Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Air Limbah


Air limbah merupakan air yang telah dipergunakan dalam suatu aktivitas
dan dibuang ke lingkungan. Air limbah yang keluar dari suatu aktivitas
mengandung berbagai bahan pencemar baik yang dapat terlihat oleh panca indra
maupun yang dapat dideteksi melalui metode analisis laboratorium. Air limbah
pada daerah perkotaan dapat tercampur dengan berbagai kotoran. Air limbah
merupakan air yang telah mengalami penurunan kualitas karena adanya berbagai
pengaruh dari manusia. Air limbah yang terdapat di daerah perkotaan biasanya
dialirkan di saluran air kombinasi atau dialirkan pada saluran sanitasi dan
kemudian diolah di fasilitas pengolahan air limbah atau septic tank.
Sistem pembuangan air adalah infrastruktur fisik yang mencakup pipa,
pompa, penyaring, kanal, dan sebagainya yang digunakan untuk mengalirkan air
limbah dari tempatnya dihasilkan ke titik dimana air tersebut akan diolah atau
dibuang. Sistem pembuangan air ditemukan di berbagai tipe dalam pengolahan air
limbah, kecuali septic tank yang mengolah air limbah di tempat. Air limbah
dihasilkan dari limbah feses, urine, atau cairan tubuh pada tubuh lainnya yang
disebut juga dengan limbah hitam, pengeluaran septic tank, dan pengeluaran
pengolahan limbah. Air yang digunakan untuk mencuci disebut juga dengan air
kelabu atau air yang jatuh di atas atap dan pekarangan dan tidak dikumpulkan
serta air hujan yang mengalir di jalan raya, lahan parkir, dan infrastruktur lainnya
biasanya mengalir ke dalam selokan atau ke saluran drainase.
Air tanah yang mengalami infiltration akan mengalir ke saluran
pembuangan air, kelebihan cairan yang biasa diproduksi dalam industri
(minuman, minyak goreng, dan pestisida), limbah industri hasil samping
pengolahan bahan baku, air pendingin kendaraan atau air pendingin pada industri,
dan air limbah dari tempat pembuangan sampah akhir. Komposisi air limbah
bervariasi seperti air, bakteri patogen, bakteri non-patogen, bahan organik yang
tak larut, seperti rambut, makanan, kayu, daun, dan serat kertas.

3
4

Bahan organik yang larut dalam air seperti urea, urine, bahan kimia obat-
obatan, partikel anorganik seperti pasir, pecahan kaca, dan pecahan keramik.
Bahan anorganik yang larut dalam air seperti ammonia, garam, dan sianida.
Senyawa merkuri, bahan padat berukuran makro, seperti kantong plastik dan
mainan anak-anak. Bahan padat berukuran sangat besar seperti mobil, pohon,
atap, terjadi ketika banjir besar, hewan hidup seperti ikan, serangga, crustacea,
bangkai atau potongan tubuh hewan, tanaman air seperti eceng gondok, alga,
potongan tanaman seperti daun, ranting, hidrogen sulfida, dan karbon dioksida.
Setiap bahan yang mampu dioksidasi yang ada di saluran air atau air
limbah di industri akan dioksidasi secara biokimia oleh bakteri atau secara
kimiawi dengan senyawa kimia. Akibatnya, kadar oksigen di dalam air akan
berkurang. Hal ini karena semua saluran air secara alami mengandung bakteri dan
nutrisi, semua komponen sampah yang masuk akan mengalami reaksi biokimia.
Reaksi biokimia tersebut adalah reaksi yang diteliti di dalam laboratorium
sebagai Biological Oxygen Demand (BOD). Berbagai bahan kimia juga mampu
bereaksi akibat adanya bahan oksidator kuat dan reaksi kimia ini diukur di dalam
laboratorium sebagai Chemical Oxygen Demand (COD). Uji BOD maupun COD
adalah ukuran efek pengurangan kadar oksigen akibat kontaminasi sampah.
Keduanya diadopsi sebagai ukuran efek polusi terhadap lingkungan, karena kadar
oksigen yang berkurang meyebabkan makhluk hidup yang biasa hidup di air,
menjadi semakin sulit untuk ditemukan. Indikator lainnya yang juga digunakan
sebagai hasil reaksi maupun kondisi awal dari air limbah seperti temperatur, pH,
kadar garam, logam berat, bahan padat terlarut, dan bau.

2.2. Pengolahan Air Limbah


Bahan pencemar yang terkandung dalam air limbah dapat mengakibatkan
terjadinya pencemaran lingkungan yang dapat merusak ekosistem. Berbagai
aktivitas yang dapat menghasilkan air limbah yaitu seperti aktivitas rumah tangga,
perkantoran, pertanian, dan di industri. Bahan pencemar yang biasa terkandung
dalam air limbah tergantung pada jenis aktivitasnya. Bahan pencemar yang
terkandung dalam air limbah juga dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bahan,
seperti senyawa organik, senyawa anorganik, dan mikroorganisme.
5

Pengolahan air limbah memiliki tujuan untuk menghilangkan bahan-bahan


pencemar yang terkandung di dalam air limbah. Tujuan pengolahan air limbah
yaitu menghilangkan atau menurunkan konsentrasi dari bahan pencemar yang
terkandung dalam air limbah, menghindari terjadinya pencemaran lingkungan,
memanfaatkan kembali air limbah yang telah dilakukan pengolahan, melindungi
timbulnya kerusakan pada tanaman dan efisiensi penggunaan air.
Berdasarkan kandungan bahan pencemar dalam air limbah, pengolahan air
limbah terdiri dari pengolahan air limbah secara fisik (physical treatment),
pengolahan air limbah secara kimia (chemical treatment), pengolahan air limbah
secara biologi (biological treatment), maupun pengolahan air limbah lanjut
(advanced treatment), serta pada pengolahan lumpur (sludges treatment).
Pengolahan air limbah secara fisik (physical treatment) bertujuan untuk
menyisihkan padatan seperti kayu, plastik, kertas, sampah, pasir, minyak, lemak,
dan padatan tersuspensi. Pada pengolahan secara fisik dikenal sebagai unit operasi
(proses). Tekniknya adalah dengan cara melakukan proses pemisahan atau
pengolahan dengan menggunakan cara filtrasi dan gravitasi (Kusnaedi, 2006).
Pengolahan air limbah secara kimia yang bertujuan untuk memisahkan
padatan tersuspensi yang sulit mengendap dalam waktu yang cepat, partikel
koloid, dan juga padatan yang memiliki sifat terlarut baik senyawa yang bersifat
organik maupun senyawa yang bersifat anorganik. Proses pengolahan air limbah
secara kimia merupakan proses pengolahan dengan cara melakukan penambahan
bahan kimia dalam air limbah. Pada pengolahan secara kimia diperkenalkan
berbagai unit operasi (proses) ini seperti dengan melakukan proses netralisasi
(netralization), pengendapan kimia (chemical precipitation), perpindahan gas (gas
transfer), adsorpsi (adsorption), dan disinfeksi (disenfection).
Pengolahan air limbah secara biologi merupakan pengolahan yang
memiliki beberapa tujuan, yaitu untuk menyisihkan bahan-bahan organik terlarut
yang memiliki sifat biodegradable. Proses pengolahan air limbah secara biologi
melibatkan penggunaan beberapa mikroorganisme-mikroorganisme tersebut akan
mengabsorpsi semua bahan organik dan mengkonversinya menjadi bahan organik
yang stabil dan gas seperti karbon dioksida, dan amoniak.
6

Berbagai unit operasi yang diperkenalkan dalam pengolahan air limbah


secara biologi seperti pengolahan secara aerob (aerobic) dan anaerob (anaerobic)
dengan mikroorganisme tersuspensi (suspended growth) dan danau. Pengolahan
air limbah lanjut dibutuhkan dalam beberapa sistem pengolahan air limbah yang
bertujuan untuk menyisihkan kandungan nutrien dalam air limbah. Nutrien yang
dimaksud adalah phosphor atau nitrogen, proses pengolahan dapat dilakukan
dengan penambahan bahan kimia untuk pengendapan phosphor atau injeksi udara
yang digunakan untuk pemisahan nitrogen (air stripping).
Sludges (lumpur) yang dihasilkan dalam beberapa tahapan proses
pengolahan seperti pada pengolahan awal (primary) yang menghasilkan lumpur
berupa padatan yang mudah mengendap (flok), maupun pada pengolahan kedua
(secondary) yang menghasilkan lumpur berupa mikroorganisme. Tujuan
pengolahan sludge (lumpur) ini adalah menstabilkan kondisi lumpur, mereduksi
bau, menurunkan kadar air, dekomposisi bahan organik, serta dapat digunakan
untuk membunuh mikroorganisme yang berbahaya. Instalasi pengolahan air
limbah secara komunal dapat digunakan untuk pengelolaan limbah cair di
pemukiman padat penduduk, yang kumuh, rawan dan sanitasi.
Pengolahan individual adalah pengolahan air limbah yang dilakukan
dengan cara sendiri-sendiri pada masing-masing rumah tangga terhadap air limbah
yang dihasilkan. Pengolahan air limbah domestik secara individu pada lingkungan
terbatas dilakukan terpadu dalam wilayah yang kecil atau terbatas, seperti hotel,
rumah sakit, bandar udara, pelabuhan, fasilitas umum, dan lain-lain. Pengolahan
air limbah komunal adalah pengolahan air limbah yang dilakukan pada suatu
kawasan pemukiman penduduk, industri, perdagangan seperti kota-kota besar,
yang dialirkan pada suatu bak penampungan pengolahan air limbah.

2.3. Syarat dan Kriteria Mutu Air


Kelas air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih layak untuk
dimanfaatkan bagi peruntukan tertentu. Kelas air sebagai peringkat kualitas air
terdiri dari empat kelas, yakni kelas satu yang dapat digunakan untuk air baku air
minum, dan atau untuk tujuan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut. Kelas dua yang dapat digunakan untuk prasarana atau
7

sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut. Kelas tiga yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan
ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan peruntukan lain
yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan.
Kelas empat, yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman atau peruntukan lain sejenis yang dapat digunakan untuk
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan pada instalasi tersebut.
Masing-masing kelas air di atas dapat mensyaratkan kualitas air tertentu yang
dinilai layak untuk dimanfaatkan kegunaan tertentu. Kualitas air pada masing-
masing kelas air ini tergambar pada instrumen kriteria mutu air. Dengan kata lain,
instrumen kriteria mutu air menjadi tolak ukur kualitas suatu air untuk setiap kelas
air. Terdapat lima kelompok tolak ukur atau parameter yang dapat menjadi
kriteria mutu air, yaitu kelompok fisika, kimia anorganik, kimia organik,
mikrobiologi, dan radioaktivitas. Parameter kualitas air dalam kelompok kimia
anorganik contohnya adalah tembaga, besi, dan senyawa mineral.
Kepentingan masyarakat sehari-hari harus memenuhi standar kriteria mutu
air. Parameter fisika meliputi bau, kekeruhan, rasa, suhu, warna, dan jumlah zat
padat terlarut. Air yang berbau dapat disebabkan oleh proses penguraian bahan
organik yang terdapat di dalam air. Air keruh (tidak jernih) adalah air yang
mengandung partikel padat tersuspensi yang dapat berupa zat-zat yang berbahaya
bagi kesehatan. Air keruh yang memiliki rasa mengindikasikan adanya zat-zat
tertentu yang terdapat di dalam air sehingga kualitasnya kurang baik.
Air yang baik tidak boleh memiliki perbedaan suhu yang mencolok
dengan udara sekitar pada suatu lingkungan (udara ambien). Parameter kimia
dapat dikelompokkan menjadi kimia organik dan kimia anorganik. Zat kimia
anorganik dapat berupa beberapa unsur yang mengandung logam, zat-zat reaktif,
zat-zat berbahaya dan beracun bagi lingkungan serta mengandung derajat
keasaman (pH). Zat kimia organik dapat berupa insektisida herbisida, zat kimia
organik mudah menguap (volatile organic chemical), zat-zat berbahaya maupun
beracun, dan zat yang bersifat sebagai pengikat oksigen (Siregar, 2015).
8

2.4. Teknologi Water Treatment


Pemilihan teknologi pengolahan air sangat terkait dengan kualitas sumber
air dan kualitas air hasil olahan yang diinginkan. Dalam aspek teknologi, proses
pengolahan air tidak banyak mengalami perkembangan dalam dua puluh tahun
terakhir. Alternatif teknologi pengolahan air limbah menjadi air bersih dapat
menggunakan alat-alat sederhana, seperti menggunakan sand filter. Teknologi
yang biasa digunakan pada proses pengolahan air meliputi:
2.4.1. Pressure Sand Filter
Pressure sand filter merupakan suatu metode yang sangat baik dalam
pengolahan air limbah yang digunakan untuk menghilangkan padatan yang
tersuspensi dalam air. Media yang dapat digunakan adalah pasir silika yang terdiri
dari beberapa lapisan pasir dengan berbagai ukuran dan massa jenis. Pressure
sand filter terdiri dari berbagai ukuran dan dapat dioperasikan secara manual atau
secara otomatis. Pada operasionalnya, pressure sand filter menggunakan pompa
air untuk menghasilkan tekanan operasi sesuai kondisi yang diperlukan.

Gambar 2.1. Pressure Sand Filter


(Sumber: Aquarion, 2017)

Air yang ingin di treatment dilewatkan ke pressure sand filter pada


tekanan sekitar 3,5 kg/cm2 untuk mengurangi padatan tersuspensi pada air limbah
yang akan diolah. Filter secara efektif akan menghapus hingga 30-50 mikron dari
padatan tersuspensi. Filter harus dicuci dengan air baku selama 20 sampai 30
menit setiap hari agar dapat menghapus padatan secara maksimal. Filter yang
digunakan biasanya terbuat dari material stainless steel. Pressure sand filter
9

terdiri dari vessel, baik dalam bentuk vertikal maupun horizontal, dengan
memiliki satu set pipa dan valves yang didalamnya berisi pasir silika. Aplikasi
pada pressure sand filter digunakan untuk melakukan proses pre-treatment dalam
melakukan operasional pada peralatan cooling tower, perawatan air limbah,
produksi pengolahan air minum, filtrasi pada kolam renang, pre-treatment untuk
sistem menggunakan teknologi membran, dan hampir seluruh proses di industri.
2.4.2. Teknologi Biofilter Tercelup
Teknologi pengolahan air limbah menggunakan biofilter tercelup
dilakukan dalam kondisi aerobik, anaerobik, ataupun kombinasi antara anaerobik
dan aerobik. Proses pada teknologi biofilter tercelup ini digunakan untuk
menghilangkan kandungan nitrogen di dalam air limbah. Suatu sistem biofilter
terdiri dari medium penyangga, lapisan biofilter yang melekat pada medium,
lapisan air limbah dan lapisan udara yang terletak diluar. Senyawa pengotor
seperti BOD dan COD, ammonia, dan fosfor akan terdifusi ke dalam lapisan atau
film biologis yang melekat pada permukaan medium. Pada saat yang bersamaan,
dengan menggunakan oksigen yang terlarut di dalam air limbah.

Gambar 2.2. Penampang Reaktor Biologis Biofilter Tercelup


(Sumber: Said, 2000)

Sebenarnya dalam pemilihan proses yang tepat yaitu dengan


mengelompokkannya menjadi karakteristik kontaminan yang ada di dalam air
limbah dengan melakukan pendekatan terhadap parameter indikator yang sesuai
dengan standar yang berlaku. Pertimbangan tidak hanya dari segi teknologi tetapi
juga beberapa aspek lain seperti keamanan dan kehandalan dalam pengoperasian.
10

2.5. Penelitian Terkait


Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zainuddin, (2013) yang
berjudul Pengaruh Enceng Gondok dan Kapur terhadap Unit Pengolahan Air
Gambut, pengolahan air gambut yang memiliki nilai pH 3,5 dilakukan dengan
menggunakan enceng gondok sebagai penyerap atau adsorben pengisi bahan di
dalam tabung. Variasi tinggi saringan pada eceng gondok yang digunakan yaitu
10, 15, 20, 25, dan 30 cm, dimana parameter yang digunakan yaitu pH air, kadar
besi di dalam air, kekeruhan, dan zat organik yang sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 492, tahun 2010.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa eceng gondok setinggi 30 cm berada
pada kondisi optimum dimana dengan penambahan kapur sebanyak 27,5 gram
akan menyebabkan nilai pH yang didapatkan mendekati nilai standar Permenkes,
yaitu bernilai 6,5 sampai 7,46. Eceng gondok 30 cm yang digunakan sebagai
adsorben dan pengisi bahan baku tabung berhasil mengurangi kandungan kadar
besi pada air baku, dan juga sebaliknya penambahan kapur sebagai bahan tambah
pada unit pengolahan air tidak mengurangi kadar besi dalam air. Tingkat
kekeruhan air dari kondisi awal sebesar 26,12 mg/L turun menjadi 11,4 mg/L.
Kandungan zat organiknya turun dari 14,32 mg/L menjadi 6,90 mg/L.
Menurut Quddus, (2014) pada penelitian berjudul Teknik Pengolahan Air
Bersih dengan Sistem Saringan Pasir Lambat (Downflow) yang Bersumber dari
Sungai Musi dengan ketebalan pasir sebagai variabelnya. Parameter yang diukur
adalah bau, rasa, pH, dan kekeruhan air yang sesuai dengan standar Peraturan
Menteri Kesehatan (Permenkes). Variasi ketebalan pasir yang digunakan adalah
60, 65, dan 70 cm. Nilai pH awal air baku yang digunakan yaitu 6,49 dan
dilakukan penelitian menggunakan pasir 60 cm, didapatkan pH air sebesar 6,55,
tebal pasir 65 cm sebesar 6,54, dan pada tebal pasir 70 cm sebesar 6,56. Hasil
penyaringan yang dilakukan telah mencapai standar Permenkes (pH 6,5-9,0). Pada
hasil pengujian kekeruhan, untuk tingkat kekeruahan 67 NTU dengan ketebalan
pasir 60 cm, setelah pengujian didapatkan hasil sebesar 46 NTU, tebal pasir 65 cm
sebesar 22 NTU dan tebal pasir 70 cm sebesar 10 NTU. Standar Permenkes
kekeruhan sebesar 25 NTU, itu berarti pasir 70 cm sangat efektif.

Anda mungkin juga menyukai