Anda di halaman 1dari 2

A.

Pendahuluan
Perkembangan posisi keuangan mempunyai arti yang sangat penting bagi perusahaan. Untuk melihat
sehat tidaknya suatu perusahaan tidak hanya dapat dinilai dari keadaan fisiknya saja, misalnya dilihat
dari gedung, pembangunan atau ekspansi. Faktor terpenting untuk dapat melihat perkembangan suatu
perusahaan terletak dalam unsur keuangannya, karena dari unsur tersebut juga dapat mengevaluasi
apakah kebijakan yang ditempuh suatu perusahaan sudah tepat atau belum, mengingat sudah begitu
kompleksnya permasalahan yang dapat menyebabkan kebangkrutan dikarenakan banyaknya perusahaan
yang akhirnya gulung tikar karena faktor keuangan yang tidak sehat.

Analisis keuangan pada dasarnya ingin melihat prospek dan risiko perusahaan. Prospek bisa dilihat dari
tingkat keuntungan (profitabilitas) dan risiko bisa dilihat dari kemungkinan perusahaan mengalami
kesulitan keuangan atau mengalami kebangkrutan.

B. Jenis-Jenis Rasio Keuangan


Rasio keuangan adalah perbandingan antara dua elemen laporan keuangan yang menunjukkan suatu
indikator kesehatan keuangan pada waktu tertentu (Erich A Helfert, 1996: 87). Tujuan analisis rasio
keuangan adalah untuk mengetahui hubungan-hubungan antara pos-pos neraca dan laba rugi dan
merupakan alat untuk mengukur kemampuan dan kelemahan suatu perusahaan berdasarkan dari data
yang diperoleh dari laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan. Jenis-jenis rasio keuangan:

1. Likuiditas
Menurut SK Menteri Keuangan RI No.826/KMK.013/1992, likuiditas merupakan perbandingan antara
aktiva lancar dengan utang lancar. Likuiditas (Riyanto, 1995: 25) adalah berhubungan dengan masalah
kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi.

Jumlah alat-alat pembayaran (alat likuid) yang dimiliki oleh suatu perusahaan pada suatu saat merupakan
kekuatan membayar dari perusahaan yang bersangkutan.

Suatu perusahaan yang mempunyai kekutan membayar sedemikian besarnya sehingga mampu
memenuhi segala kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi, dikatakan bahwa perusahaan
tersebut adalah likuid, dan sebaliknya yang tidak mempunyai kemampuan membayar adalah illikuid.
Variabel likuiditas dalam penelitian ini diukur dengan current ratio (CR). Rasio ini menunjukkan
kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva
lancarnya.

2. Current Ratio
Untuk mengukur kemampuan bank dalam membayar kembali simpanan nasabah pada saat ditarik
dengan menggunakan alat-alat likuid yang dimilikinya. Alat Likuid: uang kas di bank dan rekening giro
yang disimpan di Bank Indonesia.

3. Profitabilitas
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan,
total aktiva, maupun modal sendiri (Sartono, 1998: 130). Jumlah laba bersih sering dibandingkan dengan
ukuran kegiatan atau kondisi keuangan lainnya seperti penjualan, aktiva, ekuitas pemegang saham untuk
menilai kinerja sebagai suatu persentase dari beberapa tingkat aktivitas atau investasi.

4. Solvabilitas
Solvabilitas suatu perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi segala kewajiban
finansialnya apabila perusahaan sekiranya saat ini dilikuidasikan (Riyanto, 1995: 32). Pengertian
solvabilitas dimaksudkan sebagai kemampuan perusahaan untuk membayar semua utang-utangnya (baik
jangka pendek dan jangka panjang).

Suatu perusahaan yang solvabel berarti bahwa perusahaan tersebut mempunyai aktiva atau kekayaan
yang cukup untuk membayar semua utang-utangnya, tetapi tidak dengan sendirinya berarti bahwa
perusahaan tersebut likuid. Sebaliknya perusahaan yang insolvabel (tidak solvabel) tidak dengan
sendirinya bahwa perusahaan tersebut adalah juga likuid.

Dalam hubungan antara likuiditas dan solvabilitas terdapat 4 kemungkinan yang dapat dialami
perusahaan yaitu (Riyanto, 1995: 32):
a. Perusahaan yang likuid tetapi insolvable.
b. Perusahaan yang likuid dan solvable.
c. Perusahaan yang solvabel tetapi illikuid
d. Perusahaan yang insolvabel dan illikuid

C. Menghitung Kinerja Keuangan Perusahaan Berdasarkan Profitabilitasnya


Profitabilitas adalah kemapuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungan dengan penjualan, total
aktiva, maupun modal sendiri.

D. Tingkat Kesehatan Perusahaan


Tingkat kesehatan perusahaan diperlukan untuk melihat apakah suatu keuangan dalam suatu perusahaan
itu dalam keadaan sehat atau tidak. Hal ini dapat dilakukan dengan membandingkan antara dua elemen
yang ada atau disebut dengan rasio. Dengan rasio itu, kita dapat mengetahui tingkat rentabilitas,
likuiditas dan solvabilitas suatu perusahaan dalam suatu periode tertentu. Peningkatan kinerja harus
selalu dikaitkan dengan penerapan prinsip efisiensi. Artinya, dalam upaya menampilkan kinerja yang
memuaskan suatu sistem bekerja sedemikian rupa sehingga hasilnya menggunakan sebagai sarana, daya
dan dana yang dialokasikan untuk menyelenggarakannya.

Penggolongan tingkat kesehatan BUMN sudah diatur oleh pemerintah yang dituangkan dalam SK
Menteri Keuangan RI No.826/KMK.013/1992. PT. Maju Jaya sebagai perusahaan BUMN
menggunakan SK Menteri Keuangan tersebut dalam penggolongan tingkat kesehatannya, yaitu sebagai
berikut:
1. Sehat sekali, jika bobot kinerja tahun terakhir adalah diatas 110.
2. Sehat, jika bobot kinerja tahun terakhir adalah diatas 100 sampai 110.
3. Kurang sehat, jika bobot kinerja tahun terakhir adalah diatas 90 sampai 100.
4. Tidak sehat, jika bobot kinerja tahun terakhir adalah kurang dari atau sama dengan 90.

E. Pengaruh Likuiditas, Solvabilitas, dan Profitabilitas Terhadap Tingkat Kesehatan


Perusahaan
Menurut SK Menteri Keuangan RI No. 826/KMK.013/1992 tentang tingkat kesehatan perusahaan,
faktor rentabilitas, likuiditas, dan solvabilitas adalah merupakan 100% dari bobot tingkat kesehatan
perusahaan. Faktor-faktor likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas tersebut akan dapat diketahui dengan
cara menganalisa dan menginterpretasikan laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan dengan
menggunakan metode atau teknik analisa yang tepat atau sesuai dengan tujuan analisa. Dengan kata lain
laporan keuangan suatu perusahaan perlu dianalisa karena dengan analisa tersebut akan diperoleh semua
jawaban yang berhubungan dengan masalah posisi keuangan dan hasil-hasil yang dicapai oleh
perusahaan yang bersangkutan.

Apabila suatu perusahaan dalam memenuhi kebutuhan modalnya hanya mendasarkan pada
pertimbangan solvabilitasnya saja, maka pemenuhan modalnya haruslah selalu dipenuhi dengan modal
sendiri, karena makin besar modal sendiri maka makin tinggi tingkat solvabilitasnya.

Anda mungkin juga menyukai