Ujian Kelas A Ok
Ujian Kelas A Ok
ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN TN.X DENGAN GIGITAN ULAR
DIRUANG BEDAH
DISUSUN OLEH :
i
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Insiden kira – kira 8000 orang terkena gigitan ular berbisa setiap tahun di Amerika
Serikat, dengan lebih 98% dari gigitan mengenai ekstremitas. Sejak tahun 1960, rata-
rata 14 korban setiap tahun meninggal di Amerika Serikat karena gigitan ular, dengan
70% kebanyakan di lima daerah serikat termasuk Texas, Georgia, Florida, Alabama,
dan California Selatan.
Di Amerika Utara ular beracun merupakan anggota keluarga Crotalidae atau pit viper
atau dari keluarga elipidae atau ular karang. Keluarga ular Rattle bertanggung jawab
atas kira-kira 70% kematian karena gigitan ular, sementara kematian karena gigitan
ular jenis kepala kuning tembaga (copperhead) sangat jarang.
Ular berbisa dibandingkan ular tak berbisa pit viper dinamakan demikian karena
memiliki ciri lekukan yang sensitif terhadap panas terletak antara mata dan lubang
hidung pada tiap sisi kepala. Pit viper juga memiliki pupil berbentuik elips, berlainan
dengan pupil bulatyang memiliki ular jenis tak bebahaya. Sebaliknya, ular karang
memiliki pupil bulat dan sedikit lekukan pada muka. Pit viper memiliki gigi taring
panjang dan sederet gigi subkaudal. Ular tak berbisa banyak memiliki gigi dibanding
dengan taring dan mempunyai dua deret gigi subkaudal. Untuk membedakan ular
karang berbisa dengan ular lain yang mirip warnanya, harus diingat bahwa ular karang
memiliki hidung berwarna hitam dan memiliki juga guratan cincin warna merah yang
berdampingan dengan warna kuning.
Bisa dari ular berbisa mengandung hialuronidase, yang menyebabkan bisa dapat
menyebar dengan cepat melalui jaringan limfatik superfisisal. Toksin lain yang
terkandung dalam bisa ular, antara lain neurotoksin, toksin hemoragik dan
trombogenik, toksin hemolitik, sitotoksin, dan antikoagulan.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu memahami tentang gigitan ular dan mampu memberikan
asuhan keperawatan pada klien tersebut dalam kegawat daruratan.
2. Tujuan khusus
Mahasiswa mampu :
a. Memahami tentang definisi ggigitan ular
b. Memahami tentang etiologi gigitan ular
c. Memahami tentang patofisiologi gigitan ular
d. Memahami tentang manifestasi klinis gigitan ular
e. Memahami tentang komplikasi klien gigitan ular
f. Memahami tentang penatalaksanaan gigitan ular
g. Melakukan pengkajian gawat darurat pada klien dengan gigitan ular
h. Memberikan asuhan keperawatan gawat darurat pada klien dengan gigitan ular
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN GIGITAN ULAR
Gigitan ular adalah suatu keadan yang disebabkan oleh gigitan ular berbisa.
Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Racun binatang
adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang dapat
menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia. Sebagian kecil
racun bersifat spesifik terhadap suatu organ, beberapa mempunyai efek pada hampir
setiap organ. Kadang-kadang pasien dapat membebaskan beberapa zat farmakologis
yang dapat meningkatkan keparahan racun yang bersangkutan. Komposisi racun
tergantung dari bagaimana binatang menggunakan toksinnya. Racun mulut bersifat
ofensif yang bertujuan melumpuhkan mangsanya, sering kali mengandung faktor letal.
Racun ekor bersifat defensive dan bertujuan mengusir predator, racun bersifat kurang
toksik dan merusak lebih sedikit jaringan.
Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsa dan
sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut merupakan ludah
yang termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar khusus. Kelenjar yang
mengeluarkan bisa merupakan suatu modifikasi kelenjar ludah parotid yang terletak di
setiap bagian bawah sisi kepala di belakang mata. Bisa ular tidak hanya terdiri atas
satu substansi tunggal, tetapi merupakan campuran kompleks, terutama protein, yang
memiliki aktivitas enzimatik.
B. ETIOLOGI
Terdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu Elapidae, Hidrophidae, dan Viperidae. Bisa
ular dapat menyebabkan perubahan lokal, seperti edema dan pendarahan. Banyak bisa
yang menimbulkan perubahan lokal, tetapi tetap dilokasi pada anggota badan yang
tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elapidae tidak terdapat lagi dilokasi gigitan dalam
waktu 8 jam.
Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada beberapa macam :
1. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang dan
merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan stroma
lecethine (dinding sel darah merah), sehingga sel darah menjadi hancur dan larut
(hemolysin) dan keluar menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan
timbulnya perdarahan pada selaput tipis (lender) pada mulut, hidung, tenggorokan,
dan lain-lain.
2. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf sekitar
luka gigitan yang menyebabkan jaringan-jaringan sel saraf tersebut mati dengan
tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam (nekrotis).
Penyebaran dan peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf pusat dengan
3
jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung.
Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limfe.
3. Bisa ular yang bersifat Myotoksin
Mengakibatkan rabdomiolisis yang sering berhubungan dengan maemotoksin.
Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat
kerusakan sel-sel otot.
4. Bisa ular yang bersifat kardiotoksin
Merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot jantung.
5. Bisa ular yang bersifat cytotoksin
Dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya berakibat terganggunya
kardiovaskuler.
6. Bisa ular yang bersifat cytolitik
Zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan pada tempat
gigitan.
7. Enzim-enzim
Termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bias
E. PATHWAY
Gagal napas
Sukar bernapas Toksik masuk ke pembuluh
darah
Hipotensi
5
yang ditandai dengan urin warna coklat gelap (ini penting untuk diagnosis),
ginjal rusak, henti jantung.
4. Gigitan Crotalidae
Misalnya ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo, cirinya:
a. Gejala lokal ditemukan tanda gigitan taring, pembengkakan, ekimosis, nyeri di
daerah gigitan, semua ini indikasi perlunya pemberian polivalen crotalidae
antivenin.
b. Anemia, hipotensi, trombositopeni.
Tanda dan gejala lain gigitan ular berbisa dapat dibagi ke dalam beberapa kategori:
1. Efek lokal, digigit oleh beberapa ular viper atau beberapa kobra menimbulkan rasa
sakit dan perlunakan di daerah gigitan. Luka dapat membengkak hebat dan dapat
berdarah dan melepuh. Beberapa bisa ular kobra juga dapat mematikan jaringan
sekitar sisi gigitan luka.
2. Perdarahan, gigitan oleh famili viperidae atau beberapa elapid Australia dapat
menyebabkan perdarahan organ internal, seperti otak atau organ-organ abdomen.
Korban dapat berdarah dari luka gigitan atau berdarah spontan dari mulut atau luka
yang lama. Perdarahan yang tak terkontrol dapat menyebabkan syok atau bahkan
kematian.
3. Efek sistem saraf, bisa ular elapid dan ular laut dapat berefek langsung pada sistem
saraf. Bisa ular kobra dan mamba dapat beraksi terutama secara cepat
menghentikan otot-otot pernafasan, berakibat kematian sebelum mendapat
perawatan. Awalnya, korban dapat menderita masalah visual, kesulitan bicara dan
bernafas, dan kesemutan.
4. Kematian otot, bisa dari russell’s viper (Daboia russelli), ular laut, dan beberapa
elapid Australia dapat secara langsung menyebabkan kematian otot di beberapa
area tubuh. Debris dari sel otot yang mati dapat menyumbat ginjal, yang mencoba
menyaring protein. Hal ini dapat menyebabkan gagal ginjal.
5. Mata, semburan bisa ular kobra dan ringhal dapat secara tepat mengenai mata
korban, menghasilkan sakit dan kerusakan, bahkan kebutaan sementara pada mata.
- Beri SABU (Serum Anti Bisa Ular, serum kuda yang dilemahan), polivalen 1
ml berisi:
10-50 LD50 bisa Ankystrodon
25-50 LD50 bisa Bungarus
25-50 LD50 bisa Naya Sputarix
Fenol 0.25% v/v
Teknik pemberian: 2 vial @5ml intravena dalam 500 ml NaCl 0,9% atau Dextrose
5% dengan kecapatan 40-80 tetes/menit. Maksimal 100 ml (20 vial). Infiltrasi lokal
pada luka tidak dianjurkan.
Indikasi SABU adalah adanya gejala venerasi sistemik dan edema hebat pada
bagian luka. Pedoman terapi SABU mengacu pada Schwartz dan Way (Depkes,
2001):
- Derajat 0 dan I tidak diperlukan SABU, dilakukan evaluasi dalam 12 jam, jika
derajat meningkat maka diberikan SABU
- Derajat II: 3-4 vial SABU
- Derajat III: 5-15 vial SABU
- Derajat IV: berikan penambahan 6-8 vial SABU
3. Perencanaan
DX Intervensi Rasional
1. Gangguan jalan napas tidak efektif 1. Pertahankan jalan napas klien. 1. Meningkatkan ekspansi paru
berhubungan dengan reaksi endotoksin. 2. Pantau frekuensi dan kedalaman 2. Pernapasan cepat/dangkal terjadi karena
KH: Menunjukkan bunyi napas jelas, pernapasan hipoksemia
frekuensi pernapasan dalam rentang 3. Auskultasi bunyi napas. 3. Kesulitan pernapasan dan munculnya
normal, bebas dispnea/sianosis. 4. Sering ubah posisi. bunyi adventisius merupakan indikator dari
5. Berikan O2 melalui cara yang kongesti pulmonal/edema interstisial,
tepat, misal masker wajah. atelektasis.
Berikan O2 melalui cara yang 4. Bersihan pulmonal yang baik sangat
tepat, misal masker wajah. diperlukan untuk mengurangi
ketidakseimbangan ventelasi/perfusi
5. O2 memperbaiki hipoksemia/asidosis.
Pelembaban menurunkan pengeringan
saluran pernapasan dan menurunkan
viskositas sputum.
2. Nyeri akut berhubungan dengan proses 1. Kaji tanda-tanda vital. 1. Mengetahui keadaan umum pasien
infeksi 2. Kaji karakteristik nyeri 2. Dapat menentukan pengobatan nyeri yang
KH : Melaporkan nyeri 3. Ajarkan teknik distraksi dan pas dan mengetahui penyebab nyeri
berkurang/terkontrol, menunjukkan relaksasi 3. Membuat klien merasa nyaman dan tenang
ekspresi wajah/postur tubuh tubuh rileks, 4. Pertahankan tirah baring selama 4. Menurunkan spasma otot
berpartisipasi dalam aktivitas dan terjadinya nyeri 5. Memblok lintasan nyeri sehingga nyeri
tidur/istirahat dengan tepat. 5. Kolaborasi dengan tim medis berkurang
dengan pemberian analgetik
12
3. Hipertermia berhubungan dengan 1. Pantau suhu klien 1. Suhu 38-41,1℃ menunjukkan proses
peningkatan tingkat metabolisme, 2. Pantau asupan dan saluran infeksi
penyakit, dehidrasi, efek langsung dari 3. Pantau suhu lingkungan, 2. Memenuhi kebutuhan cairan klien dan
sirkulasi endotoksin pada hipotalamus, batasi/tambahan linen tempat membantu menurunkan suhu tubuh.
perubahan pada regulasi temperatur, tidur sesuai indikasi. 3. Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah
proses infeksi 4. Berikan mandi kompres hangat untuk mempertahankan suhu mendekati
KH : hindari penggunan alkohol normal.
Mendemonstrasikan suhu dalam batas 5. Berikan selimut pendingin 4. Dapat membantu mengurangi demam,
normal (36-37,5oC), bebas dari 6. Pemberian antipiretik sesuai karena alkohol dapat membuat kulit
kedinginan. program kering.
5. Digunakan untuk mengurangi demam.
6. Digunakan untuk mengurangi demam
dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.
4. Ketakutan/ansietas berhubungan 7. 5.
dengan krisis situasi, perawatan di
rumah sakit/prosedur isolasi, mengingat
pengalaman trauma, ancaman kematian
atau kecacatan.
13
M. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam
rencana tindakan keperawatan yang mencakup tindakan tindakan independen
(mandiri) dan kolaborasi. Akan tetapi implementasi keperawatan disesuaikan dengan
situasi dan kondisi pasien. Tindakan mandiri adalah aktivitas perawatan yang
didasarkan pada kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk
atau perintah dari petugas kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang
didasarkan hasil keputusan bersama seperti dokter dan petugas kesehatan lain.
(Tarwoto Wartonah, 2004: 6).
N. EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan
identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Jika
tujuan tidak tercapai, maka perlu dikaji ulang letak kesalahannya, dicari jalan
keluarnya, kemudian catat apa yang ditemukan, serta apakah perlu dilakukan
perubahan intervensi.