Anda di halaman 1dari 18

Multiple Intelligences dan Siswa Berkecerdasan Tinggi

dan Berbakat Istimewa dalam Pembelajaran

MAKALAH

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Landasan Pembelajaran

Yang diampu oleh Dr. Sulthon, M.Pd

Disusun Oleh:

Chairun Nisa 160121801228

Maharani Lelasari 160121801632

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PEMBELAJARAN

Oktober 2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pola pendidikan yang terjadi saat ini masih banyak yang mengedepankan
keseragaman dan pengukuran siswa yang cerdas hanya sebatas pada IQ saja. Seperti
pada umumnya pendidik kebanyakan hanya peduli dengan kemampuan dalam arti yang
tradisional dan akademis, seperti membaca, menulis, mengeja, IPA, IPS, dan mate-
matika dalam bentuk buku pelajaran dan lembar latihan yang mempunyai standar
tertentu. Seseorang melihat selama ini kecerdasan sebagai sesuatu (tunggal) yang
dibawa sejak lahir. Kita tahu sendiri hal tersebut adalah pandangan yang keliru.
Penelitian Dr. Howard Gardner dan rekan-rekannya di Harvard University telah
menunjukkan bahwa ada banyak kecerdasan yang tidak bisa diukur oleh tes IQ standar
(Amstrong, 2002).
Sudah seharusnya kita memberikan kesempatan pada semua anak untuk
berprestasi dalam bidang keahlian mereka masing-masing dengan tidak melakukan
paksaan terhadap hal-hal yang tidak menghargai sifat alami mereka dan tidak meng-
abaikan karunia dan bakat mereka. Sudah saatnya bagi sekolah, dan orang tua untuk
memulai memusatkan perhatian mereka kepada kemampuan bawaan masing-masing
anak serta memulai tugas untuk memahami dan mengembangkan keunikan setiap anak
supaya mereka agar bisa mulai belajar dengan cara mereka sendiri. Karena semua anak
berbakat, setiap anak merupakan manusia unik dan manusia yang sangat istimewa.
Guru cenderung berpikir bahwa belajar adalah suatu peristiwa khusus, mem-
butuhkan insentif dan imbalan istimewa, bukan sesuatu yang secara alami akan menjadi
pilihan orang untuk dilakukan. Sekolah menganggap keunikan mereka tidak bisa di
terima, hubungan yang positif bagi guru dan siswa adalah kepercayaan dalam men-
dukung kemampuan mereka dan mendukung cara belajar mereka. Sama halnya dengan
tes seharusnya memberi orang tua dan guru informasi mengenai kemajuan belajar anak-
anak. Tapi sebaliknya, tes malah cenderung menyusutkan anak-anak dan semua pikiran
perasaan, perilaku, serta pencapaian mereka menjadi serangkaian persentil, peringkat,
nilai angka, dan label yang terdengar canggih. Oleh karena itu dalam makalah ini kami
akan membahas bagaimana Multiple Intelligences dan Siswa Berkecerdasan Tinggi dan
Berbakat Istimewa dalam Pembelajaran.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan di atas maka dapat
dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa sajakah jenis-jenis Multiple Intelligences (kecerdasan jamak)?
2. Apakah pengertian siswa berkerdasan tinggi dan berbakat istimewa?
3. Bagaimanakah Multiple Intelligences dan Siswa Berkecerdasan Tinggi dan
Berbakat Istimewa dalam Pembelajaran?

C. Tujuan Penulisan Makalah


Berdasarkan rumusan masalah di atas maka dapat dirumuskan tujuan penulisan
makalah sebagai berikut:
1. Mengetahui jenis-jenis Multiple Intelligences (kecerdasan jamak).
2. Mengetahui pengertian siswa berkerdasan tinggi dan berbakat istimewa.
3. Mengetahui Multiple Intelligences dan siswa Berkecerdasan Tinggi dan Berbakat
Istimewa dalam Pembelajaran.
BAB I
PEMBAHASAN

A. Multiple Intelligences (Kecerdasan Jamak)


Multiple Intelligences atau kecerdasan jamak adalah salah satu teori kecerdasan
yang dicetuskan oleh Howard Gardner, seorang psikolog dari Harvard. Menurut
Gardner (2011), ada delapan jenis kecerdasan yang berbeda untuk menjelaskan lebih
luas potensi yang ada pada manusia. Delapan kecerdasan tersebut adalah (1) kecerdasan
linguistik/bahasa, (2) kecerdasan logika-matematis, (3) kecerdasan visual-spasial, (4)
kecerdasan kinestetik tubuh, (5) kecerdasan musikal, (6) kecerdasan interpersonal, (7)
kecerdasan intrapersonal dan (8) kecerdasan naturalis.
Berikut ini penjelasan singkat mengenai kedelapan jenis kecerdasan tersebut.
a. Kecerdasan linguistik
Kecerdasan linguistic adalah kemampuan untuk menggunakan kata-kata secara
efektif, baik secara lisan (misalnya, sebagai seorang pendongeng, orator, atau politisi)
maupun tertulis (misalnya sebagai penyair, dramawan, editor, atau jurnalis) (Amstrong,
2009:6).
Seseorang yang memiliki kecerdasan bahasa memiliki kecenderungan menulis
lebih baik dari anak-anak pada umumnya, menyukai permainan kata, suka membaca
dan menulis, memiliki banyak kosakata serta memahami fungsi bahasa (Yaumi,
2012:15).
b. Kecerdasan logika-matematis
Kecerdasan logis-matematis adalah kemampuan untuk menggunakan angka
secara efektif (misalnya sebagai seorang ahli matematika, akuntan pajak, atau ahli
statistik). Kecerdasan ini meliputi kepekaan terhadap pola logis dan hubungan,
pernyataan dan proposisi (jika-maka, sebab-akibat), fungsi, dan abstraksi terkait lainnya
(Amstrong, 2009:6).
Seseorang yang memiliki kecerdasan logis-matematis yang tinggi menyukai
bermain dengan bilangan dan menghitung, mengenal pola, mampu berpikir abstrak,
suka mengumpulkan dan mengklasifikasi sesuatu serta menyukai berbagai persoalan
yang membutuhkan penyelesaian secara logis (Yaumi, 2012:16).
c. Kecerdasan visual-spasial
Kemampuan untuk mempersepsi dunia visual-spasial secara akurat (misalnya
sebagai pemburu, atau pemandu) dan untuk membuat transformasi persepsi (misalnya
sebagai dekorator interior, arsitek, seniman, atau penemu). Kecerdasan ini melibatkan
kepekaan terhadap warna, garis, bentuk, bentuk, ruang, dan hubungan yang ada antara
unsur-unsur tersebut. Termasuk kapasitas untuk memvisualisasikan ide-ide visual atau
spasial (Amstrong, 2009:7).
Seseorang yang memiliki kecerdasan visual cenderung berpikir dengan gambar,
baik dalam melakukan presentasi visual, menyukai aktivitas seni seperti menggambar,
serta baik dalam membaca peta, diagram dan menyelesaikan teka-teki (Yaumi,
2012:88).
d. Kecerdasan kinestetik tubuh
Kecerdasan kinestetik tubuh adalah kemampuan dalam menggunakan seluruh
tubuh untuk mengekspresikan ide-ide dan perasaan (misalnya sebagai aktor, pantomim,
atlet, atau penari) dan menciptakan atau mengubah sesuatu (misalnya, sebagai
pematung, mekanik, atau ahli bedah). Kecerdasan ini meliputi keterampilan fisik
tertentu seperti koordinasi, keseimbangan, ketangkasan, kekuatan, fleksibilitas, dan
kecepatan (Amstrong, 2009:7).
Seseorang yang memiliki kecerdasan ini senang melakukan kegiatan fisik,
mampu meniru tindakan orang lain dengan baik, dan merasa bosan jika mempelajari
sesuatu tanpa tindakan demonstrative (Yaumi, 2012:106).
e. Kecerdasan musical
Kecerdasan musical adalah kemampuan untuk memahami, membedakan
(misalnya sebagai kritikus musik), mengubah (misalnya sebagai komposer), dan
mengekspresikan (misalnya sebagai seorang penampil) bentuk-bentuk musik.
Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada irama, pitch atau melodi, dan warna nada dari
sebuah karya musik(Amstrong, 2009:7).
Seseorang dengan kecerdasan music memiliki apresiasi kuat terhadap music,
mudah mengingat lagu dan melodi, memahami warna nada dan komposisi serta
memiliki kemampuan memainkan instrument musik secara alamiah (Yaumi, 2012:128).
f. Kecerdasan Interpersonal
Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk memahami dan
membedakan suasana hati, maksud, motivasi, dan perasaan orang lain. Termasuk
kepekaan terhadap ekspresi wajah, suara, dan gerak tubuh, kapasitas untuk
membedakan berbagai jenis isyarat interpersonal dan kemampuan untuk merespon
isyarat tersebut secara efektif dalam beberapa cara pragmatis (misalnya mempengaruhi
sekelompok orang untuk mengikuti tindakan tertentu) (Amstrong, 2009:7).
Seseorang yang memiliki kecerdasan interpersonal yang tinggi cenderung mahir
dan terampil dalam berkomunikasi dengan orang lain. Mereka belajar dengan baik
ketika berada dalam situasi yang membutuhkan interaksi, menjadi sangat produktif
ketika belajar dengan kooperatif dan kolaboratif, merasa bosan ketika bekerja sendiri,
senang berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan peduli terhadap isu sosial (Yaumi,
2012:148).
g. Kecerdasan Intrapersonal
Kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan memahami diri dan bertindak
adaptif berdasarkan pemahamannya tersebut. Kecerdasan ini memiliki gambaran yang
akurat mengenai kekuatan dan keterbatasan seseorang, suasana hati, niat, motivasi,
temperamen, dan keinginan, serta kapasitas untuk disiplin diri, pemahaman diri, dan
harga diri (Amstrong, 2009:7).
Seseorang yang memiliki kecerdasan intrapersonal yang dominan cenderung
lebih introvert (tertutup), selalu ingin tahu tujuan sebelum melakukan sesuatu, mencintai
keadilan, lebih produktif ketika bekerja sendiri dan belajar dengan baik ketika guru
memasukkan materi yang berhubungan dengan sesuatu yang bersifat emosional (Yaumi,
2012:176).
h. Kecerdasan Naturalis
Kecerdasan naturalis adalah kemampuan dalam mengetahui dan
mengklasifikasikan spesies flora dan fauna yang ada di lingkungan individu. Termasuk
kepekaan terhadap fenomena alam lainnya (misalnya formasi awan, pegunungan) dan
kapasitas untuk membedakan antara benda mati seperti mobil (Amstrong, 2009:7).
Seseorang yang memiliki kecerdasan naturalis yang dominan memiliki minat
yang dalam terhadap lingkungan, mengenal beragam jenis flora, fauna hingga bebatuan
yang ada di lingkungan sekitar, dan membawa alam ke dalam kelas jika menjadi
seorang guru (Yaumi, 2012:200).
Kita harus mengingat bahwa setiap anak mempunyai delapan kecerdasan
masing-masing. Masyarakat pada umumnya hanya memusatkan perhatian pada dua dari
delapan jenis kecerdasan ketika memutuskan siapa yang cerdas dalam budaya kita, yaitu
kecerdasan linguistik dan kecerdasan logis-matematis, padahal ada bentuk kecerdasan
lain yang sama absahnya. Dalam dunia pendidikan, teori kecerdasan jamak mulai
diterima karena dianggap lebih melayani semua kecerdasan yang dimiliki anak.
Berdasarkan konsep ini, semua anak hakikatnya cerdas sesuai potensi masing-masing.
Sehingga menjadikan anak merasa lebih diterima dan dilayani karena pendidik menjadi
lebih bijak dalam melihat perbedaan potensi peserta didik.

B. Siswa Berkecerdasan Tinggi dan Berbakat Istimewa


Siswa yang berbakat memiliki kecerdasan di atas rata-rata (biasanya
didefinisikan dengan nilai IQ 130 atau lebih) dan/atau adanya bakat unggul dalam
beberapa domain seperti seni, musik atau matematika. Standar penerimaan anak-anak
berbakat di sekolah biasanya berdasarkan kecerdasan atau bakat akademis. (Santrock,
2014:230). IQ tinggi masih dianggap sebagai bagian dari definisi orang yang berbakat
atau bartalenta (Steiner & Carr dalam Slavin, 2009). Dalam definisi yang dijelaskan
Slavin, bahwa siswa berbakat atau bertalenta mencakup siswa yang memiliki kemam-
puan yang luar biasa dalam sejumlah kegiatan mana pun, bukan hanya dalam bidang
yang merupakan bagian dari kurikulum sekolah.
Karakteristik siswa yang berbakat dan bertalenta.
Anak-anak yang mempunyai bakat intelektual biasanya memiliki motivasi yang
kuat, biasanya belajar membaca lebih awal; dan pada umumnya menyelesaikan
pekerjaan yang sangat baik dalam kebanyakan bidang sekolah. Siswa yang berbakat
juga mempunyai konsep diri yang tinggi, walaupun mereka dapat menderita
perfeksionisme (Parker dalam Slavin, 2009).
Anak berbakat yang tidak cukup tertantang dapat menjadi pengganggu, mem-
bolos bahkan kehilangan minat dalam mencapai sesuatu. Tidak jarang yang bersikap
apatis pada sekolah dan menjadi pasif. Peran guru diperlukan untuk menantang anak-
anak yang berbakat tersebut untuk mencapai harapan yang tinggi (Santrock, 2014:232).
Sehingga bakatnya tidak menjadi sia-sia. Diantaranya adalah pemberian strategi
pembelajaran atau program khusus yang dapat mengakomodasi siswa berbakat untuk
mengembangkan potensinya.
Siswa berbakat atau bertalenta menjadi dewasa sebelum waktunya ketika diberi
kesematan untuk menggunakan bakat atau talenta mereka. Mereka mulai menguasai
bidang tertentu lebih awal dari rekan-rekan mereka. Anak-anak yang berbakat didorong
untuk memahami domain di mana mereka memiliki kemampuan yang tinggi. Mereka
menampilkan minat obsesif dan intens serta kemampuan untuk fokus.

C. Multiple Intelligences, Siswa Berkecerdasan Tinggi dan Berbakat Istimewa


dalam Pembelajaran
Walaupun Gardner mendukung penerapan model kecerdasan jamak dalam
pendidikan, namun ia juga menyaksikan beberapa penyalahgunaan pendekatan tersebut.
Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan menurut Gardner mengenai
penerapan kecerdasan jamak dalam pendidikan (Gardner dalam Santrock, 2011:116):
- Tidak ada alasan untuk menganggap bahwa setiap subjek dapat diajarkan secara
efektif dalam delapan cara yang berbeda untuk mengakomodasi delapan kecerdasan,
dan mencoba melakukannya merupakan hal yang sia-sia.
- Jangan berasumsi bahwa hanya dengan menerapkan kecerdasan jenis tertentu sudah
cukup.
- Tidak ada alasan untuk percaya bahwa menggunakan satu jenis kecerdasan sebagai
aktivitas latar belakang akan berguna, sementara anak-anak mengerjakan sesuatu
yang berhubungan dengan jenis kecerdasan lain. Misalnya, permainan musik sebagai
latar belakang saat siswa memecahkan masalah matematika adalah penyalahgunaan
teorinya (Santrock, 2011:116).
Teori kecerdasan ganda menyiratkan bahwa konsep harus diajarkan dalam
berbagai cara yang memanggil banyak jenis kecerdasan. Seorang guru sebaiknya
berusaha memasukkan berbagai model pengajaran di setiap pelajaran untuk memperluas
kemungkinan jumlah siswa yang berhasil (Campbell dalam Slavin, 2006:124).
Namun karena setiap kecerdasan memiliki karakteristik yang berbeda-beda,
maka diperlukan pemahaman mengenai karakter masing-masing kecerdasan dan strategi
pembelajaran yang tepat. Berikut ini adalah tabel karakteristik setiap kecerdasan dan
contoh strategi serta bentuk penilaian yang dapat diterapkan untuk mengakomodasi
kecerdasan jamak yang dimiliki siswa.
Potensi
Berpikir Kegiatan yang Contoh kegiatan mengajar Contoh material
Tertinggi Contoh strategi mengajar yang sesuai
melalui disukai yang sesuai mengajar yang sesuai
Anak
ceramah,
Bacalah
membaca, diskusi,
Buku Tuliskanlah
Linguistik Kata menulis, bermain permainan kata,
Kaset rekaman Bicarakanlah
kata membacakan cerita,
Dengarkanlah
menulis jurnal
eksperimen, Permainan asah otak,
Kalkulator, Hitunglah
bertanya, Pemecahan masalah,
Logis- Manipulasi matematika, Berpikir kritislah
Pemikiran menyelesaikan eksperimen,
Matematis Peralatan science, Masukkan dalam kerangka logis,
puzzle, permainan angka,
Permainan matematika Lakukan percobaan
berhitung berpikir kritis
Presentasi visual,
lihatlah,
mendesain, Kegiatan seni, grafik, peta,
gambarlah,
menggambar, Permainan imajinasi, video, lego, peralatan seni,
Spasial Gambar visualisasikan,
menvisualisasikan, mind-mapping, ilusi optik, kamera,
warnailah,
doodling membuat metafora, perpustakaan gambar
buat peta pikirannya
visualisasi
menari,
berlari, hands-on learning, Alat bangunan, clay, bangunlah,
Kinestetik- melompat, bermain peran, Peralatan olahraga, lakukanlah,
Sensasi somatis
tubuh membangun, menari, sumberdaya belajar taktis sentuhlah,
menyentuh, olahraga dan permainan fisik manipulative menarilah
memperagakan
bernyanyi, bersiul,
Alat perekam,
Ritme dan menghentakkan Pembelajaran berirama, rapping, Nyanyikanlah,
Musikal koleksi kaset,
melodi kaki dan tangan, menggunakan lagu Dengarkanlah
instrument musik
mendengarkan
memimpin, Pembelajaran kooperatif,
Bertukar ide mengelola, Tutor sebaya, Permainan papan, Ajarkan,
Interpersonal dengan orang menghubungkan, Pelibatan masyarakat, Properti untuk bermain Berkolaborasilah,
lain memanipulasi, Perkumpulan sosial, peran Berinteraksi dengan menghargai
menengahi, Simulasi
Menetapkan
Berhubungan
tujuan, Pengecekan mandiri Hubungkan dengan kehidupan
dengan Pembelajaran individual,
mediasi, materi, pribadimu,
Intrapersonal kebutuhan, Studi mandiri,
bermimpi, jurnal, Buatlah pilihan,
perasaan dan Pembangunan harga diri
merencanakan, bahan proyek Renungkan hal itu
tujuan
merefleksikan
Bermain dengan
hewan peliharaan,
bertaman,
Studi alam, Tanaman, hewan,
menginvestigasi
Alam dan Kesadaran ekologi, naturalists’ tools Hubungkan dengan makhluk hidup dan
Naturalis alam,
bentuk alami Menyayangi hewan (misalnya binoculars), fenomena alam
membesarkan
Alat berkebun
hewan,
perhatian terhadap
alam
Tabel 2.1. Cara Belajar dan Mengajar Melalui Delapan Kecerdasan Jamak (Armstrong, 2009)
Armstrong memberikan contoh ilustrasi beragam cara yang berbeda untuk
mengajarkan Hukum Boyle bagi siswa.
1. Siswa diberikan penjelasan mengenai definisi verbal Hukum Boyle: "Untuk
massa dan suhu gas yang tetap, tekanan berbanding terbalik dengan volume."
Mereka membahas definisi. [Linguistik]
2. Siswa diberi rumus yang hukum Boyle: P x V = K. Mereka memecahkan
masalah tertentu yang berhubungan dengan rumus tersebut. [Logis/matematis].
3. Siswa diberikan metafora atau gambar visual untuk Hukum Boyle: "Bayangkan
kalian memiliki bisul di tangan dan kalian tekan. Ketika kalian tekan, tekanan
akan terbentuk Semakin banyak Anda menekan, semakin tinggi tekanan,
sampai akhirnya bisul itu meletus dan nanah menyembur keluar "
[Visual/spasial).
4. Siswa melakukan percobaan berikut: Mereka menghirup udara ke dalam mulut
sehingga pipi mereka sedikit mengembung. Kemudian mereka meletakkan
semua udara ke satu sisi mulut mereka (volume sedikit) dan menunjukkan
apakah tekanan naik atau turun (tekanan naik); kemudian mereka diminta
untuk melepaskan udara di kedua sisi mulut mereka (volume lebih banyak) dan
diminta untuk menunjukkan apakah tekanannya naik atau turun (tekanan
turun). [Kinestetik]
5. Siswa melakukan percobaan di lab yang mengukur tekanan udara dalam wadah
tertutup dan tekanan terhadap volume. [Logis/matematis, kinestetik]
6. Guru bertanya pada siswa mengenai saat-saat dalam hidup mereka ketika
mereka "di bawah tekanan": "Apakah kalian merasa memiliki banyak ruang?"
(Jawaban Khas:. Banyak tekanan / tidak banyak ruang).
7. Kemudian guru bertanya tentang saat-saat ketika mereka merasa sedikit
tekanan (tekanan sedikit / banyak ruang). Guru mengaitkan pengalaman siswa
dengan Hukum Boyle. [Intrapersonal] (Campbell dalam Slavin, 2006:124).

Namun beragam cara untuk mengakomodasi kecerdasan ganda juga


memunculkan kebutuhan untuk memberikan para siswa dengan pengalaman
penilaian yang mencakup akses ke berbagai metode presentasi (input) dan sarana
ekspresi (output). Jenis-jenis pengalaman penilaian yang diusulkan teori
kecerdasan jamak adalah kesempatan untuk mengekspos beberapa konteks pada
satu waktu. Biasanya berbasis proyek.
Sebagai contoh, jika siswa mengembangkan video untuk menunjukkan
pemahaman mereka tentang efek polusi di komunitas lokal mereka, mereka
mungkin harus membaca buku, melakukan penelitian lapangan, mendengarkan
lagu tentang lingkungan, dan terlibat dalam kegiatan yang kooperatif (input)
dalam rangka menciptakan video yang mencakup montase gambar, musik, dialog,
dan kata-kata (output). Proyek yang kompleks ini memberikan guru dengan
dokumen yang kaya konteks (video) untuk menilai kompetensi ekologi siswa
melalui berbagai kecerdasan (Armstrong, 142-143).
Di sekolah-sekolah kebanyakan tes yang digunakan adalah tes linguistik
dan tes logis-matematis. Padahal siswa memiliki lebih banyak cara untuk
memproses informasi daripada dalam setting sekolah tradisional. Daripada hanya
mengandalkan rumus matematika atau ingatan verbal dalam ruang tes, para siswa
mempunyai berbagai strategi mengerjakan tes kecerdasan jamak yang bisa
dijadikan acuan. Kecerdasan jamak memberikan beragam strategi belajar baru
untuk membantu para siswa. Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan konteks
penilaian yang mencakup akses ke berbagai metode presentasi (input) dan sarana
ekspresi (output).
Aktivitas Aktivitas
Aktivitas/ Aktivitas Aktivitas Aktivitas Aktivitas Aktivitas Aktivitas
Logika Kinestetik
Penilaian Linguistik Spasial Musikal Interpersonal Intrapersonal Naturalis
Matematis Tubuh
Pikirkan
Memeriksa Mendengarkan Mengikuti studi Memainkan
Membaca buku Menonton film pengalaman Mengamati alam
grafik statistik, musik lapangan game kooperatif
Penilaian Linguistik pribadi

Tulis sebuah Tulis sebuah Tulis sebuah Tulis sebuah Tulis sebuah Tulis sebuah Tulis sebuah Tulis sebuah
tanggapan tanggapan tanggapan tanggapan tanggapan tanggapan tanggapan tanggapan

Pikirkan
Memeriksa Mendengarkan Mengikuti studi Memainkan
Membaca buku Menonton film pengalaman Mengamati alam
Penilaian Logika- grafik statistik,. music lapangan game kooperatif
pribadi
matematis
Kembangkan Kembangkan Kembangkan Kembangkan Kembangkan Kembangkan Kembangkan Kembangkan
hipotesis hipotesis hipotesis hipotesis hipotesis hipotesis hipotesis hipotesis
Pikirkan
Memeriksa Mendengarkan Mengikuti studi Memainkan
Membaca buku Menonton film pengalaman Mengamati alam
grafik statistik, music lapangan game kooperatif
Penilaian Spasial pribadi
Buatlah sebuah Buatlah sebuah Buatlah sebuah Buatlah sebuah Buatlah sebuah Buatlah sebuah Buatlah sebuah Buatlah sebuah
gambar gambar gambar gambar gambar gambar gambar gambar

Pikirkan
Memeriksa Mendengarkan Mengikuti studi Memainkan
Membaca buku Menonton film pengalaman Mengamati alam
Penilaian Kinestetik grafik statistik, music lapangan game kooperatif
pribadi
Tubuh
Buatlah sebuah Buatlah sebuah Buatlah sebuah Buatlah sebuah Buatlah sebuah Buatlah sebuah Buatlah sebuah Buatlah sebuah
model model model model model model model model

Pikirkan
Memeriksa Mendengarkan Mengikuti studi Memainkan
Membaca buku Menonton film pengalaman Mengamati alam
grafik statistik, music lapangan game kooperatif
pribadi
Penilaian Musikal
Buatlah sebuah Buatlah sebuah Buatlah sebuah Buatlah sebuah Mengikuti studi Buatlah sebuah Buatlah sebuah Buatlah sebuah
lagu lagu lagu lagu lapangan lagu lagu lagu

Tabel 2.2. Konteks Penilaian Kecerdasan Jamak


Aktivitas Aktivitas
Aktivitas/ Aktivitas Aktivitas Aktivitas Aktivitas Aktivitas Aktivitas
Logika Kinestetik
Penilaian Linguistik Spasial Musikal Interpersonal Intrapersonal Naturalis
Matematis Tubuh
Pikirkan
Memeriksa Mendengarkan Mengikuti studi Memainkan
Membaca buku Menonton film pengalaman Mengamati alam
Penilaian grafik statistik, musik lapangan game kooperatif
pribadi
Interpersonal Berbagilah Berbagilah Berbagilah Berbagilah Berbagilah Berbagilah Berbagilah Berbagilah
dengan teman dengan teman dengan teman dengan teman dengan teman dengan teman dengan teman dengan teman
Pikirkan
Memeriksa Mendengarkan Mengikuti studi Memainkan
Membaca buku Menonton film pengalaman Mengamati alam
Penilaian grafik statistik, music lapangan game kooperatif
pribadi
Intrapersonal
Buat responmu Buat responmu Buat responmu Buat responmu Buat responmu Buat responmu Buat responmu Buat responmu
sendiri sendiri sendiri sendiri sendiri sendiri sendiri sendiri

Pikirkan
Memeriksa Mendengarkan Mengikuti studi Memainkan
Membaca buku Menonton film pengalaman Mengamati alam
grafik statistik, music lapangan game kooperatif
Penilaian Naturalis pribadi
Lakukan proyek Lakukan proyek Lakukan proyek Lakukan proyek Lakukan proyek Lakukan proyek Lakukan proyek Lakukan proyek
ekologi ekologi ekologi ekologi ekologi ekologi ekologi ekologi

Tabel 2.2. Konteks Penilaian Kecerdasan Jamak (Lanjutan)


Untuk pembelajaran bagi siswa berkecerdasan tinggi dan berbakat, guru dapat
menggunakan strategi yang sama saat mengajar siswa lain. Bila menerapkan teori kecerdasan
jamak, guru justru menjadi lebih mudah dalam menyesuaikan strategi dan konteks penilaian
untuk domain bakat yang mereka miliki.
Namun untuk memaksimalkan dan menantang potensi siswa berbakat agar dapat
terakomodasi, diperlukan program-program khusus. Ada empat pilihan program untuk anak
berbakat yaitu sebagai berikut:
1. Kelas khusus, kelas khusus untuk siswa yang berpencapaian tinggi di sekolah biasa.
Program ini ditempatkan di kelas khusus atau diadakan kelas khusus di hari nonefektif
sekolah).
2. Percepatan dan pengayaan dalam pengaturan kelas reguler, siswa yang berbakat
seharusnya didorong untuk menyelesaikan kurikulum sekolah tersebut dengan cepat.
Program Percepatan (acceleration program) melalui pelajaran tingkat lanjut bagi
berkecerdasan tinggi dan berbakat. Sedangkan program pengayaan yaitu program dimana
tugas atau kegiatan dirancang untuk memperluas atau memperdalam pengetahuan siswa
yang menguasai pelajaran di ruang kelas dengan cepat.
3. Mentor dan program magang, beberapa pakar percaya ini adalah cara penting yang jarang
dipakai untuk memotivasi, menantang, dan mendidik anak berbakat secara efektif. Yang
dimaksud adalah mencari kesempatan untuk magang dan pengalaman kerja di bidang yang
diminati. Yang dimaksud untuk mentor ialah mentor khusus dan berkumpul dengan
teman-teman yang sama untuk belajar bersama, mendapatkan materi yang lebih dalam dan
tantangan yang lebih besar.
4. Kerja studi dan/atau program pelayanan masyarakat, program ini menekankan pada
berbasis masalah, menciptakan proyek, portofolio atau kegiatan pelayanan masyarakat dan
berpikir kritis (Hertzog dalam Santrock, 2014:232-233).
Ketika siswa berbakat masih belum tertantang dengan program-program tersebut,
Winner (dalam Santrock, 2014:234) menyarankan agar mereka diizinkan untuk mengikuti
kelas yang lebih maju sesuai domain kemampuan luar biasa mereka. Misalnya siswa sekolah
menengah mengambil kelas kuliah di bidang keahlian mereka. Contohnya Bill Gates, pendiri
Microsoft, mengambil kelas matematika di perguruan tinggi dan meretas sistem keamanan
computer di usia 13 tahun.
Model lain yang telah mebantu guru melampaui definisi standar sekolah tentang bakat
anak adalah pendekatan talenta multi yang dikembangkan oleh Calvin Taylor untuk anak
berbakat dan bertalenta. Taylor mengatakan bahwa di samping kemampuan akademis,
terdapat sedikitnya delapan talenta berbeda yang layak untuk dikembangkan di dalam kelas
yaitu: pemikiran produktif dan kreatif, perencanaan, pelaksanaan sebuah rencana, pembuat
keputusan, meramal, komunikasi, hubungan antar sesama, dan kesempatan cerdik. Taylor
menganggap bahwa bila para guru memperhatikan setiap talenta dalam menaksir kemampuan
siswa, maka 90 persen dari keselurhan siswa akan berada di atas rata-rata untuk sekitnya satu
bidang kecedasan. Dengan menggunakan pendekatan taylor, para siswa mulai mengidenti-
fikasi talenta mereka sendiri dan talenta teman-temannya pada awal tahun ajaran, dan mereka
melakukan aktivitas yang dirancang untuk memaksimalkan penggunaan kemampuan mereka.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Kecerdasan Jamak memberikan beragam strategi belajar baru untuk membantu para
siswa. Kita harus mengingat bahwa setiap anak mempunyai delapan kecerdasan masing-
masing. Masyarakat pada umumnya hanya memusatkan perhatian pada dua dari delapan jenis
kecerdasan ketika memutuskan siapa yang cerdas dalam budaya kita, yaitu kecerdasan
linguistik dan kecerdasan logis-matematis, padahal ada bentuk kecerdasan lain yang sama
absahnya. Siswa memiliki lebih banyak cara untuk memproses informasi daripada dalam
setting sekolah tradisional. Daripada hanya mengandalkan rumus matematika atau ingatan
verbal dalam ruang tes, para siswa mempunyai berbagai strategi mengerjakan tes kecerdasan
jamak yang bisa dijadikan acuan.
Anak-anak yang berkecerdasan tinggi dan berbakat adalah mereka yang mempunyai
kemampuan luar biasa mampu berprestasi tinggi. Anak-anak ini memerlukan program-
program pendidikan yang berbeda dan pelayanan lebih dari yang umumnya disediakan
program sekolah biasa supaya mereka menyadari kontribusi (potensial) bagi diri mereka
sendiri dan masyarakat. Anak-anak yang mempu berprestasi tinggi adalah mereka yang telah
menunjukkan salah satu atau beberapa kemampuan atau kecerdasan.
DAFTAR RUJUKAN

Armstrong, Thomas. 2003. Setiap Anak Cerdas; Panduan Membantu Anak. Belajar Dengan
Cara Memanfaatkan Multiple Intelegensinya. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Amstrong, Thomas. 2004. Awakening Your Child's Natural Genius Membangkitkan Bakat.
Alami Kejeniusan Anak Anda Meningkatkan Rasa Ingin Tahu, Kreativitas, dan
Kemampuan Belajar. Batam: Interaksa.

Armstrong, Thomas. 2009. Multiple Intelligences in the Classroom. Virginia: ASCD

Santrock, John W. 2009. Psikologi Pendidikan . Edisi 5. Jakarta. Erlangga

Slavin, Robert. 2009. Educational Psycology: Theory and Practice, Eight Edition.
Terjemahan Samosir 2009. Jakarta:Indeks.

Anda mungkin juga menyukai