Anda di halaman 1dari 13

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diagnosa Keperawatan

2.1.1 Pengertian Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon individu,

keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial, dimana

berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat secara akuntabilitas dapat

mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga, menurunkan,

membatasi, mencegah dan merubah status kesehatan klien (Herdman, 2012).

Diagnosa keperawatan merupakan suatu bagian integral dari suatu proses

keperawatan. Hal ini merupakan komponen dari langkah - langkah analisa, dimana perawat

melakukan identifikasi terhadap respon-respon individu terhadap masalah-masalah kesehatan

yang aktual dan potensial. Dibeberapa negara diagnosa diidentifikasikan dalam tindakan

praktik keperawatan sebagai suatu tanggung jawab legal dari perawat yang professional.

Diagnosa keperawatan memberikan dasar petunjuk untuk memberikan terapi yang pasti di

mana perawat yang bertanggung jawab di dalamnya (Kim, 1984).

Diagnosa keperawatan di tetapkan berdasarkan analisis dan interprestasi data yang di

peroleh dari pengkajian klien. Diagnosa keperawatan memberikan gambaran tentang

kesehatan yang nyata (aktual) dan kemungkinan akan terjadi, dimana pengambilan

keputusannya dapat di lakukan dalam batas wewenang perawat.

Diagnosa keperawatan juga sebagai suatu bagian dari proses keperawatan yang di

reflesikan dalam standar praktik American Nurses Assiation (ANA). Standar-standar ini

Universitas Sumatera Utara


memberikan suatu dasar luas untuk mengevaluasi praktik dan mereflesikan pengakuan hak-

hak manusia yang menerima asuhan keperawatan (Am, 1980).

2.1.2 Pengkajian Diagnosa

Menurut (Nurjannah, 2012) dalam menentukan diagnosa keperawatan yang mungkin

muncul pada pasien, untuk itu maka diperlukan pengkajian keperawatan untuk

mempermudah perawat dalam menentukan diagnosa yang di alami oleh pasien, maka dari itu

perlu dilakukan langkah-langkah pengkajian berikut dalam menentukan diagnosa :

 Pengkajian tanda vital

 Pengkajian untuk keamanan

 Pengkajian untuk situasi khusus Pengkajian untuk klien hamil

 Pengkajian untuk sistem gastrointestinal

 Pengkajian untuk sisstem perkemihan

 Pengkajian aktifitas, istirahat dan mobilitas/Pergerakan

 Pengkajian kenyamanan, kulit, dan integritas jaringan

 Pengkajian untuk nutrisi

 Pengkajian kondisi psikologi

 Pengkajian untuk kognitif dan persepsi

 Pengkajian untuk spiritual, values, dan religious

 Pengkajian untuk tingkah laku

 Pengkajian untuk seksualitas dan aspek sosial

 Pengkajian bayi/anak

 Pengkajian Caregiver

 Pengkajian Komunitas

Universitas Sumatera Utara


 Pengkajian Keluarga

 Pengkajian lingkungan

 Pengkajian terkait karakteristik

2.1.3. Jenis Diagnosa keperawatan

Penentuan diagnosa kesperawatan, bagaimanapun lebih sulit dan kompleks dari pada

penentuan diagnosa medis. Hal itu dikarenakan data dari hasil pengkajian tidak selalu

menjadi data batasan karakteristik (S) dalam format PES pada diagnosa keperawatan, tetapi

juga bisa menjadi etiologi (E) pada format PES. Data ini bahkan bisa berfungsi sebagai label

diagnosa itu sendiri (Herdman, 2012). Diagnosa keperawatan menurut Carpenito (2001)

dapat di bedakan menjadi diagnosa keperawatan syndrome dan kolaborasi, Sedangkan

menurut Herdman (2012) diagnosa keperawatan dapat dibedakan menjadi diagnosa

keperawatan aktual, resiko, kemungkinan, dan kesejahteraan. Diagnosa keperawatan

menurut Carpenito (2001) dan Herdman (2012) dapat di jelaskan sebagai berikut :

1. Aktual : suatu diagnosa keperawatan yang menggambarkan penilaian klinis yang harus di

validasi oleh perawat karena adanya batasan karakteristik mayor. Jenis keperawatan

tersebut memiliki empat komponen : dimulai dari label, defenisi, karakteristik dan faktor

yang berhubungan. Label yang di berikan juga harus singkat dan jelas, hal itu bertujuan

untuk mempermudah dalam membantu membedakan diagnosa yang ada agar dapat di

bedakan antara diagnosa yang satu dengan diagnosa yang lainnya. Syarat untuk

menegakkan suatu diagnosa keperawatan maka di perlukan adanya Problem, etiology,

symptom (PES) yang dijelaskan sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


1. Problem (Masalah)

Tujuan penulisan pernyataan masalah adalah menjelaskan status kesehatan atau

masalah kesehatan klien secara singkat dan sejelas mungkin. Karena pada bagian ini

dari diagnosa keperawatan mengidentifikasi apa yang tidak sehat tentang klien dan

apa yang harus di rubah tentang status kesehatan klien dan juga memberikan

pedoman terhadap tujuan dari asuhan keperawatan. Dengan menggunakan standar

diagnosa dari Herdman mempunyai keuntungan yang signifikan yaitu :

a. Untuk membantu perawat untuk berkomunikasi antara yang satu dengan yang

lainnya dengan menggunakan istilah yang di mengerti secara umum.

b. Sebagai metode untuk mengidentifikasi perbedaan masalah keperawatan yang ada

dengan masalah medis.

c. Semua perawat dapat bekerjasama dalam menguji dan mendefenisikan kategori

diagnosa dalam mengidentifikasi kriteria pengkajian dan intervensi keperawatan

dalam meningkatkan asuhan keperawatan.

2. Etiologi (Penyebab)

Etiologi (penyebab) adalah faktor faktor klinik dan personal yang dapat merubah

status kesehatan atau mempengaruhi perkembangan masalah. Etiologi

mengidentifikasi fisiologis, psikologis, sosiologis, dan spiritual serta faktor-faktor

lingkungan yang di percaya berhubungan dengan masalah baik sebagai penyebab

maupun faktor resiko. Karena etiologi mengidentifikasi faktor yang mendukung

terhadap faktor masalah kesehatan klien, maka etiologi sebagai pedoman atau sasaran

langsung dari intervensi keperawatan. Jika terjadi kesalahan dalam menentukan

penyebab maka tindakan keperawatan menjadi tidak efektif dan efesien.

Universitas Sumatera Utara


3. Symptom (tanda atau gejala)

Merupakan identifikasi data objektif dan subjektif sebagai tanda dari masalah

keperawatan memerlukan kriteria evaluasi.

2. Resiko : diagnosa keperawatan resiko menggambarkan penilaian klinis dimana individu

maupun kelompok lebih rentan mengalami masalah yang sama di bandingkan orang lain

di dalam situasi yang sama atau serupa. Syarat untuk menegakkan diagnosa resiko ada

unsur PE (Problem and Etiologi ) dan untuk penggunaan batasan karakteristik yaitu

“resiko dan resiko tinggi “ tergantung dari tingkat kerentanan/keparahan suatu masalah.

Dan faktor yang terkait untuk diagnosa keperawatan resiko merupakan faktor yang sama

dengan keperawatan aktual seperti yang sudah dibahas sebelumnya di diagnosa

keperawatan aktual.

3. Kemungkinan : diagnosa kemungkinan adalah diagnosa keperawatan yang memerlukan

data tambahan, hal tersebut bertujuan untuk mencegah timbulnya suatu diagnosa yang

bersifat sementara, dan dalam menentukan suatu diagnosa keperawatan yang bersifat

sementara bukanlah menunjukan suatu kelemahan atau keraguan dalam menentukan

suatu diagnosa, akan tetapi merupakan suatu proses penting dalam keperawatan.

4. Kesejahteraan : diagnosa keperawatan kesejahteraan merupakan penilaian klinis tentang

keadaan individu, keluarga atau masyarakat dalam transisi dari tingkat sejahtera tertentu

menjadi tingakat sejahtera yang lebih tinggi (Herdman, 2007).

5. Syndrome : diagnosa syndrome merupakan kumpulan gejala diagnosa keperawatan,

karena terdiri dari diagnosa keperawatan aktual dan resiko yang di perkirakan ada karena

situasi atau peristiwa tertentu. Dan didalam diagnosa syndrome terdapat etiologi dan

faktor pendukung lainnya yang bertujuan untuk mempermudah dalam menegakkan suatu

diagnosa. (Carpenito, 2001).

Universitas Sumatera Utara


Meskipun begitu ada juga beberapa data yang mempunyai banyak diagnosa

keperawatan adalah „tekanan darah‟ yang ditemukan dalam diagnosa keperawatan „Activity

Intolerance’, „Anxiety „ , ‘Decreased Cardiac Output ‘, ‘Fear, ‘Deficient Fluid Volume’,’

Excess Fluid Volume’, ‘Acute pain ‘, ‘ineffective Tissue Perfusion ‘ dan ‘dysfunctional

Ventilator Weaning Response „ ( Herdman, 2012). Kenyataan ini menunjukan adanya

diagnosa banding yang perlu dicermati oleh perawat meskipun hanya dengan satu tanda dan

gejala saja. Dalam proses „Diagnostic Reasoning’ dalam keperawatan, mengidentifikasi

kemungkinan diagnosa (Possible diagnoses) merupakan bagian penting dari proses

„Diagnostic Reasoning’ (Westfall, 1986). Informasi mengenai kemungkinan apa diagnosa

keperawatan dan masalah kolaborasinya perlu di sadari oleh perawat sehingga akan

memunculkan proses berpikir lebih lanjut untuk dapat mengkonfirmasi berbagai

kemungkinan diagnosa tersebut melalui pengkajian fokus.

2.1.4 Diagnosa Kolaborasi

Diagnosa kolaborasi merupakan suatu masalah keperawatan dimana perawat perlu

membuat suatu keputusan klinik yang akurat dan tepat terkait dengan perubahan

patofisiologis pada status kesehatan klien. Telah diketahui bahwa tanda dan gejala yang

didapatkan dalam pengkajian dapat menjadi milik diagnosa keperawatan atau kolaboratif.

Tetapi pada kenyataannya ini tampak tidak terlalu diperhatikan dalam proses „diagnostic

reasoning‟. Referensi yang ada biasanya juga memisahkan dua hal ini, contohnya Carpenito

(2006 Carpenito , 2008) adalah referensi yang membedakan diagnosa keperawatan dan

diagnosa kolaborasi dalam dua topik yang berbeda. Kenyataan pembagian data tersebut

sangat penting sekali diketahui perawat. Salah satu contoh kegunaan pengetahuan ini adalah

apabila perawat tahu data mana saja yang hanya akan memunculkan diagnosa potensial

komplikasi, maka perawat perlu menyampaikan data ini pada dokter sebagai petugas

Universitas Sumatera Utara


kesehatan professional yang ikut berkepentingan terhadap data ini. Hal ini dikarenakan

diagnosa potensial komplikasi merupakan‟ grey area „ dimana perawat bersentuhan dengan

medis. Tim medis akan melihat seorang perawat cakap apabila perawat mampu dalam hal

diagnosa potensial komplikasi. Tentunya ini berbeda dengan diagnosa keperawatan yang

betul-betul milik perawat dan intervensinya pun mandiri oleh perawat. Diagnosa kolaborasi

dapat berlangsung secara optimal, jika semua anggota profesi mempunyai keinginan untuk

bekerjasama. Perawat dan dokter saling bekerja sama dan saling ketergantungan antara satu

dengan yang lain, di mana perawat dan dokter berkontribusi dalam perawatan individu,

keluarga dan masyarakat. Perawat sendiri merupakan sebagai anggota yang membawa

perspektif dalam tim inter disiplin. Perawat memfasilitasi dan membantu pasien untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan dari praktek profesi kesehatan lain. Inti dari suatu

hubungan kolaborasi yaitu adanya perasaan saling ketergantungan (interdefensasi) untuk

kerjasama dan bekerjasama. Bekerjasama dalam suatu kegiatan dapat memfasilitasi

kolaborasi yang baik. Kerjasama mencerminkan proses koordinasi pekerjaan agar tujuan atau

target yang telah di tentukan dapat tercapai (Carpenito, 2006).

Didalam diagnosa keperawatan kolaborasi yang perlu di perhatikan yaitu tanggung

jawab dari keperawatan, mulai dari mendiagnosa, mengintervensi serta meperhatikan

kemajuan yang dialami oleh klien. Dalam hal ini perawat tidak sendiri, melainkan

melakukan kolaborasi dengan dokter dan praktisi kesehatan lainnya untuk memantau

kestabilan fisiologis dari klien, kemudian untuk melihat perlu atau tidaknya dilakukan

tindakan (Carpenito, 1983).

2.1.5 Penegakkan diagnosa keperawatan

Lunney (2012) menyebutkan bahwa pengetahuan mengenai diagnosa, defenisi dan

batasan karakteristik merupakan pengetahuan yang sangat luas dan kompleks, dan hampir

Universitas Sumatera Utara


tidak mungkin bagi perawat untuk mengingat semua informasi yang ada, sehingga

pentingnya bagi perawat untuk mengakses informasi yang diperlukan tersebut. Kemampuan

untuk menemukan informasi yang relevan ini menjadi suatu hal yang penting karena akan

mendukung kemampuan dalam menentukan diagnosa (harjai dan Tiwari, 2009). ISDA (

Intans’s Screening Diagnoses Assessment) dapat dipertimbangkan sebagai sarana untuk

mengakses informasi tersebut dan memberikan petunjuk kemungkinan diagnosa keperawatan

atau diagnosa potensial yang mungkin terdapat pada klien. ISDA juga lebih komprehensif

karena tidak hanya menskrining diagnosa keperawatan tetapi juga menskreening diagnosa

potensial komplikasi ( Nurjannah, 2010).

Sedangkan langkah – langkah penegakakan diagnosa yaitu dengan menuliskan

Problem, Etiology (PE) dan Problem, Etiology, Sympthom (PES) untuk format diagnosa

resiko dan aktual, kemudian catat diagnosa keperawatan diagnosa keperawatan resiko dan

aktual kedalam masalah atau format diagnosa, lalu gunakan diagnosa NANDA, pastikan dari

data pengkajian untuk menentukan diagnosa, masukkan pernyataan diagnosa kedalam daftar

masalah, gunakan diagnosa untuk pedoman perencanaan, implmentasi dan evaluasi.

Penegakan diagnosa yang akurat merupakan langkah awal yang sangat penting untuk

membuat rencana asuhan keperawatan yang tepat kepada klien. Meskipun begitu terkadang

perawat terlalu percaya diri mengenai keakuratan penilaian yang mereka lakukan dan hal ini

dapat berkembang menjadi ketidak akuratan dalam membuat diagnosa. Banyak hal yang

mempengaruhi keakuratan menegakan diagnosa. Studi yang dilakuakan oleh Nurjannah et al

(2013) meneliti keakuratan penegakan diagnosa keperawatan dengan kolaboratif dengan

membandingkan dua metode dalam menegakkan diagnosa yaitu metode 4 tahap (Wilkinson,

2007) dan 6 tahap (6 steps of diagnostic reasoning method) (Nurjannah & Warsini, 2013).

Hasil penelitian telah menunjukkan bahwa penggunaan 6 steps of diagnostic reasoning

Universitas Sumatera Utara


method terbukti telah meningkatkan kemungkinan penegakan diagnosa yang lebih akurat

(Nurjannah et al, 2013).

2.1.6 Skizofrenia

Skizofrenia adalah istilah yang di gunakan untuk menggambarkan suatu gangguan

psikiatrik mayor yang di tandai dengan adanya perubahan persepsi, pikiran, afek dan perilaku

seseorang (Hawari, 2007). Skizofrenia juga dapat diartikan sebagai tanda dan gejala dari 2

aspek campuran yaitu gejala positif dan gejala negatif yang dapat berlangsung selama 1

bulan(untuk jangka waktu yang pendek dalam proses penyembuhan) (Gejala positif pasien

skizofrenia berupa delusi, halusinasi, kekacauan pikiran, gelisah serta perilaku aneh. Gejala

negatif adalah perasaan (afek) tumpul atau mendatar, menarik diri atau isolasi diri dari

pergaulan, pendiam, sulit di ajak bicara, apatis atau acuh tak acuh, sulit berpikir abstrak dan

inisiatif (Sadock, 2003).

2.1.7. Tanda dan Gejala Skizofrenia

a. Gejala karakteristik : 2 atau lebih dari yang ada di bawah ini yang terjadi selama 1

bulan periode ( jika pengobatan yang dilakukan tidak tepat) :

 Delusi

 Halusinasi

 Pembicaraan disorganisasi

 Timbulnya masalah perilaku

 Gejala negatif , alogia (ketidak mampuan berbicara), avolisi ( ketidak

mampuan mempertahankan aktivitas)

b. Disfungsi sosial : pada waktu gejala itu datang dan menyerang pada area utama,

maka akan mempengaruhi fungsi kerja, yang membuat kesulitan dalam membina

Universitas Sumatera Utara


suatu hubungan sosial, tidak perduli pada perawatan diri,di bawah ini sebelum

menuju terjadinya gangguan (ketika gangguan terjadi pada masa anak-anak,

remaja, maka hal ini dapat mempengaruhi hubungan sosial, akademik dan prestasi)

c. Durasi : tanda dan gejala yang terjadi secara terus menerus yang berlangsung

selama kurang lebih sekitar 6 bulan. 6 bulan periode ini harus termasuk 1 bulan (

jika pengobatan tidak tepat) yang mana di temukan pada kritera A (contohnya,

pada gejala tahap aktif) dan mungkin termasuk pada periode prodmal dan residual.

Selama periode prodmal dan residual tanda gangguan negatif bisa saja mungkin

muncul 2 atau lebih gangguan.

D. Bukan gejala dari Skizoaktif dan gangguan mood: skizoaktif dan gangguan mood

disorder dapat terlihat dari raut wajahnya yang disebabkana karena (1) salah satu

tanda dan gejala seperti depresi mayor, manic, atau episode campuran terjadi

secara bersamaan dengan gejala aktif, (2) jikalau episode mood telah terjadi

selama gejala fase aktif, total durasinya relatif singkat, ini terjadi selama periode

residual.

E. penggunaan obat/bahan kimia : gangguan pada psikologi efek dari bahan kimia

(penyalaah gunaan narkoba, dan obat-obatan) atau penggunaan obat umum lainnya.

2.1.7 Tipe-Tipe Skozofrenia

Berdasarkan American Psychchiatric Association skizofrenia dapat dibedakan

menjadi 5 bagian yaitu:

A. Skizofrenia Tipe paranoid :

Gejala umum dari skizofrenia paranoid yaitu adanya delusi kebesaran dan

adanya mengalami halusinasi terutama halusinasi pendengaran.

Universitas Sumatera Utara


tipe sizofrenia paranoid dapat dibedakan menjadi 2 kriteria yaitu :

a. Biasanya delusi frequensinya lebih panjang dibandingkan dengan halusinasi.

b. Tidak ada salah satu dari tanda dan gejala ini : bicara tidak teratur, perilaku tidak

disorganisasi, afek datar.

B. Tipe Disroganisasi

Gejala umum dari skozofrenia tipe disorganisasi yaitu : bicara tidak teratur,

perilaku tidak teratur, afek datar, bicara kacau balau dengan disertai sikap yang tidak

tepat dengan situasi dengan tertawa tanpa alasan.

C. Tipe Katatonik

Gejala umum pada skizofrenia katatonik yaitu : ditandai dengan melibatkan

imobilitas motorik, aktivitas motorik yang berlebihan seperti negativisme, bisu

(mutisme), postur aneh, agitasi, pingsan.

D. Tipe Tak Terbedakan

Tidak memenuhi kriteria skizofrenia sehingga tidak dapat dibedakan kedalam

salah satu tipe.

E. Tipe Residual

Gejala umum dari skizofrenia tipe residual yaitu : mengalami satu episode skizofrenia

dengan gejala psikotik yang menonjol dan diikuti episode lain tanpa gejala psikotik.

2.1.7 Terapi (Pengobatan)

Terapi psikofarmaka :

Adapun obat psikofarmaka yang ideal yaitu yang memenuhi syarat antara lain

sebagai berikut :

a. Dosis rendah dengan efektivitas terapi dalam waktu relative singkat

Universitas Sumatera Utara


b. Dapat menghilangkan dalam waktu relatif singkat baik gejala positif

maupun gejala negatif skizofrenia

c. Tidak ada efek samping, kalaupun ada relatif kecil

d. Lebih cepat memulihkan fungsi kognitif (daya pikir dan daya ingat)

e. Memperbaiki pola tidur

f. Tidak menyebabkan lemas otot

Adapun obat yang akan diberikan pada pasien skizofrenia golongan

pertama yaitu:

Chlorpromazine HCL, Trifluoperazine HCL, Thioridazine HCL,

Haloperidol.

Sedangkan obat yang akan diberikan pada pasien skizofrenia golongan

kedua yaitu:

Risperidone,Clozapine, Quetiapine, Olanzapine, Zatetine,

Aripiparazole.

Untuk golongan obat skizofrenia baik golongan pertama maupun

kedua pada pemakaian jangka panjang umumnya menyebabkan

pertambahan berat badan. Obat golongan pertama khususnya berkhasiat

dalam mengatasi gejala-gejala positif skizofrenia, sehingga meninggalkan

gejala-gejala negatif skizofrenia. Sementara itu pada penderita skizofrenia

dengan gejala negatif pemakain golongan petrama kurang memberikan

respons. Selain itu obat golongan pertama tidak memberikan efek yang

baik pada pemulihan fungsi kognitif (kemampuan berpikir dan mengingat)

penderita. Selain itu obat golongan pertama sering menimbulkan efek

samping berupa gejala ekstra piramidal ( extrapyramidal symptoms/EPS).

Dibandingkan dengan obat golongan pertama, obat golongan kedua juga

Universitas Sumatera Utara


mempunyai kelebihan antara lain : gejala positif maupun negatif dapat

dihilangkan, efek samping EPS sangat minimal atau boleh dikatakan tidak

ada, memulihkan kognitif.

Terapi Psikoterapi :

Psikoterapi ini banyak macam ragamnya tergantung dari kebutuhan dan latar belakang

penderita sebelum sakit (pramorbid), sebagai contoh misalnya :

a. Psikoterapi Suportif

Jeniss psikoterapi ini dimaksudkan untuk memberikan dorongan, semangat

dan motivasi agar penderita tidak merasa putus asa dan ssemangat

juangnya dalam menghadapi hidup ini tidak kendur dan menurun.

b. Psikoterapi Re-edukatif

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memberikan pendidikan ulang

yang maksudnya memperbaiki kesalahan pendidikan waktu lalu dan juga

dengan pendidikan ini dimaksudkan mengubah pola pendidikan lama

dengan yang baru sehingga penderita lebih adaptif terhadap dunia luar.

c. Psikoterapi Re-konstruksi

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memperbaiki kembali kepribadian

yang telah mengalami keretakan menjadi kepribadian utuh seperti semula

sebelum sakit.

d. Psikoterapi kognitif

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memulihkan kembali fungsi

kognitif ( daya pikir dan daya ingat ) rasional sehingga penderita mampu

membedakan nilai nilai moral etika, mana yang baik dan buruk, mana

yang boleh dan tidak, mana yang halal dan haram dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai