Anda di halaman 1dari 11

HIKMAH SHALAT

khutbah jum'at pertama dan kedua

‫ت‬ َ ‫سنَا َو ِم ْن‬


ِ ‫سيِئ َا‬ ِ ُ‫ َونَعُوذُ بِاهللِ ِم ْن ش ُُر ْو ِر أ َ ْنف‬،ُ‫ست َ ْغ ِف ُره‬ ْ َ‫إِ َّن ا ْل َح ْم َد ِ َّّلِلِ نَ ْح َم ُدهُ َون‬
ْ َ‫ست َ ِع ْينُهُ َون‬
ُ‫ش َه ُد أ َ َّن الَ إِلَهَ إِالَّ هللا‬ ْ َ ‫ أ‬.ُ‫ِي لَه‬َ ‫ض ِل ْل فَالَ َهاد‬ ْ ُ‫ َم ْن يَ ْه ِد هللاُ فَالَ ُم ِض َّل لَهُ َو َم ْن ي‬،‫أ َ ْع َما ِلنَا‬
‫علَى نَ ِب ِينَا‬ َ ‫س ِل ْم‬َ ‫ص ِل َو‬ َ ‫ اَللَّ ُه َّم‬.ُ‫س ْولُه‬ َ ‫ش َه ُد أ َ َّن ُم َح َّمدًا‬
ُ ‫ع ْب ُدهُ َو َر‬ ْ َ ‫َو ْح َدهُ الَ ش َِر ْيكَ لَهُ َوأ‬
‫ان ِإلَى‬ٍ ‫س‬ َ ‫ص َحا ِب ِه َو َم ْن تَبِعَ ُه ْم ِب ِإ ْح‬ ْ َ ‫علَى آ ِل ِه َوأ‬ َ ‫سلَّ َم َو‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬َ ُ‫صلَّى ا هلل‬ َ ‫س ْو ِلنَا ُم َح َّم ٍد‬ ُ ‫َو َر‬
‫ أ َ َّما َب ْعدُ؛‬،‫الد ْي ِن‬
ِ ‫َي ْو ِم‬
َ َ‫اي بِت َ ْق َوى هللاِ فَقَ ْد ف‬
،‫از ا ْل ُم ْؤ ِمنُ ْو َن ا ْل ُمتَّقُ ْو َن‬ َ َّ‫ أ ُ ْو ِص ْي ُك ْم َوإِي‬،ِ‫فَيَا ِعبَا َد هللا‬
Sidang juma’at yang berbahagia…
Pada hakekatnya tak ada penyejuk yang benar-benar menyegarkan, dan tak ada obat
yang paling mujarab selain taqwa kepada Allah. Hanya taqwa kepadaNyalah satu-satunya jalan
keluar dari berbagai problem kehidupan, yang mendatangkan keberkahan hidup, serta
menyelamatkan dari adzab-Nya di dunia maupun di akhirat nanti, karena taqwa jualah
seseorang akan mewarisi Surga Allah Subhannahu wa Ta'ala.
Tsa'labah bin Abdurrahman, adalah salah seorang sahabat Rasulullah, yang selalu
mendampingi dan membantu Rasulullah. la bermukim di kota Rasul, Madinah al-Munawarah.
Pada suatu hari, ia berjalan-jalan di sekitar kota kediamannya itu. Tiba-tiba, ia melihat sebuah
pintu rumah penduduk terbuka. Dari pintu itu, ia melihat seorang wanita yang sedang mandi di
dalam rumah tersebut. Kemudian iapun sadar bahwa perbuatannya itu adalah dosa. La
semakin bertambah takut, kalau-kalau sebab perbuatannya itu wahyu Allah turun dan
memberitahukan kepada Rasulullah. Jika itu terjadi, betapa malunya ia melihat Rasulullah nanti.
Untuk menghindari hal tersebut, maka ia mengambil keputusan untuk pergi menjauh dari
kota Madinah. Ditinggalkannya semua keluarga dan sahabatnya, demikian pula dengan orang
yang paling dicintainya, Rasulullah saw. la pun tinggal di salah satu tempat persembunyian.
Sudah empat puluh hari Tsa'labah menghilang dari Madinah. Para sahabat mulai
bertanya-tanya. Begitu juga Rasulullah saw. Kemudian datanglah Jibril kepada Rasulullah dan
memberitahukan: "Hai Muhammad, Allah mengucapkan salam untukmu dan memberitahukan
bahwa umatmu yang menghilang itu berada di sebuah gunung di sana. Umatmu itu terus
meminta perlindungan kepada Allah dari siksaan Jahannam."
Setelah menerima berita dari Jibril itu Rasulullah langsung mengutus Umar bin Khattab
dan Salman al-Farisy untuk menemui Tsa'labah dan mengajaknya kembali ke Madinah.
Merekapun kemudian berangkat mencari tempat yang ditunjukkan oleh Rasulullah di luar
kota Madinah. Setelah mencari ke sana sini, mereka bertemu dengan seorang yang sedang
menggembala ternaknya. Kebetulan, Umar bin Khattab telah mengenalnya dan mengetahui
namanya, Zufafah. Umar bertanya kepadanya. "Apakah engkau melihat pemudayang berada di
sekitar daerah ini?"
Zufafah menjawab. “Ya! Mungkin yang Anda maksudkan adalah orang yang lari dari
neraka jahanam itu?"
"Dari mana Anda mengetahui bahwa ia melarikan diri dari jahanam?” Umar melanjutkan
pertanyaannya.
"Biasanya pada tengah malam ia datang dari arah sini, tangannya diletakkan di atas
kepalanya. la menangis dan mernekik sambil berseru: "Ya Allah. Alangkah baiknya jika Engkau
mencabut nyawaku ini," jawab Zufafah.
"Benar! Dialah yang kami cari!" kata Umar.
Zufafah menyarankan Urnar dan Salman agar mereka menunggu saat-saat yang
biasanya Tsa'labah keluar dari persembunyiannya. Akhirnya, seperti biasa, Tsa'labah keluar
dan berseru dengan suara keras: "Ya Allah! Seandainya Engkau mencabut nyawaku ini?"
Umar lalu mendekatinya. Setelah dekat benar dan saling mengetahui, Umar memulai
pembicaraannya. "Saya Umar bin Khattab"
Mendengar itu, Tsa 'labah kepada Umar."Tahukah Rasulullah dosa yang telah
kuperbuat?" "Saya tidak tahu. Tetapi, kemarin RasuluIIah menyebutmu dengan penuh kasih
sayang dan kelembutan. la yang menyuruh saya datang menemuimu di sini agar kita sama-
sama kembali ke Madinah,"
"Baiklah Umar. Kalau itu yang di kehendaki oleh Rasulullah saw. Tetapi, dengan syarat
kita menemui beliau ketika ia sedang shalat atau ketika iqamat, sesaat sebelum shalat dimulai,"
Tsa 'labah memberi syarat. "Baiklah," jawab Umar.
Akhirnya merekapun berangkat bersama-sama kembali ke Madinah. Ketika mereka tiba di
Masjid Rasul, para sahabat sedang melaksanakan shalat dan Rasulullah saw sebagai
imamnya. Ketika Tsa'labah mendengar ayat-ayat yang dibaca Rasulullah, iapun jatuh
tersungkur.
"Ini orangnya ya Rasululallah," seru Umar.
"Bukankah telah kuajarkan kepadamu ayat-ayat penghapus dosa?" kata Rasulullah.
"Benar, wahai Rasulullah," jawab Tsa'labah.
"Bacalah, "seru Rasulullah. "Ya Allah! Bahagiakanlah aku hidup di dunia dan
bahagiakanlah aku hidup di akhirat serta lepaskanlah aku dari siksaan azab-Mu," lanjut Rasul.
"Dosaku lebih besar dari itu, ya Rasulullah!" sela Tsa 'labah.
"Tidak! Firman Allah itulah yang lebih agung dan lebih mulia," kata Rasulullah.
Kemudian Rasulullah menyuruh Tsa'labah agar ia kembali ke rumahnya semula.
Tsa'labah pun menuruti apa yang diperintahkan Rasulullah.
Tak lama setelah di rumah, Tsa'Iabah menderita sakit. Setelah tiga hari ia sakit, Salman
memberitahukannya kepada Rasulullah. Mendengar itu segeralah Rasulullah dan sahabat-
sahabatnya yang ada ketika itu bersama-sama pergi mengunjungi Tsa'labah. Setiba di sana,
Rasulullah memegang kepala Tsa'labah. Tsa'labah lalu menarik kepalanya dan meletakkannya
pada pangkuan Rasulullah saw.
"Mengapa engkau turunkan kepalamu pada pangkuanku?" tanya Rasulullah kepada
Tsa'labah.
"Hai Rasulullah! Sebenarnya kepalaku ini tidaklah pantas berada di atas pangkuanmu,
sebab kepalaku telah penuh dosa!" Jawab Tsaiabah.
"Dari mana engkau tahu?" tanya Rasulullah.
"Terasa laksana semut yang menjalar di tulang dan kulitku ini," jawab Tsa 'labah.
"Jadi apa yang engkau inginkan, wahai Tsa'labah?" tanya Rasulullah saw. lagi.
"Pengampunan Allah!" jawab Tsa' labah singkat.
Beberapa saat setelah kalimat itu Tsa'labah pun agak memekik. la menghembuskan
nafasnya yang terakhir.
Rasulullah segera memandikan, mengkafani dan menshalatkan Tsa'labah yang telah
menjadi mayat. Selain itu, Rasulullah turut pula mengusung keranda jenazah Tsa'labah hingga
ke pemakaman, tempat peristirahatannya yang terakhir. Ketlka mengusung keranda Tsa'labah,
sahabat-sahabat melihat Rasulullah berjalan terjingkat-jingkat, Rasulullah terlihat seperti
kesusahan jalan. Lalu seorang sahabat bertanya: "Tadi, kami lihat engkau seperti susah jalan
ketika memikul jenazah Tsa'labah. Apa yang menyebabkan hal itu, hai Rasulullah"
"Ketika aku memikut jenazah Tsa'labah tadi, hampir aku tidak blsa menjejakkan kaki ke
tanah, disebabkan banyak dan padatnya malaikat-malaikat yang turut mengusung dan
mengiringi jenazahnya," jawab Rasulullah.
Akhirnya, kehidupan Tsa'Iabah diakhiri dengan taubat dan pengampunan dari Allah.
Subhanallah…
Lantas.. apakah kita akan terus menambah dosa-dosa kita?
Apakah kita pantas mengungkit kebaikan yang belum tentu diterima Allah, dan melupakan
dosa-dosa yang telah kita lakukan?
Mari kita merenung sejenak, meraba diri, mengenal diri, dan akhirnya kita bisa kembali
kepada kasih sayang Allahu rabbi..
Selagi kita bisa, selagi nyawa masih ada
Selagi mampu, selagi ada waktu..
Semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita yang telah lalu…

.‫الذك ِْر ا ْل َح ِك ْي ِم‬


ِ ‫ت َو‬ ِ ‫ َو َنفَعَنِ ْي َوإِيَّا ُك ْم ِب َما فِ ْي ِه ِم َن اْآل َيا‬،‫آن ا ْلعَ ِظ ْي ِم‬
ِ ‫اركَ هللاُ ِل ْي َو َل ُك ْم فِي ا ْلقُ ْر‬ َ َ‫ب‬
.‫الر ِح ْي ُم‬َّ ‫ست َ ْغ ِف ُر هللاَ ا ْل َع ِظ ْي َم ِل ْي َولَ ُك ْم ولجميع المسلين ِإنَّهُ ُه َو ا ْلغَفُ ْو ُر‬ ْ َ ‫أَقُ ْو ُل قَ ْو ِل ْي َهذَا َوأ‬
ْ ‫فَا‬
‫ست َ ْغ ِف ُروه‬
Khutbah Kedua
‫ت أ َ ْع َما ِلنَا‪،‬‬ ‫سيِئ َا ِ‬ ‫سنَا َو ِم ْن َ‬ ‫ست َ ْغ ِف ُر ْه َونَعُوذُ بِاهللِ ِم ْن ش ُُر ْو ِر أ َ ْنفُ ِ‬ ‫ست َ ِع ْينُهُ َونَ ْ‬ ‫إِ َّن ا ْل َح ْم َد ِ َّّلِلِ نَحْ َم ُدهُ َونَ ْ‬
‫ش َه ُد أ َ ْن الَ ِإلَ َه ِإالَّ هللاُ َوحْ َدهُ الَ ش َِر ْيكَ لَهُ‬ ‫ِي لَهُ‪َ .‬وأ َ ْ‬ ‫ض ِل ْل فَالَ َهاد َ‬ ‫َم ْن َي ْه ِد ِه هللاُ فَالَ ُم ِض َّل َلهُ َو َم ْن يُ ْ‬
‫علَى آ ِل ِه َوصَحْ ِب ِه‪ .‬أَ َّما بَ ْعدُ؛‬ ‫علَى ُم َح َّم ٍد َو َ‬ ‫سالَ ُم َ‬ ‫صالَةُ َوال َّ‬ ‫س ْولُهُ‪َ .‬وال َّ‬ ‫ع ْب ُدهُ َو َر ُ‬ ‫ش َه ُد أ َ َّن ُم َح َّمدًا َ‬ ‫َوأ َ ْ‬
‫س ِل ْي ًما‪ .‬اَللَّ ُه َّم‬‫س ِل ُم ْوا ت َ ْ‬‫علَ ْي ِه َو َ‬‫صلُّ ْوا َ‬ ‫علَى النَّبِيِ‪ ،‬يَا أَيُّها َ الَّ ِذ ْي َن َءا َمنُ ْوا َ‬ ‫صلُّ ْو َن َ‬ ‫إِ َّن هللاَ َو َمالَئِ َكتَهُ يُ َ‬
‫علَى آ ِل سيدنا‬ ‫علَى سيدنا ِإ ْب َرا ِه ْي َم َو َ‬ ‫صلَّيْتَ َ‬ ‫علَى آ ِل سيدنا ُم َح َّم ٍد َك َما َ‬ ‫علَى سيدنا ُم َح َّم ٍد َو َ‬ ‫ص ِل َ‬ ‫َ‬
‫علَى‬ ‫علَى سيدنا إِ ْب َرا ِه ْي َم َو َ‬ ‫ار ْكتَ َ‬ ‫علَى آ ِل سيدنا ُم َح َّم ٍد َك َما بَ َ‬ ‫علَى سيدنا ُم َح َّم ٍد َو َ‬ ‫إِ ْب َرا ِه ْي َم‪َ ،‬وبَ ِار ْك َ‬
‫آ ِل سيدنا ِإ ْب َرا ِه ْي َم‪ ،‬في العالمين ِإنَّكَ َح ِم ْي ٌد َم ِج ْيدٌ‪.‬‬
‫ت‪ .‬اَللَّ ُه َّم ِإنَّا‬ ‫اء ِم ْن ُه ْم َواْأل َ ْم َوا ِ‬ ‫ت اْألَحْ يَ ِ‬ ‫ت َوا ْل ُم ْؤ ِمنِ ْي َن َوا ْل ُم ْؤ ِم َنا ِ‬ ‫س ِل ِم ْي َن َوا ْل ُم ْ‬
‫س ِل َما ِ‬ ‫اَللَّ ُه َّم ا ْغ ِف ْر ِل ْل ُم ْ‬
‫ص‬ ‫س ِل ِم ْي َن َوأ َ ْر ِخ ْ‬ ‫ص ِل ْح أَحْ َوا َل ا ْل ُم ْ‬ ‫ع ِل ْمنَا ِم ْنهُ َو َما لَ ْم نَ ْعلَ ْم‪ .‬اَللَّ ُه َم أ َ ْ‬ ‫سأَلُكَ ِم َن ا ْل َخ ْي ِر ك ُِل ِه َما َ‬ ‫نَ ْ‬
‫طانِ ِه ْم‪.‬‬ ‫آم ْن ُه ْم فِ ْي أ َ ْو َ‬‫ار ُه ْم َو ِ‬ ‫سعَ َ‬ ‫أَ ْ‬
‫ض ْيتَهُ َوالَ َحا َجةً ِم ْن َح َوا ِئجِ ال ُّد ْن َيا‬ ‫غفَ ْرتَهُ َوالَ َه ًّما إِالَّ فَ َّرجْ تَهُ َوالَ َد ْينًا إِالَّ قَ َ‬ ‫اَللَّ ُه َّم الَ ت َ َد ْع لَنَا ذَ ْنبًا إِالَّ َ‬
‫اح ِم ْي َن‪.‬‬ ‫ض ْيت َ َها َيا أ َ ْر َح َم َّ‬
‫الر ِ‬ ‫آلخ َر ِة ِإالَّ قَ َ‬ ‫َواْ ِ‬
‫ان َوالَ تَجْ عَ ْل فِ ْي قُلُ ْو ِبنَا ِغالًّ ِللَّ ِذ ْي َن َءا َمنُ ْوا َربَّنَا إِنَّكَ‬ ‫س َبقُ ْونَا ِبا ْ ِإل ْي َم ِ‬‫َربَّنَا ا ْغ ِف ْر لَ َنا َو ِإل ْخ َوانِنَا الَّ ِذ ْي َن َ‬
‫اب النَّ ِار‪.‬‬‫عذ َ َ‬ ‫سنَةً َوقِنَا َ‬ ‫اآلخ َر ِة َح َ‬ ‫سنَةً َوفِي ِ‬ ‫ف َّر ِح ْي ٌم‪َ .‬ربَّنَا آتِ َنا فِي ال ُّد ْنيَا َح َ‬ ‫َر ُء ْو ٌ‬
‫َآء َوا ْل ُمنك َِر‬ ‫آئ ذِي ا ْلقُ ْربَى َو َي ْن َهى ع َِن ا ْلفَحْ ش ِ‬ ‫ان َو ِإيتَ ِ‬ ‫س ِ‬ ‫ْ‬
‫ِعبَا َد هللاِ‪ِ ،‬إ َّن هللاَ يَأ ُم ُر ُك ْم ِبا ْلعَ ْد ِل َواْ ِإلحْ َ‬
‫ض ِل ِه يُ ْع ِط ُك ْم َولَ ِذك ُْر هللاِ‬ ‫سأَلُ ْوهُ ِم ْن َف ْ‬ ‫ظ ُك ْم لَعَلَّ ُك ْم تَذَك َُّر ْو َن‪ .‬فَا ْذك ُُروا هللاَ ا ْلعَ ِظ ْي َم يَ ْذك ُْر ُك ْم َوا ْ‬ ‫َوا ْلبَ ْغي ِ يَ ِع ُ‬
‫أ َ ْك َب ُر‪.‬‬
‫‪TEKS KHUTBAH JUM’AT‬‬
‫‪MENGGAPAI KEBERKAHAN HIDUP‬‬
‫ُْ‬
‫ه‬ ‫ِر‬‫ْف‬‫َغ‬‫نسْت‬‫ََ‬ ‫ه و‬ ‫ُُ‬‫ْن‬‫ِي‬ ‫َع‬
‫نسْت‬‫ََ‬‫ه و‬ ‫دُ‬‫َُ‬‫ْم‬‫نح‬‫لِلِ َ‬
‫د َِّ‬‫َْ‬‫َم‬ ‫ن ْ‬
‫الح‬ ‫َِّ‬
‫إ‬
‫َاتِ‬ ‫ْ سَيِئ‬ ‫ِن‬ ‫َم‬‫َا و‬ ‫ِن‬ ‫ُس‬
‫نف‬ ‫َ‬
‫ِ أْ‬ ‫ْر‬‫ُو‬‫ْ شُر‬ ‫ِن‬‫ِاهللِ م‬ ‫ُ ب‬‫ُوذ‬ ‫نع‬‫ََ‬‫و‬
‫ْ‬
‫من‬‫ََ‬‫ه و‬ ‫َّ َلُ‬ ‫ِل‬‫مض‬‫َالَ ُ‬‫ِ هللاُ ف‬‫ِه‬‫هد‬‫يْ‬‫ْ َ‬ ‫من‬‫َا‪َ ،‬‬ ‫لن‬‫َاِ‬ ‫ْم‬‫َع‬‫أ‬
‫ِالَّ‬
‫ه إ‬ ‫َِلَ‬‫ن الَ إ‬ ‫َْ‬‫د أ‬ ‫َشَْ‬
‫هُ‬ ‫َأ‬‫ه‪ .‬و‬ ‫ِيَ َلُ‬ ‫هاد‬ ‫َالَ َ‬
‫ْ ف‬ ‫ِل‬‫ْل‬‫يض‬‫ُ‬
‫دا‬‫ًَّ‬
‫َم‬‫مح‬ ‫ن ُ‬ ‫ََّ‬
‫د أ‬ ‫َشَْ‬
‫هُ‬ ‫َأ‬‫ه و‬ ‫يكَ َلُ‬ ‫ِْ‬‫ه الَ شَر‬ ‫دُ‬‫َْ‬‫َح‬‫هللاُ و‬
‫ه‪.‬‬‫ُْلُ‬ ‫َسُو‬‫َر‬
‫ه و‬ ‫دُ‬‫ُْ‬‫َب‬‫ع‬
‫ِ‬
‫ِه‬‫ْب‬‫َح‬‫َص‬‫ِ و‬ ‫له‬‫لى آِ‬ ‫ََ‬‫َع‬‫ٍ و‬ ‫َّد‬
‫َم‬‫مح‬‫لى ُ‬ ‫ََ‬‫ِ ع‬ ‫َل‬‫َّ ص‬
‫هم‬ ‫َ َّ‬
‫للُ‬ ‫ا‬
‫ينِ‪ .‬اما‬ ‫ِْ‬‫ِ الد‬ ‫ْم‬‫يو‬ ‫َِلى َ‬ ‫ْسَانٍ إ‬ ‫إح‬‫ِِ‬‫ْ ب‬ ‫هم‬‫َُ‬‫ِع‬
‫تب‬‫ْ َ‬ ‫من‬‫ََ‬‫و‬
‫بعـد‬
‫قال هللا تعالى‪ :‬اعوذباهلل من الشيطان الر‬
‫جيم‬
‫َّ‬
‫َق‬‫ُوا هللاَ ح‬ ‫ُوا َّ‬
‫اتق‬ ‫من‬ ‫ءاَ‬ ‫َ َ‬ ‫ين‬‫ِْ‬ ‫َ َّ‬
‫الذ‬ ‫يها‬‫َُّ‬
‫يا أ‬ ‫َ‬
‫يا‬ ‫ن‪َ .‬‬ ‫َْ‬‫ُو‬‫ِم‬ ‫مسْل‬‫ْ ُّ‬‫ُم‬ ‫َنت‬‫َأ‬‫ِالَّ و‬‫َّ إ‬‫تن‬‫ُْ‬‫ُو‬‫تم‬‫َالَ َ‬ ‫ِ و‬‫ِه‬‫َات‬ ‫تق‬‫ُ‬
‫ْ‬
‫ِن‬ ‫ْ م‬ ‫ُم‬‫َك‬‫لق‬‫ََ‬‫ِيْ خ‬ ‫ُ َّ‬
‫الذ‬ ‫ُم‬‫بك‬‫ََّ‬
‫ْا ر‬ ‫ُو‬ ‫َّاسُ َّ‬
‫اتق‬ ‫ها الن‬ ‫يَ‬‫َُّ‬
‫أ‬
‫َا‬ ‫هم‬ ‫ُْ‬‫ِن‬‫َّ م‬‫بث‬‫ََ‬ ‫ها و‬ ‫ََ‬‫ْج‬ ‫َو‬
‫ها ز‬ ‫َْ‬ ‫ِن‬‫َ م‬ ‫لق‬‫ََ‬‫َخ‬‫ٍ و‬ ‫دة‬‫َاحَِ‬‫ْسٍ و‬ ‫نف‬‫َ‬
‫ِيْ‬ ‫ُوا هللاَ َّ‬
‫الذ‬ ‫َ َّ‬
‫اتق‬ ‫ء و‬ ‫ِسَآً‬ ‫َن‬‫ًا و‬ ‫ْر‬‫ِي‬‫َث‬
‫َاالً ك‬ ‫ِج‬‫ر‬
‫ُم‬
‫ْ‬ ‫ْك‬‫لي‬‫ََ‬‫ن ع‬ ‫َاَ‬ ‫َِّ‬
‫ن هللاَ ك‬ ‫َ إ‬ ‫َام‬ ‫ْح‬‫ْألَر‬
‫َا‬‫ِ و‬ ‫ِه‬ ‫ن ب‬ ‫ءُلو‬
‫َْ‬ ‫تسَآَ‬ ‫َ‬
‫ُوا هللاَ‬ ‫ُوا َّ‬
‫اتق‬ ‫من‬‫ءاَ‬ ‫َ َ‬‫ين‬‫ِْ‬‫الذ‬‫ها َّ‬ ‫يَ‬‫َُّ‬
‫يا أ‬ ‫ًا‪َ .‬‬ ‫ْب‬‫ِي‬‫َق‬‫ر‬
‫ُم‬
‫ْ‬ ‫َ َ‬
‫الك‬ ‫ْم‬ ‫َ‬
‫ْ أع‬ ‫ُم‬‫ْ َلك‬ ‫ْل‬
‫ِح‬ ‫يص‬‫دا‪ُ .‬‬ ‫يً‬‫ِْ‬‫ْالً سَد‬ ‫َو‬‫ْا ق‬ ‫ُْلو‬‫ُو‬‫َق‬‫و‬
‫َْلُ‬
‫ه‬ ‫َسُو‬‫َر‬‫ِ هللاَ و‬‫ِع‬‫يط‬ ‫ْ ُ‬‫من‬‫ََ‬‫ْ و‬ ‫ُم‬‫بك‬‫َْ‬‫نو‬‫ُُ‬‫ْ ذ‬ ‫ُم‬‫ْ َلك‬‫ِر‬‫ْف‬‫يغ‬‫ََ‬‫و‬
‫ًا‪.‬‬ ‫ْم‬‫ِي‬‫َظ‬‫ًا ع‬ ‫ْز‬‫َو‬ ‫َ ف‬ ‫َاز‬‫د ف‬ ‫َْ‬‫َق‬‫ف‬
‫‪Hadirin Jamaah Sholat Jumat yang dimuliakan Allah‬‬
‫‪Dari mimbar khutbah jumat ini khatib mengajak kepada diri khatib dan jamaah sekalian untuk‬‬
‫‪meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Peningkatan iman yang terus‬‬
‫‪dilakukan dengan peningkatan amal sholeh. Karena derajat kemuliaan seorang hamba di sisi‬‬
‫‪Allah hanyalah dinilai dengan ketakwaannya. Allah berfirman:‬‬
‫ُم‬
ْ ‫َاك‬
‫تق‬َْ َّ ‫د‬
‫الِلِ أ‬ َْ
‫ِن‬ ‫ُم‬
‫ْ ع‬ ََ
‫مك‬ ‫َك‬
‫ْر‬ َِّ
‫ن أ‬ ‫إ‬
“Sesungguhnya orang yang paling bertakwa di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa”.
Hadirin Jama’ah Jum’at yang dimuliakan Allah
Masyarakat yang berkah adalah masyarakat yang jauh dari dosa-dosa dan maksiat. Sebaliknya
masyarakat yang penuh dengan dosa-dosa dan kemaksiatan adalah masyarakat yang rentan.
Ibarat tubuh penuh dengan penyakit dan kotoran yang menjijikkan. Maka ia tidak produktif dan
bahkan tidak bisa diharapkan darinya kebaikan.
Keberkahan suatu masyarakat itu mempunyai syarat khusus yang telah dipatok oleh Al-Quran
sehingga dengan mewujudkannya akan terwujudlah masyarakat yang mendapatkan keberkahan,
sebagaimana firman Allah:
‫َو‬
‫ْا‬ َّ َ
‫اتق‬ ‫ُوا و‬ َ‫َى آ‬
‫من‬ ‫ُر‬ ْ َ
‫الق‬ ‫هل‬َْ
‫ن أ‬ ََّ
‫ْ أ‬‫ََلو‬
‫و‬
ِْ
‫ض‬ ‫َاألر‬
‫ء و‬ِ‫َا‬‫َ السَّم‬
‫ِن‬‫َاتٍ م‬
‫َك‬ َ ْ
‫بر‬ ‫ِم‬‫ْه‬
‫لي‬ََ
‫َا ع‬ ‫ْن‬‫َح‬
‫َت‬‫َلف‬
ُ َ
‫انوا‬ ‫َا ك‬ ‫ْ ب‬
‫ِم‬ ‫هم‬ َ‫ذ‬
ُ‫نا‬ ‫َخ‬
َْ ‫َأ‬
‫بوا ف‬ ُ‫ذ‬ََّ
‫ْ ك‬ ‫ََلك‬
‫ِن‬ ‫و‬
. ‫ن‬ َ‫ُو‬ ‫ْس‬
‫ِب‬ ‫يك‬َ
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat
Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (Al-A’rof: 96)
Ustadz Sayyid Qutb mengomentari ayat ini sebagaimana yang ditulisnya dalam tafsir zhilal,
beliau mengatakan: “Berkah-berkah yang dijanjikan Allah kepada orang-orang yang beriman dan
bertakwa secara tegas dan meyakinkan itu, bermacam-macam jenis dan ragamnya. Juga tidak
diperinci dan tidak ditentukan batas-batanya oleh nash ayat itu. Isyarat yang diberikan nash Al-
Quran itu menggambarkan limpahan yang turun dari semua tempat, bersumber dari semua
lokasi, tanpa batas, tanpa perincian, dan tanpa penjelasan. Maka ia adalah berkah dengan segala
macam warnanya, dengan segala gambaran dan bentuknya. Keberkahan yang dijanjikan kepada
orang beriman dan bertakwa ialah bahwa keberberkahan itu kadang-kadang menyertai sesuatu
yang jumlahnya sedikit, tetapi memberikan manfaat yang banyak serta diiringi dengan kebaikan,
keamanan, kerelaan, dan kelapangan hati. Berapa banyak bangsa yang kaya dan kuat, tetapi
hidup dalam penderitaan, tidak ada rasa aman, penuh goncangan dan krisis, bahkan menunggu
kehancuran.”
Kaum muslimin yang dimuliakan Allah
Ketika kehidupan berjalan secara sinergis antara unsur-unsur pendorong dan pengekangnya,
dengan bekerja di bumi sambil memandang ke langit, terbebas dari hawa nafsu, menghambakan
diri dan tunduk kepada Allah. Berjalan dengan baik menuju ke arah yang diredoin oleh Allah,
maka sudah tentu kehidupan model ini akan diliputi dengan keberkahan, dipenuhi dengan
kebaikan dan dinaungi dengan kebahagian.
Berkah yang diperoleh bersama iman dan takwa adalah berkah yang meliputi segala sesuatu.
Berkah yang terdapat di dalam jiwa, dalam perasaan, dan dalam kehidupan bermasyarakat. Juga
berkah yang mengembangkan kehidupan dan meninggikan mutunya dalam setiap waktu. Jadi
bukan semata-mata melimpahnya kekayaan namun dibarengi dengan penderitaan, kesengsaraan,
kerusakan bahkan kegersangan jiwa.
Tuntutan keberkahan yang dapat diambil dari tuntunan ayat di atas adalah: merealisasikan
keimanan dalam keseharian, meningkatkan ketaqwaan dalam setiap amalan. Maka sebaliknya,
hal-hal yang akan menghilangkan keberkahan itu adalah karena mendustakan ajaran dan ayat-
ayat Allah, kemudian terperosoknya seseorang bahkan masyarakat ke dalam kubangan
kemaksiatan.
Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyah dalam salah satu bukunya “Al jawaabul Kaafii liman Sa’ala
‘anid Dawaaisy Syaafii” menyebutkan beberapa bahaya dan pengaruh dosa terhadap kehidupan
pribadi dan masyarakat yang akan membawa pada hilangnya keberkahan. Di antaranya pengaruh
buruk dosa dan kemaksiatan itu adalah:
Pertama: Dosa memperlemah kesadaran akan keagungan Allah dalam hati.
Seorang yang penuh dengan dosa-dosa tidak akan lagi bersungguh-sungguh mengagungkan
Allah. Kaki akan terasa malas dan berat berat untuk melangkah ke masjid dan menghadiri
pengajian. Badan terasa sulit untuk bangun pada waktu fajar melaksanakan shalat subuh. Telinga
tidak suka lagi mendengarkan ayat-ayat Al Qur’an, lama kelamaan hati menjadi keras seperti
batu bahkan bisa lebih keras dari pada itu. Maka ia hilanglah rasa sensitive terhadap suatu dosa,
tidak bergetar lagi hatinya ketika keagungan Allah disebut. Allah berfirman:
‫َه‬
َ‫ِي‬ ‫ِكَ ف‬‫َل‬‫ِ ذ‬ ‫ْد‬
‫بع‬َ ْ‫ِن‬‫ْ م‬ ‫ُم‬ ُ‫لو‬
‫بك‬ ُُ‫ْ ق‬‫َسَت‬‫َّ ق‬‫ثم‬ُ
‫َة‬
ِ ‫َار‬ ْ َ
‫الحِج‬ ‫ِن‬‫ن م‬َِّ
‫َإ‬‫ة و‬ ‫َسْو‬
ًَ ‫د ق‬ َُّ‫َش‬
‫ْ أ‬‫َو‬‫ِ أ‬‫َة‬‫َار‬ ْ َ
‫الحِج‬ ‫ك‬
‫ها َلم‬
‫َا‬ َْ
‫ِن‬‫ن م‬َِّ
‫َإ‬‫ُ و‬ ‫هار‬ َْ‫األ‬
َ‫ن‬ ْ ‫ه‬ ُْ ‫ُ م‬
‫ِن‬ ‫َج‬
‫َّر‬ ‫َف‬
‫يت‬َ ‫َا‬ ‫َلم‬
‫ها َلم‬
‫َا‬ َْ
‫ِن‬‫ن م‬َِّ
‫َإ‬‫ء و‬ ُ‫َا‬ ْ ‫ه‬
‫الم‬ ُْ
‫ِن‬‫ُ م‬ ‫َخْر‬
‫ُج‬ ‫َي‬
‫ُ ف‬ ‫َّق‬
‫يشَّق‬َ
‫َم‬
‫َّا‬ ‫ٍ ع‬ ‫َاف‬
‫ِل‬ ‫ِغ‬ َّ ‫ما‬
‫الِلُ ب‬ ََ َّ ِ
‫الِلِ و‬ ‫َشْي‬
‫َة‬ ‫ْ خ‬ ‫ُ م‬
‫ِن‬ ‫ِط‬
‫هب‬ ْ‫ي‬َ
. ‫ن‬َ‫لو‬ َُ
‫ْم‬ ‫تع‬َ
“Kemudian setelah itu hati kalian menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal di
antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai daripadanya dan di antaranya
sungguh ada yang terbelah, lalu keluarlah mata air daripadanya dan di antaranya sungguh ada
yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa
yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Baqoroh: 74)
Kedua: Dosa membuat seseorang tidak mempunyai rasa malu.
Seseorang yang biasa berbuat dosa, lama-kelamaan tidak merasa berdosa lagi. Bahkan ia tidak
merasa malu berbuat dosa di depan siapapun. Bila rasa malu hilang maka hilanglah kebaikan.
Rosulullah saw bersabda: “Rasa malu itu semuanya baik”. Maksud dari hadist ini adalah: bahwa
semakin kuat rasa malu dalam diri seseorang akan semakin menyebar darinya kebaikan. Dengan
demikian masyarakat yang mempunyai rasa malu adalah masyarakat yang baik pula dan penuh
nuansa kemanusiaan.
Ketiga: Dosa menghilangkan keberkahan dan nikmat serta menggantikannya dengan bencana.
Allah swt. selalu menceritakan bahwa diazabnya umat-umat terdahulu adalah karena mereka
berbuat dosa. Dalam surat Al Ankabuut ayat 40 Allah SWT berfirman:
‫َا‬
‫لن‬ ‫َر‬
َْ‫ْس‬ ‫ْ أ‬ َ ْ
‫من‬ ‫هم‬ُْ‫ِن‬‫َم‬
‫ِ ف‬‫ِه‬‫نب‬ َ‫نا ب‬
ْ‫ِذ‬ َ‫ذ‬ ‫َخ‬
َْ ‫ُا‬
‫ال أ‬ ‫َك‬
‫ف‬
َُ
‫ة‬ ‫َّي‬
‫ْح‬ ‫ه الص‬ ُ‫ت‬ ََ
ْ‫ذ‬ َ
‫ْ أخ‬ ‫من‬َ ْ ُْ
‫هم‬ ‫َم‬
‫ِن‬ ‫ًا و‬ ‫َاص‬
‫ِب‬ ‫ِ ح‬‫ْه‬‫لي‬ََ
‫ع‬
ْ َ ْ
‫من‬ ُْ
‫هم‬ ‫َم‬
‫ِن‬ ‫األَر‬
‫ْضَ و‬ ْ ِ ‫ِه‬‫َا ب‬‫ْن‬ ‫ْ خ‬
‫َسَف‬ ‫من‬َ ْ ُْ
‫هم‬ ‫ِن‬‫َم‬
‫و‬
ْ
‫ِن‬‫ََلك‬
‫ْ و‬
‫هم‬َُ
‫ِم‬‫ْل‬
‫َظ‬‫لي‬ َّ ‫ن‬
ِ ُ‫الِل‬ َ‫َا‬
‫ما ك‬ ََ ‫ْن‬
‫َا و‬ ‫ْر‬
‫َق‬ ‫َغ‬
‫أ‬
. ‫ن‬َ‫ُو‬‫ِم‬ ‫ْل‬ َ ْ
‫يظ‬ ‫هم‬َُ‫ُس‬
‫نف‬َْ ُ َ
‫انوا أ‬ ‫ك‬
“Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada
yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara
keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di
antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya
mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (QS. An-Ankabut: 40)
:Dalam ayat yang lain Allah berfirman
‫َر‬
ٍ‫ْن‬ ‫ْ ق‬ ‫ْ م‬
‫ِن‬ ‫ِم‬ ‫ْل‬
‫ِه‬ ‫َب‬
‫ْ ق‬‫ِن‬‫َا م‬‫ْن‬ َ‫ه‬
‫لك‬ َْ
‫ْ أ‬ ‫َم‬‫ْا ك‬ ‫َو‬
‫ير‬َ ْ َ
‫ألم‬
‫ُم‬
ْ ‫ْ َلك‬
‫ِن‬‫َك‬
‫نم‬ُ ْ‫ما َلم‬َ ‫ض‬ ‫األَر‬
ِْ ْ ‫ِي‬ ‫ْ ف‬‫هم‬ ‫َّن‬
ُ‫َّا‬ ‫مك‬َ
‫َا‬
‫لن‬َْ
‫َع‬‫َج‬
‫ًا و‬ ‫َار‬ ِْ
‫در‬ ‫ْ م‬ ‫ْه‬
‫ِم‬ ََ
‫لي‬ ‫ء ع‬َ‫َا‬‫َا السَّم‬ ‫لن‬ ‫َر‬
َْ‫ْس‬ ‫َأ‬‫و‬
ْ ُ‫َا‬
‫هم‬ ‫ْن‬ َ‫ه‬
‫لك‬ َْ
‫َأ‬‫ْ ف‬ ‫ِه‬
‫ِم‬ ‫ْت‬
‫تح‬َ ْ‫ِن‬
‫ِي م‬ ‫ْر‬ َ َ
‫تج‬ ‫هار‬ َْ‫األ‬
َ‫ن‬ ْ
‫نا‬ ‫َر‬
ًْ ‫ْ ق‬‫ِم‬
‫ِه‬‫ْد‬
‫بع‬َ ْ‫ِن‬
‫نا م‬ َْ
‫نشَأ‬ َْ
‫َأ‬‫ْ و‬ ‫ِه‬
‫ِم‬ ‫نوب‬ ُ‫ب‬
ُ‫ِذ‬
. َ‫ِين‬ ‫َر‬
‫ءاخ‬ َ
“Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyaknya generasi-generasi yang telah Kami
binasakan sebelum mereka, padahal (generasi itu), telah Kami teguhkan kedudukan mereka di
muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu, dan Kami curahkan
hujan yang lebat atas mereka dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka,
kemudian Kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri, dan kami ciptakan sesudah
mereka generasi yang lain.” (QS. An-an’am: 6)
Kaum muslimin jamaah sholat jumat yang dimuliakan Allah
Keberkahan yang kita inginkan dari kehidupan bermasyarakat dan bernegara ini tidak akan
terwujud hanya dengan teori-teori dan arahan tanpa adanya kesadaran untuk saling
mengingatkan dan keinginan untuk mau mendengarkan dan menerima kebenaran, serta adanya
kepedulian untuk saling menghargai, saling mencintai, saling membantu dan memenuhi hak dan
kewajiban. Oleh sebab itulah Rasulullah berpesan kepada istri-istrinya untuk memperbanyak
kuah masakan untuk dibagikan kepada tetangga-tetangganya.
Memperbanyak kuah sebagaimana dimaksud oleh Rasulullah adalah, kepedulian kepada tetangga
dan masyarakat dalam arti luas. Apabila seorang memiliki kelebihan rezeki janganlah ia
melupakan tetangga kiri dan kanan, mungkin di antara mereka ada yang tidak memiliki makanan
untuk hari itu, atau mungkin anaknya sedang sakit namun ia malu meminjam uang untuk
berobat. Bisa pula kepedulian ini dalam bentuk non makanan, misalnya kesehatan dan biaya
pendidikan. Siapakah yang paling memahami kesulitan bersosial seseorang selain tetangganya?
Pentingnya kepedulian ini sehingga di akhirat nanti Allah akan mempertanyakannya kepada kita
masing-masing tentang kepedulian kita kepada sesama, Imam Muslim dalam kitab shohihnya
meriwayat hadist Qudsi:
‫ُ اه‬
‫َّللِ صلى هللا‬ ‫َسُول‬
‫ر‬ ‫َ َقال‬
َ ‫َة َقال‬
َ‫ير‬َْ
‫هر‬ ‫َب‬
ُ ‫ِى‬ ‫ْ أ‬
‫َن‬‫ع‬
َ‫ْم‬
‫يو‬ ‫ُول‬
َ ُ ‫ه ي‬
‫َق‬ ‫َل‬‫َج‬
‫و‬ ‫ه‬
‫َز‬ ‫ه اه‬
‫َّللَ ع‬ ‫ِن‬‫عليه وسلم « إ‬
.‫ِى‬ ُْ
‫دن‬ ‫تع‬َ ْ‫َم‬ ‫َل‬
‫ُ ف‬ ‫ْت‬
‫ِض‬‫مر‬
َ َ‫َم‬‫َ آد‬ ‫بن‬ْ‫َا ا‬ ‫ِ ي‬‫مة‬َ‫ِيَا‬ ْ
‫الق‬
ُّ
‫َب‬ ‫َ ر‬‫نت‬َْ
‫َأ‬‫َ و‬ ُ‫ُو‬
‫دك‬ ‫َع‬‫َ أ‬ ‫َي‬
‫ْف‬ ‫َبِ ك‬‫َا ر‬‫َ ي‬ ‫َقال‬
‫نا‬ًَ‫ُال‬‫ِى ف‬ ‫ْد‬ ‫ه ع‬
‫َب‬ ‫َن‬‫َ أ‬‫مت‬ِْ
‫َل‬‫َا ع‬‫َم‬‫َ أ‬ ‫ َقال‬.َ ‫ِين‬ َ ‫الع‬
‫َالم‬ ْ
‫ه‬
ُ‫ت‬ َ‫د‬
ُْ‫ْ ع‬ ‫نكَ َلو‬‫َه‬‫َ أ‬ ِْ
‫مت‬ ‫َل‬
‫َا ع‬ ‫َم‬‫ه أ‬ُ‫د‬ُْ
‫تع‬َ ْ‫َم‬‫َل‬
‫ِضَ ف‬ ‫مر‬
َ
َ‫ُك‬
‫مت‬َْ‫َطْع‬
‫َ اسْت‬ ‫َ آد‬
‫َم‬ ْ‫َا ا‬
‫بن‬ ‫ه ي‬ُ‫د‬َْ
‫ِن‬‫ِى ع‬ َ‫د‬
‫تن‬ َْ‫َج‬‫َلو‬
َ‫ُك‬
‫ِم‬‫ُطْع‬‫َ أ‬ ‫َي‬
‫ْف‬ ‫َك‬‫َبِ و‬
‫َا ر‬ ‫َ ي‬‫ َقال‬.‫ِى‬ ‫من‬ ‫تطْع‬
ِْ ُ ْ ‫َم‬‫َل‬
‫ف‬
‫ه‬
ُ‫ن‬‫َه‬ ‫َ أ‬‫مت‬ِْ‫َل‬
‫َا ع‬ ‫َم‬‫َ أ‬‫ َقال‬.َ‫ِين‬ َ ‫الع‬
‫َالم‬ ْ ُّ ‫َب‬‫َ ر‬‫نت‬َْ‫َأ‬
‫و‬
َ
‫مت‬ِْ‫َل‬ ‫َا ع‬ ‫َم‬‫ه أ‬ ِْ
ُ‫م‬ ‫تطْع‬
ُ ْ‫َم‬‫َل‬
‫ٌ ف‬‫ُالَن‬
‫ِى ف‬ ‫ْد‬
‫َب‬‫َكَ ع‬ ‫َطْع‬
‫َم‬ ‫اسْت‬
َ
‫بن‬ْ‫َا ا‬ ‫ِى ي‬ ‫ْد‬ ‫ِكَ ع‬
‫ِن‬ ‫َل‬‫َ ذ‬ َْ
‫دت‬ ‫ه َلو‬
‫َج‬ َُ
‫مت‬ ‫َطْع‬
َْ ‫ْ أ‬‫نكَ َلو‬‫َه‬
‫أ‬
ِ‫َب‬ ‫َا ر‬ ‫َ ي‬‫ َقال‬.‫ِى‬ ‫ِن‬ َ ْ
‫تسْق‬ ‫َم‬‫َل‬‫ُكَ ف‬ ‫َي‬
‫ْت‬ ‫َسْق‬
‫َ اسْت‬ ‫َم‬‫آد‬
‫َ َقال‬
َ ‫ِين‬ َ ‫الع‬
‫َالم‬ ْ ُّ ‫َ ر‬
‫َب‬ ‫نت‬َْ
‫َأ‬‫ِيكَ و‬‫َسْق‬
‫َ أ‬ ‫ْف‬‫َي‬
‫ك‬
َ‫نك‬ ‫ِه‬
‫َا إ‬ ‫َم‬
‫ِ أ‬ ‫ِه‬ َ ْ
‫تسْق‬ ‫َم‬‫َل‬
‫ٌ ف‬‫ُالَن‬
‫ِى ف‬ ‫ْد‬
‫َب‬‫َ ع‬‫َاك‬‫َسْق‬‫اسْت‬
» ‫ِى‬ ‫ْد‬
‫ِن‬ ‫َل‬
‫ِكَ ع‬ ‫َ ذ‬ َْ
‫دت‬ ‫َج‬
‫ه و‬ َُ
‫ْت‬‫َي‬
‫ْ سَق‬ ‫َلو‬
Dari Abu Hurairoh ra, Rosulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah swt berfirman pada hari
kiamat: “Wahai anak adam! Aku sakit kenapa engkau tidak menjengukku, ia berkata:”Wahai
Tuhanku, bagaimana mungkin aku menjengukmu, sedangkan engkau adalah Tuham semesta
alam.” Allah berfirman: “Engkau tahu bahwa seorang hamba-Ku sakit di dunia akan tetapi
engkau tidak menjenguknya, seandainya engkau menjenguknya sungguh engkau akan dapati
Aku di sisinya.” Wahai anak adam, Aku meminta makan kepadamu, kenapa engkau tidak
memberiku?” Orang itu berkata: “Wahai Tuhanku, bagaimana mungkin aku member-Mu makan,
sedangkan engkau adalah Tuhan semesta alam? Allah berfirman: “Engkau mengetahui ada dari
hamba-Ku yang kelaparan dan engkau tidak memberinya makan, sekiranya engkau memberinya
makan, niscaya engkau dapati Aku di sisinya. Wahai anak adam Aku meminta minum padamu,
sedang engkau enggan memberik-Ku minum.” Ia berkata: “Wahai Tuhanku, bagaimana aku
memberi-Mu minum sedangkan Engkau adalah Tuhan semesta alam?” Allah menjawab:
“Seseorang meminta minum padamu dan engkau tak memberinya, sekiranya engkau
memberinya minum niscaya engkau dapati Aku di sisinya.” (HR. Muslim)
Kaum muslimin jamaah jumat yang dimuliakan Allah
Kesimpulan yang dapat kita tarik dari khutbah yang singkat ini adalah: bahwa tidak mungkin
individu yang kotor, yang hidup di alam dosa, akan melahirkan masyarakat yang baik. Oleh
karena itu, jalan satu-satunya untuk membangun masyarakat yang bersih dan beradab, penuh
dengan nuansa tolong-menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan, yang jauh dari kerjasama
dalam keburukan dan dosa, adalah hanya dengan kembali bersungguh-sungguh mentaati Allah
dan mengagungkan-Nya. Kembali meramaikan masjid, mengajak keluarga, anak-anak untuk
menunaikan sholat sebagai kewajiban kita kepada Allah yang tak boleh dilalaikan apapun
kondisinya, membaca dan memahami Al-Quran, menerapkan pengetahuan tentang islam yang
sudah diketahui, mengendalikan nafsu dari dosa-dosa dan sesuatu yang mendatangkan murka
Allah serta tidak melupakan untuk saling peduli dan saling mengingatkan sesama saudara dan
tetangga.
Semoga Allah menjadikan masyarakat dan bangsa kita bangsa yang mendapatkan keberkahan,
mengumpulkan kita dalam umat Rosulullah yang terbaik dan terjauhkan dari ketergelinciran ke
dalam jurang kemaksiatan. Amiin ya Rabbal ‘alamin.
،ِ‫ْم‬ ‫َظ‬
‫ِي‬ ْ ِ‫ْآن‬
‫الع‬ ‫ُر‬ ْ ‫ِي‬
‫الق‬ ‫ْ ف‬ ‫ََلك‬
‫ُم‬ ‫ِيْ و‬ ‫َ هللاُ ل‬‫َك‬
‫بار‬ َ
ِ‫يات‬ َ‫ْآل‬‫َ ا‬‫ِن‬
‫ِ م‬ ‫ْه‬
‫ِي‬‫َا ف‬ ‫ْ ب‬
‫ِم‬ ‫ُم‬‫ياك‬ ‫َإ‬
َِّ ‫ِيْ و‬‫َن‬‫َع‬ ‫نف‬ََ
‫و‬
‫ُم‬
ْ ‫ْك‬ ‫َم‬
‫ِن‬ ‫ِيْ و‬
‫ِن‬‫َّ هللاُ م‬
‫َل‬‫َب‬ ََ
‫تق‬ ‫ و‬،ِ ‫ْم‬‫ِي‬‫َك‬ ْ ِ
‫الح‬ ‫ْر‬ ‫ِك‬‫َالذ‬ ‫و‬
.ُ‫ْم‬ ‫َل‬
‫ِي‬ ْ ُ
‫الع‬ ‫ْع‬ ‫َ السَّم‬
‫ِي‬ ‫هو‬ُ ‫ه‬ُ‫ن‬َِّ
‫ إ‬،‫ه‬ ُ‫ت‬ََ
‫ِالَو‬ ‫ت‬
‫ُم‬
ْ ‫ََلك‬
‫ِيْ و‬ ‫ُ هللاَ ل‬
‫ِر‬‫ْف‬‫َغ‬ َ
‫َأسْت‬‫ و‬. ‫ذا‬ َ‫ه‬َ ْ‫ِي‬‫ْل‬‫َو‬ ‫ل ق‬ُْ‫ُو‬‫َق‬‫أ‬
‫ِر‬
ِ ‫ِسَائ‬ ‫َل‬
‫ْ و‬‫ُم‬‫ََلك‬ ‫ِيْ و‬ ‫َ ل‬‫ْم‬ ‫َظ‬
‫ِي‬ ْ َ‫ُ هللا‬
‫الع‬ ‫ْف‬
‫ِر‬ ‫َغ‬ ‫َسْت‬
‫َأ‬‫و‬
َ
‫ْن‬‫ِي‬ ‫ْم‬
‫ِن‬ ‫ُؤ‬ ْ َ
‫الم‬ ‫َاتِ و‬ ‫ِم‬‫ُسْل‬ ْ َ
‫الم‬ ‫َ و‬ ‫ْن‬‫ِيِم‬‫ُسْل‬
‫الم‬ْ
ْ
‫هم‬ُْ‫ِن‬
‫ء م‬ ِ‫َا‬‫ْي‬‫ْألَح‬‫َاتِ ا‬ ‫ْم‬
‫ِن‬ ‫ُؤ‬ ْ َ
‫الم‬ ‫و‬
ِ‫َات‬ َْ‫ْأل‬
‫مو‬ ‫َا‬‫و‬. ُ ‫ْر‬‫ُو‬‫َف‬ ْ َ
‫الغ‬ ُ ‫ه‬
‫هو‬ ُ‫ن‬َِّ
‫ إ‬،‫ه‬ ُْ‫ُو‬ ‫ِر‬‫ْف‬
‫َغ‬‫َاسْت‬ ‫ف‬
ُ
‫ْم‬‫َّحِي‬
‫الر‬
KHUTBAH KEDUA

Anda mungkin juga menyukai