Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR

A. DEFINISI
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan fraktur
disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik berupa
trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2007). Fraktur adalah patah
tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Price dan Wilson, 2006).
Menurut Mansjoer (2005), fraktur tibia (bumper fracture / fraktur tibia plateau) adalah
fraktur yang terjadi akibat trauma langsung dari arah samping lutut dengan kaki yang masih
terfiksasi ke tanah. Fraktur tibia (fraktur colles) adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia
sebelah kanan akibat jatuh yang bertumpu pada tangan dorsifleksi terbuka. Fraktur ini sering
terjadi pada anak-anak dan wanita lanjut usia dengan tulang osteoporosis dan tulang lemah
yang tak mampu menahan energi akibat jatuh.
Fraktur ankle termasuk dalam fraktur pada maleolus lateralis dan /atau maleolus
medialis. Fraktur ini biasanya disebabkan oleh terpuntirnya tubuh ketika kaki sedang
bertumpu di tanah atau akibat salah langkah yang menyebabkan tekanan yang berlebihan
pada bagian sendi pergelangan kaki. Fraktur pergelangan kaki sering terjadi pada penderita
yang mengalami kecelakaan.

B. PENYEBAB
Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang
yang biasanya di akibatkan secara langsung dan tidak langsung dan sering berhubungan
dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang di sebabkan oleh kendaraan bermotor.
Penyebab patah tulang paling sering di sebabkan oleh trauma terutama pada anak-
anak, apabila tulang melemah atau tekanan ringan.
Menurut (Doenges, 2000) adapun penyebab fraktur antara lain:
1) Trauma Langsung
Yaitu fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa misalnya
benturan atau pukulan pada anterbrachi yang mengakibatkan fraktur
2) Trauma Tak Langsung
Yaitu suatu trauma yang menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
kejadian kekerasan.
3) Fraktur Patologik
Stuktur yang terjadi pada tulang yang abnormal(kongenital,peradangan, neuplastik dan
metabolik)
Menurut Carpenito (2000) adapun penyebab fraktur antara lain:
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur
demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau
miring.
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur
hantaran vektor kekerasan.
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran,
penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.

Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (2006) ada 3 yaitu:
1. Cidera atau benturan
2. Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah oleh karena
tumor, kanker dan osteoporosis.
3. Fraktur beban
Fraktur beban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang - orang yang baru saja menambah
tingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima dalam angkatan bersenjata atau orang-
orang yang baru mulai latihan lari.
C. POHON MASALAH

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

Fraktur

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen tulang NYERI AKUT

Perubahan jaringan sekitar Kerusakan fragmen tulang

Pergeseran fragmen tulang Spasme otot Tekanan sumsum tulang


lebih tinggi dari kapiler
Deformitas Peningkatan tekanan
kapiler Melepaskan katekolamin

Gangguan fungsi Pelepasan histamin Metabolisme asam lemak


ekstermitas

HAMBATAN MOBILITAS FISIK Protein plasma hilang Bergabung dengan


trombosit

Laserasi kulit Edema Emboli

Penekanan pembuluh Menyumbat pembuluh


darah darah

Mengenai jaringan kutis dan sub KERUSAKAN KETIDAKEFEKTIFAN


kutis PERFUSI JARINGAN
INTEGRITAS KULIT
PERIFER
Perdarahan
RESIKO INFEKSI
Kehilangan volume cairan

RESIKO SYOK
(HIPOVOLEMIK)
D. KLASIFIKASI
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur dapat dibagi menjadi :
1. Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya megalami
pergeseran (bergeser dari posisi normal).
2. Fraktur tidak komplit (inkomplit) adalah patah yang hanya terjadi pada sebagian dari
garis tengah tulang.
3. Fraktur tertutup (closed) adalah hilangnya atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dimana tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar atau bila
jaringan kulit yang berada diatasnya/ sekitar patah tulang masih utuh.
4. Fraktur terbuka (open/compound) adalah hilangnya atau terputusnya jaringan tulang
dimana fragmen-fragmen tulang pernah atau sedang berhubungan dengan dunia luar.
Fraktur terbuka dapat dibagi atas tiga derajat, yaitu :
a) Derajat I
(1) Luka < 1 cm
(2) Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
(3) Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau koinutif ringan
(4) Kontaminasi minimal
b) Derajat II
(1) Laserasi > 1 cm
(2) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse
(3) Fraktur kominutif sedang
(4) Kontaminasi sedang
c) Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan
neurovascular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas :
(1) IIIA :Fragmen tulang masih dibungkus jaringan lunak
(2) IIIB :Fragmen tulang tak dibungkus jaringan lunak terdapat pelepasan lapisan
periosteum, fraktur kontinuitif
(3) IIIC : Trauma pada arteri yang membutuhkan perbaikan agar bagian distal dapat
diperthankan, terjadi kerusakan jaringan lunak hebat.
E. GEJALA KLINIS
Gejala klinik dari faktur, menurut (Brunner and Suddarth, 2002)
a. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai tulang diimobilisasi. Spasme otot
yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai almiah yang di rancang utuk
meminimalkan gerakan antar fregmen tulang
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat di gunakan dan cenderung bergerak
secara alamiah (gerak luar biasa) bukanya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran
fragmen tulang pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat
maupun teraba) ekstermitas yang bisa diketahui membandingkan ekstermitas yang
normal dengan ekstermitas yang tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal
otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
c. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot
yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu
samalain sampai 2,5-5 cm (1-2 inchi)
d. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus
yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya (uji krepitus dapat
mengaibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat).
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal terjadi sebagai akibat trauma dari pendarahan
yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru bisa terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah
cidera.

Menurut Santoso Herman (2000:153) manifestasi klinik dari fraktur adalah:


a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen tulang diimobilisasi,
hematoma, dan edema.
b. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
c. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas
dan dibawah tempat fraktur.
d. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
Menurut (PERMENKES RI, 2014) pemeriksaan diagnosik meliputi:
1. Foto polos
Umumnya dilakukan pemeriksaan dalam proyeksi AP dan lateral, untuk menentukan
lokasi, luas dan jenis fraktur.
2. Pemeriksaan radiologi lainnya
Sesuai indikasi dapat dilakukan pemeriksaan berikut, antara lain: radioisotope scanning
tulang, tomografi, artrografi, CT-scan, dan MRI, untuk memperlihatkan fraktur dan
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3. Pemeriksaan darah rutin dan golongan darah
Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada
sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple). Peningkatan sel darah putih adalah
respon stress normal setelah trauma.
4. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
5. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Prinsip penanganan fraktur meliputi rekognisi, reduksi, imobilisasi, dan pengembalian
fungsi dan kekuatan.
1) Rekognisi (Pengenalan)
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan diagnosa dan
tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali
dan bengkak. Kelainan bentuk yang nyata dapat menentukan diskontinuitas
integritas rangka.
2) Reduksi/manipulasi/reposisi
Mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi
tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya dengan
manipulasi dan traksi manual. Reduksi terbuka dilakukan dengan pendekatan
bedah, fragmen tulang direduksi alat fiksasi interna (ORIF) dalam bentuk pin,
kawat, sekrup, plat, paku, atau batangan logam untuk mempertahankan fragmen
tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
3) Retensi (Imobilisasi fraktur)
Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan
dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi
dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna (OREF) meliputi : pembalutan, gips, bidai,
traksi kontinu pin, dan tehnik gips atau fiksator ekterna. Implan logam dapat
digunakan untuk fiksasi interna (ORIF) yang berperan sebagai bidai interna untuk
mengimobilisasi fraktur yang dilakukan dengan pembedahan.
4) Rehabilitasi (Mempertahankan dan mengembalikan fungsi)
Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Latihan
isometric dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan
meningkatkan aliran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari diusahakan
untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri.

2. Cara operatif/pembedahan
Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya
mungkin adalah pembedahan. Metode perawatan ini disebut fiksasi interna dan reduksi
terbuka.
Pada umumnya insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan
diteruskan sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur.
Hematoma fraktur dan fragmen-fragmen tulang yang telah mati diirigasi dari luka.
Fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar menghasilkan posisi yang normal
kembali. Sesudah direduksi, fragmen-fragmen tulang ini dipertahankan dengan alat-alat
ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan paku.

H. KOMPLIKASI
a. Komplikasi Awal
1) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang
sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
2) Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh
darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat.
3) Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi,
tachypnea, demam.
4) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan
lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
5) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkman’s Ischemia.
6) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada
fraktur.

b. Komplikasi Dalam Waktu Lama


1) Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan
supai darah ke tulang.
2) Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.

3) Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas).
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Data Subjektif
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas :
1) Pengumpulan Data
a) Anamnesa
1. Identitas Klien
2. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan :
a. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
b. Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c. Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d. Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh
rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
4. Riwayat Penyakit Dahulu
5. Riwayat Penyakit Keluarga
6. Riwayat Psikososial
7. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan
pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk
membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga
meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang
dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol
yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan
olahraga atau tidak.
b. Pola Nutrisi
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vitamin C dan lainnya
untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola
nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah
muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak
adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang
kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal
terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat
degenerasi dan mobilitas klien.
c. Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi,
tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna
serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola
eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan
jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
d. Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal
ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
e. Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak
dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk
aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk
pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang
lain
f. Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap
g. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya
yang salah (gangguan body image).
h. Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu
juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga,
timbul rasa nyeri akibat fraktur
i. Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta
rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status
perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya
j. Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi
tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
k. Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa
disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.
b. Data Objektif
1) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis).
a) Keadaan umum : baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti :
1. Kesadaran penderita : apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
2. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut.
3. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk.
b) Pemeriksaan head-to-toe :
1. Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan,
tidak ada nyeri kepala
2. Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan).
3. Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
4. Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan.
5. Mulut dan Gigi
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut
tidak pucat.
6. Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan
ada.
7. Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
8. Paru
a. Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat
penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
b. Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
c. Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
d. Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya
seperti stridor dan ronchi.
9. Jantung
a. Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
b. Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
c. Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
10. Abdomen
a. Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
b. Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
c. Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
d. Auskultasi
Peristaltik usus normal  20 kali/menit.
11. Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
12. Kulit
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
oedema, nyeri tekan.
13. Ekstermitas
Kekuatan otot, adanya oedema atau tidak, suhu akral, dan ROM.
2) Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Radiologi
b) Pemeriksaan Laboratorium
1. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
2. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
3. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
c) Pemeriksaan lain-lain
1. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas : didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
2. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
3. Elektromyografi : terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
4. Arthroscopy : didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
5. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.
6. MRI : menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang,
program pembatasan gerak.
c. Resiko infeksi dibuktikan dengan prosedur invasif
d. Resiko syok hipovolemik.
e. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan nyeri ekstermitas.
f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik.
3. INTERVENSI

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)

1. Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Pain Management


Batasan Karakteristik : keperawatan ...x...... jam diharapkan  Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang
 Bukti nyeri dengan menggunakan nyeri akut dapat berkurang dengan meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi,
standar daftar periksa nyeri untuk criteria : frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya
pasien yang tidak dapat NOC : nyeri dan factor pencetus
mengungkapkannya (mis., 1. Pain Level  Pastikan perwatan analgesic bagi pasien
Neonatal Infant Pain Scale, Pain Kriteria Hasil : dilakukan dengan pemantauan yang ketat
Assessment Checklist for Senior  Beristirahat dengan  Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk
with Limited Ability to nyaman/tidak gelisah mengetahui pengalaman nyeri dan sampaikan
Communicate)  Tidak tampak ekspresi wajah penerimaan pasien terhadap nyeri
 Diaphoresis kesakitan  Gali bersama pasien dan keluarga mengenai
 Dilatasi pupil  Frekuensi dalam batas normal factor-faktor yang dapat menurunkan atau
 Ekspresi wajah nyeri (mis., mata (dewasa : 16-24 x/menit) memperberat nyeri
kurang bercahaya, tampak kacau,  Tekanan darah normal  Berikan informasi mengenai nyeri, seperti
gerakan mata berpencar atau tetap (dewasa : 120/80mmHg) penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
pada satu fokus, meringis) NOC : dirasakan, dan antisipasi dari
 Fokus menyempit (mis., persepsi 2. Pain control ketidaknyamanan akibat prosedur
waktu, proses berpikir, interaksi Kriteria Hasil :  Kendalikan factor lingkungan yang dapat
dengan orang dan lingkungan)  Melaporkan perubahan mempengaruhi respon pasien terhadap
 Fokus pada diri sendiri terhadap gejala nyeri pada ketidaknyamanan (mis., suhu
 Keluhan tentang intensitas professional kesehatan ruangan,pencahayaan dan suara bising)
menggunakan standar skala nyeri  Mengenali apa yang terkait  Kurangi atau eliminasifaktor-faktor yang
(mis., skala Wong-Baker FACES, dengan gejala nyeri dapat mencetus atau meningkatkan nyeri
skala analog visual, skala penilaian  Menggunakan tindakan (mis., ketakutan, kelelahan, keadaan
numeric) pengurangan (nyeri) tanpa monoton, dan kurang pengetahuan)
 Keluhan tentang karakteristik nyeri analgesic  Pilih dan implementasikan tindakan yang
dengan menggunakan standar beragam (mis., farmakologi, nonfarmakologi,
instrument nyeri (mis., McGill interpersonal) untuk memfasilitasi penurunan
Pain Questionnaire, Brife Pain nyeri sesuai kebutuhan
Inventory  Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan
 Laporan tentang perilaku menangani nyerinya dengan tepat
nyeri/perubahan aktivitas (mis.,  Ajarkan penggunaan teknik non farmaklogi
anggota keluarga, pemberi asuhan) (seperti,biofeedback,TENS,
 Mengekspresikan perilaku (mis., hypnosiss,relaksasi,bimbingan antisipasi,
gelisah, merengek, menangis, terapi musik, terapi bermain, terapi aktivitas,
waspada) akupressur, aplikasi panas/dingin dan pijatan,
 Perilaku distraksi sebelum, sesudah dan jika memungkinkan
 Perubahan pada parameter ketika melakukan aktivitas yang
fisiologis (mis., tekanan darah, menimbulkan nyeri sebelum nyeri terjadi atau
frekuensi jantung, frekuensi meningkat, dan bersamaan dengan tindakan
pernapasan, saturasi oksigen, dan penurun rasa nyeri lainnya)
end-tidal karbon dioksida (CO2))  Kolaborasi dengan pasien keluarga dan tim
 Perubahan posisi untuk kesehatan lainnya untuk memilih dan
menghindari nyeri mengimplementasikan tindakan penurun
 Perubahan selera makan nyeri nonfarmakologi sesuai kebutuhan
 Putus asa  Berikan individu penurun nyeri yang optimal
 Sikap melindungi area nyeri dengan peresepan analgesic
 Sikap tubuh melindungi  Dukung istirahat/tidur yang adekuat untuk
Faktor yang berhubungan : membantu penurunan nyeri
 Agens cedera biologis (mis.,
infeksi, iskemia, neoplasma) Analgesic Administration
 Agens cedera fisik (mis., abses,  Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan
amputasi, luka bakar, terpotong, keparahan nyeri sebelum mengobati pasien
mengangkat berat, prosedur  Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosis
bedah, trauma, olahraga dan frekuensi obat analgesic yang diresepkan
berlebihan)  Cek adanya riwayat alergi obat
 Agens cedera kimiawi (mis., luka  Pilih rute IV dibandingkan IM untuk
bakar, kapsaisin, metilen klorida, pemberian analgesic secara teratur melalui
agens mustard) injeksi jika diperlukan
 Monitor tanda vital sebelum dan sesudah
pemberian analgesic pada pemberian dosis
pertama kali atau jika ditemukan tanda-tanda
yang tidak biasanya
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
2. Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan Tirah Baring
selama ….. x …. jam diharapkan hambatan  Jelaskan alasan diperlukannya tirah baring
Batasan Karakteristik : mobilitas fisik pada pasein dapat  Tempatkan matras atau kasur terapeutik dengan cara
 Dispnea setelah beraktivitas berkurang dengan kriteria hasil : yang tepat
 Gangguan sikap berjalan NOC :  Posisikan sesuai body alignment yang tepat
 Gerakan lambat Ambulasi  Hindari menggunakan kain linen kasur yang
 Gerakan spastic  Tidak terganggu untuk menopang berat teksturnya kasar
 Gerakan tidak terkoordinasi badan  Jaga kain linen kasur tetap bersih, kering, dan bebas
 Instabilitas postur  Tidak terganggu untuk berjalan dengan kerutan
 Kesulitan membolak – blik langkah yang efektif  Aplikasikan papan untuk kaki di tempat tidur
posisi  Tidak terganggu untuk berjalan dengan (pasien)
 Kerterbatasan rentang gerak pelan  Gunakan alat di tempat tidur yang melindungi pasien
 Ketidaknyamanan  Tidak terganggu untuk berjalan  Aplikasikan alat untuk mencegah footdrop
 Melakukan aktivitas lain dengan kecepatan sedang  Tinggikan teralis tempat tidur, dengan cara yang
sebagai pengganti pergerakan  Tidak terganggu untuk berjalan dengan tepat
(misal meningkatkan cepat  Letakkan alat untuk memposisikan tempat tidur
perhatian pada aktivitas  Tidak terganggu untuk berjalan dalam jangkauan yang mudah
orang lain, mengendalikan menaiki tangga  Letakkan lampu panggilan berada dalam jangkauan
perilaku, fokus pada aktivitas  Tidak terganggu untuk berjalan (pasien)
sebelum sakit) menuruni tangga  Letakkan meja di samping tempat tidur berada dalam
 Penurunan kemampuan  Tidak terganggu untuk berjalan
melakukan keterampilan menanjak jangkauan pasien
motorik halus  Tidak terganggu untuk berjalan  Tempelkan trapeze (segi tiga) di tempat tidur, dengan
 Penurunan keterampilan menurun cara yang tepat
melakukan motorik kasar  Tidak terganggu untuk berjalan dalam  Balikkan (pasien), sesuai dengan kondisi kulit
 Penurunan waktu reaksi jarak yang dekat (< 1 blok/20 meter)  Balikkan pasien yang tidak dapat mobilisasi paling
 Tremor akibat bergerak  Tidak terganggu untuk berjalan dalam tidak setiap 2 jam, sesuai dengan jadwal yang
jarak yang sedang (> 1 blok < 5 blok) spesifik
Faktor yang Berhubungan :  Tidak terganggu untuk berjalan dalam  Monitor kondisi kulit (pasien)
 Agens farmaseutikal jarak yang jauh (5 blok atau lebih)  Ajarkan latihan di tempat tidur, dengan cara yang
 Ansietas  Tidak terganggu untuk berjalan tepat
 Depresi mengelilingi kamar  Fasilitasi penggiliran kecil dari berat badan
 Disuse  Tidak terganggu untuk berjalan  Bantu menjaga kebersihan (misalnya dengan
 Fisik tidak bugar mengelilingi rumah menggunakan deodorant atau parfum)
 Gangguan fungsi kognitif  Tidak terganggu untuk menyesuaikan  Aplikasikan aktivitas sehari – hari
 Gangguan metabolism dengan perbedaan tekstur  Berikan stoking antiemboli
 Gangguan musculoskeletal permukaan/lantai  Monitor komplikasi dari tirah baring (misalnya
 Gangguan neuromuscular  Tidak terganggu untuk berjalan kehilangan tonus otot, nyeri punggung, konstipasi,
 Gangguan sensoriperseptual mengelilingi rintangan peningkatan stress, depresi, kebingungan, perubahan

 Gaya hidup kurang gerak siklus tidur, infeksi saluran kemih, kesulitan dalam

 Indeks massa tubuh diatas Ambulasi kursi roda berkemih, pneumonia)

persentil ke-75 sesuai usia  Tidak terganggu untuk perpindahan ke Peningkatan Mekanika Tubuh
dan dari kursi roda  Kaji komitmen pasien untuk belajar dan
 Intoleran aktivitas  Tidak terganggu untuk menjalankan menggunakan postur (tubuh) yang benar
 Kaku sendi kursi roda dengan aman  Kolaborasikan dengan fisioterapis dalam
 Keenganan memulai  Tidak terganggu untuk menjalankan mengembangkan peningkatan mekanika tubuh,
pergerakan kursi roda dalam jarak dekat sesuai indikasi
 Kepercayaan budayab  Tidak terganggu untuk menjalankan  Kaji pemahaman pasien mengenai mekanika tubuh
tentang aktivitas yang tepat kursi roda dalam jarak sedang dan latihan (misalnya mendemonstrasikan kembali
 Kerusakan integritas struktur  Tidak terganggu untuk menjalankan teknik melakukan aktivitas/latihan yang benar)
tulang kursi roda dalam jarak jauh  Informasikan pada pasien tentang struktur dan fungsi
 Keterlambatan  Tidak terganggu untuk menjalankan tulang belakang dan postur yang optimal untuk
perkembangan kursi roda melewati pembatas lantai bergerak dan menggunakan tubuh

 Kontraktur  Tidak terganggu untuk menjalankan  Edukasi pasien tentang pentingnya postur (tubuh)

 Kurang dukungan lingkungan kursi roda melewati pintu keluar masuk yang benar untuk mencegah kelelahan, ketegangan

(missal fisik atau social)  Tidak terganggu untuk menjalankan atau injuri

 Kurang pengetahuan tentang kursi roda melewati jalan yang  Edukasi pasien mengenai bagaimana menggunakan

nilai aktivitas fisik landai/menurun postur (tubuh) dan mekanika tubuh untuk mencegah

 Malnutrisi injuri saat melakukan berbagai aktivitas

 Nyeri Pergerakan  Kaji kesadaran pasien tentang abnormalitas

 Penurunan kekuatan otot  Keseimbangan tidak terganggu muskuloskeletalnya dan efek yang mungkin timbul

 Penurunan kekuatan  Koordinasi tidak terganggu pada jaringan otot dan postur

pengendali otot  Cara berjalan tidak terganggu  Edukasi penggunaan matras/tempat duduk atau

 Penurunan ketahanan tubuh  Gerakan otot tidak terganggu bantal yang lembut, jika diindikasikan

 Gerakan sendi tidak terganggu  Instruksikan untuk menghindari tidur dengan posisi
 Penurunan massa otot  Kinerja pengaturan tubuh tidak tengkurap
 Program pembatasan gerak terganggu  Bantu untuk mendemonstrasikan posisi tidur yang
 Kinerja transfer tidak terganggu tepat
 Berlari tidak terganggu  Bantu untuk menghindari duduk dalam posisi yang
 Melompat tidak terganggu sama dalam jangka waktu yang lama
 Merangkak tidak terganggu  Instruksikan pasien untuk menggerakkan kaki
 Berjalan tidak terganggu terlebih dahulu kemudian badan ketika memulai

 Bergerak dengan mudah tidak berjalan dari posisi berdiri

terganggu  Gunakan prinsip mekainak tubuh ketika menangani


pasien dan memindahkan peralatan
 Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasikan
latihan postur (tubuh) yang sesuai
 Bantu pasien untuk memilih aktivitas pemanasan
sebelum memulai latihan atau memulai pekerjaan
yang tidak dilakukan secara rutin sebelumnya
 Bantu pasien melakukan latihan fleksi untuk
memfasilitasi mobilisasi punggung sesuai indikasi
 Edukasi pasein/keluarga tentang frekuensi dan
jumlah pengulangan dari setiap latihan
 Monitor perbaikan postur (tubuh)/mekanika tubuh
pasein
 Berikan informasi tentang kemungkinan posisi
penyebab nyeri otot atau sendi

Terapi Latihan : Ambulasi


 Beri pasein pakaian yang tidak mengekang
 Bantu pasein untuk menggunakan alas kaki yang
memfasilitasi pasein untuk berjalan dan mencegah
cedera
 Sediakan tempat tidur berketinggian rendah, yang
sesuai
 Tempatkan saklar posisi tempat tidur di tempat yang
mudah dijangkau
 Dorong untuk duduk di temppat tidur, di samping
tempat tidur (“menjuntai”), atau di kursi,
sebagaimana yang dapat ditoleransi (pasein)
 Bantu pasein untuk duduk di sisi tempat tidur untuk
memfasilitasi penyesuain sikap tubuh
 Konsultasikan pada ahli terapi fisik mengenai
rencana ambulasi, sesuai kebutuhan
 Instruksikan ketersediaan perangkat pendukung, jika
sesuai
 Instruksikan pasien untuk memposisikan diri
sepanjang proses pemindahan
 Gunakan sabuk [untuk] berjalan (gait belt) untuk
membantu perpindahan dan ambulasi, sesuai
kebutuhan
 Bantu pasien untuk perpindahan, sesuai kebutuhan
 Berikan kartu penanda di kepala tempat tidur untuk
memfasilitasi belajar berpindah
 Terapkan/sediakan alat bantu (tongkat, walker/kursi
roda) untuk ambulasi, jika pasein tidak stabil
 Bantu pasein dengan ambulasi awal dan jika
diperlukan
 Instruksikan pasein/care giver mengenai pemindahan
dan teknik ambulasi yang aman
 Monitor penggunaan kruk pasein atau alat bantu
berjalan lainnya
 Bantu pasein untuk berdiri dan ambulasi dengan
jarak tertentu dan dengan jumlah staf tertentu
 Bantu pasein untuk membangun pecapaian yang
realistis unuk ambulasi jarak
 Dorong ambulasi independen dalam batas aman
 Dorong pasein untuk “bangkit sebanyak dan sesering
yang diinginkan” (up ad lib), jika sesuai
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

3. Risiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :


Faktor risiko selama ..... x ..... jam diharapkan : Infection Control
□ Kurang pengetahuan untuk menghindari NOC : □ Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien
pemajanan patogen Status imunitas lain
□ Malnutrisi □ Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi □ Pertahankan teknik isolasi
□ Obesitas □ Mendeskripsikan proses penularann □ Batasi pengunjung bila perlu
□ Penyakit kronis (mis. Diabetes mellitus) penyakit, factor yang mempengaruhi □ Instruksikan pada pengunjung untuk
□ Prosedur invasif penularan serta penatalaksanaannya mencuci tangan saat berkunjung
□ Menunjukkan kemampuan untuk meninggalkan pasien
Pertahanan Tubuh Primer Tidak Adekuat mencegah timbulnya infeksi □ Gunakan sabun antimikroba untuk cuci
□ Gangguan integritas kulit □ Jumlah leukosit dalam batas normal tangan
□ Gangguan peristalsis □ Menunjukkan perilaku hidup sehat □ Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
□ Merokok tindakan keperawatan
□ Pecah ketuban dini □ Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
□ Pecah ketuban lmbat penlindung
□ Perubahan pH sekresi □ Pertahankan lingkunan aseptic selama
□ Stasis cairan tubuh pemasangan alat
□ Ganti letak IV perifer dan line central dan
Pertahanan Tubuh Sekunder Tidak Adekuat dressing sesuai dengan petunjuk umum
□ Imunosupresi □ Gunakan kateter intermiten untuk
□ Leukopenia menurunkan infeksi kandung kencing
□ Penurunan hemoglobin □ Tingkatkan intake nutrisi
□ Supresi respons inflamasi (mis. □ Berikan terapi antibiotic bila perlu
Interleukin 6 [IL-6], C-reactive protein □ Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik
[CRP])] dan local
□ Vaksinasi tidak adekuat □ Monitor hitung granulosit, WBC
□ Monitor kerentanan terhadap infeksi
Pemajanan Terhadap Patogen Lingkungan □ Batasi pengunjung
Meningkat □ Pertahankan teknik aspesis pada pasien
□ Terpajan pada wabah yang beresiko
□ Pertahankan teknik isolasi k/p
□ Berikan perawatan kulit pada area epidema
□ Inspeksi kulit dan membrane mukosa
terhadap kemerahan, panas, dan drainase
□ Inspeksi kondisi luka/insisi bedah
□ Dorong masukkan nutrisi yang cukup
□ Dorong masukan cairan
□ Dorong istirahat
□ Instruksikan pasien untuk minum antibiotic
sesuai resep
□ Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
□ Ajarkan cara menghindari infeksi
□ Laporkan kecurigaan infeksi
□ Laporkan kultur positif

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

4. Risiko syok hipovolemik Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :


selama .... x .... jam diharapkan : Syok prevention
□ Monitor status sirkulasi BP, warna kulit,
NOC suhu kulit, denyut jantung, HR, dan ritme,
Syok prevention nadi perifer, dan kapiler refill
Syok management □ Monitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan
□ Nadi dalam batas yang diharapkan □ Monitor suhu dan pernafasan
□ Irama jantung dalam batas yang □ Monitor input dan output
diharapkan □ Pantau nilai labor:
□ Frekunsi napas dalam batas yang HB, HT, AGD, dan elektrolit
diharapkan □ Monitor hemodinamik invasi yang sesuai
□ Irama pernapasan dalam batas yang □ Monitor tanda dan gejala asites
diharapkan □ Monitor tanda awal syok
□ Natrium serum dbn □ Tempatkan pasien pada posisi supine, kaki
□ Kalium serum dbn elevasi untuk peningkatan preload dengan
□ Klorida serum dbn tepat
□ Kalsium serum dbn □ Lihat dan pelihara kepatenan jalan napas
□ Magnesium serum dbn □ Berikan cairan IV dan atau oral yang tepat
□ PH darah serum dbn □ Berikan vasodilator yang tepat
□ Ajarkan keluarga dan pasien tentang tanda
Hidrasi dan gejala datangnya syok
Indicator □ Ajarkan keluarga dan pasien tentang
□ Mata cekung tidak ditemukan langkah untuk mengatasi gejala syok
□ Demam tidak ditemukan
□ TD dbn Syok management
□ Hematokrit dbn □ Monitor fungsi neurologis
□ Monitor fungsi renal (e.g BUN dan Cr
Lavel)
□ Monitor tekanan nadi
□ Monitor status cairan, input, output
□ Catat gas darah arteri dan oksigen di
jaringan
□ Monitor EKG
□ Memanfaatkan pemantauan jalur arteri
untuk meningkatkan akurasi pembacaan
tekanan darah
□ Menggambarkan gas darah arteri dan
memonitor jaringan oksigenasi
□ Memantau tren dalam parameter
hemodinamik (misalnya CPV, MAP,
tekanan kapiler pulmonal/arteri)
□ Memantau factor penentu pengiriman
jaringan oksigen (misalnya PaO2 kadar
haemoglobin SaO2, CO) jika ada
□ Memantau tingkat karbondioksida
sublingual dan/atau tonometry

Diagnosa NOC NIC

Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer Setelah diberikan asuhan Manajemen Asam Basa
keperawatan selama ...x... jam,
Batasan Karakteristik: □ mempertahankan keefektifan jalan
perfusi jaringan perifer pasien
nafas klien dengan menggunakan nasal
□ Bruit Femoral menjadi efektif dengan kriteria hasil:
kanul atau masker oksigen
□ Edema
NOC: □ memposisikan klien untuk
□ Indeks ankle-brakhial <0,90
mendapatkan ventilasi yang adekuat
□ Kelambatan penyembuhan luka Perfusi Jaringan : Perifer
dengan memberikan posisi semi fowler
perifer
□ Pengisian Kapiler jari pada pasien
□ Klaudikasi intermiten
□ Pengisian Kapiler jari kaki □ mempertahankan kestabilan akses
□ Nyeri ekstremitas
□ Suhu kulit ujung kaki dan selang intravena dengan terapi diuretik
□ Paresthesia
tanagn □ memonitor kencenderungan PH arteri
□ Pemendekan jarak bebas nyeri yang
□ Kekuatan denyut nadi karotis PaCo2 dan HCo3 dengan pemeriksaan
ditempuh dalam uji berjalan 6 menit (kanan) Analisa Gas Darah (AGD)
□ Pemendekan jarak total yang □ Kekuatan denyut nadi karotis □ mengobservasi pola pernafasan dengan
ditempuh dalam uji berjalan 6 menit (kiri) melihat retraksi dada dan abdomen
(400-700m pada orang dewasa) □ Kekuatan denyut nadi klien
□ Penurunan nadi perifer brachialis (kanan) □ berikan pasien terapi yang mengandung
□ Perubahan fungsi motorik □ Kekuatan denyut nadi HCO3 dengan dosis yang tepat
□ Perubahan karakteristik kulit (mis. brachialis (kiri) □ mengatasi demam klien dengan
Warna, elastisitas, rambut, □ Denyut femoralis (kanan) memberikan obat oral parasetamol dan
kelembapan, kuku, sensasi, suhu) □ Denyut femoralis (kiri) intravena
□ Perubahan tekanan darah di □ Kekuatan denyut pedal □ memberikan pengobatan nyeri pada
ekstremitas (kanan) klien sesuai dengan takaran yang tepat
□ Tidak ada nadi perifer □ Kekuatan denyut pedal (kiri) □ memberikan terapi oksigen pada klien
□ Waktu pengisian kapiler > 3 detik □ Tekanan darah diastolik melalui nasal kanul atau masker
□ Warna kulit pucat saat elevasi dalam batas normal oksigen dengan tepat
□ Warna tidak kembali ke tungkai 1 □ Tekanan darah sistolik dalam Monitoring Asam Basa
menit setelah tungkai diturunkan batas normal
□ mengambil spesimen AGD, Urine, dan
Faktor yang Berhubungan: □ Nilai rata-rata tekanan darah
serum untuk Pemeriksaan
□ Bruit diujung kaki dan tanagn
□ Diabetes Melitus Laboratorium keseimbangan asam basa
□ MAP dalam batas normal
□ Gaya hidup kurang gerak □ menganalisa hasil pemeriksaan
□ Nadi teraba kuat
□ Hipertensi laboratorium AGD, serum, dan urine
□ Tidak terjadi udeme pada
□ Kurang pengetahuan tentang factor pada pasien yang mengalami kondisi
perifer.
pemberat (mis. Merokok, gaya hidup dengan effect yang lambat pada nilai
monoton, trauma, obesitas, asupan □ Nyeri diujung kaki dan Ph <7,35
garam, imobilitas) tangan yang terlokalisasi □ monitor tanda dan gejala kekurangan
□ Kurang pengetahuan tentang proses □ Nekrosis HCo3 yang ditandai dengan pernafasan
penyakit (mis. Diabetes, □ Mati rasa kusmaul, kelemahan, disorientasi, sakit
hiperlipidemia) □ Tingling kepala, anoreksia, koma, PH urine <6
□ Merokok □ Muka tidak lagi pucat □ Tinggikan anggota badan yang terkena
□ Tidak terjadi keram otot 20 derajat atau lebih dari jantung
□ Kerusakan integritas kulit □ Monitor tanda dan gejala kelebihan
□ Rubor HCo3 dan alkalosis metabolik ditandai
□ parastesial dengan mati rasa, kesemutan pada
ekstremitas, hipertonus otot,brakikardi,
kekakuan, pH urine >9
□ Anjurkan latihan ROM pasif atau aktif,
terutama latihan ekstremitas bawah,
selama istirahat.
□ Monitor tanda dan gejala turunnya nilai
PaCo2 dan alkalosis respiratori yang
ditandai dengan sering mendesah,
menguap, kejang, parastesia, kedutan,
kesemutan, mati rasa, pandangan
kabur, dan pusing
□ Monitor tanda dan gejala kelebihan
PaCo2 dan asidosis respiratori ditandai
dengan tremor pada tangan, bingung,
perasaan mengantuk sampai dengan
koma, sakit kepala, respon verbal
lambat, mual muntah, ekstremitas
berkeringat dan hangat

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

6. Kerusakan integritas kulit Setela dilakukan tindakan keperawatan NIC :


Batasan karakteristik : selama .... x .... jam diharapkan : Manajemen Tekanan
□ Benda asing menusuk permukaan kulit NOC : □ Anjurkan pasien untuk menggunakan
□ Kerusakan integritas kulit Integritas Jaringan : Kulit dan pakaian yang longgar.
Membran Mukosa □ Hindari kerutan pada tempat tidur
Faktor yang berhubungan : □ Sensasi, elastisitas, suhu kulit, hidrasi, □ Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
Ekternal integritas kulit dapat dipertahankan kering.
□ Agen farmaseutikal □ Perfusi jaringan baik □ Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)
□ Cedera kimiawi kulit (mis. Luka bakar, □ Tidak ada lesi pada kulit setiap dua jam sekali
kapsaisin, metilen klorida, agens □ Mampu melindungi dan □ Monitor kulit akan adanya kemerahan.
mustard) mempertahankan kelembaban kulit □ Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada
□ Faktor mekanik (mis. Daya gesek, daerah yang tertekan
tekanan, imobilitas fisik) □ Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
□ Hipertermia □ Monitor status nutrisi pasien
□ Hipotermia □ Memandikan pasien dengan sabun dan air
□ Kelembapan hangat
□ Lembap
□ Terapi radiasi
□ Usia ekstrem Perawatan Luka
□ Monitor karakteristik luka, termasuk
Internal drainase, warna, ukuran, dan bau
□ Gangguan metabolisme □ Bersihkan dengan normal saline atau
□ Gangguan pigmentasi pembersih yang tidak beracun, dengan tepat
□ Gangguan sensasi (akibat cedera □ Bersihkan balutan yang sesuai dengan jenis
medula spinalis, diabetes mellitus, dll) luka
□ Gangguan sirkulasi □ Posisikan untuk menghindari menempatkan
□ Gangguan turgor kulit ketegangan pada luka dengan tepat.
□ Gangguan volume cairan □ Reposisi pasien setidaknya setiap 2 jam,
□ Imunodefisiensi dengan tepat
□ Nutrisi tidak adekuat
□ Perubahan hormonal
□ Tekanan pada tonjolan tulang
4. Implementasi

Pelaksanaan atau implementasi merupakan realisasi dari rangkaian dan penetuan diagnosa keperawatan. Tahap pelaksanaan
dimulai setelah rencana tindakan disusun untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.

5. Evaluasi

Evaluasi yang diharapkan pada pasien fraktur disesuaikan dengan kriteria hasil yang telah ditentukan pada intervensi
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T. Heather.2015.Nanda International Inc. Diagnosis Keperawatan : definisi &


klasifikasi 2015-2017.Jakarta:EGC

Moorhead, Sue, dkk.2013.Nursing OutcomesmClassification (NOC) edisi ke-5.United Kingdom :


CV.Mocomedia

M.Bulecheck, Gloria, dkk. 2013.Nursing Intervention Classification (NIC) edisi ke-6. United
Kingdom : CV. Mocomedia

Mansjoer, Arief. 2005. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : FKUI


Apley, A.G.,L. Solomon. 1995. Buku Ajar Ortopedi Fraktur Sistem Apley Edisi 7. Jakarta:
Widya Medika.
Baughman, Diane C.2000. Keperawatan Medikal Bedah : Buku Saku untuk Brunner dan
Suddarth.Jakarta : EGC.
Brunner dan Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta
Corwin, Elizabeth J. 2010. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3. Jakarta; EGC
Engram, Barbara.1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah, Volume 3. Jakarta :
EGC.
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius

Anda mungkin juga menyukai