Anda di halaman 1dari 9

arnold gasista

Selasa, 03 Juni 2014


makalah peyakit keratitis

Tugas : ilmu penyakit mata


Dosen : dr aphin d.

KERATITIS

OLEH
KELOMPOK 1/A
Anggota :
 ARNOLD
 ANDI SUPRIANTO
 AYUB BONGGALAYUK
 ARNOL B. PANGALINAN
 CHOMOS SAMBOLANGI
 HERMIN TOTONG
 HAPSARI
 ELPI PASULE
 ELSIANI ERTI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN LAKIPADADA TANA TORAJA


S1 KEPERAWATAN
2014

BAB I
PENDAHULUAN
Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada kornea yang
akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Keratitis ini diakibatkan oleh berbagai organisme
bakteri,virus, jamur, atau parasit, abrasi sedikitpun bisa menjadi pintu masuk bakteri.
Kebanyakan infeksi kornea terjdi akibat trauma atau gangguan mekanisme pertahanan sistemis
ataupun lokal

Infeksi ini terjadi bila kornea tidak dilembabkan secara memadai dan dilindungi oleh
kelopak mata. Kekeringan kornea dapat terjadi dan kemudian dapat diikuti ulserasi dan infeksi
sekunder. Pemajanan kornea dapat diebabakan oleh karena keadaan eksoptalmus, paresis saraf
kranial VII tetapi juga dapat terjadi pada pasien koma atau yang dianastesi.

Permasalahan terkait kesehatan mata di Indonesia cukup banyak dimulai dari kelainan
kongenital pada mata, infeksi/peradangan pada mata hingga tingginya angka kebutaan di
Indonesia. Keratitis atau peradangan pada kornea adalah permasalahan mata yang cukup sering
dijumpai mengingat lapisan kornea merupakan lapisan yang berhubungan langsung dengan
lingkungan luar sehingga rentan terjadinya trauma ataupun infeksi. Hampir seluruh kasus
keratitis akan mengganggu kemampuan penglihatan seseorang yang pada akhirnya dapat
menurunkan kualitas hidup seseorang. Karena itu penting sebagai dokter umum untuk dapat
mengenali dan menanggulangi kasus keratitis (sejauh kemampuan dokter umum) yang terjadi
di masyarakat baik sebagai dokter keluarga ataupun dokter yang bekerja di strata pelayanan
primer. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis membuat pembahasan kasus referat ini
mengenai keratitis khusunya yang disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur.

BAB II
ISI
A. EPIDEMIOLOGI
Frekuensi keratitis di Amerika Serikat sebesar 5% di antara seluruh kasus kelainan mata.
Di negara-negara berkembang insidensi keratitis berkisar antara 5,9-20,7 per 100.000 orang
tiap tahun. Insidensi keratitis pada tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia,
perbandingan laki-laki dan perempuan tidak begitu bermakna pada angka kejadian keratitis.
Sedangkan predisposisi terjadinya keratitis antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa
kontak dan perawatan lensa kontak yang buruk, penggunaan lensa kontak yang berlebihan,
Herpes genital atau infeksi virus lain, kekebalan tubuh yang menurun karena penyakit lain,
serta higienis dan nutrisi yang tidak baik, dan kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya.

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI KORNEA


I.ANATOMI
Kornea adalah jaringan transparan avaskuler sebagai membran pelindung yang dilalui
berkas cahaya menuju retina. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah,
sekitar 0,65 mm di tepi dan diameternya sekitar 11 – 12 mm (horizontal) dan 10 – 11 mm
(vertikal). Indeks refraksi kornea 1.376. Tetapi dalam mengkalibrasi keratometer untuk
menghitung kombinasi kekuatan optik lengkung kornea anterior dan posterior digunakan
indeks refraksi 1.3375. Kornea asferis, walaupun jari-jari lengkung kornea sering didapatkan
sebagai cermin cembung sferosilindris membentuk tengah permukaan anterior kornea, yang
disebut kornea gap.
Rata-rata jari-jari tengah kornea 7-8 mm (6.7-9.4 mm). kornea member kontribusi 43.25
dioptri (74%) dari total 58.60 dioptri mata orang normal. Kornea juga menyebabkan
astigmatisme pada sistem optikal.

Kornea merupakan jaringan transparan, yang bentuknya hampir sebagai lingkaran dan
sedikit lebih lebar pada daerah trasversal (12 mm) dari pada arah vertikal dan mengisi bola
mata di bagian depan. Kornea memiliki kemampuan refraksi yang sangat kuat, yang menyuplai
2/3 atau sekitar 70% pembiasan sinar. Karena kornea tidak memiliki pembuluh darah, maka
kornea akan berwarna jernih dan memiliki permukaan yang licin dan mengkilat. Bila terjadi
perubahan, walaupun kecil pada permukaan kornea, akan mengakibatkan gangguan pembiasan
sinar dan menyebabkan turunnya tajam penglihatan secara nyata.

Penampang bola mata

Kornea dalam bahasa latin “cornum” artinya seperti tanduk, merupakan selaput bening
mata, bagian dari mata yang bersifat tembus cahaya, merupakan lapis dari jaringan yang
menutup bola mata sebelah depan dan terdiri atas
1. Epitel
Terdiri dari sel epitel squamos yang bertingkat, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk
yang saling tumpang tindih; sel poligonal dan sel gepeng. Tebal lapisan epitel kira-kira 5 %
(0,05 mm) dari total seluruh lapisan kornea. Epitel dan film air mata merupakan lapisan
permukaan dari media penglihatan. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini
terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng,
sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel
poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat
pengaliran air, elektrolit dan glukosa melalui barrier. Sel basal menghasilkan membran basal
yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
Sedangkan epitel berasal dari ektoderem permukaan. Epitel memiliki daya regenerasi
(Ilyas, 2005).
2. Membran bowman
Membran yang jernih dan aselular, Terletak di bawah membran basal dari epitel.
Merupakan lapisan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari epitel
bagian depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya generasi (Ilyas, 2005).
3. Stroma
Lapisan ini mencakup sekitar 90% dari ketebalan kornea. Merupakan lapisan tengah pada
kornea. Bagian ini terdiri atas lamel fibril-fibril kolagen dengan lebar sekitar 1 µm yang saling
menjalin yang hampir mencakup seluruh diameter kornea, pada permukaan terlihat anyaman
yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat
kolagen memakan waktu lama, dan kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma
kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit
membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma
(Ilyas, 2005).
4. Membran Descemet
Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea
yang dihasilkan oleh endotel. Bersifat sangat elastis dan jernih yang tampak amorf pada
pemeriksaan mikroskop elektron, membran ini berkembang terus seumur hidup dan
mempunyai tebal + 40 mm. Lebih kompak dan elastis daripada membran Bowman. Juga lebih
resisten terhadap trauma dan proses patologik lainnya dibandingkan dengan bagian-bagian
kornea yang lain (Ilyas, 2005).
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, terdiri atas satu lapis sel berbentuk heksagonal, tebal antara 20-
40 mm melekat erat pada membran descemet melalui taut. Endotel dari kornea ini dibasahi
oleh aqueous humor. Lapisan endotel berbeda dengan lapisan
epitel karena tidak mempunyai daya regenerasi, sebaliknya endotel mengkompensasi sel-
sel yang mati dengan mengurangi kepadatan seluruh endotel dan memberikan dampak pada
regulasi cairan, jika endotel tidak lagi dapat menjaga keseimbangan cairan yang tepat akibat
gangguan sistem pompa endotel, stroma bengkak karena kelebihan cairan (edema kornea) dan
kemudian hilangnya transparansi (kekeruhan) akan terjadi. Permeabilitas dari kornea
ditentukan oleh epitel dan endotel yang merupakan membrane semipermeabel, kedua lapisan
ini mempertahankan kejernihan daripada kornea, jika terdapat kerusakan pada lapisan ini maka
akan terjadi edema kornea dan kekeruhan pada kornea (Ilyas, 2005).

2. FISIOLOGI KORNEA
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang dilalui berkas
cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan oleh strukturnya yang uniform,
avaskuler dan deturgesensi. Deturgesensi atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea,
dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan
endotel. Dalam mekanisme dehidrasi ini, endotel jauh lebih penting daripada epitel, dan
kerusakan kimiawi atau fisis pada endotel berdampak jauh lebih parah daripada kerusakan pada
epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan.
Sebaliknya, kerusakan pada epitel hanya menyebabkan edema stroma kornea lokal sesaat yang
akan meghilang bila sel-sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari lapisan air mata
prekorneal menghasilkan hipertonisitas ringan lapisan air mata tersebut, yang mungkin
merupakan faktor lain dalam menarik air dari stroma kornea superfisial dan membantu
mempertahankan keadaan dehidrasi (Vaughan, 2009).
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam
perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan seratnya
tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di permukaan anterior
dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera mengganggu pembentukan
bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di kornea, dapat
menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil
(Vaughan, 2009).
Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut-lemak dapat melalui
epitel utuh, dan substansia larut air dapat melalui stroma yang utuh. Oleh karena itu agar dapat
melalui kornea, obat harus larut lemak dan larut air sekaligus. Kegunaan kornea adalah sbb:
1. Kornea mempunyai kemampuan membiaskan cahaya yang paling kuat dibanding dengan
sistem optik retaktif lainnya.
2. Kubah kornea akan membiaskan sinar kelubang pupil didepan lensa. Kubah kornea yang
semakin cembung akan memiliki daya bias yang kuat.
3. Peran kornea sangat penting dalam menghantarkan cahaya masuk kedalam mata untuk
menghasilkan penglihatan yang tajam, maka kornea memerlukan kejernihan, kehalusan dan
kelengkungan tertentu

C. PENGERTIAN
Keratitis merupakan peradangan pada kornea(kpta selekta)
Keratitis sendiri diartikan sebagai peradangan pada kornea yang ditandai dengan adanya
infiltrasi sel radang dan edema kornea pada lapisan kornea manapun yang dapat bersifat akut
atau kronis yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain bakteri, jamur, virus atau karena
alergi.

D. PATOFISIOLOGI
Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme kedalam kornea.
Namun sekali kornea mengalami cedera, stroma yang avaskuler dan membrane Bowman
mudah terinfeksi oleh berbagai macam mikroorganisme seperti amoeba, bakteri dan jamur.
Streptococcus pneumonia (pneumokokus) adalah bakteri pathogen kornea sejati; pathogen lain
memerlukan inokulum yang berat atau hospes yang lemah (misalnya pada pasien yang
mengalami defisiensi imun) agar dapat menimbulkan infeksi.
Moraxella liquefaciens, yang terutama terdapat pada peminum alkohol (sebagai akibat
kehabisan piridoksin), adalah contoh bakteri oportunistik dan dalam beberapa tahun
belakangan ini sejumlah bakteri oportunis kornea baru ditemukan. Diantaranya adalah Serratia
marcescens, kompleks Mycobacterium fortuitum-chelonei, Streptococcus viridians,
Staphylococcus epedermidis, dan berbagai organisme coliform dan Proteus, selain virus dan
jamur.
Kornea adalah struktur yang avaskuler oleh sebab itu pertahanan pada waktu peradangan,
tidak dapat segera ditangani seperti pada jaringan lainnya yang banyak mengandung
vaskularisasi. Sel-sel di stroma kornea pertama-tama akan bekerja sebagai makrofag, baru
kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang ada di limbus dan tampak sebagai
injeksi pada kornea. Sesudah itu terjadilah infiltrasi dari sel-sel lekosit, sel-sel
polimorfonuklear, sel plasma yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai
bercak kelabu, keruh dan permukaan kornea menjadi tidak licin.
Epitel kornea dapat rusak sampai timbul ulkus. Adanya ulkus ini dapat dibuktikan dengan
pemeriksaan fluoresin sebagai daerah yang berwarna kehijauan pada kornea. Bila tukak pada
kornea tidak dalam dengan pengobatan yang baik dapat sembuh tanpa meninggakan jaringan
parut, namun apabila tukak dalam apalagi sampai terjadi perforasi penyembuhan akan disertai
dengan terbentuknya jaringan parut. Mediator inflamasi yang dilepaskan pada peradangan
kornea juga dapat sampai ke iris dan badan siliar menimbulkan peradangan pada iris.
Peradangan pada iris dapat dilihat berupa kekeruhan di bilik mata depan. Kadang-kadang dapat
terbentuk hipopion.

E. MANIFESTASI KLINIS
Mata merah, silau, merasa kelilipan, gangguan kornea (kapita selekta)
Mata sakit, gatal, Gangguan penglihatan (visus menurun), bengkak, Hiperemi
konjungtiva, Fotofobi, lakrimasi, blefarospasme, Pada kelopak terlihat vesikel dan infiltrat
filamen pada kornea, Inflamasi bola mata yang jelas, Terasa benda asing di mata, Cairan
mokopurulen dengan kelopak mata saling melekat saat bangun, Ulserasi epitel, Hipopion
(terkumpulnya nanah dalam kamera anterior), Dapat terjadi perforasi kornea, Ekstrusi iris dan
endoftalmitis, Mata berair, Kehilangan penglihatan bila tidak terkontrol

F. PENATALAKSANAAN
Pemberian antibiotik, air mata buatan : Pada keratitis bakterial diberikan gentacimin 15
mg/ml, tobramisin 15 mg/ml, seturoksim 50 mg/ml. Untuk hari-hari pertama diberikan setiap
30 menit kemudian diturunkan menjadi 1 jam dan selanjutnya 2 jam bila keadaan mulai
membaik. Ganti obatnya bila resisten atau keadaan tidak membaik, Perlu diberikan sikloplegik
untuk menghindari terbentuknya sinekia posterior dan mengurangi nyeri akibat spasme siliar
Pada terapi jamur sebaikna diberikan ekanazol 1 % yang berspektum luas, Antivirus,anti
inflamasi dan analgesic(KAPITA SELEKTA)
Pasien dengan infeksi kornea berat biasa di rawat untuk pembeian berseri(kadang sampai
tiap 30 menit sekali) tetes antimikroba da pemeriksaan berkala oleh ahli optalmologi. Cuci
tangan secara seksama adalah wajib. Kelopak mata harus di jaga kebersihannya, dan perlu
diberikan kompres dingi. Pasien di pantau adanya tanda peningkatan TIO. Mungkin di perlukan
aseminoferen untuk mengontrol nyeri. Sikloplek dan midriatik mungkin perlu di resepkan
untuk mengurangi nyeri dan inflamasi. Temeng mata(patch) dan lensa kontak lunak tipe-
balutan harus di lepas sampai infeksi telah terkontrol, karena justru dapat memperkuat
pertumbuhan mikroba. Namun kemudian diperlukan untuk mempercepat peyembuhan defek
epitel (KMB)

G. PROGNOSIS
Prognosis quo ad vitam pada pasien keratitis adalah bonam. Sedangkan prognosis
fungsionam pada keratitis sangat tergantung pada jenis keratitis itu sendiri. Jika lesi pada
keratitis superficial berlanjut hingga menjadi ulkus kornea dan jika lesi pada keratitis tersebut
telah melebihi dari epitel dan membran bowman maka prognosis fungsionam akan semakin
buruk. Hal ini biasanya terjadi jika pengobatan yang diberikan sebelumnya kurang adekwat,
kurangnya kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi yang sudah dianjurkan, terdapat
penyakit sistemik lain yang dapat menghambat proses penyembuhan seperti pada pasien
diabetes mellitus, ataupun dapat juga karena mata pasien tersebut masih terpapar secara
berlebihan oleh lingkungan luar, misalnya karena sinar matahari ataupun debu.
Pemberian kortikosteroid topikal untuk waktu lama dapat memperpanjang perjalanan
penyakit hingga bertahun-tahun serta dapat pula mengakibatkan timbulnya katarak dan
glaukoma yang diinduksi oleh steroid.
Diposting oleh ARNOLD YUSUF di 06.03
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Beranda


Langganan: Posting Komentar (Atom)

Mengenai Saya

ARNOLD YUSUF
Lihat profil lengkapku
Arsip Blog
 ► 2015 (1)

 ▼ 2014 (8)
o ▼ Juni (8)
 gizi dalam kespro-dian husada: Prinsip diit pada i... 
 makalah malpraktik
 Askep penyakit katarak
 ASKEP MEDULLA SPINALIS
 golongan darah ABO
 ASKEP LENGKAP HIPERTIROIDISME
 ASKEP HIV AIDS
 makalah peyakit keratitis

Tema Perjalanan. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai