan anak memburuk atau
tidak dapat minum atau menyusui. Bila pernapasannya membaik ( melambat ), demam
berkurang, nafsu makan membaik, lanjutkan pengobatan sampai selesai 3 hari. Jika
frekuensi pernapasan, demam, dan nafsu makan tidak ada perubahan, ganti ke antibiotik

45
lini kedua dan nasihati ibu untuk kembali 2 hari lagi.Jika ada tanda pneumonia berat,
rawat anak di rumah sakit dan tangani sesuai pedoman pneumonia berat.

2. Pneumonia Rawat Inap


Terapi Antibiotik
Pemilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan golongan beta – laktam atau
kloramfenikol.Pada pneumonia yang tidak responsif terhadap beta – laktam dan
kloramfenikol, dapat diberikan antibiotik seperti gentamisin, amikasin, atau sefalosporin,
sesuai dengan petunjuk etiologi yang ditemukan.Antibiotik diteruskan selama 7 – 10 hari
pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi.Pada neonatus dan bayi kecil, terapi
awal antibiotik intravena harus dimulai sesegera mungkin.Oleh karena pada neonatus dan
bayi kecil sering terjadi sepsis dan meningitis, antibiotik yang direkomendasikan adalah
antibiotik spektrum luas seperti kombinasi betalaktam/klavulanat dengan aminoglikosid,
atau sefalosporin generasi ketiga.
WHO menganjurkan pemberian ampisilin/amoksisilin 25 – 50 mg/kgBB/kali IV
atau IM setiap 6 jam yang dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak
memberi respons yang baik maka diberikan selama 5 hari.Selanjutnya terapi dilanjutkan
di rumah atau di rumah sakit dengan amoksisilin oral 15 mg/kgBB/kali tiga kali sehari
untuk 5 hari berikutnya.
Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotik yang direkomendasikan adalah
antibiotik beta – laktam dengan/tanpa klavulanat; pada kasus yang lebih berat diberikan
beta – laktam/klavulanat dikombinasikan dengan makrolid baru intravena, atau
sefalosporin generasi ketiga.Bila pasien sudah tidak demam atau keadaan sudah stabil,
antibiotik diganti dengan antibiotik oral dan berobat jalan selama 10 hari.
Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam atau terdapat keadaan yang berat
maka ditambahkan kloramfenikol 25 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 8 jam. Bila pasien
datang dengan keadaan klinis yang berat segera berikan oksigen dan pengobatan
kombinasi ampisilin – kloramfenikol atau ampisilin – gentamisin.Sebagai alternatif, beri
seftriakson 80 – 100 mg/kgBB IV atau IM sekali sehari. Bila tidak membaik dalan 48
jam, maka bila mungkin foto toraks.

46
Apabila diduga pneumonia stafilokokal, ganti antibiotik dengan gentamisin 7,5
mg/kgBB IM sekali sehari dan klokasilin 50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam atau
klindamisin 15 mg/kgBB/hari hingga 3 kali pemberian. Bila keadaan anak membaik,
lanjutkan kloksasilin atau diklokasilin secara oral 4 kali sehari sampai secara keseluruhan
mencapai 3 minggu atau klindamisin oral selama 2 minggu.

Terapi Oksigen
Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat. Bila tersedia pulse
oksimeter, gunakan sebagai panduan untuk terapi oksigen ( berikan pada anak dengan
saturaso < 90%, anak yang tidak stabil. Hentikan pemberian oksigen bila saturasi tetap
stabil > 90%.Pemberian oksigen setelah saat ini tidak berguna.

Terapi Penunjang
Bila anak disetai demam yang tampaknya menyebabkan distres, beri antipiretik
seperti parasetamol.Bila ditemukaan adanya wheezing, beri bronkodilator kerja cepat.Bila
terdapat sekret kental di tenggorokan yang tidak dapat dikeluarkan oleh anak, hilangkan
dengan alat penghisap secara perlahan.Pastikan anak mendapatkan kebutuhan cairan
runatan yang sesuai, tetapi hati – hati terhadap kelebihan cairan/overhidrasi.Anjurkan
pemberian ASI dan cairan oral.Jika anak tidak dapat minum, pasang pipa nasogastrik dan
berikan cairan rumatan dalam jumlah sedikit tapi sering. Jika asupan cairan oral
mencukupi, jangan menggunakan pipa nasogastrik untuk meningkatkan asupan, karena
akan meningkatkan risiko pneumonia aspirasi. Jika oksigen diberikan bersamaan dengan
cairan nasogastrik, pasang keduanya pada lubang hidung yang sama.

KOMPLIKASI8
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis purulenta,
pnemothoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta.Empiema torasis
merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri. Kecurigaan ke arah
empiema apabila terdapat demam persisten, ditemukan tanda klinis dan gambaran foto dada yang
mendukung ( bila masif terdapat tanda pendorongan organ intratorakal, pekak pada perkusi,

47
gambaran foto dada menunjukkan adanya cairan pada satu atau kedua sisi dada ). Efusi pleura,
abses paru dapat juga terjadi.
Ilten F dkk.melaporkan mengenai komplikasi miokarditis (tekanan sistolik ventrikel
kanan meningkat, kreatinin kinase meningkat, dan gagal jantung) yang cukup tinggi pada seri
pneumonia anak berusia 2-24 bulan. Oleh karena miokarditis merupakan keadaan yang fatal,
maka dianjurkan untuk melakukan deteksi dengan teknik noninvasif seperti EKG,
ekokardiografi, dan pemeriksaan enzim.

PENCEGAHAN
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita
atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya
bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya
tahan tubuh kita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan
makanan bergizi dan teratur, menjaga kebersihan, beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll.
Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain:
vaksinasi Pneumokokus, vaksinasi H. influenza, vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak
dengan daya tahan tubuh rendah, dimana vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum
anak sakit.Efektivitas vaksin pneumokok adalah sebesar 70% dan untuk H. influenzae sebesar
95%. Infeksi H. influenzae dapat dicegah dengan rifampicin bagi kontak di rumah tangga atau
tempat penitipan anak.18,19

PROGNOSIS
Pneumonia biasanya sembuh total dengan mortalitas kurang dari 1 %. Mortalitas dapa
lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi – protein dan datang
terlambat untuk pengobatan.Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama
diketahui.Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan
hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh.Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif
pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua – duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi
bersama – sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan
dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri. Pneumonia biasanya tidak
mempengaruhi tumbuh kembang anak.18,19

48
STATUS GIZI

ETIOLOGI

Status gizi dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Secara garis besar
penyebab anak kekurangan gizi disebabkan karena asupan makanan yang kurang dan anak sering
sakit atau terkena infeksi. Selain itu gizi buruk dipengaruhi oleh faktor lain seperti sosial
ekonomi, kepadatan penduduk, kemiskinan, dan lain-lain.25,26

A. Faktor utama penyebab gizi buruk pada anak23

1. Peranan diet
Anak sering tidak cukup mendapatkan makanan bergizi seimbang terutama dalam segi
protein dan karbohidratnya. Diet yang mengandung cukup energi tetapi kurang protein
akan menyebabkan anak menjadi penderita kwashiokor, sedangkan diet kurang energi
walaupun zat gizi esensialnya seimbang akan menyebabkan anak menjadi penderita
marasmus. Pola makan yang salah seperti pemberian makanan yang tidak sesuai dengan
usia akan menimbulkan masalah gizi pada anak. Contohnya anak usia tertentu sudah
diberikan makanan yang seharusnya belum dianjurkan untuk usianya, sebaliknya anak
telah melewati usia tertentu tetapi tetap diberikan makanan yang seharusnya sudah tidak
diberikan lagi pada usianya. Selain itu mitos atau kepercayaan di masyarakat atau
keluarga dalam pemberian makanan seperti berpantang makanan tertentu akan
memberikan andil terjadinya gizi buruk pada anak.

2. Peranan penyakit atau infeksi


Penyakit atau infeksi menjadi penyebab terbesar kedua setelah asupan makanan yang
tidak seimbang. Telah lama diketahui adanya hubungan yang erat antara malnutrisi dan
penyakit infeksi terutama di negara tertinggal maupun di negara berkembang seperti
Indonesia, dimana kesadaran akan kebersihan diri (personal hygiene) masih kurang, dan
adanya penyakit infeksi kronik seperti Tuberkulosis dan cacingan pada anak-anak. Kaitan
antara infeksi dan kurang gizi sangat sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait
dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan menyebabkan anak menjadi kurang

49
gizi yang pada akhirnya memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan tubuh
sehingga memudahkan terjadinya infeksi baru pada anak.

B. Faktor lain penyebab gizi buruk pada anak25,26

1. Peranan sosial ekonomi


Tidak tersedianya makanan yang adekuat terkait langsung dengan masalah sosial
ekonomi, dan kemiskinan. Data di indonesia dan negara lain menunjukan adanya
hubungan timbal balik antara kurang gizi dengan masalah-masalah sosial yang terjadi di
masyarakat terutama masalah kemiskinan yang pada akhirnya mempengaruhi
ketersedian makanan serta keragaman makanan yang dikonsumsi. Banyak masyarakat
yang masih menganut sistem bahwa orang tua harus lebih mendapatkan porsi makanan
yang lebih banyak dan lebih bergizi daripada anak-anaknya karena mereka harus bekerja
keras untuk menghidupi keluarganya sedangkan anak-anak hanya bermain dirumah
sehingga tidak perlu mendapat asupan yang bergizi. Selain itu adanya faktor-faktor lain
seperti poligami, seorang suami dengan banyak istri dan anak membuat pendapatan
suami tersebut tidak dapat mencukupi makan istri-istri dan anak-anaknya, serta tingginya
tingkat perceraian, dimana sebelumnya suami dan istri bersama-sama mencari nafkah
untuk menghidupi anak-anaknya, kini hanya tinggal istri yang menghidupi anaknya
sebagai orang tua tunggal (single parrent).

2. Peranan kepadatan penduduk


Dalam kongresnya di Roma pada tahun 1974, World Food Organization memaparkan
bahwa meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan
bertambahnya persediaan pangan maupun bahan makanan setempat yang memadai
merupakan sebab utama krisis pangan.Marasmus dapat terjadi jika suatu daerah terlalu
padat penduduknya dengan keadaan higiene yang buruk, contohnya dikota-kota besar
yang laju pertambahan penduduknya sangat besar akibat arus urbanisasi dan tingginya
angka kelahiran menyebabkan kepadatan penduduk yang semakin meningkat. Pada
akhirnya ketersediaan makanan yang ada tidak akan mencukupi lagi untuk memenuhi
kebutuhan makanan masyarakat di daerah tersebut.

50
PATOFISIOLOGI

Malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor. Faktor-faktor ini
dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu : tubuh sendiri (host), agent (kuman penyebab),
environment (lingkungan). Memang faktor diet (makanan) memegang peranan penting tetapi
faktor lain ikut menentukan. Marasmus adalah compensated malnutrition atau sebuah
mekanisme adaptasi tubuh terhadap kekurangan energi dalam waktu yang lama. Dalam keadaan
kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk empertahankan hidup dengan memenuhi
kebutuhan pokok atau energi.Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan
lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat
(glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, tetapi kemampuan
tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit. Akibatnya katabolisme protein terjadi
setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di
hepar dan di ginjal. Selama kurangnya intake makanan, jaringan lemak akan dipecah jadi asam
lemak, gliserol dan keton bodies. Setelah lemak tidak dapat mencukupi kebutuhan energi, maka
otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau
kekurangan makanan. Pada akhirnya setelah semua tidak dapat memenuhi kebutuhan akan energi
lagi, protein akan dipecah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal tubuh. Proses ini
berjalan menahun, dan merupakan respon adaptasi terhadap ketidak cukupan asupan energi dan
protein.22

KLASIFIKASI25

Klasifikasi menurut Wellcome pada MEP berat dapat digunakan sampai usia lebih dari 20
tahun. Klasifikasi menurut Wellcome ini sangat sederhana karena hanya melihat % BB/U dan
ada atau tidaknya edema.Terdapat kategori kurang gizi ini meliputi anak dengan PEM sedang
atau yang mendekati PEM berat tapi tanpa edema, pada keadaan ini % BB/U berada diatas 60%.

51
Tabel 1.Klasifikasi MEP berat menurut Wellcome Trust
% BB/U Dengan edema Tanpa edema
60-80 Kwashiorkor Kurang Gizi
<60 Marasmus- kwashiorkor Marasmus

Tabel 2.Klasifikasi MEP berat menurut Gomez


Klasifikasi % BB/U
Normal >90
Grade I ( Mallnutrisi Ringan) 75-89.9
Grade II ( Mallnutrisi sedang) 60-74.9
Grade III (Mallnutrisi Berat) <60

ANTROPOMETRI

Berat Badan
Berat badan adalah parameter pertumbuhan yang paling sederhana, mudah diukur dan
diulang dan merupakan indeks untuk status nutrisi sesaat.Hasil pengukuran berat badan
dipetakan pada kurva standar Berat badan/ Umur (BB/U) dan Berat Badan/ Tinggi Badan
(BB/TB). Adapun interpretasi pengukuran berat badan yaitu:25

BB/U dibandingkan dengan acuan standard (CDC 2000) dan dinyatakan dalam
persentase:25

 > 120 % : disebut gizi lebih


 80 – 120 % : disebut gizi baik
 60 – 80 % : tanpa edema ; gizi kurang dengan edema ; gizi buruk (kwashiorkor)
 < 60% : gizi buruk : tanpa edema (marasmus) dengan edema (marasmus –
kwashiorkor)

52
Tinggi Badan (TB)
Tinggi badan pasien harus diukur pada tiap kunjungan . Pengukuran berat badan akan
memberikan informasi yang bermakna kepada dokter tentang status nutrisi dan pertumbuhan
fisis anak. Seperti pada pengukuran berat badan, untuk pengukuran tinggi badan juga diperlukan
informasi umur yang tepat, jenis kelamin dan baku yang diacu yaitu CDC 2000.25

Interpretasi dari dari TB/U dibandingkan standar baku berupa:25

 90 – 110 % : baik/normal
 70 – 89 % : tinggi kurang
 < 70 % : tinggi sangat kurang

Rasio Berat Badan menurut tinggi badan (BB/TB)


Rasio BB/TB bila dikombinasikan dengan beraat badan menurut umur dan tinggi badan
menurut umur sangat penting dan lebih akurat dalam penilaian status nutrisi karena ia
mencerminkan proporsi tubuh serta dapat membedakan antar “wasting” dan “stunting” atau
perawakan pendek. Indeks ini digunakan pada anak perempuan hanya sampai tinggi badan 138
cm, dan pada anak lelaki sampai tinggi badan 145 cm. Setelah itu rasio BB/TB tidak begitu
banyak artinya, karena adanya percepatan tumbuh (growth spurt). Keuntungan indeks ini adalah
tidak diperlukannya faktor umur, yang seringkali tidak diketahui secara tepat.24,25

BB/TB (%) = (BB terukur saat itu) (BB standar sesuai untuk TB terukur) x 100%,
interpretasi di nilai sebagai berikut:25

 > 120 % : Obesitas


 110 – 120 % : Overweight
 90 – 110 % : normal
 70 – 90 % : gizi kurang
 < 70 % : gizi buruk

53
GEJALA KLINIS

Pada kasus malnutrisi yang berat, gejala klinis terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu
kwashiokor dan marasmus.Pada kenyataannya jarang sekali ditemukan suatu kasus yang hanya
menggambarkan salah satu dari bagian tertentu saja.Sering kali pada kebanyakan anak-anak
penderita gizi buruk, yang ditemukan merupakan perpaduan gejala dan tanda dari kedua bentuk
malnutrisi berat tersebut. Marasmus lebih sering ditemukan pada anak-anak dibawah usia satu
tahun, sedangkan insiden pada anak-anak dengan kwashiokor terjadi pada usia satu hingga enam
tahun. Pada beberapa negara seperti di Asia dan Afrika, marasmus juga didapatkan pada anak
yang lebih dewasa dari usia satu tahun (toddlers), sedangkan di Chili, marasmus terjadi pada
bulan pertama kehidupan anak tersebutnya.22,23

Gejala pertama dari malnutrisi tipe marasmus adalah kegagalan tumbuh kembang. Pada
kasus yang lebih berat, pertumbuhan bahkan dapat terhenti sama sekali. Selain itu didapatkan
penurunan aktifias fisik dan keterlambatan perkembangan psikomotorik. Pada saat dilakukan
pemeriksaan fisik, akan ditemukan suara tangisan anak yang monoton, lemah, dan tanpa air
mata, lemak subkutan menghilang dan lemak pada telapak kaki juga menghilang sehingga
memberikan kesan tapak kaki seperti orang dewasa. Kulit anak menjadi tipis dan halus, mudah
terjadi luka tergantung adanya defisiensi nutrisi lain yang ikut menyertai keadaan marasmus.
Kaki dan tangan menjadi kurus karena otot-otot lengan serta tungkai mengalami atrofi disertai
lemak subkutan yang turut menghilang.Pada pemeriksaan protein serum, ditemukan hasil yang
normal atau sedikit meningkat.Selain itu keadaan yang terlihat mencolok adalah hilangnya lemak
subkutan pada wajah. Akibatnya ialah wajah anak menjadi lonjong, berkeriput dan tampak lebih
tua (old man face). Tulang rusuk tampak lebih jelas.Dinding perut hipotonus dan kulitnya
longgar.Berat badan turun menjadi kurang dari 60% berat badan menurut usianya.Suhu tubuh
bisa rendah karena lapisan penahan panas hilang.Cengeng dan rewel serta lebih sering disertai
diare kronik atau konstipasi, serta penyakit kronik. Tekanan darah, detak jantung dan pernafasan
menjadi berkurang.23,24

54
Pada kasus malnutrisi kwashiokor marasmik ditemukan perpaduan gejala antara
kwashiokor dan marasmus.Keadaan ini ditemukan pada anak-anak yang makanan sehari-harinya
tidak mendapatkan cukup protein dan energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada anak-anak
penderita kasus ini disamping terjadi penurunan berat badan dibawah 60% berat badan normal
seusianya, juga memperlihatkan tanda-tanda kwashiokor, seperti edema, kelainan rambut,
kelainan kulit, dan kelainan biokimiawi. Kelainan rambut pada kwashiokor adalah rambut
menjadi lebih mudah dicabut tanpa reaksi sakit dari penderita, warna rambut menjadi lebih
merah, ataupun kelabu hingga putih.Kelainan kulit yang khas pada penyakit ini ialah crazy
pavement dermatosis, yaitu kulit menjadi tampak bercak menyerupai petechiae yang lambat laun
menjadi hitam dan mengelupas di tengahnya, menjadikan daerah sekitarnya kemerahan dan
dikelilingi batas-batas yang masih hitam. Adanya pembesaran hati dan juga anemia ringan
dikarenakan kekurangan berbagai faktor yang turut mengiringi kekurangan protein, seperti zat
besi, asam folat, vitamin B12, vitamin C, dan tembaga. Selain itu juga ditemukan kelainan
biokimiawi seperti albumin serum yang menurun, globulin serum yang menurun, dan kadar
kolesterol yang rendah.23,25

DIAGNOSIS

Diagnosis marasmus dibuat berdasarkan gambaran klinis,tetapi untuk mengetahui


penyebab harus dilakukan anamnesismakanan dan kebiasaan makan anak serta riwayat penyakit
yanglalu.Pada awalnya, terjadi kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan
berat badan sampai berakibat kurus, dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi
berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang.Lemak pada daerah pipih adalah bagian
terakhir yang hilang sehingga untuk beberapa waktu muka bayi tampak relative normal sampai
nantinya menyusut dan berkeriput.Abdomen dapat kembung atau datar dan gambaran usus dapat
dengan mudah dilihat.Terjadi atrofi otot dengan akibat hipotoni.Suhu biasanya subnormal, nadi
mungkin lambat, dan angka metabolism basal cenderung menurun.Mula-mula bayi mungkin
rewel, tetapi kemudian menjadi lesu dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi
dapat muncul diare dengan buang air besar sering, tinja berisi mucus dan sedikit.24,25

55
Ciri dari marasmus antara lain:24,25

- Penampilan wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus


- Perubahan mental
- Kulit kering, dingin dan kendur
- Rambut kering, tipis dan mudah rontok
- Lemak subkutan menghilang sehingga turgor kulit berkurang
- Otot atrofi sehingga tulang terlihat jelas
- Sering diare atau konstipasi
- Kadang terdapat bradikardi
- Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat yang sebaya
- Kadang frekuensi pernafasan menurun

Selain itu marasmus harus dapat dibedakan dengan kasus malnutrisi lainnya yaitu
kwashiokor agar tidak terjadi kesalahan dalam penegakkan diagnosa yang dapat berpengaruh
pada tindak lanjut kasus ini.Kwashiorkor merupakan sindroma klinis akibat dari malnutrisi
protein berat (MEP berat) dengan masukan kalori yang cukup.Bentuk malnutrisi yang paling
serius dan paling menonjol di dunia saat ini terutama yang berada didaerah industri belum
berkembang. Kwashiorkor berarti “anak tersingkirkan”, yaitu anak yang tidak lagi menghisap,
gejalanya dapat menjadi jelas sejak masa bayi awal sampai sekitar usia 5 tahun, biasanya
sesudah menyapih dari ASI. Walaupun penambahan tinggi dan berat badan dipercepat dengan
pengobatan, ukuran ini tidak pernah sama dengan tinggi dan berat badan anak normal.24

Ciri dari Kwashiorkor menurut antara lain:24,25


- Perubahan mental sampai apatis
- Sering dijumpai Edema
- Atrofi otot
- Gangguan sistem gastrointestinal
- Perubahan rambut dan kulit
- Pembesaran hati
- Anemia

56
PENCEGAHAN

Tindakan pencegahan terhadap marasmus dapat dilaksanakan dengan baik bila


penyebabnya diketahui.Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan prasarana kesehatan yang
baik untuk pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi. Beberapa diantaranya ialah:25,28

1. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber energi yang paling
baik untuk bayi.
2. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan bergizi dan berprotein serta energi
tinggi pada anak sejak umur 6 bulan ke atas
3. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan
kebersihan perorangan
4. Pemberian imunisasi.
5. Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu kerap.
6. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat merupakan usaha
pencegahan jangka panjang.
7. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang endemis kurang
gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.
8. Meningkatkan hasil produksi pertanian agar persediaan makan mencukupi.
9. Memperbaiki infrastruktur pemasaran dan mensubsidi harga bahan makanan
10. Melakukan program transmigrasi ke daerah lain agar terjadi pemerataan penduduk.

Pentingnya Deteksi Dan Intervensi Dini

Mengingat penyebabnya sangat kompleks, pengelolaan gizi buruk memerlukan


kerjasama yang komprehensif dari semua pihak.Tidak hanya dari dokter maupun tenaga medis,
namun juga pihak orang tua, keluarga, pemuka masyarakat maupun agama dan pemerintah.
Langkah awal pengelolaan gizi buruk adalah mengatasi kegawatan yang ditimbulkannya,
dilanjutkan dengan “frekuen feeding” ( pemberian makan yang sering, pemantauan akseptabilitas
diet ( penerimaan tubuh terhadap diet yang diberikan), pengelolaan infeksi dan pemberian
stimulasi. Perlunya pemberian diet seimbang, cukup kalori dan protein serta pentingnya edukasi

57
pemberian makan yang benar sesuai umur anak. Pada daerah endemis gizi buruk, diperlukan
tambahan distribusi makanan yang memadai.26,28
Posyandu dan puskesmas sebagai ujung tombak dalam melakukan skrining atau deteksi
dini dan pelayanan pertama menjadi vital dalam pencegahan kasus gizi buruk saat
ini.Penggunaan kartu menuju sehat dan pemberian makanan tambahan di posyandu perlu
digalakkan lagi.Tindakan cepat pada balita yang 2x berturut-turut tidak naik timbangan berat
badannya untuk segera mendapat akses pelayanan dan edukasi lebih lanjut, dapat menjadi sarana
deteksi dan intervensi yang efektif.Termasuk juga peningkatan cakupan imunisasi untuk
menghindari penyakit yang dapat dicegah, serta propaganda kebersihan personal maupun
lingkungan. Pemuka masyarakat maupun agama akan sangat efektif jika membantu dalam
pemberian edukasi pada masyarakat, terutama dalam menanggulangi kebiasaan atau mitos-mitos
yang salah pada pemberian makan pada anak.26,28

PENATALAKSANAAN

Tujuan pengobatan pada penderita marasmus adalah pemberian diet tinggi kalori dan
tinggi protein serta mencegah kekambuhan.Penderita marasmus tanpa komplikasi dapat berobat
jalan asal diberi penyuluhan mengenai pemberian makanan yang baik, sedangkan penderita yang
mengalami komplikasi serta dehidrasi, syok, asidosis dan lain-lain perlu mendapat perawatan di
rumah sakit. Penatalaksanaan penderita yang dirawat di RS dibagi dalam dua fase.22,28,29,30

Pada fase initial, tujuan yan diharapkan adalah untuk menangani atau mencegah
hipoglikemia, hipotermi, dan dehidrasi.Tahap awal yaitu 24-48 jam per-tama merupakan masa
kritis, yaitu tindakan untuk menyelamat-kan jiwa, antara lain mengkoreksi keadaan dehidrasi
atau asidosis dengan pemberian cairan intravena. Cairan yang diberikan ialah larutan Darrow-
Glucosa atau Ringer Lactat Dextrose 5%.Cairan diberikan sebanyak 200 ml/kg BB/hari.Mula-
mula diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama. Kemudian 140 ml sisanya diberikan dalam
16-20 jam berikutnya.22,23,29

Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah dibawah 360 C. Pada keadaan ini
anak harus dihangatkan. Cara yang dapat dilakukan adalah ibu atau orang dewasa lain mendekap

58
anak di dadanya lalu ditutupi selimut (Metode Kanguru). Perlu dijaga agar anak tetap dapat
bernafas.

Semua anak, menurut guideline dari WHO, diberikan antibiotic untuk mencegah
komplikasi yang berupa infeksi, namun pemberian antibiotic yang spesifik tergantung dari
diagnosis, keparahan, dan keadaan klinis dari anak tersebut. Pada anak diatas 2 tahun diberikan
obat anti parasite sesuai dari protocol

Tahap kedua yaitu penyesuaian.Sebagian besar penderita tidak memerlukan koreksi


cairan dan elektrolit, sehingga dapat langsung dimulai dengan penyesuaian terhadap
pemberianmakanan.Pada hari-hari pertama jumlah kalori yang diberikan sebanyak 30-60
kalori/kg BB/hari atau rata-rata 50 kalori/kg BB/hari, dengan protein 1-1,5 g/kg BB/hari. Jumlah
ini dinaikkan secara berangsur-angsur tiap 1-2 hari sehingga mencapai 150-175 kalori/kg
BB/hari dengan protein 3-5 g/kg BB/hari.Waktu yang diperlukan untuk mencapai diet tinggi
kalori tinggi protein ini lebih kurang 7-10 hari.Cairan diberikan sebanyak 150 ml/kg BB/hari.
Formula yang biasa diberikan dalam tahap ini adalah F-75 yang mengandung 75kcal/100ml dan
0,9 protein/100ml) yang diberika terus menerus setiap 2 jam.23,25,29

Pemberian vitamin dan mineral yaitu vitamin A diberikan sebanyak 200.000.i.u peroral
atau 100.000 i.u im pada hari pertama kemudian pada hari ke dua diberikan 200.000 i.u. oral.
Vitamin A diberikan tanpa melihat ada/tidaknya gejala defisiensi Vitamin A untuk mencegah
terjadinya xeroftalmia karena pada kasus ini kadar vitamin A serum sangat rendah. Mineral yang
perlu ditambahkan ialah K, sebanyak 1-2 Meq/kg BB/hari/IV atau dalam bentuk preparat oral
75-100 mg/kg BB/hari dan Mg, berupa MgS04 50% 0,25 ml/kg BB/hari atau magnesium oral 30
mg/kg BB/hari. Dapat diberikan 1 ml vitamin B (IC) dan 1 ml vit. C (IM), selanjutnya diberikan
preparat oral atau dengan diet.23,25,29

Fase rehabilitasi dimulai saat nafsu makan anak meningkat dan infeksi yang ada berhasil
ditangani. Formula F-75 diganti menjadi F-100 yang dikurangi kadar gulanya untuk mengurangi
osmolaritasnya. Jenis makanan yang memenuhi syarat untuk penderita malnutrisi berat ialah susu
dan diberikan bergantian dengan F-100. Dalam pemilihan jenis makanan perlu diperhatikan berat
badan penderita. Dianjurkan untuk memakai pedoman BB kurang dari 7 kg diberikan makanan
untuk bayi dengan makanan utama ialah susu formula atau susu yang dimodifikasi, secara

59
bertahap ditambahkan makanan lumat dan makanan lunak. Penderita dengan BB di atas 7 kg
diberikan makanan untuk anak di atas 1 tahun, dalam bentuk makanan cair kemudian makanan
lunak dan makanan padat.22,28,29

Tabel 1. Sepuluh langkah tatalaksana gizi buruk22,28

No Tindakan Pelayanan Fase Stabilisasi Fase Rehabilitasi Fase Tindak lanjut *)


H1-2H3-7 Minggu ke 3 - 6 Minggu ke 7 -26
1. Mencegah dan mengatasi
hipoglikemia
2. Mencegah dan mengatasi
hipotermia
3. Mencegah dan mengatasi
dehidrasi
4. Memperbaiki gangguan
keseimbangan elektrolit
5. Mengobati infeksi
6. Memperbaiki zat gizi mikro Tanpa Fe Dengan Fe
7. Memberikan makanan
untuk stabilisasi dan
transisi
8. Memberikan makanan
untuk tumbuh kejar
9. Memberikan stimulasi
tumbuh kembang
10. Mempersiapkan untuk
tindak lanjut di rumah

*) Pada fase tindak lanjut dapat dilakukan di rumah, dimana anak secara berkala (1minggu/kali)
berobatjalan ke Puskesmas atau Rumah Sakit.

60
Pada pasien dengan gizi buruk dibagi dalam 2 fase yang harus dilalui yaitu fase stabilisasi
(Hari 1-7), fase transisi (Hari 8 – 14), fase rehabilitasi (Minggu ke 3 – 6), ditambah fase tindak
lanjut (Minggu ke 7 – 26) seperti tampak pada tabel diatas.22,28

KOMPLIKASI

Keadaan malnutrisi marasmus dapat menyebabkan anak mendapatkan penyakit penyerta


yang terkadang tidak ringan apabila penatalaksanaan marasmus tidak segera dilakukan. Beberapa
keadaan tersebut ialah:25,27

1. Noma
Noma merupakan penyakit yang kadang-kadang menyertai malnutrisi tipe marasmus-
kwashiokor.Noma atau stomatitis gangraenosa merupakan pembusukan mukosa mulut
yang bersifat progresif sehingga dapat menembus pipi.Noma terjadi pada malnutrisi berat
karena adanya penurunan daya tahan tubuh.Penyakit ini mempunyai bau yang khas dan
tercium dari jarak beberapa meter. Noma dapat sembuh tetapi menimbulkan bekas luka
yang tidak dapat hilang seperti lenyapnya hidung atau tidak dapat menutupnya mata
karena proses fibrosis.

2. Xeroftalmia
Penyakit ini sering ditemukan pada malnutrisi yang berat terutama pada tipe marasmus-
kwashiokor.Pada kasus malnutrisi ini vitamin A serum sangat rendah sehingga dapat
menyebabkan kebutaan.Oleh sebab itu setiap anak dengan malnutrisi sebaiknya diberikan
vitamin A baik secara parenteral maupun oral, ditambah dengan diet yang cukup
mengandung vitamin A.

3. Tuberkulosis
Pada anak dengan keadaan malnutrisi berat, akan terjadi penurunan kekebalan tubuh yang
akan berdampak mudahnya terinfeksi kuman. Salah satunya adalah mudahnya anak
dengan malnutrisi berat terinfeksi kuman mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan
penyakit tuberkulosis.

61
4. Sirosis hepatis
Sirosis hepatis terjadi karena timbulnya perlemakan dan penimbunan lemak pada saluran
portal hingga seluruh parenkim hepar tertimbun lemak.Penimbunan lemak ini juga
disertai adanya infeksi pada hepar seperti hepatitis yang menimbulkan penyakit sirosis
hepatis pada anak dengan malnutrisi berat.

5. Hipotermia
Hipotermia merupakan komplikasi serius pada malnutrisi berat tipe marasmus.
Hipotermia terjadi karena tubuh tidak menghasilkan energi yang akan diubah menjadi
energi panas sesuai yang dibutuhkan oleh tubuh. Selain itu lemak subkutan yang tipis
bahkan menghilang akan menyebabkan suhu lingkungan sangat mempengaruhi suhu
tubuh penderita.

6. Hipoglikemia
Hipoglikemia dapat terjadi pada hari-hari pertama perawatan anak dengan malnutrisi
berat.Kadar gula darah yang sangat rendah ini sangat mempengaruhi tingkat kesadaran
anak dengan malnutrisi berat sehingga dapat membahayakan penderitanya.

7. Infeksi traktus urinarius


Infeksi traktus urinarius merupakan infeksi yang sering terjadi pada anak bergantung
kepada tingkat kekebalan tubuh anak.Anak dengan malnutrisi berat mempunyai daya
tahan tubuh yang sangat menurun sehingga dapat mempermudah terjadinya infeksi
tersebut.

8. Penurunan kecerdasan
Pada anak dengan malnutrisi berat, akan terjadi penurunan perkembangan organ
tubuhnya. Organ penting yang paling terkena pengaruh salah satunya ialah otak. Otak
akan terhambat perkembangannya yang diakibatkan karena kurangnya asupan nutrisi
untuk pembentukan sel-sel neuron otak. Keadaan ini akan berpengaruh pada kecerdasan
seorang anak yang membuat fungsi afektif dan kognitif menurun, terutama dalam hal
daya tangkap, analisa, dan memori.

62
PROGNOSIS

Prognosis pada penyakit ini buruk karena banyak menyebabkan kematian dari
penderitanya akibat infeksi yang menyertai penyakit tersebut, tetapi prognosisnya dapat
dikatakan baik apabila malnutrisi tipe marasmus ini ditangani secara cepat dan tepat. Kematian
dapat dihindarkan apabila dehidrasi berat dan penyakit infeksi kronis lain seperti tuberkulosis
atau hepatitis yang menyebabkan terjadinya sirosis hepatis dapat dihindari. Pada anak yang
mendapatkan malnutrisi pada usia yang lebih muda, akan terjadi penurunan tingkat kecerdasan
yang lebih besar dan irreversibel dibanding dengan anak yang mendapat keadaan malnutrisi pada
usia yang lebih dewasa. Hal ini berbanding terbalik dengan psikomotor anak yang mendapat
penanganan malnutrisi lebih cepat menurut umurnya, anak yang lebih muda saat mendapat
perbaikan keadaan gizinya akancenderung mendapatkan kesembuhan psikomotornya lebih
sempurna dibandingkan dengan anak yang lebih tua, sekalipun telah mendapatkan penanganan
yang sama. Hanya saja pertumbuhan dan perkembangan anak yang pernah mengalami kondisi
marasmus ini cenderung lebih lambat, terutama terlihat jelas dalam hal pertumbuhan tinggi
badan anak dan pertambahan berat anak, walaupun jika dilihat secara ratio berat dan tinggi anak
berada dalam batas yang normal.22,25,28

63
ANEMIA

1. Definisi

Pucat atau anemia didefinisikan sebagai penurunan kadar Hb di bawah normal : anak 6
bulan-6 tahun Hb normal > 11g%, anak di atas 6 tahun > 12g% sehingga terjadi penurunan
kemampuan darah untuk menyalurkan oksigen ke jaringan. Dengan demikian anemia bukanlah
suatu diagnosis melainkan pencerminan dari dasar perubahan patofisiologis yang diuraikan
dalam anamnesa, pemeriksaan fisik yang teliti serta pemeriksaan laboratorium yang menunjang.
Manifestasi klinik yang timbul tergantung pada kecepatan timbulnya anemia, umur individu,
sertamekanisme kompensasi tubuhseperti peningkatan curah jantung dan pernapasan,
meningkatkan pelepasan oksigen oleh hemoglobin, mengembangkan volume plasma, redistribusi
aliran darah ke organ-organ vital.32,34

2. Klasifikasi

Anemia dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian:32,34,35

 Anemia defisiensi, anemia yang terjadi akibat kekurangan faktor-faktor


pematangan eritrosit, seperti defisiensi besi, asam folat, vitamin B12, protein,
piridoksin dan sebagainya.
 Anemia aplastik, yaitu anemia yang terjadi akibat terhentinya proses pembuatan
sel darah oleh sumsum tulang.
 Anemia hemoragik, anemia yang terjadi akibat proses perdarahan masif atau
perdarahan yang menahun.
 Anemia hemolitik, anemia yang terjadi akibat penghancuran sel darah merah yang
berlebihan. Bisa bersifat intrasel seperti pada penyakit talasemia, sickle cell
anemia/ hemoglobinopatia, sferosis kongenital, defisiensi G6PD atau bersifat
ektrasel seperti intoksikasi, malaria, inkompabilitas golongan darah, reaksi
hemolitik pada transfusi darah.

64
Menurut morfologi eritrosit:

1. Anemia mikrositik hipokromik (MCV < 80 fl ; MCH < 27 pg)


 Anemia defisiensi besi
 Thalassemia
 Anemia akibat penyakit kronis
 Anemia sideroblastik

2. Anemia Normokromik Normositik (MCV 80-95 fl; MCH 27-34 pg)


 Anemia pascaperdarahan akut
 Anemia aplastik-hipoplastik
 Anemia hemolitik- terutama didapat
 Anemia akibat penyakit kronik
 Anemia mieloptisik
 Anemia pada gagal ginjal kronik
 Anemia pada mielofibrosis
 Anemia pada sindrom mielodisplastik
 Anemia pada leukemia akut

3. Anemia Makrositik
 Anemia megaloblastik
 Anemia defisiensi asam folat
 Anemia defisiensi vitamin B12

4. Nonmegaloblastik
 Anemia pada penyakit hati kronik
 Anemia pada hipotiroid
 Anemia pada sindrom mielodisplastik

65
Anak didiagnosa menderita anemia, menurut *Word Health Organization* jika kadar Hb
kurang dari 12 g/dL untuk usia lebih dari 6 tahun dan kurang dari 11 g/dL usia di bawah 6 tahun

Tanda dan gejala yang sering timbul adalah sakit kepala, pusing, lemah, gelisah, diaforesis
(keringat dingin), takikardi, sesak napas, kolaps sirkulasi yang progresif cepat atau syok, dan
pucat (dilihat dari warna kuku, telapak tangan, membran mukosa mulut dan konjungtiva). Selain
itu juga terdapat gejala lain tergantung dari penyebab anemia seperti jaundice, urin berwarna
hitam, mudah berdarah dan pembesaran lien.

Untuk menegakkan diagnosa dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan


sel darah merah secara lengkap, pemeriksaan kadar besi, elektroforesis hemoglobin dan biopsi
sumsum tulang.32,34

Untuk penanganan anemia diadasarkan dari penyakit yang menyebabkannya seperti jika
karena defisiensi besi diberikan suplemen besi, defisiensi asam folat dan vitamin B12 dapat
diberikan suplemen asam folat dan vitamion B12, dapat juga dilakukan transfusi darah,
splenektomi, dan transplantasi sumsum tulang.35

66
BAB IV

KESIMPULAN

Morbili merupakan penyakit virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu
stadium prodormal ( kataral ), stadium erupsi dan stadium konvalisensi, yang dimanifestasikan
dengan demam, konjungtivitis dan bercak koplik. Morbili lebih sering terjadi pada seseorang
yang rentan (mereka yang tidak pernah terkena penyakit ini sebelumnya atau yang tidak
mendapat vaksin) yang melakukan perjalanan. Morbili menular melalui kontak langsung melalui
droplet infeksi maupun penyebaran udara. Transmisi juga terjadi melalui kontak maupun
sentuhan dengan bahan yang terkontaminasi dan kemudian tersentuh mata, hidung, dan/atau
mulut. Morbili merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin, sehingga penularan
penyakit ini dapat dicegah atau dikurangi. Tujuannya untuk mencegah komplikasi dan/atau
mengurangi angka kematian.

67
DAFTAR PUSTAKA

1. Departement of Health and Senior Services (DHSS). Measles (Rubeola). Missouri DHSS,
2013.
2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, Edisi I.
Jakarta: IDAI, 2004.
3. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku ajar Penyakit Infeksi Tropis. Jakarta: IDAI, 2004.
4. Sannat C, Chandel BS, Chauhan HC, dadawala AI. Morbilli virus and SLAM/CD 150
Receptors. International Journal of Pharmaceutical Research and Bio-science.Volume 1
(4) : 19-41, 2012.
5. Penyakit Tropik dan Infeksi Anak. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III Jilid FKUI 2000.
6. Atom. Campak. http://www.Medlinux.blogspot.com. [diakses 4 Oktober 2013]
7. Haryowidjojo. Demam Campak. Http://www.Pediatrik.com. [diakses 4 Oktober 2013]
8. Raharjoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. Buku Ajar Respirologi Anak. 1st ed. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI. 2010. hal. 350 -365.
9. Hudoyo A. Anatomi Saluran Napas.[ internet ]. 2009 April.[ cited 18 Januari 2014 ].
Available from:
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/e4e3ff458efaa961c32c1e9163a77a24964c5c
0a.pdf
10. Ellis H. Clinical Anatomy: Applied Anatomy for Students and Junior Doctors. 11th ed. [
e – book ]. Massachussets : Blackwell Publishing. 2006
11. Sherwood L. Human Physiology. 6th ed.China: Thomson Brooks/Cole; 2007. hal. 451 -
455
12. Pusponegoro HD, Hadinegoro SRS, Firmanda D, Tridjaja B, Pudjadi AH, Kosim MS, et.
al. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. 1st ed. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
2004. hal. 351 - 354.
13. Priyanti ZS, Lulu M, Bernida I, Subroto H, Sembiring H, Rai IBN, et al. Pneumonia
Komuniti: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia. 2002.

68
14. Danusantosos H. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Penerbit Hipokrates. 2000. Hal.
74 – 92
15. Price S, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses – proses Penyakit. Vol 2. 6th
ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006. Hal. 804 – 810
16. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of Pediatrics.
18th ed. [ e – book ]. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2007
17. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid 2. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Indonesia. 2007. Hal 984.
18. Iwantono HS. Bronkopneumoni.[ internet ]. 2008 Mar.[ cited 18 Januari 2014 ].
Available from: http://hsilkma.blogspot.com/2008/03/bronkopneumonia.html
19. Tim Adaptasi Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit:
Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama Di Kabupaten/Kota. Jakarta:
World Health Organization. 2009. hal. 83 – 113
20. Bennett NJ, Steele RW. Pediatric Pneumonia.[ internet ]. 2010 May.[ cited 18 Januari
2014 ]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/967822-medication
21. UNICEF. The Challange: Pneumonia is the Leading Killer of Children. .[ internet ]. 2011
Mar.[ cited 18 Januari 2014 ]. Available from: http://www.childinfo.org/pneumonia.html
22. Behrman RE, RM Kliegman, HB Jenson. Food Insecurity, Hunger, and Undernutrition in
Nelson Textbook of Pediatric 18th edition, 2004 : 225-232.
23. Brunser Oscar. Protein Energy Malnutrition : Marasmus in Clinical Nutrition of the
Young Child, Raven Press, New York, 1985 : 121-154
24. Hay WW, MJ Levin, JM sondheimer, RR Deterding. Normal Childhood Nutrition and its
Disorders in Current Diagnosis & Treatment in Pediatrics 18th edition, 2005 : 283-311
25. Pudjiadi Solihin. Penyakit KEP (Kurang Energi dan Protein) dari Ilmu Gizi Klinis pada
Anak edisi keempat, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2005 : 95-137
26. Nurhayati, soetjiningsih, Suandi IKG. Relationship Between Protein Energy Malnutrition
and Social Maturity in Children Aged 1-2 Years in Paediatrica Indonesiana, 42th volume,
December, 2002 : 261-266

69
27. Rosli AW, Rauf S, Lisal JS, Albar H. Relationship Between Protein Energy Malnutrition
and Urinary Tract Infectiont in Children in Paediatrica Indonesiana, 48th volume, May,
2008 : 166-169
28. Departement of Child and Adolescent Health and Development. Severe Malnutrition in
Management of The Child With a Serious Infection or Severe Malnutrition, World Health
Organization, 2004 : 80-91
29. Bernal, C.,Velasquez, C., Alcaraz &G., Botero, J. 2007. Treatment of Severe
Malnutrition in Children: Experience in Implementing the World Health Organization
Guidelines in Turbo, Colombia.http://journals.lww.com. Diakses tanggal 9 Juni 2013
30. Reginald, A., Annan & Florence, M. 2011. Treatment of severe acute malnutrition in
HIV-infected children. http://www.who.int. Diakses tanggal 9 Juni 2013.
31. Samitta, M. Bruce. Anemia, dalam Nelson, E Waldo., Kliegmen, Robert. Buku Ilmu
Kesehatan Anak. Jakarta: EKG. 2000; h 1680-1712.
32. Rusdiana, Nelly. Pendekatan Diagnosis Pucat pada Anak. Available at
http://respiratory.usu,.ac.id/handle/123456789/18404. Accessed on 18 July 2012.
33. Sylvia, A. Prince. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
1995; h 1253-1262.
34. Yuindartanto, Andrei. Anemia Pada Anak. Available at http://anemia-pada-
anak/2009/08/08. accessed on 15 July 2012.
35. Sari Wahyuni, Arlinda. Anemia Defisiensi Besi pada Balita. Avialable at:
http://library.usu.ac.id/download.anemia-defisiensi-besi-pada-anak. Accessed on 19 July
2012

70

Anda mungkin juga menyukai