Anda di halaman 1dari 7

BAB 2

PEMBAHASAN
1. Teori herpes zoster
A. Definisi
Herpes zooster adalah radang kulit akut dan setempat yang merupakan
reaktivasi virus variselo-zaster dari infeksi endogen yang telah menetap dalam bentuk
laten setelah infeksi primer oleh virus ( Marwali, 2000).
Sedangkan menurut Sjaiful (2002), merupakan penyakit neurodermal ditandai dengan
nyeri radikular unilateral serta erupsi vesikuler berkelompok dengan dasar eritematoso
pada daerah kulit yang dipersarafi oleh saraf kranialis atau spinalis.
Demikian menurut Mansjoer A (2007). Herpes zoster (dampa,cacar ular) adalah
penyakit yang disebabkan infeksi virus varisela-zoster yang menyerang kulit dan
mukosa. Infeksi ini merupakan reaktivasi virusyang terjadi setelah infeksi primer.
Dari tiga pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan, herpes zooster adalah radang kulit
akut dan setempat yang merupakan reaktivasi virus variselo-zaster yang menyerang kulit
dan mukosa ditandai dengan nyeri radikular unilateral serta erupsi vesikuler
berkelompok dengan dasar eritematoso.

B. Etiologi
Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi dari virus varicella zoster .
Infeksiositas virus ini dengan cepat dihancurkan oleh bahan organic, deterjen, enzim
proteolitik, panas dan suasana Ph yang tinggi. Masa inkubasinya 14–21 hari.
1. Usia lebih dari 50 tahun, infeksi ini sering terjadi pada usia ini akibat daya tahan
tubuhnya melemah. Makin tua usia penderita herpes zoster makin tinggi pula resiko
terserang nyeri.
2. Orang yang mengalami penurunan kekebalan (immunocompromised) seperti HIV
dan leukimia. Adanya lesi pada ODHA merupakan manifestasi pertama dari
immunocompromised.
3. Orang dengan terapi radiasi dan kemoterapi.
4. Orang dengan transplantasi organ mayor seperti transplantasi sumsum tulang.
1) Factor pencetus kambuhnya Herpes zoster antara lain, Trauma / luka,
Kelelahan, Demam, Alkohol, Gangguan pencernaan, Obat – obatan, Sinar
ultraviolet, Haid
2) Stress
Secara umum, penyebab dari terjadinya herpes simpleks ini adalah sebagai
berikut, Herpes Virus Hominis (HVH), Herpes Simplex Virus (HSV),
Varicella Zoster Virus (VZV), Epstein Bar Virus (EBV) dan Citamoga lavirus
(CMV)
Namun yang paling sering herpes simpleks disebabkan oleh virus
herpes simpleks tipe I dan tipe II. Cara penularan melalui hubungan kelamin,
tanpa melalui hubungan kelamin seperti melalui alat-alat tidur, pakaian, handuk
atas sewaktu proses persalinan/partus pervaginaan pada ibu hamil dengan
infeksi herpes pada alat kelamin lua
C. Patofisiologi
Herpes zoster bermula dari Infeksi primer dari VVZ (virus varisells zoster) ini pertama
kali terjadi di daerah nasofaring. Disini virus mengadakan replikasi dan dilepas ke darah
sehingga terjadi viremia permulaan yang sifatnya terbatas dan asimptomatik. Keadaan
ini diikuti masuknya virus ke dalam Reticulo Endothelial System (RES) yang
kemudian mengadakan replikasi kedua yang sifat viremianya lebih luas dan simptomatik
dengan penyebaran virus ke kulit dan mukosa. Sebagian virus juga menjalar melalui
serat-serat sensoris ke satu atau lebih ganglion sensoris dan berdiam diri atau laten
didalam neuron. Selama antibodi yang beredar didalam darah masih tinggi, reaktivasi
dari virus yang laten ini dapat dinetralisir, tetapi pada saat tertentu dimana antibodi
tersebut turun dibawah titik kritis maka terjadilah reaktivasi dari virus sehingga terjadi
herpes zoster.

Patofisiologi herpes simpleks masih belum jelas, ada kemungkinan :

a. Infeksi primer akibat transmisi virus secara langsung melalui jalur neuronal dari
perifer ke otak melalui saraf Trigeminus atau Offactorius.
b. Reaktivitas infeksi herpes virus laten dalam otak.
c. Pada neonatus penyebab terbanyak adalah HSV-2 yang merupakan infeksi dari
secret genital yang terinfeksi pada saat persalinan.
D. Pathway
E. Manifestasi Klinik
1. Gejala prodomal
- Keluhan biasanya diawali dengan gejala prodomal yang berlangsung
selama 1 – 4 hari.
- Gejala yang mempengaruhi tubuh : demam, sakit kepala, fatige, malaise, nusea,
rash, kemerahan, sensitive, sore skin ( penekanan kulit), neri, (rasa terbakar atau
tertusuk), gatal dan kesemutan. Nyeri bersifat segmental dan
- Berupa kemerahan, sensitive terhadap cahaya, pembengkakan kelopak mata.
Kekeringan mata, pandangan kabur, penurunan sensasi penglihatan dan lain –
lain
2. Timbul erupsi kulit
a. Kadang terjadi limfadenopati regional
b. Erupsi kulit hampir selalu unilateral dan biasanya terbatas pada daerah yang
dipersarafioleh satu ganglion sensorik. Erupsi dapat terjadi di seluruh bagian
tubuh, yang tersering di daerah ganglion torakalis.
c. Lesi dimulai dengan macula eritroskuamosa, kemudian terbentuk papul– papul
dan dalam waktu 12–24 jam lesi berkembang menjadi vesikel. Pada hari ketiga
berubah menjadi pastul yang akan mengering menjadi krusta dalam 7–10 hari.
Krusta dapat bertahan sampai 2–3 minggu kemudian mengelupas. Pada saat ini
nyeri segmental juga menghilang
d. Lesi baru dapat terus muncul sampai hari ke 4 dan kadang–kadang sampai hari
ke 7
e. Erupsi kulit yang berat dapat meninggalkan macula hiperpigmentasi dan
jaringan parut (pitted scar)
f. Pada lansia biasanya mengalami lesi yang lebih parah dan mereka lebih
sensitive terhadap nyeri yang dialami

3. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic pada Herpes zoster. Tes diagnostic ini untuk
membedakan dari impetigo, kontak dermatitis dan herps simplex :
1. Tzanck Smear : mengidentifikasi virus herpes tetapi tidak dapat membedakan herpes
zoster dan herpes simplex
2. Immunofluororescent : mengidentifikasi varicella di sel kulit
3. Pemeriksaan histopatologik
4. Pemerikasaan mikroskop electron
5. Kultur virus
6. Identifikasi anti gen / asam nukleat VVZ (virus varisela zoster)
7. Deteksi antibody terhadap infeksi virus:
a. Virologi:
1) Mikroskop cahaya.
2) Pemeriksaan antigen langsung (imunofluoresensi).
3) PCR,
4) Kultur Virus,
b. Serologi
1. ELISA,
2. Western Blot Test,
3. Biokit HSV-II
4. Komplikasi
Herpes zoster tidak menimbulkan komplikasi pada kebanyakan orang. Bila
timbul komplikasi, hal-hal berikut dapat terjadi:
1. Neuralgia pasca herpes. Ini adalah komplikasi yang paling umum. Nyeri saraf
(neuralgia) akibat herpes zoster ini tetap bertahan setelah lepuhan kulit
menghilang.
2. Infeksi kulit. Kadang-kadang lepuhan terinfeksi oleh bakteri sehingga kulit
sekitarnya menjadi merah meradang. Jika hal ini terjadi maka Anda mungkin
perlu antibiotic
3. Masalah mata. Herpes zoster pada mata dapat menyebabkan peradangan
sebagian atau seluruh bagian mata yang mengancam penglihatan.
4. Kelemahan/layuh otot. Kadang-kadang, saraf yang terkena dampak adalah saraf
motorik dan saraf sensorik yang sensitif. Hal ini dapat menimbulkan
kelemahan (palsy) pada otot-otot yang dikontrol oleh saraf.
5. Komplikasi lain. Misalnya, infeksi otak oleh virus varisela-zoster, atau
penyebaran virus ke seluruh tubuh. Ini adalah komplikasi yang sangat serius tapi
jarang terjadi.
5. Penatalaksanaan Medis
Herpes zoster biasanya sembuh sendiri setelah beberapa minggu. Biasanya
pengobatan hanya diperlukan untuk meredakan nyeri dan mengeringkan
inflamasi.
1. Pada stadium vesicular diberi bedak salicyl 2% atau bedak kocok kalamin untuk
mencegah vesikel pecah.
2. Bila vesikel pecah dan basah, diberikan kompres terbuka dengan larutan
antiseptik atau kompres dingin dengan larutan burrow 3 x sehari selama 20 menit.
3. Pereda nyeri. Salah satu masalah terbesar herpes zoster adalah rasa nyeri. Nyeri
ini kadang-kadang sangat keras. Parasetamol dapat digunakan untuk
meredakan sakit. Jika tidak cukup membantu, silakan tanyakan kepada dokter
Anda untuk meresepkan analgesik yang lebih kuat.
4. Antivirus. Penggunaan obat antivirus diberikan 72 jam setelah terbentuk
ruam akan mempersingkat durasi terbentuknya ruam dan meringankan rasa sakit.
Apabila gelembung telah pecah, maka penggunaan antivirus tidak efektif lagi.
5. Steroid. Steroid membantu mengurangi peradangan dan mempercepat
penyembuhan lepuhan. Namun, penggunaan steroid untuk herpes zoster masih
kontroversial. Steroid juga tidak mencegah neuralgia pasca herpes.

2. Teori Askep (Pengkajian)

1. Biodata
a. Identitas Pasien
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
b. Riwayat penyakit Sekarang
c. Riwayat penyakit keluarga
d. Riwayat penyakit dahulu
e. Riwayat psikososial.
3. Pola Kehidupan
a. Aktivitas dan Istirahat
Apakah pasien mengeluh merasa cemas, tidak bisa tidur karena nyeri, dan
gatal.
b. Pola Nutrisi dan Metabolik
Bagaimana pola nutrisi pasien, apakah terjadi penurunan nafsu makan,
anoreksia.
c. Pola Aktifitas dan Latihan
d. Dengan adanya nyeri dan gatal yang dirasakan, terjadi penurunan pola
e. akifitas pasien.
d. Pola Hubungan dan peran
Klien akan sedikit mengalami penurunan psikologis, isolasi karena adanya gangguan citra
tubuh.
4. Pengkajian fisik
a. Pengkajian fisik
1) Keadaan Umum
2) Tingkat Kesadaran
b. TTV
1) Head To Toe
a) Kepala
b) Kulit kepala
2) Rambut
Warna rambut hitam, tidak ada bau pada rambut, keadaan rambut tertata
rapi.
3) Mata (Penglihatan)
Posisi simetris, pupil isokor, tidak terdapat massa dan nyeri tekan, tidak
ada penurunan penglihatan.
4) Hidung (Penciuman)
Posisi sektum naso tepat ditengah, tidak terdapat secret, tidak terdapat
lesi, dan tidak terdapat hiposmia. Anosmia, parosmia, kakosmia.
5) Telinga (Pendengaran)
a) Inspeksi
b) Daun telinga : tidak terdapat lesi, kista epidemoid, dan keloid
c) Lubang telinga : tidak terdapat obstruksi akibat adanya benda asing.
d) Palpasi
Tidak terdapat edema, tidak terdapat nyeri tekan pada otitis media
dan mastoidius.
e) Pemeriksaan pendengaran
f) Test audiometric : 26 db (tuli ringgan)
g) Test weber : telinga yang tidak terdapat sumbatan mendengar
lebih keras.
h) Test rinne : test (-) pada telinga yang terdapat sumbatan
6) Mulut dan gigi
Mukosa bibir lembab, tidak pecah-pecah, warna gusi merah muda, tidak
terdapat perdarahan gusi, dan gigi bersih.
7) Leher
Posisi trakea simetris, tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada
pembesaran vena jugularis, tidak ada nyeri tekan.
8) Thorak
a) Bentuk : simetris
b) Pernafasan : regular
c) Tidak terdapat otot bantu pernafasan
9) Abdomen
a) Inspeksi
b) Bentuk : normal simetris
c) Benjolan : tidak terdapat benjolan
d) Palpasi
e) Tidak terdapat nyeri tekan
f) Tidak terdapat massa / benjolan
Tidak terdapat tanda tanda asites
h) Tidak terdapat pembesaran hepar
i) Perkusi
j) Suara abdomen : tympani.
10) Reproduksi
Pada pemeriksaan genitalia pria, daerah yang perlu diperhatikan adalah
bagianglans penis, batang penis, uretra, dan daerah anus. Sedangkan pada
wanita,daerah yang perlu diperhatikan adalah labia mayora dan minora,
klitoris, introitus vagina, dan serviks. Jika timbul lesi, catat jenis, bentuk,
ukuran / luas,warna, dan keadaan lesi. Palpasi kelenjar limfe regional,
periksa adanyapembesaran; pada beberapa kasus dapat terjadi pembesaran
kelenjar limferegional
11) Ekstremitas
Tidak terdapat luka dan spasme otot.
Integument ditemukan adanya vesikel-vesikel berkelompok yang
nyeri,edema di sekitar lesi,dan dapat pula timbul ulkus pada infeksi
sekunder.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit.
2. Nyeri dan rasa gatal berhubungan dengan lesi kulit.
3. Potensial terjadi penyebaran penyakit s.d infeksi virus
C. INTERVENSI
Diagnosa I
Tujuan : Integritas kulit mulai kembali normal
riteria hasil :
1. Mempertahakan integritas kulit.
2. Tidak ada maserasi.
3. Tidak ada tanda-tanda cidera termal.
4. Tidak ada infeksi.
Intervensi :
a. Lindungi kulit yang sehat dari kemungkinan maserasi (hidrasi stratum
korneum yg berlebihan) ketika memasang balutan basah.
Rasional: Maserasi pada kulit yang sehat dapat menyebabkan pecahnya
kulit dan perluasan kelainan primer.
b. Hilangkan kelembaban dari kulit dengan penutupan dan menghindari friksi.
Rasional: Friksi dan maserasi memainkan peranan yang penting dalam
proses terjadinya sebagian penyakit kulit.
c. Jaga agar terhindar dari cidera termal akibat penggunaan kompres hangat
dengan suhu terlalu tinggi & akibat cedera panas yg tidak terasa (bantalan
pemanas, radiator).
Rasional: Penderita dermatosis dapat mengalami penurunan sensitivitas
terhadap panas.
d. Nasihati klien untuk menggunakan kosmetik dan preparat tabir surya.
Rasional: Banyak masalah kosmetik pada hakekatnya semua kelainan
malignitas kulit dapat dikaitkan dengan kerusakan kulit kronik.
Diagnosa II
Tujuan : Nyeri atau gatal berkurang atau dapat terkontrol
Kriteria hasil :
1. Pasien tampak tenang
2. Nyeri skala 2 – 3
Tanda-tanda vital dalam batas normal
4. Rasa gatal berkurang
Intervensi :
a. Temukan penyebab nyeri/gatal
Rasional : Membantu mengidentifikasi tindakan yang tepat untuk
memberikan kenyamanan.
b. Kaji skala nyeri, frekuensim daerah, nyeri
Rasional : Mengetahui derajat nyeri
c. Antisipasi reaksi alergi (dapatkan riwayat obat).
Rasional: Ruam menyeluruh terutama dengan awaitan yang mendadak
dapatmenunjukkan reaksi alergi obat.
d. Ajarkan tehnik relaksasi dan dekstraksi
Rasional : Mengurangi rasa nyeri
e. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian analgetik
Rasional : Analgetik dapat menurunkan rasa nyeri
Diagnosa III
Tujuan : Setelah perawatan tidak terjadi penyebaran penyakit
Kriteria hasil :
1. Tidak terjadi penularan penyakit pada pasien / orang lain
2. Klien mengerti akan kondisi penyakitnya
Intervensi :
a. Isolasikan klien
b. Gunakan teknik aseptic dalam perawatannya
Rasional : Mencegah penularan dengan klien lain dengan menggunakan
peralatan yang sama.
c. Batasi pengunjung dan minimalkan kontak langsung
Rasional : Banyak nya pengunjung meningkatkan resiko terjadinya penularan.
d. Jelaskan pada klien/keluarga proses penularannya.
Rasional: Klien lebih memahami kondisi penyakitnya

Anda mungkin juga menyukai