PEMBAHASAN
I. PEMBERHENTIAN KARYAWAN
2.1.1 Pengertian Pemberhentian
Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 mengartikan bahwa Pemberhentian atau
Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang
mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antar pekerja dan pengusaha. Sedangkan
menurut Moekijat mengartikan bahwa Pemberhentian adalah pemutusan hubungan kerja
seorang karyawan dengan suatu organisasi perusahaan.
Istilah pemberhentian juga mempunyai arti yang sama dengan separation yaitu pemisahan.
Pemberhentian yang dilakukan oleh perusahaan harus berdasarkan dengan UU No.12 Tahun
1964 KUHP dan seizinn P4D atau P4P atau seizin keputusan pengadilan. Pemberhentian juga
harus memperhatikan pasal 1603 ayat 1 KUHP yaitu mengenai “tenggang waktu dan ijin
pemberhentian”. Perusahaan yang melakukan pemberhentian akan mengalami kerugian
karena karyawan yang diberhentikan membawa biaya penarikan, seleksi, pelatihan dan proses
produksi berhenti. Pemberhentian yang dilakukan oleh perusahaan juga harus dengan baik-
baik, mengingat saat karyawan tersebut masuk juga diterima dengan baik.
Pemutusan hubungan kerja merupakan fungsi terakhir manajer sumberdaya manusia yang
dapat didefinisikan sebagai pengakhiran hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha yang
dapat disebabkan oleh berbagai macam alasan, sehingga berakhir pula hak dan kewajiban di
antara mereka (Mutiara Sibarani Panggabean, Manajemen Sumber Daya Manusia, 2004).
Ada beberapa alasan yang menyebabkan seseorang berhenti atau putus hubungan kerjanya
dengan perusahaan . Ada yang bersifat karena peraturan perundang-undangan, tapi ada juga
karena keinginan pengusaha. Agar tidak terjadi hal semena-mena oleh pengusaha, maka
pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan yang berkaitan dengan pemberhentian
karyawan. Dalam pengertian ini pemerintah tidak melarang secara umum untuk
memberhentikan karyawan dari pekerjaannya. Jangan karena tidak cocok dengan pendapat
perusahaan atau bertentangan dengan kehendak atau keinginan pengusaha yang
mengharapkan karyawan terus bekerja utuk meningkatkan produksinya, karyawan tersebut
langsung diberhentikan tanpa melalui prosedur yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dan
tanpa dijelaskan alasan-alasannya kepada karyawan. Oleh karena demikian, untuk
melindungi karyawan dari tindakan demikian, maka pemerintah telah menetapkan
kebijakannya yang tertuang di dalam UU No. 13 Tahun 2003 bahwa, pengusaha dilarang
melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan:
1. Pekerja berhalangan masuk karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak
melampaui 12 bulan secara terus menerus.
2. Pekerja berhalangan Negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
3. Pekerja mengerjakan ibadah yang diperintahkan agamanya.
4. Pekerja menikah
5. Pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan atau menyusui bayinya.
6. Pekerja mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya
dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan
atau perjanjian kerja bersama.
7. Pekerja mendirikan, mejadi anggota dan atau pengurus serikat pekerja, pekerja
melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja atau di dalam jam kerja atas
kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam pernjanjian kerja
bersama.
8. Pekerja yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan
pengusaha yang melakukan tindakan pidana kejahatan.
9. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, wana kulit, golongan, jenis
kelamin, kondisi fisik atau status perkawinan.
10. Pekerjaan dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau karena
hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu
penyembuhannya belum dapat dipastikan.
Di samping hal tersebut di atas yang melarang pengusaha mengadakan pemutusan hubungan
kerja dengan karyawannya, tapi ada juga yang membolehkan pengusaha mengadakan
pemutusan kerja dengan karyawan dengan asalan pekerja telah melakukan kesalahan berat
sebagai berikut:
1. Melakukan penipuan, pencurian atau penggelapan dan atau uang milik perusahaan
2. Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan.
3. Mabuk, minum-minuman kerjas memabukan, memakai atau mengedarkan narkotika,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan karja.
4. Melakukan perbuatan asusiala atau perjudian di lingkungan karja.
5. Menyerang menganiaya, mengancam atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha
di lingkungan kerja.
6. Membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan.
7. Dengan ceroboh atau membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya
di tempat kerja.
8. Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang harusnya dirahasiakan kecuali
untuk kepentingan negara.
2. Keinginan perusahaan
3. Keinginan Karyawan
Pemberhentian karena keinginan karyawan dapat terjadi karena karyawan tersebut kurang
mendapat kepuasan kerja di perusahaan yang bersangkutan. Misalnya jasanya rendah,
lingkungannya kurang baik atau perlakuan kurang baik. Pemberhentian karena keinginan
karyawan dapat juga terjadi karena pindah ke tempat lain untuk mengurus orang tua,
kesehatan yang kurang baik, untuk melanjutkan pendidikan, ataupun karena telah
mendapakan pekerjaan yang lebih baik.
4. Pensiun
Undang-undang mempensiunkan seseorang karena telah mencapai batas usia dan masa kerja
tertentu. Usia kerja seseorang karyawan untuk status kepegawaian adalah 55 tahun atau
seseorang dapat dikenakan pensiun dini, apabila menurut keterangan dokter, karyawan
tersebut sudah tidak mampu lagi untuk bekerja dan umurnya sudah mencapai 50 tahun
dengan masa pengalaman kerja minimal 15 tahun.
Pensiun atas keinginan dari karyawan adalah pensiun atas permintaan sendiri dengan
mengajukan surat permohonan setelah mencapai masa kerja tertentu, dan permohonannya
dikabulkan oleh perusahaan. Besar uang pensiun yang diterima oleh karyawan yang pensiun
diatur oleh undang-undang bagi pegawai negeri yang pembayarannya dilakukan secara
periodik, sedangkan bagi karyawan swasta diatur oleh perusahaan yang bersangkutan
biasanya pembayaran berupa uang pesangon pada saat diberhentikan. Pembayaran uang
pensiun merupakan pengakuan atau penghargaan atas pengabdian seseorang kepada
organisasi dan memberikan sumber kehidupan bagi usia lanjut, sehingga dengan adanya uang
pensiun akan memberikan ketenangan bagi para karyawannya.
6. Meninggal dunia
Karyawan yang meninggal dunia secara otomatis hubungan kerjanya dengan perusahaan akan
terputus. Perusahaan tersebut akan memberikan pesangon atau uang pensiun bagi keluarga
yang ditinggalkannya sesuai dengan peraturan yang ada. Seorang karyawan yang meninggal
dunia saat melaksanakan tugas, pesangon atau golongannya diatur di dalam undang-undang.
Misalnya, pesangon lebih besar dan golongannya dinaikkan sehingga uang pensiunnya lebih
besar.
7. Perusahaan dilikudasi
Dalam hal perusahaan dilikuidasi masalah pemberhentian karyawan diatur dengan peraturan
perusahaan, perjanjian bersama dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk
menentukan apakah benar atau tidak perusahaan dilikuidasi atau dinyatakan bangkrut harus
didasarkan kepada peraturan perundang-undangan.
Jika pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka cara yang ditempuh diatur dalam
Undang-Undang No. 12 Tahun 1964. pengusaha yang ingin memutuskan hubungan kerja
dengan pekerjanya harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari P4D untuk pemutusan
hubungan terhadap sembilan karyawan atau kurang, dan izin dari P4P untuk pemutusan
hubungan kerja terhadap pekerja yang jumlahnya sepuluh orang ke atas. Selama izin belum
diberikan pemutusan hubungan kerja belum sah maka kedua belah pihak harus menjalankan
kewajibannya.
Catatan:
- Bagi karyawan yang melakukan pelanggaran berat dapat langsung diserahkan kepada
pihak kepolisian untuk diproses lebih lanjut tanpa meminta ijin lebih dahulu kepada
Dinas terkait atau berwenang.
- bagi karyawan yang akan pensiun, dapat diajukan sesuai dengan peraturan. Demikian
pula terhadap karyawan yang akan mengundurkan diri atau atas kehendak karyawan
diatur atas sesui dengan paraturan perusahaan dan peraturan perundang-undangan.
Dengan adanya pemberhentian karyawan tersebut tentu sangat berpengaruh sekali terhadap
karyawan itu sendiri. Dampak pemberhentian bagi karyawan yang diberhentikan yaitu
dampak secara psikologis . Selain itu dengan diberhentikan dari pekerjaannya maka berarti
karyawan tersebut tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan secara maksimal untuk diri dan
keluarganya. Atas dasar tersebut, maka manajer sumber daya manusia harus sudah dapat
memperhitungkan beberapa jumlah uang yang seharusnya diterima oleh karyawan yang
behenti, agar karyawan tersebut dapat memenuhi kebutuhannya sampai pada tingkat
dianggap cukup.
Berdasarkan pemahan tersebut di atas, menjadi sangat penting bagi organisasi agar tidak
kehilangan karyawan, yang dapat mengakibatkan kerugian dan inefisiensi dalam pekerjaan
organisasi. Untuk itu perlu dikembangkan langkah-langkah yang dapat mempertahankan aset
sumber daya manusia yang ada dalam organisasi. Prinsipnya, semakin besar karyawan
merasa organisasi tempatnya bekerja mengembangkan kebijakan sumber daya manusia yang
berpusat pada kesejahteraan secara profesional, maka semakin kecil kecenderungan karyawan
untuk meninggalkan organisasi yang mempekerjakan mereka, demikian dikatakan oleh
Paille, Bordeau & Galois (2010). Lebih jauh dikatakan juga bahwa semakin tinggi kepuasan
karyawan terhadap kondisi pekerjaannya di dalam organisasi maka semakin kecil
kemungkinan karyawan untuk meninggalkan organisasi. Dengan demikian, kecilnya tingkat
karyawan yang keluar dari organisasi menunjukkan besarnya tingkat retensi karyawan di
dalam organisasi. Blakely et al (2003) dan Podsakoff et al (2000) dalam Paille, Bordeau &
Galois (2010) menambahkan bahwa apabila kepuasan karyawan terhadap kondisi pekerjaan
mereka tinggi, karyawan akan semakin lebih menunjukan upaya sukarela untuk menolong
organisasi mencapai efisiensi yang lebih baik.
Untuk mencegah terjadinya retensi karyawan atau setidaknya kalaupun harus ada retensi
karyawan maka retensi tersebut haruslah dikelola. Mengelola retensi karyawan merupakan
sebuah proses. Gambaran mengenai proses mengelola retensi karyawan sebagai berikut:
1) Pengukuran dan penilaian retensi karyawan
Guna memastikan bahwa tindakan yang tepat diambil untuk meningkatkan retensi karyawan
dan mengurangi perputaran, keputusan manajemen lebih membutuhkan data dan analisis
daripada kesan subjektif dati situasi individual yang dipilih, atau reaksi terhadap hilangnya
beberapa orang penting. Oleh karena itu, adalah penting untuk mempunyai beberapa jenis
ukuran dan analisis yang berbeda. Data yang dapat diukur dan dinilai, terdiri dari: Analisis
pengukuran perputaran, biaya perputaran, survei karyawan dan wawancara keluar kerja
2) Intervensi Retensi Karyawan
Berbagai intervensi Sumber Daya Manusia (SDM) dapat dilakukan untuk memperbaiki
retensi karyawan. Perputaran dapat dikendalikan dan dikurangi dengan beberapa cara, yaitu:
pengembangan sistem perekrutan dan seleksi, orientasi dan pelatihan, kompensasi dan
tunjangan, perencanaan dan pengembangan karier, dan hubungan karyawan yang juga
mempertimbangkan upaya meminimalisir retensi karyawan.
3) Evaluasi dan Tindak Lanjut
Setelah usaha intervensi dilakukan, selanjutnya evaluasi dan tindak lanjut yang dapat
dilakukan dengan cara: menelaah data perputaran secara tetap, memeriksa hasil intervensi
dan menyesuaikan usaha intervensi.
2. Penggunaan teknologi
Kalau sebelumnya perusahaan tradisional menggunakan tenaga kerja sebagai andalan
dalam menghasilkan produk, maka kehadiran teknologi yang terus berkembang dapat
menggantikan pekerja dengan proses otomatisasi pembuatan barang. Kehadiran
teknologi ini akan menyebabkan pekerja tidak ada pekerjaan dan kemudian pekerja
diputus hubungan kerjanya. Tentunya proses pengalihan dari tenaga kerja ke mesin-
mesin berteknologi tinggi harus hati-hati supaya tidak menyebabkan dampak sosial.
Jika memungkinkan alihkan pekerja untuk pekerjaan lain, sementara teknologi
menggantikan mereka. Dan cara yang paling baik adalah membiarkan pekerja yang
lama ini keluar dan tentu saja pekerjaan rekruitmen harus dikurangi sesuai dengan
situasi setelah hadirnya teknologi ini.
3. Pemindahan lokasi
Karena alasan upah buruh yang lebih rendah, perusahaan memindahkan lokasi
pabriknya dari satu tempat ke tempat lain bahkan dari satu negara ke negara lain.
Pemindahan ini tentu akan menyebabkan pengurangan karyawan pada lokasi asal.
Perkembangan selanjutnya upah buruh di lokasi tujuan naik kemudian pabrik pindah
ke tempat lain, tempat lain tersebut kemudian upah buruhnya naik demikian dan
seterusnya. Perusahaan kemudian berpikir bahwa lokasi pabrik sudah terlalu jauh,
penghematan tenaga kerja juga sedikit, tetapi biaya transportasi naik dan pengiriman
menjadi lama. Beberapa kasus perusahaan memindahkan lokasi pabrik ke negara
asalnya karena penghematan biaya sudah tidak relevan lagi dengan kecekatan
perusahaan dalam menghadapi tuntutan persaingan.
Pemutusan Hubungan Kerja harus juga dipertimbangkan agar tidak menurunkan kualitas
layanan. Jangan sampai pelanggan tidak dilayani dengan baik karena perusahaan kekurangan
SDM untuk melayaninya. Jika sampai pelanggan tidak dilayani dengan baik, maka pelanggan
bisa pindak ke pesaing dan penurunan penjualan bisa melebihi penghematan biaya pekerja,
dan jika ini terjadi malah akan lebih memperburuk keadaan.
Manajemen harus juga menyampaikan informasi PHK masal ini secara manusiawi dengan
pendekatan yang baik. Lebih baik kalau karyawan dikumpulkan kemudian dijelaskan dengan
baik. Jangan sampai informasi ini disampaikan hanya dengan email yang nanti malah
berkembang menjadi rumor yang tidak baik.
DAFTAR PUSTAKA
https://ranjidsuranta.wordpress.com/pemberhentian-tenaga-kerja-pada-perusahaan/
http://zmanajemen.blogspot.co.id/2015/02/manajemen-sumberdaya-manusia-mengelola.html
http://restoe-ibu.blogspot.co.id/2012/01/pengertian-downsizing.html
http://www.proweb.co.id/articles/hrm/downsizing.html