Anda di halaman 1dari 15

i

ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN TN.X DENGAN GIGITAN ULAR
DIRUANG BEDAH

DISUSUN OLEH :

MUH. FATRIS IRIANTO


MARIA KARLINDA KOKOMAKING

YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA


AKADEMI KEPERAWATAN RUMAH SAKIT MARTHEN
INDEY
JAYAPURA
2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................................... i


BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ..................................................................................................... 1
B. Tujuan ................................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................. 2
A. PENGERTIAN GIGITAN ULAR ....................................................................... 2
B. ETIOLOGI ........................................................................................................... 2
C. CIRI GIGITAN ULAR ........................................................................................ 3
D. PATOFISIOLOGI GIGITAN ULAR .................................................................. 3
E. PATHWAY.......................................................................................................... 4
F. DERAJAT GIGITAN ULAR .............................................................................. 5
G. TANDA DAN GEJALA GIGITAN ULAR ........................................................ 5
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG GIGITAN ULAR ........................................... 6
I. PENANGANAN KEGAWATAN GIGITAN ULAR ......................................... 7
J. PEDOMAN TERAPI SABU MENURUT LUCK............................................... 8
K. KOMPLIKASI GIGITAN ULAR ....................................................................... 9
L. ASKEP GAWAT DARURAT DENGAN GIGITAN ULAR ............................. 9
M. IMPLEMENTASI ................................................................................................ 13
N. EVALUASI.......................................................................................................... 13

i
1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Insiden kira – kira 8000 orang terkena gigitan ular berbisa setiap tahun di Amerika
Serikat, dengan lebih 98% dari gigitan mengenai ekstremitas. Sejak tahun 1960, rata-
rata 14 korban setiap tahun meninggal di Amerika Serikat karena gigitan ular, dengan
70% kebanyakan di lima daerah serikat termasuk Texas, Georgia, Florida, Alabama,
dan California Selatan.
Di Amerika Utara ular beracun merupakan anggota keluarga Crotalidae atau pit viper
atau dari keluarga elipidae atau ular karang. Keluarga ular Rattle bertanggung jawab
atas kira-kira 70% kematian karena gigitan ular, sementara kematian karena gigitan
ular jenis kepala kuning tembaga (copperhead) sangat jarang.
Ular berbisa dibandingkan ular tak berbisa pit viper dinamakan demikian karena
memiliki ciri lekukan yang sensitif terhadap panas terletak antara mata dan lubang
hidung pada tiap sisi kepala. Pit viper juga memiliki pupil berbentuik elips, berlainan
dengan pupil bulatyang memiliki ular jenis tak bebahaya. Sebaliknya, ular karang
memiliki pupil bulat dan sedikit lekukan pada muka. Pit viper memiliki gigi taring
panjang dan sederet gigi subkaudal. Ular tak berbisa banyak memiliki gigi dibanding
dengan taring dan mempunyai dua deret gigi subkaudal. Untuk membedakan ular
karang berbisa dengan ular lain yang mirip warnanya, harus diingat bahwa ular karang
memiliki hidung berwarna hitam dan memiliki juga guratan cincin warna merah yang
berdampingan dengan warna kuning.
Bisa dari ular berbisa mengandung hialuronidase, yang menyebabkan bisa dapat
menyebar dengan cepat melalui jaringan limfatik superfisisal. Toksin lain yang
terkandung dalam bisa ular, antara lain neurotoksin, toksin hemoragik dan
trombogenik, toksin hemolitik, sitotoksin, dan antikoagulan.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu memahami tentang gigitan ular dan mampu memberikan
asuhan keperawatan pada klien tersebut dalam kegawat daruratan.
2. Tujuan khusus
Mahasiswa mampu :
a. Memahami tentang definisi ggigitan ular
b. Memahami tentang etiologi gigitan ular
c. Memahami tentang patofisiologi gigitan ular
d. Memahami tentang manifestasi klinis gigitan ular
e. Memahami tentang komplikasi klien gigitan ular
f. Memahami tentang penatalaksanaan gigitan ular
g. Melakukan pengkajian gawat darurat pada klien dengan gigitan ular
h. Memberikan asuhan keperawatan gawat darurat pada klien dengan gigitan ular
2

BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN GIGITAN ULAR
Gigitan ular adalah suatu keadan yang disebabkan oleh gigitan ular berbisa.
Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Racun binatang
adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang dapat
menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia. Sebagian kecil
racun bersifat spesifik terhadap suatu organ, beberapa mempunyai efek pada hampir
setiap organ. Kadang-kadang pasien dapat membebaskan beberapa zat farmakologis
yang dapat meningkatkan keparahan racun yang bersangkutan. Komposisi racun
tergantung dari bagaimana binatang menggunakan toksinnya. Racun mulut bersifat
ofensif yang bertujuan melumpuhkan mangsanya, sering kali mengandung faktor letal.
Racun ekor bersifat defensive dan bertujuan mengusir predator, racun bersifat kurang
toksik dan merusak lebih sedikit jaringan.
Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsa dan
sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut merupakan ludah
yang termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar khusus. Kelenjar yang
mengeluarkan bisa merupakan suatu modifikasi kelenjar ludah parotid yang terletak di
setiap bagian bawah sisi kepala di belakang mata. Bisa ular tidak hanya terdiri atas
satu substansi tunggal, tetapi merupakan campuran kompleks, terutama protein, yang
memiliki aktivitas enzimatik.

B. ETIOLOGI
Terdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu Elapidae, Hidrophidae, dan Viperidae. Bisa
ular dapat menyebabkan perubahan lokal, seperti edema dan pendarahan. Banyak bisa
yang menimbulkan perubahan lokal, tetapi tetap dilokasi pada anggota badan yang
tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elapidae tidak terdapat lagi dilokasi gigitan dalam
waktu 8 jam.
Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada beberapa macam :
1. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang dan
merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan stroma
lecethine (dinding sel darah merah), sehingga sel darah menjadi hancur dan larut
(hemolysin) dan keluar menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan
timbulnya perdarahan pada selaput tipis (lender) pada mulut, hidung, tenggorokan,
dan lain-lain.
2. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf sekitar
luka gigitan yang menyebabkan jaringan-jaringan sel saraf tersebut mati dengan
tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam (nekrotis).
Penyebaran dan peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf pusat dengan
3

jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung.
Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limfe.
3. Bisa ular yang bersifat Myotoksin
Mengakibatkan rabdomiolisis yang sering berhubungan dengan maemotoksin.
Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat
kerusakan sel-sel otot.
4. Bisa ular yang bersifat kardiotoksin
Merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot jantung.
5. Bisa ular yang bersifat cytotoksin
Dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya berakibat terganggunya
kardiovaskuler.
6. Bisa ular yang bersifat cytolitik
Zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan pada tempat
gigitan.
7. Enzim-enzim
Termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bias

C. CIRI GIGITAN ULAR


Ular berbisa memiliki bekas luka gigitan 2 titik. Sedangkan ular yang tidak berbisa
biasanya meninggalkan bekas luka gigitan berbentuk huruf U dengan jumlah luka
yang banyak. Warna kulit ular berbisa biasanya terang dan mengkilap. Selain ciri-ciri
tersebut gigitan ular berbisa biasanya disertai rasa nyeri dan perubahan warna
pada lokasi gigitan dalam beberapa saat setelah digigit.

D. PATOFISIOLOGI GIGITAN ULAR


Bisa ular yang masuk ke dalam tubuh, menimbulkan daya toksin. Toksik tersebut
menyebar melalui peredaran darah yang dapat mengganggu berbagai system. Seperti,
sistem neurogist, sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan.
Pada gangguan sistem neurologis, toksik tersebut dapat mengenai saraf yang
berhubungan dengan sistem pernapasan yang dapat mengakibatkan oedem pada
saluran pernapasan, sehingga menimbulkan kesulitan untuk bernapas.
Pada sistem kardiovaskuler, toksik mengganggu kerja pembuluh darah yang dapat
mengakibatkan hipotensi. Sedangkan pada sistem pernapasan dapat mengakibatkan
syok hipovolemik dan terjadi koagulopati hebat yang dapat mengakibatkan gagal
napas.
4

E. PATHWAY

Bisa ular masuk ke dalam


tubuh

Daya toksik menyebar melaui peredaran darah

Gangguan sistem neurologis Gangguan pernapasan

Mengenai saraf yang Syok hipovolemik


berhubungan dengan sistem
pernapasan
Koagulopati hebat
Gangguan pada sistem
Oedem pada saluran pernapasan kardiovaskuler

Gagal napas
Sukar bernapas Toksik masuk ke pembuluh
darah

Hipotensi
5

F. DERAJAT GIGITAN ULAR


1. Derajat 0
- Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam
- Pembengkakan minimal, diameter 1 cm
2. Derajat I
- Bekas gigitan 2 taring
- Bengkak dengan diameter 1 – 5 cm
- Tidak ada tanda-tanda sistemik sampai 12 jam
3. Derajat II
- Sama dengan derajat I
- Petechie, echimosis
- Nyeri hebat dalam 12 jam
4. Derajat III
- Sama dengan derajat I dan II
- Syok dan distres nafas / petechie, echimosis seluruh tubuh
5. Derajat IV
- Sangat cepat memburuk

G. TANDA DAN GEJALA GIGITAN ULAR


Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua gigitan ular.
Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (kulit kegelapan karena
darah yang terperangkap di jaringan bawah kulit).
Sindrom kompartemen merupakan salah satu gejala khusus gigitan ular berbisa, yaitu
terjadi oedem (pembengkakan) pada tungkai ditandai dengan
5P: pain (nyeri), pallor (muka pucat), paresthesia (mati rasa), paralysis (kelumpuhan
otot), pulselesness (denyutan).
Tanda dan gejala khusus pada gigitan family ular :
1. Gigitan Elapidae
Misal: ular kobra, ular weling, ular welang, ular sendok, ular anang, ular cabai,
coral snakes, mambas, kraits), cirinya:
a. Semburan kobra pada mata dapat menimbulkan rasa sakit yang berdenyut, kaku
pada kelopak mata, bengkak di sekitar mulut.
b. Gambaran sakit yang berat, melepuh, dan kulit yang rusak.
c. 15 menit setelah digigit ular muncul gejala sistemik. 10 jam muncul paralisis
urat-urat di wajah, bibir, lidah, tenggorokan, sehingga sukar bicara, susah
menelan, otot lemas, kelopak mata menurun, sakit kepala, kulit dingin, muntah,
pandangan kabur, mati rasa di sekitar mulut dan kematian dapat terjadi dalam 24
jam.
2. Gigitan Viperidae/Crotalidae
Misal pada ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo, cirinya:
a. Gejala lokal timbul dalam 15 menit, atau setelah beberapa jam berupa bengkak
di dekat gigitan yang menyebar ke seluruh anggota badan.
b. Gejala sistemik muncul setelah 50 menit atau setelah beberapa jam.
c. Keracunan berat ditandai dengan pembengkakan di atas siku dan lutut dalam
waktu 2 jam atau ditandai dengan perdarahan hebat.
3. Gigitan Hydropiidae
Misalnya, ular laut, cirinya:
a. Segera timbul sakit kepala, lidah terasa tebal, berkeringat, dan muntah.
b. Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul kaku dan nyeri
menyeluruh, dilatasi pupil, spasme otot rahang, paralisis otot, mioglobulinuria
6

yang ditandai dengan urin warna coklat gelap (ini penting untuk diagnosis),
ginjal rusak, henti jantung.
4. Gigitan Crotalidae
Misalnya ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo, cirinya:
a. Gejala lokal ditemukan tanda gigitan taring, pembengkakan, ekimosis, nyeri di
daerah gigitan, semua ini indikasi perlunya pemberian polivalen crotalidae
antivenin.
b. Anemia, hipotensi, trombositopeni.

Tanda dan gejala lain gigitan ular berbisa dapat dibagi ke dalam beberapa kategori:
1. Efek lokal, digigit oleh beberapa ular viper atau beberapa kobra menimbulkan rasa
sakit dan perlunakan di daerah gigitan. Luka dapat membengkak hebat dan dapat
berdarah dan melepuh. Beberapa bisa ular kobra juga dapat mematikan jaringan
sekitar sisi gigitan luka.
2. Perdarahan, gigitan oleh famili viperidae atau beberapa elapid Australia dapat
menyebabkan perdarahan organ internal, seperti otak atau organ-organ abdomen.
Korban dapat berdarah dari luka gigitan atau berdarah spontan dari mulut atau luka
yang lama. Perdarahan yang tak terkontrol dapat menyebabkan syok atau bahkan
kematian.
3. Efek sistem saraf, bisa ular elapid dan ular laut dapat berefek langsung pada sistem
saraf. Bisa ular kobra dan mamba dapat beraksi terutama secara cepat
menghentikan otot-otot pernafasan, berakibat kematian sebelum mendapat
perawatan. Awalnya, korban dapat menderita masalah visual, kesulitan bicara dan
bernafas, dan kesemutan.
4. Kematian otot, bisa dari russell’s viper (Daboia russelli), ular laut, dan beberapa
elapid Australia dapat secara langsung menyebabkan kematian otot di beberapa
area tubuh. Debris dari sel otot yang mati dapat menyumbat ginjal, yang mencoba
menyaring protein. Hal ini dapat menyebabkan gagal ginjal.
5. Mata, semburan bisa ular kobra dan ringhal dapat secara tepat mengenai mata
korban, menghasilkan sakit dan kerusakan, bahkan kebutaan sementara pada mata.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG GIGITAN ULAR


Pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaaan kimia darah, hitung sel darah lengkap,
penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protrombin, waktu tromboplastin
parsial, hitung trombosit, urinalisis, penentuan kadar gula darah, BUN dan elektrolit.
Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah merah,
waktu pembekuan dan waktu retraksi bekuan.
7

I. PENANGANAN KEGAWATAN GIGITAN ULAR


1. Prinsip penanganan pada korban gigitan ular:
a. Menghalangi penyerapan dan penyebaran bisa ular.
b. Menetralkan bisa.
c. Mengobati komplikasi.
2. Pertolongan pertama :
Pertolongan pertama, pastikan daerah sekitar aman dan ular telah pergi segera cari
pertolongan medis jangan tinggalkan korban. Selanjutnya lakukan prinsip RIGT,
yaitu:
R: Reassure: Yakinkan kondisi korban, tenangkan dan istirahatkan korban,
kepanikan akan menaikan tekanan darah dan nadi sehingga racun akan lebih cepat
menyebar ke tubuh. Terkadang pasien pingsan/panik karena kaget.
I: Immobilisation: Jangan menggerakan korban, perintahkan korban untuk tidak
berjalan atau lari. Jika dalam waktu 30 menit pertolongan medis tidak datang,
lakukan tehnik balut tekan (pressure-immoblisation) pada daerah sekitar gigitan
(tangan atau kaki) lihat prosedur pressure immobilization (balut tekan).
G: Get: Bawa korban ke rumah sakit sesegera dan seaman mungkin.
T: Tell the Doctor: Informasikan ke dokter tanda dan gejala yang muncul ada
korban.
3. Prosedur Pressure Immobilization (balut tekan):
a. Balut tekan pada kaki:
1) Istirahatkan (immobilisasikan) Korban.
2) Keringkan sekitar luka gigitan.
3) Gunakan pembalut elastis.
4) Jaga luka lebih rendah dari jantung.
5) Sesegera mungkin, lakukan pembalutan dari bawah pangkal jari kaki naik ke
atas.
6) Biarkan jari kaki jangan dibalut.
7) Jangan melepas celana atau baju korban.
8) Balut dengan cara melingkar cukup kencang namun jangan sampai
menghambat aliran darah (dapat dilihat dengan warna jari kaki yang tetap
pink).
9) Beri papan/pengalas keras sepanjang kaki.
b. Balut tekan pada tangan:
1) Balut dari telapak tangan naik keatas. ( jari tangan tidak dibalut).
2) Balut siku & lengan dengan posisi ditekuk 90 derajat.
3) Lanjutkan balutan ke lengan sampai pangkal lengan.
4) Pasang papan sebagai fiksasi.
5) Gunakan mitela untuk menggendong tangan.
c. Penatalaksana Lanjut
- Penatalaksanaan jalan napas
- Penatalaksanaan fungsi pernapasan
- Penatalaksanaan sirkulasi: beri infus cairan kristaloid
- Beri pertolongan pertama pada luka gigitan: verban ketat dan luas diatas luka,
imobilisasi (dengan bidai)
- Ambil 5 – 10 ml darah untuk pemeriksaan: waktu trotombin, APTT, D-dimer,
fibrinogen dan Hb, leukosit, trombosit, kreatinin, urea N, elektrolit (terutama
K), CK. Periksa waktu pembekuan, jika >10 menit, menunjukkan
kemungkinan adanya koagulopati
- Apus tempat gigitan dengan dengan venom detection
8

- Beri SABU (Serum Anti Bisa Ular, serum kuda yang dilemahan), polivalen 1
ml berisi:
 10-50 LD50 bisa Ankystrodon
 25-50 LD50 bisa Bungarus
 25-50 LD50 bisa Naya Sputarix
 Fenol 0.25% v/v

Teknik pemberian: 2 vial @5ml intravena dalam 500 ml NaCl 0,9% atau Dextrose
5% dengan kecapatan 40-80 tetes/menit. Maksimal 100 ml (20 vial). Infiltrasi lokal
pada luka tidak dianjurkan.
Indikasi SABU adalah adanya gejala venerasi sistemik dan edema hebat pada
bagian luka. Pedoman terapi SABU mengacu pada Schwartz dan Way (Depkes,
2001):
- Derajat 0 dan I tidak diperlukan SABU, dilakukan evaluasi dalam 12 jam, jika
derajat meningkat maka diberikan SABU
- Derajat II: 3-4 vial SABU
- Derajat III: 5-15 vial SABU
- Derajat IV: berikan penambahan 6-8 vial SABU

J. PEDOMAN TERAPI SABU MENURUT LUCK

Derajat Beratnya Taring atau Ukuran zona Gejala Jumlah vial


evenomasi gigi edema/eritemato sistemik venon
kulit(cm)
0 Tidak ada + <> - 0
I Minimal + 2-15 - 5
II Sedang + 15-30 + 10
III Berat + >30 ++ 15
IV berat + <> +++ 15

Pedoman terapi SABU menurut Luck


- Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit
- Ulangi pemeriksaan darah pada 3 jam setelah pemberiann antivenom
- Jika koagulopati tidak membak (fibrinogen tidak meningkat, waktu pembekuan
darah tetap memanjang), ulangi pemberian SABU. Ulangi pemeriksaan darah pada
1 dan 3 jam berikutnya, dst.
- Jika koagulopati membaik (fibrinogen meningkat, waktu pembekuan menurun)
maka monitor ketat kerusakan dan ulangi pemeriksaan darah untuk memonitor
perbaikkannya. Monitor dilanjutkan 2x24 jam untuk mendeteksi kemungkinan
koagulopati berulang. Perhatian untuk penderita dengan gigitan Viperidae untuk
tidak menjalani operasi minimal 2 minggu setelah gigitan
- Terapi suportif lainnya pada keadaan :
- Gangguan koagulopati berat: beri plasma fresh-frizen (dan antivenin)
- Perdarahan: beri tranfusi darah segar atau komponen darah, fibrinogen, vitamin K,
tranfusi trombosit
- Hipotensi: beri infus cairan kristaloid
9

- Rabdomiolisis: beri cairan dan natrium bikarbonat


- Monitor pembengkakan local dengan lilitan lengan atau anggota badan
- Sindrom kompartemen: lakukan fasiotomi
- Gangguan neurologik: beri Neostigmin (asetilkolinesterase), diawali dengan sulfas
atropin
- Beri tetanus profilaksis bila dibutuhkan
- Untuk mengurangi rasa nyeri berikan aspirin atau kodein, hindari penggunaan obat
– obatan narkotik depresan
- Terapi profilaksis
- Pemberian antibiotika spektrum luas. Kaman terbanyak yang dijumpai adalah
P.aerugenosa, Proteus,sp, Clostridium sp, B.fragilis
- Beri toksoid tetanus
- Pemberian serum anti tetanus: sesuai indikasi (Sudoyo, 2006)

K. KOMPLIKASI GIGITAN ULAR


1. Syok hipovolemik
2. Edema paru
3. Kematian
4. Gagal napas

L. ASKEP GAWAT DARURAT DENGAN GIGITAN ULAR


1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan Marilynn E. Doenges (2000: 871-873), dasar data
pengkajian pasien, yaitu:
a. Aktivitas dan Istirahat
Gejala: Malaise.
b. Sirkulasi
Tanda: Tekanan darah normal/sedikit di bawah jangkauan normal (selama hasil
curah jantung tetap meningkat). Denyut perifer kuat, cepat, (perifer
hiperdinamik), lemah/lembut/mudah hilang, takikardi, ekstrem (syok).
c. Integritas Ego
Gejala: Perubahan status kesehatan.
Tanda: Reaksi emosi yang kuat, ansietas, menangis, ketergantungan,
menyangkal, menarik diri.
d. Eliminasi
e. Makanan/cairan
f. Neorosensori
Gejala: Sakit kepala, pusing, pingsan.
Tanda: Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientasi, delirium/koma.
g. Nyeri/Kenyamanan
h. Pernapasan
Tanda: Takipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan.
Gejala: Suhu umunya meningkat (37,95oC atau lebih) tetapi mungkin normal,
kadang subnormal (dibawah 36,63oC), menggigil. Luka yang sulit/lama sembuh.
i. Seksualitas
j. Integumen
k. Daerah gigitan bengkak, kemerahan, memar
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin.
b. Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi.
10

c. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme, penyakit,


dehidrasi, efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus, perubahan
pada regulasi temperatur, proses infeksi.
d. Ketakutan/ansietas berhubungan dengan krisis situasi, perawatan di rumah
sakit/prosedur isolasi, mengingat pengalaman trauma, ancaman kematian atau
kecacatan.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, kegagalan untuk
mengatasi infeksi, jaringan traumatik luka.
11

3. Perencanaan
DX Intervensi Rasional
1. Gangguan jalan napas tidak efektif 1. Pertahankan jalan napas klien. 1. Meningkatkan ekspansi paru
berhubungan dengan reaksi endotoksin. 2. Pantau frekuensi dan kedalaman 2. Pernapasan cepat/dangkal terjadi karena
KH: Menunjukkan bunyi napas jelas, pernapasan hipoksemia
frekuensi pernapasan dalam rentang 3. Auskultasi bunyi napas. 3. Kesulitan pernapasan dan munculnya
normal, bebas dispnea/sianosis. 4. Sering ubah posisi. bunyi adventisius merupakan indikator dari
5. Berikan O2 melalui cara yang kongesti pulmonal/edema interstisial,
tepat, misal masker wajah. atelektasis.
Berikan O2 melalui cara yang 4. Bersihan pulmonal yang baik sangat
tepat, misal masker wajah. diperlukan untuk mengurangi
ketidakseimbangan ventelasi/perfusi
5. O2 memperbaiki hipoksemia/asidosis.
Pelembaban menurunkan pengeringan
saluran pernapasan dan menurunkan
viskositas sputum.
2. Nyeri akut berhubungan dengan proses 1. Kaji tanda-tanda vital. 1. Mengetahui keadaan umum pasien
infeksi 2. Kaji karakteristik nyeri 2. Dapat menentukan pengobatan nyeri yang
KH : Melaporkan nyeri 3. Ajarkan teknik distraksi dan pas dan mengetahui penyebab nyeri
berkurang/terkontrol, menunjukkan relaksasi 3. Membuat klien merasa nyaman dan tenang
ekspresi wajah/postur tubuh tubuh rileks, 4. Pertahankan tirah baring selama 4. Menurunkan spasma otot
berpartisipasi dalam aktivitas dan terjadinya nyeri 5. Memblok lintasan nyeri sehingga nyeri
tidur/istirahat dengan tepat. 5. Kolaborasi dengan tim medis berkurang
dengan pemberian analgetik
12

3. Hipertermia berhubungan dengan 1. Pantau suhu klien 1. Suhu 38-41,1℃ menunjukkan proses
peningkatan tingkat metabolisme, 2. Pantau asupan dan saluran infeksi
penyakit, dehidrasi, efek langsung dari 3. Pantau suhu lingkungan, 2. Memenuhi kebutuhan cairan klien dan
sirkulasi endotoksin pada hipotalamus, batasi/tambahan linen tempat membantu menurunkan suhu tubuh.
perubahan pada regulasi temperatur, tidur sesuai indikasi. 3. Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah
proses infeksi 4. Berikan mandi kompres hangat untuk mempertahankan suhu mendekati
KH : hindari penggunan alkohol normal.
Mendemonstrasikan suhu dalam batas 5. Berikan selimut pendingin 4. Dapat membantu mengurangi demam,
normal (36-37,5oC), bebas dari 6. Pemberian antipiretik sesuai karena alkohol dapat membuat kulit
kedinginan. program kering.
5. Digunakan untuk mengurangi demam.
6. Digunakan untuk mengurangi demam
dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.
4. Ketakutan/ansietas berhubungan 7. 5.
dengan krisis situasi, perawatan di
rumah sakit/prosedur isolasi, mengingat
pengalaman trauma, ancaman kematian
atau kecacatan.
13

M. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam
rencana tindakan keperawatan yang mencakup tindakan tindakan independen
(mandiri) dan kolaborasi. Akan tetapi implementasi keperawatan disesuaikan dengan
situasi dan kondisi pasien. Tindakan mandiri adalah aktivitas perawatan yang
didasarkan pada kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk
atau perintah dari petugas kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang
didasarkan hasil keputusan bersama seperti dokter dan petugas kesehatan lain.
(Tarwoto Wartonah, 2004: 6).

N. EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan
identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Jika
tujuan tidak tercapai, maka perlu dikaji ulang letak kesalahannya, dicari jalan
keluarnya, kemudian catat apa yang ditemukan, serta apakah perlu dilakukan
perubahan intervensi.

Anda mungkin juga menyukai