Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu sasaran penting dalam pelayanan kesehatan (yankes)
adalah anak-anak. Dari sejak dalam kandungan, sampai lahir dan
tumbuh berkembang, mereka perlu mendapatkan pengawasan dan
yankes yang optimal. Teknis pelayanannya tentu berbeda dibandingkan
melayani pasien dewasa. Sasaran lain dalam pelayanan kesehatan
adalah ibu hamil. Tenaga bidan sebagai bagian dari petugas pelayanan
puskesmas, sangat berperanan penting dalam program kesehatan ibu
dan anak (KIA). Guna memberikan kontribusi pelayanan yang optimal
kepada sasaran, maka setiap bidan harus memahami tugas pokoknya,
baik sebagai bidan koordinator, bidan desa (kelurahan) maupun bidan
klinik KIA Puskemas.
Penulis akan melakukan pengamatan mengenai pelaksanaan standar kerja
dalam melakukan pelayanan di Poli Rawat Jalan Kesehatan Ibu dan Anak
Puskesmas Keling I terutama dalam pelaksanaan pemeriksaan MTBS dan
pemeriksaan ibu hamil, dan hasil yang didapat diharapkan akan dapat memberikan
umpan balik positif untuk meningkatkan pelayanan di Poli Rawat Jalan Kesehatan
Ibu dan Anak Puskesmas Keling I pada khususnya dan standar pelayanan
Puskesmas Keling I secara keseluruhan.

B. Tujuan
Tujuan Umum
Mengetahui kinerja pelayanan pemeriksaan MTBS dan pemeriksaan ibu hamil di
poli ibu anak Puskesmas Keling I Jepara apakah telah sesuai dengan standart kerja.

Tujuan Khusus :
1. Mengetahui banyaknya waktu yang diperlukan untuk melakukan
pemeriksaan MTBS pada seorang balita yang datang ke poli ibu anak
Puskesmas Keling I.

1
2. Mengetahui jumlah balita yang dilakukan pemeriksaan MTBS dari
keseluruhan balita yang datang ke poli ibu anak Puskesmas Keling I periode
9-14 Agustus 2010.
3. Mengetahui kepatuhan petugas terhadap standar kerja pemeriksaan MTBS
dan pemeriksaan ibu hamil di poli ibu anak Puskesmas Keling I periode 9-14
Agustus 2010.

C. Definisi Operasional
1. Standar Kerja Pemeriksaan MTBS
Standar pemeriksaan MTBS di poli ibu anak puskesmas Keling I No: PK-
I.SK.3/04.01.07 tahun 2007 (terlampir)
2. Standar Kerja Pemeriksaan Ibu Hamil
Standar pemeriksaan ibu hamil di poli ibu anak puskesmas Keling I No: PK-
I.SK.3/04.01.01 (terlampir)

D. Metode Pengumpulan Data


Data primer pengamatan MTBS dan ANC didapatkan dengan observasi langsung.
• Tempat : Poli KIA Puskesmas Keling I
• Waktu : Hari Selasa, 10 Agustus 2010 – Sabtu,15 Agustus 2010
(pengamatan MTBS)
Hari Selasa, 10 Agustus 2010 – Sabtu, 22 Agustus 2010
(pengamatan ANC)
- Hari Senin – Kamis, pukul 7.00-14.00
- Hari Jumat pukul 07.00-11.00
- Hari Sabtu pukul 07.00-12.00
• Syarat : Terdapat pengamat dan bidan puskesmas
• Alat : Jam dinding, kertas dan alat tulis.
• Metode : Check list, wawancara

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2
A. Manajemen Terpadu Balita Sakit
Selama ini upaya menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) dan Balita
(AKBa) di tingkat pelayanan kesehatan dasar disamping menekankan
pencegahan primer melalui upaya-upaya yang bersifat promotif dan preventif,
juga telah memanfaatkan upaya pencegahan sekunder termasuk upaya kuratif
dan rehabilitatif di unit rawat jalan.
Pendekatan program perawatan balita sakit di negara-negara berkembang
termasuk Indonesia, yang dipakai selama ini adalah program intervensi secara
terpisah untuk masing-masing penyakit. Program intervensi secara vertikal,
antara lain pada program pemberantasan penyakit Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA), program pemberantasan penyakit diare, program pemberantasan
penyakit malaria, dan penanggulangan kekurangan gizi. Penanganan yang
terpisah seperti ini akan menimbulkan masalah kehilangan peluang dan putus
pengobatan pada pasien yang menderita penyakit lain selain penyakit yang
dikeluhkan dengan gejala yang sama atau hampir sama.
Untuk mengatasi kelemahan program atau metode intervensi tersebut, pada
tahun 1994 WHO dan UNICEF mengembangkan suatu paket yang memadukan
pelayanan terhadap balita sakit dengan cara memadukan intervensi yang terpisah
tersebut menjadi satu paket tunggal yang disebut Integrated Management of
Chilhood Ilness (IMCI). IMCI yang oleh WHO dikembangkan di negara-negara
Afrika dan India telah berhasil memberikan keterampilan terhadap tenaga
kesehatan yang bertugas di pelayanan kesehatan dasar. Keterampilan tersebut
antara lain meliputi bagaimana cara melakukan klasifikasi penyakit, menilai
status gizi, melakukan pengobatan secara benar, melakukan proses rujukan
dengan cepat dan benar dan juga dapat menjadikan pengurangan biaya pada
pelayanan kesehatan.
Pada tahun 1997 IMCI mulai dikembangkan di Indonesia dengan nama
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) yaitu suatu program yang bersifat
menyeluruh dalam menangani balita sakit yang datang ke pelayanan kesehatan
dasar. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) menangani balita sakit
menggunakan suatu algoritme, program ini dapat mengklasifikasi penyakit-
penyakit secara tepat, mendeteksi semua penyakit yang diderita oleh balita sakit,

3
melakukan rujukan secara cepat apabila diperlukan, melakukan penilaian status
gizi dan memberikan imunisasi kepada balita yang membutuhkan. Selain itu,
bagi ibu balita juga diberikan bimbingan mengenai tata cara memberikan obat
kepada balitanya di rumah, pemberian nasihat mengenai makanan yang
seharusnya diberikan kepada balita tersebut dan memberi tahu kapan harus
kembali ataupun segera kembali untuk mendapat pelayanan tindak lanjut,
sehingga MTBS merupakan paket komprehensif yang meliputi aspek preventif,
promotif, kuratif, maupun rehabilitatif.
B. Pemeriksaan Ibu Hamil

4
BAB III
HASIL PENGAMATAN

A. Kecepatan Pelayanan UGD


1. Pasien yang Membutuhkan Tindakan
No. Tindakan Σ Lama Waktu yang Waktu Waktu
Dibutuhkan (menit) Tercepat Terlama
<5’ 5-10’ >10’
1 Hecting 4 4 < 1’ 2’
2 Nebulizer 2 2 1’ 2’
3 Aff hecting/ 9 9 1’ 2’
ganti balut/
wound toilet
4 Corpus 2 2 <1’
alienum
5 Aspirasi 3 3 <1’ 2’
serumen
Total 20 20
Rata-rata ± 1’
waktu

Penyulit:
- Pasien banyak dan datang bersamaan

2) Pasien Rawat Jalan


Lama Waktu yang dibutuhkan Rata-rata Waktu Waktu
<5’ 5-10’ >10’
Tercepat Terlama
4 (44,4%) 4 (44,4%) 1 (11,1%) 7,44’ 1’ 30’

Penyulit:
- Dokter sedang visit
- Observasi pasien histeri (30’)

3) Pasien Rawat Inap


Lama Waktu yang dibutuhkan Rata-rata Waktu Waktu
<5’ 5-10’ >10’
Tercepat Terlama

5
- 6 (46,2%) 7 (53,8%) 10’ 5’ 17’

Penyulit:
- Dokter sedang visit
- Menungggu ruangan (ruangan penuh)
- Pertimbangan pasien dalam memilih ruangan
- Kesulitan memasang infus
- Pasien memerlukan observasi di UGD (pasien kejang demam)

B. Prosedur Tindakan
1) Cuci Tangan
No. Tindakan Ya Tidak
1. 7 langkah cuci tangan 1 19
2. Menggunakan sabun 20
3. Mengeringkan tangan 20
Turn over handuk:
- Paling cepat : 5 jam
- Paling lama : 2 hari
- Jumlah handuk : 5 buah, 1 handuk dipakai untuk banyak orang.

2) Hecting
No Tindakan Hecting Ya Tidak

1. Cuci tangan 4

2. Menyiapkan alat 4

3. Menggunakan alat pelindung diri : 4


handscoon

4. Informed consent 4

5. Desinfeksi 4

6. Anestesi lokal 4

7. H2O2, NaCl 4

8. Membuang benda asing, jaringan nekrotik 4

9. Mengganti handscoon 4

6
10. Menutup luka dengan sofratul &/ kasa 4
betadin

11. Membereskan alat : jarum abocath, 4


hecting set

12. Mencuci tangan 4

3) Memasang Infus
No Tindakan Pemasangan Infus Ya Tidak

1. Cuci tangan 2 11

2. Menyiapkan alat 13

3. Informed consent 13

4. Memasang torniquet 5 cm proksimal 13


tempat penusukan

5. Desinfeksi tempat penusukan dengan benar 13

6. Memasangkan selang infus ke jarum 13


dengan benar

7. Menutup tempat penusukan dengan kasa 13


betadine

8. Fiksasi 13

9. Mengatur tetesan infuse 1 12

10. Membereskan alat : jarum abocath, dll 13

11. Mencuci tangan 1 12

4) Dekontaminasi Alat
No. Pertanyaan Ya Tidak
1. Mengetahui tentang dekontaminasi alat ? 6
2. Mengetahui langkah-langkah dekontaminasi ? 5 1
3. Apakah tindakan yang dilakukan sudah sesuai 1 5
dengan langkah-langkah protap ?

Kendala:
- Keterbatasan waktu untuk melakukan pengamatan di poli rawat jalan.

7
- Kurangnya jumlah sampel pengamatan untuk pemeriksaan ibu hamil.

BAB IV
PEMBAHASAN

A. Identifikasi Masalah
1. Kecepatan Pelayanan
Kecepatan pelayanan di UGD Puskesmas Keling I dalam hal akan
dilakukan tindakan tergolong cepat yaitu rata-rata 1 menit siap dilakukan
tindakan.
Kecepatan pelayanan rawat inap dan rawat jalan rata-rata dalam rentang
waktu 5-10 menit. Hal ini disebabkan dokter tidak selalu berada di UGD
dan lamanya pelayanan tergantung penyakit dan kondisi pasien.

8
Sedangkan pelayanan rawat inap dengan waktu >10 menit sebagian besar
karena pasien menunggu mendapatkan ruangan, misalnya saat ruangan
penuh dan kesulitan dalam memasang infus (pada pasien anak-anak).

2. Prosedur Tindakan
1. Tindakan cuci tangan
Kesimpulan dari prinsip mencuci tangan dari beberapa standar
referensi yang kami kumpulkan adalah cuci tangan dengan air
mengalir minimal selama 10 detik dengan menggunakan sabun atau
zat antimikroba yang efektif, jangan menggunakan cincin atau jam
tangan saat cuci tangan, menggunakan tissue sekali pakai untuk
mengeringkan tangan, dan mematikan keran air dengan tissue.
Prosedur cuci tangan UGD Puskesmas Keling I dengan
menerapkan prosedur 7 langkah cuci tangan dan memakai sabun ,
telah sesuai dengan standar referensi yang ada. Namun untuk langkah
mengeringkan tangan dengan menggunakan handuk kering sebaiknya
diperbaiki, karena pada kenyataannya handuk kering tersebut bisa
menjadi sumber infeksi karena digunakan secara bersama-sama dan
terkadang handuk tersebut menjadi lembab hingga menjadi sarang
kuman. Sehingga saran kami untuk protap cuci tangan adalah dengan
mengganti item yang terakhir dengan mengeringkan tangan dengan
tissue sekali pakai dan menutup keran dengan tissue tersebut.
Tindakan cuci tangan yang dilakukan jika menggunakan prinsip
cuci tangan yang benar akan mengurangi resiko penyebaran patogen.
Di UGD Puskesmas Keling I, tindakan cuci tangan sudah dilakukan,
tetapi masih terdapat kekurangan yaitu tidak menggunakan 7 langkah
cuci tangan, selain itu mengeringkan tangan dengan handuk yang
kadang-kadang masih basah / lama tidak diganti. Hal ini dapat
menyebabkan tindakan cuci tangan menjadi tidak bermanfaat karena
tangan menjadi tidak bersih lagi.
2. Manajemen luka.

9
Protap manajemen luka UGD Puskesmas Keling I pada
prinsipnya telah sesuai dengan standar referensi manajemen luka
yang kami jadikan acuan.
Tindakan hecting di UGD Puskesmas Keling I sebagian besar
sudah sesuai dengan prosedur, tetapi masih terdapat kekurangan
yaitu:
- Petugas tidak cuci tangan sebelum menggunakan
handscoon
- Tidak menggunakan handscoon steril
- Tidak menyiapkan semua alat yang diperlukan sekaligus
(bolak-balik mengambil alat di autoklaf).
- Tidak mengganti handscoon setelah dilakukan tindakan
membersihkan luka (bila luka kotor) dan kemudian melakukan
hecting luka.
3. Memasang infus
Pada standar pelayanan pemasangan infus di UGD Puskesmas
Keling I terdapat beberapa hal yang perlu menjadi perhatian. Dalam
standar tersebut tidak dicantumkan perlunya memakai handscoon
bersih dalam tindakan pemasangan infus. Pemakaian handscoon
tersebut bertujuan untuk melindungi petugas UGD dari kemungkinan
bahaya kontaminasi cairan tubuh pasien. Kemudian yang perlu
menjadi perhatian lagi adalah perlunya memberikan label tanggal
dipasang infus tersebut, karena akan bermanfaat bagi pasien dan
perawat dalam menentukan kapan waktu mengganti set infus
tersebut.
Tindakan memasang infus sebagian besar telah dilakukan sesuai
dengan prosedur tetap Puskesmas Keling I, tetapi terdapat beberapa
langkah yang tidak dilakukan yaitu:
- Cuci tangan sebelum memasang infus
Menurut bahan dari referensi, dilakukan tindakan cuci tangan
sebelum memasang infus. Walaupun kecil resikonya terdapat

10
penyebaran patogen dalam pemasangan infus, sebaiknya tetap
dilakukan cuci tangan.
- Mengatur tetesan infus
Hampir semua tindakan memasang infus yang diamati, tidak
dilakukan pengaturan tetesan infus sesuai permintaan dokter.
Padahal jumlah cairan parenteral yang masuk harus sesuai
dengan kebutuhan pasien.
4. Dekontaminasi
Langkah dekontaminasi alat UGD Puskesmas Keling I telah
memenuhi standar referensi dekontaminasi, namun yang perlu
dipertimbangkan adalah tambahan langkah untuk membungkus alat
medis sebelum disterilkan dalam alat sterilisator untuk mengamankan
alat yang telah disterilkan dari kontaminasi kembali.
Dari wawancara, hampir semua petugas UGD mengetahui
tindakan dan langkah-langkah dekontaminasi, tetapi kadang-kadang
tidak dilakukan sesuai dengan prosedur standar puskesmas.
Disebabkan antara lain,
- Terdapat banyak pasien yang membutuhkan penggunaan
alat hecting dsb, sehingga tidak ada waktu yang cukup untuk
dekontaminasi sesuai prosedur
- Tidak terdapat handscoon tebal untuk membersihkan alat.
- Tidak terdapat tempat khusus untuk merendam alat dalam
larutan Chlorin.
- Tidak terdapat tempat khusus untuk menyimpan alat yang
telah steril.

B. Alternatif Pemecahan Masalah


Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan selama 8 hari di UGD Puskesmas
Keling I, terdapat beberapa masalah yang memiliki kendala keterbatasan sarana
dan prasarana serta sumber daya manusia yaitu:
1. Kecepatan Pelayanan

11
Pada pelayanan UGD yang lebih lama biasanya disebabkan tidak
seimbangnya antara jumlah pasien dan jumlah perawat, selain itu dokter
tidak selalu berada di UGD.
2. Prosedur Tindakan
1) Cuci tangan
Dalam pengamatan yang penulis lakukan, sebagian besar petugas
UGD:
• Tidak cuci tangan sebelum
melakukan tindakan dan tidak melaksanakan 7 langkah cuci
tangan.
• Tempat cuci tangan yang
tidak mendukung (menjadi satu dengan tempat cuci alat).
• Handuk untuk
mengeringkan tangan dipakai bersama-sama
Solusi yang bisa dilakukan adalah dengan :
• Melakukan sosialisasi
pentingnya tindakan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan
kontak dengan pasien.
• Membuat satu tempat cuci
tangan (wastafel) yang terpisah dan ergonomis khusus untuk cuci
tangan di tempat yang strategis.
• Menggunakan cairan cuci
tangan anti bakteri yang tanpa membilas dengan air (misalnya,
alkohol 70%).
• Mengganti handuk dengan
tissue atau handuk kecil sekali pakai.
2) Hecting
- Petugas tidak cuci tangan sebelum menggunakan handscoon
 Sosialisasi pentingnya cuci tangan sebelum melakukan tindakan.
- Tidak menggunakan handscoon steril
 Melakukan
sterilisasi handscoon.

12
 Sosialisasi
prosedur manajemen luka yang steril dan pentingnya sterilitas
dalam manajemen luka
- Tidak menyiapkan semua alat yang diperlukan sekaligus / alat
yang diambil tidak berfungsi optimal sehingga petugas harus bolak
balik mengambil alat di autoklaf.
 Tiap set hecting dimasukkan dalam satu wadah, petugas
mengambil satu wadah setiap kali hecting.
 Pengecekan secara berkala kelayakan fungsi alat.
- Tidak mengganti handscoon setelah dilakukan tindakan
membersihkan luka (bila luka kotor) dan kemudian melakukan
hecting luka.
Penggantian handscoon dilakukan untuk menghindari kuman
patogen yang didapat dari kontak dengan luka kotor. Bila
handscoon tidak diganti, dapat dilakukan dekontaminasi, misalnya
dengan menyemprotkan alkohol 70% ke handscoon. Tetapi kendala
lain yaitu harus terdapat asisten yang melakukannya.
3) Memasang infus
- Tidak cuci tangan
- Tidak mengatur tetesan infus
 Mengingatkan tentang pentingnya mengatur tetesan infus,
berkaitan dengan jumlah cairan parenteral yang masuk ke
intravaskuler.

4) Dekontaminasi alat
Alternatif:
- Menyediakan handscoon tebal untuk membersihkan alat.
- Menambah hecting set
- Menyediakan wadah plastik tertutup untuk chlorin yang dapat
diganti setiap hari sehingga lebih cepat dalam merendam alat.

13
- Menyediakan tempat atau almari tersediri untuk alat-alat yang
sudah disterilisasi sehingga tidak terkontaminasi oleh alat belum
disteril.

14
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan selama 8 hari terhadap pelaksanaan
standar pelayanan di UGD Puskesmas Keling I, kami simpulkan:
1. Waktu pelayanan untuk prosedur rawat inap, dan rawat jalan rata-rata adalah
antara 5 hingga 10 menit. Beberapa kendala yang ditemukan antara lain
adalah karena jumlah pasien yang banyak dan datang bersamaan, dan
beberapa faktor teknis lainnya misalnya berupa dokter jaga tidak ada di
tempat saat pasien datang, atau harus menunggu kamar pada pasien rawat
inap karena ruangan penuh.
2. Waktu pelayanan untuk prosedur UGD yang membutuhkan tindakan rata-
rata adalah 1 menit. Bila waktu tersebut melebihi 1 menit, biasanya
dikarenakan pasien yang datang bersamaan, sehingga pasien harus mengantri
untuk mendapatkan tindakan.
3. Kepatuhan menjalankan prosedur tindakan yang dilakukan di UGD yang
dilakukan oleh petugas UGD :
a. Cuci tangan : rata-rata dari hasil pengamatan yang kami lakukan dari
tindakan cuci tangan adalah petugas tidak tidak cuci tangan sebelum
melakukan tindakan dan tidak menjalankan 7 langkah cuci tangan. Selain itu
petugas mengeringkan tangan setelah cuci tangan dengan handuk yang
dipakai bersama-sama dan jarang diganti.
b. Manajemen luka : sebagian besar petugas tidak cuci tangan sebelum
melakukan tindakan tersebut, tidak meyiapkan alat sebelum tindakan, selain
itu petugas juga tidak mengganti handscoon setelah tindakan debridement
luka, dan tidak menggunakan handscoon yang steril.
c. Memasang infus : hampir sama dengan manajemen luka, sebagian besar
petugas tidak mencuci tangan sebelum tindakan, tidak mengatur tetesan
infus sesuai saran dokter, dan setelah melakukan tindakan tidak mencuci
tangan.

15
4. Tindakan dekontaminasi : dari wawancara yang kami lakukan dengan
petugas UGD, semua hampir semua petugas UGD mengetahui dan
memahami tentang tindakan dekontaminasi alat, mengetahui langkah
dekontaminasi yang sesuai dengan standar yang telah ditentukan, namun
tidak melaksanakan standar tersebut karena beberapa hal, antara lain karena
keterbatasan alat dan bahan dalam prosedur dekontaminasi.

B. SARAN
1. Kepala Puskesmas Keling I
Untuk memperbaiki standar prosedur layanan di UGD dengan menggunakan
referensi yang ada sehingga pelayanan di UGD Puskesmas Keling I menjadi
lebih baik. Selain itu, disarankan memperbaiki dan meningkatkan sarana dan
prasarana yang ada di UGD.
2. Kepala UGD
Melakukan sosialisasi standar prosedur pelayanan dan tindakan kepada petugas
UGD sehingga dapat lebih memahami dan mematuhi standar demi peningkatan
pelayanan di UGD.
3. Petugas UGD
Mematuhi standar prosedur yang berlaku dan memberikan saran yang
membangun dalam perbaikan pelayanan UGD.
4. Untuk penelitian berikutnya
Untuk penelitian berikutnya kami sarankan untuk memperlama jangka waktu
pengamatan. Selain itu dapat dilakukan pengisian kuesioner oleh petugas UGD
dan pasien UGD tentang kepuasan pelanggan sehingga dapat menilai apakah
pelayanan petugas UGD sesuai dengan kepuasan pasien UGD. Kemudian dalam
pengamatan untuk lebih akurat dapat digunakan stop watch untuk mengukur
waktu pelayanan.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Prosedur Tetap UGD Puskesmas Keling I tahun 2008.


2. Kozier. B, dkk. Fluid, Electrolyte, and Acid-Base Imbalance. In Fundamental of
Nursing. 6th Ed; Prentice Hall Inc. New Jersey. 2000: 1301-1363.
3. Kozier. B, dkk. Asepsis. In Fundamental of Nursing. 6th Ed; Prentice Hall Inc.
New Jersey. 2000: 632-671.
4. http://id.wikipedia.org/wiki/ISO_9001. [on line] 2010. [cited 2010 Aug 1]
5. http://en.wikipedia.org/wiki/ISO_9000. [on line] 2010. [cited 2010 Aug 1]
6. Cleaning, Disinfection, and Sterilization of Medical Equipment. [on line]. [cited
2010 Aug 1]. Available from :
http://www.ems.org.eg/esic_home/data/giued_part1/Cleaning.pdf
7. Bachsinar, B. Asepsis dan Antisepsis. Dalam Bedah Minor.
Cetakan I; Penerbit Hipokrates. Jakarta. 1992.

17

Anda mungkin juga menyukai