Anda di halaman 1dari 10

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN TYPOID FEVER

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman
salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid
dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1998 ).
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna,
gangguan kesadaran, dan lebih banyak menyerang pada anak usia 12 – 13 tahun ( 70% -
80% ), pada usia 30 - 40 tahun ( 10%-20% ) dan diatas usia pada anak 12-13 tahun
sebanyak ( 5%-10% ). (Mansjoer, Arif 1999).
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pencernaan dan
gangguan kesadaran (FKUI. 1999).

2. Etiologi
a. Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak
bersepora mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu :
1) Antigen O (somatic, terdiri darizat komplekliopolisakarida).
2) Antigen H(flagella).
3) Antigen V1 dan protein membrane hialin.
b. Salmonella parathypi A.
c. Salmonella parathypi B.
d. Salmonella parathypi C.
e. Faces dan Urin dari penderita thypus (Rahmad Juwono, 1996).

3. Manifestasi Klinis
Gejala klinis pada anak umumnya lebih ringan dan lebih bervariasi
dibandingkan dengan orang dewasa. Walaupun gejala demam tifoid pada anak lebih
bervariasi, tetapi secara garis besar terdiri dari demam satu minggu / lebih, terdapat
gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. Dalam minggu pertama,
keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada umumnya seperti demam,
nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi, serta suhu badan yang
meningkat.
Pada minggu kedua maka gejala / tanda klinis menjadi makin jelas, berupa
demam remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung, bisa disertai
gangguan kesadaran dari ringan sampai berat. Lidah tifoid dan tampak kering,
dilapisi selaput kecoklatan yang tebal, di bagian ujung tepi tampak lebih kemerahan
(Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2001).
Sejalan dengan perkembangan penyakit, suhu tubuh meningkat dengan
gambaran ‘anak tangga’. Menjelang akhir minggu pertama, pasien menjadi
bertambah toksik (Vanda Joss & Stephen Rose, 1997).

4. Patofisiologi
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap
Dapat ditemukan leukopenia, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal.
Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh.
Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus
c. Pemeriksaan Uji Widal
Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri
Salmonella typhi. Uji Widal dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin
dalam serum penderita Demam Tifoid. Akibat adanya infeksi oleh Salmonella
typhi maka penderita membuat antibodi (aglutinin) yaitu:
1) Aglutinin O: karena rangsangan antigen O yang berasal dari tubuh bakteri.
2) Aglutinin H: karena rangsangan antigen H yang berasal dari flagela bakteri.
3) Aglutinin Vi: karena rangsangan antigen Vi yang berasal dari simpai bakteri.
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglitinin O dan H yang digunakan untuk
diagnosis Demam Tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan
menderita Demam Tifoid (Widiastuti Samekto, 2001).

6. Komplikasi
Perdarahan usus, peritonitis, meningitis, kolesistitis, ensefalopati, bronkopneumonia,
hepatitis (Arif mansjoer & Suprohaitan 2000).
Perforasi usus terjadi pada 0,5-3% dan perdarahan berat pada 1-10% penderita
demam tifoid. Kebanyakan komplikasi terjadi selama stadium ke-2 penyakit dan
umumnya didahului oleh penurunan suhu tubuh dan tekanan darah serta kenaikan
denyut jantung. Pneumonia sering ditemukan selama stadium ke-2 penyakit, tetapi
seringkali sebagai akibat superinfeksi oleh organisme lain selain Salmonella.
Pielonefritis, endokarditis, meningitis, osteomielitis dan arthritis septik jarang terjadi
pada hospes normal. Arthritis septik dan osteomielitis lebih sering terjadi pada
penderita hemoglobinopati (Behrman Richard, 1992).

7. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian Keperawatan
1) Identitas
Didalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, no.
Registerasi, status perkawinan, agama, pekerjaan, tinggi badan, berat badan,
tanggal MR.
2) Keluhan Utama
Pada pasien Thypoid biasanya mengeluh perut merasa mual dan kembung,
nafsu makan menurun, panas dan demam.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit Thypoid, apakah tidak
pernah, apakah menderita penyakit lainnya.
4) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya penyakit pada pasien Thypoid adalah demam, anorexia, mual,
muntah, diare, perasaan tidak enak di perut, pucat (anemi), nyeri kepala pusing,
nyeri otot, lidah tifoid (kotor), gangguan kesadaran berupa somnolen sampai
koma.
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita Thypoid atau
sakit yang lainnya
6) Riwayat Psikososial
Psiko sosial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan
timbul gejala-gejala yang dalami, apakah pasien dapat menerima pada apa
yang dideritanya.
7) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola pesepsi dan tatalaksana kesehatan
Perubahan penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkan masalah
dalam kesehatannya.
b) Pola nutrisi dan metabolism
Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, lidah
kotor, dan rasa pahit waktu makan sehingga dapat mempengaruhi status
nutrisi berubah.
c) Pola aktifitas dan latihan
Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik serta
pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya.
d) Pola tidur dan aktifitas
Kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan yang
meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu tidur.
e) Pola eliminasi
Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi refensi bila dehidrasi karena
panas yang meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan.
f) Pola reproduksi dan sexual
Pada pola reproduksi dan sexual pada pasien yang telah atau sudah
menikah akan terjadi perubahan.
g) Pola persepsi dan pengetahuan
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi
pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri.
h) Pola persepsi dan konsep diri
Didalam perubahan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah
penyakitnya.
i) Pola penanggulangan stress
Stres timbul apabila seorang pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah
penyakitnya.
j) Pola hubungan interpersonal
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan
interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan
perannya selama sakit.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan menjadi
cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan
terganggu.
8) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum
Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas, puccat,
mual, perut tidak enak, anorexia.
b) Kepala dan leher
Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal,
konjungtiva anemia, mata cowong, muka tidak odema, pucat/bibir kering,
lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi pendengran normal leher
simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
c) Dada dan abdomen
Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen
ditemukan nyeri tekan.
d) Sistem respirasi
Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak terdapat
cuping hidung.
e) Sistem kardiovaskuler
Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah yang
meningkat akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien mengalami
peningkatan suhu tubuh.
f) Sistem integument
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat.
g) Sistem eliminasi
Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih
pasien bisa mengalami penurunan (kurang dari normal). N ½ -1 cc/kg
BB/jam.
h) Sistem muskuloskolesal
Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak ada
gangguan.
i) Sistem endokrin
Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar toroid dan
tonsil.
j) Sistem persyarafan
Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam
penderita penyakit thypoid.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia,
individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi
dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan (Nursalam,
2002 : 35).
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah :
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella Typhii
b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan anoreksia
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bedrest.
d. Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan
pengeluaran cairan yang berlebihan (diare/muntah).
2. Perencanaan Tindakan Keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi salmonella typhsi
Tujuan : Suhu tubuh normal/terkontrol.
Kriteria hasil :
1) Pasien melaporkan peningkatan suhu tubuh mencari pertolongan untuk
pencegahan peningkatan suhu tubuh.
2) Turgor kulit membaik
Intervensi Rasionalisasi
a) Berikan penjelasan kepada klien a. Agar klien dan keluarga mengetahui sebab dari
dan keluarga tentang peningkatan suhu dan membantu mengurangi
peningkatan suhu tubuh kecemasan yang timbul.
b) Anjurkan klien menggunakan b. Untuk menjaga agar klien merasa nyaman, pakaian tipis
pakaian tipis dan menyerap akan membantu mengurangi penguapan tubuh.
keringat c.
c) Batasi pengunjung Agar klien merasa tenang dan udara di dalam ruangan
tidak terasa panas.
d) Observasi TTV tiap 4 jam sekali Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui
keadaan umum pasien
e) 2,5 liter / 24 jam± Anjurkan Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan
pasien untuk banyak minum, tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan
minum asupan cairan yang banyak
f) Memberikan kompres dingin Untuk membantu menurunkan suhu tubuh
g) kolaborasi dengan dokter dalam g. Antibiotik untuk mengurangi infeksi dan antipiretik untuk
pemberian tx antibiotik dan menurunkani panas.
antipiretik

b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan


dengan anoreksia
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat
Kriteria hasil :
1) Nafsu makan meningkat.
2) Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan.
Intervensi Rasionalisasi
a) Jelaskan pada klien dan keluarga tentang Untuk meningkatkan pengetahuan klien
manfaat makanan/nutrisi. tentang nutrisi sehingga motivasi untuk makan
b) Timbang berat badan klien setiap 2 hari. meningkat.
c) Beri makanan dalam porsi kecil dan Untuk mengetahui peningkatan dan
frekuensi sering. penurunan berat badan.
d) Beri nutrisi dengan diet lembek, tidak Untuk meningkatkan asupan makanan karena
mengandung banyak serat, tidak mudah ditelan.
merangsang, maupun menimbulkan Untuk menghindari mual dan muntah.
banyak gas dan dihidangkan saat masih
hangat
e) Kolaborasi dengan dokter untuk Mengurangi rasa mual dan muntah. Nutrisi
pemberian antasida dan nutrisi parenteral dibutuhkan terutama jika kebutuhan
parenteral. nutrisi per oral sangat kurang.

c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bed rest


Tujuan : pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) optimal.
Kriteria hasil :
1) Kebutuhan personal terpenuhi
2) Dapat melakukan gerakkan yang bermanfaat bagi tubuh.
3) Memenuhi AKS dengan teknik penghematan energi.

Intervensi Rasionalisasi
a) Beri motivasi pada pasien dan kelurga
a. Agar pasien dan keluarga mengetahui pentingnya
untuk melakukan mobilisasi sebatas mobilisasi bagi pasien yang bedrest
kemampuan (missal. Miring kanan, miringb.
kiri).
b) Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas Untuk mengetahui sejauh mana kelemahan yang
(makan, minum). terjadi.
c) Dekatkan keperluan pasien dalam Untuk mempermudah pasien dalam melakukan
jangkauannya. aktivitas.
d) Berikan latihan mobilisasi secara bertahap Menghindari kekakuan sendi dan mencegah
sesudah demam hilang. adanya dekubitus

d. Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan


cairan yang berlebihan (diare/muntah)
Tujuan : tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan
Kriteria hasil :
1) Turgor kulit meningkat.
2) Wajah tidak nampak pucat.
Intervensi Rasionalisasi
a) Berikan penjelasan tentang pentingnya Untuk mempermudah pemberian cairan (minum)
kebutuhan cairan pada pasien dan pada pasien.
keluarga.
b) Observasi pemasukan dan pengeluaran Untuk mengetahui keseimbangan cairan.
cairan.
c) 2,5 liter / 24 jam.± Anjurkan pasien untuk Untuk pemenuhan kebutuhan cairan.
banyak minum
d) Observasi kelancaran tetesan infuse. Untuk pemenuhan kebutuhan cairan dan
mencegah adanya oedem.
e) Kolaborasi dengan dokter untuk terapi Untuk pemenuhan kebutuhan cairan yang tidak
cairan (oral / parenteral). terpenuhi (secara parenteral).

3. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan dari perencanaan untuk mencapai tujuan
yang spesifik, tahap implementasi dimulai setelah rencana tindakan disusun dan
untuk mencapai tujuan yang diharapkan (Nursalam, 2001 : 63).

4. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan
sejauh mana diagnose keperawatan berhasil dicapai (Nursalam, 2001 : hal : 71).
Evaluasi yang digunakan ada dua macam yaitu evaluasi formatif dan evaluasi
sumatif. Evaluasi formatif yaitu evaluasi yang dilakukan pada saat dilakukan tindakan,
sedangkan evaluasi sumatif yaitu evaluasi yang dilakukan pada saat klien pulang,
meninggal dunia atau perawat selesai dinas.
Tahapan evaluasi yaitu :
S : Respon subyektif terhadap tindakan keperawatan.
O : Respon objektif terhadap tindakan keperawatan.
A : Analisa data untuk menyimpulkan apakah masalah sudah teratasi atau
belum.
P : Perencanaan berdasarkan hasil analisa ulang.
I : Implementasi jika intervensi dilanjutkan maka dilanjutkan dengan tindakan
keperawatan.
E : Evaluasi merupakan tindak lanjut dari evaluasi.
R : Reassesment merupakan tindak lanjut dari evaluasi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Marylin E Doengoes. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3 . EGC. Jakarta. 1999.


2. Barbara Engram, 1998, Keperawatan Medikal Bedah , EGC Jakarta.
3. Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-
2002, NANDA.
4. Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth, EGC, Jakarta.
5. Nursalam. 2001. Metodologi Riset Keperawatan. Infomedika. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai